PENDIDIKAN KRISTEN DALAM MEMBANGUN KARAKTER REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH Rifai1 Abstraksi Akhir-akhir ini jika kita mengamati kejadian yang menimpa remaja sekarang marak sekali terjadi kasus kriminalitas remaja; tawuran antar pelajar, kasus bullying, pemerkosaan sebagai gambaran merosotnya moral remaja bangsa saat ini. Bangsa ini perlu menyediakan hati dan ruang bagi pengembangan pendidikan karakter. Gagasan pendidikan karakter membawa angin segar bagi dunia pendidikan di Indonesia dalam mengatasi masalah merosotnya moral remaja. Penanaman karakter bangsa perlu diintegrasikan dalam pendidikan formal, sehingga akan didapatkan nilai-nilai kebaikan pada diri peserta didik sejak dini. Sekolah sebagai tempat pendidikan, dimana peserta didik diarahkan pada upaya-upaya kepada seseorang untuk bertindak atau memiliki wawasan pengetahuan (bersifat normatif). Pembelajaran lebih kompleks lagi karena mengarah kepada tujuan akhirnya yakni seseorang dapat bertingkah laku atau memiliki kepribadian yang lebih baik (bersifat operasional). Pendidikan moral dan karakter sebenarnya tidak terpisahkan dari pembentukan kerohanian yang merupakan kesatuan dalam materi ajar Pendidikan Agama Kristen. Sekolah menengah yang didalam kurikulumnya terdapat Pendidikan Agama Kristen, artinya baik segala bentuk proses belajar mengajar yang terencana ataupun tersembunyi harus mampu mengembangkan sikap dan membentuk nilai-nilai watak dan karakter baik. Membangun karakter remaja itu berarti membangun suatu pola dari sikap yang hendak didemonstrasikan dalam hubungannya antara satu dengan lainnya. Sikap yang didemonstrasikan itu merupakan cirikhas moral Kristen. Sehingga sekolah dengan jelas dapat mendefiniskan hasil pendidikan yang berhasil. Suatu kurikulum bersifat Bible Added tidaklah cukup untuk membentuk karakter siswa. Pembentukan karakter harus ditekankan secara hati-hati dan diaktualisasikan dalam kehidupan siswa setiap harinya. The Role of Christian Educationto Building Character of Teen-aged in High School Abstract Recent occurrences within teen-aged has tended to criminal cases; engaging student fight, bullying, raping, which depicted juvenile moral decadence of this nation. This nation need to take a heart and place for developing a character education. This notion brings a refreshment for 1 Guru Pendidikan Agama Kristen SMP Negeri 1 Surakarta & SMP Negeri 17 Surakarta & Dosen Teologi STT INTHEOS Surakarta, [email protected] // [email protected] 1 Indonesia education’s world to overcome teen’s moral decadence problem.Establishing nation character need to be integrated with formal education, so can obtain good value from learners earlier. School as aneducatingplace, where students are directed bysome efforts to doing or having insight of knowledge (normatively). It will take a more complex learning because driven by final purpose, that is a better deed or personality (operationally). Actually, moral and character learning was not separated from spiritual building because they were as one material learning of Christian Education. High school curriculum which is Christian Education being apart of, both programmed learning process and otherwise, could develop attitude and establish behavior values as well as good character. Building teen’s character constitutes to build a pattern of demonstrating attitude which connected one another. That demonstrating attitude is specific characteristic of Christian moral, in such a way that school can define obviously, a successful learning outcome. A bible added curriculum was not sufficient to establish student’s character. Establishing character has to be emphasized carefully and daily lifeactualized. Keywords: karakter, pendidikan, remaja, moral LATAR BELAKANG MASALAH merosotnya budi pekerti: ara remaja Jika mencermati fenomena akhir- yang tidak memperoleh didikan budi akhir ini yang terjadi pada diri remaja, pekerti yang memadai atau tidak marak sekali terjadi kasus kriminalitas peduli dengan budi pekerti pasti remaja diantaranya tawuran antar mengalami pelajar, menghargai kriminalitas di sekolah, pemerkosaan pada anakdi bawah usia oleh para pelajar SMP, kasus kesulitan dalam ketertiban hal dan ketenteraman hidup bermasyarakat.”2 Gagasan pendidikan karakter bullyingadalah gambaran merosotnya membawa angin segar bagi dunia moral remaja anak bangsa. F. B. pendidikan di Indonesia. Bangsa ini Surbakati belum memberikan tempat dan hati secara sederhana menjelaskan latar belakang terjadinya yang kasus-kasus tersebut sebagai berikut: pendidikan karakter. Tidak jarang kita “Lemahnya pendidikan luas bagi pengembangan kerohanian dapat menjadi salah satu pemicu remaja terlibat tindak kriminal … 2 F. B. Surbakti, Kenalilah Anak Remaja Anda (Jakarta: PT Elex Media Komputindo – Anggota Gramedia, 2009), hlm. 300 menjumpai lulusan sekolah bermutu kasus narkoba, plagiarisme dalam memiliki otak cerdas serta piawai ujian, menghadapi soal-soal ujian, namun marak menghiasi sejumlah media. ternyata bermentalkan penakut bahkan Bukan hanya terbatas pada peserta memiliki terpuji. didik, lembaga-lembaga pendidikan Sungguh ironis sekali bukan ! Patut maupun instansi pemerintahan yang disayangkan notabene diduduki oleh orang-orang perilaku tidak sekali, pendidikan yang anggaran sangat besar luput memecahkan soal mendasar dalam moral. pendidikan ternyata belum sejenisnya, senantiasa penyandang gelar akademis, pun tak ditunjang program pemerintah dalam dunia dan terjangkiti Kasus-kasus virus yang dekadensi terjadi mampu mencetak lulusan unggul yang semata beriman, taqwa, professional serta penanaman karakter pada diri anak memiliki karakter yang kuat. bangsa Maraknya tawuran, kasus dikarenakan itu ini.Ratna kurangnya Megawangi, “Mencontohkan, bagaimana bullying, dan fenomena kriminalitas di kesuksesan Cina dalam menerapkan sekolah-sekolah pendidikan karakter sejak awal tahun hingga perguruan tinggi, menimbulkan sebuah tanda 1980-an. Menurutnya, tanya besar akan realisasi fungsi karakter adalah Pendidikan sebagaimana akhlak melalui proses knowing the yang termaktub dalam Pasal 3 UU No. good, loving the good, and acting the 20 Tahun 2003. Pendidikan Nasional good. Yakni, suatu proses pendidikan yang yang Nasional, pada hakikatnya untuk melibatkan untuk aspek pendidikan mengukir kognitif, bangsa, emosi, dan fisik, sehingga akhlak ternyata berbanding terbalik dengan mulia bisa terukir menjadi habit of the berbagai realitas yang ada. mind, heart, and hands.”3 Penanaman mencerdaskan kehidupan Merupakan sebuah ironi besar, karakter bangsa perlu diintegrasikan jika bangsa yang besar ini selalu dalam pendidikan formal, sehingga menjadi pemborong medali dalam akan didapatkan nilai-nilai kebaikan setiap pada diri peserta didik sejak dini. kompetisi olimpiade sains internasional, namun di sisi lain, kasus siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi, 3 Ratna Megawangi, Semua Berakar Pada Karakter (Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007) keteladanan tingkah laku, keyakinan, nilai-nilai, KAJIAN TEORI sikap-sikap dan ketrampilan yang sesuai dengan iman Pendidikan Kristen Kristen. Boediono mengatakan bahwa “Model kurikulum Pendidikan Agama 1. Definisi Pendidikan Agama Kristen Pendidikan merupakan bercorakkan maksudnya Kristen (Pendidikan Agama Kristen) Agama Kristen pendidikan yang moral-moral kristiani, materi pengajaran Pendidikan Agama Kristen merupakan materi yang berisi tentang nilai-nilai didominasi oleh doktrin agama yang lebih mengutamakanaspek kognitif dan cenderung melupakan hal pokok dan utama dalam Pendidikan Agama, yaitu: pemahaman terhadap nilai-nilai agama yang bersentuhan dengan 5 kebenaran iman Kristen. Nico Syukur Dister menegaskan pendapatnya bahwa ”Pendidikan yang bercorak, berdasarkan dan berorientasi Kristiani.” 4 Dengan kata lain segala bentuk aktivitas proses belajar mengajar yang terjadi didalam dan diluar kelas terwujud dalam ruang lingkup di sekolah, gereja atau lingkungan keluarga dengan dasar pengajaran pada pokok-pokok iman Maksud perkataan tersebut dimana, dalam Pendidikan Agama Kristen peserta didik dibekali dengan pengetahuan mengetahui dalam (kognitif) agar tangungjawab pribadi meningkatkan kualitas kehidupan yang berarti bagi bangsa dan negaranya, masyarakat luas dan gerejanya serta keluarga sebagai cerminan kehidupan Kristen. Peserta didik juga diberikan penanaman sikap Kristen. Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen, seorang nara realitas kehidupan nyata.” didik selain memberikan pengajaran yang bersifat pemahaman ajaran-ajaran iman Kristen juga bertanggung jawab memberikan sikap 4 Nico Syukur Dister, Filsafat Agama Kristen (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985), 24. (afektif) agar memahami penilaian baik buruk, benar salah sehingga mampu membedakan segala sesuatu yang berguna atau merugikan bagi diri sendiri, orang lain, terlebih khusus 5 Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004 (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hlm. 6. bagi bangsa dan negaranya. Yang dalam terakhir kewajiban yang sama didalam mendidik keturunannya. Bahkan peserta didik keterampilannya dilatih (psikomotorik) bangsa Israel memiliki sehingga memiliki kemampuan dalam pendidikan tersebut haruslah diajarkan melakukan tugas dan tanggungjawab secara berulang-ulang dikala mereka yang dipercayakan oleh Tuhan Yesus sedang yang berkaitan dengan diri sendiri, berjalan, tidur atau dengan kata lain orang lain, bangsa dan negaranya. didik tersebut diberikan dalam setiap duduk, makan minum, kesempatan hidup yang Tuhan Allah 2. Konteks Alkitabiah Pendidikan Agama Kristen percayakan dalam diri mereka masingmasing. Ulangan 6:4-9 merupakan Dalam kitab Ulangan 6:6-9 firman Tuhan mengatakan bahwa:Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau kredo (syahadat) atau pengakuan iman bangsa Israel terhadap Tuhan Allah yang satu adanya. Keyakinan yang Tuhan Allah tanamkan dalam hidup bangsa Israel dan keturunannya melawan keyakinan bangsa kafir yang menyakini bahwa Tuhan banyak. duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah engkau Firman Tuhan dalam Efesus 4:13- mengikatkannya sebagai tanda pada 14 mengatakan bahwa “Sampai kita tanganmu dan haruslah itu menjadi semua telah mencapai kesatuan iman lambang di dahimu, dan haruslah dan pengetahuan yang benar tentang engkau menuliskannya pada tiang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan pintu tingkat rumahmu dan juga 3. Tujuan Pendidikan Agama Kristen pada pintu gerbangmu. Allah yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga Dalam kebenaran firman tersebut Tuhan pertumbuhan memerintah kita bukan lagi anak-anak, yang agar diombang-ambingkan oleh rupa-rupa keyakinan Tuhan adalah esa harus angin pengajaran, oleh permainan diajarkan seturun temurun kepada palsu manusia dalam kelicikan mereka generasi bangsa Israel. Setiap keluarga yang menyesatkan.” Pendidikan Agama Kristen secara khusus “Tabiat, perangai dan sifat-sifat Berkarakter diartikan membimbing orang percaya mencapai seseorang. kepada kedewasaan penuh dan tingkat dengan pertumbuhan adapun kepribadian diartikan dengan yang kepenuhan sesuai dengan Kristus. mempunyai kepribadian, Tingkat sifat khas dan hakiki seseorang yang pertumbuhan rohani bagi hidup orang membedakan seseorang dari orang percaya adalah Kristus artinya orang lain.” 7 Dra. Ratna Ellyawati, M.Psi, percaya harus bertumbuh menjadi dalam serupa dan segambar dengan Kristus. membagi dua kecenderungan dari Sulhan Najib (2010:2) karakter anak-anak, yaitu karakter Karakter sehat dan tidak sehat. Anak yang berkarakter sehat bukan berarti tidak 1. Definisi Karakter Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.” 6 Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan bagaimana memfokuskan mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya kaidah moral sesuai disebut dengan dengan berkarakter mulia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menuliskan karakter adalah pernah melakukan hal-hal yang negatif, melainkan perbuatan tersebut masih dalam kategori wajar. Namun anak-anak yang berkarakter tidak sehat memang memiliki kelakuan yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Karakter yang termasuk kategori sehat antara lain: (1) afiliasi tinggi, yaitu mudah menerima orang lain menjadi sahabatnya, sangat toleran terhadap orang lain dan bisa diajak bekerjasama, punya banyak teman dan disukai teman-temannya; (2) power tinggi, yaitu menguasai temannya tetapi dengan sikap positif, mampu memimpin teman-temannya, mampu mengambil inisiatif sendiri, sehingga mampu menjadi panutan bagi yang 6 Kemendiknas. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (Jakarta: Kemendiknas, 2010), hlm. 15 7 J.S. Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), 617; 1088 lain; (3) achiever, termotivasi yaitu untuk selalu berprestasi (achievement oriented), 2. Pembentukan Karakter Proses pada pembentukan seseorang karakter dipengaruhi oleh mengedepankan dirinya sendiri dari faktor-faktor khas yang ada pada pada orang lain (egosentris); (4) orang yang bersangkutan yang sering asserter, yaitu lugas, tegas, dan tidak juga disebut faktor bawaan atau faktor banyak endogen atau nature dan oleh faktor berbicara, keseimbangan kepentingan kepentingan diterima yang mempunyai baik sendiri orang lain, lingkungan atau eksogen atau nurture. dengan Pengaruh mudah individu masyarakat sebagai maupun bagian dari (5) masyarakat, adalah faktor lingkungan. menyukai Jadi, dalam usaha pengembangan atau petualangan, meski bukan selalu ke pembangunan karakter pada tataran alam namun lebih menyukai mencoba individu hal-hal baru. perhatian kita adalah pada faktor yang adventurer, Dengan lingkungannya; anatara yaitu demikian yang dimaksudkan dengan karakter adalah kepribadian seseorang yang dan masyarakat, fokus bisa kita pengaruhi atau lingkungan, yaitu pada pembentukan lingkungan. Pendidikan yang berorientasi membedakan dengan orang lain.Gede pada pengembangan karakter tidak Raka juga memberikan pandangan bisa dipisahkan dengan pendidikan yang hampir sama: “Secara umum agama yang dialami oleh seorang karakter dikaitkan dengan sifat khas siswa. Doni Koesoema A. mengatakan atau istimewa, atau kekuatan moral, bahwa “Bagi dia, agama memiliki atau pola tingkah laku seseorang”. 8 hubungan Sehingga dari pengertian diatas dapat dengan Allah (individu dengan yang disimpulkan bahwa karakter dapat Illahi / Allah), sedangkan pendidikan dinyatakan sebagai sifat seseorang karakter yang berupa tabiat, watak, tingkah karakter laku subyektif yang dapat membentuk manusia di dalam masyarakat.”9 kepribadian seseorang. vertical hubungan adalah antara pribadi pendidikan horizontal antara Pertama, Landasan yang kuat. Ada dua landasan untuk memperkuat 8 Gede Raka dkk. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan (Jakarta : Kompas Gramedia, 2011), 36 9 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter : Mendidik Anak di Zaman global.(Surabaya: Grasindo, 2006), hlm. 250 terbangunnya siswa berkarakter yang Kedua, Pilar sebagai tiang cerdas. Landasan pertama adalah penyangga. Pembangunan ini juga visi, misi, dan tujuan. membutuhkan Visi menjadi digunakan pilar sebagai tiang adalah wawasan yang penyangganya. Ada tiga pilar yang sumber arahan yang harus dibangun, yaitu: (1) membangun sekolah untuk watak, kepribadian, atau moral; (2) bagi memandu perumusan misi sekolah. mengembangkan Misi untuk majemuk; mewujudkan visi yang ada. Dengan bermakna. adalah tindakan (3) kecerdasan pembelajaran yang kata lain misi adalah bentuk layanan Ketiga, Pengikat yang kokoh. yang digunakan untuk memenuhi Agar bangunan tersebut tetap kokoh tuntutan yang dituangkan dalam visi berdiri pada landasannya dan tahan dalam dengan berbagai indikatornya. terhadap goncangan atau gangguan Tujuan adalah apa yang hendak yang setiap saat menerpa, maka perlu dicapai oleh sekolah dan kapan tujuan pengikat yang terdiri dari kontrol, itu akan dicapai. evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Landasan kedua yang harus dimiliki sekolah yaitu Keempat, Atap sebagai pelindung komitmen, Tiga unsur pembangunan pribadi yang motivasi, dan kebersaman.Komitmen cerdas dan berkarakter tersebut akan adalah menghasilkan out put yang baik bila di keikutsertaan dalam mewujudkan sesuatu yang diharapkan. payungi Motivasi adalah dorongan yang timbul karakter. dengan sekolah berbasis pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Kebersamaan adalah hal yang sifatnya bersama, artinya semua orang yang terlibat dalam membangun sekolah memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama, yang selanjutnya mempunyai motivasi dan komitmen bersama untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. 3. Konsep Pengembangan Karakter Sebenarnya KTSP dituntut berbasis muatan dalam kurikulum kompetensi jelas soft yang skill tertuang dalam emotional intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Namun penerapannya tidaklah mudah sebab banyak tenaga pendidik tidak memahami apa itu soft skill dan bagaimana penerapannya. Soft skillmerupakan bagian ketrampilan evaluasi terhadap pelaksanaan dari seseorang yang lebih bersifat pendidikan yang ada, adapun secara pada epistimologis kehalusan perasaan atau sensitifitas seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Mengingat memberikan beberapa definisi pakar pendidikan karakter sebagai berikut: soft skill lebih mengarah kepada Bagus Mustakim mendefinisikan ketrampilan psikologis maka dampak “Pendidikan karakter sebagai suatu yang diakibatkan lebih tidak kasat proses internalisasi sifat-sifat utama mata namun tetap bisa dirasakan. yang menjadi ciri khusus dalam Akibat yang bisa dirasakan adalah sebuah masyarakat ke dalam peserta perilaku sopan, disiplin, keteguhan didik sehingga dapat tumbuh dan hati, bekembang menjadi manusia dewasa kemampuan kerja sama, membantu orang lain dan lainnya. Keabstrakan kondisi tersebut sesuai tersebut”. dengan 10 nilai-nilai Kemdiknas menyatakan mengakibatkan soft skill tidak mampu bahwa: “Pendidikan karakter bukan dievaluasi karena sekedar mengajarkan mana yang benar indikator-indikator soft skill lebih dan mana yang salah, lebih dari itu, mengarah pendidikan secara pada tekstual proses eksistensi karakter menanamkan kehidupannya. kebiasaan (habituation) tentang hal Pengembangan soft skill yang dimiliki mana yang baik sehingga peserta didik oleh setiap orang tidak sama sehingga menjadi paham (kognitif) tentang mengakibatkan tingkatan soft skill mana yang benar dan salah, mampu yang dimiliki masing-masing individu merasakan (afektif) nilai yang baik juga berbeda. dan seseorang dalam biasa melakukannya (psikomotor)”. 11 Pendidikan karakter Konsep Pendidikan Karakter yang baik harus melibatkan bukan saja 1. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan bagian karakter penting pendidikan, menjadi dalam sehingga proses manakala pendidikan gagal dalam mencetak manusia-manusia yang berkarakter maka sudah semestinya ada sebuah aspek pengetahuan yang baik (moral 10 Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter, Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat (Yogyakarta : Samudera Biru, 2011), 29 11 Tim Kemdiknas.2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wpcontent/uploads/NASKAH-RANKEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011 Jam 5.14 WIB, 1 knowing), akan tetapi juga merasakan terhadap dengan baik atau loving good (moral kepercayaan, feeling), dan perilaku yang baik berbeda (moral action). semrawutnya lalu lintas, dan semakin menekankan Pendidikan karakter pada kebiasaan habit yang atau terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan. dapat yang berbeda berbeda suku, golongan, atau semakin rusaknya lingkungan hidup. Semua itu menjadi indikasi bahwa semakin banyak kita yang semakin kehilangan Pengertian dari beberapa pakar diatas orang dinyatakan bahwa kejujuran, semakin kehilangan untuk menghargai kemampuan pendidikan karakter adalah proses perbedaan, kehilangan kedisiplinan, internalisasi nilai-nilai tertentu melalui kehilangan tata karama di ranah pendidikan publik, dan kehilangan rasa tanggung sehingga terbentuklah kepribadian dan akhlak mulia pada peserta didik melalui pembiasaan terus-menerus, dipraktikkan dan dilakukan. Secara filosofis, pendidikan karakter lahir dari sebuah keprihatinan atas kondisi bobroknya karakter pada ini, karakter sehingga secara pendidikan tidak langsung menjadi problem solving yang dicoba untuk diangkat pendidikan. dalam Soemarmo dunia Sudarsono dalam Gede Raka menyatakan bahwa: Lebih dari enam dekade, pendidikan karakter Indonesia belum mencapai kemajuan, bahkan dalam beberapa hal mengalami banyaknya Billy Graham dalam Gede Raka menyatakan bahwa: “Ketika kita kehilangan kekayaan, maka kita tidak 2. Pentingnya Pendidikan Karakter bangsa jawab sosial.12 kemunduran. korupsi, Masih kehilangan apa-apa, kehilangan kesehatan, kita maka kita kehilangan sesuatu, namun ketika kita kehilangan karakter, maka kita 13 kehilangan segala-galany.” Soemarmo Gede Raka Soedarsono menyatakan dalam bahwa: “Pendidikan karakter adalah proses yang tidak boleh berhenti. Pemerintah boleh berganti dan raja boleh turun takhta, namun pendidikan karakter harus berjalan terus”. 14 Pendidikan karakter bukanlah sebuah proyek yang ada awal dan akhirnya. Pendidikan karakter diperlukan semakin 12 meningkatnya penggunaan kekerasan ketika Raka, Op.cit., xi Ibid. xi 14 Ibid. 21 13 agar setiap individu menjadi orang yang lebih pendidikan menengah. Seperti apa baik, menjadi warga masyarakat yang yang telah diungkapkan oleh Gede lebih baik dan menjadi bagian dari Raka bahwa: warga negara yang lebih baik. Gede Raka (2011:21) menyatakan bahwa: Meningkatnya kompetensi manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dengan sendirinya disertai peningkatan kebajikan dalam hati manusia. Kompetensi yang tidak disertai dengan kebajikan cenderung akan membawa umat manusia ke keadaan yang mengancam kualitas kehidupannya bahkan keberadaannya. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang sangat mendesak untuk menegakkan kembali pendidikan karakter bagi masyarakat luas, termasuk pendidikan karakter di sekolah.15 Perusahaan-perusahaan yang hebat lebih mencari orang yang berkarakter. Orang-orang dengan karakter yang kuat tidak memerlukan motivasi dari orang lain, sebab mereka akan memotivasi dirinya sendiri. Perusahaan-perusahaan yang hebat tidak menganggap pengetahuan atau keahlian khusus itu tidak penting, tetapi menganggap bahwa pengetahuan dan keahlian khusus itu bisa dipelajari, sementara dimensidimensi yang berkaitan dengan keyakinan, seperti karakter, etos kerja, dedikasi untuk memenuhi komitmen, akarnya lebih dalam dan lebih sulit dirubah. 16 Pembentukan karakter bagi setiap peserta Begitu pentingnya pendidikan karakter di tengah-tengah kehidupan didik jenjang menengah mempersiapkan generasi muda yang tangguh di tengah arus global. kita, sehingga semua komponen dalam lingkup pendidikan harus memahami pentingnya dalam diri pembentukan peserta karakter didiknya. 3. Pengembangan Nilai Karakter di Jenjang Pendidikan Menengah Dalam Bagus Kegagalan dalam membentuk karakter Mustakim 17 minimal terdapat delapan bisa karakter yang harus dikembangkan bermakna mempersiapkan kegagalan masa depan peserta didik dalam dan bangsanya, begitu juga dalam pembelajaran di Indonesia. Delapan dunia kerja yang notabene adalah fase karakter tersebut akan dibahas satu kehidupan yang segera akan dilalui persatu sebagai berikut: praktek pendidikan oleh peserta didik khususnya oleh peserta didik yang menempuh jenjang 16 15 Ibid. 14 17 Ibid, 29 Bagus Mustakim, Op.cit., 72 dan siswanya. Teknologi informasi bukan 3.1. Etos Spiritual dalam kebutuhan melainkan menjadi bagian Bagus Mustakim menyebutkan, ada hidup yang tidak bisa dilepaskan bagi lima nilai utama keagamaan yang bisa peradaban manusia di era global dan dijadikan era psotmodern. Seorang guru harus Abdul Hamid Hakim menjadi etika spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Lima mampu nilai tersebut adalah percaya pada dalam mencegah terjadinya shock Tuhan YME, Tuhan menciptakan culture akibat terjadinya perubahan seluruh alam yang ada termasuk teknologi yang begitu cepat. Seorang manusia, manusia adalah makhluk guru perlu mempersiapkan peserta yang bertanggung jawab kepada-Nya, didik salah satu perbuatan yang berkenan mempersiapkan karya dan prestasi adalah berbuat baik kepada sesama, menanggapi dan manusia akan merasakan akibat informatika. pebuatannya, baik dan buruk, dalam Dengan suatu kehidupan abadi di “Hari Kemudian”.18 memiliki sedini sikap preventif mungkin kemajuan demikian dalam teknologi etos mutu merupakan karakter yang berkenaan dengan penguasaan IPTEK dan Etos spiritual merupakan sikap kemampuan daya saing global. Guru karakter yang dibangun dari nilai-nilai harus mampu menjembatani adanya keagamaan. Seorang guru memiliki perubahan tatanan daya saing global kewajiban mengartikulasikan nilai- yakni memiliki kompetensi keilmuan nilai dan mental. utama dalam bentuk etika spiritual yang menjadi jalan hidup 3.3. Keterbukaan bagi peserta didik. Chamim (2003:81) dalam Bagus Mustakim 3.2. Etos Mutu Etos mutu dikembangkan yang dalam patut rangka “diantara antara menyebutkan nilai-nilai lain adalah bahwa keterbukaan kebolehan menghadapi era informatika, baik (berpendapat, secara maupun berpartisipasi), menghormati orang kesiapan mental sebagai tugas seorang atau kelompok lain, kesetaraan, kerja pengajar dalam membentuk karakter sama, 18 kompetensi/skill Ibid., 74 berkelompok persaingan dan dan kepercayaan.” karakter 19 Dalam membentuk remaja, guru mendesain dan damai dalam membangun Indonesia. pembelajaran yang diarahkan kepada pengembangan nilai karakter 3.5. Kecerdasan Kritis Dewasa ini dibutuhkan sebuah keterbukaan dalam diri peserta didik sehingga dihasilkan peserta didik yang memiliki pandangan kritis, terbuka dan luas terhadap setiap aspek. Karakter keterbukaan akan membukan ruang-ruang kompetensi yang sehat karakter kecerdasan kritis sebagai bentuk untuk peserta didik mengidentifikasikan ketidakadilan yang terjadi. Sudah semestinya pendidikan memberikan dan dan jujur. kemampuan menciptakan ruang dan kesempatan bagi peserta didik dalam proses 3.4. Multikultural penciptaan keadilan bagi merupakan masyarakat. Kecerdasan kritis akan karakter yang hendak dibangun atas memotivasi peserta didik untuk peduli dasar kesadaran kemajemukan yang terhadap sesama yang mengalami terjadi dalam masyarakat. Karakter kesenjangan sosial, dengan demikian multikultural adalah bentuk sikap dapat diharapkan kelak nanti akan yang muncul generasi muda yang peka dan Multikulkutural bersedia menerima dan mengakui keberadaan kelompok lain. peduli Kesadaran ketidakadilan dalam masyarakat. demikian memiliki terhadap masalah-masalah pengertian kesediaan berlaku adil dengan kelompok lain atas dasar saling menghormati, bekerja sama, hidup damai dan saling pengertian satu dengan lainnya. Setiap peserta didik agar menanamkan sikap karakter multikultural agar memiliki wawasan yang terbuka dalam menerima keberadaan kelompok yang berbeda dengan keberadaan peserta didik secara adil, berkompetisi secara aman 3.6. Peduli Lingkungan Peduli lingkungan merupakan karakter yang mewujudkan kecintaan dan kepedulian terhadap kebersihan dan keindahan tempat lingkungan dimana peserta didik berada. Karakter peduli lingkungan bisa dimulai dari hal-hal yang sepele sebagai contoh pembuangan sampah ditempatnya, pembersihan Daerah Aliran Sungai, pemisahan sampah organik dan non 19 Ibid., 77 organik hingga sampai tindakan perumusan rencana tindakan program- merugikan diri sendiri terlebih lagi program kepedulian lingkungan. merugikan bangsa dapat dicegah. 3.7. Berwawasan Maritim PENDIDIKAN KRISTEN DALAM MEMBANGUN KARAKTER REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH Indonesia merupakan wilayah dengan kelautan yang sangat luas, sehingga dibutuhkan kesadaran wawasan maritim dari setiap peserta didik. Kesadaran wawasan maritim merupakan kesadaran untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi Dengan kelautan / dibangunnya kemaritiman. kesadaran wawasan kemaritiman maka peserta didik akan menydari kekayaan potensi kelautan sehingga kekayaan ini dapat dieksplorasi dan digunakan bagi kemakmuran bersama serta sebagai ujung tombak kekuatan sosial dan ekonomi bangsa. mengikuti perkembangan dunia secara khususnya dunia dalam teknologi. Keikutsertaan generasi muda alam perkembangan dunia secara global barang tentu merupakan sikap kritis sehingga tidak begitu saja menerima dunia teknologi melainkan generasi muda harus memiliki sikap kritis sehingga pendidikan sekaligus tempat pembelajaran bagi peserta didik. Sekolah sebagai tempat pendidikan, dimana peserta didik diarahkan pada upaya-upaya kepada seseorang untuk bertindak atau memiliki wawasan pengetahuan (bersifat normatif). Sedangkan pembelajaran lebih kompleks lagi karena mengarah kepada tujuan yakni seseorang dapat akhirnya bertingkah laku atau memiliki kepribadian yang lebih baik (bersifat pendidikan dan pembelajaran berjalan Generasi muda diharapkan dapat perkembangan sebagai operasional). Kedati demikian bagi 3.8. Tanggung Jawab Global global Sekolah teknologi yang dapat bersama-sama. Dalam pendidikan tujuan Pendidikan Agama Kristen di sekolah memberikan pengetahuan kepada peserta didik untuk mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, sedangkan Agama dalam pembelajaran Kristen diarahkan kepada pembentukan pertumbuhan kerohanian karakter. dan Sehingga dalam hal ini, pendidikan moral dan karakter sebenarnya tidak terpisahkan dari pembentukan kerohanian yang pengajarnya.Untuk merupakan kesatuan dalam materi ajar pendidik/guru Pendidikan Agama Kristen. Kristen kehidupan moralitasnya harus Sudah menjadi keharusan bagi sekolah menengah kurikulumnya yang terdapat didalam itu seorang Pendidikan Agama didasarkan pada firman Allah. Pembentukan karakter dan Pendidikan pertumbuhan rohani terjadi melalui Agama Kristen, artinya baik segala interaksi perantara Roh Kudus dalam bentuk proses belajar mengajar yang hidup terencana ataupun tersembunyi harus pembelajar mengalami dan melihat mampu mengembangkan sikap dan kebenaran hidup pada saat berinteraksi membentuk dan dengan guru, Roh Kudus memberikan karakter baik. Membangun karakter pencerahan tentang kebenaran yang remaja itu berarti membangun suatu akan pola hendak Pendidikan Agama Kristen di sekolah didemonstrasikan dalam hubungannya menengah dalam membangun karakter antara satu dengan lainnya. Sikap remaja dengan jalan membimbing yang didemonstrasikan itu merupakan siswa pada tingkat penyesuaian iman cirikhas moral Kristen. kepada pemilihan iman. Dengan jalan nilai-nilai dari Dalam remaja sikap watak yang membangun di sekolah karakter menengah, pembelajar. Pada menghasilkan saat ketaatan. membimbing siswa untuk memiliki komitmen pribadi bagi Kristus. Pendidikan Agama Kristen sudah Pendidikan Agama Kristen dalam semestinya mengarisbawahi bahwa membangun karakter remaja dengan Alkitab memberikan blue print bagi jalan membentuk suatu komunitas remaja kristiani dalam pembentukan peduli. kerohanian atau pengembangan moral dibentuk melalui hal-hal yang bersifat dan karakter (Mazmur 78:1-8). Peserta praktis, guru-guru mengamati dan didik harus menempatkan Kristus mendengar peserta didik, mengawasi sebagai yang ucapannya sendiri, siswa mendorong dicerminkan dalam kehidupan para orang tua yang sedang sedih. Siswa guru. Sehingga setiap peserta didik belajar untuk memberikan waktu dan kristiani akan menemukan jatidiri perhatiannya Kristus melalui kesepian dan menjangkau teman yang setiap butuh persahabatan. Setiap komunitas pusat yang keteladanan kehidupan sebenarnya para Komunitas bagi peduli orang dapat yang peduli terbeban bagi mereka yang proses seumur hidup. Orang tua, guru terhilang. Setiap bagian dari keluarga dan peserta didik sebagai bagian satu kristiani kesatuan yangtidak dapat dipisahkan menunjukkan sikap kesabaran, belas kasih, pengampunan dalam pembentukan bagi sesamanya. Pembentukan karakter karakter. merupakan Pendidikan kunci kesuksesan dalam Pendidikan Agama Kristen dalam membangun Agama Kristen. Orang tua dan guru karakter jalan senantiasa membentuk suatu komunitas moral. penyertaan Komunitas moral yang dimaksudkan Kudus sehingga para siswa mengalami disini adalah membentuk siswa siswi pekerjaan yang bertumbuh dalam penguasaan kehidupan mereka. Selain tersebut, remaja dengan diri sendiri, sesame, lingkungan, serta bangsa dan negara. dan Untuk pendidikan merealisasikan karakter di sekolah jenjang harus menggunakan suatu system evaluasi efektif. Para pendidik menunjukkan ide alternative bahwa pembentukan pertumbuhan Kudus Roh dalam dapat mendefiniskan hasil pendidikan yang berhasil. Dimensi afektif dan Pendidikan Agama Kristen tidak dapat ditinggalkan untuk dapat menengah, yang pertolongan Roh psikomotorik PENUTUP memohon Sehingga sekolah dengan jelas diri dan tanggung jawab pribadi terhadap berdoa karakter rohani dan merupakan mengambil resiko yang lebih berat lagi. Suatu kurikulum bersifat Bible Added tidaklah membentuk untuk karakter Pembentukan ditekankan cukup siswa. karakter secara diaktualisasikan harus hati-hati dalam dan kehidupan siswa setiap harinya. DAFTAR PUSTAKA A, Doni Koesoema. Pendidikan Karakter global.Surabaya: Grasindo, 2006 Adian : Mendidik Anak di Zaman Husaini.2010. Pendidikan Karakter : Penting, Tapi tidak cukup!. http://bocahbancar.files.wordpress.com/2010/10/pendidikan-karakter-pentingtapi-tidak-cukup.pdf Diakses tanggal 13 Juni 2011 pukul 15.30 WIB. Badudu,J.S., dan Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Bagus Mustakim.2011. Pendidikan Karakter, Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat. Yogyakarta : Samudera Biru. Boediono – Kepala Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003 Dister, Nico Syukur. Filsafat Agama Kristen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1985 Furqon Hidayatullah.2010.Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas.Surakarta :Yuma Pustaka. Gede Raka dkk.2011. Pendidikan Karakter di Sekolah dari Gagasan ke Tindakan. Jakarta : Kompas Gramedia. Kemendiknas. Pembinaan Pendidikan Karakter Pertama. Jakarta: Kemendiknas, 2010 di Sekolah Menengah Lickona, Thomas.2004.Character Matters. New York : A Touchstone Book. Madya Ekosusilo & Kasihadi.1989. Dasar-dasar Pendidikan. Semarang: Effar Publishing. Megawangi, Ratna. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2007 Moleong, J Lexy.2007.Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Paterson, Chistopher & Martin E.P.2004. Character Strenght and Virtues : A Handbook and Classification. Oxford University Press. Surbakti, F. B. Kenalilah Anak Remaja Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo – Anggota Gramedia, 2009 Sutopo, HB.2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Pers. Tim Kemdiknas.2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id/gdp/wp-content/uploads/NASKAH-RANKEMENDIKNAS-REV-2.pdf. Diakses tanggal 1 Juli 2011 Jam 5.14 WIB Yin, Robert K.1997. Study Kasus desain dan Metode. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.