BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan penelitian ini adalah pertama, menguji perbedaan pengungkapan sosial (social disclosure) pada perusahaan perhotelan di Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand, serta kedua, untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap pengungkapan sosial dengan variabel kontrol ukuran perusahaan pada perhotelan di Asia Tenggara. Di dalam penelitian ini corporate governance direpresentasikan melalui ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional. Dewasa ini, industri pariwisata merupakan sektor ekonomi yang paling cepat berkembang dan menyumbang pendapatan terbesar bagi negara. Di Indonesia, industri pariwisata (industri hotel) dianggap memiliki prioritas terbesar untuk penciptaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendapatan bagi negara (www.swa.co.id, 2014). Sejalan dengan kemajuan ini, Belal dan Owen (2007), mengatakan bahwa sementara ada beberapa pertumbuhan ekonomi yang menciptakan dampak pada aspek sosial, etika dan lingkungan. Oleh karena itu, kebutuhan bagi perusahaan untuk bertanggung jawab secara sosial tidak dapat diabaikan dan dapat menjadi keunggulan bagi perusahaan, seperti menjadi usaha yang berkelanjutan, meningkatkan hubungan dengan pemerintah dan badan pengawas lainnya serta meningkatkan reputasi perusahaan. Isu pengungkapan sosial yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) masih terus hangat diperbincangkan. Hal ini dilandasi atas suatu pemikiran bahwa keberadaan perusahaan tidak akan pernah lepas dari lingkungannya. Oleh karena itu, setiap tindakan perusahaan mempunyai dampak yang nyata terhadap kualitas kehidupan manusia baik individu, masyarakat dan seluruh kehidupan di bumi. Pengungkapan sosial menekankan pentingnya tanggung jawab perusahaan bukan sekedar kegiatan ekonomi (menciptakan laba demi kelangsungan usaha), melainkan juga tanggung jawab sosial. Social disclosure sendiri menjelaskan apakah aktivitas bisnis entitas mempunyai dampak terhadap sosial. Termasuk didalamnya adalah hubungan entitas dengan masyarakat sekitar, hak asasi manusia, tanggung jawab atas produk, dan tenaga kerja yang layak. Dalam melakukan aktivitas usaha, perusahaan perhotelan juga tidak lepas dari berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan masalah pegawai, pemantauan produksi, hubungan dengan masyarakat dan masalah lainnya di sekitar perusahaan. Salah satu kasus yang menjadi isu pengungkapan sosial di Indonesia adalah dampak dari kebijakan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) menyebabkan kenaikan harga sewa hotel diprediksi meningkat hingga 20%, ini memungkinkan terjadinya PHK sebesar 10%-15% dari sekitar 400.000 karyawan di sektor hotel (www.finance.detik.com, 2013). Kasus PHK yang terjadi ini diperkuat dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25% mengalami peningkatan dibanding TPT Februari 2013 sebesar 5,92% dan dibandingkan TPT Agustus 2012 meningkat 6,14% (www.tribunnews.com, 2013). Tidak hanya terjadi di Indonesia, isu pengungkapan sosial juga terjadi di Thailand. Salah satu kasus yang terjadi di Thailand adalah pekerja migran di sektor perhotelan Thailand mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan pekerja lokal. Para migran yang bekerja sebagai pelayan, tukang kebun dan cleaning service menerima gaji dibawah upah minimum, tidak mendapatkan cuti, serta bekerja overtime hingga 19 jam sehari selama musim liburan, sedangkan pada hari biasa bekerja hingga 16 jam dengan tidak ada waktu off. Hal ini berbeda dengan pekerja Thailand yang sebaliknya menerima gaji yang lebih tinggi, akomodasi yang lebih baik, liburan yang lebih lama, serta mendapatkan cuti sakit dan bersalin (www.mobile.reuters.com, 2014). Sama halnya dengan Thailand, di Malaysia isu pengungkapan sosial juga terkait dengan masih adanya beberapa hotel yang membayar pekerja dengan upah yang rendah RM350 sebulan (www.themalaymailonline.com, 2014). Dari beberapa kasus pengungkapan sosial yang terjadi di perusahaan perhotelan terdapat pesan moral yang sangat baik untuk direnungkan kembali. Perusahaan seharusnya tidak hanya berorientasi pada laba semata, tetapi juga harus disertai dengan perhatian terhadap kesejahteraan karyawan. Karena karyawan juga merupakan kunci sukses dari sebuah perusahaan. Aktivitas sosial diperlukan untuk menyeimbangkan antara tujuan perusahaan (memperoleh laba) dengan aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk masyarakat. Dengan demikian, pengungkapan sosial diperlukan untuk menjalin hubungan kemitraan yang saling timbal balik antara perusahaan dengan stakeholders. Penelitian terdahulu dilakukan Kabir (2011) pada perusahaan industri perhotelan di Afrika Selatan menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat merupakan item yang paling penting untuk diungkapkan jika dibandingkan dengan kategori lain dalam CSR dan alasan utama perusahaan melakukan praktik CSR dalam aktivitas perusahaan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan citra perusahaan. Haniffa & Cooke (2005) menemukan hubungan positif antara corporate governance dan pengungkapan sosial perusahaan dengan menambahkan variabel kontrol (ukuran perusahaan, profitabilitas, dan jenis indutri). Penelitian Tsang (1998) pada tiga industri di Singapura tahun 1986-1995 menunjukkan bahwa industri hotel memiliki proporsi terendah dalam pengungkapan CSR jika dibandingkan dengan industri lainnya dan hanya 3 dari 16 perusahaan industri perhotelan yang telah mengungkapkan informasi sosial perusahaan. Perez et al. (2015) melakukan penelitian pada 170 perusahaan yang terdiri dari hotel jaringan besar dan kecil menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan website sebagai alat pemasaran dan informasi pengungkapan sosial perusahaan dipublikasikan melalui laporan keuangan dan website perusahaan. Terdapat perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, dalam penelitian ini lebih spesifik yakni membahas keterkaitan corporate governance terhadap social disclosure, serta membandingkan tingkat social disclosure pada perusahaan perhotelan di Asia Tenggara. Selain itu, objek penelitian ini juga tergolong baru, yakni menggunakan perusahaan perhotelan di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia dan Thailand). Perusahaan perhotelan dipilih sebagai objek penelitian karena perusahaan ini memiliki karakter tersendiri. Sebagai salah satu bentuk usaha yang bergerak dibidang jasa pelayanan, hotel mengedepankan hubungan langsung antara pihak manajemen dengan customer sehingga penilaian terhadap suatu hotel kerap didasari pada baik atau buruknya kualitas pelayanan yang dilakukan. Penelitian ini dianggap penting karena beberapa hal. Pertama, isu mengenai pengungkapan sosial yang banyak diperbincangkan apalagi dengan perusahaan melakukan pengungkapan sosial hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi perusahaan dalam membangun reputasi sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan stakeholders. Kedua, objek dalam penelitian ini adalah perusahaan perhotelan di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia dan Thailand). Hal ini dilakukan untuk mengetahui kualitas penyampaian informasi social disclosure pada perusahaan perhotelan di masing-masing negara dengan acuan standar yang sama yaitu berpedoman pada Global Reporting Initiative (GRI) 3.1. Mengingat saat ini di ASEAN sedang dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) maka akan terjadi pasar bebas di bidang permodalan, serta tenaga kerja yang nantinya akan berdampak pada aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN dan dampak arus tenaga kerja. Dengan demikian, maka negara-negara yang masuk ke dalam MEA ini akan bersaing untuk meningkatkan kualitas perekonomiannya masing-masing. Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang diberi judul “Corporate Governance dan Social Disclosure: Studi Komparasi Perusahaan Perhotelan di Asia Tenggara”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan pengungkapan sosial (social disclosure) dalam perusahaan perhotelan di Asia Tenggara? 2. Apakah corporate governance yang diproksikan oleh ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap social disclosure? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan pengungkapan sosial pada perusahaan perhotelan di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand, serta untuk mengetahui pengaruh corporate governance yang diproksikan oleh ukuran Dewan Komisaris, proporsi Komisaris Independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap social disclosure di Asia Tenggara. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dengan melengkapi penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengungakapan sosial. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi perusahaan, memberikan gambaran mengenai praktik pengungkapan informasi sosial perusahaan, sehingga bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan keputusan. 2. Bagi stakeholder, dapat digunakan sebagai informasi tambahan mengenai praktik pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan, sehingga bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan apakah akan tetap menjaga hubungan baik dengan perusahaan. 3. Bagi akademis, dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan social disclosure pada perusahaan perhotelan di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia dan Thailand). 4. Bagi peneliti selanjutnya, memberikan referensi tambahan terkait pengungkapan informasi sosial dan corporate governance pada perusahaan perhotelan di Asia Tenggara.