BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditengah perkembangan ekonomi yang semakin meningkat, hampir seluruh perusahaan yang ada di setiap negara berlomba-lomba untuk menjalankan bisnisnya dengan sebaik mungkin demi mendapat keuntungan yang tinggi.Namun perkembangan bisnis tersebut menjadikan perusahaan mendapat tuntutan yang semakin besar pula.Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkan kepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) saja melainkan juga karyawan, konsumen, serta masyarakat. Perusahaan dituntut untuk dapat memberikan informasi yang transparan, akuntabel, serta memiliki tata kelola perusahaan yang semakin baik (Good Corporate Governance). Hal ini membuat perusahaan dipaksa untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya.Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap pihak-pihak diluar manajemen dan pemilik modal. Beberapa tahun terakhir Corporate Social Responbility (CSR) dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan telah menjadi isu perkembangan utama perusahaan.Konsep tersebut muncul dari tuntutan dan harapan masyarakat tentang peran perusahaan 1 dalam masyarakat.Salah satu 2 munculnya tuntutan masyarakat dikarenakan terjadi rangkaian tragedi lingkungan dan kemanusiaan di berbagai belahan dunia. Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan konsekuensi logis dari implementasi konsep Corporate Governance, yang menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders-nya, sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerja sama yang aktif dengan stakeholders-nya demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama, 2007). Menurut Suryawijaya dan Setiawan (1998) sebagai suatu instrumen ekonomi, perusahaan tidak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan terutama lingkungan ekonomi dan politik. Tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004). Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi perusahaan kepada nvestor dan stakeholderslainnya (Novita dan Djakman, 2008). Stakeholders yang dimaksud diantaranya adalah para shareholders, karyawan, pelanggan, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan lain 3 sebagainya.Dengan tuntutan perusahaan yang semakin besar, laporan keberlanjutan (sustainability report) menjadi kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk menginformasikan mengenai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaannya sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan perusahaan (stakeholders) (Chariri, 2009). Sustainability (keberlanjutan) merupakan keseimbangan antara people-planet-profit, yang dikenal dengan konsep TBL (Triple Bottom Line). Ada beberapa fungsi pada mekanisme pelaporan keberlanjutan, diantaranya adalah bagi perusahaan, laporan keberlanjutan berfungsi sebagai alat ukur pencapaian target kerja dalam isu TBL (Triple Bottom Line). Kemudian bagi investor, laporan keberlanjutan berfungsi sebagai alat control atas pencapaian kinerja perusahaan sekaligus sebagai media pertimbangan investor dalam mengalokasikan sumber daya finansialnya. Sementara bagi pemangku kepentingan lainnya laporan keberlanjutan menjadi tolak ukur untuk menilai kesungguhan komitmen perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan. Pemerintah telah mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan melalui Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan ini mendefinisikan AMDAL sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan. AMDAL dilaksanakan sebelum perusahaan melakukan operasionalnya dan 4 merupakan syarat utama bagi perusahaan untuk mendapatkan ijin usaha dari pemerintah. Perusahaan harus lebih meningkatkan akuntabilitas, responsibilitas dan transparansi tidak hanya pada sektor keuangan saja melainkan pada seluruh sektor aktivitas operasional perusahaan itu sendiri. Untuk itu perusahaan harus memiliki konsep keberlanjutan dalam melaksanakan tanggung jawab di sektor sosial dan lingkungan. Konsep keberlanjutan ini memerlukan kerangka global dengan bahasa yang konsisten dan dapat diukur dengan tujuan agar lebih jelas dan mudah dipahami.Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan sustainability reporting (pelaporan keberlanjutan) (Suryono & Prastiwi, 2011). Sustainability report merupakan laporan tambahan selain laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban yang digunakan untuk mengungkapkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan yang dibuat oleh pemerintah (Dyah & Prastiwi, 2011). Menurut GRI (Global Reporting Initiative) sustainability reporting adalah praktik pengukuran, pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal. Sustainability report harus dapat menggambarkan sebuah laporan mengenai dampak 5 ekonomi, sosial dan lingkungan dan laporan tersebut harus sesuai dengan kerangka pelaporan yang disusun oleh GRI. Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan pemenuhan kebutuhan bagi generasi yang akan datang (Commission on Environment and Development (dalam GRI, 2006)). The Global Reporting Initiative (GRI) yang berlokasi di Belanda dan pemegang otoritas lain di dunia, berusaha mengembangkan “framework for sustainability reporting”, dan versi terakhir dari pedoman pelaporan yang telah dihasilkan dinamakan G3 Guidelines (Dilling, 2009). Semakin lama semakin meningkatnya jumlah organisasi-organisasi maupun perusahaan-perusahaan global yang mengadopsi G3 Guidelines. Perusahaanperusahaan yang telah menerbitkan sustainability report berdasar G3 guidelines disyaratkan memenuhi tipe-tipe standar pelaporan, yakni: profil organisasi, indikator kinerja, dan pendekatan manajemen (GRI 2009B). Publikasi sustainability report berdasarkan GRI telah diwajibkan (mandatory) di Amerika dan Eropa. Di Amerika Serikat, New York Stock Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability. Di Inggris, London Stock Exchange memiliki Socially Responsible Investment Index (SRII) bagi perusahaan yang melakukan praktek sustainability reporting. Namun demikian, pelaporan sustainability report di berbagai negara masih bersifat sukarela (voluntary). Di Indonesia, publikasi 6 sustainability report masih bersifat sukarela karena tidak terdapat standar baku yang mengatur bahwa perusahaan atau organisasi wajib menyusun sustainability report. Laporan keberlanjutan (sustainability report) kian menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk menginformasikan perihal kinerja ekonomi, sosial dan lingkungannya sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan (Chariri & Firman, 2009). Perusahaan mengungkapkan sustainability report untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan kepada stakeholder. Hal ini dapat meningkatkan citra perusahaan dan membantu perusahaan untuk memelihara hubungan baik dengan pihak eksternal perusahaan. Ketika citra perusahaan dianggap baik, maka perusahaan akan mendapatkan legitimasi dari masyarakat yang bermanfaat bagi keberlanjutan perusahaan. Sustainability Report sulit dibedakan dari CSR, keduanya merupakan bentuk pertanggungjawaban sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar. Hal yang membedakan antara SR dengan CSR adalah cara pengungkapannya. Pengungkapan SR lebih terperinci dan berdiri sendiri, sedangkan pengungkapan CSR terintegrasi dengan laporan tahunan perusahaan. Semakin banyak perusahaan yang mengungkapkan SR dapat dijadikan strategi bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja keuangan satu tahun mendatang. Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan yang maksimal. Dengan 7 memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang juga dikenal dengan nama rasio rentabilitas. Maka rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan (Kasmir, 2008: 196). Return on asset (ROA) merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas. ROA juga dapat diartikan sebagai rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar perusahaan (Bambang R, 1997). Semakin tinggi rasio profitabilitas, maka semakin tinggi pula informasi yang diberikan oleh manajer.Hal ini dikarenakan pihak manajemen ingin meyakinkan investor mengenai profitabilitas dan kompetensi manajer. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya (R.Agus Sartono, 2002:116). Perusahaan yang diminati investor adalah perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas yang cukup tinggi untuk standar perusahaan sejenisnya. Perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi akan menciptakan image yang kuat dan positif dimata para stakeholder-nya. Upaya-upaya yang dapat ditempuh perusahaan untuk membentuk dan memperkuat image-nya adalah melalui pembuatan laporan-laporan tambahan. 8 Salah satu upaya pengungkapan yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah melalui pembuatan sustainability report secara sukarela, sebagai aksi perusahaan untuk mendapatkan dukungan dari para stakeholder-nya. Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang (Rahardjo, 2005). Perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi atau komposisi utang jangka panjangnya lebih besar dari modal yangdimiliki cenderung dianggap memiliki kondisi keuangan yang tidak sehat.Stakeholder akan lebih percaya dan memilih untuk menginvestasikan dananyapada perusahaan-perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat danbaik. Hal ini berarti, manajer perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan laporan sosial dan lingkungan). Keputusan perusahaan untuk mengungkapkan suatu informasi sosial, akan mengikuti pengeluaran untuk pengungkapan yang dapat menurunkan pendapatan. Dengan demikian, semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, maka akan semakin sedikit pula melakukan pengungkapan informasi sosial. Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Secara umum dapat dikatakan perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil (Rusdianto, 2013). Studi yang dilakukan oleh Sembiring (2003), Almilia (2008) dan Nuryaman (2009) menemukan bahwa semakin besar ukuran 9 perusahaan, maka pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin besar pula. Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang bersifat jangka pendek (inventory dan account receivable) maupun jangka panjang (property, plan, and equipment). Pembuatan sustainability report oleh perusahaan, juga sebagai sarana pelaporan sosial bagi perusahaan, kepada para stakeholder-nya mengenai aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan.ini dapat memberikan suatu asumsi, kecenderungan perusahaan dengan kinerja yang baik akan memiliki sumber daya yang lebih, yang dapat digunakan selain untuk membiayai operasinya juga untuk melakukan pengungkapan yang sifatnya masih sukarela. Melalui pengungkapan sustainability report, perusahaan menunjukkan komitmennya untuk tetap menjalankannya operasinya yang mengarah ke penciptaan nilai perusahaan. Komite audit merupakan komite yang membantu dewan komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen perusahaan. Mulyadi (2002) menjelaskan bahwa komite audit memiliki tugas untuk menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan kepada pihak eksternal dan kepatuhan terhadap pihak eksternal. Komite audit merupakan individu-individu yang tidak terlibat dalam aktivitas dan pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan individu profesional yang bertujuan melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Tujuan dibentuknya komite audit antara lain : 10 melakukan pengawasan terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit, pengawasan independen atas pengelolaan risiko dan kontrol, serta melaksanakan pengawasan independen terhadap proses pelaksanaan corporate governance. Collier dalam (Sari, 2013), menyatakan bahwa keberadaan komite audit membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik. Dengan frekuensi rapat komite audit yang semakin sering, maka pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan kualitas pengungkapan informasi sosial yang dilakukan semakin luas. Dewan direksi / dewan direktur merupakan seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Peseroan Terbatas (PT), dapat berasal dari seseorang yang memiliki perusahaan tersebut ataupun orang profesional yang ditunjuk oleh pemilik usaha (Wikipedia, 2011). Pengertian direksi menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 (UU PT) pasal 1 ayat 4 adalah bagian perseroan yang bertanggung jawab penuh terhadap kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Widianto, 2011) Adhima dalam (Fahriza, 2014) melakukan penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan. Sitepu dan Siregar (2007) dalam (Fahriza, 2014) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, tingkat leverage, ukuran 11 perusahaan dan profitabilitas secara bersama-sama atau simultan memiliki kemampuan mempengaruhi jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Soelistyoningrum (2011) menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sustainability report mempengaruhi kinerja perusahaan. Sari (2013) meneliti bahwa kinerja keuangan, ukuran perusahaan, dan corporate governance mempengaruhi pengungkapan sustainability report. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian MEMPENGARUHI dengan TINGKAT judul “FAKTOR-FAKTOR PENGUNGKAPAN YANG SUSTAINABILITY REPORT. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Apakah profitabilitas berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 2. Apakah likuiditas berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 3. Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 12 4. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 5. Apakah aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 6. Apakah komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 7. Apakah dewan direksi berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sustainability report ? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan pada rumusan masalah di atas dengan rincian sebagai berikut. 1. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh profitabilitas terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 2. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh likuiditas terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 3. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh leverage terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 4. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 13 5. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh aktifitas perusahaan terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 6. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh komite audit terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 7. Untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh dewan direksi terhadap tingkat pengungkapan sustainability report. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan implikasi dari hasil penelitian yangdilakukan, diharapkan akan dapat memberi kegunaan kepada berbagai pihak.Pihak tersebut antara lain. 1. Akademisi, sebagai informasi dan bahan mengajar dalam proses pemahaman sustainability report serta sebagai referensi pengembangan praktik pengungkapan sustainability report di Indonesia. 2. Perusahaan, sebagai informasi bagi perusahaan tentang pentingnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang mengedepankan akuntabilitas dan transparansi untuk kemudian dipublikasikan dalam sustainability report (laporan keberlanjutan). Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi pemikiran akanpentingnya kewajiban untuk menjaga lingkungan dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan, sebagai pertimbangan dalam pembuatan kebijakan perusahaan untuk lebih meningkatkan kepeduliannya pada stakeholder. 14 3. Pemerintah, sebagai referensi untuk melakukan kajian lebih mendalam dalam upaya pemerintah menetapkan peraturan dan kebijakan tentang sustainability report di Indonesia, dimana di Indonesia belum memiliki peraturan dan kebijakan mengenai praktik pengungkapan sustainability report. 4. Masyarakat, sebagai informasi untuk mengetahui perilaku-perilaku perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungannya. Penelitian ini juga memberikan informasi yang meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak-hak yang harus diperoleh. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari pembahasan penelitian ini agar tidak terlalu luas, maka ruang lingkup pembahasan sebagai berikut : 1. Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public non bank pada Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan sustainability report. 2. Periode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu selama lima tahun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. 3. Penelitian ini hanya dibatasi pada ratio profitabilitas, likuiditas, leverage, ukuran perusahaan, aktifitas perusahaan, komite audit, dan dewan direksi untuk menganalisis dan menguji pengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.