PHYSIOLOGY OF CARDIAC ENERGY METABOLISM Prof.DR.Dr. Djanggan Sargowo, SpPD, SpJP(K), FIHA, FACC, FAPSC FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2009 Ringkasan Peran metabolik untuk penyakit jantung menjadi konsep yang atraktif sejak penelitian awal Sodi-Pallares dkk 5 dekade yang lalu. Dewasa ini, peningkatan perhatian pada penggunaan suplemen dan nutrisi alami untuk peningkatan daya guna otot jantung dan skeletal. Bahan tersebut termasuk asam amino seperti creatin, L-carnitin, dan L-arginin, vitamin dan kofaktor seperti α-tocopherol dan koenzim Q, Seperti molekul-molekul tersebut, D-ribosa adalah senyawa alami yang merupakan bagian glukosa dari ATP dan mendapat perhatian sebagai suplemen metabolik jantung. Hipotesis umum adalah berdasarkan kondisi patologi jantung, nukleotida (khususnya ATP, ADP, dan AMP) terdegradasi dan lepas dari jantung. Kemampuan jantung mensintesis ulang ATP terbatas oleh suplai D-ribosa, yang merupakan komponen penting dari struktur nukleotida adenosin. Untuk mendukung hipotesis ini, laporan terbaru telah digunakannya D-ribosa untuk meningkatkan toleransi iskemik miokard. Kegunaannya pada pasien CAD memperbaiki lama angina yang disebabkan latihan dan perubahan EKG. Dalam hubungannya dengan thalium imaging atau dobutamin stress echocardiography, suplementasi D-ribosa digunakan untuk meningkatkan deteksi hibernasi miokardium. Dalam paper ini, kami mengulas kembali dasar biokimiawi penggunaan suplemen Dribosa sebagai dukungan metabolik untuk jantung dan membicarakan bukti eksperimental untuk manfaatnya. Kata kunci : nutrisi miokardium, iskemik, hibernasi. Summary Metabolic support for the heart has been an attractive concept since the pioneering work of Sodi-Pallares et al. five decadesago. Recently, interest has increased in the use of over tIhe-counter supplements and naturallly occurring nutriceuticals for enhancement of cardiac and skeletal muscle performance. These include :amino acida such as creatinine, L-carnitine, and L-arginine, as well as vitamins and cofactors such as α-tocopherol and coenzyme Q. Like these other molecules, D-robose is a naturally occuring compound. It is the sugar moiety of ATP and has aIso received interest as a metabolic supplement for the heart. The generaI hypothesis is that under certain pathologic cardiac conditions, nucleotides (particularly ATP, ADP and AMP) are degraded and lost from the heart. The heart’s ability to resynthesize ATP is then limited by the supply of D-ribose, which is a necessary component of the adenine nucleotide structure. In support of this hypothesis, recent reports have used D-ribose to increase tolerance to myocardial ischemia. Its use in patients with stable coronary artery disease improves time to exercise-induced angina and electrocardiographic changes. In conjunction with thallium imaging or dobutamine stress echocardiography, D-ribose supplementation has been used to enhance detection of hibernating myocardium. In this paper, we review the biochemicaI basis for using supplementaI D-ribose as metabolic support for the heart and discuss the experimental evidence for its benefit. Key Words: nutriceutical, myocardium, ischemia, hibernation. 1 I. Pendahuluan D-ribosa adalah monosakarida alami. Monosakarida mempunyai formula empirik (CH2O)n, terdiri dari rantai polihidroksi karbon, dan memiliki satu karbonil oksigen. Bila grup karbonil berada di akhir rantai, monosakarida merupakan derivat aldehid dan disebut aldose (Gambar 1, atas). D-gliseraldehid adalah aldose yang paling sederhana. Dengan 3 rantai karbon, disebut aldostriose, dan bentuk terfosforilasinya adalah lanjutan dalam glikolisis. D-ribose adalah 5 rantai karbon, atau aldopentose. Aldohexose, D-glukose, Dmanose, dan D-galaktose adalah monosakarida paling banyak di alam, dengan D-glukose sebagai bahan bakar primer untuk hampir semua organisme. Sebagai perbandingan dengan aldosa, monosakarida yang memiliki kelompok karbonil dalam rantai karbon adalah ketosa. Diberi nama begitu karena merupakan derivat keton (Gambar 1, tengah). Keton termasuk 5- karbon ketopentosa, D-ribulose dan Dxylulosa. D-ribulosa-5-fosfat adalah kelanjutan sintesis D-ribosa, dan D-ribulosa-5-fosfat dan D-xylulosa-5-fosfat adalah kelanjutan campuran glukosa. D-gliseraldehid (Gambar 1, atas) adalah senyawa acuan untuk penamaan cabang karbohidrat. Monosakarida, yang rantai karbon asimetrisnya terjauh dari cabang rantai kabonil mutlak berada dalam konfigurasi yang sama dengan D-gliseraldehid, dan didefinisikan sebagai D-glukosa. Mereka adalah glukosa predominan di alam. L-glukosa adalah kebalikan (mirror image) dari D-yang lain (Gambar 1, bawah). Derivat L-glukosa dapat ditemukan dalam heparin, grup antigen darah manusia, dan dinding sel bakteri. II. Hexose Monophosphat Shunt Langkah enzimatik dari glikolisis dan siklus asam trikkarbosilik membentuk dasar produksi energi. Glukoneogenesis adalah kebalikan glikolisis, dan menghasilkan glukosa dari piruvat, asam amino, atau dari laktat yang diproduksi setelah metabolisme anaerob. Sebagai tambahan, banyak sel memiliki jalan alternatif metabolisme glukosa: Hexose monophosphat shunt (Gambar 2). Ini bukanlah jalan primer untuk memperoleh energi dari oksidasi glukosa tetapi menunjukkan beberapa fungsi asesori. Salah satu tujuan dari Hexose monophosphat shunt adalah untuk mengurangi tenaga ekstramitokondria dalam bentuk mengurangi NADPH (Gambar 2). Fungsi ini menonjol terutama di hepar, kelenjar mammae, dan korteks adrenal, dimana NADPH sitoplasma dibutuhkan untuk sintesa asam lemak dan sterol dari asetil koA. Fungsi kedua adalah degradasi oksidatif pentosa makanan yang diolah dari sumber tanaman. Yang 2 ketiga dan fungsi yang bisa ada dimana-mana adalah mengubah hexosa fosfat, yakni Dglukosa-6-fosfat, menjadi pentosa fosfat, terutama D-ribosa-5-fosfat. Kemudian diubah menjadi 5-fosfat-D-ribosa 1-pyrofosfat (PRPP) untuk sintesis nukleotida purin dan pirimidin (Gambar 2) yang dibutuhkan oleh semua sel. PRPP adalah molekul yang diatasnya dibangun nukleotida purin. Struktur cincin purin dibentuk dari asam amino glutamin, glisin, asam aspartat, dan dari grup formate serin (Gambar 3). Hal ini berlanjut menjadi IMP, AMP, dan ATP (Gambar 3). IMP juga diubah menjadi Xanthosine monofosfat dan kemudian diatasnya nukleotida guanine: GMP, GDP, dan GTP (Gambar 3). Nukleotida siklik, c-AMP dan c-GMP, hasil dari ATP dan GTP, berturut-turut. Nukleotida pirimidin, UTP dan CTP, juga dibentuk dari PRPP. Pertama, asam orotik pirimidin dibentuk dari glutamin, ATP, CO2, dan asam aspartat. Asam orotik kemudian difosforibosilasi dengan PRPP. Hasilnya adalah OMP lalu menjadi UTP dan CTP. UTP, CTP, ATP, dan GTP diperlukan untuk sintesis RNA. Deoksiribonukleotida untuk sintesis DNA dibentuk dengan reduksi ribonukleotida difosfat (ADP, GDP, CDP, dan UDP) menjadi deoksiribonukleotida difosfat (dADP, dGDP, dCDP, dan dUMP). dTMP dibentuk dari dUMP dengan sintesis thymidylate. Dengan ini, D-ribosa-5- fosfat dan PRPP yang dibentuk dengan Hexose monophosphat shunt adalah pusat sintesis nukleotida untuk produksi ATP, reaksi nukleotida siklik, sintesis RNA dan sintesis DNA. Gambar 1. Struktur kimia monosakarida, D-Aldosa diatas dan L Glyceraldehide, L Glukose, L Ldose dibawah (Pauly DF, J Cardiovasc Pharm Therapy, 4, 2000). 3 III. Hexose Monophosphat Shunt dan Pola Penyelamatan Nukleotida pada Otot Jantung Hexose monophosphat shunt aktif di jaringan yang mensintesis asam lemak dan sterol, juga aktif di jaringan yang memetabolisme pentosa makanan seperti hepar, dan yang membutuhkan suplai nukleotida seperti pembelahan sel dengan cepat. Tidak satupun yang merupakan gambaran mencolok jantung, Sebagai hasilnya, aktivitas enzim yang mengontrol Hexose monophosphat shunt: glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan 6fosfoglukonat dehidrogenase (Gambar 2) kadarnya rendah pada sel jantung. Untuk pergantian metabotik nukleotida, jantung sering menggunakan pola penyelamatan biokimia. Saat nukleotida degradasi, purin bebas dilepaskan. Purin bebas kemudian dikembalikan (Gambar 3). Untuk adenosin, hal ini terjadi selama aksi adenin fosforibosiltransferase. Hampir sama, hypoxanthin dan guanin dikembalikan menjadi IMP dan GMP oleh aksi hypoxanthin-guanin fosforibosiltransferase. Pola penyelamatan ini lebih efisien untuk menjaga kelompok nukleotida adenin daripada sintesis de novo (Gambar 3). Walaupun begitu, pola penyelamatan ini menyebabkan otot jantung rapuh di tempat nukleotida deplesi dari jantung. Gambar 2. Metabolisme karbohidrat, glukosa 6-phosphat lewat hexose monophosphate shunt (Pauly DF, J. Cardiovascular Pharm Therapy, 5, 2000). 4 IV. Fosfat Tinggi Energi dan Iskemia Iskemik jantung adalah salah satu kondisi patologi, hal ini dapat diterapkan dengan latihan handgrip isometrik, dimana meningkatkan demand jantung. Fosfocreatinin normalnya membuat grup fosfat tinggi energi berjalan-jalan dari tempat ATP mitokondria ke tempat ATP dengan protein kontraktil. Selama latihan handgrip isometrik pada pasien dengan stenosis arteri koronaria anterior kiri atau arteri koronaria utama kiri, penurunan sementara rasio fosfocreatin terhadap ATP dideteksi dengan P magnetic resonance spectroscopy. Perubahan ratio fosfat tinggi energi tidak terjadi pada pasien dengan penyakit jantung non iskemik. Selama transien iskemik miokard, rantai transport elektron menjadi berkurang karena defisit oksigen, dan penurunan level fosfocreatin. Diikuti oleh peningkatan level AMP dan ADP, karena refosforilasi menjadi ATP terganggu. Setelah iskemik yang lama, level AMP dan ADP menurun karena didegradasi menjadi adenosin oleh aksi 5-nukleotidase (Gambar 3). Adenosin kinase tidak dapat meregenerasi AMP, karena enzim ini dihambat oleh hipoksia. Sebagai hasilnya, sel endothelial vaskular lebih degradasi menjadi adenosin ke inosin dan hypoxanthine (Gambar 3). Hasil metabolit ini berdifusi ke ruang vaskular dan dibuang selama periode reperfusi. Gambar 3. Metabolisme purine nucleotide (Pauly DF, J Cardiovascular Pharm Therapy, 5, 2000). 5 Tabel l. Metabolisme Nukleotida Purin pada Iskemik/Reperfusi Iskemik ringan Batasan rantai transpor elektron Level fosfocreatine menurun AMP dan ADP meningkat Iskemik sedang AMP menjadi adenosin Adenosin menjadi inosin dan hypoxanthine, yang berdifusi ke vaskular space Xantine oksidase mengurangi hipoxanthin menjadi asam urat; superoksidase diproduksi Inosin/hipoxanthin/asam urat berkurang di jantung Iskemik berat Stres oksidase dan produksi radikal bebas Penyusunan kembali mitokondria dan kehilangan fosforilasi oksidatif Sekali hasil metabolite menembus membran sel, mereka hilang dari jantung, dan tidak tersedia untuk pola penyelamatan nukleotida purin. Kehilangan nukleotida ini tidak dibatasi hanya pada nukleotida adenin, tetapi dapat menyebar ke nukleotida yang lain. Oklusi koroner selama 12 menit dihubungkan dengan penurunan yang signifikan dari ATP, GTP, CTP, UTP, dan NAD. Selama level fosfocreatin membaik dalam mengontrol reperfusi secepatnya, level trifosfat dan NAD terdepresi signifikan setelah 60 menit reperfusi. IV. Stress Oksidatif Pada Keadaan Iskemik Asam urat adalah bentukan zat pada saat metabolisme purin dikeluarkan. Pengeluaran hypoxantin dikurangi oleh xantin dehidrogenase pada saat menjadi asam urat dalam suasana fisiologis. Proses tersebut membutuhkan energi. Pada saat terjadi iskemik atau reperfusi, hypoxanthin juga dipengaruhi oleh xanthine oksidase pada saat menjadi asam urat, dan terbentuklah oksigen radikal bebas. Sebagai tambahan, pada saat pembentukan oksigen radikal bebas, luka iskemik memindah redoks sulfhydril dari protein untuk lebih teroksidasi dan dengan demikian dapat mengubah regulasi dari metabolisme substrat, terutama metabolisme asam lemak. Kumpulan asam lemak kemudian merusak sintesa ATP melalui inhibisi langsung dari translokase adenine nukleotida. Tujuan utama dari terapi miokardial adalah mengembalikan atau mencegah terganggunya metabolisme tersebut sebelum terjadi onset kerusakan ireversibel. 6 VI. Adenine Nucleotides pada Ischemik Pengisian yang terganggu dari adenine nukleotida memisahkan perbaikan fungsional dari miokardium setelah serangan iskemik derajat sedang. Pengisian ATP tergantung dari keutuhan mekanisme biokimia untuk merepospholarisasi ADP dan AMP. Setelah melewati masa iskemik, phosphocreatine memperbaiki diri sendiri secara cepat, menandakan bahwa mekanisme fosforilasi biokimia berfungsi. Degradasi dan pembersihan dari AMP dan ADP membatasi kemampuan sel dalam meregenerasi ATP. Intervensi pertama untuk mencegah deplesi dari adenine nukleotida adalah dengan menghambat 5-nukleotida pada saat iskemik dan menghambat degradasi dari AMP menjadi adenosine. Cara ini mengeliminasi produksi adenosine yang mana dapat menghilangkan efek vasodilatasi dan anti aritmia yang menguntungkan dari adenosine tersebut. Cara lain untuk membatasi kehilangan adenosine adalah dengan menghambat deaminase adenosine. Cara ketiga adalah memaksimalkan pengisian AMP. Dengan Dribose eksogen, cara tersebut dilaksanakan tanpa melalui langkah shunt dari hexosa mono phosphate, dan menyediakan sumber independen dari PRPP untuk sintesa AMP. VII. Pemberian suplemen D-ribose pada hewan coba Pada jantung tikus, periode iskemik sedang (10-30 menit) secara umum dengan hasil 50% - 70% berkurang pada tingkat ATP di miokardium. Tingkat ini pada reperfusi ditekan untuk beberapa jam sampai hari sebelum perbaikan sepenuhnya. Pemberian suplemen d-ribose dapat memperbaiki penundaan ATP tersebut. Pada salah satu studi, pemberian suplemen d-ribose melalui infuse saat reperfusi dapat mengembalikan ATP pada keadaan normal sampai 12 jam, yang mana 72 jam dibutuhkan tanpa pemberian dribose. Pada studi kasus yang lain, jantung tikus terpisah yang digunakan yang mengalami iskemik transien menunjukkan perbaikan ganda pada tingkat ATP ketika diterapi dengan d-ribose. Hasil terapi tersebut dapat dilihat melalui P magnetic resonance spectroscopy, yang mana menunjukkan hasil yang baik dari efek d-ribose tersebut. Mekanisme yang lain juga bisa dilihat pada jantung anjing yang terkena iskemik. Tingkat ATP menurun 43%- 62% selama 12 sampai 30 menit serangan iskemik, dan adenosine total berkurang 35%-50%. Pada saat reperfusi tingkat ATP ini ditekan selama l-7 hari. Pemberian suplemen d-ribose meningkatkan perbaikan di tingkat ATP pada jantung anjing setelah iskemik. Pada model kontrol yang hanya diberi salin, hanya 10% 20% yang mengalami perbaikan kontraktilitas selama 5 - 60 menit periode post iskemik. 7 Perbaikan fungsi sistolik yang diikuti dengan iskemik tidak membutuhkan perbaikan pada tingkat ATP. Pengembalian tingkat ATP berkurang pada jantung dengan fungsi sistol yang normal. Konsumsi oksigen, respirasi mitokondria, tingkat phosphokreatinin, dan kontraktilitas miokardium mengalami perbaikan lebih cepat daripada perbaikan tingkat ATP pada beberapa model dengan transien iskemik. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa pengembalian pada tingkat ATP yang tampak setelah perbaikan fungsi sistolik mempunyai konsekuensi fungsi diastolik post iskemik. VIII. Efek Dari Keparahan Pada Disfungsi Sistolik dan Diastolik Saat otot jantung berkontraksi dengan cepat yang disertai peningkatan konsentrasi kalsium secara pasif, relaksasi otot jantung secara aktif menjadi lebih lama. Karena ATP membutuhkan pompa kalsium sistolik menuju reticulum sarcoplasma, pembatasan ATP membiarkan Ca2+ mempengaruhi troponin lebih lama saat diastole menghasilkan disfungsi diastole iskemik memiliki perbedaan efek dari biokimia dan fungsi tergantung derajat keparahannya (lihat tabel 1) iskemik ringan diikuti reperfusi dengan sedikit deficit ATP. Fungsi sistol rusak atau mengalami perbaikan lebih cepat dan penurunan ATP terjadi pada perlambatan kerusakan diastole. Iskemik sedang yang diikuti reperfusi tampak menunjukkan penurunan ATP dan kerusakan fungsi sistol. D-ribosa memberikan keuntungan dengan mempercepat pengembalian ATP dan perbaikan fungsi sistol. Pada iskemik yang parah integritas metabolisme oksidasi menjadi hilang dan kerusakan menjadi permanen. IX. D-Ribose dan Penyakit Jantung Koroner D-ribose tidak mempunyai efek yang signifikan pada hemodinamik jantung. Dribose tidak menghasilkan energi oksidatif di tempat d-glukosa atau piruvat. Keuntungan dari d-ribosa dilengkapi untuk mengembalikan ATP melalui peningkatan ketersediaan PRPP dan peningkatan sintesa ATP. Pada kelompok dengan pemberian d-ribose menunjukkan hasil berupa toleransi yang lebih lama terhadap iskemik. Pada studi yang lain menujnukkan bahwa d-ribose membantu mempertahankan otot jantung. D-ribose melalui infuse dapat mendeteksi area otot jantung yang mengalami hibernasi dengan menyediakan sintesa PRPP dan memperbaiki tingkat ATP yang penting untuk uptake thallium. Pada pasien dengan iskemik yang parah, d-ribose menurunkan kerusakan ventrikel kiri akibat iskemik seperti layaknya pemberian dobutamine. 8 X. D-ribose Pada Jantung Dengan Hipertropi dan Kardiomiopati Pembesaran jantung pada tikus dapat disebabkan oleh pengikatan aorta, pemberian isoproterenol, atau pengobatan triodothyronine. Tingkat PRPP pada jantung bertambah pada kasus-kasus ini. Pemberian d-ribose pada tikus dapat meningkatkan PRPP dan memaksimalkan biosintesa adenine nucleotide. Hal ini menunjukkan bahwa dribose merupakan faktor yang terbatas untuk sintesa adenine nukleotida pada jantung coba yang mengalami hipertropi. Sebagai tambahan, hal ini mengindikasikan bahwa pemberian suplemen eksogen dapat menyebabkan pembatasan faktor tersebut. Dilihat dari manfaatnya terhadap keadaan hipertropi, d-ribose juga memberi manfaat terhadap keadaan jantung dengan kardiomiopati. Pada manusia dengan gagal jantung, level serum dari asam urat juga meningkat. Hal ini mencerminkan peningkatan degradasi purin melalui sistem oksidasi xantin dan telah diartikan dengan peningkatan level dari sirkulasi sitokin. Pada tikus coba dengan kardiomiopati yang diinduksi dengan pengobatan alkohol yang kronis, d-ribose ditemukan pada beberapa menit proses. Pada studi yang serupa dengan keadaan iskemik regional, daerah noninfark banyak ditemukan dengan tingkat ATP yang tinggi pada tikus coba dengan pemberian D-ribose. Hal ini menunjukkan bahwa d-ribose dapat membatasi pembesaran jantung dan kehilangan ATP yang terjadi akibat pemberian isoprotenerol. Hubungan dengan jalur metabolik yang lain. Secara umum, D-ribose memberi peranan penting dalam menyediakan PRPP dan pengembalian adenine nukleotida pada kerusakan otot jantung reversible dan pada hipertropi dan infark regional. Besarnya sel jantung yang hidup dapat diharapkan dari keuntungan suplementasi, walaupun, mungkin tergantung dari derajat keparahan dari sel jantung, durasi injuri, dan indeks fungsional yang diukur (antara lain fungsi sistolik vs fungsi diastolik). Beberapa penelitian menunjukkan D-ribose meningkatkan perbaikan fungsional pada hewan sebagai model dan juga pada manusia. Penelitian yang lain, secara umum dengan waktu iskemik yang lebih lama (30-45 menit) menunjukkan bahwa adenine, adenosine, atau penghambat uptake kalsium di mitokondrial berguna dalam mempercepat pengisian ATP dan perbaikan fungsional. Tentu saja, suplemen adenosine diberikan dengan atau tanpa D-ribose selama operasi cardio pulmonary bypass atau operasi bypass dari koroner menunjukkan perbaikan, baik pada model hewan maupun manusia. Hal ini menunjukkan bahwa D-ribose hanya dapat diharapkan untuk produksi suplemen PRPP. Dengan waktu iskemik yang lebih lama tambahan jaur metabolik dapat 9 berkontribusi dalam penurunan sistem, dan strategi metabolik yang lain dapat menguntungkan. Karena jalur-jalur yang lain, seperti homeostasis ion, pemberian perangkat substrat, degradasi protein proteolitik, stress oksidatif, dan fungsi mitokondria dipengaruhi oleh kerusakan iskemik transien, kontribusi dari pemenuhan metabolik Dribose harusnya paling bermanfaat ketika PRPP dihambat. Hal ini terlihat sebagai kasus kerusakan awal dan perbaikan yang lambat. Sebagai tambahan, interaksi antara pemberian suplemen d-ribose, yang mana meningkatkan pemenuhan dari ATP dan modulator metabolik (seperti dikloro asetat, etomoxir, dan ranolazin), yang meningkatkan penggunaan glukose setelah iskemik, adalah area sinergis penting yang berpotensi. XII. Kesimpulan Adanya data tersebut memberikan gambaran bahwa pemberian suplemen d-ribose baik secara oral maupun lewat vena mempunyai manfaat klinis pada keseluruhan kondisi pembuluh darah, termasuk iskemik, hibernasi, hipertropi dan kardiomiopati. Jalur enzimatik yang penting untuk mensintesa d-ribose pada jantung yang intak dibatasi dan penelitian yang bermacam-macam menunjukkan bahwa pemberian suplemen d-ribosa mempunyai keuntungan dengan cara menambah kecepatan pemenuhan ATP memaksimalkan perbaikan fungsi setelah injury. Selanjutnya, studi klinis pada manusia menunjukkan hasil yang lebih jauh pada peningkatan metabolisme energi pada keadaan jantung yang patologis. 10 XIII. Daftar Pustaka Chambers DE, Parks DA. Patterson G. et al. Xanthine, oxidase as a source of free radical damage in myocardial ischemia. J Mol Cell Cardiol 17:145, 1985. Decking UKM, Schlieper G, Droll D, et al. Hypoxia induced inhibition of adenosine kinase potentiates cardiac adenosine release. Circ Res 81:154, 1997. Grudus-Pizlo I, Sawada SG, Lewis S, et al. Effect of D-ribose on the detection of the hibernating myocardium during the low dose dobutamine stress echocardiography (abstr). Circulation 100:1-644, 1999. Hegewald MG, Palac RT, Angello DA, et al. Ribose infusion accelerate thallium redistribution with early imaging compared with late 24-hour imaging without ribose. J Am Coll. Cardiol 18:1671, 1991. Katz AM. Celllular mechalnisms in congestive heart failure. Am. J Cardiol 62:3A.1988. Kriert J.Ward HB. Bianco RW. et a1. Recovery of adenine nucleotides and cardiac function following ischemia (abstr). Circulation 68:111-389, 1983. Leyva F, Anker SD, Godsland JF, et al. Uric acid in chronic heart failure: A marker of chronic inflammation, Eur Heart J 19:1814, 1998. Lopaschuk GD. Alterations in fatty acid oxidation during reperfusion of the heart after myocardial ischemia. Am J Cardiol 80(Suppl 3A):11A, 1997. Muller C, Zimmer H. Grosss M, et al. Effect of ribose on cardiac adenine nucleotides in a donor model for heart transplantation. Eur J Med Res 3:554, 1998. Pliml W. Von Amim T. Staeblein A. et al. Effcts of ribose on exercise-induced ischemia in .stable coronary artery disease. Lancet 340:507, 1992. Pouleur H. Diagnostic dysfunction and myocardial energetics. Eur Heart J 11(Suppl C)30, 1990. Sata M. Sugiura S. Yamashita H, et al. Coupling between myosin ATPase cycle and creatine kinase cycle facilitates cardiac actomyosin sliding in vitro: Aclue to mechanical dysfunction during myocardial ischemia. Circulation 93:310,1996. Sodi-Pallares D. Testelli MR, Fishleder BL, et al. Effect of intravenous infusion of potassium-glucose-insulin solution on the electrocardiographic signs of myocardial infarction. Am J Cardiol 9: 166, 1962. Weiss RG, Bottomley PA, Hardy CJ, et al. Regional myocardial metabolism of high energy phosphate during iometric exercise in patients with coronary artery disease. N. Engl J Med. 373:1593, 1990. Zimmer H-G, Ibel H. Effects of ribose on cardiac metabolism and function in isoprotenolol-treated rats. Am J Physiol 245:H880. 1983. 11