Bab I A. Latar Belakang Kajian ini akan meneliti

advertisement
Bab I
A. Latar Belakang
Kajian ini akan meneliti perspektif kebijakan ekonomi politik pemerintah
Hindia Belanda dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran pada tahun
1870-1930. Pasca Tanam Paksa pemerintah Belanda memegang langsung Hindia
Belanda banyak perubahan yang dilakukan, termasuk dalam industri gula. Pada
masa ini industri gula berada dalam puncak tertinggi sekaligus puncak terendah.
Suatu hal yang sangat ironis. Mangkunegaran salah satu daerah vostenlanden
(kerajaan), memiliki pemimpin visioner yang berorientasi ke masa depan dan
lebih modern bila dibandingkan dengan pemimpin vorstenlanden lainnya.
Hal tersebut membuat Mangkunegaran relatif lebih terbuka dengan perubahan
yang ada. Industri gula di Mangkunegaran tidak luput dari perubahan politik yang
ada sehingga industri gulanya mengalami pasang surut. Kajian ini ingin melihat
peran pemerintah kolonial dalam industri gula yang ada melalui kebijakankebijakan yang dikeluarkan. Dengan melihat perspektif kebijakan tersebut, secara
tidak langsung kita dapat mengetahui peran pemerintah dalam perindustrian gula
yang ada.
Kajian mengenai industri gula pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
khususnya masa liberal sudah banyak dilakukan oleh para ilmuwan, baik ilmuwan
dari luar negeri maupun dalam negeri sendiri. Kajian tersebut melihat industri
gula secara eksternal, artinya lebih fokus terhadap dampak yang dihasilkan
industri gula, baik dilihat dari pabrik gula maupun dari perkebunan tebu terhadap
kehidupan masyarakat, pemerintah Belanda atau pemerintah lokal sendiri. Masih
1
jarang kajian yang melihat industri gula secara internal, yakni lebih kepada
perspektif kebijakan yang ada pada masa liberal 1870-1930. Dengan argumen
demikian, peneliti ingin melihat lebih jauh mengenai perspektif kebijakan tentang
industri gula pada masa liberal. Harapannya kajian ini dapat menyempurnakan
kajian-kaijan yang sebelumnya sehingga dapat memahami sejarah industri gula
pada masa liberal seutuhnya.
Kajian ini mengambil rentang waktu 1870-1930-an. Pada tahun 1870
merupakan awal dimulainya sistem liberal dan dalam perjalannya industri gula
mengalami perkembangan yang pesat hingga menjadi salah satu negara
pengekspor gula terbesar di dunia. Puncaknya, pada tahun 1930-an merupakan
kilas balik dari kejayaan industri gula Hindia Belanda. Karena pasca 1930 industri
gula mengalami penurunan terus menerus.
Industri gula pada awalnya di dirikan oleh VOC yang dikelola dengan orangorang Cina pada awal abad ke-17, tepatnya disekitar selatan Batavia 1. Dalam
perjalanannya VOC mengalami kebangkrutan dan akhirnya pada 31 Desember
1799 VOC resmi dinyatakan bangkrut serta semua miliknya diambil Negara
Belanda2. Untuk mengembalikan stabilitas keuangan pemerintah Belanda akibat
perang dunia dan perang Jawa, Pemerintah Belanda melaksanakan sistem Tanam
Paksa pada tahun 1830. Setelah 40 tahun sistem ini berjalan, tanam paksa
dihentikan karena dianggap sangat merugikan rakyat pribumi. Dorongan keras
datang dari golongan liberal yang terdiri dari pemodal swasta agar pemerintah
memberi kesempatan bagi swasta untuk mengembangkan modalnya di Nusantara.
1
2
Toharisma, Aris. 2006.
Simbolon, Menjadi Indonesia, 2007.
2
Singkatnya dorongan golongan liberal tersebut berhasil dan pada tahun 1870
dimulailah sistem liberal atau yang biasa dikenal dengan Politik Pintu Terbuka 3.
Politik Pintu Terbuka merupakan pemberian kebebasan kepada investasi swasta,
khususnya investor asing 4. Pemerintah Belanda mengijinkan modal dan barang
produksi negara asing dengan syarat-syarat yang sama seperti modal dan barang
produksi Belanda sendiri 5. Untuk mendukung sistem liberal atau Politik Pintu
terbuka ini pemerintah Belanda juga menerbitkan Undang-Undang Agraria dan
Undang-Undang Gula 6.
Penerapan sistem liberal ini juga dipengaruhi faktor ekstern yaitu dibukanya
Terusan Suez di Mesir pada tahun 1869. Peristiwa itu menyebabkan interaksi
perdagangan baik dari Asia ke Eropa dan sebaliknya semakin mudah dan cepat,
sehingga meningkatkan pertumbuhan laju ekspor. Dampak lainnya adalah
munculnya faktor ekonomi lainnya yang berasal dari luar pemerintah dan secara
tidak langsung hal ini ikut mempengaruhi perekonomian Hindia Belanda dalam
kancah internasional7.
Selain perbaruan dalam regulasi, pemerintah Belanda juga melakukan
pembangunan sarana dan prasarana di Hindia Belanda. Dalam Simbolon8
dijelaskan bahwa kaum liberal di perlemen Belanda mendorong pemerintah untuk
membangun sarana dan prasana karena hal tersebut sangat penting bagi kegiatan
ekonomi liberal. Tetapi tanpa dorongan dari kaum liberal, sejatinya pemerintah
3
Simbolon, op.cit., hal 146-153.
Ismono. _. AVATARA. e-Journal Pendidikan Sejarah. Volume 1, no 1, 2013.
5
Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia: Membaca Makna Perkembangan Gaya Visual
Karya Desain Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hal 63.
6
Kedua undang-undang ini menjadi landasan operasional dari sistem liberal di Hindia Belanda.
Pembahasan lebih lanjut tentang kedua undang-undang ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
7
Ismono, op.cit.,.
8
Simbolon, op.cit., hal 161-162.
4
3
Belanda tidak dapat menghindar lagi untuk melakukan pembangunan. Pada paruh
kedua abad 19 dunia sedang ramai dengan perkembangan telekomunikasi, yakni
telegraf elektromagnetik. Dan untuk memenuhi tuntutan yang ada, Raja Willem
menyetujui pembangunan telegraf di Hindia Belanda.
Tepatnya pada tanggal 23 Oktober 1856 jaringan telegraf Jakarta-Bogor telah
berfungsi meskipun baru terbatas untuk kepentingan pemerintah. Setahun
kemudian jaringan telegraf Jakarta-Surabaya sudah dapat digunakan oleh swasta.
Pada tahun 1859 jalur telegraf di Jawa mencapai 2.700km dengan 28 stasiun, dan
pada kurun tahun 1866-1873 dibangun jaringan telegraf di Sumatera dengan
panjang 1.800km untuk daerah Teluk Betung-Padang-Singkil. Selain jaringan
komunikasi, pemerintah Belanda juga membangun jaringan transportasi. Pada
tahun 1862 sebuah perusahaan swasta yang dipimpin oleh Poolman memperoleh
konsesi untuk membangun jalur kereta api antara Semarang-Solo-Yogyakarta.
Dua tahun kemudian pemerintah membentuk perusahaan kereta api yang bernama
Nederlandsch-Indisch Spoorweg-Maatschappij (NIS).
Sejak tahun 1870 Hindia Belanda mengalami banyak pembaharuan, baik
dalam sistem perekonomian maupun sarana dan prasarana. Pembangunan tersebut
tidak lepas dari perkembangan dunia yang pada saat itu sedang demam sistem
liberal. Perubahan tersebut membawa pengaruh terhadap industri gula Hindia
Belanda yang sudah ada sejak jaman VOC masih berkuasa di Hindia Belanda.
Industri gula merupakan salah satu industri penting karena pada saat itu memiliki
harga jual yang tinggi di pasaran internasional. Terbukti dari undang-undang yang
pertama kali dikeluarkan pemerintah Belanda pada tahun 1870 adalah UndangUndang Agraria yang mengatur tentang pertanahan, dan Undang-Undang Gula
4
yang mengatur tentang industri gula secara lebih spesifik. Selain kedua undangundang tersebut, masih ada beberapa kebijakan pemerintah kolonial Belanda
tentang industri gula. Kebijakan-kebijakan tersebutlah yang akan menjadi obyek
kajian dalam penelitian ini.
Sebagian besar kajian yang ada tentang industri gula melihat dari pabrik gula
dan perkebunan tebu terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan politik dan
masyarakat. Boeke melihat perubahan sistem pertanian yang awalnya ditanami
padi berubah menjadi perkebunan tebu membuat sistem pertanian yang sudah ada
dalam masyarakat (yang sudah berumur ratusan tahun), menjadi tumpang tindih
dengan sistem liberal yang baru dan hubungan itu menjadi semakin rumit. Hal ini
yang kemudian melahirkan paham “dualisme ekonomi” oleh Boeke. Menurut
Boeke 9 , -berlawanan dengan perkembangan di barat- kapitalisme di Jawa tidak
berfungsi sebagai suatu kekuatan kreatif yang dapat memberikan pengaruh dalam
memperkokoh dan meningkatkan perkembangan teknologi dan ekonomi masa
yang luas. Sebagai akibatnya maka penduduk yang terutama tergantung pada
pertanian itu mengalami kemacetan dalam memajukan ekonominya.
Ada perbedaan yang mendasar antara industri Jawa yang bersifat tradisional
dengan industri modern 10. Masih menurut Boeke 11, masyarakat desa negaranegara Timur memiliki karakteristik khas yang tidak dapat dijelaskan dengan
dalil-dalil teori ekonomi klasik. Mereka (masyarakat desa) memiliki sistem
kehidupan yang berlandasakan dasar komunal. Mereka tidak berorientasi pada
9
Husken, 1998, Masyarakat Desa Dalam Perubahan Zaman, hal 174-175.
Dalam Industri tradisional biasanya tingkat pembagian kerja, keterampilan para pekerja dan
diferensiasi dalam proses produksi masih sangat rendah; selain itu, jumlah tenaga yang diserap
tiap unit perusahaan sangat kecil. Selanjutnya dari segi manajemen, garis-garis pemisah antara
tugas-tugas yang dikaitkan dengan kelangsungan perusahaanya (produksi, pencarian, bahan
baku, pemasaran, dan administrasi) tidak begitu tegas.Weber dalam Effendi dan Weber 1993: 8.
11
Boeke, 1910 dalam Husken, op.cit., hal 27.
10
5
hal-hal atau kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ekonomis, tetapi yang bersifat
sosial. Begitu juga dalam sistem pertaniannya yang penting bagi mereka adalah
bagaimana caranya menjaga persediaan makanan. Ketika sistem kapitalis masuk
ke desa yang mengharuskan mereka menanam tebu, hal tersebut tidak cocok
dengan sistem mereka. Dengan tekanan kekuasaan dari pihak pemerintah
kolonial, mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Akibatnya ekonomi masyarakat
desa tersebut terperangkap dalam dualisme yang tidak terselesaikan dan membuat
mereka bergantung kepada kekuatan pihak-pihak luar.
Paham dualisme ini digunakan Frans Husken 12 untuk melihat sebuah desa di
utara Kabupaten Pati. Menurutnya perubahan sistem pada insudtri gula yang ada
tidak memberikan perbaikan kepada masyarakat pada umunnya, karena petani
tebu khususnya petani kecil tetap ditindas oleh penguasa lokal yang ada. Sistem
penguasaan ini sudah ada jauh sebelum kapitalisme muncul di Hindia Belanda.
Dan perubahan sistem industri perkebunan tebu yang dibawa oleh Belanda
semakin melanggengkan posisi para elit desa. Perkebunan tebu telah memperkuat
posisi elit desa sebagai kaum kapitalis pedesaan yang memperoleh manfaat
ekonomi dari hadirnya industri Barat itu13.
Dengan keuntungan yang dimiliki semakin besar oleh para elit lokal ini yang jauh sebelumnya memang sudah kuat akibat kombinasi kekuasaan politik
dan penguasaaan tanah selama bertahun-tahun - , membuat kedudukan ekonomi
mereka semakin terkonsolidasi 14. Perubahan industri gula pada desa ini tidak
menimbulkan involuasi pertanian, tetapi menyuburkan kapitalisasi pedesaan dan
diferensiasi yang semakin lebar.
12
Husken, op.cit.,.
Wasino, 2008, Kapitalisme Bumi Putra, hal 6.
14
Husken, op.cit., hal 346.
13
6
Clifort Geertz menjelaskan industri gula melalui perkebunan tebu yang
menimbulkan fenomena kemandekan desa di jawa, akibat adanya industrialisasi
pedesaan (pabrik gula) ini dengan melahirkan paham “involusi pertanian”nya.
Geertz 15 dalam konteks ini memahami involusi sebagai suatu kemandekan atau
kemacetan pola pertanian, ditentukan oleh tidak adanya kemajuan yang hakiki.
Kalau pun ada pergerakan, itu hanya pergerakan yang tidak menghasilkan
kemajuan. Inti dari involusi pertanian ini yaitu ketidakseimbangan hasil pertanian
dengan kenaikan jumlah penduduk dan ketidakseimbangan tersebut mengurangi
produktivitas para pekerja dengan mendorong pembagian rezeki kepada
pembagian tingkat nafkah yang rendah bagi semuanya, dengan kata lain involusi
mencerminkan “pertumbuhan ke dalam” dan peningkatan kemiskinan, tetapi
bukan perkembangan yang berkualitas 16. Karena sifat industri masyarakat desa
jawa adalah komunal, maka mereka lebih mementingkan kepentingan bersama
dari pada memikirkan keuntungan pribadi.
Untuk kajian mengenai industri gula di Mangkunegaran sendiri ada kajian dari
Prof. Dr. Wasino, M.Hum, Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Semarang.
Wasino 17 menceritakan tentang perubahan masyarakat Mangkunegara. Wasino
melihat pembangunan pabrik gula (Colo Madu dan Tasik Madu) di
Mangkunegara
merupakan
proses
kapitalisma
Priyayi 18.
Karena
yang
menjalankan usaha tersebut dari pihak Mangkunegaran sendiri dan pembangunan
pabrik diiringan dengan perluasan perkebunan tebu di sekitar daerah
Mangkunegara. Adanya pembangunan pabrik dan perkebunan tebu ternyata tidak
15
Geertz, 1983, Involusi Pertanian, hal xxiii.
Geertz dalam Effendi dan Weber, 1993, Industrialisasi Pedesaan, hal 3.
17
Wasino, op.cit.,.
18
Wasino, op.cit., hal 373-374
16
7
banyak membawa perubahan pada bentuk fisik dan tataran pemerintah 19,
sedangkan dalam bidang ekonomi dapat meningkatkan perekonomian masyarakat
desa disekitarnya, karena memberikan lapangan pekerjaan yang lebih luas20.
Dibalik kegiatan ekonomi tersebut, terjadi perubahan sosial politik lokal
kehidupan masyarakat Mangkunegaran menjadi lebih dinamis. Perubahan tanah
raja menjadi tanah komunal membuat desa menjadi lebih aktif berpartisipasi
dalam proses perkebunan tebu. Industri gula yang ada juga telah membawa
perbaikan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Selain dampak positif,
industri gula ternyata membawa dampak negatif di masyarakat, seperti munculnya
pencurian, penggunaan candu dan prostitusi. Hal tersebut menunjukan bahwa
ekonomi desa berkaitan erat dengan perkebunan tebu.
Kajian ini juga mematahkan argumen Geertz tentang involusi pertanian dan
shared property. Menurut Wasino kedua hal tersebut tidak terbukti pada wilayah
tebu Mangkunegara, karena di Mangkunegaran tanah dikuasai oleh desa dan
Mangkunegaran bukan secara individu 21. Dan alasan utamanya karena adanya
perkebunan gula tidak membuat masyarakat kelaparan karena lahan pangan tetap
terjaga produktivitasnya 22.
Keempat kajian diatas memotret keadaan sosial masyarakat dalam kuruan
1830-1990an. Berbagai hasil kajian ini mempermudah pemahaman kita terhadap
19
Wasino, op.cit., hal 376.
Wasino, op.cit., hal 380.
21
Kepemilikan tanah di desa-desa Mangkunegara pada tahun 1870-an hingga awal abad XX
berada di tangan Mangkunegara dan penguasaannya diserahkan kepada para bekel melalui
pejabat distrik dengan pangkat demang. Sejak dasawarsa kedua abad XX Pemerintah Kolonial
Belanda bekerja sama dengan Praja Mangkunegara mengadakan reorganisasi agraria. Hasilnya
kepemilikan tanah berubah dari miliki raja menjadi hak milik komunal desa... dan hak
penguasaan lahan beralih dari tangan bekel kepada petani pemakai tanah (usurfuct) atau biasa
disebut kuli kencengi. Wasino, op.cit., hal 377-378.
22
Wasino, op.cit., hal 381.
20
8
keadaan masyarakat yang terkena dampak dari industri gula pada saat itu. Kajiankajian yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki cara pandang masing-masing
untuk melihat dampak dari industri gula terhadap kehidupan masyarakat.
Meskipun semuanya melihat industri gula secara eksternal, masing-masing
kajian memiliki hasil yang berbeda. Hal ini menunjukan kalau pandangan secara
eksternal ini belum mampu menangkap dan memahami secara utuh fenomena
industri gula pada masa pemerintah kolonial Belanda. Salah satu cara untuk
membantu menyempurnakan pemahaman tentang industri gula pada masa
pemerintah kolonial Belanda adalah dengan melihat industri gula secara internal.
Disini maksutnya dengan melihat dan menganalisis kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dengan melihat kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda pada masa liberal tersebut, kita dapat
melihat posisi pemerintah kolonial dalam percaturan ekonomi Hindia Belanda.
Kajian ini dapat menambah pengetahuan mengenai sejarah politik pemerintah
Hindia Belanda ketika menjajah Indonesia di masa lampau. Dengan mengetahui
karakter kebijakan yang ada, akan menambah pemahaman kita mengenai penjajah
pemerintah Belanda dan memahami secara utuh peristiwa sejarah yang ada. Bagi
ilmu politik dan pemerintahan sendiri, kajian ini dapat mengetahui interaksi
pemerintah Hindia Belanda dengan aktor ekonomi lainnya (industri gula). Dalam
proses ekonomi, dalam hal ini industri gula ada proses-proses politik yang tidak
dapat
dihindarkan
oleh
aktor
ekonomi,
pemerintah
Hindia
Belanda,
Mangkunegaran, masyarakat dan aktor lainnya. Ekonomi tidak semulus
kelihatannya, ada pertarungan antar aktor untuk memperoleh keuntungan
maksimal
9
B. Pertanyaan penelitian
Bagaimana perspektif kebijakan ekonomi politik pemerintah Hindia Belanda
dalam mengelola industri gula di Mangkunegaran pada tahun 1870 – 1930an?
C. Tujuan
1. Mengetahui kemungkinan hubungan proposisi teoritik ekonomi politik
aliran Keynesian yang menyatakan bahwa pemerintah memiliki peran
penting dalam kegiatan ekonomi.
2. Mengetahui strategi dan kebijakan pemerintah Belanda dalam mengelola
industri gula di Jawa, khususnya di Mangkunegaran.
3. Mengetahui dampak kebijakan pemerintah Hindia Belanda kepada politik
lokal Mangkunegaran (desa dan masyarakat secara umum).
D. Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan perspektif ekonomi politik untuk menganalisis
studi kasus yang ada, yakni kebijakan Pemerintah Hindia Belanda dalam
mengelola industri gula di Mangkunegaran pada tahun 1870-1930. Bagian ini
akan menjelaskan mengenai konsep ekonomi politik yang di awali dari sejarah
kemunculan ekonomi politik hingga perkembangan aliran-aliran atau cabang dari
ekonomi politik. Kemudian menjelaskan bahwa regulasi atau kebijakan
merupakan bagian dari proses ekonomi politik yang ada. Bagian selanjutnya
menjelaskan industri sebagai salah satu bagian dari ekonomi politik. Ada juga
bagian yang menjelaskan tiga aliran besar dalam ekonomi politik, yakni aliran
10
klasik, aliran marxian, dan aliran keynesian. Dan terakhir berisi posisi dari
pemerintah dalam pendekatan ekonomi politik yang ada.
D.1 Ekonomi Politik
D.1.1 Sejarah Perkembangan Ekonomi Politik
Yustika menjelaskan bahwa sejarah lahirnya ekonomi politik memiliki
perjalanan yang panjang. Pada awalnya ilmu ekonomi dan ilmu politik berjalan
sendiri-sendiri. Menurutnya perkembangan ilmu ekonomi politik yang ada
sekarang ini tidak lepas dari gagasan John Stuart Mill yang tertuang dalam buku
monumentalnya “Principles of Political Economy”. Dalam buku tersebut
dijelaskan mengenai berbagai macam landasan ilmu ekonomi politik yakni mulai
dari teori nilai dan distribusi, pertukaran, produksi, tenaga kerja, peran negara,
pajak, utang negara, laizzes-faires, dan sosialisme. Dalam perjalanannya
pendekatan ini mulai pudar dan digantikan oleh pendekatan ilmu ekonomi murni.
Yang digunakan sebagai pisau analisis mengenali gejala dan peralihan
persoalan kemasyarakat. Yang menjadi pembeda ilmu ekonomi politik dengan
ilmu ekonomi murni adalah dalam pandangannya tentang struktur kekuasaan yang
ada di dalam masyarakat. Ilmu ekonomi politik menganggap struktur kekuasaan
akan mempengaruhi pencapaian ekonomi, sedangkan ilmu ekonomi murni
melihat struktur kekuasaan dalam masyarakat adalah given23.
Menurut Clark perjalanan ilmu eknomi politik terjadi di antara abad 14 dan 16
atau biasa disebut masa “transformasi besar” di Eropa Barat. Yang merupakan
implikasi dari sistem perdagangan yang mulai menyingkirkan sistem feodal pada
23
Yustika, 2009, Ekonomi Politik, Hal 1-2.
11
masa abad pertengahan. Sistem ekonomi membuka peluang bagi masyarakat luas
yang memiliki kemampuan yang baik dan memiliki jiwa wirausaha yang kuat,
dimana sebelumnya sistem ekonomi sangat didominasi oleh negara, gereja, dan
komunitas. Ide dasar dari masa transformasi ini adalah dari pengetahuan
masyarakat, hal ini pula yang menjadi dasar teori ekonomi politik 24 .
Dalam masa transformasi ini ada banyak faktor yang mempengaruhi. Di
antaranya pada abad ke 14 yang di sebuat masa Renaissance dipelopori oleh pada
ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, Bacon, dan Newton. Faktor lain yang ikut
mempengaruhi adalah gerakan reformasi protestan yang di inisiasi oleh Martin
Luther di Jerman. Kedua faktor tersebut sama-sama ingin memperjuangkan
individu yang mandiri atau otonom dan alasan kemampuan manusia. Masa
Pencerahan ini paling mencolok di Perancis, dimana ada banyak filsuf seperti
Voltaire, Diderot, D’Alembert, dan Condillac yang ingin membongkar takhayul
dan tradisi dari semua aspek subyektifitas eksistensi manusia dengan landasan
penelitian yang seksama. Mereka percaya bahwa dasar dari semua masalah
manusia adalah karena sistem institusi yang sengaja membuat manusia miskin dan
otoritas tradisional dari gereja dan negara yang tidak boleh di kritik. Sehingga
mereka memperjuangkan kebebasan individu mulai dari politik, sosial, dan
pertalian agama serta kesetiaan25.
Ilmu pengetahuan menjadi semakin terkemuka pada saat itu, karena ilmu
pengetahuan menawarkan sebuah metode untuk membandingkan antara
kebenaran dan keadilan. Dibangun dari hukum universal tentang pemerintahan
alam dan sosial, ilmu pengetahuan dianggap dapat membebaskan segala bentuk
24
25
1991, Political Economy, hal 22-24.
Clarck, op.cit., hal 22-24.
12
jenis perampasan material dan penindasan sosial. Ilmu pengetahuan baru ini
dikenal dengan nama Ekonomi Politik. Sama dengan prisip ekonomi bahwa
individu berhak mengejar kepentingan pribadi dan jika terus dirunut
secara
rasional, maka hal tersebut akan menjadi masukan dan memperbaiki struktur
pemerintahan yang ada 26.
Istilah ekonomi politik pertama kali diperkenalkan oleh Antoyne de
Montchetien, seorang penulis asal Perancis (1575-1612) dalam bukunya yang
berjudul Treatise on Political Economy. Dan pertama kali digunakan dalam
bahasa Inggris pada tahun 1767 dalam buku Inquiry into the Principles of
Political Economy oleh Sir James Steuart (1712-1780). Ilmu Ekonomi Politik
pertama mencoba mengembangkan ide dan kebijakan bagi negara untuk
menstimulasi kegiatan ekonomi karena pada saat itu pasar dianggap belum terlalu
berkembang sehingga negara memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan,
memberi perlindungan (pelaku ekonomi) dari kompetisi, dan menyediakan
pengawasan guna terciptanya produk yang bermutu 27.
Pada pertengahan abad 18, peran dari negara mengalami perubahan secara
dramatis. Pemerintah dianggap kurang bisa menghandel kegiatan ekonomi dan
kegiatan para pedagang. Pemerintah menjadi badan yang merintangi untuk
memperoleh kesejahteraan, seperti yang terjadi di Britania Raya. Akhirnya para
pedagang beranggapan bahwa kegiatan ekonomi akan jauh lebih berkembang jika
negara tidak ikut campur dan di dukung dengan perkembangan ekonomi dan
politik yang cepat pada saat itu. Pada tahap awal pembangunan ini para pedagang
beranggapan bahwa dalam kegiatan ekonomi yang baik, produsen memerlukan
26
27
Clarck, op.cit., hal 22-24.
Clarck, op.cit., hal 22-24.
13
akes terhadap komoditas sumber daya yang mudah diperolah. Secara lebih lanjut,
baik produsen dan konsumen memiliki hak untuk mengejar kepentingan pribadi
asalkan tidak mengganggu kebudayaan sosial dan otoritas politik.
Hal tersebut membuat perpecahan dalam ahli ekonomi politik, sehingga
banyak bermunculan aliran ekonomi politik lainnya. Sebagian aliran tersebut
memandang negara menjadi tidak netral lagi bahkan lebih condong kepada kelas
atau kelompok tertentu.
Ada beberapa aliran dalam ekonomi politik, untuk
memahami secara lebih detail dapat dilihat pada bagan berikut.
14
Bagan 1.1 Sejarah dan Cabang Ekonomi Politik
EDMUND BURKE
FASCIST THEORY
ROMANTICSM
&
NATIONALISM
CORPORATISM
NEOCONSERVATIS
THE CONSERVATIVE PERSPECTIVE
PUBLIC CHOICE THEORY
NEW CLASSICAL
ECONOMICS
AUSTRIAN ECONOMICS
MONETARISM
CLASSICAL
POLITICAL
ECONOMY
THE CLASSICAL LIBERAL PERSPECTIVE
NEOCLASSICAL
ECONOMICS
NEOCLASSICAL ECONOMICS
CAMBRIDGE ECONOMICS
WELFARE ECONOMICS
POST-KEYNESIAN ECONOMICS
THE MODERN LIBERAL PERSPECTIVE
THORSTEIN VEBLEN
KARL MARX
INSTITUTIONAL
ECONOMICS
EDWARD BERNSTEIN
DEMOCRATIC SOCIALIST
THEORY
V. I. LENIN
MARXIST THEORY
THE RADICAL PERSPECTIVE
Sumber: Clark. 1991, hal 23.
15
Selain memiliki sejarah perjalanan yang panjang, teori ekonomi politik sendiri
sebenarnya secara definitif dimaknai sebagai interrelasi antara aspek, proses, dan
institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, penciptaan harga,
perdagangan, konsumsi, dan sebagainya) 28. Untuk lebih memahaminya, harus
dipahami bahwa pendekatan ini meletakan bidang politik subordinat terhadap
ekonomi. Artinya instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar, harga, dan
investasi dianalisis dengan menggunakan setting system politik dimana kebijakan
atas peristiwa ekonomi tersebut terjadi. Dengan kata lain pendekatan ini melihat
ekonomi sebagai cara untuk melakukan tindakan (way of acting) dan politik
sebagai menyediakan ruang untuk tindakan tersebut (a place to act). Ekonomi
politik mempertemukan kedua bidang ekonomi dan politik yang terbatas untuk
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga implementasi kebijakan
ekonomi politik selalu mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial yang
hidup dimasyarakat, khususnya terget masyarakat yang menjadi sasaran dari
kebijakan 29.
Clark memahami ekonomi politik sebagai interaksi antar institusi
pemerintah dan pasar dalam proses mencapai kepentingan individu dan
masyarakat. Kedua institusi tersebut saling membutuhkan dan melengkapi
kekurangan insitusi satu sama lain. Clark melihat ekonomi merupakan akibat
adanya permintaan dan penawaran yang memiliki prinsip efisiensi, pertumbuhan
modal, dan stabilitas. Didalam kegiatan ekonomi individu memiliki kebebasan
untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki, menentukan pilihan
kebutuhan, menentukan tempat investasi, gaya hidup dan lain sebagainya. Tidak
28
29
Caporaso dan Levine dalam Yustika, op.cit.,.
Caporaso dan Levine dalam Yustika, op.cit.,.
16
semua kebebasan atau kebutuhan dari individu harus dipenuhi, karena ada
benturan dengan kebutuhan individu lain dan yang paling harus diingat adalah
sumber daya yang terbatas harus digunakan seefisien mungkin 30.
Negara hadir dalam kegiatan ekonomi untuk menjamin hal-hal yang tidak
bisa diselesaikan oleh sistem pasar. Melalui kewenangan yang ada misalnya
melalui regulasi, pajak, dan kebijakan lainnya. Ketika pasar dikendalikan oleh
kapital, para pengusaha yang memiliki modal besar akan mudah memakan atau
mengggunakan bahasa yang lebih halus mengakuisisi pengusaha yang bermodal
kecil. Jika tidak ada perlindungan dari negara, maka usaha kecil di sebuah negara
akan mati dan masyarakat menengah ke bawah sangat tergantung dengan
pengusaha besar. Untuk itulah negara diperlukan hadir untuk menjamin hal-hal
demikian. Atau ketika ada surplus, pemerintah bisa ikut mengintervensi untuk
mengendalikan surplus tersebut sehingga tidak membahayakan negara. Clark
melihat intitusi ekonomi dapat menjadi sebuah institusi ekonomi dan disisi yang
lain dapat berperan sebagai institusi politik, begitu juga dengan institusi
pemerintah dapat berperan sebagai institusi politik dan di lain waktu dapat
menjadi sebuah institusi ekonomi. Ekonomi politik merupakan interaksi diantara
institusi pemerintah dan pasar dalam rangka negara harus ada dalam kegiatan
ekonomi, karena negara menjadi pencapaian kebutuhan individu dan masyarakat
(common).
Ilmuwan lain yang memiliki konsep mengenai ilmu Ekonomi Politik
adalah Caporaso dan Levine. Caporasso dan Levine melihat ilmu Ekonomi Politik
sebagai sebuah metode untuk melihat fenomena ekonomi yang ada, dimana
30
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai konsep Ekonomi Politik Clark dapat di baca pada buku
Political Economy : A Comparative Approach. 1991: 6-20.
17
didalam kegiatan ekonomi tersebut ada faktor-faktor yang bersifat sosial dan
politis. Ilmu ekonomi politik melihat kegiatan ekonomi sebagai suatu fenomena
tersendiri yang memiliki wilayah, tempat, lembaga, waktu dan himpunan yang
terdiri dari hubungan beberapa orang yang tidak bersifat politis dan tidak bersifat
kekerabatan31. Dengan kata lain mereka memandang ekonomi merupakan sebuah
institusi yang memiliki sifat-sifat sosial dan historis khusus 32.
Karena dalam ekonomi ada tuntutan-tuntutan institusional dari struktur
ekonomi yang ada. Dimana tuntutan ini tidak berdasarkan pilihan individu, karena
struktur yang ada memang bukan bertujuan untuk mencapai tujuan individu. Jika
struktur itu dibuat untuk mencapai tujuan individu maka dia tidak akan memiliki
historis atau perjalanan yang lama. Struktur yang ada berada di luar dari pelaku
dan memiliki posisi yang lebih tinggi dari pada pelaku ekonomi. Dan untuk dapat
memahami struktur yang ada, kita juga harus memperhatikan atribut atau faktorfaktor lain dari struktur sosial yang ada di sekitar pelaku. Jadi struktur yang ada di
dalam ekonomi bersifat sui generis atau menciptakan diri sendiri tanpa adanya
campur tangan manusia, yang di dalamnya ada tuntutan institusional sehingga
membuat individu harus melakukan suatu hal dan ilmu ekonomi membantu
melihat tuntutan-tuntutan apa saja yang ada dalam struktur tersebut33.
Tujuan dari perekonomian yang memiliki institusi dan realitas sendiri
adalah untuk memudahkan aktor ekonomi dalam mengakumulasi kapital dan
menumbuhkan kegiatan ekonomi 34. Karena para aktor ekonomi memiliki
pemikiran yang kompleks dan memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu.
31
Caporaso dan Levine. 2008, hal 55.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 55.
33
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 61.
34
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 61.
32
18
Adam Smith melihat akumulasi kapital ini merupakan pembenaran utama bagi
pasar yang dapat meregulasi dirinya sendiri. Pengumpulan kapital ini biasanya
merupakan kumpulan dari kepentingan pribadi dari masing-masing aktor dalam
pasar yang nantinya akan mendorong semua individu untuk memaksimalkan
pendapatan nasional. Pemikiran Adam Smith mengenai perekonomian ini
diteruskan oleh Karl Marx dan Engels dalam “The Communist Manifest” dan oleh
Joseph Scumpeter di abad XX. Para pemikir klasik ini sepakat melihat ekonomi
sebagai sebuah instirusi yang mampu mendorong manusia untuk melakukan halhal tertentu dan ilmu ekonomi merupakan suatu kajian untuk melihat logika
dibalik tindakan manusia dalam melakukan pengorganisasian dan mencapai
tujuan masing-masing 35. Logika dasar dari pendekatan ini adalah adanya pasar
yang dapat meregulasi dirinya sendiri, yakni sebuah wilayah dimana hubungan
kontrak dibuat oleh pemilik properti (termasuk yang memiliki kemampuan kerja
atau buruh) dengan para pemiliki sarana produksi 36.
Caporaso dan Levine melihat atau memfokuskan secara langsung pada
hubungan–hubungan sosial yang terjadi dalam urusan ekonomi, dan tidak
memfokuskan pada proses-proses pra-sosial atau ekstras sosial yang dimasukan
kedalam kegiatan perekonomian atau dibiarkan terlepas dan keluar dari
perekonian37. Dengan cara pandang seperti ini, kita dapat memberikan akar sosial
yang lebih dalam pada kegiatan ekonomi, karena sejatinya kegiatan ekonomi
merupakan kegiatan sosial bukan hanya kegiatan material dan kalkulasi pribadi
yang terletak di tengah-tengah konteks realitas sosial nyata yang dipisahkan dari
35
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 62.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 62.
37
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 66.
36
19
perekonomian 38. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk memperhatikan
implikasi dari (1) kecenderungan di masa modern yang mengecilkan atau semakin
mengaburkan batas-batas bidang tertentu dalam kehidupan sosial, dan (2)
kecenderungan ini merupakan akibat dari kecenderungan pertama, yakni
kecenderungan utnuk membuat salah satu bidang lebih dominan daripada bidang
yang lain, dalam hal ini bidang ekonomi biasanya dibuat lebih dominan39.
D.1.2 Kebijakan Sebagai Alat Pendukung Kegiatan Ekonomi
Senada dengan Clarck, bahwa perlu adanya campur tangan negara dalam
proses ekonomi, salah satu caranya dengan mengeluarkan regulasi atau kebijakan.
Hal ini dilatar belakangi oleh peranan pasar, dalam hal ini pasar dianggap tidak
netral dan paling efisien dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi.
Disebutkan bahwa pasar selalu mengandalkan kekuatan salah satu pihak (biasanya
para pemodal kakap) yang memanfaatkan informasi asimetrsi untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin. Pasar menjadi arena refleksi dari eksistensi
kekuatan sehingga yang terjadi adalah pasar tidak hanya mengontrol tetapi juga
dikontrol. Instrumen restriksi itu ada bukan untuk menggantikan peran pasar,
tetapi untuk memastikan bahwa mekanisme pasar tidak dikontrol oleh beberapa
pihak yang berkuasa (pemodal). Dalam menjelaskan mekanisme pasar ini kita
tidak dapat hanya melihat dari sisi ekonomi saja, karena pada mekanisme pasar
ada kekuatan-kekuatan yang saling bersaing dibelakang pasar tersebut40.
Dalam ekonomi politik yang menjadi persoalan bukan semata resources
tetapi juga soal insentif, yang mana untuk memperoleh insentif maksimal
38
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 66.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 67.
40
Yustika, op.cit.,, hal 12.
39
20
diperlukan informasi yang lengkap dalam sebuah transaksi. Hal ini menjadi
kelemahan dalam sistem pasar yang ada, karena pada kenyataannya pasar tidak
dapat memberikan informasi yang lengkap untuk semuanya. Keterbatasan pasar
tersebut diharapkan dapat di atasi regulasi 41.
Regulasi atau kebijakan disini
dilihat dari sudut ekonomi, bukan dari sudut pemerintahan pada umunya. Karena
kebijakan publik adalah instrumen pemerintah bukan hanya dalam arti goverment
(aparatur negara) tetapi juga governance yang meliputi swasta dan civil society 42.
Dengan tujuan regulasi sendiri kebijakan untuk mengatur, membatasi,
menganalisis suatu keadaan, bahkan menjadi pedoman dari pemerintah dan policy
makers sendiri 43.
Kebijakan di sini dilihat sebagai bagaimana pemerintah atau policy makers
menyusun mekanisme yang memungkinkan seluruh partisipan di pasar dapat
berbagi informasi yang pada akhirnya menghasilkan kesepakatan. Regulasi
tersebut menjadi landasan untuk terciptanya ruang negosiasi dalam pasar,
misalnya antara buruh dengan pemilik modal dalam penentuan upah minimum,
dan lain sebagainya 44. Kebijakan dilahirkan untuk mengatur serta memastikan
jalannya pasar dan proses ekonomi pada umumnya.
41
Yustika, op.cit.,, hal 12.
Suharto, Edi. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. 2008. Bandung: Alfabeta.
43
Colebatch, K.H. 2005. Policy Analysis, Policy Practice and Political Sciene. Dari “Australian
Journal of Public Administration vol 64 Issues 3, pages 14-23 September 2005.
44
Yustika, op.cit., hal 12.
42
21
D.1.3 Industri Bagian dari Proses Ekonomi Politik
Industri merupakan salah satu proses ekonomi yang penting, karena terjadi
kerjasama antara elemen teknis (mesin pabrik) dan elemen non teknis (pegawai),
serta industri hadir dari proses politik tertentu, kompromi dari berbagai aktor yang
berkepentingan. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 menjelaskan tentang
Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan
nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun
dan perekayasaan industri. Industri juga dipahami sebagai semua kegiatan
manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial untuk
memenuhi kebutuhannya. Industri dibedakan menjadi dua, yakni industri primer
yang mengambil langsung dari alam tanpa ada prosesnya (seperti pertanian) dan
industri sekunder yang mengolah barang mentah menjadi barang setengah jadi
maupun barang jadi45.
Industri menjadi salah satu alat ukur dari kesejahteraan suatu negara,
sehingga industri digunakan sebagai alat efektif para modal para pemodal untuk
mendapatkan keuntungan. Industri sendiri tidak semudah kelihatnnya. Ada
banyak dimensi yang harus diperhatikan dalam industri. Ada dua struktur dari
proses ekonomi tersebut 46 : Pertama, kekuatan produksi material – pabrik dan
perlengkapan (atau modal), sumber-sumber daya alam (disebut tanah oleh para
ekonom klasik), dan teknologi. Teknologi menentukan hubungan produksi yang
sifatnya teknis, sehingga proporsi bahan mentah, mesin, dan tenaga kerja bisa di
alokasikan dengan biaya yang paling minimal; Kedua, relasi produksi-produksi
45
46
Ruimat, Mamat dan Mustar, Get Succes UN Geografi, hal 39.
Yustika, op.cit., hal 11.
22
manusia, seperti hubungan antara pekerja dan pemilik modal atau antara pekerja
dan manajer.
Teori ekonomi politik mengandung elemen material-teknis dan hubungan
manusia, yang dapat mendukung satu sama lain. Dan dalam proses sosial tersebut
diperlukan pendekatan ekonomi politik untuk dapat menganalisis secara lebih
tajam. Karena jika hanya menggunakan pendekatan ekonomi, kita akan terjebak
pada produksi material saja dan cenderung mengabaikan hal-hal sosial yang ada 47.
Dari penjelasan yang ada di atas kita melihat ekonomi politik dianggap
cabang dari ilmu sosial yang yang dapat menerangkan dengan tepat permasalahan
manusia tentang ketersediaan sumber daya ekonomi yang terbatas. Ekonomi
politik tidak hanya soal negara, tetapi juga soal tingkat terendah dalam komunitas,
seperti tempat kerja atau keluarga 48. Masing-masing individu memiliki
kepentingan untuk memperoleh kebutuhannya, tetapi sumber daya yang ada
terbatas dan tidak berbading lurus dengan jumlah kebutuhan yang ada. Disini
pendekatan ekonomi murni tidak dapat menjelaskan secara detail, sehingga
pendekatan ekonomi politik menjadi relevan untuk menjelaskan permasalahan
yang ada. 49
Ada lima alasan yang memperkuat pemakaian pendekatan ini 50. Pertama,
penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya untuk menerima eksistensi
dan validitas dari perbedaan budaya politik, baik formal maupun informal. Kedua,
analisis kebijakan akan memperkuat efektivitas sebuah rekomendasi karena
47
Yustika, op.cit., hal 11.
Epstein, Gil.S. 2006. The Political Economy of Population Economics. From “Journal of
Population Economics” vol 19 No. 2 (Juni 2006). : Springer. Di download pada Rabu, 27 Maret
2013. Pukul 22:41. http://www.jstor.org/stable/2ooo8009
49
Yustika. Op.cit.,.
50
Yustika, op.cit., hal 14-15.
48
23
mencegah pemikiran yang deterministik. Ketiga, analisis kebijakan mencegah
pengambilan kesimpulan terhadap beberapa alternatif tindakan berdasarkan
kepada perspektif waktu yang sempit. Keempat, analisis kebijakan yang berfokus
ke negara berkembang tidak bisa mengadopsi secara penuh orientasi teoritis statis.
Terakhir, analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interaksi antar manusia.
Dengan alasan yang ada, dapat dipahami kalau teori ekonomi politik dapat
menangkap dinamika sosial yang ada di dalam masyarakat dan menangkap
relevansi keterbatasan sumber daya yang terbatas dengan permasalahan yang ada.
Untuk lebih memahami ilmu ekonomi politik, ada baiknya kita melihat tiga
pendekatan yang digunakan dalam ilmu ekonomi politik. Sebenarya ada empat
pendekatan yang dikenal umum dalam ekonomi politik, tetapi dalam kajian ini
peneliti hanya menggunakan tiga, yakni Klasik, Marxian dan Keynesian.
D.2 Jenis Pendekatan Ekonomi Politik
D.2.1. Aliran Klasik
Pendekatan Ekonomi Politik Klasik merupakan generasi pertama yang
menjelaskan ekonomi politik dan mereka juga yang pertama kali menggunakan
istilah ekonomi politik. Dalam Caporaso dan Levine 51 dijelaskan bahwa
pendekatan ini lahir pada pertengahan abad ke 18 tepatnya ketika kaum Fisiokrat
memerintah hingga abad ke 19, yakni ketika kematian Marx pada tahun 1883.
Ekonom klasik pada awalnya melihat adanya perubahan hubungan politik dengan
kegiatan non-politik yang oleh mereka didefinisikan lebih luas, sebagai
pemenuhan kebutuhan pribadi. Untuk menangkap gejala tersebut, ekonom klasik
51
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 76.
24
meredefinisikan istilah tataran sosial yang sudah ada, yakni melihat masyarakat
yang dapat mengatur diri mereka sendiri, sehingga dapat berkembang sesuai
dengan pola dan tuntunan-tuntunannya sendiri. Masyarakat memiliki kemampuan
untuk berubah yang membawa perubahan pula terhadap tatanan sosial, politik dan
ekonomi.
Dengan masyarakat
perkembangan
sesuai
yang dinamis, institusi sosial juga mengalami
dengan
perkembangan
masyarakat.
Hal
ini juga
menunjukan kalau institusi sosial mengalami perubahan karena masyarakat,
bukan karena dari keputusan-keputusan politik tertentu. Dampak lainnya adalah
peristiwa-peristiwa sejarah tidak lagi dimaknai sebagai konsekuensi dari proses
politik atau pun konflik politik tertentu, tetapi sejarah merupakan kumpulan
konsekuensi dari kegiatan pribadi yang berkembang secara tidak terduga. Ekonom
klasik memberikan perubahan dalam memaknai masyarakat, dari yang
sebelumnya masyarakat dianggap tidak dapat berkembang dan hanya menurut
pada kekuasaan politik yang sedang memimpin waktu itu.
Adam Smith memiliki argumennya sendiri untuk memperkuat kebangkitan
masyarakat atau yang biasa di kenal dengan masyarakat sipil ini. Menurutnya,
kebangkitan masyarakat sipil merupakan dampak dari perilaku seorang individu
dalam mencari laba dan bukan dari akibat suatu perencanaan atau program yang
dibuat dan direncanakan oleh kewenangan publik apa pun 52. Marx juga
mengamini hal tersebut, dengan melihat lebih spesifik pada perubahan metode
produksi, hubungan sosial, dan gaya hidup yang semua itu merupakan akibat dari
52
Busch, Lawrence and Arunas Juska. Beyond Political Economy: Actor Networks and The
Globalization of Agreiculture. From “Review International Political Economy” vol 4 No. 4 (Winter,
1997). : Taylor and Francis, Ltd. Hal 690. Di download pada Rabu, 27 Maret 2013 pukul 21:53
pada http://www.jstor.org/stable/4177248
25
kegiatan pencarian laba oleh seorang individu yang tidak disengaja. Redefinisi
yang dilakukan para ekonom klasik memiliki dampak beruntun mulai dari
kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Redefinisi ini juga telah membawa banyak
perubahan cara pandang terhadap masyarakat dan posisi negara, khususnya dalam
kegiatan ekonomi 53.
Ekonomi politik menurut para ekonom klasik adalah sebuah sistem
pemenuhan kebutuhan pribadi yang terdiri dari beberapa perilaku pribadi yang
independen54. Asumsi tersebut dilihat dari kegiatan ekonomi yang berkembang
tidak hanya dalam lingkup keluarga, tetapi dalam lingkup yang lebih luas, pabrik
misalnya. Dulu orang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan
keluarganya. Tetapi dalam lingkup yang lebih besar (pabrik), orang bekerja untuk
mendapatkan sejumlah imbalan yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan
dirinya.
Masyarakat sipil disini dipahami tidak hanya sebagai sebuah sistem
pemenuhan pribadi yang tidak lagi terikat oleh keluarga maupun negara, tetapi
juga dilandasi dari kepentingan pribadi, dimana masing-masing pribadi memiliki
tujuan untuk dirinya sendiri dan segala sesuatu yang berada di luar dirinya tidak
dianggap penting 55 . Dengan tercapainya kebutuhan pribadi, maka secara tidak
langsung kebutuhan publik akan tercapai. Adam Smith dan Marx 56 menjelaskan
ketika individu (pengusaha) mendapatkan laba, maka laba atau modal tersebut
tidak semuanya dihabiskan, tetapi digunakan untuk investasi kepada sektor lain.
Smith menjelaskan seseorang berinvestasi tidak secara asal, tetapi dituntun oleh
53
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 76.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 76.
55
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 80.
56
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 80
54
26
invisible hand, yakni keadaan-keadaan yang ada di pasar. Investasi yang telah
dilakukan berkembang dan menjadi pasar bebas yang menembus ruang dan batas.
Pasar bebas ini memberikan keleluasaan bagi pelaku pasar untuk memaksimalkan
kemampuan mereka. Dengan begitu, akan banyak individu-individu yang dapat
mencapai kebutuhannya, hal semakin lama akan menggelinding dan secara tidak
langsung kepentingan publik akan terpenuhi. Dengan kata lain aliran klasik
beranggapan kepentingan publik berasal dari kepentingan individu.
Dalam sistem pasar di asumsikan bahwa setiap orang memiliki peran ganda,
yakni sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya si A sebagai penjual, ketika
dia sudah mendapatkan uang maka modal tersebut akan dipergunakan membeli
barang lain sebagai bentuk pemenuhan kebutuhannya. Ketika ada barang yang
tidak terjual, misalnya tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan, maka tenaga
kerja tersebut akan berusaha untuk emningkatkan nilau jual mereka dengan cara
meningkatkan kapasitas diri supaya dapat menaarik minat perusahaan. Dari
contoh yang dijelaskan, pasar dapat berjalan sendiri dan dapat meregulasi atau
memperbaiki diri sendiri, tanpa adanya peran dari negara atau institusi mana pun.
Inilah yang menjadi ciri dari aliran klasik, bahwa pasar diyakini memiliki
kemampuan untuk meregulasi diri sendiri.
Dengan kemampuan pasar yang demikian, peran negara menjadi minim.
Argumen aliran klasik ini adalah bahwa perekonomian pasar swasta merupakan
cara terbaik untuk mencapai kepentingan publik 57. Pandangan klasik berpegang
pada pendapat Thomas Jefferson yang sangat terkenal 58: the government is best
which governs least”. Kalimat ini menunjukan bahwa aliran klasik tidak
57
58
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 99.
Clark, Op.cit., hal 106.
27
menginginkan negara terlalu banyak ikut campur dalam kegiatan individu,
khususnya kegiatan ekonomi. Negara hanya sebagai “penjaga malam” dalam
menjalankan perlindungan hukum bagi private property dan hak-hak sipil
terdistrubusikan kepada seluruh warga negara. Argumen selanjutnya dari aliran
klasik adalah bahwa kegagalan pasar terjadi akibat intervensi pemerintah dan hal
tersebut akan hilang jika pemerintah dibatasi pada peran yang seharusnya, yakni
sebagai penjaga malam. Misalnya kekuatan pasar dan organisasi buruh dibatasi
oleh pemerintah melalui regulasi, lisensi, dan tarif terhadap barang-barang impor.
Demikian halnya dengan instabilitas pasar adalah kesalahan dari kegiatan
pemerintah untuk memanipulasi aktivitas kegiatan ekonomi melalui pelaksanaan
kebijakan moneter dan fiskal59. Intervensi pemerintah sama saja seperti suatu
otoritas eksternal yang membebani keotonomian individu 60.
Dalam Yustika 61 dijelaskan bahwa negara diharapkan melakukan
intervensi lain di luat ekonomi. Pertama, melindungi masyarakat dari kekerasan
dan invansi kelompok masyarakat bebas lainnya. Kedua, menjaga setiap anggota
masyarakat daei praktek berbagai bentuk ketidakadilan dan operasi dari anggota
masyarakat lainnya. Ketiga, menegakkan dan merawat pekerjaan-pekerjaan publik
dan lembaga publik. pendekatan klasik memberikan kewenangan penuh kepada
pasar untuk menggerakan dan mengartikulasi kegiatan ekonomi, sedangkan
negara mengurusi persoalan yang berada di luar bidang ekonomi.
59
Clark, Op.cit., hal 107.
Clark, Op.cit., hal 107.
61
Yustika, op.cit., hal 28.
60
28
D.2.2. Aliran Marxian
Marx melihat perkembangan sistem ekonomi yang timpang dari waktu ke
waktu. Pada jaman kuno keuntungan banyak dinikmati oleh para pemilik budak,
pada jaman feodal keuntungan hanya dinikmati oleh para tuan tanah, dan pada
jaman kapitalis keuntungan banyak dinikmati oleh para pemilik modal 62. Marx
melihat sistem kapitalis ialah produksi yang berbasis industri. Istilah yang sangat
terkenal dari masa ini adalah kaum proletar dan borjuis 63. Pada masa ini pabrikpabrik mulai bermunculan dan mesin-mesin industri dikembangkan. Sehingga
para kaum borjuis mulai berinvestasi kapitalis pada mesin dan pabrik, sedangkan
kaum proletar dengan upah yang rendah tetap tertinggal sebagai tenaga kerja
manual.
Pasar dalam aliran Marxian tidak berjalan atas kehendak individu sepenuhnya.
Dalam kegiatan pasar, memang individu memiliki kebebasan untuk menentukan
pilihan secara independen. Tetapi dibalik sifat pilihan itu, ada sebuah sistem
reproduski obyektif yang secara tidak langsung menuntun individu untuk
membuat pilihan-pilihan tertentu dan sesuai dengan struktur reproduksi tersebut 64.
Pilihan yang dibuat individu tidak hanya serta merta untuk mencapai kepuasan,
seperti yang diungkapan pendekatan neoklasik. Tetapi dibalik pilihan tersebut ada
beberapa faktor yang mempengaruhi, yakni: 1. Kepentingan mucul dari adanya
struktur dari produksi; 2. Kepentingan pribadi dari seorang individu dapat
diketahui dengan melihat pada kelas mana individu itu berada; 3. Kepentingan
kelas yang satu akan bertentangan dengan kelas yang lain; 4. Kepentingan kelas
62
Yustika,op.cit., hal 38.
Proletar merupakan istilah untuk kaum pekerja yang tidak memiliki modal dan tanah,
sedangkan borjuis adalah kaum yang memiliki segalanya (tanah dan modal) (Jones, 2009).
64
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 125.
63
29
yang terbentuk dalam sistem produksi akan menjadi kepentingan politik, yakni
pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan negara 65. Adanya pembagian kelas
menurut Marx merupakan kritikan dari pendekatan klasik. Lebih lanjut Marx
menjelaskan bahwa pasar bukan sarana untuk memaksimalkan kesejahteraan
individu, tetapi merupakan sarana untuk memfasilitasi para kapitalis untuk
merampas nilai surplus dan mengakumulasi modal 66.
Melihat ketimpangan yang ada dalam sistem kapitalis, Marx melihat sistem
sosialis yang meletakan faktor-faktor produksi dibawah kontrol negara sebagai
jalan keluar dari permasalahan yang ada 67. Negara memiliki tugas untuk
mempertahankan tatanan sosial (dan kesatuan sosial) di mana kondisi dari orangorang dalam tatanan itu mengalami pertentangan secara fundamental satu sama
lain 68. Konsep teori negara Marx juga dapat dilihat dalam tulisan Frideric Engels
berjudul the Origin of Family, Private Property, and the State (1984) yang
kemudian dikutip Lenin (1932) dan menjadi dasar perjuangannya:
Negara...bukanlah sebuah kekuasaan yang dipaksakan kepada masyarakat dari
luar...melainkan akibat dari perkembangan masyarakat itu sendiri pada tahap tertentu.
Terbentuknya negara adalah sebuah pengakuan bahwa sebuah masyarakat telah
mengalami kontradiksi yang sulit diuraikan dalam dirinya sendiri, bahwa masyarakat
itu telah pecah karena pertentangan-pertentangan yang tidak bisa didamaikan dan
masyarakat itu sendiri tidak mampu menyelesaikan pertentangan-pertentangan itu.
Tapi agar pertentangan-pertentangan ini, kelas-kelas yang memiliki kepentingan
ekonomi yang berbeda-beda ini, tidak menghancurkan diri mereka sendiri maupun
masyarakat karena pertarungan yang tidak gunanya, maka diperlukan sebuah
65
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 129-130.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 131.
67
Yustika, op.cit., hal 40.
68
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 172.
66
30
kekuasan yang terdiri lebih tinggi daripada masyarakat, yaitu yang tujuannya adalah
untuk mengurangi konflik dan menjaga agar konflik itu tidak merusak “ketertiban”.
Kekuasaan yang lebih tinggi ini berasal dari masyarakat sendiri, tapi diletakkan lebih
tinggi dari masyarakat dan makin lama menjadi makin terpisah dari masyarakat.
Kekuasaan ini adalah negara 69.
Negara memiliki peran sentral yang kuat dalam kegiatan ekonomi dan pasar.
Semua kegiatan ekonomi termasuk investasi dan keputusan produksi di atur
secara terpusat oleh negara bukan berdasarkan kapitalis. Selain itu negara juga
merencanakan tentang target tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dan
perangkat yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Termasuk mendesain
dan mengimplementasikan seluruh kebutuhan warga negara berdasarkan sumber
daya yang dimiliki berbasis tindakan kolektif. Sehingga negara tidak hanya
sebagai agen yang mengalokasikan dan memfasilitasi kegiatan ekonomi, tetapi
juga sebagai pelaku aktivitas ekonomi itu sendiri 70.
Fungsi negara dalam pemahaman sosialisme ada tiga 71: pertama, berusaha
memperkuat sosialisme dengan cara menekan kamu borjuis untuk memperbaikai
kapitalisme; kedua, memperkenalkan kebutuhan kesejahteraan melalui rencana
ekonomi dan koordinasi kegiatan sektor industri yang luas dan wilayah negara;
tiga, memperkenalkan koperasi (cooperation) untuk membantu perkembangan
kesejahteraan sosial antar warga negara.
Sistem ekonomi sosialis memiliki dua prinsip dasar dalam pelaksanannya,
pertama
negara menyiapkan seluruh regulasi yang diperlukan untuk
menggerakan kegiatan ekonomi, seperti investasi, dari mulai proses perencanaan,
69
dikutip dalam Lenin 1932:8 dalam Caporaso dan Levine 2008, hal 172-173.
Yustika, op.cit., hal hal 40.
71
Clark, op.cit., hal: 112.
70
31
operasional, pengawasan, sampai ke evaluasi. Dan kedua, pelaku ekonomi tidak
membuat kesepakatan dengan pelaku ekonomi lainnya, tetapi pelaku ekonomi
membuat kontrak dengan negara sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan 72.
Dengan pandangan demikian, model pembangunan dibawah sistem sosialis lebih
stabil, rasional, berdasarkan prioritas dan kebutuhan nasional, lebih adil, dan tidak
boros daripada sistem ekonomi kapitalis 73. Hal ini dapat kita buktikan pada
negara-negara yang selama ini menganut paham sosialisme dalam kegiatan
ekonominya, seperti negara-negara Eropa Timur sebelum dekade 1990-an dan
Kuba 74.
D.2.3. Aliran Keynesian
Aliran Keynesian hadir guna mengkritik pendekatan klasik dan neoklasik,
yang melihat pasar dapat meregulasi dirinya sendiri tanpa adanya aturan dan
campur tangan pemerintah. Aliran klasik dan neoklasik melihat negara sebagai
penghalang dan penghambat manusia untuk berkreasi maupun berinovasi yang
mengakibatkan masyarakat sulit mencapai kemakmuran. Sistem pasar dan
ekonomi yang bebas dari intervensi negara membuat manusia bebas berkreasi
sehingga dapat mempercepat kemakmuran. Menurut Keynesian, didalam proses
reproduksi dan pertumbuhan sistem kapitalis mengandung proses-proses yang
tidak stabil, proses-proses yang tidak stabil ini meragukan pemahaman kita
tentang kemampuan pasar yang mampu meregulasi dirinya sendiri 75. Tidak
72
Clark, op.cit., hal: 112.
Jaffee. 1998. Hal 121.
74
Yustika, op.cit., hal 42.
75
Caporasi dan Levine, op.cit., 239-240.
73
32
adanya intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi akan menyebabkan
eksploitasi terhadap beberapa sumber daya produktif masyarakat 76.
Instabilitas dapat terjadi dalam sistem kapitalis karena proses-proses dalam
perekonomian (seperti pergerakan output, investasi, lapangan pekerjaan dan
harga) cenderung saling menguatkan satu sama lain atau yang dikenal dengan
istilah kumulatif77. Maksutnya jika terjadi peningkatan atau penurunan pada
awalnya maka akan terjadi peningkatan atau penurunan lebih lanjut, sehingga
akan menimbulkan ketidakstabilan produksi pada level yang lebih tinggi atau
rendah tersebut 78. Hal ini diperkuat Marx, menurutnya kapitalis memiliki
kecenderungan untuk mengalami krisis yang akan mengakibatkan pengangguran
dalam skala besar dan pasar produk akan gagal untuk menyalurkan keseluruhan
kapasitas produk yang ada, terutama dalam bentuk peralatan kapital 79.
Selanjutnya, kegagalan tersebut akan menciptakan kericuhan serta kekacauan
dalam masyarakat, dan akhirnya yang paling menderita adalah para pekerja.
Ketidakstabilan inilah yang memungkinkan terjadinya kegagalan pasar dan
meragukan kemampuan pasar untuk meregulasi dirinya sendiri.
Sistem kapitalis ini mulai menyebar di negara-negara hingga negara Amerika
Latin dan Eropa Timur yang dulunya berpegang paham sosialis pada tahun 1980an. Hampir semua negara meratifikasi sistem ini, yang paling terakhir adalah
ratifikasi via GATT/WTO di Marakesh, Maroko pada tahun 1994. Namun
berselang tidak ada dua dekade, sistem ini tidak lagi populer dan kehilangan
pamor. Sistem ekonomi kapitalis atau tanpa regulasi ini terbukti gagasan yang
76
Caporas dalam Yustika, op.cit., hal 31.
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 244.
78
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 252.
79
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 240.
77
33
paling tidak kreatif dalam sejarah pemikiran ekonomi yang pernah ada, karena
sistem ini melupakan sifat individu yang multifaset. Artinya pendekatan klasik
dan neoklasik mengabaikan penyimpangan individu yang ada, sehingga tidak ada
batasan yang jelas untuk mengatur penyimpangan tersebut, hal inilah yang
membuat sistem ini rapuh80.
Kealapaan terhadap penyimpangan individu dalam sistem kapitalis membuat
kanibalisme ekonomi tidak terhindarkan, yang kaya menjadi semakin kaya dan
dominan, sedangkan yang miskin bertambah miskin. Pendekatan Keynesian
melihat bahwa kegagalan pembelian dalam pasar pasti akan terjadi, ketika
penyimpangan pendapatan semakin melebar dan penawaran di pasar semakin
tinggi, sedangkan pembelian menurun. Pada kondisi seperti itu,
maka
ketidakseimbangan penawaran tidak bisa dihindarkan dan akan menjadi masalah
sistematik. Pada terjadi kegagalan pasar ini peran negara sangat dibutuhkan.
Keynesian percaya obat dari resesi atau kegagalan pasar adalah dengan
penambahan pengeluaran pemerintah untuk membantu pengeluaran yang tidak
mencukupi dari konsumen dan pengusaha 81. Tambahnya, pengeluaran pemerintah
itu akan sangat efektif ketika pembiayaan itu tidak hanya digunakan untuk
membiayai pinjaman dan pajak, karena pajak dapat menekan pengeluaran
pribadi 82.
Dengan sistem yang ada negara dapat menjadi penolong dengan memberikan
advokasi adanya intervensi pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi dan
mempromosikan kesinambungan ekonomi 83. Lebih lanjut dijelaskan tentang cara
80
Yustika. 2011: 34.
Clark, op.cit., hal 93.
82
Clark, op.cit., hal 93.
83
Yustika, op.cit., hal 36.
81
34
yang dianjurkan Keynes adalah dengan melakukan manipulasi permintaan agregat
yang pada akhirnya dapat mendorong investasi dan penyerapan tenaga kerja.
Strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan pajak,
pengeluaran pemerintah, dan distribusi pendapatan 84. Untuk menjamin langkah
penyelamatan
tersebut,
Keynes
mensyarakatkan
negara
untuk memiliki
kemampuan manajerial yang kompeten. Hal ini untuk menghindari negara agar
tidak ikut terjebak dalam pusaran kegagalan pasar yang ada 85.
Pendekatan Keynesian melihat peran negara diperlukan dalam kegiatan
ekonomi dan pasar yang ada, terutama ketika terjadi kegagalan pasar. Hal ini tentu
sangat berlawanan dengan pendekatan klasik maupun neoklasik, yang
memandang negara sebagai penghalang dan penghambat dalam mencapai
kemakmuran, sehingga peran negara harus dihilangkan dalam kegiatan ekonomi.
Melalui sistem yang ada, negara dapat menjadi penolong ketika terjadi krisis
dalam pasar. Negara berperan untuk mewujudkan kondisi makroekonomi yang
diperlukan agar upaya yang dilakukan individu dalam mengejar kepentingan
pribadi tidak membawa dampak negatif 86. Caranya negara memanfaatkan
kewenangan dan kekuasaannya untuk membuat permintaan agregat, memperkuat
sektor keuangan, dan stabilitas harga yang mana sebagian besar dari itu dilakukan
melalui kebijakan fiskal pemerintah 87.
84
Yustika, op.cit., hal 36.
Yustika, op.cit., hal 37.
86
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 286.
87
Yustika, op.cit., hal 38.
85
35
D.3 Posisi Pemerintah Dalam Pendekatan Ekonomi Politik
Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa ekonomi politik lahir
berdasarkan proses ekonomi yang ada. Yang berarti melihat ekonomi sebagai
arena dan politik sebagai ruang untuk melakukan tindakan oleh para pelaku pasar
atau aktor-aktor yang bermain dalam proses ekonomi, termasuk pemerintah,
karena pemerintah punya kepentingan dalam kegiatan ekonomi yang ada. Clark
menjelaskan ekonomi politik sebagai interaksi antara pemerintah dan pelaku
pasar, untuk mencapai kesepatakan bersama tentang individu dan masyarakat.
Clark menempatkan kegiatan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai kesepatan,
antara dua aktor tersebut. Sedangkan Caporraso dan Levine melihat ekonomi
politik sebagai alat untuk melihat fenomena yang ada dalam ekonomi, karena
dalam proses ekonomi ada proses sosial dan dinamika antar aktor. Caporasso dan
Levine juga melihat ekonomi sebagai fenomena yang didalamnya terkandung
nilai politik yang dihasilkan dari interaksi dan dinamika antar aktor yang ada.
Berbagai unsur yang terkandung dalam ekonomi politik memperlihatkan bahwa
ekonomi tidak hanya mengandung hal-hal yang bersifat teknis saja.
Ekonomi politik merupakan suatu ilmu yang melihat proses ekonomi tidak
hanya semata-mata masalah material (produksi dan reproduksi), tetapi di
dalamnya ada proses sosial yang melibatkan faktor yang lebih luas daripada
kegiatan ekonomi itu sendiri, yakni berkaitan dengan politik antar aktor. Politik
yang dimaksut disini tidak hanya yang bersifat resmi (pemerintah), tetapi juga
yang bersifat umum, seperti politik sehari-hari (dailly politic). Epstein
36
menjelaskan ekonomi politik merupakan relasi antar aktor yang memiliki
kepentingan dalam proses ekonomi yang ada 88.
Empat pendekatan diatas memiliki sudur pandang yang berbeda dalam
memahami ekonomi politik yang terjadi melalui kegiatan pasar. Pendekatan klasik
melihat ekonomi politik sebagai sistem pemenuhan kebutuhan yang lebih besar
dari keluarga yang memiliki hubungan salingketergantungan (pembagian kerja),
dan ekonomi politik ini disatukan melalui kontrak pertukaran oleh individu
independen dengan yang memiliki properti sesuai dengan hukum 89. Sedangkan
pendekatan Marxis melihat ekonomi politik sebagai sebuah ilmu yang
mempelajari anatonmi masyarakat sipil, yang dimaksut masyarakat sipil adalah
masyarakat non-politik, pasar atau perekonomian 90. Marx menunjukan bahwa
sisitem kapitalis tidak dapat memberikan kepastian kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat dan menimbulkan banyak ketimpangan, sehingga sistem sosialis
dirasa sebagai jalan keluar untuk mengatasi ketimpangan yang ada.
Terakhir ada pendekatan Keynesian yang menegaskan kemampuan pasar
untuk meregulasi dirinya sendiri banyak mengalami kekurangan. Satu agenda
penting yang di usung Keynes adalah peran dalam pemerintah untuk menjamin
nafkah warga masyarakat dan menjamin adanya investasi dari masyarakat 91.
Untuk lebih memahami mengenai tiga pendekatan ini disajikan tabel garis besar
dari masing-masing pendekatan.
88
Dalam The Political Economy of Population Economics. 2006. Kode 20008009_2
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 541.
90
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 542.
91
Caporaso dan Levine, op.cit., hal 545-546.
89
37
Bagan 1.2
Posisi Pemerintah Dalam Pendekatan Ekonomi Politik
Sifat /
Pasar
Negara
Pendekatan
pasar merupakan akibat dari
peran negara sangat
tindakan individu dalam mencari
minim bahkan tidak
Klasik
keuntungan, dan pasar memiliki
memiliki peran sama
kemampuan untuk meregulasi
sekali
dirinya sendiri
negara memiliki peran
sentral, karena negara
pasar adalah sarana kapitalis
adalah agen penyedia
Marxian
untuk merampan nilai surplus dan
fasilitas dan akomodasi
mengakumulasi modal
pasar, serta sebagai
pelaku ekonomi
negara perlu ikut campur
dalam kegiatan ekonomi,
pasar tidak dapat meregulasi
terutama dalam
dirnya sendiri, karena kegagalan
kegagalan pasar dan
Keynesian
pasar pasti akan terjadi, hal ini
negara dapat melakukan
disebabkan dari perilaku
penawaran agregat untuk
menyimpang individu
mengatasi kegagalan
tersebut
38
Perbedaan pandangan mengenai peran negara dalam kegiatan ekonomi
merupakan satu poin menarik. Karena negera sebagai pemegang kewenangan dan
kekuasaan tertinggi dalam suatu kelompok masyarakat, belum tentu dapat ikut
berperan bahkan tidak memiliki ruang sama sekali dalam kegiatan ekonomi yang
ada.
D.4. Pendekatan Keynesian Sebagai Dasar Analisa Kajian
Kajian “Perspektif kebijakan ekonomi politik pemerintah Hindia Belanda
dalam mengelola industri gula Mangkunegaran tahun 1870-1930” menggunakan
pendekatan Keynesian sebagai alat analisa. Negara diperlukan hadir dalam
kegiatan ekonomi, karena pasar tidak berjalan netral. Artinya perbedaan besaran
kapital mempengaruhi kewenangan untuk memperoleh informasi, semakin besar
kapital maka akan semakin mudah memperoleh informasi, dan begitu sebaliknya.
Informasi merupakan syarat utama bekerjanya sistem pasar. Dengan begitu, peran
negara (pemerintah) harus ada dalam kegiatan ekonomi, dengan batas-batas
tertentu.
Dalam kasus industri gula, pemerintah Hindia Belanda menempatkan
Nusantara sebagai primadona karena keuntungan yang dihasilkan dari industri
gula tersebut sangat besar. Tetapi potensi Nusantara tidak hanya diketahui oleh
bangsa Belanda saja, banyak negara Eropa, Asia dan Amerika yang melihat
potensinya. Posisi Mangkunegaran sendiri bagi pemerintah Hindia Belanda adalah
sebagai penyeimbang kekuatan praja kejawen atau vorstenlanden lainnya. Tetapi
jika Mangkunegaran terlalu berkembang, bisa membahayakan pemerintah Hindia
Belanda.
39
Sebagai sebuah aset penting, pemerintah Hindia Belanda perlu menjaga
perekonomian Nusantara dan disisi lain menjaga keseimbangan kekuatan
Mangkunegaran agar tetap tunduk kepada Kerajaan Belanda. Kebijakan ekonomi
yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda memiliki arti yang lebih luas
daripada hanya untuk mengatur kegiatan industri gula dan ekonomi lainnya di
Nusantara. Sehingga pendekatan Keynesian menjadi relevan serta dapat
membantu melihat dan memahami fenomena pemerintah Hindia Belanda tersebut.
E. Definisi konseptual
Kebijakan ekonomi politik:
Yakni kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dalam kasus ini pemerintah
Hindia Belanda untuk mengatur, mengelola, merespon lingkungan atau atomosfer
ekonomi yang ada. Kebijakan ini tidak hanya mengatur hal-hal yang langsung
berhubungan dengan proses produksi dan reproduksi, konsumsi, serta distribusi.
Tetapi juga mengatur hal-hal yang secara tidak langsung atau faktor pendukung
yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi tersebut seperti, pengaturan sumber
daya, mengenai tenaga kerja, infrastruktur, transportasi, dan hal lainnya.
Industri gula:
Yakni proses mengelola barang mentah yang berupa tebu menjadi barang
setengah jadi maupun barang jadi yang bernama gula. Dalam proses industri gula
tersebut diperlukan hal-hal yang bersifat ekonomis (seperti pabrik, alat-alat
produksi, perkebunan tebu) dan juga non-ekonomis, serta bersifat sosial seperti,
para petani tebu, karyawan pabrik, hingga pemerintah. Industri gula memiliki
banyak makna bagi pelaku-pelaku yang memiliki hubungan dengan industri ini.
40
F. Definisi operasional
Indikator karakteristik kebijakan ekonomi politik:
•
Posisi negara dalam kebijakan tersebut
•
Peran negara dalam kegiatan ekonomi yang ada.
•
Proses implementasi kebijakan.
•
Sikap/respon aktor lain terhadap kebijakan yang ada.
G. Metode penelitian
G.1 Jenis Penelitian
Kajian
ini merupakan
penelitian
kualitatif
dengan
teknik
studi
Historiografi atau pendekatan sejarah. Metode historiografi ini dipahami sebagai
suatu proses penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap suatu subjek untuk
menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru, memecahkan suatu
masalah, atau untuk menyokong maupun menolak teori92. Sejarawan lain
menjelaskan historiografi sebagai seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk
mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis,
dan menguji sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis93. Adapula
sejarawan yang mendefinisikan historiografi sebagai proses menguji dan
menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang autentik dan dapat
dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadikan kisah sejarah
yang dapat dipercaya 94.
92
Hilbish, 1952, dalam Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, hal 53.
Garraghan, 1957, dalam Abdurrahman, op.cit., hal 53.
94
Gottschalk, 1983, dalam Abdurrahman, op.cit., hal 54.
93
41
Pendepatan historiografi ini juga memiliki kelemahan, seperti yang
diungkapkan Ibnu Khaldun bahwa pendekatan sejarah memiliki tujuh kelemahan.
Pertama, sikap pemihakan sejarawan terhadap mazhab-mazhab tertentu; kedua,
sejarawan terlalu percaya kepada pihak penukil berita sejarah; tiga, sejarawan
gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat dan didengar serta
menurunkan laporan atas dasar persangkaan keliru; empat, sejarawan memberikan
asumsi yang tidak beralasan terhadap sumber berita; lima, ketidaktahuan
sejarawan dalam mencocokkan keadaan dengan kejadian yang sebenarnya; enam,
kecenderungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang
berpengaruh; dan terakhir, sejarawan tidak mengetahui watak berbagai kondisi
yang muncul dalam peradaban95.
Ada dua alasan peneliti menggunakan metode Historiografi untuk
penelitiannya.
Pertama,
penelitian
ini
merupakan
studi
literatur
yang
mengumpulkan bahan-bahan sejarah yang kemudian diolah menggunakan
pendekatan ilmu politik. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk menilai atau
menguji sumber sejarah yang ada teori tertentu sehingga kesimpulan akhirnya
untuk mengetahui relevansi teori tersebut dengan kasus yang diteliti. Kelemahankelemahan yang ada dalam pendekatan historiografi diminimalisir peneliti dengan
membandingkan sumbersejarah dengan referensi lain seperti buku dan jurnal.
Dengan demikian harapannya agar data yang diperoleh tidak subjektif.
95
Abdurrahman, op.cit., hal 17-18.
42
G.2 Lokus dan Fokus Penelitian
Industri gula sudah lama diperkenalkan pemerintah kolonial, mulai dari jaman
VOC hingga pemerintah Hindia Belanda sendiri. Industri gula sendiri mengalami
banyak pasang surut, dan yang paling mengena adalah pengambilan industri gula
dari tangan VOC kepada pemerintah Hindia Belanda. Dalam manajeman
pemerintah Hindia Belanda, industri gula juga mengalami pasang surut. Dibalik
dinamika yang ada, industri gula Indonesia dapat menembus pasar dunia dan
menjadi negara pengekspor terbesar kedua di dunia pada masa itu. Sebuah prestasi
yang membanggakan tentunya.
Penelitian ini melihat pada kebijakan-kebijakan ekonomi politik yang
dilakukan pemerintah Hindia Belanda dalam mengelola industri gula di
Mangkunegaran pada tahun 1870-1930. Mangkunegaran merupakan salah satu
daerah vosrtenlanden di Surakarta. Dan menarik untuk dilihat karena industri gula
di sana dimiliki oleh pengusaha pribumi, bukan pihak swasta asing.
G.3 Cara Pengumpulan Data
Melihat dari datanya, penelitian ini menggunakan metode kajian literatur atau
biasa disebut studi kepustakaan. Dalam pelaksanaannya penelitian mengumpulkan
data-data tertulis seperti dokumen sejarah baik yang bersifat umum mapun resmi
dari pemerintah, artikel media massa, buku-buku yang terkait, laporan penelitian,
jurnal-jurnal yang terkait, dan informasi lain dari internet. Informasi yang
diperoleh dari sumber-sumber tersebut yang kemudian akan diolah dan dianalisis
dengan menggunakan teori yang sudah dijelaskan di bagian awal.
43
G.4 Teknik Analisis Data
Ketika semua informasi didapatkan, langkah selanjutnya adalah mereduksi
data. Reduksi merupakan sebuah bentuk analisis yang bertujuan untuk
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data secara sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat
ditarik dan diverifikasi 96. Reduksi data dilakukan dengan tetap mengikuti teori
yang digunakan, sehingga analisis data bukan ajang untuk mengamini teori, tapi
untuk membantu peneliti mengupas fenomena yang ada. Pembuatan kesimpulan
di ambil berdasarkan data yang sudah direduksi dengan melihat rumusan masalah.
Karena sejatinya kesimpulan itu menjawab rumusan masalah.
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dibagi kedalam lima bab. Pertama, berisi tentang pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, teori,
definisi konseptual, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika bab.
Kedua, berisi tentang profil singkat Mangkunegaran sebagaio seorang pengusaha,
kemudian gambaran keadaan pasar dari tahun 1870 hingga 1930-an, dan terakhir
gambaran watak pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ketiga, menjelaskan
mengenai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda
dalam mengatur perekonomian Jawa, khususnya industri gula Mangkunegaran.
Keempat, berisi proses implementasi kebijakan serta dampak kebijakan
pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan desa, sistem kepemilikan tanah,
masyarakat (petani) serta bekel. Lima, berisi kesimpulan.
96
Mustika Zed, dalam Valdano Akbar, 2011 hal 42.
44
Download