BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian 1. Gastroenteritis adalah suatu keadaan inflamasi pada usus yang ditandai buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya; dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu (Suharyono, 2008). 2. Gastroenteritis adalah suatu inflamasi yang terjadi di usus ditandai dengan keadaan dimana buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/ tanpa disertai lendir dan darah (Sudoyo, 2002). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan gastroenteritis adalah suatu penyakit inflamasi usus dan lambung yang ditandai dengan keadaan buang air besar dengan konsistensi encer dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari. B. Anatomi dan Fisiologi Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. 6 Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Manusia Sumber : (adam.com) Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu : 1. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, 7 asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. 2. Tenggorokan (Faring) Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media 8 disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. 3. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). 4. Lambung Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. 9 5. Usus halus (usus kecil) Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum). a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam 10 jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. b. Usus Kosong (Jejenum) Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. c. Usus Penyerapan (Illeum) Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu. 6. Usus Besar (Kolon) Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan 11 membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. 7. Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian 12 lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999). C. Etiologi dan Predisposisi Suharyono (2008) dan Sudoyo (2002) menyebutkan bahwa penyebab dari gastroenteritis antara lain : 1. Faktor Infeksi a. Infeksi Internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis. Penyebab infeksi internal adalah virus, bakteri dan parasit: a) Infeksi Virus 1) Retovirus: Retovirus merupakan penyebab tersering. Sering didahulu atau disertai dengan muntah. Biasanya timbul sepanjang tahun terutama pada musim dingin. Dapat ditemukan demam atau muntah. 2) Enterovirus: Biasanya timbul pada musim panas. 3) Adenovirus: Sering timbul sepanjang tahun, menyebabkan gejala pada saluran pencernaan/ pernafasan. b) Infeksi Bakteri 1) Sigella: Semusim, puncaknya pada bulan Juli-September. Insiden paling tinggi pada umur 1-5 tahun. Gejala muntah tidak menonjol. 13 2) Salmonella: Bakteri menembus dinding usus. Gejala yang sering muncul diantaranya feses berdarah, mukoid, mungkin ada peningkatan temperature, muntah tidak menonjol, terdapat sel polos dalam feses, masa inkubasi 6-40 jam, lamanya 2-5 hari, organisme dapat ditemukan pada feses selama berbulanbulan. 3) Escherichia coli: Menembus mukosa (feses berdarah) atau yang menghasilkan enterotoksin. 4) Campylobacter: Biasanya bersifat invasis (feses yang berdarah dan bercampur mukus). Gejala yang sering timbul kram abdomen yang hebat, muntah / dehidrasi jarang terjadi 5) Yersinia Enterecolitica: Gejala yang sering timbul adalah feses mukosa, sering didapatkan sel polos pada feses, nyeri abdomen yang berat, diare selama 1-2 minggu, sering menyerupai apendicitis. c) Infeksi Parasit karena Cacing (ascaris, strongyloides, protozoa, jamur) b. Infeksi Parenteral Ialah infeksi diluar alat pencernaan seperti otitis media akut (OMA), tonsillitis, bronkopneumoni, ensefalitis dan lain-lain. 2. Faktor Non Infeksi a. Malabsorbsi karbohidrat, protein dan lemak b. Faktor makanan: Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 14 3. Faktor Imun Defisiensi imun terutama SIAg (Secretory Imunoglobulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/ flora usus dan jamur terutama candida. D. Patofisiologi Proses terjadinya penyakit gastroenteritis dilihat dari beberapa faktor penyebab antara lain : 1. Faktor Kelainan pada Saluran Makanan Kelainan pada lambung, usus halus dan usus besar yang disebabkan untuk penyakit antara lain akilia gastrika, humor, pasca gastrektomi, vagotomi, vistula intestinal. Obstruksi intestinal parsial, divertikulosis, kolitis ulserosa, poliposis dan endotriatis dapat mengakibatkan perubahan pergerakan pada dinding usus. Jika pergerakan dinding unsur menurun (normal 5 – 30x menit) hal ini menyebabkan perkembang biakan bakteri bertambah dalam rongga usus atau jika pergerakan dinding usus meningkat, peristaltik usus juga meningkat, sehingga terjadi percepatan kontak makanan dengan permukaan usus, makanan lebih cepat masuk kedalam lumen usus dan kolon, kolon bereaksi cepat untuk mengeluarkan isinya sehingga terjadi hipersekresi yang menambah keenceran tinja. 2. Faktor Infeksi Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam lambung akan dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut 15 bisa mati atau tetap hidup, jika masih hidup mikroorganisme tersebut akan masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak. Didalam usus halus akan mengeluarkan toksin yang sifatnya merusak vili-vili usus dan dapat meningkatkan peristaltis usus sehingga penyerapan makanan, air, dan elektrolit terganggu, terjadilah hipersekresi yang mengakibatkan diare. 3. Faktor Makanan Makanan yang terkontaminasi, mengandung kimia beracun, basi, masuk melalui mulut ke dalam lambung. Didalam lambung makanan akan dinetralisir oleh asam lambung. Apabila lolos, makanan yang mengandung zat kimia beracun akan sulit diserap oleh usus halus dan bersifat merusak, reaksi usus akan mengeluarkan cairan sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan dalam usus yang mengakibatkan diare (Price, 1997; Corwin, 2000) E. Manifestasi Klinik Menurut Suharyono (2008), tanda dan gejala penyakit gastroenteritis antara lain : Diare (frekuensi tinja meningkat dan feses lembek/ cair), demam karena adanya organisme invasit yang menyebabkan infeksi, muntah, nyeri abdomen, dehidrasi, penampakan pucat, mata cekung, mata kering, malaise, weightloss (BB menurun). 16 F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gastroenteritis menurut Sudoyo (2002) berupa rehidrasi, dan medikamentosa. 1. Rehidrasi Oral atau Intravena a. Cairan per oral: Cairan yang diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl, dan Na, HCO, Kal dan Glukosa b. Cairan Parentral. 1) Dehidrasi Ringan: 1 jam pertama 25 – 50 ml/kgBB/hari, kemudian 125 ml/kgBB/oral. 2) Dehidrasi sedang: 1 jam pertama 50 – 100 ml/kgBB/oral kemudian 125ml/kgBB/hari 3) Dehidrasi berat: 1jam pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit, 16 jam berikutnya 105 ml/kgBB oralit per oral. c. Pemasangan NGT bila kehilangan cairan berat, gagal terapi dehidrasi oral dan gagal mencoba berulang kali saat akses intra vena 2. Medikamentosa Obat yang perlu diberikan adalah obat anti sekresi, obat anti spasmolitik dan obat antibiotik G. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit gastroenteritis antara lain : dehidrasi, renjatan hipovolemik, kejang, malnutrisi, intoleransi sekunder 17 akibat kerusakan mukosa usus. Adapun dehidrasi sebagai komplikasi gastroenteritis menurut Sudoyo (2002) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2–5% dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kembali lambat, kehausan, kencing sedikit, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. 2. Dehidrasi sedang: kehilangan 5–8% dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kembali lambat, elastisitas kulit kurang, ubun-ubun cekung (untuk bayi yang ubun-ubun besarnya belum menutup/ usia kurang dari 1 tahun), kelopak mata cekung, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. 3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 8–10% dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot kaku sampai sianosis, keadaan umum buruk, kejang, nafas cepat dan dalam. H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang 1. Pengkajian data dasar pasien gastroenteritis menurut Doengoes (2000) yaitu: a. Aktivitas / Istirahat Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, pembatasan aktivitas sehubungan dengan efek proses penyakit. 18 b. Integritas Ego Gejala: Ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan, faktor stress akut/ kronis misalnya: hubungan keluarga, pengobatan yang mahal, faktor budaya, peningkatan prevelensi pada populasi, menolak, perhatian menyempit, depresi. c. Eliminasi Gejala: Episode diare yang tidak dapat disekresikan, hilang timbul, sering tidak terkontrol, flatus lembut dan semi cair : bau busuk dan berlemak (steneatorea), melena, konstipasi hilang timbul. d. Nutrisi/ Cairan Gejala: anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diare/ sensitif misalnya produk susu/ makanan berlemak, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa kering. e. Hygiene Gejala: ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan. f. Nyeri/ Kenyamanan Gejala: nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadran kanan bawah: nyeri abdomen tengah, nyeri tekan menjalar ke bagian periumbilikal, titik nyeri berpindah, nyeri tekan arthritis, nyeri mata, fotopobia, iritasi, distensi abdomen. g. Keamanan Gejala : riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, peningkatan suhu 39,6–40°C (eksaserbasi akut) 19 h. Interaksi Sosial Gejala: masalah berhubungan dengan peran sehubungan dengan kondisi ketidakmampuan aktivitas secara sosial. 2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis: a. PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistet bila diduga terdapat intoleransi gula b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang) 20 I. Pathways Keperawatan Infeksi (bakteri, virus, parasit) Malabsorbsi makanan di usus Tekanan osmotik meningkat Reaksi inflamasi Rangsangan saraf parasimpatis ↑ Pergeseran cairan dan elektrolit ke rongga Peningkatan sekresi cairan dan elektrolit Faktor psikologis Makanan beracun Motilitas usus Isi rongga usus meningkat hipermotilitas Sekresi air dan elektrolit ↑ hipomotilitas Bakteri tumbuh berlebihan GASTROENTERITIS Tubuh kehilangan cairan dan elektrolit Kerusakan mukosa usus Perubahan status kesehatan Hiperperistaltik usus Krisis situasi Anoreksia, mual, muntah demam Defekasi sering Cemas Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan hipertermi Gangguan pola eliminasi fekal Frekuensi BAB ↑ Defisit volume cairan dan elektrolit kehilangan ion kalsium, air Defekasi sering Asidosis metabolik Penurunan volume cairan ekstra sel Feses asam Pembagian darah tidak merata Resiko gangguan integritas kulit Penurunan cairan interstitial Gangguan sirkulasi dehidrasi Perfusi jaringan ↓ syok (Price 1997, Corwin 2000) Hipoksia sianosis, ekstremitas dingin 21 J. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien gastroenteritis menurut Doengoes (2000) adalah: 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebih 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat 3. Gangguan pola eliminasi fekal: diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus 4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan defekasi yang sering 5. Cemas berhubungan dengan krisis situasi karena perubahan status kesehatan dan hospitalisasi K. Fokus Intervensi dan Rasional Fokus intervensi yang bisa dirumuskan pada pasien gastroenteritis menurut Doengoes (2000) adalah: 1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terpenuhinya volume cairan tubuh Kriteria Hasil: mukosa bibir lembab, turgor kulit kenyal, tidak ada tandatanda dehidrasi 22 Intervensi: a. Awasi masukan dan haluaran, karakteristik dan jumlah feses, perkiraan kehilangan yang tidak terlihat seperti berkeringat, ukur berat jenis urin, observasi oliguria Rasional: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan b. Kaji Tanda Vital (Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan) Rasional: Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan c. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari aktivitas Rasional: kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus d. Berikan cairan parenteral dan tranfusi daran sesuai indikasi Rasional: mempertahankan istirahat usus akan memadukan penggantian cairan untuk memperbaiki kekebalan e. Awasi hasil laboratorium contoh elektrolit, magnesium, kalium dan keseimbangan asam basa Rasional: menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi f. Berikan obat sesuai indikasi 1) Antidiare Rasional: menurunkan kehilangan cairan dari usus 23 2) Antiemetik, misal: metoklopramid, ranitidine, ondancentron Rasional: digunakan untuk mengontrol mual dan muntah pada eksaserbasi akut 3) Antipiretik, misal: paracetamol Rasional: elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang gundul, area ulkus dan diare dapat juga menimbulkan asidosis metabolik karena kehilangan bikarbonat (HCO3) 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi Kriteria Hasil: Berat badan ideal atau dalam rentang normal, konjungtiva tidak anemis, membran mukosa bibir merah muda, keseimbangan elektrolit Intervensi: a. Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi harian Rasional: Malnutrisi adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi, agitasi dan mempengaruhi fungsi kognitif/ pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan kemampuan berfikir dan kerja psikologis. 24 b. Gunakan pendekatan konsisten. Duduk dengan pasien saat makan, sediakan dan buang makanan tanpa persuasi/komentar. Tingkatkan lingkungan nyaman dan catat masukan. Rasional: Pasien mendeteksi pentingnya beraksi terhadap tekanan. Komentar apapun yang dapat terlihat sebagai paksaan memberikan fokus pada makanan. Bila staf berespon secara konsisten pasien dapat mulai mempercayai respon staf. c. Berikan makanan sedikit tetapi sering dan makanan kecil tambahan yang tepat Rasional: Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makanan terlalu cepat setelah periode puasa d. Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin. Rasional: Pasien yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa mengontrol lingkungan menyediakan makanan untuk makan. e. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan Rasional: Memberikan catatan lanjut penurunan atau peningkatan berat badan yang akurat. Juga menurunkan obsesi tentang peningkatan atau penurunan. f. Timbang berat badan dengan timbangan yang sama Rasional: Meskipun beberapa program memungkinkan pasien melihat hasil timbangan, ini memaksa isu kepercayaan pada pasien yang biasanya tidak mempercayai orang lain 25 g. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi Rasional: Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan makanan, muntah atau eliminasi, obat dan aktivitas dapat dipantau. Ini juga memisahkan pasien dari orang terdekat (yang dapat sebagai faktor pemberat). h. Berikan diet dan makanan ringan dengan tambahan makanan yang disukai bila ada. Rasional: Memungkinkan variasi sediaan makanan akan memampukan pasien untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dapat dinikmati i. Berikan obat sesuai indikasi 1) Ciprofeptadin (periactin) Rasional: Antagonis, serotonin dan histamin yang digunakan dalam dosis tinggi untuk merangsang nafsu makan, menurunkan penolakan makanan, dan melawan depresi. Tidak tampak efek samping meskipun penurunan mental, kesadaran dapat terjadi. 2) Antidepresan trisiklik misal: Alavil, Endep Rasional: Menghilangkan depres dan merangsang nafsu makan . 26 3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan defekasi yang sering Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan integritas kulit klien dapat teratasi Kriteria hasil: Tidak terjadi lecet dan kemerahan di sekitar anal Intervensi: a. Bersihkan sekitar anal setelah defekasi dengan sabun yang lembut bilas dengan air bersih, keringkan dengan seksama dan taburi talk Rasional: untuk mencegah perluasan iritasi b. Beri stik laken diatas perlak klien Rasional: untuk mencegah gerekan tiba-tiba pada bokong c. Gunakan pakaian yang longgar Rasional: untuk memudahkan bebas gerak d. Monitor data laboratorium Rasional: untuk mengetahui luasan/ PH feses, elektrolit, dll. 4. Gangguan pola eliminasi fekal: diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus, iritasi, inflamasi dan malabsobsi usus Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah gangguan pola eliminasi fekal: diare dapat teratasi Kriteria Hasil: Pola defekasi normal, konsistensi feses normal, meningkatkan fungsi usus mendekati normal 27 Intervensi: a. Observasi/ catat frekuensi defekasi, karakteristik dan jumlah Rasional: diare sering terjadi setelah memulai diet b. Dorong diet rendah serat sesuai dalam batasan diet, dengan masukan cairan sedang sesuai diet yang dibuat Rasional: meningkatkan konsistensi feses. Meskipun cairan perlu untuk fungsi tubuh optimal, kelebihan jumlah mempengaruhi diare c. Batasi masukan lemak sesuai indikasi Rasional: diet rendah lemak menurunkan resiko feses cairan dan membatasi efek laksantif penurunan absobsi lemak d. Observasi tanda sindrom dumping, misal: diare cepat, berkeringat, mual, muntah dan kelemahan setelah makan Rasional: pengosongan cepat makanan dari lambung dapat mengakibatkan distress gaster dan mengganggu fungsi usus e. Bantu perawatan peringeal sering, gunakan salep sesuai indikasi Rasional: iritasi anal, eksoriasi dan pruritus terjadi karena diare. Pasien sering tak dapat mencapai area yang tepat untuk membersihkan f. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misal difenoksilat dengan atropin (lomotil) Rasional: mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai tubuh mengalami perubahan akibat bedah 28 g. Awasi elektrolit serum Rasional: Peningkatan kehilangan gaster potensial resiko ketidakseimbangan elektrolit dimana dapat menimbulkan komplikasi lebih serius/ mengancam 5. Cemas berhubungan dengan krisis situasi karena perubahan status kesehatan dan hospitalisasi Tujuan : Cemas dapat teratasi Kriteria Hasil : menunjukkan keadaan rileks dan terjadi penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditangani Intervensi : a. Catat perilaku ansietas misal gelisah, peka rangsang, menolak, kurang kontak mata, perilaku menarik perhatian Rasional: indikator derajat ansietas b. Dorong menyatakan perasaan, berikan umpan balik Rasional: membantu pasien dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress c. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan misal kondisi dan prosedur Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan keperawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas 29 d. Berikan lingkungan tenang dan istirahat Rasional: memindahkan pasien dari stres luar, meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan ansietas e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru untuk mengatasi stres Rasional: belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu untuk menurunkan stres dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit f. Kolaborasi pemberian obat sedatif misal barbitura, diazepam Rasional: dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat 30