19 BAB II PEMBELAJARAN AKHLAK DENGAN PENGKAJIAN KITAB AL-AKHLAQU LIL BANIN DI MADRASAH DINIYAH WUSTHA A. PEMBELAJARAN AKHLAK DENGAN PENGKAJIAN KITAB ALAKHLAQU LIL BANIN 1. Pengertian akhlak dan Pembelajaran Akhlak Akhlak menurut bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk, mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaan. Dari sudut kebiasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu isim masdar (bentuk infenitif) dari kata “akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqon, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulatsi mazid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabiah (kelakuan, tabiat, watak asar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).1 Kata akhlak lebih luas artinya daripada moral atau etika yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia sebab akhlak meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriyah dan batiniyah seseorang.2 Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut: 1 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hlm. 7 2 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 11-12 19 20 a. Menurut Ibnu Athir: “Hakikat makna khuluq itu ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang kholqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan batin sebgaianya)”. b. Menurut Ibnu Maskawaih: “akhlak adalah keadan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pikiran terlebih dahulu”. c. Menurut Al-Ghazali: “akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu) ”. Dari beberapa pengertian tersebut diatas, dapatlah dimengerti bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi.3 Pelaksanaan pembelajaran adalah berlangsungnya proses interaksi siswa dengan guru pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran pada dasarnya intervensi atau suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan maksud dan tujuan penciptaannya. Pembelajaran juga merupakan usaha sadar dan sengaja yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu 3 A. Mustofa, Opcit, hlm. 12-15 21 sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian tujuan pembelajaran dilukiskan sebagai upaya-upaya guru yang tujuannya membentuk siswa untuk belajar. Pengajaran akhlak berarti pengajaran dalam bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tindak tanduknya (tingkah lakunya). Dalam pelaksanaannya, pengajaran ini berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik. Hakikat pembelajaran akhlak adalah inti pendidikan semua jenis pendidikan karena ia mengarahkan pada terciptanya perilaku lahir dan batin manusia sehingga menjadi manusia seimbang dalam arti terhadap dirinya maupun terhadap luar dirinya. Dari berbagai pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pembelajaran akhlak mengandung arti pengajaran yang membicarakan tentang nilai suatu perbuatan baik atau buruk, yang dengannya diharapkan tumbuh suatu keyakinan yang tidak dicampuri keragu-raguan serta perbuatannya dapat dikontrol oleh ajaran agama. Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan agar peserta didik memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Pembelajaran akhlak sangat strategis untuk diberikan agar peserta didik dapat bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya (Tuhan) dengan baik.4 4 Mustofa, Ibid, hlm. 109 22 2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Akhlak Mengenai fungsi pembelajaran akhlak antara lain sebagai berikut: a. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. b. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. c. Pencegahan peserata didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya sehari-hari. d. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui akhlak. Intinya pembelajaran akhlak berfungsi memberikan kemampuan dan keterampilan dasar kepada peserta didik untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, penghayatan, pengalaman akhlak Islami dan nilai-nilai keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai pengamalan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Adapun tujuan dari pembelajaran akhlak antara lain: a. Terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan perbuatan bernilai baik sehingga tercapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna.5 5 Abdullah, http://pembelajaran–akhlak/wordpress.com/2008/04/22/ diakses: Selasa Desember 2014 30 23 b. Pembelajaran akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan pesrta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, serta pengalaman tentang akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 3. Metode Pembelajaran Akhlak Metode, dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka strategis tersebut haruslah dalam diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka pengembangan sikap mental dan kepribadian agar peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan mudah dicerna dengan baik.6 Beberapa metode dalam pembelajaran akhlak antara lain: 1. Metode Pemahaman Metode ini menuntut pemahaman anak didik terhadap apa yang telah disampaikan. Berikut ini jenis metode tersebut: a. Penggunaan akal (rasio) 6 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 155 24 Dalam metode ini manusia dianjurkan agar mengfungsikan akal secara optimal untuk mencari kebenaran sehingga ia dapat mengoptimalisasikan logika untuk kebenaran dan kesalahan serta untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil yang sematamata didasarkan pada kajian empirik dan bukan taklid buta.7 b. Metode tamtsil Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan sesuatu yang immateri dengan cara yang mudah dengan memberikan tamtsil (perumpamaan) agar mudah dicerna oleh rasio. Metode ini banyak digunakan oleh ahli ilmu eksakta, karena ilmu tersebut hanya bisa dipahami dengan menggunakan bantuan analogi untuk mencapai objek yang ingi dicapai. Analogi dari alam indrawi untuk mengetahui di luar jangkauan indra itulah yang dikehendaki dengan tamtsil.8 2. Metode Penyadaran Metode ini dikonsentrasikan untuk memberikan kesadaran terhadap anak didik dalam menyerap nilai-nilai pendidikan melalui halhal berikut: a. Amar ma’ruf nahi munkar, memesan kebaikan, kesabaran dan kedamaian 7 Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2012), hlm. 216-217 8 Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Ibid, hlm. 219-220 25 Setiap manusia diharapkan saling pesan-memesan dalam kerangka meniti kebaikan dalam kehidupan. Jika kita menganggap diri kita pengajar dan juga belajar, antara yang satu dengan yang lain tidak akan merasa lebih, yang kecil belajar dari yang besar dan yang besar mengajar yang kecil. Metode ini mencakup nilai demokrasi dalam pendidikan. Bukanlah hal yang aib jika pendidik mendengar dan melaksanakan pendapat peserta didik, karena hakikat dari pendidikan adalah mengkaji, mencari, menyuruh kebajikan, dan melarang kemungkaran. Oleh sebab itu, peringatan dibutuhkan semua pihak, baik pendidik, maupun peserta didik. b. Memberi mau’izhah dan nasihat Secara umum Al-Qur‟an adalah mau’izhah bagi orang mukmin. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa ia adalah mau’izhah bagi orang mukmin. Ia juga menjabarkan bahwa mau’izhah kadangkadang juga bersumber dari para pemimpin, orang tua, Nabi, Rasul, bahkan juga dari orang yang lebih kecil, seperti mau’izhah Nabi Ibrahim kepada orang tuanya. Jika demikian, maka mau’izhah yang ada dalam Al-Qur‟an memberikan wacana besar terhadap pendidikan Islam. c. Pemberian ganjaran dan hukuman Dalam pendidikan Islam, hukuman dan prestasi didasarkan atas penyelewengan dan kepatuhan. Hukuman dilakukan untuk 26 meluruskan perilaku ketika cara lain tidak dapat memberikan pengaruh. Cara ini diharapkan dapat memberikan bentuk moral yang baik terhadap peserta didik. Al-Qur‟an mengisyaratkan bahwa sebelum menjatuhi hukuman atau memberikan pujian terlebih dahulu memberikan peringatan, karena jika tujuan akhir hukuman untuk memperbaiki kesalahan peserta didik, sebagai wasilah-nya adalah dengan menjanjikan kesenangan (targhib) agar melaksanakan anjuran, menjanjikan ancaman (tarhib) agar meninggalkan larangan, memberi nasihat untuk meninggalkan kealpaan, dan lain-lain. Al-Qur‟an dalam memberikan ganjaran sesuai dengan kemaslahatan kehidupan. Tetapi, dalam memberikan hukuman dipilihkan yang paling ringan. Jika kesalahan tersebut ternyata terulang lagi, hukumannya disesuaikan dengan kondisi untuk menjadikan manusia dapat memperbaiki kesalahan bukan merasakan pahit dan beratnya hukuman. d. Penyadaran bertahap Kebiasaan mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan, baik positif, maupun negatif. Kebaikan yang positif sangat membantu dalam membentuk kepribadian. Demikian juga kebiasaan yang kurang baik sangat dominan dalam menggagalkan nilai-nilai yang ditanamkan. Untuk menanamkan kebiasaan yang baik, Al-Qur‟an menganjurkan untuk menyenangi lebih dahulu, 27 kemudian baru mempelajari, dan setelah itu baru berusaha melaksanakannya dalam kehidupan. Akhirnya kebiasaan yang dilakukan berdasarkan keyakinan agama tersebut berubah menjadi aktivitas rutin yang ringan. e. Pengendalian nafsu Manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, jasmani potensinya bersumber dari makanan yang kemudian disalurkan untuk melakukan aktivitas, baik positif, maupun negatif. Al-Qur‟an mengarahkan manusia agar memanfaatkan potensi tersebut untuk kegiatan yang bernilai positif. 3. Metode Praktik („amaliah) Dari pemahaman akan muncul kesadaran, dan keasadaran menjadi landasan dalam bermoral. Metode ini merupakan hasil dari kedua metode sebelumnya, dan diantara metode ini antara lain: a. Penugasan Al-Qur‟an menganjurkan agar perbuatan didasari pengetahuan, sehingga perilaku manusia adalah perilaku yang dapat dipraktikkan secara langsung sesama orang lain. Keteraturan hubungan manusia dengan lingkungan, toleransi terhadap sesamanya serta pengorbanan sosial membutuhkan latihan yang rutin. Oleh karena itu, orang yang masuk Islam disyaratkan mengucapkan syahadat sebagai simbol yang akan dipraktikkan dalam kehidupan 28 yang akan dilambangkan dengan rukun Islam, seperti sholat, zakat, puasa dan haji yang kesemuanya mengandung pendidikan ruhani, pendidikan intelektual, pendidikan jasmani, dan pendidikan toleransi serta pendidikan jihad, yaitu perpaduan antara teori dan praktik, ia bukan sekadar peperangan, tetapi lebih ditekankan pada bagaimana manguasai lawan tanpa kekerasan. b. Keteladanan Keteladanan adalah suatu yang dipraktikkan, diamalkan bukan hanya dikhutbhkan, diperjuangkan, diwujudkan, dan dibuktikan. Oleh karena itu, keteladanan menjadi perisai budaya yang sangat tajam yang bisa mengubah sesuatu secara cepat dan efektif.9 Jika ajaran Islam membawa tujuan yang jelas, selazimnya kehidupan orang Islam terisi dengan langkah yang konkret sehingga orang lain tertarik. Pengaruh yang dominan dalam pendidikan adalah melalui contoh untuk dipraktikkan yang membentuk perkembangan jiwa peserta didik. Al-Qur‟an sangat memperhatikan metode ini untuk mengarahkan perjalanan kehidupan manusia. Metode praktik (‘amaly) digunakan tidak hanya dalam masalah keterampilan, tetapi juga untuk menanamkan nilai kepada peserta didik, sehingga tujuan yang diharapkan adalah membentuk manusia yang ‘abid, 9 Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), hlm. 79 29 saleh, yang mapu mengendalikan kehidupan bukan tertindas oleh penghidupan.10 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana dan prasarana, serta faktor lingkungan. 1. Faktor Guru Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan.11 Guru memegang peranan yang penting bagi keberhasilan belajar siswa, karena peran guru tak akan bisa digantikan dalam proses pembelajaran. Adapun peran guru adalah sebagai pengajar yang ahli, motivator, mengelola siswa dan lingkungan belajar, sebagai sosok yang mempengaruhi anak didik,memberikan nasihat pada anak didik, dan mempermudah anak didik dalam belajar. 2. Faktor Siswa Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan 10 Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Opcit, hlm. 225-233 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 52 11 30 irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tingkat sosial ekonomi, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal, dan lain-lain; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap, sikap dan penampilan siswa di dalam kelas juga merupakan aspek lain yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran seperti siswa yang aktif, siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. 3. Faktor Sarana dan Prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. 31 4. Faktor Lingkungan Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. 1. Faktor organisasi kelas Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit; kelompok belajar akan kurang mampu memanfatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada; kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun; banyak siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok. 2. Faktor iklim sosial-psikologis Iklim sosial-psikolgis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pemimpin sekolah. Iklim sosial psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara 32 pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya. Sekolah yang mempunyai hubungan baik secara internal dan eksternal akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain.12 B. MEDIA PEMBELAJARAN 1. Pengertian Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa latin dan bentuk jamak dari medium, secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Secara istilah media berarti penggunaan alat yang berupa benda untuk membantu proses penyampaian pesan.13 Sedangkan dalam bukunya Usman Basyirudin yang berjudul Media Pembelajaran, bahwa pengertian media ialah sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.14 12 Wina Sanjaya, Ibid, hlm. 52-57 H. Ramayulis, Opcit, hlm. 180-181 14 M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 11 13 33 Kitab Al-Akhlaqu Lil Banin adalah media tulis yang dijadikan sebagai sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran akhlak. Kitab ini berisikan berbagai materi tentang akhlak yang dikaitkan juga dengan kisahkisah teladan yang ada didalamnya. 2. Macam-Macam Media Pembelajaran Para ahli telah mengklasifikasikan alat/media pembelajaran kepada dua bagian, yaitu alat pembelajaran bersifat benda (materil) dan alat pembelajaran yang bukan benda (non materil). 1. Alat/ Media Pembelajaran yang Bersifat Benda Menurut Zakiyah Darajat, alat/media pembelajaran yang berupa benda adalah: a. Media tulis, Seperti: Al-Qur‟an, Hadist, Tauhid, fiqih, Sejarah. b. Benda-benda, alam Seperti: hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan dsb. c. Gambar-gambar yang dirancang seperti grafik d. Gambar yang diproyeksikan , seperti: vidio, transparan. e. Audio recording (Alat untuk didengar), seperti: kaset, tape radio. Disamping media visual dan media auditif seperti diatas, media audio visual merupakan media yang berhubungan dengan indra pendengaran dan indra penglihatan sekaligus, seperti: TV dan Vidio. Selain media yang digambarkan diatas, media proyeksi visual, dimana pesan yang kan disampaikan harus diproyeksikan dengan proyektor, media ini cukup mahal. Yang termasuk media ini adalah film 34 bingkai, suatu film transparan yang biasanya dibungkus bingkai, kemudian film bingkai, dimana gambar dalam film bingkai berurutan yang merupakan satu kesatuan, seterusnya transparan (overhead transparancy), dan yang terakhir adalah mikrofis, dimana film transparan berisikan lambang-lambang visual yang kecil yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. 2. Alat Pemebelajaran yang Bukan Benda a. Keteladanan Keteladan pendidik merupakan alat pendidikan yang sangat penting, bahkan yang paling utama. Seorang guru harus selalu mencerminkan akhlak yang mulia dimanapun ia berada, baik di sekolah, di keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Oleh karena sifat-sifat guru dapat dijadikan sebagai teladan bagi murid, maka dalam hal ini posisi guru sebagai alat yakni alat yang ditiru oleh murid. b. Perintah dan Larangan Perintah adalah suatu keharusan untuk berbuat atau melakukan sesuatu yang bermanfaat. Dalam memberikan perintah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) jangan memberikan perintah kecuali karena diperlukan. (2) hendaknya perintah itu dengan ketetapan hati dan niat yang baik. (3) jangan memerintahkan kedua kalinya jika perintah pertama belum 35 dilaksanakan. (4) perintah hendaknya benar-benar dipertimbangkan akan akibatnya. (5) perintah hendaknya bersifat umum, bukan bersifat khusus. Sedangkan larangan adalah suatu keharusan untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan. Misalnya larangan untuk bercakap-cakap dengan suara besar, larangan melakukan perbuatan tidak baik, larangan bergaul dengan orang-orang asusila, dsb. Biasanya larangan ini disertai dengan sangsinya. Namun demikian bagi pendidik maupun bagi orang tua, hendaknya melarang anak itu sesekali saja, sebab anak yang selalu dilarang dalam segala perbuatan dan permainannya sejak kecil, akan dapat menghambat perkembangan dirinya. c. Ganjaran dan hukuman Ganjaran adalah sesuatu yang menyenangkan yang dijadikan sebagai hadiah bagi anak yang berprestasi baik dalam belajar, dalam sikap prilaku. Yang terpenting dalam ganjaran hanya hasil yang dicapai seorang anak, dan dengan hasil tersebut pendidikan dapat membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu. 36 Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, sehingga anak akan menjadi sadar dan berjanji tidak akan mengulanginya.15 3. Prinsip dan Dasar Pertimbangan Pemilihan Media Pembelajaran. Dalam kaitannya dengan usaha menciptakan suasana yang kondusif itu, alat/media pendidikan atau pengajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab alat/media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan penglihatan. Adanya alat/media bahkan dapat mempercepat proses pembelajaran murid karena dapat membuat pemahaman murid lebih cepat pula.16 Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam memilih media, yaitu antara lain: a. Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah diterapkan. b. Aspek materi menjadi pertimbangan yang dianggap penting dalam memilih media. c. Kondisi peserta didik dari segi subjek belajar menjadi perhatian yang serius bagi guru dalam memilih media yang sesuai dengan kondisi anak. Faktor umur, intelegensi, latar belakang pendidikan, budaya dan 15 16 H. Ramayulis, Opcit, hlm. 182-189 H. Ramayulis, Opcit, hlm. 179-180 37 lingkungan anak menjadi titik perhatian dan pertimbangan dalam memilih media pengajaran. d. Ketersediaan media sekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru. e. Media yang dipilih seharusnya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada audien (peserta didik) secara tepat dan berhasil, dengan kata lain tujuan yang ditetapkan dapat dicapai secara optimal. f. Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemenfaatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai.17 4. Nilai dan Manfaat Media Pembelajaran Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: 1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 17 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009) hlm. 15-16 38 2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. 3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. 4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar mengajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain. Alasan kedua adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir kongkret menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks.18 5. Fungsi dan Tujuan Media Pembelajaran a. Fungsi Media Pembelajaran 1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar. 2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa 18 Nana Sudjana, dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2010), hlm. 2-3 39 untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. 4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka.19 5) Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu. Peristiwa-peristiwa penting atau objek yang langka dapat diabadikan dengan foto, film atau direkam melalui video/audio, kemudian peristiwa itu dapat disimpan dan dapat digunakan manakala diperlukan. 6) Memanipulasikan keadaan, peristiwa atau objek tertentu. Melalui media pembelajaran, guru dapat menyajikan bahan pelajaran yang bersifat abstrak menjadi konkret sehingga mudah dipahami dan dapat menghilangkan verbalisme. 7) Menambah gairah dan motivasi belajar peserta didik. Penggunaan media dapat menambah motivasi belajar peserta didik terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat.20 b. Tujuan Media Pembelajaran Tujuan media pembelajaran yaitu: 1. Mempermudah proses pembelajaran di kelas 19 20 Azhar Arsyad, Opcit, hlm. 26-27 Wina Sanjaya, Opcit, hlm. 170-171 40 2. Meningkatkan efesiensi proses pembelajaran 3. Menjaga relevansi antara materi dengan tujuan belajar 4. Membantu konsentrasi pembelajar dalam proses pembelajaran.21 C. MADRASAH DINIYAH 1. Pengertian dan Sejarah Madrasah Diniyah Madrasah diniyah ialah lembaga pendidikan pengajaran agama Islam secara klasikal yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua (masyarakat) yang menginginkan anak-anaknya yang bersekolah di sekolahsekolah untuk mendapat pendidikan agama Islam yang lebih baik.22 Sejarah perkembangan madrasah diniyah tidak terlepas dengan sejarah berdirinya pondok pesantren, madrasah diniyah juga berkembang dari bentuknya yang sederhana yaitu, pengajian di masjid-masjid, langgar dan surau. Berasal dari bentuknya yang sederhana ini berkembang menjadi pondok pesantren. Persinggungannya dengan sistem madrasah ini pada mulanya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Dalam perkembangan selanjutnya, pada sebagian madrasah diberikan mata pelajaran umum, dan sebagian lainnya tetap mengkhususkan diri hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan bahasa arab. Madrasah yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama inilah yang dikenal dengan madrasah diniyah. 21 http://www.academia.edu/7899082/Tugas_Makalah_Media_pembelajaran_PENGERTIAN_TUJ UAN_MAMFAAT_dan_FUNGSI_MEDIA_PEMBELAJARAN di akses tanggal 13-01-2015 22 Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 207208 41 Menurut Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, jumlah madrasah diniyah diseluruh tanah air cukup besar. Pada tahun 2001 madrasah diniyah awaliyah 1.298 buah, madrasah diniyah wustha 842 buah dan madrasah diniyah ulya 538 buah. Dari sumber yang sama, total kelembagaan madrasah diniyah hingga tahun 2001 mencapai 19.014 buah. Sementara siswa yang tercatat mencapai: 2.376.910 orang, terdiri dari lakilaki: 1.183.952 orang dan perempuan: 1.102.230 orang. Sementara guru yang mengajar di madasah diniyah sebanyak: 71.714 orang. Data ini menunjukan bahwa madrasah diniyah masih lekat dengan muslim Indonesia. Ini sekaligus mendorong Kementrian Agama untuk terus berupaya meningkatkan peran dan fungsi lembaga madrasah diniyah ini.23 Tumbuhnya madrasah diniyah dilatar belakangi oleh keresahan sebagian orang tua siswa di sekolah umum yang merasakan bahwa pendidikan agama yang diterima anaknya disekolah umum belum memadai untuk mengantarkan anaknya dapat melaksanakan ajaran agama Islam sesuai yang diharapkan. Inilah antara lain, sebabnya muncul berbagai nama yang dialamatkan kepada lembaga madrasah diniyah ini seperti sekolah mengaji, sekolah sore, dan berbagai istilah-istilah lokal lainnya.24 2. Jenjang Pendidikan Madrasah Diniyah 23 Choirul Fuad Yusuf, dkk, Inovasi Pendidikan dan Keagamaan, (Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2006), hlm. 273-274 24 Choirul Fuad Yusuf, Ibid, 313 42 Jenjang pendidikan madrasah diniyah dapat dibagi kepada 3 tingkatan, yaitu: 1. Madrasah Diniyah Awaliyah Madrasah diniyah awaliyah merupakan madrasah tingkat pertama, lama belajar 2 tahun dari kelas 1 sampai dengan kelas 11 dengan sistem semester, jumlah jam mata pelajaran sebanyak 18 jam dalam seminggu, setiap jam pelajaran 45 menit. 2. Madrasah Diniyah Wustha Madrasah diniyah wustha merupakan madrasah diniyah tinkat tengah, lama belajar 2 tahun dari kelas 1 sampai dengan kelas 11 dengan sistem semester, jumlah jam mata pelajaran sebanyak 18 jam dalam seminggu, setiap jam mata pelajaran 45 menit. 3. Madrasah Diniyah Ulya Madrasah diniyah ulya merupakan madrasah diniyah tingkat atas, lama belajar 2 tahun dari kelas 1 sampai dengan kelas 11 dengan sistem semester jumlah jam mata pelajaran sebanyak 18 jam dalam seminggu, setiap jam pelajaran 45 menit.25 3. Kurikulum Madrasah Diniyah a. Pengertian Kurikulum Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari atau curere yang berarti tempat berpacu. Jadi 25 Rochidin Wahab, Loc cit, hlm. 208 43 istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.26 Dalam bahasa Arab, kata kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sementara arti manhaj kurikulum dalam pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat dalam kamus adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional dalam pasal 1 ayat 19 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Adapun yang menjadi pokok dari materi kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan, aktivitas dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan. Tujuan yang akan dicapai dari kurikulum pendidikan Islam adalah membentuk anak didik berakhlak mulia, dalam hubungannya dengan hakikat penciptaan manusia. Sehubungan dengan kurikulum pendidikan Islam, dalam penafsiran luas, kurikulumnya berisi 26 hlm. 1 Subandijah, Pengembangan Inovasi dan Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 44 materi untuk pendidikan seumur hidup (Long life education), sesuai dengan hadis “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang kubur”.27 Untuk memudahkan pelaksanaan kurikulum madrasah diniyah, seorang guru perlu menyusun suatu program pengajaran yang disebut satuan pelajaran. Adapun kerangka satuan pelajaran tersebut adalah sebagai berikut: a. Mata pelajaran (apa)? b. Pokok bahasan (mengenai apa)? c. Sub pokok bahasan (mengenai apa)? d. Kelas (berapa)? e. Catur wulan/ semester (ke berapa)? f. Waktu (berapa jam pelajaran untuk menyelesaikan pokok atau sub pokok bahasan tersebut)?28 b. Struktur Program Kurikulum Madrasah Diniyah 1) Program pendidikan madrasah diniyah awaliyah terdiri dari enam mata pelajaran, yaitu: a) Al-Qur‟an Hadist terdiri dari empat sub mata pelajaran: AlQur‟an, Al-Hadist, Tarjamah, Tajwid. b) Aqidah Akhlak c) Ibadah Syariah 27 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), hlm. 62 28 Rochidin Wahab, ibid, hlm. 211 45 d) Tarikh Islam e) Bahasa Arab f) Praktek Ibadah Waktu yang diperlukan setiap minggu adalah 18 jam pelajaran x 40 menit = 720 menit. menggunakan sistem catur wulan yaitu belajar rata-rata selama 72 hari belajar efektif. 2) Program pendidikan diniyah wustha, terdiri dari enam mata pelajaran, yaitu: a) Al-Qur‟an Hadist, terdiri dari tiga sub mata pelajaran, yaitu: AlQur‟an, Tafsir-Tarjamah, Al-Hadist. b) Aqidah Akhlak c) Syariah d) Tarikh Islam e) Bahasa Arab f) Praktek Ibadah Waktu yang diperlukan setiap minggu adalah 18 jam pelajaran x 45 menit = 810 menit. menggunakan sistem semester, yaitu belajar rata-rata selama 120 hari belajar efektif. 3) Program pendidikan madrasah diniyah ulya, terdiri dari tujuh mata pelajaran, yaitu: a) Al-Qur‟an- Ilmu Tafsir b) Tafsir- Ilmu Tafsir 46 c) Hadist- Ilmu Hadist d) Akhlak- Ilmu Tauhid e) Syariah, terdiri dari dua sub mata pelajaran, yaitu Fiqih, Ushul Fiqih, Tarikh Tasyri. f) Sejarah Kebudayaan Islam g) Perbandingan Agama h) Bahasa Arab i) Praktek Ibadah Waktu yang diperlukan setiap minggu adalah 18 jam pelajaran x 45 menit = 810 menit. menggunakan sistem semester, yaitu belajar rata-rata selama 120 hari belajar efektif.29 29 Rochidin Wahab, Opcit, hlm. 213-215