KOMUNITAS TERHADAP PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas Hijabers USU Terhadap Pembentukan Identitas Diri) Tri Ayu Videlia Sari Abstrak Skripsi ini berjudul Komunitas terhadap Pembentukan Identitas Diri. Komunitas tersebut ialah komunitas Hijabers USU dan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peran komunikasi kelompok dalam komunitas Hijabers USU terhadap pembentukan identitas diri anggotanya dan bagaimana keterbukaan diri antara anggota komunitas Hijabers USU dalam membentuk identitas diri. Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini ialah 5 orang mahasiswi muslimah di Universitas Sumatera Utara (USU) yang tergabung dalam komunitas Hijabers USU. Melalui pendekatan deskriptif kualitatif, penelitian ini berusaha memahami situasi, menafsirkan serta menggambarkan suatu peristiwa atau fenomena keadaan objek yang terjadi di masyarakat dalam hal ini komunitas Hijabers USU dan pengaruh terhadap identitas diri. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Sesuai dengan konteks masalah yang diteliti, maka hasil penelitian yang diperoleh peneliti ialah komunikasi kelompok yang sering dilakukan oleh komunitas membuat anggotanya menjadi aktif dan merasa percaya diri dalam mengeluarkan ide untuk event yang akan diselenggarakan. Para anggota yang sebelumnya merasa canggung dan kaku untuk berbicara didepan banyak orang, dengan rutinitas komunitas yang sering melakukan diskusi kelompok membuat informan menjadi semakin percaya diri dan yakin akan kemampuannya serta penampilannya dalam berbusana. Berdasarkan hal itu, fakta identitas diri yang muncul pada anggota komunitas Hijabers USU ialah percaya diri. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kepercayaan diri anggota ialah adanya rasa bangga menjadi anggota Hijabers USU sebagai salah satu status sosial mereka, style yang sama, bertambahnya relasi, seringnya melakukan komunikasi kelompok sehingga wawasan menjadi bertambah, adanya keterbukaan diri dan bertambahnya pengetahuan tentang Islam. Kata Kunci: Komunitas Hijabers, Identitas Diri. PENDAHULUAN Setiap manusia pasti akan berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu manusia disebut makhluk sosial karena manusia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan dalam hidupnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial (Bungin, 2006: 25). Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar (naluri) manusia itu sendiri. Kehidupan manusia berhubungan erat dengan interaksi yang hanya terjadi jika melibatkan dua orang atau lebih. Interaksi manusia dalam masyarakat menjadi lebih kompleks daripada hanya interaksi antar dua pribadi. Disaat itulah manusia akan mulai mencari jati diri melalui kebersamaan dengan orang lain sekaligus membentuk identitas diri. Lau & Pun (1999) menyatakan bahwa faktor genetik memainkan sebuah peran terhadap identitas diri, atau konsep self, yang sebagian didasarkan pada interaksi dengan orang lain yang dipelajari dan dimulai dengan anggota keluarga terdekat, kemudian meluas ke interaksi dengan mereka di luar keluarga (Dalam Baron & Byrne, 2004: 164). Mengenal jati diri dan memperkuat identitas diri di tengah masyarakat dapat dipermudah ketika manusia tergabung dalam sebuah komunitas atau kelompok. Karena 1 dalam komunitas atau kelompok inilah setiap individu secara perlahan membuka diri untuk berinteraksi dengan anggota lain. Ketika manusia menjadi anggota dalam komunitas, Ia selalu ingin merasa satu dalam upaya pembentukan pribadi diri. Semakin meningkatnya pengetahuan tentang diri kita, maka semakin mudah untuk kita dalam membentuk identitas diri yang akan membedakan kita dari orang lain. Di dalam komunitas inilah terjalinnya komunikasi kelompok yang dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku anggota yang tergabung didalamnya. Di Indonesia sudah banyak komunitas-komunitas yang hadir sebagai cerminan diri. Mulai dari komunitas berdasarkan agama, suku, budaya, hobi sampai pada komunitas berdasarkan gaya hidup dan fashion style. Salah satu komunitas yang sekarang sedang digandrungi kaum muslimah Indonesia ialah komunitas jilbab yang disebut “Hijabers Community”. Komunitas Hijabers adalah sekumpulan wanita yang ingin terlihat sama dalam satu pandangan dalam bergaya dan berbusana.. Komunitas Hijabers berupaya menghilangkan citra wanita berjilbab yang dahulu dikatakan bergaya kuno, tua, dan kampungan. Komunitas Hijabers telah menginspirasi banyak kaum muslimah muda untuk bergaya dan berbusana ala Hijabers yang stylish dan modern. Buktinya, sudah banyak muslimah yang bergabung dalam komunitas Hijabers, seperti komunitas Hijabers khusus untuk para mahasiswi muslim di Universitas Sumatera Utara yang bernama komunitas Hijabers USU. Hal ini memunculkan suatu identitas baru yang kemudian akan ditunjukkan oleh individuindividu yang tergabung dalam komunitas Hijabers USU. Berdasarkan pra survei yang telah dilakukan oleh peneliti, komunitas ini belum lama terbentuk yaitu pada tanggal 8 Agustus 2012 dan jumlah anggotanya tidak sebanyak komunitas Hijabers Medan yang mencapai ratusan orang, melainkan masih berjumlah 80 orang. Jumlah tersebut adalah anggota yang sudah resmi tergabung dalam komunitas Hijabers USU, tetapi jika dilihat dari jumlah followers (bahasa dalam akun twitter yang berarti mengikuti suatu akun untuk terus berhubungan dengan akun tersebut), tercatat 355 pengguna twitter tertarik menjadi followers komunitas ini. Walaupun tidak sebanyak angka di sosial media, angka ratusan ini tentunya cukup menjelaskan bahwa Hijabers USU banyak dilirik oleh para muslimah di kota Medan, khususnya mahasiswi-mahasiswi yang beragama Islam di USU. Komunitas ini hanya terdiri dari mahasiswi-mahasiswi muslim dari berbagai fakultas di USU. Untuk kegiatannya pun hampir sama dengan Hijabers Medan, hanya saja Hijabers USU menyesuaikan dengan kemampuan financial setingkat mahasiswa, sehingga acara mereka lebih sederhana, namun bermakna dan jauh dari kesan glamour. Sama seperti komunitas-komunitas lainnya, Hijabers USU sering mengadakan event-event positif dan seluruh anggota di dalamnya ikut terlibat. Dengan pemikiran yang berbeda-beda pada awalnya, hal itu dapat disatukan karena komunitas memiliki tujuan yang sama dan anggota komunitas secara bersama-sama berupaya mewujudkan tujuan itu. Upaya mewujudkan tujuan dapat dengan mudah dilakukan jika ada komunikasi kelompok dalam komunitas tersebut. Pandangan negatif dari masyarakat yang mengatakan bahwa komunitas Hijabers hanya sosialita yang sekedar tahu mengenai fashion dan bergaya glamour menjadikan motivasi bagi Hijabers USU untuk membuktikan kepada khalayak bahwa mereka memiliki sisi yang berbeda dari komunitas Hijabers lainnya yang terkesan ekslusif dan glamour. Komunitas Hijabers USU yang anggotanya tidak terlalu banyak seperti komunitas Hijabers Medan membuat komunitas ini tidak terlalu sulit untuk mengadakan pertemuan dan lebih sering berkumpul untuk membahas masalah event. Menambah kreatifitas dan wawasan mengenai Islam dengan menyelenggarakan acara yang bermakna adalah yang lebih penting dibandingkan sekedar bergaya dan mempercantik diri. Saat berkumpul dan berdiskusi, komunitas Hijabers USU melakukan kegiatan komunikasi kelompok. Secara bertahap komunikasi kelompok yang sering terjalin dalam komunitas Hijabers USU akan mempengaruhi pribadi diri masing-masing individu yang tergabung di dalamnya. 2 Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik dan kemudian mencoba melakukan penelitian lebih jauh bagaimana komunikasi kelompok yang terjadi dalam komunitas Hijabers mempengaruhi identitas diri mereka pada penelitian yang berjudul “Komunitas terhadap Pembentukan Identitas Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas Hijabers USU terhadap Pembentukan Identitas Diri)”. KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme yang menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman subjek yang akan diteliti. KOMUNIKASI KELOMPOK Kelompok adalah sejumlah orang yang saling berkomunikasi antara yang satu dengan yang lain, serta sering kali dilakukan sepanjang jangka waktu tertentu dan jumlahnya cukup sedikit, sehingga tiap orang mampu berkomunikasi dengan semua orang, tidak melewati orang lain atau orang kedua, tetapi dengan tatap muka. (Manahan, 2004: 36). Komunikasi kelompok (Group Communications) adalah “komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan komunikan dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang” (Effendy, 2002: 75). Komunikasi kelompok meskipun disebutkan sebagai komunikasi dengan sejumlah orang yang tergabung dalam suatu kumpulan, namun tidak semua kumpulan orang yang berkomunikasi disebut komunikasi kelompok, walaupun sejumlah orang secara fisik bersama-sama berada dalam suatu tempat dan waktu yang sama, belum tentu mereka kelompok. Para ahli psikologi dan juga ahli sosiologi telah mengembangkan berbagai cara untuk mengklasifikasikan kelompok. Adapun klasifikasi kelompok menurut beberapa ahli ialah sebagai berikut : a. Kelompok primer dan sekunder b. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan c. Kelompok deskriptif dan kelompok perspektif Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi Perubahan perilaku individu terjadi karena apa yang lazinm disebut psikologi sosial sebagai pengaruh sosial. Di sini kita akan mengulas tiga macam pengaruh kelompok terhadap prilaku komunikasi yaitu: a. Konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga (Rakhmat, 2007: 150). Ada dua alasan seseorang bergabung dalam kelompok. Pertama, untuk mencapai tujuan yang bila dilakukan sendiri tujuan itu tidak tercapai. Kedua, dalam kelompok seseorang dapat tepuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward sosial seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dan lain-lain. Besarnya anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi dan keputusan yang dibuatnya (http://suryanto.blog.unair.ac.id). Kohesivitas kelompok merupakan derajat dimana anggota kelompok saling menyukai, memiliki tujuan yang sama dan ingin selalu mendambakan kehadiran anggota lainnya. 3 Biasanya kohesivitas ini dikaitkan dengan produktivitas kelompok. Namun tidak semua bentuk kohesivitas kelompok ini berdampak positif, karena anggota bisa merasa tertekan untuk selalu conform terhadap norma kelompok. Hollander (1975) berpendapat bahwa konformitas tidak selalu jelek dan tidak selalu baik. Untuk nilai-nilai sosial yang dipegang teguh oleh system sosial, konformitas diperlukan. Untuk kebersihan moral, kita memerlukan konformitas. Tetapi untuk perkembangan pemikiran untuk menghasilkan hal-hal yang baru dan kreatif, konformitas merugikan (Dalam Rakhmat, 2007: 154). 2. Fasilitasi sosial. Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar, karena itu peneliti-peneliti melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu (Rakhmat, 2007: 155). Dapat dikatakan bahwa Fasilitasi sosial adalah peningkatan prestasi individu karena disaksikan oleh kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga terasa lebih mudah dan kehadiran orang lain dianggap dapat menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. 3.Polarisasi. Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. Polarisasi mengandung beberapa implikasi yang negatif. Pertama, kecenderungan ke arah ekstremisme menyebabkan peserta komunikasi menjadi jauh dari dunia nyata, karena itu makin besar peluang bagi mereka untuk berbuat kesalahan. Kedua, polarisasi akan mendorong ekstremisme dalam kelompok gerakan sosial atau politik. Kelompok ini biasanya menarik anggota-anggota yang memiliki pandangan yang sama. Ketika mereka berdiskusi, pandangan yang sama ini makin dipertegas, sehingga mereka makin yakin akan kebenarannya (Rakhmat, 2007: 158). Pandangan yang dipertegas oleh kelompok itu pada faktanya belum tentu benar. INTERAKSI SOSIAL Kita mempelajari siapakah diri kita adalah melalui pengalaman khususnya interaksi kita dengan orang lain. Salah satu cara kita mempelajari diri kita dari interaksi sosial adalah dengan menemukan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Proses persepsi mengenai sisi baik atau jelek berdasarkan pada apa yang orang lain pikirkan tentang kita disebut dengan penaksiran yang direfleksikan (reflected appraisals). Ini adalah proses yang paling penting yang mempengaruhi konsep diri kita. Istilah reflected appraisals menunjuk pada ide bahwa kita menaksir diri kita sendiri dengan merefleksikan atau bercermin dari bagaimana orang lain menaksir diri kita (Dayaksini & Hudaniah, 2009: 62). Dengan mengetahui pendapat orang lain mengenai bagaimana diri kita, kita akan lebih mudah untuk mengenal pribadi kita apalagi jika tergabung dalam suatu komunitas atau kelompok. Perkembangan pribadi atau karakter 4 seorang manusia ditentukan oleh interaksi yang berkesinambungan antar individu dan lingkungan. Ada beberapa faktor yang menentukan kepribadian seseorang, salah satu faktor terpenting adalah interaksi dengan lingkungannya atau yang sering kita sebut interaksi sosial. Menurut H. Bonner interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia ketika kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Santosa, 2009 : 11). Berdasarkan pengertian menurut Bonner tersebut, interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubunganhubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya. PENGUNGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE) Self disclosure atau pengungkapan diri merupakan sebuah proses membeberkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Pengungkapan diri merupakan suatu usaha untuk membiarkan keontentikan memasuki hubungan sosial kita, dan hal ini berkaitan dengan kesehatan mental dan pengembangan konsep diri. Dalam melakukan proses self disclosure atau pengungkapan diri seseorang haruslah memahami waktu, tempat, dan tingkat keakraban. Kunci dari suksesnya pengungkapan diri itu sendiri adalah kepercayaan. Sedangkan kepercayaan itu sendiri akan muncul ketika seseorang sudah berinteraksi dan berkomunikasi secara mendalam sehingga dapat mengenal orang lain yang baru dikenal. Ada beberapa jenis karakter diri seseorang bila dilihat dari komunikasi kelompok, beberapa diantaranya yaitu: 1. Monopolist Monopolist adalah orang yang mempunyai dorongan untuk selalu berceloteh tanpa henti. orang seperti ini gelisah jika tidak bicara. 2. Pendiam (Silent Patient) Orang yang pendiam dapat tertolong melalui pengamatan langsung untuk mengidentifikasi orang lain, yang aktif, yang mempunyai masalah yang serupa dengan dirinya. Berbagai kasus menunjukkan bahwa perilaku orang seperti ini di luar kelompok akan berubah meskipun di dalam kelompok tidak menunjukkan perubahan. 3. Penolak Pertolongan dan Pengeluh (The Help-Rejecting Complainer) Penolak pertolongan dan pengeluh (the help rejecting complainer) mempunyai pola perilaku yang khas dalam berinteraksi baik antara individu maupun kelompok, yang secara implisit atau eksplisit selalu meminta pertolongan dari kelompok dengan menceritakan masalah atau keluhan, dan kemudian menolak setiap pertolongan yang ditawarkan. (http://danz4141n.wordpress.com). METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan data analisis isi kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif ini dipilih agar dapat menggambarkan sedalam-dalamnya tentang fenomena yang akan diteliti. Dimana metode penelitian kualitatif ini berusaha memahami situasi, menafsirkan serta menggambarkan suatu peristiwa atau fenomena keadaan objek yang terjadi di masyarakat dalam hal ini komunitas Hijabers USU di Kota Medan yang mempengaruhi identitas diri. 5 OBJEK PENELITIAN Objek formal yang diteliti dalam penelitian ini adalah komunitas yang sedang digandrungi mahasiswi-mahasiswi muslimah di Universitas Sumatera Utara yaitu komunitas Hijabers USU. SUBJEK PENELITIAN Peneliti menggunakan teknik snow ball sampling dimana pengumpulan data dilakukan dengan cara intensive-interview yang harus dilakukan melalui wawancara mendalam dari satu responden bergulir ke responden lain yang memenuhi kriteria sampai mengalami titik jenuh (Hamidi, 2010: 95). Informan adalah 5 orang dari komunitas Hijabers USU dari angkatan pertama. Peneliti berhenti pada informan kelima, karena peneliti merasa telah cukup mendapatkan data yang diinginkan untuk menjawab semua pertanyaan penelitian. KERANGKA ANALISIS Gambar 3.1 Kerangka Analisis - Status Sosial Komunitas Hijabers USU - Pandangan masyarakat - Trend Kelompok primer Komunikasi Kelompok Pembentukan Identitas Diri - Monopolist - Silent Patient - Percaya diri Sumber: Hasil Penelitian 2013 TEKNIK PENGUMPULAN DATA Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi 2. Wawancara Mendalam 3. Studi Kepustakaan TEKNIK ANALISIS DATA Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16). 1. Reduksi data 6 Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. 2. Penyajian data Penyajian data ialah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3. Kesimpulan atau verifikasi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwasanya semua informan merasa nyaman bergabung dalam komunitas Hijabers USU. Informan 1, 3 dan 4 adalah pembentuk komunitas Hijabers USU yang terinspirasi dari Hijabers Medan. Sebagai pendiri komunitas ini, mereka mengaku sangat nyaman dan bangga karena eventevent yang mereka selenggarakan telah sukses membuat seluruh anggota aktif berpartisipasi. Kemauan anggota untuk ikut terlibat dalam setiap acara membuat informan 1, 3 dan 4 sebagai pengurus inti merasa lebih mudah dalam melaksanakan event. “Percaya diri pasti bertambah kak, karena Debby bisa membuat event bersama kawan-kawan dan karena Debby sama temen-temen juga kan yang bentuk komunitas ini.” (Wawancara informan 1, 4 Maret 2012) Berkaitan dengan pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi, dalam komunitas ini konformitas dan fasilitasi sosial yang lebih berpengaruh. Komunitas yang menimbulkan status sosial, pandangan masyarakat dan trend membuat seseorang dalam kelompok merasa terpuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward sosial seperti rasa bangga. Bangga akan status sosial yang baru sebagai anggota Hijabers USU dan bangga dengan trend fashion yang mereka ciptakan. Pandangan yang timbul dari masyarakat pun berbeda-beda, ada yang positif, skeptis dan negatif. Walaupun pandangan masyarakat berbeda-beda, namun komunitas Hijabers USU berupaya menciptakan citra yang positif dengan aktif menyelenggarakan event yang bermakna dan dapat mengasah kreatifitas anggota. Berdasarkan hasil wawancara informan sebelumnya, semua informan memiliki satu identitas diri yang sama yaitu percaya diri. Tetapi informan 1 dan 2 juga memiliki identitas yang berbeda dengan informan 3, 4 dan 5. Infroman 1 dan 2 tergolong dalam pribadi diri yang pendiam/ silent patient, sedangkan informan 3, 4 dan 5 adalah monopolist. Informan 1 selaku ketua komunitas lebih menjaga sikapnya dengan tidak terlalu banyak berbicara pada saat berkumpul. Ia lebih memberi kesempatan kepada anggota lain untuk menyatakan pendapat pada saat rapat berlangsung. Sedangkan informan ke 2 mengaku dirinya lebih suka menjadi pendengar daripada menceritakan isi hati kepada anggota komunitas. Baginya, masalah yang dialaminya merupakan privasi yang harus dijaga. Sikap keduanya yang lebih suka menjadi pendengar daripada banyak bicara menempatkan diri mereka menjadi pribadi diri yang silent patient. Hal yang perlu diketahui adalah bahwa diam itu tidak pernah berarti sekedar diam melainkan merupakan suatu perilaku, dan seperti perilaku lainnya, diam juga sebagai contoh perwujudan caranya berhubungan dengan dunia interpersonalnya. Berbeda dengan informan 3,4 dan 5 yang tergolong kategori pribadi diri monopolist. Monopolist merupakan orang yang suka berbicara dan orang yang mempunyai dorongan untuk selalu berceloteh tanpa henti. Biasanya orang dengan karakter seperti ini sangat aktif pada saat diskusi berlangsung. Tapi jika orang dengan karakter ini terlalu berlebihan dalam berbicara maka kelompok yang semula mungkin menyambut dan 7 mendorong sang monopolist untuk berbicara, suasana hati mereka segera berubah menjadi frustrasi. Hal ini tidak begitu baik bagi keharmonisan kelompok atau komunitas. Karakter monopolist dan silent patient sangat berbeda. Jika informan 1 dan 2 lebih suka mendengarkan dan berdiam diri, berbanding terbalik dengan informan 3,4,dan 5 yang sangat suka berbicara di dalam kelompok. Tapi ada satu identitas diri atau pribadi diri yang sama dalam setiap diri informan yaitu percaya diri. Semua informan mengaku memiliki kepercayaan diri yang kuat. Informan 1, 2, 4,dan 5 merasa kepercayaan diri mereka semakin meningkat setelah bergabung dalam komunitas hijabers. Sedangkan untuk informan 3 merasa kepercayaan dirinya tidak mengalami penurunan maupun peningkatan, namun tetap saja informan 3 memiliki rasa percaya diri yang kuat. Peningkatan rasa percaya diri adalah yang paling signifikan yang dialami oleh para informan setelah mereka tergabung di komunitas Hijabers USU. Komunikasi kelompok yang terjadi dalam komunitas Hijabers USU membentuk pribadi diri anggotanya, seperti para informan yang sebelumnya tidak merasa percaya diri dalam mengeluarkan pendapat atau idenya dan merasa minder dengan dirinya, setelah bergabung dalam komunitas yang di dalamnya sering melakukan interaksi dan komunikasi kelompok membuat pribadi diri mereka berkembang. Kepercayaan diri bagi para informan timbul karena berbagai hal. Adapun faktorfaktor yang meningkatkan kepercayaan diri pada informan setelah bergabung di komunitas ialah : 1. Adanya rasa bangga menjadi anggota Hijabers USU sebagai salah satu status sosial mereka. 2. Perasaan nyaman berada dalam komunitas Hijabers USU karena bisa melakukan kegiatan positif. 3. Memiliki teman-teman yang visi dan misinya sama. 4. Fashion style hijab modern yang serupa dengan teman-teman satu komunitas 5. Bertambahnya relasi dan teman dalam kehidupan masing-masing individu. 6. Seringnya melakukan pertukaran informasi dan berbagi pengalaman dalam komunikasi kelompok antar anggota dalam komunitas Hijabers USU 7. Adanya keterbukaan diri dari individu kepada anggota komunitas 8. Bertambahnya pengetahuan tentang syariat Islam dengan melakukan pengajian SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil peneiltian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai komunitas Hijabers USU terhadap pembentukan identitas diri, yaitu: 1. Komunikasi kelompok yang terjalin dengan baik dalam komunitas berperan penting dalam menjaga keharmonisan dan eksisnya suatu komunitas. Seringnya melakukan diskusi kelompok membuat para informan menjadi aktif dan merasa percaya diri dalam mengeluarkan ide untuk event yang akan diselenggarakan. Selain itu, para informan yang sebelumnya merasa canggung dan kaku untuk berbicara didepan banyak orang, dengan rutinitas komunitas yang sering melakukan diskusi kelompok membuat informan menjadi semakin percaya diri dan yakin akan kemampuannya. Hal ini juga disebabkan karena informan merasa dirinya diterima di dalam kelompok dan anggota komunitas menanggapi setiap pendapat yang dikeluarkan oleh informan. 2. Komunitas Hijabers USU merupakan suatu wadah bagi mahasiswi-mahasiswi muslimah di USU agar bisa berbagi pengetahuan tentang hijab dan syariat Islam. 8 Selain itu, komunitas aktif menyelenggarakan event dan melibatkan seluruh anggota, sehingga anggota komunitas menjadi tidak pasif. Komunitas Hijabers USU yang anggotanya memiliki kesamaan gender dan agama membuat informan merasa nyaman serta lebih mudah melakukan interaksi dan komunikasi. 3. Kenyamanan dalam melakukan interaksi dan komunikasi di dalam komunitas terjadi karena adanya pengungkapan diri dari individu. Informan yang tadinya merasa belum mengenal satu sama lain, secara bertahap melakukan pengungkapan diri kepada anggota lain sehingga terjalinlah komunikasi yang baik. Berbagi pengalaman dan pengetahuan menambah wawasan informan dan hal itu sangat bermanfaat. 4. Walaupun terdapat perbedaan dari masing-masing informan, fakta identitas diri yang muncul dari semua informan dalam komunitas Hijabers USU ialah percaya diri. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kepercayaan diri informan adalah adanya rasa bangga menjadi anggota Hijabers USU sebagai salah satu status sosial mereka, perasaan nyaman berada dalam komunitas karena melakukan kegiatan positif, memiliki teman-teman yang visi dan misinya sama, style yang sama, bertambahnya relasi, seringnya melakukan komunikasi kelompok sehingga wawasan menjadi bertambah, adanya keterbukaan diri dan bertambahnya pengetahuan tentang Islam dari melakukan pengajian. SARAN Berdasarkan hasil yang telah diperoleh selama melakukan penelitian, sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian memberikan saran kepada member dan committee yang tergabung dalam komunitas Hijabers USU serta orang-orang diluar komunitas seperti mahasiswa dan mahasiswi dalam menyikapi ataupun menilai komunitas Hijabers USU, sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pengurus dan anggota komunitas Hijabers USU untuk tetap mempertahankan kesederhanaan mereka dalam berbusana, jangan terlalu glamour seperti komunitas Hijabers lain yang hijabnya tidak sesuai syariat Islam. Sikap dan penampilan harus mencerminkan sosok muslimah modern namun tidak menyimpang dari ajaran Islam. 2. Kegiatan komunitas harus lebih ditingkatkan dengan mencoba membuat acara yang lebih bisa menggali kreatifitas anggota maupun orang lain di luar komunitas agar menginspirasi banyak orang bahwa komunitas Hijabers USU bukan sekedar komunitas yang hanya tahu tentang fashion hijab, tapi masyarakat bisa memandang mereka dari sisi positif lainnya. 3. Hubungan yang baik antar anggota komunitas harus tetap terjaga agar semua visi dan misi komunitas dapat tercapai. Komunitas diharapkan dapat memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dalam komunitas sehingga tidak terjadi pertikaian yang dapat mempengaruhi pribadi diri anggota ke arah yang lebih negatif. IMPLIKASI TEORITIS Melalui penelitian ini, diharapkan agar dapat menambah khazanah ilmu komunikasi dan pengetahuan atau wawasan penulis, mahasiswa, maupun masyarakat umum mengenai peranan komunikasi kelompok dalam komunitas terhadap pembentukan identitas diri yang mana dalam penelitian ini membahas tentang komunitas Hijabers USU. 9 PRAKTIS Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan bagi mahasiswa maupun peneliti terdahulu dalam memahami komunitas terhadap pembentukan identitas diri. DAFTAR REFERENSI Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi; Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Dayaksini, Tri & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hamidi. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press. Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif; Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia. Rakhmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Santosa, Slamet. (2009). Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Tampubolon, Manahan. P. (2004). Perilaku Keorganisasian. Jakarta: Ghalia Indonesia Walgito, Bimo. (2007). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Off Set. Sumber Lain: http://danz4141n.wordpress.com/communication-theory/self-disclosure-theory.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2013. 10