RENUNGAN/HOMILI Bacaan Injil dari Yohanes 21:1-14 Saudara-saudari seiman yang terkasih , Pernakah Anda merasa kecewa terhadap seseorang yang Anda anggap sebagai orang yang patut diteladani dan dipercaya? Tentu saja, kita masing-masing memiliki pengalaman itu, bukan? Saya ingin berbagi cerita dengan Anda? Ada seorang Ibu, yang biasa dipanggil dengan nama Bu Santy, memiliki seorang suami yang dianggapnya sangat baik dan setia. Di saat-saat mereka menjalin kasih di masa muda, Ibu Santy begitu terpukau dengan kepribadian pacarnya yang kemudian menjadi suaminya. Bagaimana tidak terpukau, sang pacar penuh perhatian, menerima apa adanya, dan setia. Apa yang dilihat oleh Bu Santy di dalam diri sang suami di masa lampau memang sungguh benar. Selama lima tahun, mereka sungguh merasakan kebahagiaan hidup berumah tangga. Tetapi membagun rumah tangga yang baik tidak semudah membalik telapak tangan. Ibu Santy mulai merasakan perubahan di dalam diri suaminya. Sang suami menjadi sibuk dengan dunianya, jarang berkomunikasi dengan istri, dan lebih mengutamakan orang tuanya. Betapa Ibu Santy kecewa! Dulu dia merasa yakin bahwa suaminya akan menjadi sandaran hidupnya dan yang akan mengerti dirinya. Sekian lama dia merasakan itu, hingga dia memikirkan untuk mengakhiri hidup bersama dengan sang suami.... Saudara-saudari yang terkasih, Pengalaman kekecewaan adalah pengalaman hidup setiap orang. Hari ini pun kita mendengarkan bagaimana para rasul kehilangan harapan setelah Yesus wafat di Salib. Kekecewaan mereka bisa dipahami. Mereka memiliki harapan besar kepada Yesus. Harapan itu terungkap secara jelas dalam percakapan Yesus dengan dua murid yang sedang mengadakan perjalan ke Emaus. Mereka berkata kepada Yesus: “Apa yang terjadi dengan Yesus orang Nazaret. Dia adalah seorang nabi, yang berkuasa dalam pekerjaan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. Tetapi imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya. Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Lukas 24:19-21). Alasan kekecewaan inilah yang mungkin membuat mereka kembali ke pekerjaan mereka semula sebagai nelayan. Untuk apa lagi berharap kepada Yesus, toh Dia sudah mati dengan tidak berdaya dan tidak bisa diharapkan lagi? Kekecewaan dan kehilangan harapan yang begitu besar membuat mereka tidak berpikir dengan baik bahwa tidak mungkin menangkap ikan di siang hari. Sebagai mantan nelayan yang hebat seharusnya mereka tahu bahwa waktu menangkap ikan yang baik adalah malam hari. Betapa mereka linglung dan tanpa semangat sebagai seorang murid. Saudara-saudari yang terkasih, Yesus adalah Allah yang setia. Kesetiaannya kepada para pengikutnya tidak dikalahkan oleh kematian. Yesus bangkit dari kematian. Yesus yang bangkit dari kematian menampakkan diri kepada para murid-Nya yang sedang dalam kekecewaan dan kehilangan harapan. Yesus membangkitkan harapan mereka kembali dengan cara menyuruh mereka menebarkan jala untuk menangkap ikan. Mereka melakukannya dan lihat mereka menangkap ikan dengan sangat banyak hingga mereka tidak mampu menariknya. Peristiwa itu membuka mata mereka bahwa Orang yang menyuruh mereka menebarkan jala adalah Tuhan Yesus sendiri. Dan pada saat makan bersama, mereka semua tahu bahwa Orang yang yang ada di hadapan mereka itu adalah Tuhan. Apa yang terjadi dengan para murid setelah berjumpa dengan Yesus yang BANGKIT? Perjumpaan para murid dengan Yesus yang bangkit membangkitkan semangat mereka sebagai murid. Mereka tidak hidup lagi dalam ketakutan, kekecewaan dan keputusasaan. Mereka memiliki keberanian mewartakan iman akan Yesus Kristus. Petrus yang dulu menyangkal Yesus, kini memiliki keberanian mewartakan bahwa Yesus sudah dibangkitkan dan hanya di dalam Yesus ada keselamatan. Saudara-saudari yang terkasih, Lembaran-lembaran kisah perjalanan hidup kita menunjukkan kepada kita aneka fakta hidup yang sulit dan kompleks. Dalam keseharian, kita mengalami kegalauan, keletihan, kadangkadang kehilangan harapan, kesendirian yang mencekam. Kita hidup dalam ketergesa-gesaan untuk mencari nafkah hidup. Kita terpacu bekerja seperti mesin. Kita hidup dalam penantian untuk memperoleh status warga Negara, tetapi ketika kita mendapatkannya kita hidup sebagai orang asing, entah karena perbedaan budaya atau apa pun sebabnya. Ketika kita merindukan sapaan dan sabda Tuhan dalam bahasa yang kita mengerti, kita pun sulit mendapatkannya. Kita ingin lari dari kehidupan seperti ini! Kita terus menerus berteriak dengan “kesakitan” kepada Allah yang kita harapkan dapat menolong, tetapi rupanya Dia hanya diam: “Allahku, Allahku mengapa Engkau minggalkan aku? Aku berseru-seru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku… (Mazmur 22:2ff).” Kita mengajukan gugatan terhadap Allah yang tampaknya diam dan membisu. Kita kecewa dan ingin lari dari fakta hidup yang kita alami seperti yang dialami para rasul. Kita ingin mencari rasa aman di tempat lain. Apa yang diungkapkan oleh seorang remaja ini sungguh mewakili apa yang kita alami. Dia berkata: “Aku lari ke kota ini untuk menghindari kenyataan hidup yang pahit ini. Tetapi itulah kehidupan yang Anda bilang keras seperti batu. Tetapi setelah pindah ke sini hidup ini tak berubah. Aku tetap saja merasakan dan mendapatkan kenyataan pahit.” Rupanya kita tidak bisa menghindari fakta kehidupan yang demikian sulit dan kompleks itu. Jika kita menghindarinya saat ini dan di tempat ini, maka kita pun akan menemukannya di waktu dan tempat lain. Jika kita tidak pernah berhenti menghindarinya, maka kita akan menjadi orang yang terluka dan marah. Kita menjadi orang yang kurang mampu melihat keindahan hidup ini. Saudara-saudari yang terkasih, Belajar dari para rasul, marilah kita berani menghadapi kehidupan ini apa pun bentuknya. Tetapi itu hanya mungkin bisa kita jalani jika kita juga berjumpa dengan Allah yang hidup di dalam diri Yesus Kristus. Perjumpaan dan kedekatan dengan Yesus akan memampukan kita melihat keindahan hidup ini. Semoga Paskah tahun ini membukakan hati kita untuk menyadari betapa Yesus mencintai kita; dan kesalamatan hanya kita temukan di dalam Dia. Selamat Paskah! Frater, Bastian Wawan, cm