PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2004
TENTANG
PENATAGUNAAN TANAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah;
Mengingat
:
1.Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3.Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
4.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
6.Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3745);
7.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3952);
8.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4090);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENATAGUNAAN TANAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah
melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan
sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
2.Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang per orang, kelompok orang, atau badan
hukum dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
3.Penggunaan tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami
maupun buatan manusia.
4.Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik
penggunaan tanahnya.
5.Hak atas tanah adalah hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
6.Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional yang telah ditetapkan.
7.Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden
beserta para Menteri.
8.Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai
Badan Eksekutif Daerah.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penatagunaan tanah berasaskan keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras,
seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Pasal 3
Penatagunaan tanah bertujuan untuk:
a.mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi
kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;
c.mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;
d.menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi
masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
BAB III
POKOK-POKOK PENATAGUNAAN TANAH
Pasal 4
(1) Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola
pengelolaan tata guna tanah.
(2) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan di bidang
pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
(3) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(4) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan sesuai dengan
jangka waktu yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 5
Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan melalui kebijakan
penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah.
BAB IV
KEBIJAKAN PENATAGUNAAN TANAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 6
Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap:
a.bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar;
b.tanah negara;
c.tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 7
(1) Terhadap tanah-tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, penggunaan dan pemanfaatan
tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria
teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Pedoman, standar dan kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan lebih lanjut
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.
(4) Penggunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya.
(5) Pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak sesuai dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya.
Pasal 8
Pemegang hak atas tanah wajib menggunakan dan dapat memanfaatkan tanah sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah, serta memelihara tanah dan mencegah kerusakan tanah.
Bagian Kedua
Penguasaan Tanah
Pasal 9
(1) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas
(2) tanah.
Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang di atas atau di bawah tanahnya dilakukan
pemanfaatan ruang.
Pasal 10
(1) Terhadap tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 setelah penetapan Rencana Tata Ruang
Wilayah, penyelesaian administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak atas tanah
atau kuasanya memenuhi syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Apabila syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak dipenuhi, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 11
(1) Terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak
atas tanah, kecuali pada kawasan hutan.
(2) Terhadap tanah dalam kawasan cagar budaya yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan
hak atas tanah tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali pada
lokasi situs.
Pasal 12
Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut,
rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.
Bagian Ketiga
Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
Pasal 13
(1) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai
dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami.
(3) Penggunaan tanah di kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh
diterlantarkan, harus dipelihara dan dicegah kerusakannya.
(4) Pemanfaatan tanah di Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak saling
bertentangan, tidak saling mengganggu, dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap
(5) penggunaan tanahnya.
Ketentuan penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan melalui pedoman teknis penatagunaan tanah, yang menjadi
syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1).
Pasal 14
Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemegang hak atas tanah wajib mengikuti
persyaratan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di
sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan atau sempadan sungai, harus
memperhatikan :
a.kepentingan umum;
b.keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan,
keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan.
keterkaitan
ekosistem,
Pasal 16
Apabila terjadi perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka penggunaan dan pemanfaatan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 mengikuti Rencana Tata Ruang Wilayah yang terakhir.
Pasal 17
(1) Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya.
(2) Peningkatan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan hak
atas tanahnya serta kepentingan masyarakat.
Pasal 18
Pemanfaatan tanah dalam kawasan lindung dapat ditingkatkan untuk kepentingan pendidikan,
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ekowisata apabila tidak
mengganggu fungsi lindung.
Pasal 19
(1) Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tanah yang tidak terkait dengan
penguasaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilaksanakan apabila
tidak mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengganggu pemanfaatan tanah harus
mendapat persetujuan pemegang hak atas tanah.
(3) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 20
Penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah.
BAB V
PENYELENGGARAAN PENATAGUNAAN TANAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 21
Penyelenggaraan penatagunaan tanah dilakukan terhadap tanah-tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6.
Bagian Kedua
Pelaksanaan
Pasal 22
(1) Dalam rangka menyelenggarakan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
dilaksanakan kegiatan yang meliputi :
a.pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;
b.penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan;
c.penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2) Kegiatan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam peta dengan
skala lebih besar dari pada skala peta Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
Pasal 23
(1) Pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi:
a.pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung;
b.penyajian data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung;
c.penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah, serta data pendukung.
(2) Data dan informasi bidang pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai
bahan masukan dalam penyusunan dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah.
(3) Kegiatan penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huruf b meliputi :
a.penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada Rencana Tata Ruang
Wilayah;
b.penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah pada Rencana Tata
Ruang Wilayah;
c.penyajian dan penetapan prioritas ketersediaan tanah pada Rencana Tata Ruang Wilayah.
(4) Pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c dilakukan
melalui :
a.penataan kembali;
b.upaya kemitraan;
c.penyerahan dan pelepasan hak atas tanah kepada negara atau pihak lain dengan
penggantian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. kebijakan penatagunaan tanah;
b. hak-hak masyarakat pemilik tanah;
c. investasi pembangunan prasarana dan sarana;
d. evaluasi tanah.
(6) Dalam pelaksanaan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan
melibatkan peranserta masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Tata cara pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diatur
dalam berbagai pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(8) Pedoman, standar dan kriteria teknis pelaksanaan kegiatan penatagunaan tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dijabarkan lebih lanjut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pasal 24
(1) Dalam rangka pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
Pemerintah Kabupaten/Kota menerbitkan pedoman teknis.
(2) Tata cara penerbitan pedoman teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 25
(1) Dalam rangka pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan penatagunaan tanah, Pemerintah
melaksanakan pemantauan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui pengelolaan sistem
informasi geografi penatagunaan tanah.
Pasal 26
(1) Pembinaan atas penyelenggaraan penatagunaan tanah dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, bimbingan,
pelatihan, dan arahan.
Pasal 27
(1) Pengendalian penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi pengawasan dan penertiban.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Pemerintah dengan cara
supervisi dan pelaporan.
(3) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 28
(1) Pembinaan dan pengendalian penatagunaan tanah terhadap pemegang hak atas tanah
diselenggarakan pula dengan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemegang hak atas tanah yang
secara sukarela melakukan penyesuaian penggunaan tanah.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada pemegang hak atas tanah
yang belum melaksanakan penyesuaian penggunaan tanahnya.
(4) Bentuk-bentuk insentif dan disinsentif ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Pasal 29
Pemerintah melaksanakan penataan kembali terhadap pemegang hak atas tanah dari golongan
ekonomi lemah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan
dengan penatagunaan tanah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Pemerintah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 10 Mei 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal, 10 Mei 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 45
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan II,
Edy Sudibyo
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 16 TAHUN 2004
TENTANG
PENATAGUNAAN TANAH
I.
UMUM
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh Negara untuk
kepentingan hajat hidup orang banyak baik yang telah dikuasai atau dimiliki oleh orang seorang, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat dan atau badan hukum maupun yang belum diatur dalam hubungan hukum
berdasarkan peraturan perundangan-undangan. Berbagai bentuk hubungan hukum dengan tanah yang berwujud
hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk menggunakan tanah sesuai dengan sifat dan tujuan haknya
berdasarkan persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaannya.
Tanah adalah unsur ruang yang strategis dan pemanfaatannya terkait dengan penataan ruang wilayah. Penataan
ruang wilayah, mengandung komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan konsisten dalam
kerangka kebijakan pertanahan yang berlandaskan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria. Sehubungan dengan itu dan atas perintah Pasal 16 Undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, maka dalam rangka pemanfaatan ruang perlu dikembangkan
penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 30 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, ketentuan
Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 52 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, dan sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,
untuk pedoman pelaksanaannya seperti dimaksud dalam undang-undang tersebut perlu dibuat Peraturan
Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah sebagai subsistem penataan ruang.
Peraturan Pemerintah tentang Penatagunaan Tanah ini meliputi kebijakan penatagunaan tanah dan
penyelenggaraan penatagunaan tanah.
Kebijakan penatagunaan tanah meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung
dan kawasan budidaya sebagai pedoman umum penatagunaan tanah di daerah.
Kegiatan di bidang pertanahan merupakan satu kesatuan dalam siklus agraria, yang tidak dapat dipisahkan,
meliputi pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, penatagunaan tanah, pengaturan hak-hak atas tanah, serta
pendaftaran tanah.
Penyelenggaraan penatagunaan tanah di kabupaten/kota meliputi:
a.
penetapan kegiatan penatagunaan tanah;
b.
pelaksanaan kegiatan penatagunaan tanah.
Dalam rangka penetapan kegiatan penatagunaan tanah dilakukan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah; penetapan neraca penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; penetapan pola
penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah serta
kajian kondisi fisik wilayah. Selain menjadi bahan utama dalam rangka penyusunan pola pengelolaan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, hasil inventarisasi yang disajikan dalam peta dengan tingkat
ketelitian berskala lebih besar dari peta Rencana Tata Ruang Wilayah dikelola dalam suatu sistem informasi
manajemen pertanahan antara lain melalui sistem informasi penatagunaan tanah.
Penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dapat dilaksanakan melalui penataan kembali,
upaya kemitraan, penyerahan dan pelepasan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Dalam rangka penyelenggaraan penatagunaan tanah dilaksanakan pembinaan dan pengendalian.
Pembinaan dilaksanakan melalui
pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, dan arahan. Sedangkan
pengendalian dilaksanakan melalui pengawasan yang diwujudkan melalui supervisi, pelaporan, dan penertiban.
Penatagunaan tanah merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. Bagi
Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, penatagunaan tanah merujuk pada
rencana tata ruang lain yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan untuk daerah bersangkutan.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan keterpaduan adalah bahwa penatagunaan tanah dilakukan untuk mengharmonisasikan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Yang dimaksud dengan berdayaguna dan berhasilguna adalah bahwa penatagunaan tanah harus dapat
mewujudkan peningkatan nilai tanah yang sesuai dengan fungsi ruang.
Yang dimaksud dengan serasi, selaras dan seimbang adalah bahwa penatagunaan tanah menjamin terwujudnya
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing pemegang hak atas
tanah atau kuasanya sehingga meminimalkan benturan kepentingan antar penggunaan atau pemanfaatan
tanah.
Yang dimaksud dengan berkelanjutan adalah bahwa penatagunaan tanah menjamin kelestarian fungsi tanah
demi memperhatikan kepentingan antar generasi.
Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah bahwa penatagunaan tanah dapat diketahui seluruh lapisan
masyarakat.
Yang dimaksud dengan persamaan, keadilan dan perlindungan hukum adalah bahwa dalam penyelenggaraan
penatagunaan tanah tidak mengakibatkan diskriminasi antar pemilik tanah sehingga ada perlindungan hukum
dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Kawasan Lindung meliputi: kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang
mencakup kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air; kawasan perlindungan
setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan
sekitar mata air, kawasan terbuka hijau termasuk di dalamnya hutan kota; kawasan suaka alam yang
mencakup kawasan cagar alam, suaka margasatwa; kawasan pelestarian alam yang mencakup taman
nasional, taman hutan raya, taman wisata alam; kawasan cagar budaya; kawasan rawan bencana alam
yang mencakup antara lain kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor, serta
gelombang pasang dan banjir; kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar biosfir, kawasan
perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.
Kawasan Budidaya meliputi: kawasan hutan produksi yang mencakup kawasan hutan produksi terbatas,
kawasan hutan produksi tetap, kawasan hutan yang dapat dikonversi; kawasan hutan rakyat; kawasan
pertanian yang mencakup kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan
tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan, kawasan perikanan; kawasan pertambangan yang
mencakup golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital atau golongan bahan galian yang
tidak termasuk kedua golongan tersebut; kawasan peruntukan industri; kawasan pariwisata; dan kawasan
permukiman.
Kawasan lindung dan Kawasan Budidaya yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara
tetangga,
penatagunaan
tanahnya mempertimbangkan aspek pertanahan dan keamanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk
menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam memanfaatkan ruang serta dalam menyusun
program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus
menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga
pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota yang sudah ditetapkan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan jangka waktu adalah sebagaimana
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
dimaksud
dalam Pasal 22
Penatagunaan tanah diselenggarakan secara bertahap melalui penetapan penyesuaian penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang akan dilakukan oleh Pemerintah, instansi yang
membidangi pertanahan di Kabupaten/Kota dan masyarakat, baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama, sesuai dengan jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang bukan tanah ulayat.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya adalah wujud kegiatan
secara alami maupun buatan yang telah ada dan tidak sesuai dengan peruntukannya, misalnya perluasan
industri di dalam kawasan pertanian lahan basah (beririgasi teknis).
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya adalah kegiatan yang tidak dapat
ditingkatkan nilai tambahnya, misalnya peningkatan perumahan menjadi perdagangan di kawasan
permukiman.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan wajib menggunakan tanah adalah pemegang hak atas tanah mematuhi
syarat-syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah yang telah ditetapkan.Yang dimaksud dengan dapat
memanfaatkan tanah adalah pemegang hak atas tanah dapat meningkatkan nilai tambah dengan cara
melakukan kegiatan lain yang tidak mengganggu penggunaan tanahnya, misalnya memanfaatkan sawah
untuk mina padi (budidaya ikan di sawah).
Memelihara tanah adalah upaya untuk melindungi fungsi tanah misalnya kemampuan tanah terhadap
tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain, misalnya upaya pemulihan kembali tanah yang
rusak, upaya konservasi tanah pertanian, upaya rehabilitasi tanah bekas galian pertambangan dan
sebagainya.
Kerusakan tanah adalah keadaan tanah yang tidak dapat lagi dimanfaatkan sesuai dengan fungsi kawasan
sebagai akibat tindakan yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan terhadap sifat
fisik dan/atau hayatinya.
Pasal 9
Ayat (1)
Penetapan Rencana tata Ruang Wilayah tidak mempengaruhi hubungan hukum atas tanah yang telah ada
haknya baik yang belum maupun yang telah terdaftar, tanah Negara, serta tanah ulayat masyarakat hukum
adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelum adanya penetapan
Rencana tata Ruang Wilayah.
Ayat (2)
Pemanfaatan ruang di atas atau di bawah tidak mempengaruhi hubungan hukum atas tanah yang
penggunaan dan pemanfaatannya tidak terkait dengan pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tersebut
dengan syarat penggunaan dan pemanfaatannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak
mengganggu pemanfaatan ruang di atas dan atau di bawahnya. Pemegang hak atas tanah
dalam pemanfaatan hak atas tanahnya harus sesuai dengan sifat dan tujuan haknya serta tidak
bertentangan dengan peraturan pemanfaatan ruang di atas dan atau di bawahnya.
Contoh pemanfaatan ruang di atas tanah adalah transmisi energi listrik melalui jaringan tegangan tinggi;
pemanfaatan ruang bawah tanah adalah jaringan jalan dan atau kereta api bawah tanah (subway).
Pasal 10
Ayat (1)
Syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah, yaitu dalam bentuk pedoman teknis penatagunaan
tanah yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyelesaian administrasi pertanahan, antara lain
pemindahan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan, dan pemisahan hak atas tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hak atas tanah pada kawasan hutan diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Hak atas tanah tertentu adalah hak atas tanah dengan jangka waktu dan persyaratan tertentu. Salah satu
bentuk persyaratan tertentu adalah ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
di bidang benda cagar budaya.
Pasal 12
Tanah timbul adalah daratan yang terbentuk secara alami maupun buatan karena proses pengendapan di
sungai, danau, pantai dan atau pulau timbul, serta penguasaan tanahnya dikuasai negara.
Reklamasi adalah pengurukan wilayah perairan guna memperluas ruang daratan, penggunaan dan
pemanfaatan tanahnya harus sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tidak mengubah bentang alam antara lain tidak melakukan cut and fill, menutup
dan membelokkan aliran sungai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pedoman teknis penatagunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan tanah
yang lestari, optimal, serasi, dan seimbang (LOSS) di wilayah perdesaan, serta aman, tertib, lancar, dan
sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan, yang menjadi persyaratan penyelesaian administrasi pertanahan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1).
Pasal 14
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini antara lain pedoman teknis penatagunaan tanah,
persyaratan mendirikan bangunan, persyaratan memanfaatkan bangunan, persyaratan dalam Analisis
mengenai Dampak Lingkungan, persyaratan usaha, dan ketentuan lainnya yang diatur dalam peraturan
perundangan-undangan.
Pasal 15
Pulau kecil adalah pulau yang luasan dan jumlah penduduknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pada hakekatnya pulau kecil dan kawasan pesisir khususnya yang
berkaitan dengan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan di bidang-bidang tanah yang berada
disepanjang pantai memiliki keunikan tersendiri baik dari segi kegiatan sosial, ekonomi, lingkungan dan
sumber daya alam lainnya.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 18
Yang dimaksud dengan kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah antara lain sebagai laboratorium alam, transmisi energi dan telekomunikasi.
Yang dimaksud dengan ekowisata adalah antara lain kegiatan wisata alam dan wisata budaya.
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mengganggu adalah sebagaimana yang dimaksud dalam studi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan persetujuan pemegang hak atas tanah yang terkait adalah pemegang hak atas
tanah tidak keberatan terhadap pemanfaatan ruang di atas dan atau di bawah tanah karena pemegang
hak atas tanah mempunyai kepentingan terhadap pemanfaatan ruang tersebut.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain yang mengatur
pertambangan dan rumah susun.
Pasal 20
Penyesuaian adalah kegiatan pemegang hak atas tanah atau kuasanya untuk melakukan penyesuaian, baik
secara swadaya, kerjasama, dan atau penyerahan hak atas tanahnya pada pihak lain, agar penggunaan dan
pemanfaatan bidang tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pasal 21
Penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi penetapan rencana kegiatan dan pelaksanaan kegiatan
penatagunaan tanah.
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan disusun dalam bentuk Neraca Penatagunaan Tanah.
Huruf c
Pola penyesuaian yang dimaksud berisikan arahan kegiatan dan langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan bagi pemegang hak atas tanah atau kuasanya untuk menggunakan dan memanfaatkan
tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peta skala lebih besar adalah sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang tingkat ketelitian peta untuk penataan ruang wilayah.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Pengumpulan dan pengolahan data adalah pembuatan peta kerja, survei dan pemetaan,
komputerisasi dan analisa.
Kemampuan tanah meliputi unsur-unsur fisik tanah antara lain kemiringan tanah, kedalaman tanah,
tekstur tanah, drainase, erosi dan faktor pembatas tanah lainnya.
Evaluasi tanah adalah penilaian sifat-sifat fisik dan lingkungan tanah terhadap rencana penggunaan
dan pemanfaatan tanah, antara lain penilaian kecocokan pertanian, perumahan, industri dalam
rangka upaya penyesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Data pendukung antara lain topografi, kependudukan, tenaga kerja, dan pendapatan per kapita.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Pelayanan data dan informasi antara lain katalog/indeks dan tata cara pelayanan sebagaimana
dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketersediaan tanah adalah perimbangan antara penggunaan dan pemanfaatan tanah serta
penguasaan tanah pada fungsi kawasan yang memberikan gambaran tentang peluang dan kendala
kegiatan pembangunan oleh pemerintah dan masyarakat.
Ayat (4)
Huruf a
Penataan kembali antara lain berupa konsolidasi tanah, relokasi, tukar-menukar dan peremajaan kota.
Huruf b
Upaya kemitraan adalah usaha yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah, baik swadaya maupun
bekerjasama dengan pihak lain, untuk mencapai tujuan bersama dengan hak dan kewajiban yang
diatur bersama.
Huruf c
Penyerahan dan pelepasan hak atas tanah adalah antara lain hibah, jual beli, tukar menukar dan
bentuk-bentuk lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (5)
Huruf a
Kebijakan penatagunaan tanah adalah sebagaimana tercakup dalam Bab IV Peraturan Pemerintah ini
dan kebijakan pertanahan nasional.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Sebagai contoh investasi pembangunan sarana dan prasarana di kawasan perkotaan dan perdesaan
antara lain adalah jaringan jalan dan irigasi.
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (6)
Peranserta masyarakat adalah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peranserta masyarakat dalam
penataan ruang.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan sistem informasi geografi penatagunaan tanah adalah standarisasi data, sistem, infrastruktur,
komunikasi data atau pertukaran data antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemerintah adalah
perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah.
sebagaimana
dimaksud
dalam
peraturan
Ayat (2)
Pedoman, bimbingan, pelatihan dan arahan adalah sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah, dan peraturan perundang-undangan tentang
pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Supervisi dan pelaporan adalah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
tentang pemerintahan daerah dan peraturan perundang-undangan tentang pembinaan dan pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ayat (3)
Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan administratif agar penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pasal 28
Ayat (1)
Perangkat insentif adalah pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang
sesuai dengan tujuan penatagunaan tanah.
Disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan membatasi atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan tujuan penatagunaan tanah, misalnya antara lain dalam bentuk peninjauan kembali hak atas
tanah, dan pengenaan pajak yang tinggi.
Peninjauan kembali hak atas tanah tersebut didasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan pemerintah tentang penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Bentuk-bentuk insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak penduduk sebagai warganegara untuk
memperoleh harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh dan mempertahankan hidupnya.
Pasal 29
Yang dimaksud dengan penataan kembali adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4)
huruf a.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4385
Download