Asas Keseimbangan dalam Hukum Persaingan

advertisement
ASAS KESEIMBANGAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA:
Pemaknaan dan Fungsi Asas Keseimbangan dalam Putusan Perjanjian
Penetapan Harga Berdasarkan Pendekatan Struktur
DISERTASI
Pada Program Studi Doktor Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya
Oleh:
Azizah
NIM: 2009 3603 007
Promotor
Co. Promotor I
Co. Promotor II
: Prof. Dr. Joni Emirzon, SH., M.Hum.
: Dr. Muhammad Syaifuddin, SH., M.Hum.
: Dr. Zen Zanibar MZ, SH., MH.
PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Hukum ekonomi tidak terlepas dari kerangka
pembangunan hukum nasional. Nilai dasar pembangunan hukum nasional
secara jelas disebutkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD)
1945. Di dalam Pembukaan tersebut terdapat pendirian asasi yang secara
singkat berhubungan dengan soal-soal: 1. kemerdekaan bangsa, 2.
penjajahan, 3. Ke-Tuhanan, 4. Kebebasan dan 5. Pemerintahan. Pendirian
asasi tersebut di dalam penjelasan UUD 1945 diberikan uraian ringkas
dengan sebutan Pokok-Pokok pikiran dalam Pembukaan. Pokok-pokok
pikiran yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 ini merupakan nilai
dasar pembentukan Hukum nasional, yaitu:
1. Negara begitu bunyinya yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia. Dalam “pembukaan” itu diterima
aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi
dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara
mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham
perseorangan. Negara, menurut pengertian “pembukaan” itu
menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh
dilupakan.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat
3. Pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah
negara yang berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan
dan permusyawaratan perwakilan.Oleh karena itu sistem
negara yang terbentuk dalam Undang-undang Dasar harus
berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan
sifat masyarakat Indonesia.
2
4. Pokok pikiran yang keempat, yang terkandung dalam
„pembukaan‟ ialah negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi
yang mewajibkan Pemerintah dan lain-lain penyelenggara
Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
Istilah pokok-pokok pikiran yang dipergunakan dalam pembukaan
UUD 1945 menunjukkan kepada jiwa yang mewujudkan cita hukum
(Rechtsidee). Cita hukum adalah pengertian atau konsep hukum. Cita
hukum negara Indonesia kalau diikuti dengan seksama, maka bunyi
penjelasan dari UUD 1945 telah ditentukan oleh filsafat hukum negara
Indonesia yang dasarnya adalah Pancasila.
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, pada
hakikatnya merupakan suatu sumber dari segala sumber hukum dalam
negara Indonesia. Sebagai suatu sumber dari segala sumber hukum secara
objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita hukum serta
cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak bangsa
Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan
diabstraksikan oleh para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan
secara yuridis formal menjadi dasar falsafah negara Indonesia1.
Dengan demikian, apa yang disebut menurut hukum di Indonesia
tidak dapat sama dengan pengertian hukum dari tata hukum lain. Didalam
menghadapi persoalan rechtsidee menurut UUD 1945, maka lima butir ide
yang harus selalu mendapat perhatian yaitu:
1
Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, hlm. 77.
3
a. bahwa di dalam memahami hukum, perlu diperhatikan fungsi
hukum, filsafat kita (pokok pikiran 1).
b. bahwa di dalam memahami hukum, perlu diperhatikan tujuan
hukum menurut filsafat (pokok pikiran 2).
c. bahwa di dalam memahami hukum perlu diperhatikan sumber
kemauan yang dinyatakan di dalam hukum, filsafat kita (pokok
pikiran 3).
d. bahwa di dalam memahami hukum perlu diperhatikan sifat isi
ketentuan hukum itu , dilihat dari segi moral dan susila bangsa
(pokok pikiran 4).
e. bahwa di dalam memahami hukum perlu diperhatikan
pelaksanaan hukum dilihat dari segi susila dan moral rakyat
yang luhur. Ringkasnya, kualitas susila dan moral dari
pelaksnaan hukum yang memutus atau menjalankan hukum
(pokok pikiran 4)2 .
Kelima butir di atas adalah butir-butir ide yang menjadi acuan di
dalam menentukan pengertian hukum di dalam negara sebagaimana
ditentukan oleh Pembukaan UUD. Dengan demikian ada empat nilai dasar
yang merupakan nilai-nilai dasar bagi hukum nasional yang bersumber
dari Pembukaan UUD 1945, yaitu:3
1. Nilai Dasar Pertama, yaitu hukum itu berwatak mengayomi/
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, berdasarkan persatuan dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurut pokok
pikiran di dalam penjelasan UUD, di dalam sifat itu
terkandung didalamnya dua ide yang menjadi ajuan dasarnya,
yaitu bahwa perlindungan itu mendasarkan diri pada ide
persatuan; dan di dalam merealisasi persatuan tersebut
terkandung suatu ide yang menajdi acuan persatuan itu ialah
terujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial sebagaimana dinyatakan di dalam butir
pertama pokok pikiran itu dan juga di dalam alinea terakhir
2
Moch. Koesnoe, 1997, dalam Artidjo Alkostar, Identitas Hukum Nasional, Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm. 33-34.
3
Artidjo alkostar, dalam Joni Emirzon, 2005, “Penerapan Otonomi Keilmuan dalam
Pembangunan Hukum Ekonomi di Era Globalisasi”, Makalah Kualifikasi, Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang, hlm.12-13.
4
dari kalimat Pembukaan UUD 1945, dasar pandangan yang
dianut ialah dasar pandang kita, yaitu filsafat pancasila.4
2. Nilai dasar kedua, hukum harus mampu mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial
di sini bukanlah semata-mata tujuan, tetapi juga merupakan
pegangan konkret dalam membuat peraturan hukum. Nilai
dasar kedua ini menunjukan bahwa nilai dasar ini oleh ide
hukum kita, ditempatkan secara fundamental dan diwajibkan
meliputi segala peraturan hukum kita, sedangkan mengenai
bagaimana isinya nilai dasar ini tidak dibenarkan mengisinya
berdasarkan faham dan pandangan luar. Di dalam pembukaan
UUD 1945, ditegaskan kekhususan tersebut dengan suatu
kata, yaitu “suatu”. Dengan adanya ketentuan ini, maka
keadilan sosial yang kita laksanakan atau kita wujudkan itu
merupakan suatu keadilan sosial yang merupakan pendekatan
kepada apa yang di dalam filsafat hukum dinamakan “sosial
ideal” kita, yang di dalam bahasa kita juga diperinci dengan
kata-kata “suatu masyarakat yang adil dan makmur yang
diridhai oleh Allah SWT. Dalam Batang Tubuh UUD 1945
terdapat beberapa pasal yang merupakan termasuk faham
keadilan sosial, seperti Bab X sampai dengan Bab XIV. Pasalpasal tersebut merupakan bahan-bahan pokok dan urgent yang
harus diujudkan mengenai nilai dasar yang kedua ini.
3. Nilai dasar ketiga, hukum berasal dari rakyat dan
mengandung sifat kerakyatan atau dengan kata lain adanya
prinsip kedaulatan rakyat. Istilah kerayatan adalah istilah yang
menunjuk kepada rakyak. Dalam prinsip ini tidak menerima
faham eliteirisme, yaitu suatu faham yang tidak mau
mengakui adanya dominasi suatu kalangan yang dinamakan
kalangan terpilih karena keistimewaan dalam suatu hal,
kalangan elite. Dari sifat ini, maka hukum Indonesia tidak
dapat diterima, kalau itu merupakan hukum kalangan elite
saja. Hukum dalam faham kerakyatan ini menurut sifatnya
hanya dapat diterima, kalau itu sesuai dengan kemauan
semuanya, artinya sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
dianut oleh semua warga. Ini berarti bahwa hukum kita
dituntut untuk dibentuk berdasarkan kepada apa yang dewasa
ini dinamakan sebagai kepribadian nasional kita, dan bukan
berdasarkan kepada nilai-nilai hukum dari luar budaya kita.
Dalam persoalan kerakyatan ini ada pandangan teoritikus
Jerman, bernama Von Savigny, yang berpadangan bahwa
adanya suatu “Volksgeist” atau “ Jiwa Rakyat”, baginya jiwa
rakyat ini adalah nyata, dan menjadi sumber dari segala
4. hukum dari masyarakat yang bersangkutan.
4
Ibid.
5
5.
Nilai dasar keempat, Hukum berdasarkan nilai ketuhanan
Yang Maha Esa, yang memberikan dasar pengaturan terhadap
adanya hukum-hukum Tuhan, disamping memperhatikan
nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai moral dan budi pekerti
yang luhur.5
Dalam rangka pembangunan Hukum Ekonomi Nasional harus
berpedoman dengan cita hukum Pancasila yang dijabarkan Batang Tubuh
UUD 1945 dalam Pasal 33, yang menentukan bahwa:
1.
2.
3.
4.
5.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
asas kekeluargaan.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efsiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini, diatur
dalam undang-undang.
Dari ketentuan pasal 33 UUD 1945, ada beberapa hal pokok yang
sangat prinsipil yang terkait dengan sistem perekonomian negara Indonesia
yang menjadi pokok perdebatan, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Asas kekeluargaan
Cabang-cabang yang penting bagi Negara danmenguasai
hajat hidup orang banyak
Dikuasai Negara
Kemakmuran rakyat
Demokrasi ekonomi6
5
Ibid.
Joni Emirzon, 2011, “Pancasila Sebagai Instrumen Margin of Appreciation Doctrine
dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia di Era Globalisasi”, Pidato Ilmiah yang
disampaikan pada pelantikan Sarjana Hukum; Magister Kenotariatan; Magister Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, hlm. 25-26.
6
6
Empat butir tentang apa cita atau rechtsidee menurut Pembukaan
dan UUD 1945 tersebut merupakan idealita apa yang dinamakan hukum di
negara kita, artinya, ukuran-ukuran yang dipakai untuk membuat aturanaturan kehidupan masyarakat di dalam negara kita, agar aturan itu diakui
sebagai aturan hukum atau tidaknya, bergantung kepada sesuai atau
tidaknya aturan itu dengan nilai-nilai dasar dari idealita hukum tersebut.
Pembangunan hukum ekonomi nasional juga tidak terlepas dari keempat
nilai-nilai dasar tersebut. Oleh karena itu idealnya, nilai-nilai dasar
tersebut akan tercermin dalam setiap produk hukum ekonomi yang
diterbitkan.
Kegiatan ekonomi merupakan aktifitas yang tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan manusia, bahkan kegiatan ekonomi telah ada sejak manusia
mengenal kebudayaan. Kegiatan ekonomi merupakan salah satu pilar
penting dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu
mempunyai kebutuhan hidup baik primer, sekunder maupun tertier,
sehingga semakin kompleks kebutuhan manusia akan semakin meningkat
pula kegiatan ekonominya.
Kegiatan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang bersifat simultan, komprehensif dan terus menerus. Pihak yang
menjalankan kegiatan ekonomi disebut pelaku ekonomi, baik perorangan
maupun yang bersifat kelompok atau badan usaha. Pada garis besarnya,
kegiatan-kegiatan ekonomi dapat digolongkan menjadi dua kegiatan utama
yaitu:
1. Kegiatan memproduksi barang dan atau jasa.
7
2. Kegiatan mendistribusikan barang dan atau jasa mulai dari produsen,
perantara sampai ke konsumen7.
Dalam kegiatan ekonomi, tidak terlepas dari terjadinya persaingan
antara pelaku usaha, hal mana merupakan persyaratan bagi terselenggaranya
ekonomi pasar, terlebih lagi dalam era global yang menuntut sistem ekonomi
pasar bebas, sehingga persaingan antar pelaku usaha akan lebih terbuka.
Adakalanya persaingan usaha tersebut merupakan persaingan yang sehat ( fair
competition), namun dapat juga terjadi pelaku usaha demi untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya melakukan persaingan tidak sehat
(unfair
competition).
Menurut ilmu ekonomi, pasar yang paling ideal dan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah pasar persaingan
sempurna (perfect competition market), yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Jumlah produsen dan konsumen banyak.
b. Jika penjual menaikkan harga, ia akan kehilangan pelanggan.
Sebaliknya jika menurunkan harga, maka pelanggan akan
bertambah banyak.
c. Jika penjual menurunkan harga maka ia akan merugi.
d. Pembeli terlalu kecil andilnya untuk mempengaruhi harga.
e. Tidak ada hambatan untuk keluar-masuk pasar, baik yang
bersifat hambatan legal maupun hambatan teknologi.
f. Produk yang dipasarkan homogen.
g. Tidak ada produk substitusi /produk pengganti.
h. Penjual dan pembeli mengetahui seluruh informasi pasar secara
sempurna.8
7
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, 2007, Bayu Media Publishing, Malang,
hlm. 119.
8
Ibid., hlm. 141.
8
Penelitian hukum tentang asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha: Analisis makna dan fungsi asas keseimbangan serta
pengujiannya
menggunakan pendekatan
struktur dalam perjanjian
penetapan harga menjadi penting, dilatarbelakangi persoalan keilmuan
hukum, baik pada tataran filsafat, teoretik dan dogmatik hukum,
sebagaimana diuraikan berikut ini:
Dari sisi filsafat hukum, persoalan penafsiran pemahaman dan
penerapan asas keseimbangan yang perlu diteliti terutama makna dan
fungsi asas keseimbangan yang mendasari hukum persaingan usaha. Selain
itu, keterkaitan faktor idiil dan riil yang mendasari asas keseimbangan.
Faktor idiil yang dimaksud, dilandaskan pada Pancasila dan faktor riil
muncul dari hukum positif dan praktik hukum di Indonesia.
Terkait dengan asas keseimbangan, Indonesia telah memiliki
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan terbitnya undang-undang ini,
ada angin segar atau sebaliknya, setidaknya merubah suasana atau kondisi
bisnis di Indonesia. Undang-undang ini diharapkan akan memberikan
jaminan kepastian hukum untuk mendorong percepatan pembangunan
ekonomi
dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum serta sebagai
implementasi dari semangat dan jiwa dari UUD 19459.
Secara globalisasi, lahir dan berlakunya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 merupakan suatu konsekuensi atas diratifikasinya perjanjian
9
Marwah M. Diah dan Joni Emirzon, 2003, Aspek-Aspek Hukum Persaingan Bisnis
Indonesia, (Perjanjian yang Dilarang, Perbuatan Bisnis yang Dilarang, dan Posisi Dominan
yang Dilarang), Universitas Sriwijaya, Palembang, hlm. 29.
9
Marrakesh oleh DPR dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 yang
mengharuskan Indonesia membuka diri dan tidak boleh memberikan
perlakuan diskriminatif. Selain itu, ada tekanan International Monetary
Fund (IMF) yang telah menjadi kreditor Indonesia dalam rangka
membatasi krisis moneter yang melanda
dan menjadikan terpuruknya
ekonomi Indonesia.10
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
dinyatakan bahwa agar implementasi undang-undang ini serta peraturan
pelaksanannya dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka
dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU dalam hal
ini merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan
persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif,
sedangkan sanksi pidana merupakan wewenang pengadilan.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memuat ketentuan
bahwa: ”pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum”. Sedangkan
dalam konsideran menimbang huruf (b) dinyatakan bahwa:
”Demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya
kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk
bepartisipasi didalam proses produksi dan pemasaran barang dan
atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif dan efisien,
10
Mustafa Kamal Rokan, 2010, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di
Indonesia), PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 19.
10
sehingga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
bekerjanya ekonomi pasar yang wajar”.
dan
Dari ketentuan Pasal 2 tersebut, terdapat dua asas yang
dianut dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu asas
demokrasi ekonomi dan asas keseimbangan. Asas demokrasi
menghendaki bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha
berada di tangan rakyat, baik itu mengenai perencanaan usaha
maupun keputusan usaha. Pelaku usaha sepenuhnya berdaulat atas
kegiatan usahanya. Namun demikian, hal itu terkait dengan asas
keseimbangan. Asas keseimbangan menghendaki agar segala
perencanaan dan keputusan usaha dilaksanakan dengan
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan individu pelaku
usaha dan kepentingan bersama (kepentingan umum). Artinya,
asas ini hendak mengingatkan bahwa perencanaan dan keputusan
pelaku usaha akan berdampak kepada masyarakat lainnya atau
negara secara keseluruhan. Oleh karena itu, kepentingan umum
senantiasa mendapat pertimbangan dalam setiap langkah
tersebut11.
Suatu kepentingan
merupakan sasaran dari hak, bukan hanya
karena dilindungi oleh hukum, tetapi juga karena adanya pengakuan
terhadapnya. Dalam hal ini hukum melindungi kepentingan seseorang
dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam rangka kepentingannya itu.12
Dengan demikian, asas keseimbangan
merupakan dasar
pemikiran atau tolok ukur bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya
di Indonesia, agar tidak terjadi perbuatan yang mengarah pada monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat yang akhirnya akan merugikan hak
masyarakat atau konsumen.
Eksistensi dan orientasi dari undang-undang Antimonopoli adalah
untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan cara mencegah
11
Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm. 231.
12
Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 93-94.
11
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, serta
menciptakan
ekonomi pasar yang efektif dan efisien untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat.
Persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu kunci sukses
bagi sistem ekonomi pasar yang wajar. Dalam implementasinya, hal
tersebut diwujudkan dalam dua hal, yaitu, melalui penegakan hukum
persaingan usaha dan melalui kebijakan persaingan yang kondusif
terhadap perkembangan sektor ekonomi.13
Untuk mencegah timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat,
maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur secara jelas dan
terstruktur tentang perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan
posisi dominan. Sehubungan dengan 3 (tiga) hal tersebut, maka secara
substansial berpotensi membuka peluang besar untuk terjadinya praktik
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, apalagi sebagian besar
transaksi bisnis memang berdasarkan perjanjian antara pelaku usaha.
Secara terminologi, monopoli14 adalah sisi lain dari theoritical coin
dari kompetisi yang sempurna, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ernest Gellhorn dan William E. Kovocic, yaitu:
”In general terms, private monopolly is the other side of the
critical coin of perpect competition. A seller with monopoly power
13
Hermansyah, 2009, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 15.
14
Menurut Boediono, 2010, monopoli dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana di dalam
pasar hanya ada satu penjual, sehingga tidak ada pihak lain yang menyainginya. Hal ini merupakan
kasus monopoli murni atau “pure monopoly”, Boediono, Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta, hlm.
125.
12
restricts her output in order to raise her price and maximize her
profits. Not only does this transfer wealth from consumers to
producers, but it also reduces output and may relieve the producer
of pressure to innovate or otherwise be efficient”.15
Yuichi Shionoya dalam bukunya Economy and
Morality,
menyatakan bahwa persaingan merupakan sebuah gambaran dari suatu
permainan, sepeti yang dikemukakannya bahwa:
”Competition in markets is often compared to games to the rules of
the game. Sosial acitivities can be conceived as games that
competing participants play under certain rules. This ilustrates the
use of a metaphor in economic discourse. Metaphors make
problems intelligible by reference to simpler and more familier
problem”16.
Dari sisi teori hukum, belum terdapat teori yang menjelaskan
tentang keseimbangan dalam hukum persaingan usaha, khususnya
perjanjian penetapan harga. Oleh karena itu, perlu dijelaskan lebih lanjut
melalui pendekatan struktur, yang dalam hal ini meliputi struktur pasar,
kinerja pasar dan perilaku pasar sebagai instrumen pengujian asas
keseimbangan, sehingga dapat menjadi bahan (input) bagi pengembangan
teori hukum tentang asas keseimbangan dalam hukum persaingan usaha,
khususnya perjanjian penetapan harga.
Perjanjian penetapan harga diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 5 memuat ketentuan bahwa: “pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
15
Ernest Gellhorn dan William E. Kovacic, 1994, Antitrust Law and Economics in a Nutshell,
West Publishing Co. USA., hlm. 58.
16
Yuichi Shionoya, 2005, Economy and Morality: The Philosophy of The Welfare State,
Edward Elgar Publishing Inc., USA., hlm. 148.
13
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama”.
Berkaitan dengan penetapan harga tersebut, KPPU telah
mengeluarkan Peraturan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5
yang dimaksud. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa ada analisis
pendekatan tambahan yang diperlukan oleh KPPU dalam memutus
perkara. Analisis pendekatan yang dimaksud, berupa: analisis pendekatan
rasionalitas penetapan harga, analisis pendekatan struktur pasar, analisis
pendekatan data kinerja dan analisis pendekatan penggunaan fasilitas
kolusi.
Selanjutnya dalam peraturan komisi yang dimaksud,
juga
dijelaskan bahwa dalam upaya pembuktian, maka tidak seluruh alat
analisis pendekatan tambahan tersebut harus dipenuhi. Komisi dalam hal
ini dapat memutuskan bahwa alat analisis pendekatan tertentu telah cukup
digunakan untuk membuktikan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999.
Untuk menyatakan bahwa tindakan penetapan harga bersama di
suatu pasar tersebut telah melanggar undang-undang nomor 5 Tahun 1999,
maka yang dilihat bukan hanya penetapan harga bersama saja,
kemungkinan akan terjadi bahwa penetapan harga bersama tersebut masih
belum per-se (dengan sendirinya) melanggar. Pasal ini bersifat per-se yang
tidak mengharuskan melihat implikasi atau adanya hambatan persaingan
14
usaha17. Akan tetapi juga ditinjau efek negatifnya terhadap pasar, struktur
pasar, cara melakukan penetapan harga bersama dan lain-lain yang
relevan.
Mengikatnya suatu perjanjian penetapan harga yang dimaksud,
terkait dengan asas yang melekat di dalamnya yang bersandar pada faktor
idiil dan riil. Faktor idiil yang dimaksud, dilandaskan pada Pancasila dan
faktor riil muncul dari hukum positif dan praktik hukum di Indonesia. Asas
yang melekat tersebut dinamakan asas keseimbangan.18
Terdapat hubungan antara analisis pendekatan struktur dalam
perjanjian penetapan harga terhadap keseimbangan. Pelaku usaha yang
melakukan perjanjian penetapan harga akan mengabaikan keseimbangan
kepentingan pelaku usaha lainnya serta masyarakat selaku konsumen.
Analisis struktur merupakan suatu pendekatan dimana agar suatu tindakan
dari pelaku pasar dapat dikatakan melanggar hukum anti monopoli, maka
disamping dianalisis terhadap tindakan yang dilakukan tersebut, juga
dilihat pada kekuatan pasar atau struktur pasar.19
Dari sisi dogmatik hukum, peraturan perundang-undangan yang
ada tidak menjelaskan secara konkrit tentang asas keseimbangan dalam
hukum persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga. Oleh
karena itu, perlu analisis normatif terhadap hukum persaingan usaha secara
17
Mustafa Kamal Rokan, 2010, Op.Cit., hlm. 85.
Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum
Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, hlm. 1314.
19
Munir Fuady, 2003, Hukum Anti Monopoli, Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hlm. 48,
18
15
sistematis, dikarenakan keberadaan asas keseimbangan tidak hanya
bersandar pada pemaknaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 semata,
melainkan pada putusan KPPU, hakim Pengadilan Negeri, hakim
Mahkamah Agung serta doktrin.
Dari sisi praktik hukum, masih beragamnya pendekatan yang
dapat digunakan dalam menguji asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga. Selain itu, masih
banyaknya perjanjian tidak tertulis (perjanjian diam-diam, perjanjian
terselubung) yang digunakan dalam perjanjian penetapan harga. 20 Fakta
hukum inilah menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini.
Terdapat beberapa contoh kasus terkait yang berhubungan dengan
monopoli dan persaingan usaha di Indonesia yang diputus oleh KPPU.
Misalnya:
Putusan Perkara Nomor 03/KPPU-L-I/2000 tentang Retail
Indomaret, dalam hal ini PT. Indomarco Prismatama dalam menjalankan
usahanya berupa pendirian minimarket bernama Indomaret telah
mengakibatkan tersingkirnya warung tradisional di sekitar lokasi dimana
minimarket Indomaret berada. Oleh karena itu, keberadaan Indomaret
harus ditinjau kembali. Dalam pandangan Majelis Komisi, PT. Indomarco
Prismatama dipandang telah mengabaikan Pasal 2 dan Pasal 3 UndangUndang Nomor 5/1999 tentang Asas dan Tujuan, yaitu bahwa PT.
Indomarco Prismatama dalam menjalankan kegiatan usahanya kurang
20
A.M, Tri Anggraini, 2011, “Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Penetapan Harga
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat”, Artikel, Sekar Trisakti, hlm. 15.
16
memperhatikan asas demokrasi ekonomi dan kurang memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan
umum.
Selain itu, terdapat contoh perkara perjanjian penetapan harga.
Misalnya: Putusan perkara nomor 08/KPP-1/2005; Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta
Selatan nomor 01/KPPU2006/PN. Jak-Sel; Putusan
Mahkamah Agung Nomor 03 K/KPPU/2006 tentang Penyediaan Jasa
Survei Gula Impor, bahwa PT. Surveyor Indonesia (Persero) dan PT
Superintending Company of Indonesia (Persero) telah bersepakat atau
mengikatkan diri dalam suatu Memorandum of Understanding membentuk
KSO untuk pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis impor gula.
Sedangkan putusan perkara nomor 11/KPPU-1/2005; Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya nomor 24/Pdt.G/2006 /PN-SBY; Putusan Mahkamah
Agung nomor 05 K/KPPU2007 tentang dugaan adanya perjanjian dan
pelanggaran terhadap Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang
dilakukan oleh Konsorsium dalam bentuk mewajibkan pasar
untuk
menjual Semen Gresik.
Memperhatikan 1) dari sisi filsafat hukum, persoalan penafsiran
pema- haman dan penerapan asas keseimbangan terutama makna dan
fungsi asas keseimbangan yang mendasari hukum persaingan usaha, serta
keterkaitan faktor idiil dan riil yang mendasari asas keseimbangan; 2) dari
sisi teori hukum, belum terdapat teori yang menjelaskan tentang
keseimbangan dalam hukum persaingan usaha, khususnya perjanjian
17
penetapan harga, yang perlu dijelaskan lebih lanjut melalui pendekatan
struktur; 3) dari sisi dogmatik hukum, tidak ada penjelasan secara konkrit
dalam peraturan perundang-undangan tentang asas keseimbangan dalam
hukum persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga, masih
beragamnya pendekatan yang dapat digunakan dalam menguji asas
keseimbangan dalam hukum persaingan usaha khususnya perjanjian
penetapan harga, serta masih banyaknya perjanjian tidak tertulis
(perjanjian diam-diam, perjanjian terselubung) yang digunakan dalam
perjanjian penetapan harga, maka penelitian hukum yang berjudul “Asas
Keseimbangan dalam Hukum Persaingan Usaha: Pemaknaan dan
Fungsi Asas Keseimbangan dalam Putusan Perjanjian Penetapan
Harga Berdasarkan Pendekatan Struktur”, sangat relevan, urgen dan
mendesak untuk dilaksanakan. Sebagai suatu penelitian hukum yang
bertujuan mengembangkan makna dan fungsi asas keseimbangan sebagai
tolok ukur regulatif dalam hukum persaingan usaha menggunakan
pendekatan struktur khususnya dalam perjanjian penetapan harga, maka
temuan dan analisis dalam penelitian hukum ini diletakkan dalam
kerangka berfikir hukum sebagaimana dikemukakan oleh H.Ph. Visser‟t
Hooft, yang memaknai hukum berlapis-lapis, yang terdiri dari lapisan
filsafat hukum, lapisan teori hukum, lapisan dogmatik hukum (ilmu hukum
praktis) dan lapisan ilmu-ilmu hukum lainnya (sejarah hukum, sosiologi
hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum, politik hukum).21 Dengan
21
H.Ph. Visser‟t Hooft, dalam Bernard Arief Sidharta, 2009, Refleksi tentang Struktur Ilmu
18
demikian,
penelitian
hukum
ini
merupakan
penelitian
hukum
interdisipliner.
Adapun latar belakang masalah penelitian ini sebagaimana
diuraikan di atas, dapat dibagankan dalam bagan 1 berikut ini:
Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai
Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, hlm.
134.
19
Bagan 1.
Alur Kompleksitas Permasalahan
Kesejahteraan yang Berkeadilan Sosial
(Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 33 UUD 1945)
Kegiatan ekonomi diatur dalam UU Nomor 5/1999, dengan tujuan:
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama antara
pelaku usaha.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
4. Efektivitas dan efisinesi dalam kegiatan usaha.
Asas Keseimbangan dalam Hukum Persaingan
Usaha (Pasal 2 UU Nomor 5/ 1999)
Persoalan Keilmuan Hukum:
1) Dari sisi filsafat hukum, persoalan penafsiran pemahaman dan penerapan asas keseimbangan terutama
makna dan fungsi asas keseimbangan yang mendasari
hukum persaingan usaha, serta keterkaitan faktor idiil
dan riil yang mendasari asas keseimbangan;
2) Dari sisi teori hukum, belum terdapat teori yang
menjelaskan tentang keseimbangan dalam persaingan
usaha khususnya perjanjian penetapan harga, yang perlu
dijelaskan lebih lanjut melalui pendekatan struktur;
3) Dari sisi dogmatik hukum, tidak ada penjelasan secara
konkrit tentang asas keseimbangan dalam persaingan
usaha khususnya perjanjian penetapan harga, padahal
penting, karena tidak hanya bersandar pada pemaknaan
UU Nomor 5 Tahun 1999, namun juga pada putusan
atau doktrin.
Persoalan Praktik Hukum:
1) Dari sisi praktik hukum, masih beragamnya
pendekatan yang dapat digunakan dalam menguji
asas keseimbangan dalam hukum persaingan usaha,
khususnya perjanjian penetapan harga. Selain itu,
masih banyaknya perjanjian tidak tertulis
(perjanjian diam-diam, perjanjian terselubung) yang
digunakan dalam perjanjian penetapan harga
2) Saat ini masih terdapat kelemahan normatif dalam
penyelesaian persoalan perjanjian penetapan harga
yang melanggar asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha yang berakibat adanya kesulitan
bahkan mengarah pada ketidakpastian hukum
penyelesaian sengketa/perkara pelanggaran asas
keseimbangan dalam hukum persaingan usaha,
khususnya perjanjian penetapan harga.
Permasalahan:
1. Apakah faktor idiil dan riil yang mendasari makna dan fungsi asas
keseimbangan sebagai tolok ukur regulatif dalam persaingan usaha
khususnya perjanjian penetapan harga?
2. Bagaimanakah keunggulan dan kelemahan pendekatan struktur
yang digunakan untuk menganalisis asas keseimbangan dalam
hukum persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga?
3. Bagaimanakah pendekatan struktur seharusnya dikembangkan dan
digunakan untuk menganalisis asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga?
20
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut, maka permasalahan
hukum dalam persaingan usaha adalah sebagai berikut:
1.
Apakah faktor idiil dan riil yang mendasari makna dan fungsi asas
keseimbangan sebagai tolok ukur regulatif dalam hukum persaingan
usaha khususnya perjanjian penetapan harga?
2.
Bagaimanakah
keunggulan dan kelemahan pendekatan struktur yang
digunakan untuk menganalisis
asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga?
3.
Bagaimanakah pendekatan struktur seharusnya dikembangkan dan
digunakan untuk menganalisis asas keseimbangan dalam hukum
persaingan usaha khususnya perjanjian penetapan harga?
21
Download