sejarah masyarakat desa jerowaru: sebuah kajian sejarah sosial

advertisement
SEJARAH SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN SEJARAH SOSIAL
SKRIPSI
Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
LALU MURDI
NPM 06351758
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
2010
i
SEJARAH SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN SEJARAH SOSIAL
SKRIPSI
Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
LALU MURDI
NPM 06351758
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) HAMZANWADI SELONG
2010
ii
ABSTRAK
Lalu Murdi. Sejarah Sistem Kekerabatan Masyarakat Dese Jerowaru: Sebuah
Kajian Sejarah Sosial. Skripsi : Program Studi Pendidikan Sejarah Stkip
Hamzanwadi Selong, 2010.
Setiap bangsa, setiap suku, setiap kelompok sosial maupun jenjang sosial
tertentu dalam masyarakat memiliki identitas tersendiri yang membedakannya
dengan bangsa lain, suku lain maupun tingkat sosial yang berbeda. Untuk
mengetahui identitas tersebut tidak lain adalah memahami identitas social serta
sejarah dari bangsa, suku, maupun golongan sosial tersebut. Karena lewat
sejarahnya kita akan mengetahui identitas tersebut melalui apa yang pernah
manusia lakukan, pikirkan, dan rasakan. Oleh karena itu James Harvey Robinson
(Helius Sjamsuddin : 2007) mengatakan bahwa “ history in the broades sense of
the word, is all that we know about everything that ma ever done, or thought, or
felt “. Adapun sejarah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sejarah sistem
kekerabatan antara dua golongan sosial yang berbeda dalam lintas sejarah dan
kekinian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dan
mengidentifikasi bagaimana sejarah sistem kekerabatan masyarakat desa
Jerowaru. Subjek dalam penelitian ini adalah tokoh pemerintah, tokoh
masyarakat, tokoh adat, serta oarang-orang yang dianggap mengetahui tentang
informasi yang dibutuhkan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
data tentang sejarah desa Jerowaru, sejarah bangsawan Jerowaru, adat-istiadat,
serta proses pergeseran adat-istiadat tersebut. Dalam penelitian ini alat yang
digunakan dalam mengumpulkan data adalah observasi, wawancara, serta
dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di desa Jerowaru terdapat dua
golongan yang berbeda idetitas sosial yang dikenal dengan golongan perwangse
dan golongan jajarkarang. Adapun golongan perwangse ini, ada yang merupakan
bangsawanasli dan bangsawan pendatang. Dari kedua golongan sosial yang
berbeda ini memiliki ideitas yang berbeda pula baik dalam bahasa, adat-istiadat,
sistem perkawinan, status sosial dan lain-lain. Golongan perwangse memiliki
status sosial yang lebih tinggi daripada jajarkarang, dan sudah barang tentu
identitasnya juga berbeda. Namun seiring berjalannya watu karena beberapa
faktor seperti pendidikan, ekonomi, maupun sosial kemasyarakatan status
bangsawan yang tinggi tersebut mengalami pergesera dan terjadilah semacam
erosi budaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa golongan bangsawan di desa
Jerowaru pernah menjadi golongan sosial yang paling berpengaruh, namun karena
beberapa faktor statusnya menurun. Atau singkatnya telah terjadi pergeseran
budaya dan sistem kekerabatan pada masyarakat desa Jerowaru dari tahun 1970an sampai sekarang.
Kata Kunci : Sejarah, Sistem Kekerabatan, Sjarah Sosial
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
SEJARAH MASYARAKAT DESA JEROWARU:
SEBUAH KAJIAN SEJARAH SOSIAL
SKRIPSI
Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Sejarah
Oleh :
Nama
: Lalu Murdi
NPM
: 06351758
Tgl. Lahir
: 09 Juni 1987
Alamat
: Batu Tambun
Angkatan
: 2006/2007
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
JUJUK FERDIANTO, M.Pd
NIS. 330 29 11 079
Dra. SRI SETYAWATI M
NIS. 330 29 11 016
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
MUHTASAR, M.Pd
NIS. 330 29 11 087
iv
DAFTAR TABEL
v
Halaman
Tabel 4.1
Indikator Perekonomian Masyarakat Desa Jerowaru Tahun
2009/2010....................................................................................
44
Indikator Pendidikan Masyarakat Desa Jerowaru Tahun
2009/2010....................................................................................
46
Tabel 4. 3
Nama-Nama Masyaraka Bangsawan Kadus Jerowaru Bat .........
57
Tabel 4. 4
Nama-Nama Masyarakat Bangsawan Gubuk Nenek ..................
60
Tabel 4. 5
Nama-Nama Masyarakat Bangsawan .........................................
Tabel 4. 2
v
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Informan
2. Draf Wawancara
3. Daftar Istilah
4. Photo-Photo Penelitian
5. Sketsa Peta Desa Jerowaru
6. Surat Pengantar Izin Penelitian Dari Ketua Stkip
7. Surat Rekomendasi Izin Penelitian Dari Bapeda
8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Kepala Desa Jerowaru
9. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing Sekripsi
10. Blanko Kegiatan Konsultasi
11. Surat Pernyataan Keaslian Skripsi
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur tak lupa penulis panjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rakhmat, petunjuk dan pertolongan-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini mengungkap Sejarah Masyarakat Desa Jerowaru dalam Kajian
Sejarah Sosial.
Skripsi ini tersusun berkat bimbingan dan saran berbagai pihak, untuk itu
penulis tak lupa penyampaian penghargaan dan terimakasih kepada :s
1. Bapak Drs. H. Muh. Suruji selaku ketua STKIP HAMZANWADI Selong
2. Bapak Pembantu Ketua 1 Drs. Edy Waluyo, Ibu Pembantu Ketua II Ir. Hj. Siti
Rohmi Djalilah, dan Bapak Pembantu ketua III Muhsipuddin M.pd serta semua
civitas akademika STKIP HAMZANWADI Selong yang telah memberikan
kemudahan-kemudahan
selama
penulis
mengikuti
studi
di
STKIP
HAMZANWADI Selaong.
3. Bapak Muhtasar, M.pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah dan
Bapak Sahrul Amar, M.pd selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan Sejarah
dan staf dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan dan petunjuk selama penulis mengikuti studi
pada Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP HAMZANWADI Selong.
4. Bapak Jujuk Ferdianto, M.pd. dan Ibu Dra. Sri Setyawati M. sebagai dosen
pembimbing (I dan II) yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan
vii
pikiran guna memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Rekan-rekan seprofesi yang telah banyak membantu baik tenaga dan pikiran
dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibunda, Ayahanda, Kakanda, dan adikku tercinta yang senantiasa dengan tabah
dan sabar memberikan dorongan dan motivasi selama mengikuti studi hingga
penyusunan skripsi ini berakhir.
7. Semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan semua pihak
senantiasa mendapatkan ganjaran yang setimpal dari Allah SWT.
Sesungguhnya, dilihat dari isi, kajian maupun tata penulisannya skripsi ini
tergolong belum sempurna, karena itu merupakan kehormatan bagi penulis jika
ada saran dan kritik yang sifatnya membangun. Saran dan kritik itu akan
senantiasa penulis catat sebagai penambah wawasan dan hasanah pemikiran.
Akhirnya dengan mohon ridha Allah SWT penulis berharap smoga skripsi
ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, hususnya bagi siapa saja yang berminat
dengan sejarah.
Pancor, 7 Nopember 2010
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
ABSTRAK .......................................................................................................
ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..............................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
7
C. Focus Masalah ..............................................................................
8
D. Rumusan Masalah ........................................................................
9
E. Tujuan Penelitian ..........................................................................
9
F. Mamfaat Penelitian .......................................................................
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori .............................................................................
11
1. Sistem Kekerabatan..................................................................
11
2. Sejarah ......................................................................................
16
3. Adat-Istiadat Masyarakat .........................................................
23
B. Kerangka Berfikir .........................................................................
30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ..................................................................
ix
31
B. Jenis Dan Metode Penelitian .......................................................
31
a. Heuristic ..................................................................................
32
1. Observasi ...........................................................................
32
2. Wawancara ........................................................................
33
3. Dokumentasi .....................................................................
35
b. Kritik .......................................................................................
37
c. Interpretasi ...............................................................................
40
d. Histriografi ...............................................................................
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................
43
B. Sejarah Singkat Penduduk Awal Desa Jerowaru ........................
47
C. Strtifikasi Sosial Masyarakat Jerowaru .......................................
55
D. System Kekerabatan Masyarakat Desa Jerowaru .......................
71
E. Perubahan System Kekerabatan Desa Jerowaru .........................
82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................
88
B. Saran ............................................................................................
91
DAFRAR PUSTAKA
LAMPIRAN -LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat merupakan
bagian yang sangat kompleks untuk dibicarakan. Karena seperti yang kita
ketahui bahwa suatu masyarakat mempunyai bentuk-bentuk struktur sosial
seperti kelompok-kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi
sosial, kekuasaan dan lain sebagainya. Akan tetapi semua itu mempinyai
derajat yang berbeda-beda dalam beberapa aspek sosial di atas yang
menyebabkan pola prilaku, adat-istiadat maupun budaya masyarakat yang
berbeda-beda tergantung dari tempat serta situasi dan kondisi yang dihadapi
masyarakat sebagai bagian dari anak lingkungan bahkan anak zamannya.
Salah satu dari struktur sosial dalam masyarakat adalah stratifikasi
sosial, dimana keberadannya menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam
sejarah hidup manusia yaitu adanya golongan atas (upper class), golongan
menengah (middle class) dan kelas menengah (lower class) yang secara umum
mewarnai kehidupan masyarakat mulai dari zaman prasejarah, zaman HinduBudha sampai saat ini adalah adanya strata sosial dalam kehidupan
masyarakat, yang sekaligus merupakan bagian yang kompleks dari perbedaan
kelompok di tengah-tengah masyarakat, baik itu stratifikasi sosial yang
horizontal maupun pelapisan sosial yang vertikal telah mewarnai kehidupan
manusia baik dengan kita sendiri maupun tidak.
Terdapat dua macam sistem pelapisan sosial yang kita kenal, yaitu
sistem pelapisan sosial yang bersifat tertutup ( closed social stratification) dan
1
sistem pelapisan sosial yang bersifat terbuka (open social stratification) (
Soerjono Soekanto:1990), dimana yang disebut pertama sudah mengakar
dalam sejarah kehidupan manusia dan yang terakhir secara umum baru
berkembang sejak zaman modern.
Stratifikasi sosial yang ada di Indonesia pada umumnya jika dilihat
dari sistem pelapisan social tertutup ( closed social stratification) dalam
konteks sejarah maka secara jelas dapat dikatakan bahwa kedatangan agama
Hindu dari India, berdirinya kerajaan-kerajaan besar di Indonesia yang
bercorak Hindu telah membawa dan memperkenalkan stratifikasi social yang
jelas seperti adanya beberapa golongan atau golongan status social dalam
masyarakat seperti golongan Brahmana, golongan Ksatria, golongan Waisya,
dan yan terakhir adalah golongan Sudra. Dimana dari keempat macam
golongan dalam strata social masyarakat di India tersebut terdapat juga di
Indonesia meskipun tidak seketat di India dalam implementasi perbedaan
golongan strata sosialnya. Jadi bisa dikatakan walaupun dalam hal stratifikasi
sosial ini juga berpengaruh pada kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
tidak pernah menyentuh kehidupan masyarakat secara kseluruhan melainkan
hanya berpengaruh di kalangan Istana saja. Sedangkan di dalam kehidupan
masyarakat luas pada umumnya stratifikasi sosial ini tidak begitu
berpengaruh. Adapun yang sampai saat ini stratifikasi soaial yang dibawa dari
India ini berdasarkan gelarnya dapat kita lihat pada masyarakat Bali, dimana
walaupun berbeda nama gelarnya namun memiliki makna dan maksud yang
sama. Adapun keempat gelar strata social yang di maksud yaitu golongan
2
Brahmana, golongan Ksatria, golongan Waisya (triwangsa) dan golongan
Sudra (Jaba) (Soerjono Soekanto, 1990:258).
Walaupun gelar tersebut tidak memisahkan setiap strata social secara
ketat tetapi sangat berarti dalam melihatnya secara berbeda dalam adat-istiadat
yang dikembangkam sesuai dengan tingkatan sosialnya. Di samping itu
hukum adat-istiadatnya juga menetapkan hak-hak bagi pemakai gelar tersebut,
misalnya dalam memakai gelar, perhiasan-perhiasan, pakaian-pakaian adat
sesuai dengan golongan sosialnya. Perkembangan sistem kasta di Bali
umumnya terlihat jelas dalam sistem perkawinan. Seorang gadis suatu kasta
tertentu umumnya dilarang bersuamikan dari kasta yang lebih rendah
(Soerjono Soekanto, 1990: 258).
Lain halnya dengan sistem pelapisan sosial (stratifikasi social ) yang
terbuka ( open social stratification ), dimana di dalamnya pengembangan
tingkat statusnya bukan atas dasar apa yang diwariskan secara turun temurun,
namun prestasi seseorang, kemampuan seseorang serta kepemilikan seseorang
dan lain sebagainya merupakan tolak ukur dalam tinggi rendahnya tingkat
status seseorang yang pada suatu saat bisa berubah sesuai sesuai dengan
kemampuan seseorang mempertahankan apa yang dimilikinya. Namun
setiadaknya masyarakat yang pernah mengembangkan sistem ini karena tidak
ada ukuran yang membedakan secara ketat dalam setiap golongan maka bisa
dikatakan mulai sejak kedatangan Islam, masuknya imprealisme barat sampai
saat ini, baik pada masyarakata umum maupun pada masyarakat bangsawan
pada khususnya.
3
Adanya stratifikasi sossial ini terdapat dihampir semua lapisan
masyarakat yang secara tidak sadar hal tersebut, namun keberadaannya tidak
terkapling seperti pada masyarakat yang berlapiskan kasta seperti India yang
begitu ketat, walaupun di Indonesia juga terdapat pelapian sosial tersebut
namun keberadaannya masih ada toleransi dengan tingkatan di bawahnya. Di
Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya pernah berdiri beberapa kerajaan
sebagai tolak ukur dalam status sosial, seperti kerajaan Selaparang, kerajaan
Pejanggik, kerajaan Langko, kerajaan Pujut, kerajaan Pene dan lain
sebagainya masih menyisakan adanya bukti sejarah tentang adanya pelapisan
sosial yang ditambah lagi dengan adanya pengaruh kerajaan Karang Asem
Bali.
Gelar Lalu, Raden (laki-laki) ataupun Baiq, Dende, dan Lale
(perempuan) adalah gelar-gelar bangsawan di NTB sekaligus dan Bape pada
golongan bangsawan yang lebih rendah. Gelar-gelar yang disebut di atas ini
merupakan serumpun status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan
golongan yang lain, dan khususnya di pulau Lombok ini menunjukkan adanya
sertifikasi sosial dalam masyarakat, meskipun secara vertikal untuk saat ini
tidak lagi menjadi pembeda dalam masyarakat, namun dalam kelompoknya
menjadi kelas atau status sosial yang berbeda dibandingkan dengan
masyarakat pada umumnya.
Adanya Perwangse dan Jajar Karang merupakan salah satu bukti
bahwa di Lombok juga setelah kerajaan-kerajaan yang disebut di atas sudah
tidak ada lagi golongan bangsawan ini masih eksis melaksanakan adat-istiadat
4
sesuai dengan golongannya membedakannya dengan golongan di bawahnya.
Salah satunya adalah di desa Jerowaru, yang dulunya sebelum tahun 70-an
masih
memperlihatkan
adanya
stratifikasi
sosial
tertutup
dalam
masyarakatnya.
Terkait dengan kedatangan bangsawan di desa Jerowaru
dan asal
usulnya, seperti banyak informasi mengatakan ada yang menyebutnya sebagai
bangsawan pendatang dan bangsawan asli. Adapun oleh masyarakat sering
disebut bangsawan pendatang adalah bangsawan yang berasal dari beberapa
tempat seperti Kopang, Kediri, Pagutan dan lain sebagainya. Sedangkan yang
dikatakan sebagai bangsawan asli Jerowaru adalah bangsawan yang saat ini
tinggal di gubuk Tembok, merupakan keturunan bangsawan kerajaan Pene
yang satu wilayah dengan desa Jerowaru.
Perpindahan bangsawan terutama yang berasal dari kawasan Mataram
ini memang secara menyakinkan belum dapat kita pastikan, apakah
perpindahannya ke Jerowaru setelah dikuasainya kerajaan-kerajaan Lombok
pada umumnya atau sesudahnya. Namun jika setelah penguasaan kerajaan
Lombok dikuasai baru mereka pindah maka bisa dikatakan sudah dimulai
sejak tahun 1744 (166 saka) setelah puri Karang Asem Mataram berdiri
sebagai pusat pemerintahan dengan Gusti Angluran Karang Asem sebagai
rajanya (Muhsipuddin, 2004: 10).
Perpindahannya ke desa Jerowaru tujuan utama sebenarnya belum
dapat diketahui secara pasti apakah karena keinginan mencari tanah dan
tempat tinggal yang baru atau terdesak atau seperti yang dikatakan Lalu
5
Lukman meskipun seluruh kerajaan di Lombok berada dalam kekuasaan
kerajaan Karang Asem Bali namun dalam system pemerintahannya termasuk
cara menjalankan pemerintahan sampai tingkat yang paling bawah diserahkan
kepada orang-orang kepercayaan dan petugas Sasak yang pada umumnya
merupakan bangsawan ataupun keturunan dari bangsawan-bangsawan yang
dulunya menjadi penguasa atau pejabat pemerintah ( L. Lukman, 2005:28-29).
Oleh karena itu karena tidak adanya bukti yang dapat dirujuk secara pasti
maka dapat disimpulkan tujuan kedatangannya ke desa Jerowaru.
Kehidupan para bangsawan di desa Jerowaru untuk saat ini atau
setidaknya sejak tahun 70-an cukup berbeda dengan sebagian bangsawan yang
masih kental memegang adat-istiadat lamanya. Namun yang jelas bisa
dikatakan bahwa adat-istiadat bangsawan di desa Jerowaru yang dulunya
merupakan kelas tersendiri dalam stratifikasi sosial masyarakat disana yang
saat ini mulai hilang dengan sendirinya seiring dengan perkembangan zaman.
Umumnya sejak awal kedatangannya sampai kira-kira generasi ketiga
dihitung mundur dari sekarang para bangsawan memiliki tanah yang cukup
luas sehingga hal ini menunjukkan juga status sosialnya yang cukup tinggi
sekaligus ditunjang oleh statusnya sebagai bangsawan yang saat ini sangat
dihormati. Namun bagaimanapun dengan proses waktu yang terus berjalan
sampai saat ini status kebangsawanan di desa jerowaru yang ditunjukkan
dengan adat-istiadat, bahasa, sistem perkawinan maupun kepemilikannya atas
tanah sampai saat ini sudah tidak begitu menonjol atau bisa dikatakan sudah
terjadi
proses
pergeseran.
Oleh
6
karena
adanya
proses
pergeseran
tersebut maka sangat perlu untuk dikaji seperti adat-istiadat, bahasa, sistem
perkawinan,dan lain-lain yang diterapkan pada awal kedatangannya. Proses
interaksi dengan masyarakat maupun saat ini dalam kedudukannya sebagai
golongan bangsawan yang dahulunya merupakan stratifikasi tersendiri dalam
kehidupa masyarakat.
Pergeseran ini perlu dikaji bukan untuk membahas masalah pergesera
itu saja namun yang penting disini juga karena adanya penghilangan yang
cukup drastis dari beberapa aspek dari budaya yang dikembangkan oleh
bangsawan, padahal seperti yang dikatakan Widjaya bahwa suatu bentuk
proses perubahan sosial dari kebudayaan yang terwujud dalam masyarakat
yang berkebudayaan primitive maupun maju, yaitu adanya proses imitasi
yang dilakukan oleh generasi muda terhadap generasi yang lebih tua, hal
tersebut dilakukan dengan belajar mencari apa yag dilihat ( Widjaya, 1985:
106). Namun melhat realitas dan pergeseran dari bebrapa aspek pada golongan
bangsawan tersebut maka dapat dikatakan proses imitasi tersebut tidak
berjalan secara sempurna.
B. Identifikasi Masalah
1. Dari manakah asal usul bangsawan di desa Jerowaru?
2. Apakah tujuan kedatangan para bangsawan ke desa Jerowaru?
3. Bagaimanakah
aplikasi
adat-istiadat,
bahasa,
maupun
perkawinan pada golongan bangsawan di desa Jerowaru?
7
system
4. Bagaimanakah system kekerabatan dan pewarisan dari adat-istiadat
bangsawan di desa Jerowaru?
5. Seperti apakah bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat di desa
Jerowaru?
6. Apakah yang menjadi perbedaan antara masyarakat biasa dengan
bangsawan dalam stratifikasi sosial?
7. Faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
beberapa aspek kehidupan sosial bangsawan?
C. Batasan Masalah
Mengingat masalah yang teridentifikasi relatif banyak dan karena
keterbatasan peneliti, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut:
1. Batasan Masalah
Alasan
peneliti
mengambil
judul
“
Sejarah
Sistem
Kekerabatan Masyarakat Desa Jerowaru: Sebuah Kajian Sejarah
Sosial” ini adalah untuk mengamati dan mengetahui lebih jauh tentang
stratifikasi sosial di desa Jerowaru baik dalam lintas sejarah maupun
kekinian, sekaligus mengamati proses pergeseran status bangsawan di
desa Jerowaru.
2. Batasan Spasial
Penulis sengaja mengambil lokasi di desa Jerowaru karena secara
faktual di sana masih banyak terdapat golongan bangsawan sekaligus
secara emosional dan kedekatan secara geografis mudah dijangkau
oleh peneliti.
8
3. Batasan Temporal
Penulis membatasi temporal pada penelitian ini berkisar pada tahun
1970 sampai tahun 2010, karena penulis ingin mengkaji bagaimana
perubahan dalam stratifikasi sosial sebelum tahun 70-an dan
sesudahnya di desa Jerowaru.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan fokus masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan sistem adat-istiadat bangsawan pada
golongan bangsawan di desa Jerowaru terkait dengan sistem
kekerabatannya?
2. Bagaimanakah perubahan pola kekerabatan pada golongan
bangsawan di desa Jerowaru?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menggambarkan system kekerabatan pada
masyarakat di desa Jerowaru.
2. Untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana proses
terjadinya pergeseran sistem kekerabatan di desa Jerowaru
kecamatan Jerowaru.
9
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat positif
terhadap pengembangan wawasan kita, walaupun hasil tulisan ini
bukan sebagai text book to thinking namun hanya sebagai guide of line
dalam stratifikasi sosial pada masing-masing kelompok kekerabatan di
desa Jerowaru.
Sekaligus
dari
hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan motivasi dan dorongan bagi peneliti lain untuk
dimanfaatkan sebagai bahan acuan ataupun perbandingan dalam
melakukan penelitian yang lebih mendalam dan lebih lengkap.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat umum hasil penelitian ini dapat dijadikan
masukan dan wawasan tentang dinamika stratifikasi sosial dalam
kelompok kekerabatan di desa Jerowaru serta pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari.
b.
Bagi golongan bangsawan pada khususnya hasil penelitian ini
dapat dijadikan masukan dan wawasan dalam kiprahnya selaku
anggota masyarakat.
c.
Bagi institusi dan pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan sekaligus refrensi untuk mencermati beberapa pola
stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Sistem Kekerabatan
Sistem atau yang biasa disebut metode merupakan cara yang teratur
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan kerabat adalah keluarga,sanak famili,
teman sejawat (teman kerja) (Sutan Rajasa,2002: 298). Jadi dengan begitu
dapat dikatakan bahwa sistem kekerabatan merupakan cara untuk mengatur
atau cara dalam mengatur hubungan sesama keluarga, sanak famili, teman
sejawat maupun teman kerja berdasarkan adanya aturan yang dibuat bersama
secara turun temurun maupun berkala.
Untuk mengenal lebih jauh mengenai sistem kekerabatan tersebut
sebelumnya
kita
harus
terlebih
dahulu
memahami
lahirnya
sistem
kekerabatan tersebut yakni rumah tangga dan keluarga inti. Koentjaraningrat
(2005) misalnya menjelaskan bahwa rumah tangga yang merupakan
keluarga inti
adalah
pemegang atau inti
dari sistem kekerabatan.
Lebih lanjut seperti yang dikatakan Koentjaraningrat bahwa pasangan suami
istri membentuk suatu kesatuan sosial yang mengurus ekonomi rumah
tangganya. Rumah tangga biasanya terdiri dari satu keluarga inti, tapi mungkin
juga
terdiri
dari
dua
sampai
tiga
keluarga
inti
(Koentjaraningrat,
2005: 103). Sedangkan yang termasuk keluarga inti adalah suami, istri dan
anak-anak mereka yang belum menikah, anak tiri dan anak yang secara
resmi diangkat sebagai anak, memiliki hak yang kurang lebih sama dengan
11
hak anak kandung, dan karena itu dapat dianggap pula sebagai anggota dari
suatu keluarga inti (Koentjaraningrat, 2003: 106). Jadi secara sederhana dapat
dikatakan semakin meluasnya kekerabatan maka akan semakin kompleks pula
sistem
kekerabatannya,
dalam
artian
kadang-kadang
budaya
yang
dikembangkan oleh suatu kerabat yang serumpun kadang-kadang berbeda
dengan kelompoknya yang satu kerabat, bisa karena perpindahan tempat
tinggal maupun adanya pengaruh lingkungan, sosial, ekonomi maupun
pendidikan. Namun bagaimanapun sistem kekerabatan yang disusun dalam
suatu masyarakat dapa kita lihat dari status maupun tingkatan strata sosialnya
dalam kehidupan masyarakat.
Adanya keluarga ini seperti yang djelaskan di atas walaupun di masingmasing kelompok masyarakat berbeda-beda, namun merupakan satu kesatuan
yang dalam antropologi dan sosiologi seperti yang dikatakan Murdock dan
dikutip oleh Koentjaranignrat (2005) disebutnya sebagai kingroup. Ada pun
satu kelompok (kingroup) adalah kesatuan yang diikat oleh sekurangkurangnya 6 unsur, yaitu:
1. System norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok.
2. Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya.
3. Interaksi yang intensif antar warga kelompok
4. Sistem hak dan kewajiban mengatur interaksi antar warga kelompok
5. Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok
12
6. System hak dan kewajiban terhadap harta produktif atau harta pusaka
tertentu. Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur
pengikat bagi suatu kelompok kekerabatan (Koentjarningrat,
2005:109).
Dari keenam elemen yang ada dalam satu kesatuan kelompok
kekerabatan diatas tidaklah selalu sama ditempat dan status sosial yang lain.
Misalnya pada masyrakat bangsawan di Lombok pada umumnya atau
bangsawan di Jerowaru khususnya, dari keenam unsur pengikat diatas begitu
mewarnai kehidupan masyarakat baik secara vertikal maupun hierarkis. Selain
adanya perbedaan bentuk tergantung kelompok sosial adanya unsur-unsur
yang melebur dalam kehidupan masyarakat secara umum walaupun bukan
tergolong satu rumun kekerabatan yang sesuai dengan strata sosialnya, namun
adanya unsur yang melebur ini di akibatkan oleh adanya interaksi sosial yang
cukup intensif antara golongan starata sosial yang berbeda, jelasnya antara
golongan bangsawan Mamiq dan Amaq misalnya di Jerowaru.
Ketidaksamaan setiap kelompok dalam praktik pada setiap kelompok
kekerabatan dalam masyarakat terkait dengan adanya enam unsur diatas, maka
Murdock (Koentjaraningrat, 2005) membedakan lagi tiga kategori kelompok
kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya, yaitu kelompok kekerabatan
berkoprasi
(corporate
kingroups),kelompok
kekerabatan
kadangkala
(occasinal kingroups) dan yang ketiga adalah kelompok kekerabatan menurut
adat (circum scriptive kingroups) yang kadang kala tidak memiliki salah satu
13
atau dua dari keenam elemen pengikat kekerabatan diatas. Kelompokkelompok ini bentuknya sudah demikian besar, sehingga warganya sering kali
tidak saling mengenal. Mereka umumnya hanya mengetahui tentang
kekerabatan seseorang (sebagai warga kelompok) berdasarkan tanda-tanda
yang ditentukan oleh adat. Rasa kepribadian kelompok sering kali juga
ditentukan oleh tanda-tanda adat tersebut (Koentjaraningrat, 2005:110).
Dari ketiga kategori yang disebutkan oleh Murdock di atas, kategori
ketiga dapat dimasukkan dalam melihat ataupun mengkaji jenis kategori
kelompok kekerabatan dalam masyarakat golongan bangawan di desa
Jerowaru. Di mana walaupun kadang-kadang sesama warga dalam satu
kelompok kekerabatan seringkali tidak saling mengenal. Namun bagaimanpun
setidaknya ada adat-istiadat yang sama yang mengkategorikannya menjadi
satu kelompok kekerabatan masyarakat
dalam status sosial yang berbeda
sebagai golongan bangsawan.
a. Prinsip-prinsip keturunan yang mengikat kelompok sosial
Seseorang disebut berkerabat dengan seseorang apabila orang
tersebut mempunyai ikatan darah atau (gen) dengan orang lain
sebagai individu tadi, baik melalui ibunya maupun melalui ayahnya.
Walaupun orang-orang yang masih mempunyai hubungan darah
tertentu sangat besar jumlahnya, mereka masing-masing tentu hanya
mengenal beberapa saja diantara kerabat terdekatnya, dan mengetahui
seluk-beluk ikatan kekerabatannya dengan mereka, karena dari seluruh
kerabat yang dimiliki seseorang (yaitu kerabat biologisnya). Hanya
14
sebagian kecilnya saja yang merupakan kerabat sosiologisnya. Bagi
seorang
individu,
kerabat
sosiologisnya
itu
dapat
dibedakan
berdasarkan:
1.
Adanya hubungan kekerabatan;
2.
Kesadaran akan hubungan kekerabatannya:
3.
Pergaulan berdasarkan hubungan kekerabatan (Koentjaraningrat,
2005:123)
Hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh prinsip-prinsip
keturunan yang bersifat selektif mengikat sejumlah kerabat yang
bersama-sama memiliki hak dan kewajiban tertentu, misalnya hak waris
atas harta peninggalan, gelar, pusaka, lambing-lambing dan lainnya.
Selain itu ada juga hak atas suatu kedudukan, kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama, serta
kewajiban unutk melakukan kegiatan-kegiatan produktif secara
bersama-sama (Koentjaraningrat, 2005:123)
Adapun hubungan kekerabatan yang mengikat sejumlah kerabat
secara bersama-sama di desa Jerowaru, khususnya pada golongan
bangsawan dapat dilihat misalnya dalam hak waris atas harta, gelar,
serta adat-istiadat terutama dalam hal perkawinan menjadi sebuah
pengikat yang secara jelas dapat di bedakan dengan system kekerabatan
dalam starata sosial yang lain.
15
b. Sopan-santun Dalam Pergaulan Kekerabatan
Adat sopan santun memang sangat berpengaruh pada sikap orang
terhadap individu, khususnya setiap kerabat yang dihadapinya.
Bagaimana adat-istiadat sopan santun pergaulan di jalankan dapat
dipahami dengan mengamati pola pergaulan setiap individu maupun
golongan sosial kerabatnya. Ego, sebagai pusat kelompok kerabat,
diamati sikapnya terhadap anak-anaknya, terhadap istri (atau istriistrinya), terhadap ayahnya, terhadap ibunya dan lain sebagainya
(Koentjaraningrat, 2005:137-38).
Dari pengalaman pribadi kita mengetuhui bahwa sikap dan
tingkah laku kita berbeda terhadap setiap kelas terhadap kerabat kita
tersebut. Dalam hampir semua masyarakat suku bangsa di dunia sopan
santun menentukan bagaimana orang harus bertingkah laku dan sikap
terhadap setiap kelas kerabatnya (Koentjaraningrat, 2005:138).
Apa yang dikatakan Koentjaraningrat di atas dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat di Desa Jerowaru khususnya golongan
bangsawan serta masyarakat pada umumnya juga memilki adapt sopan
santun tersendiri baik dalam golongannya (kelas) maupun kerabatnya
misalnya dalam hal berbicara, bergaul, maupun dalam bertingkah laku
dalam kegiatan dan hubungan sosial sehari-hari.
2. Sejarah
a. Pengertian Sejarah
Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata
Syajaratun yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian pohon kayu
16
disini
menunjukan
adanya
suatu
kejadian,
perkembangan
atau
pertumbuhan tentang suatu hal atau peristiwa dalam suatu kesinambungan
(kontinuitas) (Dadang Supardan, 2007: 341). Dalam bahasa lain,
peristilahan sejarah disebut juga histore (Perancis), geschite (Jerman),
histoire atau geschiedenis (Belanda), serta history (inggris) (Dudung
Abdurrahman, 1999: 2). Semuanya sama-sama mengandung pengertian
yang sama, yaitu masa lampau umat manusia. Sehingga menurut
pengertian yang paling umum, kata sejarah atau history berarti masa
lampau umat manusia.
Menurut Abromowitz (Supardan, 2007: 342) bahwa”…history is a
chronology of ivents”. Selanjutnya Costa (Supardan, 2007: 342)
mendifinisikan sejarah sebagai “…record of the whole human experience”.
Jadi menurut Costa bahwa sejarah pada hakikatnnya merupakan catatan
seluruh pengalaman baik secara individu maupun secara kolektif bangsa/
nation dimasa lalu tentang kehidupan umat manusia. Selain itu dalam
kamus umum bahasa Indonesia oleh W. J. S Poerwadarminta (Tamburaka,
2002: 32) disebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian, yaitu:
(1). Kesustraan lama; silsilah; asal-usul.
(2). Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
(3). Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa
yang benar-benar terjadi pada masa lampau.
17
Dari beberapa keterangan diatas, jelas pendapat mengenai
perhatian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu berada dibawah ruang
lingkup penulisan sejarah, yang muncul lambat laun selama berabadabad. Namun untuk lebih jelasnya perlu dikutif beberapa definisi sejarah
menurut beberapa ahli diantaranya:
1.
Prof. Bernheim (Rustam E. Tamburaka: 2002) mendifinisikan
sejarah sebagai “diegerchite ist de wisenchaft von die
entwietlung der menrechen bettetiegung als soziele warssen”.
Artinya
sejarah
adalah
pengetahuan
yang
mempelajari
tentang perbuatan manusia dalam perkembangannya sebagai
mahluk sosial.
2. James Hervey Robinson (Helius Sjamsuddin: 2007) mengatakan
bahwa sejarah, dalam arti yang luas adalah semua yang kita
ketaahui tentang setiap hal yang pernah manusia lakukan , atau
pikirkan, atau rasakan. (“history in the brodes sense of the world,
is all that we know everything than man ever done, or thought or
felt”)
3. R. G.kolingwood (rustam E. tamburaka: 2007) damal bukunya
yang berjudul
“the of history”, sebagai orang dialis dia
menemukan dua dalil tentang sejarah yaitu:
Pertama; sejarah mempunyai arti yang kokoh untuk mempelajari
alam pikiran manusia dan pengalaman-permgalamannya.
18
Kedua: sejarah bersipat unik, langsung dan dekat. Pengertian
sejarah dapat menerobos hakikat yang mendalam dari kejadian
yang sedang dipelajari serta dapat menghayati peristiwa yang
sebenarnya dari alam. Mengerti sejarah berati menyelami untuk
melihat dengan jelas pikiran pikiran yang didalamnya.
4
Prof. DR. Sartono Katordirdjo (Rusmen E. Tamburaka
:2007) membagi sejarah menjadi dua pengertian yaitu: sejarah
dalam arti bsubjektif dan sejarah arti objektif. Sejarah dalam
arti subjektif adalah suatu kontrakjsi bangunan yang disusun
penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Sedangkan sejarah dalam
arti yang objektif menujukkan kepada kajian atau peristiwa itu
sendiri, ialah proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu
sekali terjadi dan tidak dapat berulang kembali.
Dari beberapa definisi sejarah menurut para hali di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa sejarah adalah peristiwa masa lampau
umat manusia yang hanya sekali terjadi (objektif) namun bisa
dikonstuksi dalam penulisan sejarah sebagai manifestasi dari
kehidupan manusia baik dalam kehidupannya sekarang maupun yang
akan datang.
b. Sejarah sosial
Sejalan dengan perkembangan ilmu sejarah sampai saat ini telah
muncul berbagai cabang ilmu sejarah menurut teman-teman yang
memberikan sifat atau karaktistik tertentu pada berbagai ragam
19
historiografi yang dihasilkan, diantara ada yang dikatagorikan sebagai
sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah kebudayaan,
sejarah mentalitas, sejarah intelektual, sejarah demografi dan lain
sebagainya, (helius sjamsuddin, 2007: 306). Sedangkan dalam tulisan ini
akan dibahas mengenai sejarah dengan mengunakan pendekatan sejarah
sosial masyarakat yang sering jugak disebut sejarah sasyarakat yang
terpinggirkan. Sehingga masyarakat dalam penulisan sejarah tidak sebagai
manusia-manusia tanpa sejarah.
Sebagai mana yang terkandung dari tema sejarah yang di usungnya
yaitu sejarah sosial, maka sudah barang tentu didalamnya mengkaji sejarah
tentang sejarah masyarakat (kemasyarakatan) (sjamsuddin, 2007: 307).
Adapun definisi sejarah sosial dan/atau sosiologi sejarah sebagai
sejarah masyarakat, seringkali para sajarawan sendiri membuat definisi
masing-masing yang tidak jauh berbeda, namun maksudnya sama yaitu
mengkaji masyarakat. Beberapaa definisi yang di makdud tentang sejarah
sosial memenurut beberapa ahli adalah sebabai berikut:
1. G. m. trevrlan (sjamsuddin: 2007) menyebut sejarah rakyat dengan
menghilangkan politiknya(the histoty of a people with the politics left
out)
2
Asa brings (sjamsuddin: 2007) menyebutkan bahwa sejarah sosial
mengkaji sejarah dari orang-orang mikin atau kelas bawah, gerakangerakan sosial, sebagai kegiatan manusia seperti tingkah laku, adat-
20
istiadat, kehidupan sehari-hari , sejarah sosial dalam hubungan dengan
sejarah ekonomi
3. Desin smith (helius Sjamuddin:2007) mendefinisikan sejarah sosiah
sebagai kajiaan tentang masa lalu untuk mengetahui bagaimana
masyarakat-masyarakat bekerja dan berubah .
Sehubungan dengan beberapa definisi sejarah sosial diatas, ada
kalanya juga sejarah sosial juga diartikan sebagai sejarah berbagai gerakan
sosial, antara lain menycakup gerakan petani, buruh, mahasiswa, proses
sosial dan lain sebagainya (saartono katordirdjo, 1993: 158).
Dari
bebeerapa
pendapat
ahli
diatas
dapat
disimpulkan
bahwasejarah sosial merupakan sejarah dari mayarakat bahwa pada
umumnya baik itu merupakan kegiatan sehari-hari, kegiatan ekonomi, adatistiadat, stratifikasi sosial dan lain sebagainya. Sekaligus mengkaji
bagaimana masyarakat-masyarakt tersebut dalam kehidupan sosialnya,
pekerjaannya maupun perubahannya dalam lintas sejarah…
Dengan mengunakan ilmu-ilmu sosial , sejarawan mempunyai
kemampuan menerangkan yang lebih jelas, sekalipun kadang-kadang harus
terikat pada model teoritisnya. Dan pada akhirnya sejarah sosial dapat
mengambil paktor sosial sebagai bahan kajiannya (kuntowijoyo, 2003: 41).
Salah satu tema pokok dari bidang sejarah sosial sudah barang
tentu yialah perubahan dalam konteks sejarahnya, dan merupakan dalam
satu konsep yang sangat luas cakupannya, sesungauhnya proses sejarah
21
dalam keseluruhannya, apa bila dikaji dari perspektif sejarah sosialnya,
merupakan proses perubahan sosial dalam berbagai dimensi atau aspeknya.
Dipandang sebagainya proses modernisasi, prubahan sosial, yang
kadang-kadang menjadi permasalahan sosial adalah adanya proses
akulturasi. Artinya proses yang menycakup usaha masyarakat menghadapi
pengaruh kultur dari luar dengan mencari bentuk penyesuaian komuditi
berdasarkan kondisi berdasarkan nilai atau itiologi baru, suatu penyesuaian
berdasarkan kondisi, disposisi, dan reprensi cultural, yang kesemuanya
merupakan factor-faktor cultural yang menentukan sikap terhadap
pengaruh baru (Sartono Kartodirdji, 1993: 160).
Sehubungan dengan pendapat di atas maka kehidupan sosial
masyarakat di desa Jerowaru juga mengalami proses yang di sebut sebagai
proses perubahan ini, atau lebih tepat dikatakan terjadinya proses adaptasi
dengan pengaruh luar akibat adanya kontak sosial dalam masyarakt dan
dalam beberapa aspek kehidupan.
C. mampat ilmu sejarah
Sejarah selalu dikaitkan dengan peristiwa atau kejadian masa
lampau umat manusia, selaku sebuah cerita, sejarah menberikan suatu
keadaan yang sebelumnya terjadi, berbeda dengan dongeng yang juga
berbentuk cerita, tetapi hanya pelibur lara, sedangkan cerita sejarah,
sumbernya adalah kejadian masa lampau/ masa dilamberdasarkan
peningalan sejarah. Peningalan tersebut berupahasil perubahan manusia
sebagai mahluk sosial (Rustam E. Tamburaka 2007: 7). Dari pengalaman
22
manuaia tersbut kita dapat bercermin dan pemiliki perubahan-perubahan
nama yang dapat dijadikan inspirasi dan perbuatan dan tindakan mana yang
seharusnya dihindari.
Dengan demikian, mamfaat yang dapat kita petik dengan
mengetahui sejarah adalah kita dapat lebih berhati-hati agar kegagalan
yang pernah perjadi tidak terulang kembali. Sehing tetaplah kata kompuse,
seorang filsof cina berkata “ sejarah mendidik kita supaya bertindak
bijaksana. Selanjutnya Cicero (seorang ahli sejarah yunani) mengatakan “
history its magisstra vitae” artinya sejarah bermamfaat sebagai guru yang
baik (bijaksana). Sehingga terciptalah sebuah cerita sejarah yang berdasar
pada kenyataan, dalam bentuk peningalan atau sumber sejarah (Rustam
E.Tamburaka, 2002: 7).
4. Adat-istiadat masyarakat
a. Idiom adat
Keanekaragaman budaya Indonesia dari daerah satu dengan daerah
yang lain menujukkan arti yang penting adat istiadat sebagai perujudan
budaya local. Dimana adat-istiadat memiliki makna yang luas, dan
dimanapun di Indonesia adat-istiadat ini mempunyai penapsiran mampu
manafestasi yang berlainan (Erni Budiwanti, 2008 : 47).
Adat-istiadat mendapatkan kesalihan nya dari masa lampao, yaitu ketika
para nenek moyang kita menegakkan perantata yang diikuti tnpa batas waktu,
kalau bukan masalah selamanya. Seperti yang dikatakan Alisyahbana bahwa
adat addat merasuki hmpir segala asfek kehidupan komunitas yang
23
mengakibatkan seluruh perilahu individu sangat dibatasi dan dikondifisikan
(Budiwanti, 2000: 48).
Adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat selain memiliki local
jenius juga bisa dipengaruhi kebudayaan luar lainnya. Di Lombok misalnya
secara umum pengaruh Islam (abad ke XVI), Bai/ Hindu-Budha (abad keXIII), serta Makasar, yang semuanya itu meninggalkan dampak dan pengaruh
yang berbeda-beda pada masyarakat di Lombok (Ahmad Amin, 1978: 21).
b. Perwangse dan Jajar Karang
Sebelum kedatangan orang Bali di pulau Lombok hanya ada
organisasi politik kecil yang melampoi batas-batas desa. Tetapi didalam desa
tersebut satu golongan sudah terbentuk dengan sendirinya, yaitu: (1)
Aristokrasi, yang pada mulanya adalah penduduk-penduduk desa terkemuka,
(2) para petani bebas (kaula), (3)buruh tani (panjak) (Kraan, 1870: 9). Inilah
yang dianggap sebagi cikal bakal terbentuknya kasta di Lombok sebelum
diperkenalkan adanya sistem kasta yang dibawa dan diadopsi dari pengaruh
Bali.
Erni Budiwanti (2000) menulis bahwa di Lombok secara umum
dan Lombok Timur pada hususnya terdapat dua kelompok sosial yang berbeda
dalam strata sosia, yaitu golongan Bangsawan (perwangse) dan orang biasa
(jajar karang), dimana status seseorang sebagai perwangse atau jajarkarang
dapat diidentifikasi dari gelar yang disandangnya. Gelar mengawali nama diri
dan digunakan dalam komunkasi sehari-hari, seperti Rahadiah atau Raden
(Budiwanti, 2002: 249).
24
Pada golongan bangsawan di Jerowaru kedudukan bangsawan
yang paling tinggi kita kenal adalah gelar Mamik, Lalu ataupun Baiq,
sedangkan gelar Raden dan Dende salama sekali tidak ada. Hal ini sangat
cocok dengan apa yang dikatakan Erni Budiwanti terjadi akibat adanya
percamouran perkawinan dengan masyarakat biasa (Budiwanti, 2002: 249).
Untuk lebih jelasnya terdapat perbedaan dan persamaan adat-istiadat yang
sudah menjadi bagian yang mendasar dalam golongan perwange dengan
golongan jajarkarang diantaranya, ayitu:
1. Sistem Perkawinan
Perbedaan status yang membedakan golongan perwangse dengan
golongan jajarkarang salah satunya adalah dalam masalah perkawinan
atau sistem perkawinan. Untuk mempertahankan kekerabatan mereka, dan
mempertahankan status serta privelase mereka, golongan bangsawan pada
awalnya mencegah anak atau saudara perempuan mereka kawin dengan
orang yang golongan sosialnya berbeda atau status sosialnya lebih rendah.
Kaum wanita mereka lebih banyak yang kawin secara endogami,
sehaingga perkawinan antara misan, sepupu, baik paralel (dengan anak
saudara laki-laki ayah atau saudara perempuan ibu) maupun sepupu silang
(dengan anak saudara laki-laki ibu atau saudara perempuan ayah),
merupakan perkawinan yang lebih dianjurkan di kalangan kaum
bangsawan (Budiwanti, 2002: 250).
25
Namun jika terjadi perkawinan kaum bangsawan wanita dengan pria
dari masyarakat biasa, maka dari pihak laki-laki itu harus membayar
sajikrame tergantung tingkatan kebengsawanan wanita tersebut (Erni
Budiwanti, 2002: 251). Begitu juga pada masyarakat desa Jerowaru ketika
terjadi pernikahan untuk saat ini dan sudah dimulai sejak kuarang lebih
tahun 1970-an, dan terjadi pernikahan seperti yang disebutkan di atas
maka diharuskan membayar sajikrame tersebut.
Perbedaan sistem perkawinan pada masyarakat desa Jerowaru baik
pada bangsawan maupun masyarakat biasa pada saat ini sebenarnya dalam
prosesinya tidak ada perbedaan sama sekali, hanya saja yang berbeda
adalah isi daripada setiap prosesianya tersebut. Misalnya ketika anak dari
golongan bangsawan kawin dengan anak masyarakat biasa, maka adanya
keharusan membayar sajikrame padapihak laki-laki tersebut
Salah satu tradisi lain dalam adat-istiadat perkawinan masyarakat
Lombok adalah kwin lari. Kawin lari atau nikah lari ini dalam bahasaa
sasak disebut “melaian”, dan hal ini kadang-kadang menurut kebanyakan
dari adat-istiadat yang berlaku pada kebanyakan masyarakat merupakan
cara dalam pengambilan perempuan yang lebih ideal ketimbang meminta
pada orang ruanya. Rencana pernikahan memang atas dasar persetujuan
keluarga kedua belah pihak namun yang lebih dominan masyarakat
menggunakan tradisi melaian ini. Dalam hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan Solichin salam (1992) dipengaruhi oleh adat-istiadat Bali yang
memperkenalkan adanya sistem kasta secara lebih jelas. Namn di Desa
26
Jerowaru melaian adalah shal yang biasa dalam sistem perkawinan, baik
pada golongan bangsawan maupun pada masyarakat biasa. Meskipun
hususnya pada kaum bangsawan banyak yang menggunakan lamaran
dengan persetujuan dari keluarga kedua belah pihak
2. Bahasa Sehari-Hari
Penggunaan bahasa di Lombok umumnya dikenal adanya bahasa
halus dan bahasa kasar. Bahasa kasar adalah bahasa sehari-hari yang
dipergunakan oleh kasta yang lebih tinggi (perwangse) terhadap kasta
yang lebih rendah (jajarkarang). Sedangkan bahasa halus dipergunakan
oleh kasta-kasta lebih rendah terhadap kasta yang lebih tinggi. Selain
adanya kedua bahasa diatas ada juga yang dikenal dengan sebutan bahasa
antara/ pertengahan yang juga dipergunakan dalam bahasa pergaulan
kekeluargaan. Misalnya seorang anak yang menyuruh anaknya makan
mengatakan ngelor atau medahar bukan mangan atau bekakenan untuk
kata makan (Ahmad Amin dkk, 1978: 24). Dan jika aturan tersebut
dilanggar, Ahmad Amin (1978) melanjutkan maka orang tersebut
dinamakan kasoan atao noak, dalam hal ini bahasa pergaulan sehari-hari
masyarakat dari kedua golongan inilebih banyak untuk saat ini
menggunakan bahasa pertengahan sekaligus bahasa kasar sebagai bahasa
yang lebih dominan menjadi bahasa pergaulan sehari-hari, meskipun
bahasa halus masih dipergunakan oleh golongan minoritas dan tempat
yang tepat.
27
3. Pergaulan Sehari-Hari
Abdurrahman (1989) telah mengidentifikasi beberapa tata kelakuan
pada lingkungan masyarakat di pulau Lombok, seperti tata kelakuan di
lingkungan pergaulan antara suami dan istri, tata kelakuan di lingkungan
pergaulan antara ayah dan anak, dengan masyarakat sekitar dan lainnya.
Dicontohkan
oleh
Abdurahman
(1989)
misalnya
dalam
tatacara
berpakaian, disini akan tampak jelas bahwa sang suami pantang akan
menggunakan pakaian istrinya terutama kain batiknya (sasak : bendang ).
Tidak terkecuali pada masyarakat Desa Jerowaru yang mana banyak
dari masyarakatnya yang masih mempertahankan adapt istiadat lama yang
baik (sasak : rit ) dalam beberapa segi kehidupan,seperti sopan santun
dalam berbicara, sopan santun dalm bertingkahlaku maupun cara bergaul
sesama orang tua, sebaya dan anak-anak. Terutama pada golongan
bangsawan tata krama ini sangat di perioritaskan, meskipun dari beberapa
aspek adat-istiadat yang pernah dikembangkannya saat ini sebagian sudah
luntur ataupun berkurang.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang sistem kekerabatan
masyarakat di Desa Jerowaru, maka dengan demikian data-data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah
berbentuk
keterangan-
keterangan, kalimat-kalaimat, foto-foto, serta informasi yang berkaitan
dengan bagaimana wujud kekerabatan pada masyarakat. Mengingat bahwa
data-data yang dikumpulkan tersebut berupa dokumen-dokumen tertulis,
informasi, kejadian-kejadian, dan foto-foto yang akan dianalisis dalam
tinjauan sejarah, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif.
Danzin
dan
Lincoln
sebagaimana
menyatakan bahwa penelitian kualitatif
dikutip
oleh
Moleong
adalah penelitian yang
menggunakan penelitian latar alamiah dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Lebih lanjut, Moleong menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengetahui fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya: perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2007: 6).
Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa
hal ini merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka
29
untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku
individu atau sekelompok orang (Moleong, 2007: 6).
Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan
mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran
holistik dan rumit. Definisi ini lebih melihat perspektif emik dalam
penelitian yaitu memandang atau upaya membangun pandangan subjek
penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan
rumit (Moleong, 2007: 6).
Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode sejarah. Adapun metode sejarah dalam pengertian yang
lebih umum adalah penelitian suatu atas masalah dengan mengaplikasikan
jalan pemecahannya dari perspektif historis (Abdurrahman, 1999: 43).
Pengertian yang lebih khusus, sebagaimana dikemukakan oleh Gibert J.
Graham dalam bukunya Abdrrahman (1999), bahwa metode penelitian
sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk
mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara epektif, menilainya secara
kritis, dan mengajukan sintesis. Sedangkan Abdurrahman sendiri
menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis
kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya.
Serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang
dapat dipercaya (Abdurrahman, 1999: 4).
30
Alasan peneliti menggunakan metode sejarah dalam penelitian ini
karena dalam penelitian ini mengkaji perkembangan serta perubahan yang
terjadi pada masyarakat desa Jreowaru terutama dalam latar sosialnya
seperti perkembangan adat-istiadatnya, perubahan sistem perkawinan pada
golongan bangsawan, perubahan dalam bahasa sehari-hari yang digunakan
telah menarik peneliti untuk meneliti mengapa hal itu terjadi yang pada
akhirnya
menari
peneliti
untuk
mengetahui
perubahan
serta
perkembangannya, karena jika berbicra mengenai perkembangan maupun
perubahan berarti kita berbicara dalam litas sejarah.
B. Metode Penelitian
Karena dalam penelitan menggunakan metode penelitian sejarah
maka jalan kerja penelitian ini juga menggunakan metode sejarah seperti
tersebut diatas yaitu heuristik, kritik, interpretasi data, serta historiografi.
a. Heuristik
Heuristik
yaitu berasal dari kata yunani heurishein, artinya
memperoleh. Menurut G. J. Reiner seperti yang ditulis Dudung
Abdurrahman (1900), heuristik adalah suatu tehnik, suatu seni, dan
bukan suatu ilmu. Heuristik seringkali merupakan suatu keterampilan
dalam menemukan, mengenali dan memperinci bibliografi atau
mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan. Lebih jelasnya seperti apa
yang dikatakan Carrad bahwa heuristik adalah merupakan langkah awal
31
sebagai sebuah kegiatan mencari sumber-sumber, mendapatkan data,
atau materi sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Dari
kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa heuristik merupakan
langkah pertama dalam penulisan sejarah yaitu dengan pengumpulan
data sebanyak mungkin untuk dijadikan sumber penelitian sejarah.
Adapun macam-macam fakta yang dikumpulkan dalam heuristik
ini seperti adat-istiadat bangsawan, pegaulan sehari-hari, setratifikasi
sosial, perubahan adat istiadat serta bahasa yang digunakan oleh
golongan bangsawan di desa Jerowaru serta beberapa fakta yang sesuai
dengan rumusan masalah seperti diajukan pada bagian sebelumnya.
Karena heuristik merupakan kegiatan pengumpulan data-data
sejarah, maka ada beberapa tehnik dalam pengumpulan data tersebut
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan manusia dengan
menggunakan pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut
dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pencarian mata
serta dibantu dengan pancaindra lainnya (Burhan Bungin, 2008:
115). Sedangkan Sutrisno Hadi mengatakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang
32
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiono,
2008: 145).
Dalam penelitian ini proses pelaksanaan pengumpulan data
yang dilakukan oleh peneliti yaitu observasi nonpartisipan (non
participant observasion). Dalam hal ini tidak terlibat secara langsung
terlibat sebagai anggota dari masyarakat tersebut, namun hanya
sebagai pengamat independen. Dengan cara ini walaupun secara
tidak langsung terlibat seperti masyarakat biasanya, namun dengan
cara ini peneliti juga dapat mengamati bagaimana prilaku
masyarakat, pergaulan masyarakat dengan masyarakat lain, serta
bagaimana interaksi sosial pada masyarakat di desa Jerowaru.
Adapun
fakta-fakta
yang
didapatkan
peneliti
selama
melakukan observasi berkisar pada bagaima proses interaksi antara
dua kelompok sosial yang berbeda, mengamati beberapa perbedaan
yang menonjol antara golongan bangsawan dengan masyarakat biasa
dalam hal bangunan terutama lumbung padi, memperhatikan tata
krama pada golongan bangsawan, serta beberapa aspek dari segi
lahiriah yang dapat peneliti dapatkan selama melakukan observasi.
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan dilakukan oleh dua pihak orang, yaitu pewawancara
(interviewer)
yang
mengajukan
33
pertanyaan
terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2007: 186). Jadi disini terdapat elemen yang penting yaitu
interviewer dan interviewee.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak
terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face)
maupun dengan menggunakan telepon). Dan dalam penelitian ini
menggunakan wawancara terstruktur sebagai tehnik pengumpulan
data. Oleh karena itu seperti apa yang dikatakan Sugiyono, seorang
peneliti dalam melakukan wawancara, pengumpulan data setelah
penyiapan instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis yang
alternatif jawabannya pun telah disiapkan. Dengan terstruktur ini
setiap responden diberi peranyaan yang sama, dan pengumpul data
mencatatnya (Sugiyono, 141: 2008). Sedangkan metode wawancara
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara
bertahap, karena karakter utama dari wawancara ini adalah dilakukan
secara bertahap dan pewawancara tadak harus terlibat dalam
kehidupan sosial formal. Sistem datang dan pergi dalam wawancara
ini mempunyai kelebihan dalam mengembangkan objek-objek baru
dalam wawancara berikutnya karena pewawancara memperoleh
waktu yang panjang diluar informan untuk menganalisis hasil
wawancara yang telah dilakukan serta dapat mengoreksinya (Burhan
Bungin, 2008: 110).
34
Untuk mendapatkan data dari informan melelui wawancara
ini meliputi, menemukan informan di lapangan dilakukan dengan
menentukan orang-orangnya dengan alasan orang yang dipilih
sebagai informan benar-benar tahu tentang sejarah mengenai asalusul, proses interaksi, status sosial dan lain sebagainya. Adapun
beberapa informasi dan dan fakta yang ingin peneliti dapatkan dalam
wawancara
ini
berupa
perkembangannnya,
asal-usul
pelaksanaan
bangsawan
Jerowaru,
adat-istiadatnya,
bagaimana
implementasi adat-istiadat yang dikembangkan, bgaimana sistem
perkawinan,
bahasa
yang
digunakan
dengan
menggunakan
pengumpulan data melelui wawancara ini. Serta beberapa informasi
lainnya yang sesuai dengan tema dalam penelitian ini.
Berbagai pihak yang peneliti minta keterangannya dalam
penelitian ini diantaranya, pejabat pemerintah yang ada di desa
Jerowaru, tokoh adat, tokoh masyarakat, para bangsawan serta
masyarakat biasa pada umumnya yang tahu tentang informasi yang
penulis cari.
2. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan
data yang digunakan dalam metodologi penelitian ilmu sosial. Pada
intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk
menelusuri data historis. Dengan demikian, pada penelitian sejarah,
35
data dokmenter memang berperan sangat penting (Burhan Bungin,
2008: 121).
Metode penelitian ini merupakan salah satu yang harus digali
oleh seorang peneliti sejarah, karena sebenarnya sejumlah besar fakta
tentang sejarah tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi
guna dijadikan kata-kata dan fakta historis.
Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk suratsura, catatan-catatan harian, cendramata, surat harian, laporan dan
sebagainya. Sifat utama dari data ini tidak terbatas dari ruang dan
waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui
hal-hal yang pernah terjadi pada masa silam.kumpulan data dalam
bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas. Adapun barangbarang yang termasuk dokumen diantaranya adalah artepak, caset
tape, mikrofilm, dise, CD, flashdisk dan sebagainya (Burhan Bungin,
2008: 122). Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam
yaitu:
a. otobiografi
b. surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial
c. kliping
d. dokumen pemerintah maupun suasta
e. cerita roman dan cerita rakyat
f. data server dan flashdisk
36
g. data tersimpan di web site dan lain-lain.
Selain macam-macam bahan dokumenter diatas, bahan
dokumenter ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu dokumen pribadi dan
dokumen resmi.
a. Dokumen Pribadi
Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang
secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, da kepercayaannya.
Maksud mengumpulkan dokumentasi pribadi ialah untuk
memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan berbagai
faktor dis ekitar subjek penelitian (Sugiyono, 2008: 217).
Dokumen pribadi ini bisa berupa buku harian, otobiografi dan
sebagainya.
b. Dokumen Resmi
Dokumen resmi terbagi terbagi atas dokumen intern dan
dokumen
intern.
Dokumen
intern
dapat
berupa
memo,
pengumuman instruksi, ataupun dari lembaga untuk kalangan
sendiri seperti risalah atau laporan rapat,keputusa pemimpin
kantor, konvensi yaitu kebiasaab-kebiasaan yang berlangsung di
suatu lembaga dan sebagainya. Sedangkan dokumen ekstern
berupa
bahan-bahan
informasi
yang
pemerintahan (Burhan Bungin, 2008: 123).
37
dikeluarkan
suatu
Dalam penelitian ini dokumen yang akan dikaji sebagai
bahan penulisan sejarah yang terkait dengan kebutuhan peneliti
tidak begitu banyak maka peneliti dalam hal ini hanya
menggunakan kitab kuno yang disebut sebagai Takepan untuk
menelusuri sejarah tersebut, lebih dari itu ada juga monografi
desa serta salinan daftar pemilih tetap pemilihan umum
kabupaten Lombok timur tahun 2009/2019. Adapun dari takepan
itu untuk mengetahui tentang sejarah awal masyarakat desa
Jerowaru,
kemudian
dari
monografi
desa
yaitu
untuk
memperoleh data yang jelas mengenai desa Jerowaru secara
umum dari beberapa aspek dalam kekiniannya. Dan yang terakhir
adalah daftar pemilih tetap tadi, yaitu digunakan untuk
memastikan mengenai konsentrasi tempat tinggal bangsawan
yang cendrung tinggal
di
satu
tempat
dengan sesama
golongannya. Selain bahan dokumen yang berupa buku-buku
diatas tadi, peneliti juga menggunakan foto-foto sebagai bahan
kajian dokumenter ini.
b. Kritik
Setelah sumber sejarah dalam berbagai katagorinya itu
terkumpul, tahap yang berikutnya adalah verifikasi atau lazim disebut
juga dengan kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini
yang harus jug adiuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber
(otensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang
38
kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern.
Berikut ini kedua teknik verifikasi tersebut akan dijelaskan satu-persatu:
1. Keaslian Sumber (otensitas)
Otensitas dari sumber ini minimal dapat diuji berdasarkan
lima pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Kapan sumber itu dibuat ?
2. Dimana sumber itu dibuat ?
3. Siapa yang membuat ?
4. Dari bahan apa sumber itu dubuat ?
5. Apakah sumber itu dalam bentuk yang asli?
Kelima pertanyaan ini masih minimal untuk mengajukan
pertanyaan dalam menentukan keabsahan dari dokumen sejarah
yang
diteliti
untuk
dijadikan
sumber
penulisan
sejarah
(Abdurrahman, 1999: 26). Lebih dari itu jika yang kita teliti
tersebut adalah informasi dari informan dan bukan dokumen
maka dalam hal ini Lucet sebagaimana dikutif Helius Sjamsudin
(2007) mengatakan bahwa sebelum smber-sumber sejarah dapat
digunakan dengan aman, paling tidak ada lima pertanyaan yang
harus dijawab dengan memuaskan:
1. Siapa yang mengatakan itu?
39
2. Apakan satu atau dengan cara lain kesaksian itu telah diubah?
3. Apa sebenarnya
yang dimaksud oleh orang itu dengan
kesaksiannya itu?
4. Apakan orang yang memberikan keterangan itu seorang saksi mata
(witnes) yang kompeten, apakah dia mengetahui faktor itu?
Oleh karena itu pada dasarnya kritik eksternal harus
menegakkan fakta dari kesaksia bahwa :
a. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada
waktu ini (authenticity)
b. Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada
perunahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau
penghilangan-penghilangan yang substansial (itegriti) (Helius
Sjamsudin, 2007: 134).
Karena fakta yang peneliti cari berkisar pada tahun 1970-an,
maka tergolong sejarah yang kontemporek, sebab orang-orang yang
terlibat langsung pada saat itu masih hidup jadi bisa dikatakan
kesaksiannya karena merupakan sumber primer sangat bisa
dipercaya, sekaligus dengan jalan memadukan diantara beberapa
partanyaan yang sama dan diajukan pada informan yang berbeda,
kemudian jika ada dari sebagian kecil dari informan yang
pendapatnya berbeda serta penulis kurang meyakini pendapatnya
karena sebagian besar bersaksi sama maka pendapat satu orang
40
atau dua orang diantara sepuluh orang tersebut gugur dengan
sendirinya.
2. Kesahihan Sumber (kredibilitas)
Kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya
menekankan aspek kedalaman yaitu isi dari sumber, kesaksian
(testimoni). Oleh karenanya seperti yang ditulis Helius Sjamsudin
(2007) dalam kritik intern ini seorang peneliti harus memutuskan
apakah kesaksian itu dapat diandalkan (reliable) atau tidak.
Keputusan ini didasarkan atas penemuan dua penyidikan (inquiry),
yaitu:
a. Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami?
b. Setelah fakta kesaksian dibuktikan dan setelah arti sebenarnya
dari isinya telah dibuat sejelas mungkin, selanjutnya kredibelitas
saksi harus ditegakkan.
Adapun berkenaan dengan sumber lisan, bila ingin teruji
kredibilitasnya sebagai fakta sejarah, maka harus memenuhi
sebagaimana syarat-syarat yang diajukan Garraghan sebagaimana
dikutif Dudung Abdurrahman (1999) sebagai berikut:
a. Syarat-syarat umum: sumber lisan (tradisi) harus didukung olek
saksi berantai dan disampaikan oleh pelopor pertama yang
terdekat. Sejumlah saksi itu harus sejajar dan bebas, serta mampu
mengungkapkan fakta yang teruji kebenarannya.
41
b. Syarat-syarat khusus: sumber lisan mengandung kejadian penting
yang diketahui umum; telah menjadi kepercayaan umum pada
masa tertentu; selama masa tertentu itu tradisi dapat berlanjut tanpa
protes atau penolakan perseorangan; lamanya tradisi relatif
terbatas; merupakan aflikasi dari penelitian yang kritis; dan tradisi
tidak pernah ditola oleh pemikiran kritis.
Dalam hal kredibilitas sumber ini peneliti sebagaimana
penjelasan diatas dalam sumber lisan menggunakan saksi yang
berantai, bahkan saksi tersebut merupakan sumber primer yang
secara langsung mengalami dan merasakan mengenai fakta yang
peneliti tanyakan terkait dengan sejarah masyarakat desa jerowaru
tersebut. Dan dari beberapa saksi yang berantai itu jika seperti yang
sudah dijelaskan diatas menyimpang dari pendapat umum maka
kesaksiaanya tersebut ditolak untuk dijadikan sumber sejarah, yang
sudah barang tentu dalam hal ini ke kredibelan informan tersebut
juga peneliti ketahui.
c. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran data sejarah seringkali disebut juga
dengan analisis sejarah. Kata analisis sendiri berarti menguraikan, dan
secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan.
Namun keduanya seperti yang dikatakan Kuntowijoyo dalam bukunya
42
Dudung Abdurrahman (1999) bahwa analisis dan sintesis dipandang
sebagai metode-metode utama dalam interpretasi.
Lebih jelasnya bahwa interpretasi data atau analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangtan, dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan dalam katagori,menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2008:
244). Dengan begitu analisis sejarah itu sendiri, seperti yang dikatakan
Berkhofer (Abdurrahan:1999) bertujuan melakukan sintesis atas
sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan
bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu kedalam suatu
interpretasi yang menyeluruh.
Karena didalam penulisan sejarah sering juga terjadi interpretasi
tidak sesuai atau bahkan terlalu meluas maka soerang peneliti
dianjurkan memusatkan perhatiannya pada pos-pos tertentu yang
membicarakan suatu maslah, misalnya: dengan mempelajari tokohtokoh, longkungan kejadian yang melingkupinya dan sebagainya.
Selanjutnya perhatian diarahkan kepada analisis mengenai apa yang
dipikirkan orang, diucapkan dan diperbuat orang yang menimbulkan
perubahan melalui dimensi waku (abdurrahman, 1999: 61-62).
43
Adapun yang dilakukan peneliti dalam tahap iterpretasi data ini
adalah mensintesiskan beberapa fakta agar sesuai dengan teori yang
digunakan. Misalnya ada teori yang mengatakan bahwa kekerabatan
ditentukan oleh keturunan yang selektif, dimana dalam kekerabatannya
memiliki hak atas gelar, lambing, kepemilikan dan lain-lain, begitu juga
fakta yang didapatkan mencari titik temu antara teori tersebut dengan
hasil penelitian yang akan dijelaskan.
d. Historiografi
Sebagai fase terakhir dalam penulisan sejarah, historiografi ini
merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian
sejarah yang telah dilakukan. Layaknya laporan ilmiah, penulisan hasil
penelitian sejarah itu hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai proses penelitian, sejak awal (fase perencanaan) sampai
dengan tahap terakhir (penarikan kesimpulan). Jadi dengan penulisan
sejarah itu akan ditentukan mutu penelitian sejarah itu sendiri
(Abdurrahman,1999: 67).
Diantara syarat umum yang harus diperhatikan peneliti didalam
pemaparan sejarah, seperti yang dikatakan Hasan Usman dalam bukunya
Dudung Abdurrahman (1999), adalah:
1. Peneliti harus memiliki kemampuan mengungkapkan bahasa secara
baik.
44
2. Terpenuhinya kesatuan sejarah, yakni suatu penulisan sejarah itu
sendiri sebagai bagian dari sejarah yang lebih umum, karena ia
didahului oleh masa dan diikuti oleh masa pula. Dengan perkataan
lain, penulisan itu ditempatkannya sesuai dengan perjalanan sejarah.
3. Menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan
bukti-buktinya dan membuat garis-garis umum yang akan diikuti
secara jelas oleh pemikiran pembaca.
4. Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatf, artinya usaha
menyerahkan ide-idenya dalam merekonstruksi masa lampau itu
didasarkan atas bukti-bukti tersendiri, buktri yang cukup lengkap,
dan fakta-fakta akuarat.
Penyajian penelitian secara garis besar terdiri atas tiga bagian:
(1) pengantar, (2) hasil penelitian, (3) kesimpulan. Setiap bagian
biasanya terjabarkan dalam bab-bab atau sub bab yang jumlahnya tidak
ditantukan swecara singkat. Asalkan antara satu bab dengan bab yang
lain harus ada pertalian yang jelas (Abdurrahman, 1999: 69).
Jenis historiografi yang digunakan oleh peneliti adalah
histiiriografi kritis, karena selain menggunakan pendekatan sosial yang
merupakan bagian dari tema sejarah kritis yang multi disipliner (multy
approach), sekaligus dalam melihat hubungan status sosial di jerowaru
menggunakan dua pendekatan baik dari golongan bangsawan maupun
masyarakat biasa tentang sejarahnya sehingga dalam penulisannya pada
45
tahap historiografi tidak terjadi bias atau melihat dengan satu kacamata
saja. Sekaligus dalam penulisan ini selain mampu menghadirkan nuansa
sejarahnya sekaligus nuansa sosial, budaya, ekonomi dan pendididak
tercakup di dalamnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penalitian
Desa Jerowaru merupakan salah satu dari 4 (empat) Desa yang ada di
kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Dengan luas 35,22 km dengan
perincian untuk persawahan 2,320 Ha, perkebunan 532 Ha,perumahan atau
pekarangan 406 Ha, perkuburan 41 Ha, dan lain-lain 282 Ha.
Desa Jerowaru terdiri dari 6 dusun definnitif dan 3 dusun perwakilan
yaitu kadus Jerowaru daye (utara), kadus Jerowaru lauk (selatan), kadus
Jerowaru timuk (timur), kadus Montong Wasi, dan kadus Sepapan. Sedangkan
yang termasuk kadus perwakilan adalah kadus Jor, kadus Muhajirin, dan kadus
Telong-Elong.
Adapun batas-batas desa Jerowaru adalah sebagai berikut: (a). sebelah
utara berbatasan dengan desa Sepit, (b) sebelah timur berbatasan dengan desa
Tanjung Luar, (c). sebelah selatan berbatasan dengan desa Pemongkong dan
(d). sebelah barat berbsatasan dengan desa Sukaraja.
Total jumalah penduduk dari semua dusun yang ada di desa Jerowaru
adalah 18.307 jiwa, dengan 5.372 kepala keluarga (KK), sedangkan
46
perinciannya adalah sebagai berikut: (a) laki-laki dengan jumlah 8.579 jiwa, (b)
perempuan 9.728 jiwa.
Perkebunan dan pertanian merupakan sektor pendapatan terbesar di
desa Jerowaru, selain peternakan, perkebunan, perikanan dan perdagangan.
Dilihat dari ukuran perkembangannya terutama dalam bidang pertanian
memang ada kemajuan dari tahun ketahun bila dibandingkan dengan kebelum
keadaan sebelumnya, namun dalam sektor ini yang menjadai kendala utama
adalah sarana dan prasarana di bidang irigasi atau pengairan dan ketidak
sesuaiannya harga kebutuhan petani denagan harga hasil produksi. Adapun
hasil pertanian yang sangat menopang kehidupan petani di desa Jerowaru
adalah hasil tanaman tembakau, selain padi dan semangka. Indikator
perekonomian masyarakat di desa Jerowaru dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4.1 indikator perekonomian masyarakat Desa Jerowaru 2009/
2010
No
Indikator
Sub. Indikator
Thn. 2009
Thn. 2010
1
Pendapatan
Sumber pendapatan
1. Pertanian
Rp. 35.201.125.000
Rp. 41.878.550.000
2. Kehutanan
Rp. 400.000.000
Rp. 600.000.000
3. Perkebunan
Rp. 61.325.600.000
Rp. 72.246.600.000
4. Peternakan
Rp.11.324.057.000
Rp. 12.146.183.500
5. Perikanan
Rp. 4.180.866.000
Rp. 4.952.197.000
6. Perdagangan
Rp. 6.098.100.000
Rp. 8.105.400.000
7. Jasa
Rp. 3.441.800.000
RP. 4.855.000.000
47
8. Industri rumah
tangga
Rp. 526.000.000
Rp. 794.000.000
(Sumber : monografi desa Jerowaru tahun 2009/ 20010)
Sedangkat tingkat pendidikan di desa Jerowaru masih bisa dibilang
rendah, sehingga peningkatannya masih sangat diperlukan dukungan dari
pemerintah, pihak swsata maupun dukungan dari masyarakat. Untuk itu
pendidikan masyarakat desa Jerowaru perlu ditingkatkan lagi, karena
keberhasilan dari suatu pembngunan sangat tergantung dari pendidikan
penduduknya. Peningkatan pedidikan penduduk merupakan salah satu indikator
penting dalam penentuan pencapaian angka indeks pembangunan manusia
(IPM) yang tinggi. Permasalahan dalam bidang pendidikan ini disebabkan oleh
kualitas sumber daya manusia yang masih rendah karena tingkat pendidikan
yang belum memadai. Namun dalam melaksanakan sistem pendidikan nasional
dan pendidikan dasar sembilan tahun, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM) baik melalui
pendidikan formal maupun melalui pendidikan informa.
Pemerintah desa Jerowaru selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh masyarakat, tokoh agama, melalui organisasi sosial
masyarakat atau pun pendidikan swasta, sehingga tercermin dengan tersedianya
sarana dan prasarana pendidikan sebagai berikut:
a. Sekolah Dasar
: 14 buah
b. Madrasah Ibtida’yah
: 2 buah
c. SMPN Negeri
: 1 buah
48
d. Madrasah Tsanawiyah
: 5 buah
e. Madrasah Aliyah
: 2 buah
f. PKBM (Paket A, B dan C) : 2 buah
g. TK
: 2 buah
h. PAUD
: 4 buah
(sumber: monografi desa Jerowaru tahun 2009/ 2010).
Untuk lebih jelasnya, data tingkat perkembangan pendidikan antara
tahun 2009/ 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2 indikator perkembangan pedidikan masyarakat desa
Jerowaru.
No Indikator
Sub. Indikator
Thn. 2009
Thn. 2010
1.
Tingkat
1. Buta Hurup
3187 orang
2337 orang
pendidikan
2. Tidak Tamat SD
721 orang
600 orang
penduduk usia 3. Tamat SD
1562 orang
1487 orang
15 tahun
4. Tamat SLTP
2644 orang
2608 orang
5. Tamat SLTA
3485 orang
3782 orang
6. Tamat D-1
481 orang
522 orang
7. Tamat D-2
841 orang
783 orang
8. Tamat D-3
1682 orang
2087 orang
9. Tamat S1
601 orang
1174 orang
(Sumber: monografi desa Jerowaru tahun 2009/ 2010)
Selain dalam bidang ekonomi maupun pendidikan diatas masih sangat
banyak dari gejala-gejala sosial pada masyarakat Jerowaru yang bisa di
49
identifikasi, namun gejala sosial yang masih menjadi penomena sosial pada
masyarakat Jerowaru adalah masalah kawin cerai yang cukup tinggi, dan hal ini
sudah merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sampai saat ini
yang secara tidak sadar akan berpengaruh terhadap anak keturnannya. Dampak
yang cukup dirasakan dalam hal ini adalah banyaknya anak dari hasil broken
home yang kawin pada usia dini.
B. Sejarah Singkat Penduduk Awal Desa Jerowaru
Bale Belek yang ada di Jerowaru Daye (utara) menurut Takepan yang
ada di Bale Belek merupakan rumah yang dihuni pertama kali di desa Jerowaru.
Pembuatannya menurut takepan yang selalu dibaca setiap tahun tersebut dibuat
pada abad ke- XIII yaitu kurang lebih pada tahun 1257 yang lalu, atau sekitar
753 tahun silam. Pembuatan Bale Belek ini menurut Babad tersebut
menunjukkan bahwa pembuatannya berlangsung satu hari saja yang dimulai
dari jam enam pagi dan berahir pada jam enam sore hari yang bersamaan juga
dengan dibangunnya Bale Belek yang ada di Senyiur. Pemimpin pembuatan
Bale Belek ini adalah Datu Dewe Maspanji atau yang dikenal juga dengan
nama Dewe Maspanji Raeng Jagat Manujae Lemper Subur Makmur Datu
Tunggal Lek Dunie ie Sak Laek ie Sak nani ie Sak Lemak. Kedatangan Datu
Dewe Mas Panji dengan rombongannya berasal dari arah selatan Jerowaru
tepatnya di pantai Serewe, Desa Pemongkong, Kecamatan Jerowaru sekarang.
Sesampainya di painggir pantai, Raden Mas Panji istirahat bersama
pengikutnya sebelum melanjutkan perjalanannya. Sebelum berangkat terlebih
dahulu Datu Maspanji melepas dua busur panahnya sebagai petunjuk tempat
50
mereka akan membangun tempat tinggal, kedua anak panahnya kemudian jatuh
pada tempat yang tidak terlalu jauh, yang satunya jatuh di Jerowaru dan yang
satunya lagi jatuh di Senyiur. Arah dan tempat jatuhnya busur panah inilah
yang nantinya akan dijadikan patokan untuk membuat tempat tinggal.
Sedangkan mengenai jumlah orang yang menyertai Datu Maspanji tdak
diketahui secara pasti, namun secara logika jika benar karena dari buku sumber
ini banyak sekali hal-hal yang tidak masuk akal, seperti bisa memanah dari
Serewe sampai Jerowaru bahkan sampai Senyiur, namun kita abaikan hal itu
dulu, maka bisa dikatakan jumlah pengikutnya banyak sekali sekaligus dengan
ahli pertukangan yang cukup berpengalaman sehingga pembangunannya bisa
diselesaikan dalam satu hari (wawancara Marjun, kamis 8 juli 2010).
Lebih lanjut dari kisah Datu Dewe Maspanji ini tidak terlalu jauh
diketahui karena menurut babadnya kemudian dia menghilang. Selanjutnya
yang menghuni Bale Belek setelah penghuninya tidak ada lagi adalah Pe Belek,
sedangkan yang di Senyiur dihuni oleh kakak dari Pe Belek, yang mana keduaduanya berasal dari Islam Pena.
Sebelum membahas lebih lanjut Pe Belek dan Pe Balak terlebih dahulu
akan dibahas mengenai kerajaan Pena yang merupakan asal usul Pe Belek dan
Pe Balak.
Sebuah fakta sejarah di daerah tandus Lombok Timur bagian selatan
berdiri sebuah kerajaan yaitu kerajaan Pena. Kerajaan tersebut awalnya
berpusat di bukit Pena, desa Batu Nampar Jerowaru. Penyebaran agama Islam
51
dan perpaduannya dengan adat istiadat di daerah kering itu tidak terlepas dari
peranan kerajaan kecil tersebut.
Lebih lanjut Mastam dalam karangannya yang berjudul “ Peranan
Kalangan Istana dalam Perjuangan Adat Agama di Lombok Timur “
mengatakan bahwa secara konkrit Pena lebih tepat di sebut sebagai keulamaan
dari pada sebagai kerajaan Islam. Bahkan para budayawan lebih suka
menyebutnya sebagai basis penyebaran agama Islam dari pada pusat politik.
Hal tersebut didukung dengan peninggalan yang berupa situs Pena yang di
dalamnya tidak terdapat benda-benda yang menunjukkan bekas bangunan
istana.
Pena seperti yang dikatakan Mastam diperintah oleh seorang Pemban (
raja kecil, datu ) yang sekaligus menjadi ulama agama Islam. Datu yang
terkenal adalah Raden Suryajaya Supeno. Dia digantikan oleh pangeran
Mimjimak yang bergelar Pemban Tanggal Peras atau Baru Tanggan. Berbeda
dengan Selaparang “ seri kedua “ Pena tidak banyak mendapat perhatian secara
langsung dari para ulama di tanah Jawa.
Maka kalangan bangsawan banyak yang berguru ke Jawa untuk belajar
pada para wali. Mereka mempelajari cara menyebarkan agama Islam yang
disesuaikan dengan adat Sasak. Maka peradaban masyarakat Lombok bagian
selatan pun lebih bernuansa mengenal budaya leluhur dibandingkan dengan
wilayah timur.
Misalnya kesesnian wayang, tari-tarian, pakaian dan tata krama. Untuk
kepentingan itu, pangeran Tata Samin atau Sangupati sempat belajar ke Solo
52
dan Demak sebagai pusat penyebaran agama Islam yang berbasis budaya Jawa.
Kemudian dengan pola yang sama Ia menyebarkan agama Islam di sekitar
Sakra. Sebelum akhirnya meninggal dan dimakamkan di Mengkuru, ia mampu
mengembangkan tradisi kesenian Sasak. Konon, ia pun berhasil memberantas
tradisi main judi dan minum tuak masyarakat sekitar.
Meskipun tak sekaliber Selaparang dan Pejanggik, namun kemajuan
yang dicapai Pena cukup meresahkan pihak musuh. Pena mengalami
kemunduran karena sumber-sumber air di bawah bukit yang dikuasai pasukan
Langko. Ketika itu menantu Banjar Getas telah menjadi penguasa di negeri
dengan gelar Prabu Anom Langko.
Upaya pengisolasian Pena itu terkenal dengan sebutan Politik Rerepik
Aik. Akibat langsung dari pemblokadean ini adalah kesulitan mendapatkan air
minum
bagi
para
bangsawan
yang
tinggal
di
atas
bukit.
Dalam
perkembangannya, terjadi perpindahan pusat kegiatan dari bukit Pena ke
Wangkek di desa yang sama maupun ke tempat-tempat lain yang
memungkinkan keamanan bagi para bangsawan maupun rakyatnya. Tidak
terkecuali desa Jerowaru sekarang merupakan tujuann isolasi dari akibat
blokade yang dilakukan oleh kerajaan Langko tersebut.
Pe Belek yang merupakan bangsawan Pena beserta rekan-rekannya
tinggal di sekitar Bale Belek yang sudah ada. Adapun pengikut-pengikutnya
yang lain memisahkan dirinya di tempat khusus yang nantinya dikenal denagn
nama gubuk Tembok. Inilah keturunan asli Jerowaru. Adapun Pe Belek yang
diperkirakan sebagai pemimpin para bangsawan ke desa Jerowaru menurunkan
53
dua orang keturunan yaitu Dewi Ringgit dan Raden Panji. Raden Panji setelah
memiliki keluarga kemudian pindah ke rumah Pelambik sekarang yang
merupakan bagian dari kadus Jerowaru timuk (timur). Adapun peninggalan
yang menjadi bukti adalah adanya Bale Belek di Pelambik, sedangkan Dewi
Ringgit sendiri tetap tinggal di Bale Belek lama di Jerowaru pusat. Sebagai
bukti dari pihak laki-laki maupun perempuan tinggal di mana, sampai saat ini
oleh masyarakat serta buku Takepan di Bale Belek, adanya rambut-rambut
perempuan yang cukup banyak di sana. Sedangkan di Bale Belek Pelambik
ditemukan sebilah keris yang mana menandakan bahwa anak Pe Belek yaitu
Raden Panji yang tinggal di sana.
Dewi Ringgit yang tinggal di Bale Belek pusat menurunkan empat orang
anak, keempat anaknya tersebut memiliki kepribadian yang berbeda-beda.
Keempat anaknya itu adalah Datuk Masjid, Datuk Labang, Datuk Kebon dan
Datuk Sabo. Lebih jelasnya perbedaan kepribadian dari anak-anak Dewi
Ringgit adalah sebagai berikut, yaitu :
a. Datuk Masjid
Sematan nama yang diberikan kebiasaan dari apa yang dikerjakan
setiap hari dan menjadi kepribadian orang yang memiliki nama tersebut.
Menurut keterangan, dia merupakan seorang ahli ibadah, bahkan lebih
banyak menghabiskan hidupnya untuk beribadah di Masjid. Sampaisampai hanya pulang ke rumahnya sekedar untuk makan, kemudian pergi
lagi untuk beribadah ke Masjid.
54
Keturunan dari Datuk Masjid ini menurut Sineraf (kadus Jerowaro
Daye) dan Marjun (mangku Bale Belek), namun belum diketahui secara
pasti termasuk keturunannya yang ke berapa. Beliau adalah TGH. Jahye
yang merupakan bapak dari TGH Mutawalli pendiri pondok pesantren
Darul Aitam Jerowaru. Sedangkan TGH Mutawalli memiliki an banyak
putra maupun putri, salah satunya adalah TGH.M. Sibawaihi dan Lalu
Abdul Mukib serta keluarganya yang lain.
b. Datuk Labang
Kebiasaan dan kepribadian Datuk Labang sangat berbeda dengan
kepribadian dan kebiasaan sehari-hari saudaranya yang lain. Aktifitas yang
sering dilakukannya adalah ikut berperang. Namun tidak diketahui sescara
pasti dengan siapa dan pihak mana dia berperang. Namun ada
kemungkinan karena keluarganya pernah bermusuhan dengan kerajaan
yang berada di utara Pane yaitu kerajaan Langko. Jadi tidak menutup
kemungkinan untuk membalas atau sekedar untuk membantu keluarganya
yang masih terisolasi di sekitar kawasan kerajaan Pene. Konon, biasanya
ketika pulang ke rumahnya selalu berlumuran dengan darah-darah
musuhnya. Karena tidak ada sumber kapan bangsawan Pene ini sudah
bebas dari isolasi yang diakibatkan blokade kerajaan Langko maka
jelasnya dengan siapa dan pihak mana Datuk Labang ini berperang belum
bisa dibuktikan secara jelas.
Adapun yang diperkirakan keturunan dari Datuk Labang seperti
seperti yang dikatakan Mamik Tanom ( keturunan Datuk Labang ) dan
55
Marjun diantaranya adalah Mamik Keran, Mamik Tanom, dan Mamik
Sungkal serta saudara-saudara lainnya, yang saat ini tinggal di sekitar
gubuk Tembok bersama keturunan keluarga bangsawan lainnya.
c. Datuk Kebon
Kemungkinan besar sematan nama yang diberikan kepada Datuk
Kebon tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang terjadi dengan Datuk
Masjid. Jika kegiatan sehari-hari Datuk Masjid selalu beribadah ke masjid,
sementara itu Datuk Labang disibukkan dengan ikut berperang, Datuk
Kebon disibukkan oleh kegiatan rutinitas hariannya adalah bertani (
berkebon). Setiap tanah yang diperkirakan bisa ditanami tanaman
kebutuhan sehari-hari selalu diusahakan oleh Datuk Kebon untuk
ditanami. Bahkan bukan hanya berkisar di kawasan desa Jerowaru saja
melainkan Keruak, Sepit, Mendane, Senyiur ada juga tanah garapannya.
Menurut Marjun ada juga keturunan dari Datuk Kebon yang sampai saat
ini tinggal di kawasan yang di sebut di atas.
d. Datuk Sabo
Dengan gubuk Bawak Sabo yang oleh masyarakat sana diperkirakan
di tempat tersebut banyak sekali ditanam pohon Sabo oleh tokoh yang
dikenal sesuai kebiasaaannya ini yaitu menanam Sabo. Meskipun saat ini
sudah tidak banyak lagi,namun di sekitar gubuk Bawak Sabo bukti
tersebut masih ada berupa adanya pohon Sabo dan sisa-sisanya.
56
Uraian sejarah singkat di atas memberikan gambaran mengenai asal
usul para bangsawan ini,khususnya yang berada di Jerowaru bat ( barat )
terutama di gubuk Tembok dan Pelambik. Walaupun di tempat
yang
disebut terakhir terdapat perbedaan dalam implementasi adat-istiadat
nenek moyangnya. Adapun persebaran bangsawan ini ke Pelambik
bertepatan dengan berpindahnya Raden Panji.sebelah satu yang menjadi
permasPedalemalahan sekarang adalah asal usul dari bangsawan yang ada
di gubuk pedaleman ( gubuk Nenek ) (wawancara Sinerap dan Marjun,
sabtu 10 juli 2010).
Mamik Karniati yang merupakan salah satu dari komunitas
bangsawan yang tinggal di gubuk Nenek mengatakan bahwa sampai saat
ini masih ada hubungan kekerabatan antara bangsawan yang ada di
Jerowaru khususnya di gubuk Nenek dengan bangsawan yang ada di
Gerung, Kediri, Pagutan, dan Kopang masih ada. Begitu juga dengan apa
yang dikatakan Mamik Jamudin (80) bahwa asal usul dari bangsawan yang
ada di gubuk Pedaleman ini bukan berasal dari satu tempat saja melainkan
seperti yang dikatakan mamik Karniati di atas. Dari uraian di atas dapat
diambil dua kemungkinan, yaitu : (1) Bangsawan yang ada di gubuk
Nenek berasal dari berbagai tempat seperti Gerung, Kediri, Pagutan,
Kopang dan lain-lain. (2) Bisa saja walaupun saat ini masih ada hubungan
kekerabatan dengan tempat-tempat yang disebut tadi namun berasal dari
satu tempat kemudian menyebar ke tempat lain. Misalnya asal muasal
pertamanya yaitu dari Kopang kemudian menyebar ke Kediri, Pagutan dan
57
lain-lain maka otomatis walaupun berpisah tempat tinggal namun masih
memiliki hubungan kekerabatan. Namun yang lebih jelas kesimpulan yang
pertama akan lebih kuat yang kemungkinan walaupun berasal dari daerah
yang berbeda namun memiliki tingkatan sosial yang sama pada akhirnya
membentuk komunitas tersendiri di tempat yang disebut gubuk Pedaleman
(wawancara Mamik Jamudin dan Mamik Karniati,
C. Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Jerowaru
Stratifikasi social pada masyarakat desa Jerowaru selain berbentuk
stratifikasi social terututup ( closed social setratification ) dari sejarahnya,
sekaligus juga terdapat stratifikasi social terbuka ( open social
setratificaation ) untuk saat ini, bahkan menurut sebagian besar
narasumber sudah mulai terasa sejak tahun 1970-1980-an. Stratifikasi
sosial tertutup pernah mewarnai kehidupan masyarakat desa Jerowaru
pada saaat masih sangat
dihormatinya status kebangsawanan, dimana
sangat banyak sekali perbedaan antara golongan masyarakat bangsawan
dengan golongan biasa baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun
budaya. Dalam bidang ekonomi misalnya sebelum tahun 1970-1980-an
golongan bangsawan rata-rata memiliki sawah yang cukup luas bila
dibandingkan dengan masyarakat biasa pada umumnya, dalam bidang
sosial sudah barang tentu sangat dihormati, bahkan dalam bidang adatistiadat terdapat juga perbedaan yang dapat dikatakan menonjol, semua ini
kata mantan kepala desa Jerowaru yang pernah menjabat selama lima
periode, berlaku kurang lebih dari tahun 70-80-an ke bawah. Sementara
58
dari tahun 70-80-an sudah dirasakannya kelonggaran-kelonggaran dalam
adat istiadat bangsawan oleh masyarakat biasa yang mana ditunjukkan
dengan beberapa sebab seperti berkurangnya kepemilikan atas tanah ynag
sangat luas, berkurangnya pendidikan dari golongan bangsawan serta
mulai berkembangnya masyarakat biasa baik dalam bidang pendidikan
maupun ekonomi, dan juga ditandai dengan berkurangnya adat-istiadat
yang dahulunya menjadi aturan yang diharuskan (rit) bagi golongan
bangsawan.
Golongan bangsawan di desa Jerowaru konsentrasi tempat tinggalnya
berbeda dengan masyarakat biasa pada umumnya. Terdapat dua tempat
yang dikenal sangat memegang teguh adat-istiadat kebangsawanannya
yaitu di gubuk Nenek atau yang biasa dikenal dengan gubuk Pedaleman
dan gubuk Tembok di kadus Jerowaru, sedangkan gubuk Nenek berada di
kadus Jerowaru bat (barat). Selain itu mereka juga bergaul dengan
golongannya untuk sehari-harinya, begitu juga dengan golongan
masyarakat biasa yang seolah-olah terdapat sekat yang memisahkan antara
golongan bangsawan dengan golongan masyarakat biasa dan sampai saat
ini adanya konsentrasi pemisahan tempat tinggal antara golongan
bangsawan dengan golongan masyarakat biasa masih bisa ditunjukkan.
Pada umumnya dapat dilihat dari masih berkumpulnya tempat tinggal
golongan bangsawan di satu tempat meskipun untuk saat ini gubuk yang
ditempati
golongan
bangsawan
dan
dahulunya
hanya
ditempati
golongannya saja sudah ada masyarakat biasa. Secara sederhana dapat
59
dikatakan bahwa selama tahun 70-an adanya stratifikasi sosial tertutup ini
benar-benar dirasakan (wawancara Lalu Abdul Hamid, kamis 15 juli
2010).
Dari keenam kadus yang terdaftar secara administratif dan tiga kadus
perwakilan, dimana konsentrasi tempat tinggal golongan bangsawan ini
yaitu di kadus Jerowaru timuk (timur), Jerowaru bat (barat) dan kadus
Jerowaru daye (utara). Sementara di kadus-kadus lain hanya segelintiran
orang saja. Misalnya saja di kadus Jerowaru Bat. Dari 1047 warganya
yang terbagi menjadi enam RT yaitu RT gubuk Tengak, RT gubuk Nenek,
RT gubuk Gora, RT gubuk Sekilat dan RT gubuk Tutuk. Konsentrasi
tempat tinggal keluarga bangsawan sampai saat ini yaitu di RT gubuk
Nenek atau biasa disebut dengan istilah Pedaleman. Adapun bangsawan di
kadus Jerowaru Bat adalah 61 orang, dengan perincian seperti tertera pada
table di bawah ini.
Tabel 4.3 Nama-nama penduduk bangsawan kadus Jerowaru Bat.
No Nama Lengkap
Umur
Status
1
Lalu Rasdin
25 tahun
Belum kawin
2
Bq. Serah
20 tahun
Sudah kawin
3
H. L. Lukmanul Hakim
58 tahun
Sudah kawin
4
Mamik Sumiati
56 tahun
Sudah kawin
5
Lalu Muhlis
22 tahun
Sudah kawin
6
Mamik Abdul Munir
31 tahun
Sudah kawin
7
Mamik Raehanun
49 tahun
Sudah kawin
60
8
Lalu Mashur
21 tahun
Belum kawin
9
Lalu Zakaria
29 tahun
Sudah kawin
10
Baiq Ayuni
38 tahun
Sudah kawin
11
Baiq Rahmawati
23 tahun
Sudah kawin
12
L. Wire Bakti
18 tahun
Sudah kawin
13
Mamik Aluh Harida
43 tahun
Sudah kawin
14
Baiq Aluh Harida
24 tahun
Belum kawin
15
Mamik Ida
41 tahun
Sudah kawin
16
Baiq Masni
31 tahun
Sudah kawin
17
Baiq Mundre
31 tahun
Sudah kawin
18
Mamik Muhur
74 tahun
Sudah kawin
19
Baik Lamijah
33 tahun
Sudah kawin
20
Lalu Agus Satriadi
24 tahun
Sudah kawin
21
Lalu Zulkarnain
26 tahun
Sudah kawin
22
Lalu Satrah
57 tahun
Sudah kawin
23
Lalu Agus Satriawan
24 tahun
Belum kawin
24
Baiq Rusniati
33 tahun
Sudah kawin
25
Mamik Mahrap
71 tahun
Sudah kawin
26
Lalu Maswan
35 tahun
Sudah kawin
27
Bq. Mulyana Darma Yanti
26 tahun
Belum kawin
28
Lalu Sahirudin
23 tahun
Belum kawin
29
Bq. Helisnaeni
30 tahun
Belum kawin
61
30
Lalu Khaerul Furqan
18 tahun
Sudah kawin
31
Lalu Ishak
45 tahun
Belum kawin
32
Baik Asporiah
33 tahun
Belum kawin
33
Bq. Suara Warti
24 tahun
Belum kawin
34
Baiq Jumakiyah
30 tahun
Sudah kawin
35
Lalu Hasbullah
41 tahun
Sudah kawin
36
Lalu Umar
50 tahun
Sudah kawin
37
Baiq Hadijah
45 tahun
Sudah kawin
38
L. Juliadi Satriawan
31 tahun
Sudah kawin
39
Bq. Mustika Riani
30 tahun
Sudah kawin
40
Baiq Asriani
33 tahun
Sudah kawin
41
Baiq Is Pujaiah
29 tahun
Sudah kawin
42
Baiq Zurijah
31 tahun
Sudah kawin
43
Lalu Burhanudin
20 tahun
Belum kawin
44
Lalu Zul Pahri
31 tahun
Sudah kawin
45
Baik Zakiyah
24 tahun
Sudah kawin
46
Baiq Rini
18 tahun
Belum kawin
47
Lalu Jaelani
25 tahun
Sudah Kawin
48
Lalu Abd. Hanan
45 tahun
Sudah kawin
49
Bq. Ainul Mariana
22 tahun
Belum kawin
50
Lalu Mustafa Kamal
20 tahun
Belum kawin
51
Baiq Saodah
49 tahun
Sudah kawin
62
52
Lalu Dodik
19 tahun
Belum kwin
53
Lalu Purnama Haji
19 tahun
Belum kawin
54
Lalu Darman Huri
30 tahun
Sudah kawin
55
Lalu Darwisah
46 tahun
Sudah kawin
56
Bq. Nurwati
19 tahun
Belum kawin
57
Mamik Sumaini
72 tahun
Sudah kawin
58
Mamik Jamudin
80 tahun
Sudah kawin
59
Baiq Jaminah
18 tahun
Belum kawin
60
Mamik Jamirah
23 tahun
Sudah kawin
61
Lalu Agus
20 tahun
Sudah kawin
(Sumber: Salinan daftar pemilih tetap pemilihan umum kabupaten Lombtimur tahun 2009.)
Lebih khusus lagi dari keenam puluh satu warga di kadus Jerowaru Bat
(barat) yang tergolong bangsawan ini 80%nya tinggal di RT gubuk Nenek.
Dari 101 jumlah warga di gubuk Nenek terdapat 48 warga yang tergolong
bangsawan. Jadi dari 61 warga bangsawan di kadus Jerowaru bat (barat)
terdapat 43 warga berada di gubuk Pedaleman, hingga jelas dari data yang
ada menunjukkan pernah adanya konsentrasi bangsawan. Untuk lebih
jelasnya nama warga yang tergolong bangsawan dan tinggal di gubuk
Nenek dapat dilihat dari table di bawah ini.
Tabel 4. 4 Nama penduduk bangsawan Jerowaru bat gubuk Nenek.
No Nama Lengkap
Umur
Status
1
29 tahun
Sudah kawin
Lalu Zakaria
63
2
Bq. Ayuni
38 tahun
Sudah kawin
3
Bq. Rahmawati
23 tahun
Belum kawin
4
Lalu Wire Bakti
18 tahun
Belum kawin
5
Mamik Aluh Harida
43 tahun
Sudah kawib
6
Mamik Ida
41 tahun
Sudah kawin
7
Baiq Masni
33 tahun
Sudah kawin
8
Baiq Mundre
31 tahun
Sudah kawin
9
Mamik Muhur
74 tahun
Sudah kawin
10
Baiq Lamijah
33 tahun
Sudah kawin
11
Lalu Agus Satriadi
24 tahun
Sudah kawin
12
Mamik Rustam
66 tahun
Sudah kawin
13
Lalu Zulkarnaen
26 tahun
Sudah kawin
14
Lalu Satrah
57 tahun
Sudah kawin
15
Lalu Agus Satriawan
24 tahun
Sudah kawin
16
Bq. Rusniati
33 tahun
Belum kawin
17
Mamik Mahrap
71 tahun
Sudah kawin
18
Lalu Maswan
35 tahun
Sudah kawin
19
Bq. Mulyana Darma Yanti
26 tahun
Sudah kawin
20
Lalu Sahirudin
23 tahun
Belum kawin
21
Bq. Hajjah Karniati
55 tahun
Sudah kawin
22
Bq. Helis Naeni
30 tahun
Belum kawin
23
Lalu Kaherul Furqon
18 tahun
Belum kawin
64
24
Lalu Ishak
45 tahun
Sudah kawin
25
Baiq Asporiah
33 tahun
Belum kawin
26
Bq. Suara Warti
24 tahun
Belum kawin
27
Baiq Jumakyah
30 tahun
Belum kawin
28
Lalu Sahabullah
41 tahun
Sudah kawin
29
H. L. Umar
51 tahun
Sudah kawin
30
Bq. Hadijah
45 tahun
Sudah kawin
31
Lalu Juliadi Sariyawan
31 tahun
Sudah kawin
32
Baiq Mustika Yani
30 tahun
Sudah kawin
33
Baiq Asriani
31 tahun
Sudah kawin
34
Bq. Is Pujaiah
29 tahun
Sudah kawin
35
Baiq Zarijah
31 tahun
Sudah kawin
36
H. L. Karniati
59 tahun
Sudah kawin
37
Lalu Burhanudin
20 tahun
Belum kawin
38
Lalu Dodik
20 tahun
Belum kawin
39
Baik Haeruni
32 tahun
Sudah kawin
40
Lalu Purnama Hajji
21 tahun
Sudah kawin
41
Lalu Zul Fahri
31 tahun
Sudah kawin
42
Baiq Zakiyah
24 tahun
Sudah kawin
43
Baiq Rini
18 tahun
Belum kawin
44
Lalu Jaelani
25 tahun
Belum kawin
45
Lalu Abdul Hanan
45 tahun
Sudah kawin
46
Baiq Ainul Mariana
22 tahun
Belum kawin
65
47
Lalu Mustofa Kamal
20 tahun
Belum kawin
48
Baiq Saodah
49 tahun
Sudah kawin
(Sumber: Salinan daftar pemilih tatap pemilihan umum kabupaten Lombok
timur tahun 2009)
Nama-nama di atas menunjukkan hal yang cukup jelas, sesuai dengan
apa yang dkatakan Mamik Karniati bahwa sebelum tahun 80-an di gubuk
Nenek ini hanya dihuni oleh golongan bangsawan saja, meskipun untuk
saat ini sudah pula ditempati oleh golongan masyarakat biasa.
Selain konsentrasi bangsawan di RT gubuk Nenek, terdapat juga di
kadus Jerowaru daye (utara) tepatnya di RT gubuk Tembok, yang mana
sebelum tahun 70-an seperti dikatakan Sineref dan Mamik Karniati tempat
ini dahulunya dikelilingi tembok sebagai pemisah tempat tinggal antara
golongan bangsawan dengan golongan jajar karang. Namun saat ini yang
tinggal hanya puing-puingnya saja karena sudah dimasuki juga oleh
masyarakat biasa. Sedangkan di kadus Jerowaru timuk (timur) konsentrasi
bangsawan terdapat di Pelambik.
Kadus Jerowaru daye dengan jumlah warga 909 orang dengan 96 orang
termasuk bangsawan yang tersebar di 12 gubuk (RT) yaitu Bale Belek,
Gubuk Lando, Gubuk Bawak Sabo, Tete Batu, Gubuk Ponpes, Panseng,
Otak Dese, Heler, Gubuk Tembok, Karang Temu, Gubuk Nunang, dan
gubuk Jerowaru daye sendiri. Dibandingkan dengan kadus Jerowaru bat
persebaran bangsawan umtuk saat inidi kadus Jerowaru Daye sudah mulai
merata, meskipun di Gubuk Tembok setidaknya masih tersisa kalau tempat
tersebut pernah dijadikan konsentrasi tempat tinggal bagi golongan
66
bangsawan. Karena dari semua gubuk yang ada di kadus Jerowaru Bat
persebarannya yang paling banyak sampai saat ini adalah di gubuk
Tembok, yaitu 33 orang dari jumlah bangsawan yang ada.
Tabel 4. 5 Nama-nama penduduk bangsawan gubuk Nenek.
No Nama Lengkap
Umur
Status
1
Mamik Herianto
42 tahun
Sudah kawin
2
Baiq Darmini
41 tahun
Sudah kawin
3
Lalu haji muh. Satrah
61 tahun
Sudah kawin
4
H. L. Wiredarme
51 tahun
Sudah kawin
5
Bq. Roni harmawati
21 tahun
Belum kawin
6
Baiq Wasiah
44 tahun
Sudah kawin
7
Mamik Elmiwati
41 tahun
Sudah kawin
8
Bq. Elniwati
20 tahun
Belum kawin
9
H. L. Ahmad Amin
63 tahun
Sudah kawin
10
Lalu Samsul Bahri
25 tahun
Sudah kawin
11
Bq. Wiradatul Hidayani
23 tahun
Sudah kawin
12
Lalu Makbul
22 tahun
Sudah kawin
13
Lalu Herman
28 tahun
Belum kawin
14
Baiq Etik Fitriani
21 tahun
Belum kawin
15
Lalu Abdul Hamid S.Pd
37 tahun
Sudah kawin
16
Lalu Kusuma Utama
24 tahun
Sudah kawin
17
Lalu Kamarudin
31 tahun
Sudah kawin
67
18
Mamik Seruni
50 tahun
Sudah kawin
19
Lalu Zaenal Abidin
47 tahun
Sudah kawin
20
Lalu Ratnawe
73 tahun
Sudah kawin
21
Lalu Junaidi
40 tahun
Sudah kawin
22
Mamik Sofyan
44 tahun
Sudah kawin
23
Lalu Masrun
42 tahun
Sudah kawin
24
Lalu Haeruman
46 tahun
Sudah kawin
25
Bq. Hajjah Wisnu
47 tahun
Sudah kawin
26
Lalu Harmaen
44 tahun
Sudah kawin
27
Baiq Rukmini
40 tahun
Sudah kawin
28
Baiq Masirah
45 tahun
Sudah kawin
29
Lalu Indi Sekar
29 tahun
Sudah kawin
30
Mamik Sekar
64 tahun
Sudah kawin
31
Mamik Suartum
60 tahun
Sudah kawin
32
Mamik Husna
53 tahun
Sudah kawin
33
Mamik Sukirman
56 tahun
Sudah kawin
(Sumber. Salinan daftar pemilih tetap pemilihan umum kabupaten Lombok
timur tahun 2009)
Sedangkan di kadus Jerowaru Timuk dari 1065 warganya terdapat 71
masyarakatnya yang termasuk bangsawan sekaligus juga Bape dan
persebarannya cukup merata di setiap gubuk, karena di kadus Pelambik
tidak ada konsentrasi khusus tempat tinggal para bangsawan. Jadi dari
keenam kadus difinitif dan tiga kadus perwakilan di desa Jerowaru
terdapat tiga kadus yang menjadi konsentrasi tempat tinggal para
68
bangsawan meskipun di kadus-kadus yang lain juga ada, namun
jumlahnya sangat minim. Misalnya di kadus Montong Wasi dengan
jumlah warganya yang begitu banyak, hanya empat orang yang termasuk
golongan bangsawan, begitu juga dengan empat kadus lainnya (Sumber:
Monografi desa Jerowaru tahun 2009/ 2010).
Ketika kita berbicara mengenai setratifikasi sosial maka sudah barang
tentu terdapat beberapa hal yang membedakan dengan golongan yang lain
baik di atas golongannya maupun setrata yang berada di bawah
golongannya. Di bawah ini akan kita bahas apa saja yang membedakan
antara golongan bangsawan dengan masyarakat biasa, khususnya sebelum
tahun 70-an dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Kekayaan dan ekonomi
Mamik Mahrap mengatakan bahwa sebelum tahun 60 ke bawah
rata-rata golongan bangsawan memiliki sawah yang cukup luas
sebagai sumber mata pencaharian, sedangkan sebagai buruhnya
adalah masyarakat biasa. Meskipun seperti yang dikatakan Mamik
Samsumi (60) pada sebelum tahun 70-an hanya dikenal satu kali
panen dalam satu tahun. Namun setidaknya mereka lebih banyak
memiliki hasil tanaman untuk dijual maupun untuk keperluan hidup
sehari-hari bila dibandingkan dengan sebagian dari masyarakat
biasa yang hanya sebagai buruh atau hanya memiliki sawah yang
sedikit. Bisa dikatakan seperti apa yang diinformasikan Mamik
Karniati bahwa para bangsawan ini hanya bekerja menjadi buruh di
69
sawahnya sendiri. Sinerep (51) yang saat ini menjabat sebagai kadus
Jerowaru daye (utara) mengatakan ketika masih muda dan memiliki
teman yang cukup banyak dari keturunan bangsawan (Lalu) ratarata tidak ada yang mengambil upah di sawah orang lain seperti
kebiasaan yang dilakukan anak masyarakat biasa yang kebanyakan
sebagai buruh di sawah orang lain.
Terdapat beberapa faktor penyebab rata-rata para bangsawan di desa
Jerowaru memiliki tanah atau sawah yang cukup luas yaitu :
a. Mengambil tanah milik orang lain
Seperti yang dikatakan Mamik Sekar (62) jika ada orang yang
memiliki tanah atau sawah namun tidak pernah dikerjakan,
ditanami ataupun diolah dan hanya sekedar di tanda bahwa atas
namanya yang memiliki tanah tersebut, maka biasanya tanah
yang seperti ini sering diambil orang lain terutama dalam hal ini
golongan bangsawan yang sering melakukannya (wawancara
Mamik Sekar, selasa 20 juli 2010).
b. Keuletan dan Ketekunan
Lalu Satrah (57) mengatakan bahwa walaupun rata-rata para
bangsawan memiliki tanah yang cukup luas, namun jika terdapat
tanah yang tidak ada pemiliknya walaupun masih berupa hutan
biasanya dijadikan sebagai sawah atau rau. Hal ini sekaligus
juga banyak dilakukan masyarakat biasa (wawancara Lalu
Satrah, selasa 20 juli 2010).
70
c. Sosial Kemasyarakatan
Golongan bangsawan kata Lalu Abdul Hamid (45) kadus
Jerowaru bat (barat) ketika ada acara Roah,Begawe maupun
Zikiran dalam jamuan makannya selain tempatnya duduk
dibedakan, makanannya juga berbeda. Bagi para bangsawan
biasanya diberikan pesajik (makanan) yang lebih banyak dan
berbeda dari masyarakat biasa, dan biasanya menggunakan
taplak yang lebih bagus. Selain yang disebutkan di atas dalam
pergaulan sehari-hari ketika masyarakat biasa bertemu dengan
Mamik-Mamik di jalan, biasanya dilakukan penghormatan
dengan cara sedikit menundukkan kepala sekaligus dengan
mngucapkan kata nurge sekaligus dengan menggunakan bahasa
halus sebisanya. Selain yang sifatnya umum seperti Besiru
(nyiru), gotong royong dan sebagainya. Adapun seperti yang
sudah dijelaskan di atas, karena konsentrasi tempat tinggal dari
para bangsawan ini otomatis juga lebih banyak bergaul dengan
sesama bangsawannya. Adapun bentuk sosial kemasyarakatan
bersama
yang
sering
dilakukan
bersama-sama
dengan
masyarakat secara umum adalah upacara Selamet Dese yang
dilakukan setiap tahun sekali bahkan sampai saat ini dengan
memotong seekor Sapi atau Kerbau kemudian diadakan Roah
atau Zikiran di Bale Belek (wawancara Lalu Abdul Hamid,
selasa 20 juli 2010).
71
2. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan cermin dari lokal genius yang
dikembangkan oleh masyarakat secara turun- temurun, walaupun
akan selalu terdapat modifikasi sesuai dengan perkembangan
zaman. Masyarakat Desa Jerowaru yang dalam setratifikasi
sosialnya terdapat dua golongan yang berbeda, dimana masingmasing dari golonganya mengikuti adat- istiadat yang berlaku sesuai
dengan adat-istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyangnya,
meskipun terdapat banyak kesamaan walaupun dari golongan
setratifikasi sosial yang berbeda, hal ini selain disebabkan kesamaan
tempat tinggal secara geografis maupun persamaan- persamaan
yang lain seperti agama, pola pikir dan lain sebagainya.
Dalam hal adat- istiadat di Desa Jerowaru karena terdapat dua
golongan sosial yang berbeda, maka terdapat perbedaan- perbedaan
yang dapat kita identifikasi, namun hal ini akan dijelaskan pada
bagian sistem kekerabatan, karena akan menyangkut peraturan yang
dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masing-masing
golongan dan ditularkan secara kekerabatan sesuai dengan
golongannya. Adapun contoh kecil dari adanya perbedaan tersebut
dapat dilihat pada saat menggunakan pakaian adat, dalam hal ini
sesuai dengan adat bangsawan, para bangsawan harus menggunakan
Leang (Sabuk Tamper) yang lebih panjang dari pada Leang
masyarakat biasa dan hal ini ukurannya sudah dibuatkan sama, yang
72
ukurannya harus di bawah lutut. Selebihnya perbedaan-perbedaan
adat-istiadat di desa Jerowaru secara panjang lebar akan dibahas
pada bagian sistem kekerabatan.
Lebih jelas jika diklasifikasikan sesuai dengan setrata sosialnya,
maka di desa Jerowaru terdapat tingkatan-tingkatan setrata sosial
yaitu sebagai berikut :
1. Golongan Bangsawan (Mamik)
Posisis setrata sosial Mamik ini berada di atas golongan
Bape maupun masyarakat biasa yang dahulunya dikenal
dengan nama Jajar Karang. Di mana di desa Jerowaru sesuai
dengan setrata sosialnya merupakan golongan yang paling
tinggi sebab tidak ada Raden atau golongan yang lebih
tinggi lainnya yang tinggal di sana. Seperti dikatakan di atas
bahwa bahwa dari segi ekonomi,sosial maupun adat-istiadat
terdapat perbedaan dengan golongan yang ada di bawahnya.
2. Golongan bangsawan (Bape)
Bape merupakan golongan tersendiri di desa Jerowaru,
kedudukan setrata sosialnya berada satu tingkat di bawah
Mamik dan satu tingkat di atas Amak, namun jelas golongan
Bape ini termasuk golongan bangsawan, namun posisisnya
di bawah Mamik. Secara pasti belum bisa diidentifikasi
perbedaan yang jelas antara mamik dan Bape ini. Pada
masyarakat biasa
73
juga mengenal namanya Bape, namun hal ini merupakan
sebutan bagi adaik dari ayah orang yang memanggil
tersebut. Namun yang jelas seperti yang dikatakan Lalu
Abdul Hamid dan Mamik Karniati bahwa golongan Bape ini
anaknya bergelar Lalu, namun jika sudah memilki anak akan
bergelar seperti orang tuanya yaitu Bape lagi, sesuai dengan
gelar kebangsawanan orang tuanya.
3. Masyarakat Biasa (jajar karang) (wawancara Lalu Abdul
Hamid dan Mamik Karniati, selasa 3 agustus 2010).
D. Sistem Kekerabatan Masayarakat Bangsawn Desa Jerowaru
Suatu kelompok seperti yang dikatakan Koentjaraningrat adalah
kesatuan individu yang diikat oleh sekurang-kurangnya 6 unsur, salah satunya
yaitu adanya system norma-norma yang mengatur tingkah laku warga
kelompok. Jadi dalam system kekerabatan bukan hanya kita tahu adanya
hubungan kekerabatan dalam kelompok tersebut, tetapi menyangkut juga
norma-norma ataupun adat-istiadat yang mengatur dalam kehidupan sosialnya.
Baik itu dalam keluarga inti, keluarga luas, klen kecil maupun klen besar.
Ketika membahas mengenai system kekerabatan ini maka yang akan
menjadi pembahasan kita sangat luas sekali, namun disini karena berkaitan
dengan sejarah system kekerabatan pada masyarakat bangsawan Jerowaru
maka yang akan menjadi bahasan adalah bagaimana system kekerabatan
masyarakat bangsawan Jerowaru sebelum tahun 1970 -1975-an, termasuk
74
system perkawinan, adat-istiadat atau norma-norma, bahasa yang digunakan
dan lain-lai, memungkinkan untuk dikaji lebih dalam.
a. System Perkawinan
Setiap kelompok masyarakat yang berbeda baik di bedakan oleh jarak
geografis, golongan, maupun agama memiliki system perkawinan, adatistiadat maupun bahasa yang berbeda. Contoh kecil pada masyarakat
Jerowaru yang walaupun secara spasial tempat tinggalnya bersamaan,
namun karena memiliki golongan sosial yang berbeda maka terdapat juga
perbedaan dari beberapa aspek yang disebut tadi, meskipun pesamaan itu
tidak bisa di hilangkan.
1.
Pasangan Ideal Menurut Sistem Kekerabatan Pada Golongan
Bangsawan Desa Jerowaru.
Sudah menjadi ciri umum bahwa keluarga dekat termasuk misan
maupun sepupu sangat dianjurkan untuk menjadi pasangan hidup bagi
anak-anaknya, yang bukan hanya di Jerowaru namun juga di tempat lain
kadang-kadang banyak yang mengidealkan pasangan anak-anaknya
adalah kerabat dekat. Bangsawan jerowaru dalam hal mencari pasangan
hidup (suami/ istri) bagi anak-anaknya terutama yang perempuan sering
menjadi bagian dari interfensi dari orang tuanya, tidak seperti anak lakilaiki yang boleh menentukan pasangannya sendiri secara bebas.
75
Terkait dengan hal diatas Mamik Sekar dan Mamik Karniati
mengatakan bahwa bagi anak-anak perempuan sebelum tahun 1970 1975-an kalaupun tidak kawin dengan keluarga dekatnya, paling tidak
mereka harus menikah dengan laki-laki yang golongannya sederajat,
yang dalam hal ini tentu adalah anak dari bangsawan juga (wawancara
Mamik Sekar Dan Mamik Karniati, rabu 11 agustus 2010).
Apabila hal tersebut tidak di indahkan dan anak perempuan tersebut
kawain dengan cara dilarikan oleh anak dari masyarakat biasa maka anak
tersebut hususnya di Gubuk Tembok dan Gubuk Nenek dilakukan
pembuangan (beteteh) oleh keluarganya. Bahkan walaupun yang
mengambil anaknya tersebut berasal dari golongan bangsawan namun
tempat tinggalnya jauh dari Jerowaru dan keluarga dari pihak perempuan
akan mencari tahu tentang kebenaran golongan sosialnya sebelum
nantinya diberikan izin untuk dinikahkan.
Husus bagi bangsawan di Jerowaru ketika membawa pulang seorang
perempua ke ruamah calon pengantin laki-laki, yang pertama ada yang
disebut melaian dan yang kedua dengan cara ngelamar. Tradisi melaian
bukan hanya pada golongan bngsawan akan tetapi merupakan budaya
umum masyarakat lintas golongan. Sedangkan dengan cara melamar
(ngelamar) biasanya dilakukan oleh golongan bangsawan.
Melaian dalam adat sasak bukan kerena orang tua gadis tersebut
tidak setuju, melainkan merupakan suatu cara yang oleh sebagian
masyarakat dipandang paling ideal, karena ada anggapan bahwa jika
76
anaknya diambil dengan cara diminta sering dianggap suatu penghinaan
dan diibaratkan seperti meminta barang dagangan saja. Namun anggapan
itu tidak semuanya benar di setiap masyarakat, di desa Jerowaru
misalnya tradisi melaian ini selain merupakan adat tersendiri buakan
berarti jika diminta dengan baik-baik ada anggapan yang negatif,
melainkan adanya kebiasaan pendukung yang melegalkan melaian ini.
Jelasnya di desa Jerowaru teradisi melaian adalah merupakan tradisi
bersama baik pada golongan bangsawan maupun masyarakat biasa.
Husus bagi anak bangsawan melaian dilakukan kadang-kadang atas
dasar ketidak setujuan orang tua si gadis dan biasanya disinilah terjadi
apa yang disebut beteteh, lain halnya jika dengan menggunakan tradisi
melaian namun laki-lakinya dari golongan bangsawan tidak akan
menjadi suatu masalah (wawancara Mamik Karniati, rabu 11 agustus
2010).
Dalam prakteknya terdapat interpensi dari orang tua bangsawan
hususnya bagi anak perempuan terutama dalam hal perkawinan ini,
bahkan sampai terjadi beteteh bagi yang kawin dengan bukan golongan
bangsawan. Namun seperti yang dikatakan Lalu Ratnawe (73) pada
umumnya anak gadis pada saat itu sangat patuh dan taat pada perintah
orang tuanya, apalagi menyangkut pasangan hidup yang begitu penting
sehingga seorang gadis harus mengikuti sistem adat yang sesuai dengan
tingkatan sosial orang tuanya. Sehingga ada kesadaran tersendiri dalam
menentukan pasangan hidup, daripada nantinya selain dikeluarkan dari
77
keluarga sekaligus dianggap melanggar aturan dalam adat-istiadat, dan
otomatis sedikit tidak ada perasaan durhaka pada orang tuanya, sehingga
seperti yang dikatakan Mamik Karniati mereka pada umumnya sangat
patuh dan menaati kepurusan orang tuanya. Tidak sama halnya dengan
dengan anak laki-laki yang diperbolehkan menentukan istrinya dari
kalangan manapun (wawancara Lalu Ratnawe, kamis 19 agustus 2010).
Walaupun di desa Jerowawru dikenal istilah beteteh, namun terdapat
perbedaan antara istilah beteteh dengan bangsawan di tempat lain yang
sangat kental adat kebangsawanannya dan membuang sama skali anak
perempuannya jika kawin dngan bukan sesama bangsawan. Marjun
mengatakan bahwa walaupun di desa Jerowaru dikenal adanya beteteh
namun tidak dibuang seumur hidup, artinya jika perempuan tersebut
sudah bercerai dengan suaminya yang bukan dari golongan bangsawan
bisa saja diterima dalam keluarganya, walaupun secara tidak langsung.
Misalnya setelah bercerai ada saja keluarga ibu atau ayahnya yang
memberikannya tempat tinggal dan dari sinilah sedikit demi sedikit akan
menjadi bagian dari keluarga asalnya (wawancara Marjun, kamis 8 juli
2010).
b. Prosesi Adat Dalam Sistem Perkawinan
Secara garis besar urutan prosesi dalam perkawinan antara golongan
perwangse dan jajarkarang ini terdapat kesamaan, dan
yang
membedakannya hanyalah isi dari setiap prosesi yang dilaksanakan.
Singkatnya dimulai dari pengambilan pengantin perempuan, kemudian
78
dilanjutkan dengan besejati, kemudian nyelabar, disusun kemudian
dengan prosesi bait wali, rebak pucuk, sorong serah dan diakhiri dengan
acara nyongkolan (nyokor). Lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan satu
persatu dari urutan prosesi tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Melaian (mengambil pengantin perempuan)
Proses pertama yang dilakukan ialah membawa pengantin
perempuan kerumah keluarga memepelai laki-laki, karena pada
malam pertama husus bagi perempuan yang satu desa tidak boleh
dibawa langsung pulang kerumah calon suaminya, kecuali
perempuan tersbut berasal dari luar desanya.
b. Besejati
Dalam prosesi ini pihak laki-laki mengirim utusan kerumah
pengantin prempuan untuk memeberitahukan kemana dan dengan
siapa anaknya kawin. Walaupun kadang-kadang dari piha
perempuan sudah tahu, namun prosesi adat harus dilakukan. Prosesi
ini dilakukan setelah
dua malam atau paling tidak tiga malam
sesudah pengantin perempuan tinggal dirumah calon suaminya.
c. Nyelabar
Nyelabar adalah prosesi dimana didalamnya dibicarakan mengenai
biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak laki-laki. Dalam prosesi ini
diwakili oleh tokoh adat, dimana semua keluarga dekat dari pihak
perempuan hadir untuk memusyawarahkannya. Tidak pada saat
79
besejati yang hanya pemberitahuannya kepada orang tua pengantin
perempuannya saja.
d. Bait Wali
Adapun yang dibahas dalam hal ini setelah diputuskannya jumlah
biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak laki-laki dalam acara
Nyelabar, prosesi bait wali ini memutuskan penentuan waktu akad
nikah akan dilaksanakan.
e. Rebak Pucuk
Dalam prosesi ini dilakukan pemegatan akhir dari biaya yang harus
dikluarkan oleh pihak laki-laki, karena biasanya secara umum biaya
yang harus dikeluarkan tidak bisa diputuskan pada saan mengambil
wali, maka setelah itu dalam acara rebak pucuk ini benar-benar
diputuskan mengnai biaya yang harus di keluarkan oleh pihak lakilaki sebelum di nikahkan.
f. Sorong serah
Istilah sorong serah ini sesuai juga dengan makna yang terkandung
ari namanya yaitu merupakan proses pemegatan dari prosesi adat
yang harus dilakukan. Dimana bisa dikatakan termasuk titik final
dari prosesi pernikahan. Dalam sorong serah inilah terdapat
golongan bangsawan dengan masyarakat biasa. Dimana dalam
prosesi ini ada yang disebut bayah aji (harga) sesuai dengan
golongan sosialnya. Golongan bangsawan harus membayar aji
sebanyak enam puluh enam ribu rupaiah, sedangkan masyarakat
80
biasa hanya membayar aji sebanyak empat puluh empat ribu rupiah.
Selain perbedaan bayah aji diatas pada golongan bangsawan juga
dikenal dengan adanya bewacan dalam acara sorong serah ole
golongan bangsawan yang mana hal ini tidak berlaku bagi
masyarakan biasa pada saat itu.
g. Nyongkolan (nyokor).
Prosesi paling akhir dari beberapa adat yang harus di selesaikan
dalam perkawinan adalah acara nyongkolan ini.
Selain prosesi diatas ada juga prosesi lain yang manaprosesi ini
biasanya dilakukan oleh golongan bangsawan dan masyarakat dan
memiliki kekayaan yang cukup banyak yaitu apa yang disebut
sebagai gantiran. Dimana dalam prosesi ini pihak pengantin
perempuan diberikan segala kelengkapan untuk keperluan dalam
begawe dan hal ini dibicarakan dalam acara selabar.
Bedanya
dengan selabar biasa dalam hal ini adalah tidak ada lagi barang
yang haus dicari untuk keperluan begawe bagi pihak perempuan
karena semuanya sudah disediakan oleh pihak pengantin laki-laki.
Sedangkan kalau selabar biasa hanya menyepakati jumlah uang
yang harus dikeluarkan tanpa tanpa kelengkapan yang lain seperti
dalam gantiran. Mamik Karniati mengatakan bahwa gantiran ini
biasanya dilakukan oleh golongan bangsawan dan masyarakat biasa
yang kaya (wawancara Sinerap dan Mamik Karniati, 26 agustus
2010).
81
b. Bahasa
Bahasa
menunjukkan
identitas
sebua
bangsa,
kelompok
masyarakat maupun tingkat status sosial. Sesuai juga dengan apa yang
dikatakan Mamik Karniati bahwa bahasa menunjukkan status sosial
tersendiri pada masyarakat desa Jerowaru sebelum tanun 1970-an. Bahkan
setiap anak dari golongan bangsawan hususnya di gubuk Pedaleman dan
gubuk Tembok harus bisa berbahasa halus dan itulah yang diusahakan
oleh masing-masing orang tua mereka dalam komunikasi sehari-hari.
Bahasa halus bukan hanya digunakan sebagai bahasa dalam wacan
saja seperti saat ini, melainkan dijadikan bahasa pergaulan sehari-hari
sesama bangsawan. Salah satu sebab juga anak bangsawan cepat
menguasai bahasa halus ini karena lingkungan yang menumbuhkannya
selalu menggunakan bahasa halus sehingga peroses pembiasaan secara
tidak sadar mempengaruhi generasi mudanya dalam hal bahasa. Namun
karena semakin terbukanya dari masyarakat yang bisa dikatakan inklusif
berubah menjadi eksklusif dan tejadilah kontak sosial yang lebih dominan
dengan masyarakat biasa sehingga dengan pergaulan tersebut sedikit demi
sedikit berpengaruh terhadap melemahnya bahasa halus (wawancara
Mamik Karniati, 26 agustus 2010).
c. Adat-istiadat
Adat-istiadat yang merupakan norma-norma sosial merupakan
peraturan hidup sehari-hari yang berlaku secara turun temurun sekaligus
juga menjadi bagian dari perbedaan status sosial pada masyarakat yang
82
berbeda secara hierarkis dalam masyarakat. Mengenai adat-istiadat ini
sedikit tidak sudak dibahas pada bagian sebelumnya, namun disini akan
dibahas sedikit mengenai adat-istiadat tersebut terutama yang terkait
dengan sistem kekerabatan yang berlaku secara turun- temurun.
Dalam hal adat-istiadat ini yang akan menjadi kajian dalam bagian
ini terkait dengan dende-denda (denda) dan pergaulan sosial, karena adatistiadat lainnya sudah dibahas sebelumnya.adapun dende- dende yang
dimaksud dalam hal ini seperti dende pati, dende ngampasaken, dende gile
bibir, dan dende gile tangan.
Adapun dende pati seperti yang dikatakan Lalu Abdul Hamid dan
Mamik Karniati terjadi apabila seorang laki-laki memaksa perempuan
dengan unsur paksaan bahkan sampai mencium maupun memegang bag
ian-bagian yang dilarang pada perempuan yang masih gadis. Dalam hal ini
kalau perempuan tidak setuju untuk dinikahkan maka jatuhlah dende pati
tersebut, dengan dende sebanyak empat puluh satu ribu rupiah.
Sedangkan dende gile bibir dikenakan apabila seorang menyumpah
oarang lain dengan kata-kata kotor maka jatuhlah dende padanya sebanyak
sembilan sampai sepuluh ribu rupiah. Selanjutnya adalah dende gile
tangan, dalam hal ini walaupun tanpa disengaja seorang laki-laki
menyentuh bagian yang dilarang pada perempuan maka didenda sebanyak
dende pada gile bibir. Adapun dende ngampasaken terjadi apabila
pengantin baik laki-laki maupun perempuan sebelum prosesi adat selesai,
atau sorong serah belum dilakukan walapun rumah pengantin laki-laki
83
berdekatan dengan rumah pengantin perempuan maka didenda sebanyak
sembilan sampai sepuluh ribu rupiah seperti pada denda yang disebutkan
sebelumnya (wawancara Mamik Karniati dan L. abd. Hamid, rabu 11
agustus 2010).
Selain dende-dende yang disebut diatas, saling hormat-menghormati
antara sesama merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pergaulan
hidup bersama terutama dengan orang yang lebih tua, baik antara
bangsawa denga sesama bangsawan maupun dengan masyarakat biasa.
Misalnya berkata dengan lemah lembut, sopan santun dalam bertutur kata
dn lain sebagainya. Dalam sopan santun misalnya ketika kita lewat di
rumah orang maka kita harus bilang tabek walaupun rumahnya cukup jauh
dari jalan kita lewat tersebut. Begitu juga jika ada orang midang, walaupun
ada atau tidaknya orang dalam rumah dekat jalan yang dilewati tersebut
tetap harus mengatakan tabek, kalau tidak maka dikataka endek ketaon
base (tidak tahu adat) secara langsung.
d. Pembagian Hak Waris
Pembagian hak waris di desa Jerowaru hususnya pada keluarga
bangsawan tidak terdapat aturan yang tetap. Merupakan kebisaan umum,
biasanya dalam pembagian sawah misalnya pembagian sawah biasanya
hanya diberikan kepada anak laki-laki saja, sementara anak perempuan
pada umumnya tidak mendapatkan bagian namun hanya diberi hasil panen
oleh saudara-saudaranya yang laki-laki setelah panen. Namun ada juga
84
diantara sebagian masyarakat yang memberikan hak waris pada anak
perempuan setengah dari bagian laki-laki atau bahkan lebih kurang.
Sedangkan untuk rumah yang ditemapat tinggal orang tuanya
biasanya menjadi bagian hak waris anak yang paling bungsu. Adapun
saudaranya yang lain harus membuat rumah sendiri walaupun kadangkadang dengan bantuan orang tuanya juga.
Barang lain yang biasanya juga menjadi warisan adalah benda-benda
pusaka milik keluarga, misalnya keris, tombak (jungkat), cincin dan
lainnya serta benda-benda tersebut dipercayai memiliki kekuatan magis,
dalam hal pewarisannya juga tidak memiliki peraturan yang tetap dan
tergantung dari karakter atau kepribadian dari mereka yang nantinya akan
menjadi pewaris benda-benda pusaka tersebut. Tidak menjadi ukuran baik
itu anak sulung maupun anak bungsu, yang penting dianggap pantas untuk
mewarisinya maka dialah yang akan mewarisi benda pusaka tersebut
(wawancara Mamik Karniati, rabu 11 agustus 2010).
e. Sosial Kemasyarakatan
Tekait dengan sosial kemasyarakatan ini ada beberapa hal yang perlu
dibahas yaitu Banjar, Besiru, dan Gotong royong. Untuk lebih jelasnya
dibahas satu-persatu dari sistem sosial kemasyarakatan.
1. Banjar/ Bebanjar
Bebanjar/ banjar ini merupakan perkumpulan kemasyarakatan untuk
mengumpulkan beberapa jenis keperluan dalam acara begawe (gawe),
baik itu gawe mate (kematian) maupun gawe idup (perkawinan,
85
nyunatan, maupun nyelamatan). Banjar ini di Jerowaru banyak
macamnya dan barang yang dikeluarkan juga berbeda tergantung
kelompok banjarnya. Karena itu biasanya kelompok banjar dinamakan
sesuai dengan jenis barang yang dikeluarkan anggotanya. Misalnya
jika kelompok banjar tersebut mengeluarkan kelapa maka banjarnya
juga dinamakan banjar nyiur (kelapa). Adapun banjar ini sampai
sekarang masih menjadi bagian dari sistem sosial masyarakat yang
kemungkinan akan terus dipetahankan karena dampaknya sangat
membantu kelompoknya yang sangat membutuhkan.
2. Besiru
Besiru merupakan salah satu dari kegiatan sosial kemasyarakatan yang
saat ini sudah tidak ada lagi dan hanya menjadi kenang-kenangan
dalam memori orang tua yang pernah mengalami kegiatan sosial besiru
tersebut. Besiru merupakan salah satu cara untuk membantu saudara
yang lain hususnya dalam pekerjaan sawah, an hal ini secara
bergantian tergantung orang yang pernah ikut beberja di sawahnya.
Sebenarnya sistem besiru ini tidak terlalu berbeda praktiknya dengan
banjar dan gotong royong, hanya saja yang membedakannya adalah
jika dalam banjar yang terlibat adalah jasa dan barang sedangkan
dalam besiru hanya tenaga saja.
3. Gotong Royong
Sebenarnya gotong royong ini tidak terlalu jauh berbeda dengan
kegiatan sosial diatas. Selain yang sifatnya kolektif seperti dalam acara
86
selamatan dese maupun acara nede ujan di Bale Bele, gotong royong
yang sampai saat ini berkembang dalam masyarakat adalah dalam
pembangunan rumah, masjid dan bangunan-bangunan kepentingan
bersama. Contoh kecil dalam pembuatan rumah, biasanhya setiap
orang yang tahu dan lewat di tempat orang yang sedang membangun
tersebut maka dia akan langsung bekerka akan langsung bekerja.
Bahkan karena begitu banyak orang yang membantunya bekerja
kadang-kadang rumah tersebut sudah berdiri sampai dua hari. Hanya
yang menjadi beban bagi pemilik adalah makanan yang harus
disediakan bagi orang-orang yang bekerja tersebut (wawancara Mmik
Mahrap, senin 2 agustus 2010).
E. Perubahan Sistem Kekerabatan Bangsawan Desa Jerowaru
Perubahan selalu akan terjadi di setiap masyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman
dimana dia berada. Memasuki abad ke 20 yang
dinamakan abad teknologi ini telah mengubah sudut pandang setiap orang yang
kebanyakan menjadi indivdualis sehingga banyak dari adat-adat nenek moyang
yang sudah
di kembangkan secara kolektif dalam kelompoknya sebagian
hanya tingal dalam cerita. Sudah barang tentu juga hal tersebut tidak sesuai
dengan zaman dan rasionalitas berfikir.
1. Faktor-Faktor Terjadinya Perubahan
Perubahan terjadi disebabkan oleh banyak factor yang intinya dapat
dibagi menyadi dua factor yaitu factor enteren dan exteren. Yang mana
87
keduanya selalu ada dalam setiap perubahan sekaligus setiap perubahan
akan selalu membawa dua dampak yang berbeda yaitu dampak fositip dan
dampak negatif . begitu juga dengan yang terjadi di Desa Jerowaru yang
sebelum 70 an masih megang adat istiadat nenekmoyang khususnya
golongan bangsawan disini sudah berubah secara drastic meskipun sebagian
masih ada namun hal itu jugak tidak lepas dari modipikasi yang sesuai
dengan perkembamgan zaman. Adapun factor yang mempengaruhi perubah
tursebut adalah:
a. Factor ekstern
Diantara fakor ekstern yang mempengaruhi pergeseran dalam adatistiadat bangsawan Desa Jerowaru adalah sebagai berikut:
1. Factor ekonomi
Lalu Haji Muh Satrah (61) dan mamik karniati mengatakan sejak tahun
60 an disaat terjadi keritis ekonomi di Desa Jerowaru akibat
kekurangan air dan gagal panen dan ditambah lgi pada tahun 65-66
saat PKI melancarkan serangannya secara nasional, desa Jerowaru juga
kena imbasnya secara ekponomi, karna kurangnya stok beras dan
bahan makanan lainnya adnya masalah ekonomi di atas juga
berpengaruh dalam system perekonomian masyarakat yang walapun
panda dasarnya para bangsawan ini memiliki tanah yang cukup luas
namun karna mereka kekurangan air seperti yang disebutkan diatas
tadi dan kurangnya bantuan pemerintah yang menyemabkan terjadinya
88
gagal panen sehingga mengalami juga seritis ekonomi yang
menyebabkan secara ekonomi setatusnya mulai berkurang dan ikut
bekrja seperti masyarakat biasa secara umum, mwskipun setelah tahuntahun tegang tersebut keadaan ekonomi ini biasa diamati (wawancara
H. L. Muh Satrah, selasa 12 juli 2010).
4. Factor pendidikan
Lebih Lanjut Lalu Haji Muh. Satrah Dan Lalu Abd. Hamid terkait
denga pendidikan ini mengatakan pada awalnya golongan bangsawan
tidak begitu peduli dengan pendidikan ini akan mengeser
satus
kebangsawanannya sehingga pendidikan banyak yang menganggapnya
secara
apriori,
dan
gengsi
serta
prestise
kebangsawanannya
membuatnya tidak sadar akan pentingnya pndidikan ini . sehingga
pada kesempatan lain masyarakat bias memeliki pendidikan tinggi
serta social akan lebih tinggi dan setatus sosialnya bukan lagi status
kebangsawanan menjadi ukuran dari adanya prestise social ini .andai
kata pun dari golongan bangsawan banyak mengancam yang banyaak
mengancam pendidikan pasti banyak dari adat-istiadatnya yang akan
mereka miniamalisir atau modisifikasi sesuai denganperkembangan
zamannya. Bukan hanya itu mereka yang akan menjadi social baru
yang bukan hanya secara mederen memiliki pendidikan tingi yang
menjadi kekas social tersendiri melainkan memiliki setatus tersensiri
dengan gelar kebangsawanannya. Namun inilah yang menjadi
penghambatnya yaitu adanya perasaan status sosial yang lebih tinggi
89
dari status kebangsawanannya yang tampa disadari adanya orangorang terdidik di kalangan masyarakat biasa berubah menjadi golongan
sosial tersendiri dalam masyarakat. Yang bukan
hanya sangat
dihormati sekaligus juga dijadikan sebagai tauladan, terutana orangorang yang memiliki ilmu agama. perkembangan ilmu pengetahuan ini
bukan hanya berdampak pada lahirnya ilmu pengetahuan secara teori,
perkembangan teknologi dan informasi dalam segala bidang membuat
pola fikir masyarakat berbeda sehingga para bangsawan ini tidak lagi
dianggap gebagai golongan yang tinggi melainkan merupakan seperti
masyarakat biasa yang hanya nama dan gelarnya yang berbeda.
Sehingga keberadaannya tidak seperti saat sebelumnya sangat begitu di
hormati (Lalu Muh. Satrah dan Lalu Abdul Hamid, selasa 12 juli
2010).
b. Fakpor intern
Selain factor ekstern di atas yang menyebab kan terjadinya
perubahan dalam status kebangsawanan tresebut terdapat juga fektor intrn
atau factor dalam yang berpengaruh terhadap perubahan tersebut. Adapun
factor intern ini adalah adanya penghilangan gelardari kebangsawanan
karna sudah tidak dianggap relevan lagi dengan zaman. Bahkan seperti
dikatakan mamik sekar bahwa saat ini banyak dari golongan bangsawan
yang sudah menghilangkan gelar kebangsawanan (wawancara Mamik
Sekar, selasa 24 agustus 2010).
90
2. Bentuk-Bentuk Perubahan Dalam Status Bangsawanan
Perubahan yang dimaksud di sini tidak terlepas dari beberapa item
yang sudah di sebutkan diatas seperti system perkawinan, bahasa maupun
adat-istiadat, beberapa item yang disebut jadi akan di bahas secara satu
persatu terkait dengan sejauh mana perubahannya.
a. Sistem perkawinan
Salah satu dari kesahan adat-istiadat perkawinwn bangsawan
tradisional adahal adanya pembuangan (betelah) jika anaknya kawin
dengan bukan sesame bangsawan khususnya bagi anak perempuan.
Namun hal ini sudah luntir bahkan golongan bangsawan pada tahun 7580an masih menerapkannya lama kelamaan semakin tidak kelihatan yang
kemudian berubagh menjadi penurunan bangse bagi anak perempuan
yang kawin dengan laki-laki dari golongan masyarakat tersebut, adapun
penurunan bangse ini suaminya harus membayar sorong serah sesuai
dengan aji krame golongan bangsawan. Hal ini berbanding terbalik
apabila laki-laki golongan bangsawan mengambil anak perempuan
masyarakat biasa maka aji kramenya sesuaai dengan aji krame
masyarakat biasa tetapi setatus kebangsawanannya tetap, tidak seperti
dari masyarakat biasa yang membayar aji krame untuk menurunkan
setatus istrinya
b. Bahasa
91
Bahasa halus dulunya menjadi identitas tersendiri pada golongan
bangsawan, tidak terkecuali pada bangsawan Jerowaru. Namun suatu
yang kontras terlihat saat ini
jika di Jerowaru, generasi golongan
bangsawan ini sudah hampir seperti sikatakan Lalu Abd. hamid tidak ada
lagi yang bisa berbahasa halus dengan baik apalagi untuk menjadi bahasa
pergaulan sehari-hari. Bahkan bahasa halus ini di Jerowaru bisa dikatakan
sudah menjadi bahasa utama yang bukan hanya sebagai tanda dari
edintitas kelas sosial, karna banyak dari masyarakat biasa yang
menguasai dengan baik bahasa halus ini, bahkan bayak di golongan
masyarakat biasa yang mengunakan bahasa halaus walapun secara
sederhana. Dalam artian bahasa halus yang digunakan adalah bahasa
halus pertangahan sesua dengan kebututuhan percakapan sehari-hari.
c. pergaulan sehari-hari
Mamik Karniati mengatakan bahwa saat ini telah terjadi erosi
kebudayaan dan hal ini tidak bias dibantah, karna adat-adat orang tua
terdahulu seolah-olah di telan bumi yang diganti dengan modifikasi yang
sesuai daangan perkembangan zaman, walapun dengan secara praktik
banyak juga adat-istiadat tesebut yang masis berlaku, khusus bagi
golongan bangsawan yang dulu sangat di hormati, seperti yang di
katakana Mamik Karniati sampai-sampai jarang masyarakat biasa berani
bertemu dengan golongan bangsawan karna begitu di hormatinya, begitu
juga dengan kebetulan bertemu dijalan harus mengucapkan kata nurge
sebagai oenghormatan, yang saat ini sudah tidak ada lagi bahkan dalam
92
pergaulan sehari-harinya tidak ada perbedaan kecuali pada adat-istiadat
khusus seperti dalam system perkawinan seperti yang di sebutkan di atas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsawan merupakan salah satu tingkatan sosial di Desa Jerowaru
dan sudah barang tentu keberadaannya mengindikasikan adanya setratifikasi
sosial yang dulunya sangat nyata. Karena perbedaan status sosial antara
bangsawan dengan masyarakat biasa maka adat-istiadatnya juga banyak yang
berbeda meskipun memiliki juga banyak kesamaan secara geografis tinggal di
spasaial yang sama,namun dalam adat istiadat yang berbeda tersebut berbeda
juga pewarisannya secara sistem kekerabatan dari generasi ke generasi.
Mengenai asal usul dari bangsawan desa jerowaru ada yang sering
disebut bangsawan asli dan bangsawan pendatang. Adapun yang disebut
sebagai bangsawan asli adalah bangsawan yang tinggal di gubuk tembok
karena merupakan keturunan dari bangsawan kerajaan pene, sedangkan yang
dikatakan bangsawan pendatang adalah bangsawan yang berada di Gubuk
Nenek berasal dari beberapa tempat seperti, Kopang, kediri, Pagutan, rempung
dan lain-lain.
93
Sebelum kedatangan bangsawan di Jerowaru terlebih dahulu Jerowaru
dihuni oleh seorang yang bernama Datu Dewe Maspanji yang datang dengan
rombongannya dari arah selastan Jerowaru tepatnya di Serewe sekarang. Pada
hari pertama kedatangannya dia membangun Bale Belek di dua tempat yaitu di
Jerowaru dan Senyiur, yang dimulai pada jam 6 pagi sampai jam 6 sore,
namun beliau tidak tinggal lama di jerowaru kemudian menghilang dan
digantika oleh Pe Belek yang merupakan keturunan dari bangsawan Kerajaan
pene serta rombongannya yang saat ini tinggal di gubuk tembok. Pe Belek
memiliki anak dua orang yaitu Dewi Ringgit dan Raden Paji, adapun raden
panji setelah memiliki keluarga pindah ke pelambik dan tempat tinggalnya
sekarang disebut Bale Belek Pelambik yang sekaligus merupakan kerabat deri
bangsawan pelambik sekarang selain yang berasal dari Gubuk Nenek.
Sedangkan Dewi Ringgit Tetap tinggal di Bale Belek Jerowaru dam memiliki
anak 4 oarang yatu Datuk Masjid, Datuk Labang, Datuk Kebon dan Datuk
Sabo.
Perkembangan bangsawan di jerowaru menyisakan kenangan sejarah
tersendiri karena seperti bangsawan yang lain pernah menerapkan adat istiadat
sesuai dengan status sosial kebangsawanannya, baik dari segi bahasa, sistem
perkawinan, pembagian hak waris, pergaulan sehari-hari dalam pewarisan ke
generasi ke generasi yang memiliki sistem kekerabatan yang sama. Pewarisan
budaya dari generasi-kegenerasi memang tidak berjalan mulus bahkan sering
terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, salah satu contoh
misalnya disaat adat-istiadat bangsawan masih berlaku dikenal istilah beteteh
94
ketika anak bangsawan kawin dengan anak dari masyarakat biasa, dan saat ini
karena tidak sesuai dengan zaman yang tinggal hanya penurunan bangse,
dalam arti menurunkan status kebangsawanan anak perempuan tersebut
menjadi masyarakat biasa. Adapun dari segi bahasa dulunya anak bangsawa
diharuskan bisa berbahasa halus namun sekarang sudah tidak lagi, begitu juga
dengan adat-istiadat yang lain menunjukkan adanya perubahan yang sangat
signifikan.
Secara setratifikasi sosial di Desa Jerowaru terdapat tiga tingkatan
secara close social stratification yaitu bangsawan Mamik pada tingkat sosial
yang paling atat, disusun Bangsawan Bape pada posisi kedua dan Jajar
Karang pada posisi terkhir. Adapun Bangsawan Bape ini di Jerowaru tidak
begitu banyak, hanya terdapat di Gubuk Pelambik.
Selain dari status sosial bangsawan memiliki status sosial yang tinggi,
dari segi ekonomi dan kepemilikan tanah juga lebih unggul daripada
masyarakat biasa. Dalam kepemilikan tanah misalnya bisa dikatakan
bangsawan berada dalam urutan teratas, akrena hal ini jug adidukung oleh
beberapa hal seperti: 1.peninggalan yang cukup banyak dari orang tuanya, 2.
Adanya ketekunan dan keuletan membuka tanah baru, 3. Mengambil tanah
orang lain yang tidak di garap dan hanya ditanda saja.
Dalam adat-istiadat antara masyarakat biasa dengan bangsawan
terdapat perbedaan yang nantinya inilah yang diwarisi secara turun temurun
dalam kekerabatannya. Dalam sistem perkawinan misalnya dalam adat-istiadat
bangsawan ada yang dikenal dengan beteteh, selain itu berbeda juga isi dari
95
resepsi adat istiadatnya dalam sebagian prosesi, seperti menggunakan wacan
pada saat sorong serah bagi golongan bangsawa. Selain perbedaan dalam
sistem perkawinan ini dalam bidang bahasa misalnya sebelum tahun 70-an
anak-anak bangsawan diharuskan bisa berbahasa halus. Begitu juga dalam
pergalan sehari-hari terdapat tata krama yang harus dipatuhi.
Adapun penyebab mundurnya status bangsawan yang secara umum
terlihat sejak tahun 70-an baik dilihat dari status sosial tertutup maupun
terbuka dapat di klasifikasikan menjadi dua sebab yaitu sebab internal dan
sebab eksternal. Yang pertama adalah penyebab internal misalnya banyak dari
bangsawan saat ini yang sudah tidak lagi nyaman dengan gelarnya sebagai
Lalu atau Mamik sehingga ada juga yang menghilangkan gelarnya dan
menghilangkannya terutama dalam catatan sipil. Sedangkan fator yang kedua
yaitu faktor eksternal yaitu pendidikan dan ekonomi. Kedua fakyor ini sangat
berpengaruh terhadap penurunan status bangsawan yang pada intinya bisa
dikatakan digerus untuk mengikuti perubahan zaman.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan di Jerowaru ada juga dikenal
dengan Besiru, bebanjar dan gotong royong, hal ini berlaku selain kerabat
dekat termasuk juga masyarakat secara umum. Besiru merupakan salah satu
dari kebiasaan masyarakat terutama kerabat dekat ataupun tetangga dekat
untuk sama-sama bekerja di salah satu sawah warganya, begitu juga
sebaliknya jika dia bekerja maka orang yang pernah ditolongnya akan ikut
juga bekerja disawahnya. Begitu juga halnya dengan bebanjar dan gotong
royong merupakan aktifitas sosial masyarakat secara kolektif.
96
B. Saran
Adat-istiadat sebagai sarana pendukung dari norma-norma sosial
sebagai aturan dalam masyarakat memang harus dilestarikan bahkan dijaga
terutama adat-istiadat yang sangat bermanfaat bagi keserasian dalam
bermasyarakat, karena seperti yang kita ketahui saat ini sifat individualisti
sudah sangat menonjol sekali oleh karena itu penulis mengharapkan di desa
Jerowaru akan selalu menjaga norma-norma adat yang baik untuk kehidupan
bermasyarakat dan membuang beberapa dari adat-istiadat yang sekiranya
kurang bermanfaat, karena adat-istiadat yang baik selain akan dikenal sebagai
identitas kelompok yang baik sekaligus akan membentuk masyarakat yang
memiliki kesadaran kolektif tinggi disaat individualistis merasuki jiwa-jiwa
masyarakat. Oleh karenanya menjaga dan memelihara lokal genius kita adalah
memelihara identitas sosial kemasyarakatan kita juga.
97
98
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Abdulkadir. 2005. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Citra Aditya Bakti,
Jakarta.
May, Abdurrahman dkk. 1989. Tata Kelakuan di Lingkungan Pergaulan di
Lingkungan Keluarga dan Masyarakat NTB. DEPDIKBUD, Mataram.
Amin, Ahmad dkk. 1978. Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat.
DEPDIKBUD.
Kran, Alfonso Van der. 1999. Lombok: Penjajahan dan Keterbelakangnnya.
Lengge, Mataram.
Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kuantitatif. Kencana, Jakarta.
Depdikbud. 1983. Geografi Budaya Daerah Nusa Tenggara Barat.
Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Logos Wacana Ilmu,
Jakarta.
Budiwanti, Erni. 2002. Islam Sasak. LKIS, Yogyakarta.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Ombak, Yogyakarta.
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi I. Rineka Cipta, Jakarta.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta.
Lukman, Lalu. 2005. Pulau Lombok Dalam Sejarah.
Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Muhsipuddin. 2004. Kilas Balik 100 Tahun Pendidikan di Lombok Timur.
Tamburaka, Rustam E.. 2002. Pengantar Ilmu Sejarah. Teori Filsafat Sejarah,
Sejarah Filsafat dan IPTEK. Rineka Cipta, Sejarah.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Gramedia, Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Grafindo Persada, Jakarta.
Salam, Solechin. 1992. Lombok Pulau Perawan. Kuning Mas, Jakarta.
99
Rajasa, Sutan. 2002. Kamus Ilmiah Populer. Karya Utama, Surabaya.
Widjaya. 1981. Individu, Keluarga dan Masyarakat. Akademika Pressindo,
Palembang.
100
101
102
DAFTAR INFORMAN
1. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Lalu Abdul Hamid
47 tahun
Kadus Jerowaru Bat
Laki-laki
Kadus Jerowaru Bat
2. Nama
Umur
Alamat
(pedaleman).
Jenis kelamin
Pekerjaan
: Mamik Karniati
: 59 tahun
: Jerowaru Bat, Dusun Gubuk Nenek
3. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Marjun
55 tahun
Kadus Jerowaru Daye
Laki-laki
Mangku Bale Belek
4. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Sinerap
53 tahun
Kadus Jerowaru Daye (utara)
Laki-laki
Kadus Jerowaru Daye
5. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Mamik Jamudin
80 tahun
Kadus Jerowaru Bat (barat)
Laki-laki
Petani
: Laki-laki
: Mantan Kepala Desa selama Lima Priode
103
6. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Mamik Mahrap
71 tahun
Kadus Jerowaru Bat (barat)
Laki-laki
Petani
7. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Mamik Samsumi
55 tahun
Batu Tambun
Laki-laki
Petani
8. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Mamik Sekar
62 tahun
Pelambik
Laki-laki
Petani
9. Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
H. L. Satrah
61 tahun
Nenek
Laki-laki
Pertani
10.Nama
Umur
Alamat
Jenis kelamin
Pekerjaan
:
:
:
:
:
Lalu Ratnawe
73 tahun
Gubuk Tembok, Kadus Jerowaru Daye
Laki-laki
Petani
104
Lam. 1
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH
MASYARAKAT DESA JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Mamik Karniati
Alamat
: jerowaru Bat, Dusun Gubuk Nenek (pedaleman)
Umur
: 59
Jenis kelamin
: laki-laki
Jabatan
: mantan kepala desa jerowaru selama 5 priode
1. Pertanyaan : kalau dilihat dari adanya hubungan kekerabatan bangsawan
Jerowaru
berasal dari mana saja pak?
Respon
: Kalau berbicara mengenai adanya hubungan kekerabatan,
sampai saat ini kita (bangsawan hususnya jerowaru gubuk nenek) masih
memiliki hubungan kekerabatan dengan bangsawan yang ada di kopang,
kediri, pagutan, gerung, kilang serta kuripan. Namunyang paling banyak
berasal dari kopang.
2. Pertanyaan : Faktor apa saja yang mendorong para bangsawan ini pindah
ke jerowaru
Respon
: sejauh ini belum bisa saya katakan secara pasti tujuan
kedatangannya, namun kemungkinan besar untuk mencari tanah ataupu
lahan baru untuk bertani, karna sepaerti yang kami tau dari cerita-cerita
orang tua rata-rata bangsawan yang datang kesinni memiliki tanah yang
cukup luas, dimana hal ini didapatkan dari usahanya membuka lahan-lahan
baru.
105
3. Pertanyaan : selain tempat-tempat yang bapak sebut tadi, apakah ada juga
yang berasal dari desa-desa sekitar sisni ?
Respon
: memang ada! Kalau bangsawan gubuk Tembok merupakan
keturunan dari bangsawan kerajaan Pene, tapi saya tidak bisa
menjelaskannya panjang lebar, silahkan cari sejarahnya di Sinerap,
mangku Bale Belek, disana bukunya sudah ada.
4. Pertanyaan : ada yang mengatakan bahwa di Desa Jerowaru adat-istiadat
bangsawan pernah
diterapkan, namun yang paling ketat adalah di
pedaleman dan Gubuk Tembok, benarkah itu pak ?
Respon
: memang benar! Dapat dikatakan bahwa kedua tempat tadi
bisa dikatakan merupakan sentral dari penerapan adat-istiadat bangsawan
di Desa Jerowaru, karna diluar pedaleman dan gubuk tembok walaupun
termasuk Bangsawan, contohnya di Pelambik pada saat di kedua tempat
yang tadi itu masih rit, disana sudah mulai longgar, misalnya tidak ada
memang benar! Dapat dikatakan bahwa kedua tempat tadi bisa dikatakan
merupakan sentral dari penerapan adat-istiadat bangsawan di Desa
Jerowaru, karna diluar pedaleman dan gubuk tembok walaupun termasuk
Bangsawan, contohnya di Pelambik pada saat di kedua tempat yang tadi
itu masih rit, disana sudah mulai longgar, misalnya tidak ada pembuangan
anak gadis ketika kawin dengan masyarakat biasa, padahal bangsawan
yang ada di Pelambik berasal dari sini juga sebagian, meskipun tidak
sedikit yang datang dari luar.
106
5. Pertanyaan : bagaimana pandangan bapak mengenai adat-istiadat hususnya
bangsawan yang sudah luntur dan mulai tahun berapa hal itu dirasakan ?
Respon
: saya melihatnya saat ini adalah erosi budaya, karna banyak
sekali budaya- budaya kita yang bagus untuk membendung arus budaya
luar yang serba bebas sudah terlupakan. Adanya kemunduran daria adat
istiadat ini mulai terasa sejak tahun 70 – 75-an sampai sekarang semakin
merosot. Meskipun ada juga dari adat-istiadat lama yang kurang bagus
namun adat-istiadat yang baik juga ikut terkena erosi budaya luar
6. Pertanyaan : cotohnya apa saja adat-istiadat yang menurut bapak itu baik ?
Respon
: misalnya hormat pada yang lebih tua, tidak menggunakan
kata-kata kotor, adanya gotong royong, menghormati sesama tetangga dan
bnayak lagi yang tidak bisa saya sebut satu-persatu.
7. Pertanyaan : saya pernah mendengar kalau bangsawan di jerowaru ada
juga yang bergelar Bape? Apa perbedaannya pak?
Respon
: betul! Tapi dibandingakan dengan Mamik, Bape ini sangat
sedikit di Jerowaru, hanya terdapat di Pelambik. Selain itu juga kedudukan
Bape ini berada di bawah Mamik namun lebih tinggi dari Amak.
8. Pertanyaan : bagimana kedudukan atau status sosial ini bisa berubah pak?
Respon
: saya juga kurang tau tentang itu, namun yang jelas status
sosialnya berada di bawah bangsawan Mamik, namun anaknya bergelar
lalu, tapi setelah memiliki anak gelarnya bukan Mamik tapi Bape sesui
dengan gelar orang orang tuanya.
107
9. Pertanyaan : dari beberapa adat-istiadat yang sudah luntur tersebut dalam
hal apa saja yang paling bapak rasakan perubahannya?
Respon
: banyak sekali item-item tersebut yang bisa kita
identifikasikan baik dalam bahasa, pergaulan sehari, sistem perkawinan,
maupun adat-istiadat umum lainya.
10. Pertanyaan : bisa bapak jelaskan dari segi bahasa?
Respon
: bahasa menunjukkan identitas, baik golongan, bangsa maupun
status sosial. Pada awalnya setiap bangsawan mengharuskan anak-anaknya
untuk belajar dan bisa berbahasa halus sebagai bahasa sehari-hari, namun
setelah tahun 70-an seperti yang saya katakan tadi intensitan anak-anak
bangsawan ini semakin berkurang yang memakai bahasa halus, bahkan
sampai saat ini hanya digunakan sebagai bahasa pembayun saja dan
banyak juga masyarakat biasa yang lebih faham dengan bahasa halus ini,
terutama mereka yang menjadi pembayun.
11. Pertanyaan : selain dari bahasa tadi ada juga dalam sistem perkawinan,
bisa bapak jelaskan?
Respon
: memang dalam sistem perkawinan ini ada juga sistem
perkawinan bangsawan yang tidak sesui dengan zaman, misalnya saja
didalam peraturan bangsawan anak perempuan mereka harus kawin
dengan sesama bangsawan yang dikenal dengan sebutan beteteh, yang
mana saat ini hanya tinggal penurunan bangse saja, selain perbedaan
bayar aji pada saat sorong serah dan ngewacan.
108
12. Pertanyaan : apakah ada perlawanan pak dari para perempuan yang banyak
sekali tertekan oleh adat-istiadat yang berlaku?
Respon
: secara umumnya memang jarang, karena saat itu terutama
anak-anak perempuan sangat patuh dan taat pada perintah orang tuanya,
dan bisa dikatakan inilah ciri-ciri anak-anak perempuan pada saat itu,
apalagi mengenai penjodohannya, meskipun ada juga yang melanggar
namun jumlahnya sangat sedikit sekali.
13. Pertanyaan : pasangan yang ideal menurut bangsawan itu yang mana pak?
Respon
: bagi bangsawan Jerowaru pasangan yang ideal adalah
keluarga terdekat yaitu misan, sepupu atupun keluarga terdekat lainnya,
atau setidaknya yang memiliki golongan sosial yang sederajat yaitu
sesama bangsawan.
14. Pertanyaan : bisa bapak sebutkan urutan prosesi dalam sistem pernikahan
pada masyarakat Jerowaru ?
Respon
: biasasanya secara umum setelah wanita tersebut di bawa
kerumah calon suaminya setelah tiga hari maka diadakan acara besaji,
dilanjutkan dengan selabar, kemudian mengambil wali, setelah itu sorong
serah dan terakhir adalah nyokoran atau nyongkolan.
15. Pertanyaan : bisa bapak jelaskan masing-masing dari prosesi tersebut dan
perbedaan antara golongan bangsawan dengan masyarakat biasa?
Respon
: yang pertama saya akan jelaskan dari awal sebelum
pengambilan perempuan sekaligus perbedaannya. Bagi bangsawan selain
mengenal adat istiadat melaian di jerowaru juga biasanya dilakukan
109
lamaran oleh orang tua calon pengantin laki-laki yang dalam hal ini sudah
barang tentu dengan sesama bangsawannya, makanya kalau anaknya
kawin dengan orang yang cukup jauh dan belum diketahui statusnya maka
biasanya orang tua si gadis akan mempertanyakan status sosialnya
walaupun laki-laki tersebut mengaku sebagai bangsawan. Namun bagi
masyarakat biasa biasanya tidak mempermasalahkan dengan golongan
manapun dia kawin dan hanya mengenal melaian (mencuri gadis) untuk
membawa kerumahnya. Setelah perempun tersebut tinggal di rumah calon
suaminya selama 3 hari dari pihak laki-laki mengirim utusan ke keluarga
perempuan tersebut untuk memberi tahukan kemana dan dengan siapa
anaknya kawin, yang mana prosesi ini dinamakan Besejti tadi. Setelah
prosesi besejati dilakukan selanjutnya adalah prosesi selabar, dimana
dalam prosesi ini adalah pembicarakan bagaimana sikap dan kesanggupan
pihak perempuan dengan perkawinan anaknya, yang dalam hal ini
dibicarakan banyaknya uang yang harus dikeluarkan oleh pihak pengantin
laki-laki sebelum wali diberikan. Jika sudah terjadi kesepakatan antara
kedua belah pihak maka uang selabarnya dibawakan saat mengambil wali,
pada saat bait wali ini ditentukan juga hari prosesi pernikahannya. Prosesi
selanjutnya adalah acara sorong serah yang biasanya dirangkaikan dengan
acara nyongkolan. Dalam acara sorong serah inilah dilakukan pengesahan
mempelai secara adat dan merupakan puncak dari prosesi-prosesi yang
ada, dimana didalamnya juga ada yang disebut dengan bayah aji
tergantung golongannya, untuk bangsawan membayar aji sebanyak 66 ribu
110
rupiah, sementara masyarakat biasa hanya 44 ribu rupiah. Didalam acara
sorong serah ini biasanya golongan bangsawan ditandai dengan bewacan.
Sebelum pembacaan wacan selesai dan pemutusan adat belum dilakukan
maka pengantinnya belum boleh kerumah pengantin perempuan. Setelah
selesai acara sorong serah yang dirangkai dengan nyongkolan, biasanya
satu hari setelah acra nyongkolannya dilakukan acara besok nae oleh
keluarga besar pengantin laki-laki.
16. Pertanyaan : selain yang bapak jelaskan tadi masih ada tidak pak
perbedaannya yang lain?
Respon
: ada juga yang dikenal dengan gantiran pada golongan
bangsawan dan masyarakt biasa yang kaya, karna pada saat berlakunya
gantiran ini rata-rata kekayaan bangsawan lebih banyak daripada
masyarakat biasa pada umumnya. Adapun gantiran ini dibicarakan pada
saat selabar, yang mana pihak laki-laki bersedia memberikan kelengkapan
bahan untuk begawe bagi keluarga pengantin perempuan selain uang
kesepakatan yang harus diberikan. Selain itu ada juga perbedaan yang
sangat menonjol lainnya yaitu pada saat membayar aji pada saat prosesi
sorong serah sampai saat ini, dimana jika pengantin perempuannya dari
keluarga bangsawan maka bagi suaminya harus membayar sebanyak aji
golongan bangsawan 66 ribu rupiah sebagai penurunan bangse dari
bangsawan kemudian berstatus masyarakat biasa serta tidak berhak lagi
menamakan anak keturunannya lalu atau Baik lagi. Sedangkan apabila
laki-lakinya saja yang berasal dari golongan bangsawan maka sebaliknya
111
akan membayar 44 ribu seperti masyarakat biasa namun tidak kehilangan
statusnya sebagai golongan bangsawan.
17. Pertanyaan : adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat pasti ada juga
yang melanggarnya, apa saja sangsinya jika pelanggaran itu terjadi, dan
apa saja jenis pelanggaran dan dendanya pak?
18. Respon
: kalau dilam sistem perkawinan sudah saya jelaskan mengenai
adanya pembuangan (beteteh), namun ada juga pelanggaran dalam tata
krama maupun adat istiadat yang dilanggar, misalnya dari dendenya ada
namanya dende pati, yang mana dende peti ini berlaku jiaka seorang lakilaki melakukan negok (memegang bagin yang dilarang pada perempuan)
karena wanita tersebut tidak mau menikah dengannya, maka dengan jala
itu pria tersebut dapat memilikinya namun jika wanita tersebut tidak mau
maka laki-laki tersebut akan mendapat denda sebanyak 41 ribu rupiah,
angka yang sangat banyak dengan ukuran saat itu. Ada juga namanya
dende ngampasaken, yang mana dende ini berlaku apabila ada pengantin
yang adat istiadatnya belum selesai sudah kerumah orang pengantin
perempan walaupun berdekatan tempat tinggal maka jika ini terjadi akan
didenda sebanyak 9 sampai 10 ribu rupiah. Masih ada lagi namanya dende
gile bibir, berlaku jika seorang laki-laki menyumpah seorang wanita
dengan kata-kata menyebut kemaluan perempuan tersebut maka berlaku
dende gile bibir sebanyak 9 sampai 10 ribu juga. Kemudian ada yang
namanya dende gile tangan apabiala ada laki-laki yang secara tidak
sengaja disentuh kekelaminannya dan dilihat oleh orang lain atau dia
112
sendiri yang mengatakan itu maka akan berlaku dende gile tangan ini, dan
dendanya sama seperti dende gile bibir maupun dende ngampasaken.
19. Pertanyaan : selain dari segi bahasa dan sistem perkawinan yang bapak
jelaskan tadi ada juga dari sistem adat istiadat yang lain, bisa bapak
jelaskan?
Respon
: contoh yang lain dalam adat berpakaian saat menggunakan
pakaian adat misalnya, antara bangsawan terdapat perbedaan juga, dimana
bangsawan menggunakan leang yang lebih panjang daripada masyarakat
biasa. Selain itu dalam kehidupan sosial sehari-hari golongan bangsawan
ini sangat dihormati bahkan sampai-sampai ada yang takut untuk bertemu,
dan jika bertemu di jalan maka biasanya mengatakan nurge sebagai
penghormatan. Ada juga yang lain, ketika ada jamuan makan dalam acara
begawe atau roah pesajik antara bangsawan dan masyarakat biasa
dibedakan.
20. Pertanyaan
: seperti yang bapak katakan sebelumnya rata-rata para
bangsawan di Desa Jerowaru memiliki sawah yang cukup luas, bagaimana
mereka mendapatkannya pak?
Respon
: ada beberapa sebab hal ini terjadi, 1). Jika ada orang yang
memiliki tanah namun tidak diolah, apalagi ditanami tanaman maka tanah
yang seperti ini biasanya mereka yang mengambil, karna dianggap tanah
yang tidak ada pemiliknya meskipun sudah diketahui bahwa ada yang
memili namun atas namanya saja. 2). Adanya ketekunan dari para
bangsawan ini untuk membuka tanah yang belum ada pemiliknya sama
113
sekali, bahkan sampai membuka hutan. 3). Hal ini sudah barang tentu
yaitu peninggalan orang tuanya yang cukup banyak.
21. Pertanyaan
: kalau pembagian hak waris pada golongan bangsawan
bagaimana pak ?
Respon
: dalam hal ini sama saja dengan masyarakat pada umumnya,
yaitu satu bagian untuk laki-laki dan setengah bagian untuk perempuan,
namun hal ini berlaku bagi orang-orang yang sadar akan hukum agama,
bahkan disini kadang-kadang perempuan tidak mendapatkan hak waris
sama sekali terutama berupa sawah, karena banyak yang beralasan bahwa
akan mendapatkan sawah dari suaminya.
22. Pertanyaan : kalau berupa barang-barang berharga atau benda pusaka
seperti keris, dan lainnya seperti apa pewarisannya.
23. Respon
: pewarisan barang-barang pusaka seperti keris maupun barang-
barang berharga itu pewarisannya tidak ada aturan yang tetap, melainkan
tergantung dari karakter dan sifat yang ditunjukkan oleh anak-anaknya
tersebut, jadi tidak ditentukan secara adat siapa-siapa yang berhak sebagai
pewarisnya.
24. Pertanyaan : menurut pengalaman, dan apa yang bapak rasakan mengenai
menurunnya adat istiadat bangsawan di jerowaru, faktor apa saja yang
mengakibatkannya?
Respon
: ada banyak faktor yang melatar belakanginya baik faktor
ekonomi, pendidikan maupun sosial budaya. Dalam bidang ekonomi
misalnya hal ini sudah mulai terasa sejak tahun 60-an ketika terjadi
114
bencana kekeringan yang ditambah lagi dengan kurangnya bahan makanan
sejak tahun 65-an yang kata orang diakibatkan karena adanya ulah PKI,
meskipun hal ini pada tahun-tahun sesudahnya bisa diatasi, sudah mulai
terasa bawa adanya penurunan status bangsawan dari segi ekonomi. Selain
dalam bidang ekonomi, bidang pendidikan juga sangat menentukan karena
pada awalnya para bangsawan ini cukup apatis dengan dunia pendidikan,
terutama dalam hal ini yang berada di kedua anak pertama maupun yang
terakhir yang akan mendapatkannya.
gubuk yang sudah saya sebutkan tadi, namun diluar kedua gubuk yang
disebut diatas walaupun dari keluarga bangsawan tapi terbuka dengan
perkembangan zamannya bahkan ketika di gubuk nenek dan gubuk
tembok masih apatis dengan dunia pendidikan, banyak dari bangsawan
yang dari pelambik misalnya yang sudah menjadi ustad dan belajar ke
pagutan.
Jadi
adanya
gengsi
status
sosial
ini
menyebabkan
keterbelakangan bangsawan dalam bidang pendidikan, mereka tidak sadar
bahwa suatu saat pendidikan ini akan menjadi bomerang bagi adat-istiadat
yang tidak sesuai dengan zaman. Ada juga faktor sosial budaya seperti
masuk dan berkembangnya budaya luar yang kadang-kadang tanpa adanya
filterisasi sehingga kadang-kadang unsur lokal genius kita sedikit sekali
yang kelihatan.
25. Pertanyaan : bagaimanakah peranan TGH. Muh. Mutawalli ketika adatistiadat bangsawan masih berlaku terutama waktu masih dikenal adanya
sistem beteteh?
115
Respon
: sistem dakwah almarhum TGH mutawalli adalah dengan
pendekatan budaya, sehingga beliau dalam hal ini tidak pernah
mempermasalahkan
mengenai
adat-istiadat
yang
berlaku
didalam
masyarakat, meskipun secara tidak langsung menurut saya dibangunnya
yayasan Darul Yatama Walmasakintidak terkecuali untuk meluruskan adat
istiadat yang jelek, yang memang secara implisit tidak tersirat namun
sedikit demi sedikit telah mengubah kesadaran masyarakat yang sangat
mengagungkan adat-istiadat nenek moyang.
116
Lam. 2
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT
DESA JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Lalu Abdul Hamid
Umur
: 47 tahun
Alamat
: Kadus Jerowaru Bat
Pendidikan
: MA Muallimin NW Pancor
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Kadus Jerowaru Bat
1. Pertanyaan
: mengnurut bapak dan mungkin ada yang pernah bapak
dengar dari orang-orang tua, dari mana para bangsawan di Desa Jerowaru
ini berasal?
Respon
: mengenai asal usulnya memang saya kurang tau, namun ada
yang mengatakan kalau bangsawan yang di gubuk pedaleman berasal dari
banyak tempat seperti kopang, kediri, pagutan dan lain sebagainya.
Sedangkan yang lain saya kurang tau karena sedikit bahkan tidak ada
informasi tentang hal tersebut.
2. Pertanyaan : buakan ahanya Mamik sebagai golongan bangsawan di
jerowaru tapi ada juga yang bergelar Bape, bagaimana ini pak?
117
Respon
: memang ada Bape juga selain Mamik di Jerowaru namun
jumlahnya tidak begitu banyak bahkan hanya ada di pelambik. Yang mana
kedudukan dari Bape ini lebih rendah dari Mamik namun lebih tinggi dari
Amak. Namun satu hal yang sangat aneh saya rasakan bahwa anaknya
juga bergelar Lalu namun setelah punya anak maka dipanggil bape.
Sedangkan bagaimana dan sebab apa penurunan dari Mamik ke Bape saya
juga kurang begitu tau.
3. Pertanyaan
: bagaimana bapak melihat adat-istiadat pada golongan
bangsawan sampai saat ini?
Respon
: memang terdapat perubahan dari tahun 70-an misalnya,
namun sampai saat ini bangsawan masih bisa dikatakan dihormati
meskipun dalam kenyataannya tidak lagi seperti tahun 70-75-an!
4. Pertanyaan : apakah di Jerowaru pernah dilaksanakan sistem adat-istiadat
seperti pada bangsawan pedalaman di tempat lain?
Respon
: sebelum tahun 70-an seperti yang saya katakan tadi memang
di Jerowaru yang pernah menerapkan adat-istiadat tersebut secara
konsikwen adalah bangsawan pedaleman atau yang dikenal dengan Gubuk
Nenek. Yang mana sampai sekarang dapat dilihat di selatan dan baratnya
masjid, disanalah yang merupakan tempat konsentrasi dari golongan
bangsawan ini, sehingga kelihatan juga sedikit eksklusif karna lebih
dominan bergaul dengan sesama bangsawannya saja.
5. Pertanyaan : apakah sistem beteteh seperti pada bangsawan di desa lain
pernah berlaku di desa Jerowaru.
118
Respon
: saya rasa disetiap bangsawan sebelum adanya keterbukaan
selalu menerapkan itu. Di Desa Jerowaru sebelum tahun 70-an dan juga
seperti yang dikatakan orang-orang tua sistem beteteh ini pernah berlaku
dan saat ini sudah tidak ada lagi, hanya saja diganti dengan penurun
bangse (penurunan status)
6. Pertanyaan : salah satu ciri has dari bangsawan adalah menggunakan
bahasa halus, sedangaka di Jerowaru bagaimana pak?
Respon
: memang sebelum tahun 70/80-an anak-anak bangsawan
diharuskan menggunakan bahasa halus dalam pergaulannya sehari- hari,
karna seperti yang anda katakan tadi merupakan salah satu dari identitas
bangsawan, yang saat ini kadang-kadang bahasa halus tersebut hanya
berk-laku saat acra ngewacan dalam sorong serah.
7. Pertanyaan : bagaimana hubungan sosial sehari-hari antara masyarakat
biasa dengan bangsawan pedaleman di jerowaru ketika adat-astiadatnya
masih kental?
Respon
: karena konsentrasi tempat tinggalnya di satu tempat maka
bangsawan di pedaleman lebih banyak bergaul dengan sesama bangsawan
meskipun hubungan sosial dengan masyarakat yang lain tetap lancar,
namun ketika karisma bangsawan ini masih tinggi kadang-kadang
masyarakat biasa tidak berani ketemu dan begitu bertemu dengan
bangsawan selalu mengungkapkan nurge. Selain kalau ada yang pergi
midang ke rumah bangsawan maka sebelum masuk dari sekitar 5 meter
dari rumah tersebut harus sedah mengucapkan salam dan masuk dengan
119
caraduduk ngesot, hal ini berlaku baik anak masyarakat maupun
bangsawan yang pergi midang. Begitu juga dengan waktu midang tidak
boleh sebelum malem dan batasnya sampai jam sepuluh, bahkan kadangkadang kalau lebih dari jam sepuluh malam di kenakan denda.
8. Pertanyaan : sekarang ini bisa dikatakan bahwa adat istiadat bangsawan
sudah luntur, menurut bapak faktor-faktor apa saja yang paling bapak
rasakan?
Respon
: saya rasa ini adalah konsekwensi dari perkembangan zaman
bahwa kita harus mengikuti perkembangan zaman, namun berlebihan juga
tidak bagus karena banyak juga adat-istiadat terdahulu yang sangat bagus
seperti gotong royong, menghormati orang yang lebih tua, dan lain
sebagainya. Namun yang paling saya rasakan adalah akibat adanya
pendidikan yang merata, sehingga masyarakat bisa berkenalan dengan
budaya luar yang lebih masuk akal dan lebih terbuka sehingga jika ada
adat-istiadat yang sangat kaku itulah yang ditinggalkan, meskipun kadangkadang kita salah jalan sampai-sampai identitas kita yang sangat bagus
dibuang secara percuma dan menerima budaya luar tanpa adanya
pilterisasi.
9. Pertanyaan : ada tidak pak dende-dende ataupun konsekwensi dari
pelanggaran adat yang bapak tau?
Respon
: banyak! Salah satunya jika laki-laki menyumpah wanita
yang belum kawin, begitu juga dengan laki-laki tersebut dengan menyebut
120
salah satu kemaluannya dan didengar orang banyak atau wanita tersebut
yang melapor maka biasanya mereka dinikahkan.
10. Pertanyaan : bagaimana pembagian hak waris terutama tanah pada
Bangsawan di Desa Jerowaru pak?
Respon
: dalam hal ini memang tidak ada aturan yang baku karna ada
yang membagi anak-anaknya yang mengikuti ajaran agama sampai ada
juga anak perempuannya yang tidak mendapatkan hak waris, namun hal
ini tidak pernah menjadi pertentangan dikemudian hari karena adanya
kesadaran kekeluargaan dan biasanya kalau wanita tersebut tidak
mendapatkan sawah maka setiap panen diberikan hasil tanah tersebut oleh
saudara-saudaranya, yang dalam istilah mereka mendapatkan bagian yang
sudah masak atau barang hasil panen.
121
Lam.3
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Marjun
Alamat
: Kadus Jerowaru Daye
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: laki- laki
Pekerjaan
: Mangku Bale Belek
1. Pertanyaan : mengenai sejarah desa Jerowaru banyak dibahas di buku
Takepan yang ada di bale belek Jerowaru, bisa bapak ceritakan mengenai
sejarah lahirnya desa jerowaru!
Respon
: bale belek ini adalah rumah yang pertama kali dibangun di
Jerowaru, dan yang membangunnya adalah Datu Dewe Maspanji (Datu
Dewe Maspanji Raeng Jagat Manujae Lemper subur Makmur datu
Tunggal Lek Dunie Ie Sak Laek ie Sak Uik ie Sak Lemak). Kedatangan
maspanji dari arah selatan kecamatan Jerowaru sekarang, tepatnya di
Serewe, ketika sampe di Serewe dia berhenti sebentar utuk istirahat,
kemudian sebelum melanjutkan perjalananya terlebih dahulu dia melempar
panahnya ke arah utara sebagai petunjuk dimana dia akan membuat tempat
tinggalnya, salah satunya jatuh di Jerowaru dan Senyiur, setelah anak
panahnya jatuh ditempat yang saya sebut tadi kemudian Raden Maspanji
melanjutkan perjalanan mencari tempat jatuhnya anak panah yang
122
dilemparnya tadi. Pembangunan Bale Belek ini berlangsung dari jam 6
pagi sampai jam 6 sore hari. Menurut buku takepan di Bale Belek
pembuatannya pada kuranh lebih 753 tahun silam. Namun setelah Raden
Maspanji tinggal di Bale Belek kemudian beliau menghilang dan tidak
diketahui jejaknya. Untuk sementara Bale Belek tidak berpenghuni,
kemudian yang menghuninya adalah Pe Belek yang merupakan keturunan
dari bangsawan Kerajaan Pene. Adapun Pe Belek memiliki dua orang anak
yaitu Dewi ringgit dan Raden Panji. Pe Belek juga memiliki kakak yang
sama-sama pidah ke arah timur dan kakakny yaitu Be Balak tinggal di
Senyiur. Dewi ringgit sendiri tinggal di bale Belek yang ada di Jerowaru
walaupun dia sudah bekerja, sedangkan adiknya setelah berkeluarga
pindah ke Pelambik sekarang dan disanalah dia membuat rumah yang
sekarang dikenal sebagai Bale Belek Pelambik. Dewi Ringgit mempunyai
anak empat orang yaitu Datuk Masjid, Datuk Labang, Datuk Kebon dan
yang paling Bungsu yaitu
Datuk Sabo. Anaknya yang pertama yaitu
Datuk masjid, sesuai dengan namanya kebiasaanya yaitu beribadah ke
masjid bahkan beliau hanya pulang makan saja. Adapun keturunan dari
Datuk Masjid ini adalah TGH. Mutawalli dan TGH. Sibawaihai.
Sedangkan anaknya yang kedua yaitu Datuk Labang, kebiasaan dari Datuk
Labang ini adalah pergi berperang, namun tidak diketahui secara jelas
dengan siapa dia berperang. Sedangakan yang ketiga adalah datuk Kebon,
dimana kebiasaan dari anaknya yang ini adalah bertanai, dimanapun
sekitar kawasan jerowaru ada tanah yang kiranya bisa ditanami dia
123
mencoba untuk menanaminya. Sedangkan yang keempat adalah Datuk
Sabo, dimana kebiasaannya adalah menanam pohon sabo sehingga di
jerowaru daye sampai-sampai ada yang dijuluki gubuk Sabo.
2. Pertanyaan : ada tidak pak nama yang lain sebelum dinamakan Jerowaru?
Respon
: ya memang ada, ada tiga nama yang terkenal sebagai sebutan
desa jerowaru yaitu Dese Aru Arak, kemudian Dese Jerobaru dan terkhir
yaitu Dese Jerowaru.
3. Pertanyaan : terkait dengan bangsawan di Desa Jerowaru ini, bisa bapak
jelaskan mengenai sejarahnya?
Respon
: husus bangsawan yang ada di jerowaru Gubuk tembok bisa
dikatakan merupakan bangsawan asli Desa Jerowaru karna merupakan
keturunan dari bangsawan kerajaan pene, yang dulunya merupakan bagian
dari daerah kecamatan Jerowaru. Kaitan antara kerajaan pene dengan
bangsawan Jerowaru nanti bukunya bisa anda kopi.
4. Pertanyaan : salah satu sistem perkawinan dalam golongan bangsawan
adalah harus kawim dengan sesama bangsawan, dan jika tidak maka maka
anak perempuan tersebut dibuang dari keluarganya, apakah di gubuk
tembok berlaku seperti itu juga pak?
Respon
: memang ada, dan beteteh itu memang ada sama seperti di
Gubuk Nenek, namun jika anak perempuan tersebut cerai dengan
suaminya, sebelum diterima menjadi bagian dari keluarga besarnnya lagi,
terlebih dahulu diterima oleh keluarga dekatnya yang lain seperti Bibi atau
pamannya.
124
5. Pertanyaan : kapan bapak merasakan adanya perubahan dalam adatistiadat bangsawan?
Respon
: sekitar tahun 70-an perubahan ini memang sudah terasa dan
dari beberapa aspek dalam adat-istiadatnya sudah mulai menunjukkan
adanya perubahan tersebut.
6. Pertanyaan
: ada yang mengatakan bahwa dahulunya jika ada orang
midang kerumah bangsawan terdapat perbedaan jika ada yang midang
kerumah masyarakat biasa, apakah bapak pernah menemukannya?
Respon
: memang seperti itulah adat-istiadat yang berlaku, jika kita
midang kerumah bangsawan maka sebelum 5 meter kita masuk rumahnya
terlebih dahulu kita mengucapkan salam sekaligus masukknya dengan cara
tokol ngesot (berjalan dengan cara duduk), bahkan ketika masuk adat
masuk yang paling bagus adalah dengan masuk hadap belakang.
125
Lam. 4
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Sinerap
Alamat
: kadus Jerowaru Daye (utara)
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Jabatan
: Kadus Jerowaru Daye
1. Pertanyaan : bisa bapak jelaskan mengenai sejarah Desa Jerowaru?
Respon
: bangunan yang pertama sebagai bukti sejarah di Desa
Jerowaru adalah Bale Belek dan Masjid Jerowaru yang dahulunya masih
dikelilingi oleh hutan. Penghuni Bale Belek ini adalah Amak Belek ( pe
belek) dan istrinya Inak Belek. Adapun menurut takepan Pe Belek ini
memiliki anak sebanyak 4 orang yaitu :
a. Datuk Masjid
Dikatakan Datuk Masjid karena kebiasaanya beribadah ke masjid,
bahkan beliau hanya pulang makan saja kerumahnya. Diperkirakan
dari cerita-cerita orang tua Datuk masjid merupakan nenek moyang
dari TGH. Jahye yang menurunkan TGH. Muh. Mutawalli, dan TGH.
Mutawalli menurunkan TGH. Sibawaihi dan keluarganya.
b. Datuk Labang
126
Kebiasaan datuk labang sangat berbeda dengan Datuk Masjid, jika
Datuk Masjid kebiasaannya adalah beribadah sementara Datuk Labang
kebiasaannya adalah pergi berperang, bahkan hanya pulang satu kali
dalam seminggu dengan berlumurkan darah. Dengan pihak mana ida
berperang saya kurang tau, atau kemungkinan besar dengan pihak
musuh yang pernah memusuhi kerajaan pena. Yang diperkirakan
sebagai keturunannya adalah Mamik Keran, Mamik Tanom, dan
Mamik Sungkal yang sekarang tinggal di Gubuk Nenek.
c. Datu Kebon
Sebab dinamakan datuk Kebon dikarenakan keuletannya dalam
pertanian, bahkan setiap dia menemukan tempat yang memiliki air
disanalah dia menanman. Diantara anak keturunannya saat ini berada
Mendane, Senyiur, Keruak dan Sepit.
d. Datuk Sabo
Karena kebiasaan dari orang-orang terdahulu menamakan seseorang
sesuai dengan kebiasaannya, seperti kebiasaan dari datok Sabo adalah
menanam tanaman sabo makanya dinamakan dengan Datuk Sabo.
2. Pertanyaan
: Terkait dengan bangsawan di Desa Jerowaru bisa bapak
jelaskan mengenai asal usulnya?
Respon
: jelasnaya bangsawan di Desa Jerowaru, ada yang disebut
sebagai bangsawan pendatang dan bangsawan asli, yang sering disebut
sebagi bngsawan pendatang adalah bangsawan yang ada di Gubuk Nenek
(pedaleman) karena berasal dari luar daerah kecamatan Jerowaru, mereka
127
berasal dari kopang, kediri, Gerung, dan Kuripan. Sedangkan yang di Bale
Belek berasal dari keturunan Bangsawan Kerajaan Pene dan termasuk
dalam kawasan Jerowaru, karena itu sering dinamakan bangsawan asli
Jerowaru.
3. Pertanyaan : perkembangan zaman juga berpengaruh terhadap perubahan
adat-istiadat bangsawan, dalam hal apa saja yang bapak rasakan paling
signifikan dalam adanya perubahan tersebut?
Respon
: banyak hal memang perubahan tersebut berpengaruh terhadap
adat-istiadat namun yang saya rasakan perubahannya cukup signifikan
adalah dalam sistem perkawinan. Didalam sistem perkawinan yang
dahulunya dikenal adanya istilah beteteh sekarang tidak ada lagi, hanya
saja perbedaannya dengan masyarakat biasa terletak pada banyaknya
bayah aji dalam sorong serah dan bewacan pada acara sorong serah.
Dalam bayah aji ini 66 ribu untuk bangsawan dan 44 ribu untuk
masyarakat biasa.
4. Pertanyaan : dari segi bahasa bagaimana bapak rasakan perubahannya?
Respon
: memang bahasa halus ini sampai sekarang masih mejadi
bagan penting dari masyarakat jerowaru meskipun sudah menipis, namun
sedkit tidak masih di anggap penting walaupun hanya sebagian kecil saja
dalam bahasa pergaulan masyarakat sehari-hari, selain adanya bahasa
halus walaupun dengan menggunakan bahasa biasa tapi merupakan ciriciri dari masyarakat Jerowaru yaitu lemah lembut dalam berbicara dan
bertutur kata. Namun bahasa halus yang lengkap dalam percakapan sehari-
128
hari baik bagi golongan bangsawan sudah tidak ada lagi, jadi seperti yang
saya katakan tadi hanya dipakai sebagian saja sebagai nbahasa sehari-hari
seperti kata tiang, geh, sampun, medaran dan lain sebagainya.
5. Pertanyaan
: salah satu yang menjadi ciri has dari bangsawan dahulu
adalah membuang anaknya jika kawin dengan laki-laki yang bukan dari
golongan bangsawan, apakah anak perempuan tersebut dibuang langsung
dari keluarganya tanpa bisa diterima lagi sebagai keluarga, atau seperti apa
pak?
Respon
: sepengetahuan saya juga seperti yang anda katakan kalau
bangsawan dahulu mengenal namanya beteteh, begitu juga di jerowaru.
Seperti cerita- cerita dari orang-orang tua dan sedikit pengalaman
walaupun di Jerowaru ada istilah Beteteh ini namun tidak pernah
membuang secara langsung walaupun dahulunya ada juga seperti itu,
namun biasanya setelah bercerai, biasanya ada saja keluarga dari ibu atau
mamiknya yang kasian dan mengajaknya tinggal bersama, lama kelamaan
biasanya diterima kembali menjadi bagian dari keluarga besar ayahnya.
6. Pertanyaan : bagaimana bapak merasakan perubahan sopan santun di Desa
Jerowaru?
Respon
: sopan santun merupakan bagian yang penting juga dalam
kehidupan sehari-hari di Jerowaru, meskipun saat ini hal itu sudah mulai
menurun, namun setidaknya masih bisa dilihat dan dirasakan sendiri, baik
sopan santun dalam berbicara, lewat di depan rumah orang misalnya.
Apalagi sopan santun ini dulunya bagi bangsawan sangat dianjurkan,
129
misalnya harus bertutur kata lemah lembut, menghormati orang yang lebih
tua, mengucapkan Tabek ketika lewat didepan rumah orang lain, dan lain
sebagainya yang tidah bisa saya sebutkan secara satu-persatu.
7. Pertanyaan : nasih mengenai sistem perkawinan, apakah laki-laki juga
kalau menikah tetap membayar aji seperti biasanya ketika kawin dengan
sesama bangsawan pak?
Respon
: disinilah letak perbedaannya juga, jika laki-laki biasa
mengambil Golongan bangsawan saat ini tidak lagi dikenal yang namanya
Beteteh tapi penurun Bangse dan harus membayar aji sebanyak aji dari
bangsawan, sementara jika laki-laki bangsawan kawin dengan perempuan
biasa maka membayarnya juga dengan aji masyarakat biasa. Jadi dalam
hal ini ada peraturan adat yang terbalik.
8. Pertanyaan : kalau tidak keberatan, bisa bapak sebutkan urutan dari prosesi
perkawinan baik bangsawan maupun masyarakat biasa di Desa Jerowaru?
Respon
: dalam hal prosesi ini sebenarnya tidak berbeda, hanya saja
isinya yang berbeda. Diantara urutan prosesi tersebut adalah yang pertama
mengambil perempuan atau dalam istilah umumnya adalah melaian,
dilanjutkan dengan acara Besejati dan nyelabar, kemudian Bait Wali,
setelah itu rebak pucuk yang dilanjutkan dengan sorong serah, baru
kemudian nyongkolan atau nyokor.
9. Pertanyaan : bisa bapak jelaskan satu persatu apa saja yang dilakukan
dalam setiap prosesi tersebut?
130
Respon
: dalam acara besejati dari pihak pengantin laki-laki
memberitahukan kemana dan dengan siapa anaknya kawin, sedangkan
selabar adalah menjejaki kesanggupan orang tua dari pengantin
perempuan termasuk didalamnya membicarakan uang jaminan dari pihak
laki-laki yang aka dibawakan disaat pengambilan wali, namun jika saat
mengambil wali, uang yang disepakati belum tercukupi maka mengambil
walinya gagal dan diselesaikan saat acra rebak pucuk sekaligus
menentukan kapan kesiapan dari walinya untuk menikahkan anaknya.
Selanjutnya adalah acara sorong serah yang pernah saya jelakan tadi dan
terakhir adalah nyongkolan.
10. Pertanyaan : bagaimana pengalaman bapak saat bergaul dengan anak-anak
bangsawan saat bapak masih muda?
Respons
: saat saya masih muda karena saat itu pergaulan kita juga bisa
dikatakan dengan siapapun, dalam kehidupan sehari-hari memang seperti
biasa seperti saat ini anak muda berteman, namun perbedaannya hanyalah
pada saat saya masih muda tidak ada anak golongan bangsawan yang pergi
beburuh ke sawah orang lain seperti kita pada umumnya. Karena pada saat
saya masih muda sampai anak-anaknya masih disegani, dikarenakan
mereka juga memiliki sawah yang cukup luas untuk bekerja tanpa harus
beburuh seperti kita yang anak-anak masyarakat biasa.
131
Lam. 5
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT
DESA JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Mamik Jamudin
Alamat
: Kadus Jerowaru Bat ( barat)
Umur
: 80 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: petani
1. Pertanyaan : menurut cerita maupun keterangan dari orang tua yang
pernah bapak dengar, darimanakah asal usul dari bangsawan gubuk nenek
yang sebenarnya?
Respon
: karena tidak ada catatan tertulis dan hanya kita tau dari cerita
dari para sesepuh yang saat ini telah meninggal dunia, mereka mengatakan
bahwa hususnya bangsawan di gubuk Nenek ini berasal dari tempat yang
berbeda, namun yang lebih banyak berasal dari kopang, selain itu ada juga
yang berasal dari Kuripan, Kediri, Gerung, dan pagutan. Sedangkan
Bangsawan yang ada di Gubuk Tembok sering disebut bangsawan asli
Jerowaru, adapun tempat ketiga yang banyak bangsawannya adalah di
Pelambik, namun disini menurut orang-orang tua selain ada yang datang
dari luar ada juga merupakan bangsawan dari Gubuk Tembok dan Gubuk
Nenek.
132
2. Pertanyaan : banyak yang mengatakan bahwa dulunya rata-rata bangsawan
memiliki tanah yang cukup luas, bisa bapak ceritakan hal itu sesui dengan
pengalaman bapak?
Respon
: memang betul seperti itu, bahkan bisa dikatakan dulunya
rata-rata bangsawan memiliki tanah atau sawah yang cukup luas
dibandingkan dengan yang dimiliki oleh masyarakat biasa pada umumnya.
Saya juga merasakan hal itu, karena juga sudah lahir pada saat adatistiadat bangsawan masih berlaku, jadi kedua orang tua saya juga memiliki
tanah yang cukup luas. Jadi berkaitan dengan adat-istiadat bangsawan
sedikit tidak pernah saya temukan.
3. Pertanyaan : salah satunya pak?
Respon
: salah satunya adalah sisitem perkawinan, ada juga adat-
istiadat dalam pergauklan sehari-hari yang sangat berbeda dengan apa
yang kita sama-sama lihat sekarang maupun dari segi bahasa.
4. Pertanyaan : sekarang ini bisa dikatakan adat-istiadat bangsawan bisa
dikatakan sudah sedikit sekali yang masih bertahan, menurut bapak hal ini
menurut yang bapak raskan disebabkan oleh paktor apa saja?
Respon
: sejauh ini, dan dari pengalaman serta apa yang saya rasakan
ada dua faktor yang sangat berpengaruh dalam hal ini yaitu paktor
pendidikan dan adanya budaya luar yang masuk, hal ini tentu juga
datangnya dari pendidikan. Karna adat-adat bangsawan banyak yang tidak
sesuai dengan zamannya kaka seperti inilah yang terjadi dan tidak mampu
bertahan. Jangankan adat-istiadat yang sengaja diciptakan oleh manusai
133
yang mampu bertahan di zaman teknologi saat ini, yang datangnya dari
tuhan dalam bentuk agamapun tercemar.
134
Lam. 6
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Mamik Mahrap
Alamat
: Jerowaru Bat
Umur
: 71 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: petani
1. Pertanyaan : dahulunya bangsawan sangat dihormati, bukan karena status
sosialnya saja yang tinggi namun secara ekonomi juga mendukung, apa
saja yang menyebabkan perekonomian bangsawan lebih bagus daripada
golongan dibawahnya?
Respon
: salah satunya karena secara umum memiliki sawah yang
cukup luas dari peninggalan orang tuanya, sekaligus juga sekitar tahun 90an masih banyak tanah yang belum ada pemiliknya
2. Pertanyaan : apa saja bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan yang
biasanya dilakukan secara kolektif baik oleh bangsawan maupun
masyarakat biasa yang sifatnya membantu sesama individu sebagai
anggota dari masyarakat?
Respon
: ada banyak bentuk kegiatan sosial kemasyarakatan ini
dilakukan, kalau di Jerowaru misalnya kita kenal adanya Banjar atau yang
biasa disebut Bebanjar, Besiru, dan gotong Royong, saya rasa ketiga hal
135
itulah yang paling pokok dalam kegiatan sosial kemasyarakatan di
Jerowaru, meskipun untuk saat ini sudah ada perubahan bahkan saudah
ada yang hilang namun setidaknya hal itu dahulunya pernah menjadi
bagian dari ciri hasa masyarakat Desa Jerowaru dalam bidang sosial
kemasyarakatan secara kolektif.
3. Pertanyaan : kalau boleh, bisa bapak jelaskan satu persatu dari bentukbentuk sosial kemasyarakatan yang bapak sebut tadi serta bagaimana
implementasi (praktik) nya ?
Respon
: 1. Banjar (bebanjar), merupakan perkumpulan masyarakat
untuk mengumpulkan beberapa jenis keperluan dalam acara begawe
(gawe), baik untuk gawe mate (kematian) maupun gawe Idup
(perkawinan, nyunatan maupun nyelamatan), dalam hal banjar ini
pembentukan kelompoknya tergantung kesepakatan dari orang-orang yang
membuat banjar tersebut, ada kelompok banjar yang mengeluarkan beras
maka dinamakan banjar beras, dan seterusnya, dan banjar ini hanya
satukali dipakai oleh masing-masing anggota atau mirip dengan arisan,
selebihnya biasanya untuk keperluannya lagi kadang-kadang membentuk
kelompok banjar baru dengan kelompok yang baru ataupun sama dan
dalam barang yang berbeda, misanya ragi-ragian dan lain-lain. Namun
barang-barang dalam bebanjar ini adalah untuk keperluan dalam acara
gawe saja. Bukan hanya itu, biasanya anggota banjar langsung bekerja
ditempat gawe tersebut, baik sebagai ancang-ancang dan lainnya, satu hal
lagi sampai saat ini banjar ini masih berlaku diJerowaru karna dirasakan
136
sangat mendukung jika ada hajatan begawe tersebut. 2. Besiru, kegiatan
Besiru ini saat ini sudah tidak ada lagi, dan hanya menjadai kenangkenangan
orang
tua
kita.
Besiru
merupakan
kegiatan
sosial
kemasyarakatan yang dilakukan secara kolektif juga, namun perbedaannya
dalam hal besiru ini lebih dekat dengan kegiatan di sawah. Dimana
masing-masing orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat ikut
setra bekerja di salah satu sawah warganya, begitu juga nantinya jika ada
pekerjaan di sawah warga yang menolongnya tadi maka dia akan
membantu juga. 3. Gotong Royong, dalam hal gotong royong ini
tendensinya ke pembngunan seperti rumah, masjid, membersihkan
lingkungan, menggali parit dan lain sebagainya. Sebenarnya gotong
royong ini tidak jauh berbeda dengan kedua jenis kegiatan sosial yang
pernah saya jelaskan diatas, hanya saja perbedaannya seperti yang saya
jelaskan tadi terletak pada jenis implementasinya.
137
Lam. 7
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Mamik Samsumi
Alamat
: Batu Tambun
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: petani
1. Pertanyaan: sepengetahuan bapak berdasarkan cerita dari orang-orang tua
atau sumber jika ada, bangsawan Jerowaru berasal dari mana?
Respon
: kalau berbicara mengenai asal usul dari bangsawan Jerowaru
memeng secara pasti dengan bukti seperti buku atau catatan-catatan
lainnya memang tidak ada, tapi sampai saat ini hususnya bangsawan yang
ada di Gubuk Nenek banyak memiliki kerabat di beberapa tempat seperti
Kopang, Kuripan, Gerung, kediri, Pagutan, dan lain sebagainya yang tidak
bisa dipastikan.
2. Pertanyaan : biasanya pak dulunya apakah sama seperti saat ini di
Jerowaru mengenal dua kali panen?
Respon
: sebelum adanya gugur ancah, atau sebelum Soeharto jadi
presiden kita di Jerowaru hanya mengenal satu kali panen, dikarenakan
pengetahuan kita kurang serta tidak adanya bibit yang bisa dipanen secra
cepat, baru kemudian sekitar tahun 70-an kita mengenal istilah gugur
138
ancah disertakan juga pembagian bibit dan peralatan-peralatan dalam
pertanian seperti cangkul, parang, sabit, dan keperluan pertannian lainya.
Bahkan ketika pertama kali diberikan olaeh pemerintah banyak yang tidak
berani mengambilnya, ada yang mengira jika mereka mengambinya maka
akan dibunuh atau dijual, karena masih adanya ketakutan akibat peristiwa
65 dalam masyarakat.
3. Pertanyaan : jika sebelum tahun 70-an perekonomian bangsawan cukup
baik, mengapa hal itu terjadi pak padahal panennya satu kali saja?
Respon
: dalam hal ini kita berbicara rata-rata pada saat itu, karena
bangsawan memiliki sawah yang cukup banyak maka otomatis hasil
panenenya juga akan lebih banyak walaupun satu kali panen, jadi
perbandingan rata-ratanya yang kita lihat.
4. Pertanyaan: ada tidak pak nasihat orang-orang tua pada anaknya dalam hal
sawah dan harta lainnya?
Respon : ada nasihat panting yang selalu terdengar dari orang tua dari
dahulu sampai saat ini yaitu “ engkah bae sampe bejual tanak, mum mele
arisan sandak dari pede bejual sengak endek arak eak dait isik bai-balok
lemak” artinya jangan sampai menjual tanah, kalau mau lebih baik di
gadaikan daripada dijual, karena yang ada yang akan diwariskan pada cucu
maupun cicit saya nantinya. Merupakan nasihat yang sederhana namun
sangat bermakna. Lalu apa arti dari nasihat tersebut, mengapa tidak
menyebut anaknya namun langsung menyebut cucu atau cicitnya, artinya
pada saat itu tidak ada hak anaknya tersebut secara permanen karena
139
sawah tersebut adalah warisan yang bukan untuk dijual tapi merupakan
harta warisan yang diwariskan secara turun-temurun.
5. pertaanyaan: tapi bagaimana praktiknya pak?
Respon
: pada kenyataanya memang jauh dari nasihat tersebut
meskipun sebagian ada juga yang menurut, namun karena didorong
kebutuhan yang kadang-kadang sifatnya spele tanah pun dijual. Selain itu
karena di Jerowaru dan sekitarnya dikenal dengan kawin cerainya,
biasanya banyak dari orang-orang maupun bangsawan yang memiliki
tanah yang cukup luas di jualnya, karena jarang kita menemukan di
Jerowaru yang kawin satu kali, paling tidak tiga sampai lima kali, dan ini
membutuhkan biaya yang banyak yang pada intinya menjual tanahnya,
imbasnya banyak dari keturunannnya saat ini tidak memiliki tanah,
padahal dulunya tanahnya banyak sekali.
140
Lam. 8
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT
DESA JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Mamik Sekar
Alamat
: Pelambik, Desa Jerowaru
Umur
: 62 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: petani
1. Pertanyaan : dahulunya bangsawan terkenal selain karena ststus sosialnya,
namun juga kepemilikannya atas tanah, bagaimana biasanya bangsawan
ini medapatkan tanah yang cukup luas tersebut pak ?
Respon
: selain adanya warisan dari orang tuanya, dan keuletan
bekerja, karena pada tahun 90-an masih banyak tanah yang belum ada
pemiliknya atau ada pemiliknya tapi tidak pernah digarap apalagi di
tanami maka biasanya akan diambil oleh orang lain yang sanggup
mengerjakannya dalam hal ini biasanya dilakukan oleh bangsawan.
Memag tidak sedikit yang melapor ke pihak pemerintah, tapi kalah dengan
alasan tidak mempergunakan tanah sesuai fungsinya dan pemerintah
mendukung orang yang menggarapnya walaupun pada awalnya atas nama
orang lain, namun biasanya tergantikan oleh orang yang menanaminya
tersebut.
2. Pertanyaan: ada tidak pak faktor dari dalam yang bapak rasakan
berpengaruh juga dalam menurunnya adat-istiadat bangsawan?
141
Respon
: seiring melemahnya status kebangsawanan terjadi juga
pelepasan status oleh sebagian bangsawan walaupun dalam jumlah yang
sedikit, hal ini menunjukkan bahwa pada saat ini bangsawan dan gelarnya
hanya sebagai simbol masa lalu yang tidak ada relevansinya dengan masa
depan, mengapa ada yang sampai melepaskan gelar kebangsawanannya,ini
indikasi bahwa gelar bangsawan untuk saat ini tidak lebih dari label
sejarah yang telah melahirkan nama tersebut.
3. Pertanyaan: apakah di Pelambik pernah juga memparaktikkan adat –
istiadat bangsawan yang kental seperti halnya bangsawan yang ada di
Gubuk Tembok dan Gubuk Nenek?
Respon
dapat
: sepengetahuan saya dan dari cerita orang-orang tua terdahulu,
dikatakan
kalau
di
pelambik
tidak
pernah
secara
ketat
mengimplementasikan adat-istiadat sebagai aturan bangsawan walaupun
ada juga yang mengikuti adat-istiadat yang cukup ketat tersebut namun
jumlahnya tidak menckup secara umum bngsawan, karena bisa dikatakan
bangsawan di pelambik adalah bangsawan-bangsawan yang tidak terlalu
terikat oleh adat-istiadat bangsawan yang sangat saklek.
142
Lam. 9
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: H.L.Satrah
Alamat
: Gubuk Nenek
Umur
: 61
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: petani
1. Pertanyaan : salah satu perbedaan bangsawan dengan masyarakat biasa
dulunya terletak pada kepemilikannya atas tanah, selain adanya hak waris
dari orang tuanya faktor apa saja yang mendukungnya?
Respon
: memang pada dasarnya selain dihormati dengan status
sosianya mereka juga memiliki tanah yang cukup banyak, jadi selain dari
adanya warisan dari orang tuanya faktor yang lain adalah keuletannya
dalam bekerja maupun mencari tanah yang belum dibuka atau belum ada
pemiliknya, karana dulu masih banyak tanah yang belum ada pemiliknya.
2. Pertanyaan : menurut pengalaman dan yang bapak rasakan faktor apa saja
yang menyebabkan menurunnya status bangsawan baik dari segi status
sosial dan ekonomi ?
Respon
: bagi saya paktor pendidikan sangat berpengaruh karna
banyak berkenalan dengan dunia luar yang lebih demokratis. Sedangkan
dalam bidang ekonomi yang saya rasakan karena selain pendidikan kurang
143
dan banyak dari bangsawan ini yang sering kawin cerai maka seringkali
tanahnya dijual, bukan hanya itu saja pada akhirnya juka ada kepentingan
mendesak yang memerlukan uang justru tanahnya yang menjadi korban,
sehingga pada akhirnya secara ekonomi dan pendapatan tidak ada lagi
sumbernya kecuali menjadi burh tani atau bangunan.
144
Lam. 10
HASIL WAWANCARA PENELITIAN SEJARAH MASYARAKAT DESA
JEROWARU: SEBUAH KAJIAN
SEJARAH SOSIAL
Nama
: Lalu Ratnawe
Alamat
: Gubuk Tembok
Umur
: 73 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Pekerjaan
: patani
1. Pertanyaan: bisa bapak ceritakan sedikit pengalaman bapak ketika masih
muda dan adat-istiadat bangsawan masih berlaku terutama dalam hal
sopan santun?
Respon
: sudah barang tentu hal ini merupakan sebuah keharusan,
misalnya ketika kita lewat di kerumunan orang atau didepan rumah orang
maka kita harus bilang tabek walaupun rumahnya cukup jauh dari jalan
kita lewat tersebut, begitu juga ketika kita midang, jika kita lewan dirumah
orang, walaupun orangnya tidak ada kita diharuskan mengucapkan kata
tabek kalau tidak kadang-kadang kita di katakan endek ketaon base (tidak
tau adat) secara langsung.
2
Pertanyaan : bagaimana pandangan bapak saat masih ketatnya pelaksanaan
adat-istiadat di Jerowaru mengenai reaksi perempuan terhadap ketenuan
orang tuanya yang kadang-kadang ikut campur dalam masalah
perkawinannya?
145
Respon
: perlu digaris bawahi, bukan kadang-kadang ya! Tapi
merupakan sesuatu yang harus bagi para orang tua terdahulu, karena kalau
orang tua yang memilih berarti adanya perasaan kecocokan dalam hal ini
tentunya dalam tanda kuti jika anaknya setuju juga, misalnya jika anaknya
punya pacar 5 orang namun hanya satu yang yang dianggap baik oleh
orang tuanya dan memiliki status sosial yang sama maka jika anaknya
setuju maka biasanya dikawnkan. Bahakan saat itu bisa dikatakan anak
perempuan sangat taat dan patuh pada orang tauanya, apalagi masalah
perkawinan yang memerlukan pemikiran yang cukup matanang
3. Pertanyaan: Kalau dalam pergaulan sehari-hari pada saat masih sangat
dihormatinya bangsawan apakan konsentrasi pergaulan masyarakat hanya
berkisar pada sesama bangsawan saja?
Respon
: walaupun daikatakan bangsawan sangat dihormati bukan
berarti secara sosial akan tertutup dan tidak bergaul dengan masyarakat
lain, kalau seperti itu pemahaman kita tentang bangsawan tersebut belum
sampai disana. Karena dikatakan sangat dihormati terutama dalam hal
kata-kata, maupun tingkah laku yang ditunjukkan ketika bersama, dan bisa
dikatakan kalau dahulunya memang antara bangsawan dan masyarakat
biasa sama-sama menjunjung tinggi adat-istiadat, sehingga ada kesan
pemeliharaan bersama meskipum seiring berjalannya waktu mulai
tergeser.
146
DAFTAR ISTILAH
A. Amak : ayah
B. Baik : Sebutan bagi anak bangsawan Mamik yang perempuan.
D.
E.
G.
J.
L.
Bait Wali : salah satu prosesi dalam sistem perkawinan pada saat
penentuan waktu akad nikah pada orang tua perempuan.
Banjar : salah satu perkumpulan barang untuk keperluan gawe seperti
beras, kelapa dan lain sebagainya yang mencakup kebutuhan
gawe.
Bayah aji : ketentuan yang harus dibayar pada acara sorong serah.
Begawe : Gawe
Besejati : memberitahukan pada keluarga pengantin perempuan mengenai
kemana dan dengan siapa anaknya kawin.
Beteteh : membuang
Besiru : sama seperti arisan, akan tetapi menggunakan tenaga manusia dan
hanya untuk keperluan bertani.
Daye : utara
Dende : denda
Dende Pati: merupakan dend yang diberlakukan jika seorang melakukan
pemaksaan pada seorang perempuan untuk dinikahinya.
Dende ngampasaken
Dende gile bibir : denda yang diberlakukan saat berkata kotor terutama
menyebut kemaluan perempuan yang masih gadis.
Dende gile tangan : denda yang diberlakukan jika laki-laki menyentuh
bagian yang terlarang pada perempuan dengan tidak
sengaja sekalipun
Endek ketaon base : sebutan bagi orang yang melanggar adat
Gantiran : pemberian kelengkapan untuk keperluan begawe pada pihak
perempuan
Gawe idup : gawe hidup ( perkawinan, nyunatan dan roah
Gawe mate : gawe mati/ kematian
Gubuk nenek : salah satu nama gubuk di Jrowaru yang didominasi
golongan bangsawan.
Gubuk tembok : sama seperti gubuk nenek.
Jajar karang : masyarakat biasa
Jungkat : tombak
Lale : sebutan untuk kalangan wanita keturunan keturunan Raden
Leang : sabuk yang digunakan unuk mengikat sarung tamper saat
menggunakan pakaian adat
147
M.
N.
P.
R.
S.
T.
Lauk : selatan
Mamik : sebutan bagi bangsawan Lalu yang sudah memiliki anak
Melaian : melarikan, adat sasak dalam mengambil perempuan dengan cara
dilarikan tanpa sepengetahuan dari keluarganya maupun orang
tuanya.
Nyiur : kelapa
Nyongkolan : prosesi terakhir dalam sistem perkawinan, yaitu dengan
beramai-rame menggunakan pakaian adat ke rumah
pengantins perempuan.
Perwangse : kaum bangsawan
Pesajik : hidangan
Raden : gelar kebangsawanan yang lebih tinggi dari Mamik
Rebak pucuk : prosesi penentuan biaya yang harus dikeluarkan pihak lakilaki dalam perkawinan setelah prosesi bait wali
Rerepek aik : politik dengan cara menjauhkan musuh dari sumber air yang
dilakukan kerajaan langko terhadap kerajaan pene
Roah : sebutan untuk begawe
Sabuk tamper : leang
Saji krame : pembayaran adat dalam perkawinan, bayaran sajikrame
tegantung golongan sosialnya
Selamet dese : selamat desa
Sorong serah : prosesi penentuan untuk memegat adat-istiadat dalam
prosesi pernikahan dan disinilah sajikrame ditentukan.
Takepan : semacam buku yang dikarang tentang sejarah dari sutu tempat
dan lain sebagainya
Timuk : timur
Tabek : salah satu isyarat permisi jika lewat didepan orang atau didepan
rumah orang lain
148
149
Download