Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI DAUN EKOR KUCING (Acalypha hispida Burm. F)DENGAN METODE PENGHAMBATAN REDUKSI WATER SOLUBLE TETRAZOLIUM SALT-1 (WST-1) Maya Febriyanti, Beylan W. Sanjaya, Supriyatna, Ajeng Diantini, Anas Subarnas Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor – Sumedang Email : [email protected] ABSTRAK Radikal bebas merupakan salah satu penyebab terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif seperti kanker , jantung koroner dan penuaan dini. Oleh karena itu dibutuhkan suatu antioksidan untuk meredam radikal bebas tersebut. Ekor kucing (Acalypha hispida Burm.f.) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki aktivitas antioksidan. Tanaman ini telah diteliti sebelumnya dan menunjukkan bahwa fraksi n-heksan dari ekstrak metanol yang diperoleh melalui metode kromatografi telah dilakukan uji aktivitas free radical scavenging menggunakan metode DPPH. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian aktivitasantioksidanekstraketanoldanfraksifraksi dari daun ekor kucing dengan metode penghambatan reduksi Water Soluble Tetrazolium Salt (WST-1).Aktivitas peredaman anion superoksida diukur dengan menggunakan perangkat uji superoksida dismutase (SOD). Hasil pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memberikan persentase penghambatan terbaik dibandingkan ekstrak etanol, fraksi n-heksan dan air dengan persentase penghambatan sebesar 63.14% (10 µg/ml ), 91.95% (100 µg/ml)dan 100% (1000 µg/ml). Senyawa yang teridentifikasi dalam fraksi etil asetat adalah flavonoid, kuinon, polifenol dan tanin. Jika dibandingkan dengan asam askorbat, fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan (SOD like activity) yang lebih tinggi Kata kunci: radikal bebas, Acalypha hispida, superoksida dismutase (SOD) ABSTRACT Free radicals are one of the causes of a variety of degenerative diseases such as cancer, coronary heart disease and ageing. Therefore it takes an antioxidant to scavenge free radicals.Acalypha hispida Burm.f.is one of medicinal plants that has an antioxidant activity. This plant has been studied previously and showed that the nhexane fractions from the methanol extract obtained from chromatographic separation had antioxidant activity in the DPPH method. In this study the antioxidant activity of the ethanol extract and fractions from the leaves ofA.hispida were evaluated with the inhibition ofWater Soluble Tetrazolium Salt (WST-1) reduction method. Scavenging activities of superoxide anion was measured using superoxide dismutase(SOD)assay kit.The results showed that the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction gave the best inhibition percentages than ethanol extract, n-hexane fraction and water fraction with a percentage inhibition of 63.14% (10 ug / ml), 91.95% (100 ug / ml) and 100% (1000 mg / ml). The compounds identified in the ethyl acetate fraction were flavonoids, quinones, polyphenols and tannins. As compared with ascorbic acid, the ethyl acetate fraction had higher antioxidant activity (SOD like activity). Key word: free-radical, Acalypha hispida, superoxide dismutase (SOD) Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 PENDAHULUAN Kondisi dunia yang semakin maju dengan berbagai teknologi telah mendorong penghuninya menjadi manusia modern. Pola hidup manusia yang modern membuat tubuh kita secara terus-menerus membentuk radikal bebas akibat dari polusi lingkungan, sinar ultraviolet dan asap rokok. Akibat yang ditimbulkan oleh lingkungan tercemar, kesalahan pola makan dan gaya hidup, justru merangsang tumbuhnya radikal bebas yang dapat merusak tubuh kita, serta proses penuaan berdasarkan timbulnya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas (Parwata, 2010). Radikal bebas kini dianggap berperan dalam patogenesis sebagian besar penyakit. Antioksidan adalah zat kimia yang menawarkan elektron mereka sendiri untuk radikal bebas, sehingga mencegah kerusakan sel. Banyak penelitian telah menunjukkan senyawa fitokimia dengan aktivitas antioksidan dapat mengurangi resiko kanker dan penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan asupan antioksidan untuk mengurangi kerusakan sel dan proses penuaan (Potterat, 1997). Ekor kucing (Acalypha hispida Burm. F) merupakan tanaman hias yang tumbuh hampir diseluruh dunia. Skrining fitokimia terhadap ekstrak air dan ekstrak metanol A.hispida menunjukkan adanya senyawa fenolik, flavonoid, glikosida, steroid, phlobatanin, dan hidroksi antraquinon (Okondoruet al, 2009). Ekstrak n-heksanaA. Hispida diketahui mengandung senyawa golongan alkaloid, karbohidrat, fenol, dan alkaloid.Uji toksisisitas juga dilakukan terhadap ekstrak A. hispida menggunakan metode BSLT. Pengujian menunjukkan bahwa ekstrak A. hispida bersifat sitotoksik terhadap A. salina dengan LC50 4,375 µg/ml (Onocha et al., 2011). Asam galat, corilagin, cycloartane-type triterpenoids, flavonoid misalnya kuersetin, dan derivat kaempferol juga telah diisolasi dari tumbuhan A.hispida (Adesina et al, 2000; Gutierrez-Lugo et al, 2002). Aktivitas antioksidan A. hispida juga telah diuji oleh Onocha et al (2011). Fraksi n-heksan dari ekstrak metanol A. hispida yang diperoleh melalui metode kromatografi telah dilakukan uji aktivitas free radical scavenging menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl radical (DPPH). Dari 16 fraksi (S1-S16) yang dikumpulkan, persentase inhibisi senyawa S10 (91.8 %), S11 (93.8 %), S14 (92.5 %) dan S15 (91.4 %) dengan konsenstrasi0.1 mg/ml memberikan aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan terhadap persentase inhibisi asam askorbat (90.9%). Aktivitas antioksidan tersebut dapat dihubungkan dengan metabolit sekunder yang terdapat pada A. hispida yaitu flavonoid dan fenol (Onocha, et al., 2011). Berdasarkan penelitian ini, potensi tumbuhan ekor kucing (Acalypha hispida Burm. F) sebagai sumber antioksidan alami perlu diteliti lebih lanjut terhadap parameter pengujian aktivitas antioksidan yang lain. METODE PENELITIAN Bahan tanaman: Daun Ekor Kucing Bahan Kimia: Amil alkohol, aquadest, asam klorida, asam asetat, asam sulfat, besi (III) klorida, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol 70%, etil asetat, metanol, natrium klorida, n-heksana, kalium hidroksida, kloroform, gelatin, Kalium iodida, Bismuth subnitrat, raksa (II) klorida, vanillin, SOD assay kit-WST (Dojindo Molekular Technologies, Inc.). Alat : corong pisah, maserator, 96-well mikroplate reader 450 nm (Dynex technologi),mikropipet (Finnipipette), rotary evaporator (Heidolph-Bibby), timbangan analitik (AND EK-300i), waterbath, serta berbagai alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Kimia Bahan Alam, Unit Penelitian dan Pengabdian Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 kepada Masyarakat Farmasi (UPT UPPF) Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Metode 1. Ekstraksi Ekstraksi menggunakan metode maserasi selama 3 x 24 jam dengan cairan penyari etanol 70%.Proses ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi terhadap 450 gram simplisia daun A.hispidayang telah diblender menjadi potonganpotongan halus. Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 70 % dan dilakukan selama 3 x 24 jam. Ekstrak etanol hasil maserasi dipekatkan menggunakan rotavapor pada suhu 50°C. 2. 3. 4. Fraksinasi Proses fraksinasi dilakukan dengan cara ECC (Ekstraksi Cair-Cair) menggunakan pelarut air, n-heksana dan etil asetat. Ekstrak kental hasil maserasi diambil sebanyak 30 gram dan dilarutkan dalam 400 ml air yang selanjutnya akan dilakukan pemisahan menggunakan corong pisah dengan pelarut yang tidak saling bercampur satu sama lain yaitu n-heksana yang dilanjutkan dengan etil asetat dengan perbandingan ekstrak cair : pelarut = 1 : 1. Penapisan Fitokimia Penapisan fitokimia ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi airdaun A.hispida. Uji aktivitas antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode WST-1 menggunakan SOD assay kit-WST (Dojindo Molekular Technologies, Inc.).Pada metode ini reduksi WST-1 menghasilkan senyawa formazan yang berwarna kuning yang dapat diukur absorbansinya dengan mikro plate reader pada panjang gelombang 450 nm dan persen penghambatan radikal superoksid dihitung dengan menggunakan persamaan : 1− (𝐴𝑠 − 𝐴𝑏) 𝑋 100% (𝐴𝑘 − 𝐴𝑏) Keterangan : As : Absorbansi sampel Ak : Absorbansi kontrol Ab : Absorbansi blanko HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanaman dikumpulkan dari Kebun Tanaman Obat Manoko, Lembang, Jawa Barat. Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat. Rendemen ekstrak beserta fraksinya dan hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Daun A.hispida Rendem en No. Ekstrak/Fraksi Berat 1. Ekstak Etanol 117.47 26.10% 2. Fraksi nheksana 1.3 g 4.33% 3 Fraksi etil asetat 8.53 g 28.43% 4 Fraksi air 12.47 g 41.56% Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 2. Data Hasil Pemeriksaan Fitokimia Simplisia, Ekstrak Etanol A.hispida dan Fraksi-Fraksinya Ekstrak n-heksan Etanol Alkaloid Flavonoid + + + Kuinon + + Polifenol + + Saponin + + Steroid + + + tanin + + Triterpenoid monoterpenoid sesquiterpenoid Keterangan : (+) = terdeteksi ; (-) = tidak terdeteksi Golongan Simplisia Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Aktivitas dibandingkan dengan menghitung IC50 dan dibandingkan terhadap IC50asam askorbat atau dengan menghitung persentase penghambatan dan dibandingkan terhadap presentase Fraksi Etil Asetat + + + + + - Air + + + + + - penghambatan asam askorbat. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol beserta fraksinya dan asam askorbat dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Gambar 1. Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Fraksi n-heksana, Etil Asetat dan Fraksi Air % Penghambatan Konsentrasi Ekstrak etanol Fraksi n-heksana Fraksi etil asetat fraksi air 10 µg/ml 11.27% 30.51% 63.14% 60.59% 100 µg/ml 15.20% 33.90% 91.95% 83.05% 1000 µg/ml 22.06% 48.31% 100% 100% Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Asam askorbat Konsentrasi % Penghambatan 17,613 µg/ml 32.54% 88,065 µg/ml 57.04% 176,13 µg/ml 81.48% Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Gambar 1. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Fraksi n-heksan Etil Asetat dan Fraksi A Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dalam 3 variasi konsentrasi dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air. Variasi konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 µl/ml, 100 µl/ml dan 1000 µl/ml. Dilihat dari persentase penghambatannya Fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan terbaik dengan persentase penghambatan pada konsentrasi 10 µg/ml sebesar 63,14%, 100 µg/ml sebesar 91,95% dan 1000 µg/ml sebesar 100% Walaupun fraksi air pada konsentrasi 1000 µg/ml memiliki persentase penghambatan yang sama dengan fraksi etil asetat yaitu sebesar 100% tetapi pada konsentrasi 10 µg/ml dan 100 µg/ml fraksi etil asetat memilki persentase penghambatan yang labih besar dibandingkan dengan fraksi air. Oleh karena itu, fraksi etil asetat lebih efektif dibandingkan fraksi air. Dari hasil persentase penghambatannya, fraksi etil asetat memiliki persentase penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan asam askorbat yang dijadikan sebagai pembanding pada pegujian ini. Pada konsentrasi 100µg/ml fraksi etil asetat telah memberikan presentase inhibisi sebesar 91,95% sedangkan pada asam askorbat dengan konsentrasi terbesar yang diuji yaitu sebesar 176,13 µg/ml memberikan presentase penghambatan yang lebih kecil yaitu sebesar 81,48%. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan penghambatan reduksi WST-1 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun A.hispida memiliki aktivitas antioksidan (SOD like activity) dengan persentase penghambatan pada konsentrasi 10 µg/ml, 100 µg/ml, dan 1000 µg/ml, yaitu sebesar 11,27%, 15,20% dan 22,06%. Fraksi ekstrak etanol daun A. hispida yang memiliki aktivitas antioksidan (SOD like activity) terbaik adalah fraksi etil asetat dengan persentase penghambatan pada konsentrasi 10 µg/ml, 100 µg/ml, dan 1000 µg/ml , yaitu sebesar 63,14%, 91,95%dan 100%. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa aktif dari senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Selain itu, pengujian aktivitas antioksidan sebaiknya dilakukan dengan variasi konsentrasi yang lebih kecil dan tidak terlalu jauh sehingga aktivitas antioksidan yang didapatkan akan lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Adesina, S.K., Idowu, O., Ogundaina, A.O., Oladimeji, H., Olugbade, T.A., Onawunmi, G.O. and Pais, M. 2000. Antimicrobial constituents of leaves of Acalypha wikesiana and Acalyphahispida. Phytother 14: 371374. Gutierrez-Lugo M.T., Singh M.P., Maiese W.M., and Timmermann B.N. 2002.New antimicrobial cycloartane triterpenes from Acalyphacommunis.J Nat Prod 65: 872-875. Okondoru, S., T. Sokari, M. Okondoru and E. Chinakwe, 2009.Phytochemical and antibacterial properties of Acalypha hispida leaves. Int. J. Nat. Applied Sci., 5: 38-45 Onocha,P.A., Oloyede, G.K.,andAfolabi, Q.O.2011.Phytochemical Investigation, Cytotoxicity and Free Radical Scavenging Activities of Non-Polar Fractions of Acalypha Hispida (Leaves And Twigs). Excli Journal ;10:1-8 Parwata, A., Ratnayani, K., dan Listya, A. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba Pentandra) Dan Madu Kelengkeng (Nephelium Longata L.). Jurnal Kimia FMIPA Universitas Udayana Potterat, O. 1997. Antioxidants & Free Radical Scavengers of Natural Origin. Current OrganicChemistry 1, 415 - 440. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 DAUN TENDANI (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. &Thomson.), SUATU OBAT TRADISIONAL ANTIBAKTERI SUKU DAYAK PUNAN DI KALIMANTAN TIMUR TENDANI LEAVES (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. & Thomson.), AN ANTIBACTERIALTRADITIONAL MEDICINEOF DAYAK PUNAN TRIBE IN EAST KALIMANTAN Viriyanata Wijaya*, Supriyatna, dan Tiana Milanda Program MagisterFakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Jl. Eyckman No. 38 Kec. Sukajadi Kel. PasteurBandung, 40161 *Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian Daun Tendani (Goniothalamus macrophyllus) suatu obat tradisional antibakteri suku Dayak Punan di Kalimantan Timur telah dilakukan. Penelitian didasarkan pada penggunaan empirik daun tersebut di komunitas Dayak Punan sebagai obat luar. Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak antibakteri dan fraksi daun tendani terhadap Staphylococcus aureusATCC 25923. Proses ekstraksi dan fraksinasi menggunakan berbagai pelarutetanol 70%, n-heksan dan etil asetat. Aktivitas antibakteri diukur dengan metode difusi agar. Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun tendani memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 20 % (b/v) dengan diameter hambat 22,02 mm. Fraksi etil asetat sebagai fraksi teraktif, memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 20% (b/v) sebesar 19,50 mm dan pada konsentrasi 30% sebesar 22,30 mm. Kata kunci:Goniothalamus macrophyllus,Staphylococcusaureus, aktivitas antibakteri, Dayak Punan ABSTRACT Research of tendani leaves (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. & Thomson) an antibacterial traditional medicine plant of Dayak Punan tribe in east of Kalimantan has been conducted. The research based on the empirical use of the plant leaves in Dayak Punan community as external medicine. The aim of this study is to investigateantibacterial activity of extract and fractions of the leaves against Staphylococcus aureus ATCC 25923. The extraction and fractionation processes were carry out by using polarity different of several solvents of ethanol 70%, n-hexane and aethyl acetate. Antibacterial activity testwas measured by using agar diffusion method. The research afforded theleaves extract had antibacterial activity in the concentration of 20%(b/v) with diameter of inhibition zone of 22,02 mm. The most active fraction was aethyl acetate fraction in the concentration of 20%(b/v) of 19,50 mmand in the concentration diameter inhibition zone was 22,30 mm. Keywords: Goniothalamus macrophyllus, Staphylococcus aureus, antibacterial activity, Dayak Punan Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 PENDAHULUAN Tumbuhan tendani (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. & Thomson.) termasuk famili Annonaceae. Tumbuhan ini oleh komunitas suku Dayak Punan di Kalimantan Timur, bagian daunnya digunakan sebagai obat penyakit kulit. Tumbuhan yang berbentuk pohon ini menarik, selain daun dan akar yang biasa digunakan sebagai obat, juga tersedia sepanjang musim. Yusuf (2005) melaporkan bahwa suku Dayak Punan, rumpun tertua suku Dayak di Kalimantan Timur, menggunakan berbagai tumbuhan dalam pengobatan tradisionalnya. Tumbuhan obat tersebut di antaranya adalah bakung air (Hanguanamalayana, Zingiberaceae), bedur (Curculigo capitulata, Amarilydaceae), galoba utan (Costus speciosus, Zingiberaceae), lempuyangan (Globbamarantina, Zingiberaceae), mali (Homalomena cf. aromatica, Araceae), puar (Hornstedtia sp., Zingiberaceae), dan tendani (Goniothalamusmacrophyllus, Annonaceae). Heyne (1987) melaporkan bahwa famili Annonaceae yang digunakan sebagai tumbuhan obat antara lain adalah Annona reticulata (biji untuk mengobati penyakit disentri), Annona squamosa (daun untuk obat scabies), Artabotrys suaveolens (daun sebagai obat kolera), Canangium odoratum (biji sebagai obat luar penyakit demam), Goniothalamus macrophyllus (akar sebagai obat demam, tifus, dan cacar), Stelechocarpus burahol (keharuman pada urin), dan Uvaria rufa(batang dan daun digunakan sebagai obat karena mengandung alkaloid).Genus Goniothalamus memiliki 115 spesies, sebagian besar tersebar sepanjang negara tropis dan subtropis. Tumbuhan genus ini dipelajari konstituen bioaktifnyauntuk membuktikan pengobatan sejumlah penyakit (Phetkul, 2009). Selanjutnya tumbuhan tendani yang berupa pohon dengan tinggi mencapai 7 m dan diameter batang 15 cm, tumbuh pada ketinggian 50-1.300 m dari permukaan laut. Daun berseling-seling mempunyai ruas-ruas dan cukup luas. Bunga dengan panjang kepala bunga kira-kira 30 mm, berwarna putihkekriman, wangi, tempat tersembunyi, atau dalam kelompok kecil pada batang dan ranting. Buah dengan panjang kirakira 20 mm, berwarna hijau-kekuningan, dengan biji hanya satu. Bunganya mekar pada bulan Maret hingga Mei, dengan biji yang dibentuk antara bulan Juni dan Agustus (Heyne, 1987; Phetkul, 2009). Tumbuhan tendani menarik untuk diteliti, karena suku Dayak Punan sering menggunakan daunnya sebagai obat infeksi kulit, sedangkan bagian akarnya digunakan sebagai obat demam (Yusuf, 2005). Berbagai penelitian lain menunjukkan tumbuhan dari genus Goniothalamus memiliki berbagai aktivitas farmakologi yang berbeda. Ekstrak bunga dan batang G. grandflorous memiliki aktivitas antijamur terhadap Trichophytonmentagrophyte dan Trichophytonverrucosum (Khan et al., 1999). Senyawa Markanin E yang diisolasi dari batang G. Marcanii menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sejumlah sel line tumor manusia (A-549, HT-29, MCF7, RPMI, dam U251) (Soonthornchareonnon et al., 1999). Ekstrak akar G. Scortechinii memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus sp., Staphylococcus aureus ATCC 25923, Staphylococcus aureus ATCC 29213, Enterococcus faecalis ATCC 24922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Escherichia coli ATCC 25922, Klebsiellapneumoniae, Shigellasonnei dan Shigellaflexneri (Wiart, 2007). Minyak atsiri dari ranting dan akar G. Macrophyllus memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus resisten vankomisin dan Staphylococcus epidermidis serta aktivitas antijamur terhadap Candida albicans (Siti, et al., 2010). Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen utama yang mampu meningkatkan munculnya resisten antibiotik (Lowy, 1998). Staphyloccoccus aureus lebih virulen diantara genus yang sama (Waldvogel, 1990; Projan dan Novick, 1997). Selain itu, kemampuan S. aureus untuk melekat pada plasma dan protein pengangkut matriks ekstraselular di bahan biologis adalah faktor yang signifikan dalam pathogenesis yang berhubungan dengan infeksi. Beberapa media perlekatan yang spesifik yang dikeluarkan pada permukaan S. aureus, dapat berinteraksi dengan sejumlah protein induk seperti fibronektin, fibrinogen, kolagen, vitronektin, dan laminin (Foster dan Mc Devitt, 1994). Berdasarkan berbagai penelitian tersebut, belum banyakin formasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteridaun G. Macrophyllus terhadap bakteri S. aureus. Oleh karena itu, menarik dilakukan penelitian aktivitas antibakteri daun G. Macrophyllus terhadap bakteri S. aureus tersebut. BAHAN DAN METODE 1. Alat dan Bahan Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah daun dari tumbuhan tendani (G. macrophyllus). Sampel dikumpulkan dari kawasan hutan daerah Sungai Baru di Penajam Pasir Utara, Kalimantan Timur. Sampel sebanyak 3,3 kg dikeringkan pada suhu kamar, diperoleh berat simplisia 1,2 kg. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tendani kering, etanol 70% (PT. Dover Chem), nheksan (PT. Dover Chem), etil asetat (PT. Dover Chem),metanol (PT. Dover Chem), aquades, amonia (Merck), kloroform (PT. Quadrant), asam klorida (Merck), pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, serbuk magnesium (PT. Dover Chem), pereaksi besi (III) klorida (Merck), eter (Merck), pereaksi Liebermann-Burchard, natrium hidroksida (Merck), dan air suling, NA/Nutrient Agar (Oxoid, Basingstoke, UK), NB/Nutrient Broth (Oxoid, Basingstoke, UK), DMSO/dimetilsulfooksida (Merck), dan biakan mikroba S. aureus ATCC 25923 (PT. Biofarma). Peralatan yang digunakan di Laboratorium Farmakognosi dan Mikrobiologi Farmasi UNPAD diantaranya adalah maserator, corong pisah (Duran), desikator vakum, rotary evaporator (Buchi Rotavapor R-300), water bath (Memmert), cawan petri, hot plate,inkubator (Sakura IF-4), jangka sorong, jarum ose, labu Erlenmeyer, laminar air flow, mikropipet 100μl (Biohit Proline), tip mikropipet (Eppendorff), microplate, otoklaf (Hirayama), oven (Memmert 200 dan Memmert 400-800),dan timbangan analitik (Mettler Toledo, AL204). 2. Prosedur Penelitian Ekstraksi Daun Tendani Simplisia kering yang telah dirajang (1,2 kg) diekstraksi dengan metode maserasi dengan cara dimasukkan ke dalam maserator, kemudian direndam dengan pelarut etanol 70% (20 L) selama 3 x 24 jam. Maserat dikumpulkan, dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu ± 50ºC hingga diperoleh ekstrak pekat. Kemudian ekstrak pekat diuapkan di penangas air hingga diperoleh ekstrak kental. Pengulangan maserasi dilakukan dengan mengganti pelarut etanol 70% selama 24 jam. Ekstrak kental yang diperoleh sebesar 79,94 g. Rendemen yang diperoleh untuk ekstrak: Rendemen ekstrak = 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 79,94 𝑔 x100%=1.166 x 100% ,13 𝑔 = 6,86 % Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun Tendani Ekstrak kental yang diperoleh (50 g) selanjutnya difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan air masing-masing sebanyak 300 mL pada corong pisah. Fraksinasi dilakukan dengan menambahkan pelarut non polar hingga pelarut semi polar. Hasil fraksinasi kemudian diuapkan di atas penangas airhingga pekat. Hasil penguapan fraksi-fraksi adalah sebagai berikut: fraksi n-heksan=5,58 g;fraksi etil asetat=7,4 g;dan fraksi air (residu)=12,8 g yang akan digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. Pengujian Aktivitas AntibakteriDaun Tendani Pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak dan fraksi-fraksi dilakukan dengan urutan kerja sebagai berikut: Penyiapan Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan disterilisasi dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC sebelum dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Pembuatan Media Media pembenihan Nutrient Agar (NA) dibuat dengan cara melarutkan 28 g NA ke dalam 1 L air suling kemudian dipanaskan hingga larut. Media Nutrient Broth (NB) dibuat dengan cara yang sama yaitu dengan melarutkan 8 g NB ke dalam 1 L air suling dan dipanaskan hingga larut. Kedua media tersebut disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Penyediaan Bakteri Uji Peremajaan dilakukan dengan menginokulasikan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 kemudian ditanamkan di atas permukaan NA miring yang telah memadat dalam tabung dan diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Penyediaan Suspensi Bakteri Bakteri disuspensikan menggunakan media NB yang telah steril kemudian diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Setelah disuspensikan, dilakukan pengenceran hingga didapatkan suspensi dengan jumlah bakteri yang sama dengan suspensi standar Mc. Farland (Becton, Dickinson, and Company, 2014). Suspensi Standar Mc. Farland yang terkait dengan Colony Forming Unit (CFU) adalah suspensi yang menunjukkan konsentrasi kekeruhan bakteri sama dengan 108 CFU/ml. Komposisi dari suspensi Mc. Farland terdiri atas Larutan Asam sulfat 1 % b/v 9,5 ml dan Larutan Barium klorida 1% v/v 0,5 ml. Suspensi Mc. Farland dibuat dengan cara dicampur kedua larutan tersebut dalam tabung reaksi, dikocok dan dihomogenkan. Apabila kekeruhan suspensi bakteri uji sama dengan kekeruhan suspensi standar, berarti konsentrasi suspensi bakteri adalah 108 CFU/ml. Pengukuran Diameter Zona Hambat Ekstrak dan fraksi ditimbang dan dilarutkan dalam DMSO hingga diperoleh konsentrasi yang diinginkan. Sebanyak 0,2 mL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu ditambahkan agar steril sejumlah 20 mL. Cawan digoyang-goyangkan dengan gerakan memutar agar bakteri dan agar tercampur homogen selanjutnya dibiarkan memadat. Setelah memadat, dibuat lubang-lubang pada permukaan agar yang telah bercampur bakteri menggunakan perforator (diameter = 8 mm). Melalui uji pendahuluan pada konsentrasi ekstrak 8%, 10%, 15%, 20%, 30%, 40%, dan 50%, dipilih konsentrasi 8%, 10%, 15%, dan 20% berdasarkan aktivitas antibakteri, kemudian larutan ekstrak tersebutdimasukkan ke dalam Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 lubang hasil perforator. Sedangkan fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air digunakan pada konsentrasi 20% dan 30%, dibandingkan dengan ekstrak 20% yang akan diuji beserta kontrol negatif (DMSO) ke dalam lubang-lubang tersebut. Setelah ekstrak dan fraksi-fraksi dimasukkan, cawan petri diinkubasi pada suhu 37º C selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter zona hambat menggunakan jangka sorong.Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali. Uji Terpenoid dan Steroid Ekstrak ditambahkan sedikit eter dan dikocok. Kemudian lapisan eter diambil dan diteteskan pada plat tetes hingga kering. Setelah kering, ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Perubahan warna menjadi jingga, merah, atau kuning menunjukkan adanya terpenoid, sedangkan adanya steroid menunjukkan warna hijau pada plat tetes (Farnsworth, 1996). Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Teraktif Daun Tendani Ekstrak kental dan fraksi teraktif dilakukan penapisan fitokimia (Farnsworth, 1996) untuk mengetahui masing-masing golongan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak dan fraksi. Uji Fenol Ekstrak dilarutkan dalam 1 mL etanol 70%dan ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3, reaksi positif ditandai dengan larutan menjadi warna biru atau hitam (Farnsworth, 1996). Uji Alkaloid Ekstrak dibasakan dengan amonia dan ditambahkan kloroform kemudian digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform yang terbentuk disaring dan ditambahkan asam klorida 2 N kemudian dikocok kuat-kuat. Lapisan asam dipipet dan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama ditambahkan pereaksi Mayer, bagian kedua ditambahkan pereaksi Dragendorff, dan bagian ketiga sebagai blanko. Apabila terdapat endapan putih atau adanya kekeruhan pada bagian pertama, maka menunjukkan positif adanya alkaloid, sedangkan apabila terdapat endapan jingga/kuning menunjukkan positif adanya alkaloid (Farnsworth, 1996). Uji Flavonoid Ekstrak ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium dan 1 mL HCl pekat. Setelah ditambahkan, terbentuk adanya warna merah, kuning, atau jingga pada larutan yang menunjukkan positif adanya flavonoid (Farnsworth, 1996). Uji Saponin Ekstrak ditambahkan air dan dikocok sehingga menimbulkan busa yang stabil selama 10 menit. Pembuktian busa yang terbentuk merupakan saponin dilakukan dengan penambahan HCl 2 N,apabila busa tetap ada berarti busa merupakan saponin, jika hilang setelah penambahan HCl 2 N maka busa tersebut merupakan protein (Farnsworth, 1996). Uji tannin Ekstrak dilarutkan dalam air dan ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 dan bereaksi positif jika larutan berwarna biru atau hitam.Untuk memastikan ada atau tidaknya tanin, sampel ditambahkan gelatin hingga terbentuk endapan putih (Farnsworth, 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Simplisia Sebanyak 1,2 kg serbuk simplisia daun G. macrophyllus diekstraksi dengan metode maserasi selama 3 x 24 jam. Tujuan dilakukannya maserasi yaitu untuk melarutkan simplisia dengan pelarut yang sesuai sehingga berdifusi menembus membran sel Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 simplisia.Metode ini juga menghindarkan kerusakan senyawa aktif yang tidak tahan panas dan diperlukan dalam pengujian aktivitas.Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi yaitu etanol 70 %.Pertimbangan digunakan pelarut etanol 70% karena relatif lebih aman dan mampu menarik senyawa polar maupun non polar yang terkandung dalam simplisia. Pemekatan ekstrak etanol dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50-60ºC pada kecepatan putaran sebesar 60 rpm. Prinsip kerja dari rotary evaporatoryaitu menggunakan pompa vakum dengan pengaliran air, sehingga terjadi pengurangan tekanan dan pelarut akan menguap pada suhu di bawah titik didihnya agar senyawa yang terkandung pada ekstrak tidak rusak pada suhu tinggi. Penguapan dilanjutkan di atas penangas airhingga diperolehberat konstan.Ekstrak kemudian disimpan di desikator untuk mengurangi kelembaban ekstrak sehingga ekstrak tidak berjamur. Fraksinasi dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair, berturut-turut menggunakan pelarut non polar, semi polar, dan sisanya berupa larutan air.Tujuan dilakukannya fraksinasi yaitu untuk memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan konstanta dielektrik dan tingkat kepolarannya.Pelarut yang digunakan secara berurutan dari non polar hingga polar antara lain n-heksan, etil asetat, dan air. Metode ekstraksi cair-cair dipilih karena untuk memudahkan pemisahan selanjutnya sesuai dengan prinsip like dissolves like. Pelarut polar akan lebih mudah menarik senyawa polar, sedangkan pelarut non polar akan lebih mudah menarik senyawa non polar. Hal ini menyebabkan senyawa terfraksi dengan baik sesuai dengan kepolarannya. Ekstrak pekat yang diperoleh dicampur sama banyak dengan aquades kemudian difraksinasi dengan n-heksan dan etil asetat hingga diperoleh fraksi n-heksan, etil asetat, dan air yang masing-masing dipekatkan kembali dengan rotary evaporator. Pemekatan kembali dilakukan untuk mempercepat penguapan pelarut dari masing-masing fraksi. Penguapan dilanjutkan di atas penangas air sehingga diperoleh berat konstan. Hasil fraksinasi ekstrak daun tendani sebanyak 50 g, menunjukkan fraksi nheksan sebesar 5,58 g, fraksi etil asetat sebesar 7,4 g dan fraksi air (sisa) sebesar 12,8 g. 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun tendani dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureusATCC 25923.Konsentrasi ekstrak daun tendani yang diujikan adalah 8%, 10%, 15%, dan 20% (b/v) dalam DMSO.DMSO digunakan karena mampu melarutkan hampir semua senyawa organik dan anoganik (Toray Industries, 2014).Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak daun tendani memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus.Hal ini menginformasikan bahwa senyawa antibakteri diduga terdapat pada ekstrak daun tendani.Berdasarkan data tersebut, diduga metabolit sekunder yang bekerja di dalamnya bekerja secara sinergis dalam menghasilkan aktivitas antibakterinya.Dari keempat konsentrasi yang telah diujikan, konsentrasi ekstrak 20 % memberikan aktivitas antibakteri yang terbesar.Hal ini disebabkan senyawa aktif dalam konsentrasi yang lebih besar bekerja optimal dalam menghasilkan aktivitas antibakteri. Daun tendani memiliki aktivitas antibakteri yang sangat aktif karena konsentrasi 8% telah menghasilkan zona hambat 18,67 mm. DMSO sebagai kontrol positif tidak menghasilkan zona hambat.Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 1. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tendani Ekstrak (%) b/v 8 10 15 20 Diameter Hambat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 (mm) I II III 18,80 18,40 18,80 20,00 19,45 19,80 20,90 21,20 21,10 21,35 22,70 22,00 3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Uji aktivitas antibakteri fraksi dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 RataRata 18,67 19,75 21,07 22,02 dengan membandingkan dua konsentrasi (20% dan 30%) tiap-tiap fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air dengan ekstrak daun tendani yang memiliki aktivitas terbesar (20%). Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi Diameter Hambat Bakteri Staphylococcus aureus (mm) Larutan Uji 20% 30% Fraksi n-heksan 12,90 14,00 Fraksi etil asetat 19,50 22,30 Fraksi air 19,10 21,30 Ekstrak 20% 22,00 22,70 Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam fraksi etil asetat memiliki aktivitas terkuat di antara fraksi lainnya. Fraksi etil asetat memiliki diameter zona hambat pada konsentrasi 20% dan 30% masing-masing sebesar 19,50 mm dan 22,30 mm. Fraksi etil asetat menjadi fraksi teraktif dibandingkan dengan fraksi lainnya. Dengan demikian, senyawa aktif antibakteri lebih banyak terkandung dalam fraksi ini, sehingga penelusuran senyawa aktif antibakteri selanjutnya dilakukan terhadap fraksi etil asetat dengan penapisan fitokimia. 3. Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Teraktif (Fraksi Etil Asetat) Terhadap ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui metabolit sekunder yang dikandungnya. Metabolit sekunder yang dijui adalah golongan alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, steroid, tanin, dan terpenoid. Tabel 3 menjelaskan kandungan fitokimia ekstrak dan fraksi sebagai berikut: Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Etil Asetat Golongan Senyawa Ekstrak Etanol Fraksi Etil Asetat Alkaloid + + Flavonoid + + Polifenol + + Saponin Steroid Tanin + Terpenoid Keterangan: + = Terdeteksi ; - = Tidak terdeteksi Hasil uji metabolit sekunder pada ekstrak mengandung alkaloid, flavonoid, polifenol, dan tanin; sedangkan pada fraksi etil asetat terdeteksi alkaloid, Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 flavonoid, dan polifenol. Pada penapisan fitokimia, terdeteksi kepekatan warna yang terjadi pada uji alkaloid, flavonoid dan fenol yang menunjukkan dugaan golongan senyawa alkaloid, fenol, dan flavonoid banyak terdapat dalam fraksi etil asetat (Tabel 3). Beberapa komponen fenol dan flavonoid telah diidentifikasi dan diisolasi dari batang dan akar G. macrophyllus (Sam et al. 1987, Ee et al., 2001). Untuk penelitian lanjut, diperlukan isolasi fraksi etil asetat untuk mengungkapkan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas antibakteri dari metabolit sekunder yang positif yaitu alkaloid, fenol, dan flavonoid. Alkaloid memiliki sifat antibakteri dan antifungi yang kuat. 31 alkaloid ditemukan memiliki aktivitas antibakteri khususnya Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (Aniszewski, 2007). Selama lebih dari 150 tahun, senyawa fenol memiliki aktivitas antibakteri sehingga digunakan sebagai standar desinfektan dan antiseptik (Quinn, P.J et al., 2011). Banyak flavonoid telah ditemukan memiliki aktivitas antivirus, antibakteri, dan antifungi. Senyawa flavonoid (fitoaleksin) mampu membunuh bakteri patogen baik kurang atau lebih sensitif terhadap senyawa antibiotik yang dihasilkan (Bohm, 1998). KESIMPULAN Ekstrak etanol daun G. macrophyllus dihasilkan 79,94 g dari bahan dasar daun kering 1,2 kg. Ekstrak ini pada konsentrasi 20 % memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureusdengan diameter hambat sebesar 22,02 mm dan fraksi etil asetat (7,40 g) sebagai fraksi teraktif memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 20% sebesar 19,50 mm dan konsentrasi 30% sebesar 22,30 mm. Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun menunjukkan 4 golongan senyawa (alkaloid, flavanoid, polifenol, dan tanin). Pada fraksi etil asetat terdeteksi 3 golongan senyawa (alkaloid, flavonoid, dan polifenol). Dengan demikian, untuk penelitian selanjutnya, isolasi senyawa aktif antibakteri dari fraksi etil asetat difokuskan pada golongan flavonoid. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan biaya penelitian melalui Beasiswa Pascasarjana (Beasiswa Unggulan 2012) a.n. Viriyanata Wijaya dari Ditjen DIKTI (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. DAFTAR PUSTAKA Aniszewski, Tadeusz. 2007. AlkaloidsSecrets of Life: Alkaloid Chemistry, Biological Significance, Applications, and Ecological Role. Elsevier BV. Oxford Becton, Dickison, and Company, 2014. Diagnostic Systems: McFarland Turbidity Standard No. 0,5. Diakses melalui http: www.bd.com pada tanggal [12 Juli 2014] Bohm, Bruce A. 1998. Introduction to Flavonoids.Overseas Publishers Association. Amsterdam. Ee, G. C. L.: Ng, K. N.: Rahmani, M.; Taufiq-Yap, Y. H. 2001. Larvicidal Flavanone and Sesquiterpenes from Goniothalamus macrophyllus (Annonaceae). Asian Journal of Chemistry, 13(2): 550-554 Farnsworth, N.R. 1996. Biological and phytochemical screening of plants. J. pharm.Sci, 55:225-276. Foster T.J dan Mc Devitt D. 1994.Surface-associated proteins of Staphylococcus aureus: their possible role in virulence. FEMS Microbiol Lett.118: 199-206 Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II.Badan Penelitian danPengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia.Jakarta Khan, M. R.; Komine, K.; Omoloso, A. D. 1999.Antimicrobial Activity of Goniothalamus Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 grandiflorus.Pharmaceutical Biology. 37: 340-342 Lowy FD. 1998. Is Staphylococcus aureus an intracellular pathogen. Trends Microbiol 8: 341-344 Phetkul, Uraiwan. 2009. Chemical Constituents from the stems of Goniothalamus macrophyllus. Prince of Songkla University. Hat Yai, Songkhla, Thailand Projan SJ dan Novick RP. 1997. The molecular basis of pathogenicity. In: Crossley KB, Archer GL, eds. The Staphylococci in Human Diseases. Churchill Livingston, London. pp 55-81 Quinn, P.J, B.K Markey, F.C Leonard, E.S Fitz Patrick, S Fanning, dan P J Hartigan. 2011. Veterinary Microbiology and Microbial Disease Second Edition. Wiley-Blackwell. USA Sam, T.W., Chew, S.Y., Matsjeh, S., Gan, E.K., Razak, D., dan Mohamed, A.L. 1987.Goniothalamin oxide: an Embryotoxic Compound from Goniothalamus macrophyllus (Annonaceous).Tetrahedron Left. 28: 2541-2544 Siti Humeirah, A.G,M. A. Nor Azah, M. Mastura, J. Mailina, J. A. Saiful, H. Muhajir dan A. M. Puad, 2010. Chemical constituents and antimicrobial activity of Goniothalamus macrophyllus (Annonaceae) from Pasoh Forest Reserve, Malaysia.African Journal of Biotechnology Vol. 9(34): 55115515 Soonthornchareonnon, N., Suwanborirux, K., Bavovada, R., Patarapanich, C., Cassady, J. M. 1999. New Cytotoxic 1-Azaanthraquinones and 3Aminonapthoquinone from the Stem Bark of Goniothalamus marcanii, J. Nat. Prod., 62: 1390-1394 Toray Industries, Inc. 2014.DMSO (Dimethyl Sulfoxide) Aprotic Polarity Solvent. Diakses melalui http: www.toray.com pada tanggal [12 Juli 2014. Waldvogel FA. 1990. Staphylococcus aureus (including toxic shock syndrome), In: Mandell GL, Douglas RG, Bennett JE (eds.). Principles and Practice of Infectious Disease, 3rded. Churchill Livingston, London: 1489-151. Wiart, C. 2007. Goniothalamus species: A source of drugs for the treatment of cancer and bacterial infection?Evid.Based Comp. Alternat. Med., 4(3): 299–311 Yusuf, Razali. 2005. Keanekaragaman dan Potensi Jenis Tumbuhan Hutan Sekunder di Kuala Ran, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. BioSMART, 7(1).hal: 37-43 Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 ANALISIS FARMAKOEKONOMI SIMPLISIA UNTUK HIPERTENSI DALAM SAINTIFIKASI JAMU Imas Maesaroh, Supriyatna, Hadiyana Sukandar Program Magister Ilmu Farmasi Konsentrasi Herbal Medik Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian ini dirancang untuk mengetahui efektivitas biaya pada pasien hipertensi yang menggunakan simplisia jamu hipertensi yang selanjutnya dinamakan jamu hipertensi SJ, dibandingkandenganobat konvensional (obat generik) antihipertensi dan kombinasi keduanya. Data diambil secara retrospektif dari bulan Januari-Desember 2013. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan perspektif ASKES. Komponen biaya yang diukur adalah biaya medik langsung, mencakup biaya obat antihipertensi, biaya pemeriksaan medis dan biaya pendaftaran. Efektivitas terapi yang diukur adalah penurunan tekanan darah. Average cost effectivenes ratio (ACER) dihitung berdasarkan rasio biaya dan efektivitas terapi pada kedua kelompok terapi. Incremental cost effectivenes ratio (ICER) dihitung berdasarkan rasio antara selisih biaya dan efektivitas terapi pada kedua kelompok terapi. Kelompok terapi yang mempunyai nilai ACER dan ICER lebih rendah menunjukkan lebih costeffective. Berdasarkan parameter efektivitas terapi berupa % penurunan tekanan darah, nilai ACER pada kelompok jamu hipertensi SJ, captopril 25, kombinasi jamu hipertensi SJ + amlodipin, dan amlodipinberurutan adalahRp 670,17; Rp 707,39; Rp 1.155,39dan Rp 1.163,27. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamu hipertensi SJ lebih cost effectivedibandingkan obat generik captopril 25,amlodipin dan kombinasi jamu antihipertensi + amlodipindalam menurunkan tekanan darah. Nilai ICER menunjukkan bahwa terapi jamu hipertensi SJdan kombinasi jamu hipertensi SJ + amlodipin perlu penambahan biaya sebesar Rp 554,35 dan Rp 1.121,32; untuk setiap 1% penurunan tekanan darah dibandingkan dengan captopril 25 dan amlodipin. Kata kunci: Saintifikasi jamu, simplisia, antihipertensi,captopril, amlodipine, efektivitas biaya ABSTRACT This study was designed to determine costeffective on the patients of hypertensive that used crude drugs of jamu scientificationfor hypertension, antihypertensive conventional drugs(generic drugs)and combination of both. The data was taken from January - December 2013 retrospectively. Costeffectiveanalysis was conducted by AKSES perspective. Component of cost was measured is direct medical cost, covered the drug of hypertensive cost, medical examination cost, and registrations cost. The effectiveness of therapy that measured is the decreasing of blood pressure. Average costeffectiveness ratio (ACER) calculated based on the cost ratio and therapy effectiveness inboth treatment groups. Incremental costeffectiveness ratio (ICER) was calculated based on the ratio between the deviation in costandeffectiveness ofthetwo treatment groups. The group of therapy that has lower ACER and ICER value indicated more cost-effective. Based on parameter of therapy effectiveness in the form % decreasing of blood pressure, the value of ACER on Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 groups ofjamu scientificiation forhypertensive, captopril 25, combination of jamu scientification for hypertensive + amlodipin and amlodipin in sequent are Rp 670,17; Rp 707,39 ; Rp 1.155,39 and Rp. 1.163,27. Based on the result of the study concluded that jamu scientificiation for hypertensivemore cost-effective than generic drugs captopril 25, amlodipin and combination of jamu scientification for hypertensive + amlodipin in decreasing blood pressure. The value of ICER showed that jamu scientification for hypertensive therapy and combination of jamu scientification for hypertensive + amlodipin need additional cost at Rp 554,35 and Rp 1.121,32; for every 1 % of decreasing blood pressure compared with captopril 25 and amlodipin. Keywords: Jamu scientification, crude durgs, antihypertensive, cost effectiveness PENDAHULUAN Hipertensi termasuk penyakit metabolik yaitu gangguan fungsi metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan yang tidak terkendali. Untuk menanggulangi penyakittersebut diperlukan pemakaian obat dalam waktu lama sehingga jika digunakan obat modern (obat konvensional) dikhawatirkan adanya efek samping yang terakumulasi terus menerus dan dapat merugikan kesehatan. Oleh karena itu lebih sesuai bila menggunakan obat alam / obat tradisional, walaupun penggunaanya dalam waktu lama tetapi efek sampingnya relatif kecil (jika digunakan secara tepat dan rasional) sehingga dianggap lebih aman (Katno, 2008). Jamu sudah dikenal sejak dahulu sebagai obat herbal Indonesia. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2010 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang mengkonsumsi jamu sebesar 95,60% pernah merasakan manfaatnya pada semua kelompok umur dan status ekonomi, baik di pedesaan maupun diperkotaan tetapi pemanfaatannya selama ini masih sebatas pengobatan sendiri dan belum dilakukan di fasilitas kesehatan (Balitbangkes, 2010). Mengacukepada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer alternative di fasilitas kesehatan, Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan program unggulan Saintifikasi Jamu pada tahun 2010 di Kabupaten Kendal Jawa Tengah kemudian diatur melalui Permenkes RI Nomor 003/Menkes/Per/2010 tentang saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2007 dan Kemenkes RI, 2010). Program saintifikasi jamu dikembangkan agar jamu dapat dipromosikan oleh profesional medis dalam kesehatan formal. Program ini bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah pemanfaatan jamu di pelayanan kesehatan, membangun jaringan, mendorong penyediaan jamu yang aman, efektif, dan berkualitas untuk pemanfaatan di pelayanan kesehatan. Langkah pertama saintifikasi jamu, difokuskan pada empat formula dengan indikasi untuk mengatasi gejala hipertensi, hiperglikemia, hiperurisemia dan hiperkolesterol. Dari empat formula jamu yang diteliti, dua formula sudah ada bukti ilmiahnya, yakni jamu tekanan darah tinggi dan asam urat. Dua jenis jamu itu mendapat sertifikat dari Komisi Nasional Saintifikasi Jamu serta dinyatakan terbukti aman dan berkhasiat. Penelitian meliputi uji standarisasi, toksisitas pada hewan coba, observasiklinik, dan uji klinik. Komposisi jamu tekanan darah tinggi adalah seledri, daun kumis kucing, daun pegagan, rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan meniran. Seledri, daun kumis kucing, dan daun pegagan merupakan bahan berkhasiat sebagai antihipertensi Matsubara, et al., 1999, Li-ming, et Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 al.2010, Siska, dkk.2011, Galicia, et al., 2013, Intharacton and Srisaawat, 2013). , Sedangkan rimpang temulawak, kunyit dan meniran merupakan bahan penyegar. Tetapi dari hasil penelitian, temulawak merupakan hepatoprotektor (Chowli, et al., 1995) dan meniran sebagai hepatoprotektor dan immunodilator (Ting, et al., 2006, Zalizar, 2013). Penggunaan jamu yang sudah disaintifikasi terbukti aman dan berkhasiat perlu diikuti dengan kajian bagaimana biaya dan efektivitas saintifikasi jamu secara farmakoekonomi untuk pengobatan hipertensi dibandingkan dengan obat konvensional (obat generik) yang relatif murah, sehingga saintifikasi jamu dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat. Dari literatur disebutkan bahwa penggunaan tanaman obat menawarkan berbagai keuntungan, yaitu relatif aman, sedikitnya efek samping, dan pada umumnya biaya yang lebih rendah (harga yang lebih murah) dibandingkan dengan biaya untuk pengobatan konvensional (Supriyatna, dkk., 2013). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif untuk menilai efektivitas biaya pengobatan hipertensi dengan terapi simplisia saintifikasi jamu hipertensi yang selanjutnya dinamakan jamu hipertensi SJ, obat konvensional (obat generik) antihipertensi dan kombinasi keduanya. Populasi adalah data rekam medik semua pasien hipertensi yang berobat jalan ke Puskesmas Gondomanan Yogyakarta pada bulan JanuariDesember 2013. Kriteria inklusi pasien: pasien yang terdiagnosis hipertensi yang berusia 18 tahun atau lebih, data rekam medik pasien hipertensi dengan tekanan darah > 120/80 mmHg, pasien yang diberi jamuhipertensi SJ dan obat generik antihipertensi. Kriteria eksklusi: pasien dengan penyakit penyerta, pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati, data status pasien Analisis efektivitas yang tidak lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca. biaya dilakukan dengan perspektif ASKES. Komponen biaya yang diukur adalah biaya medik langsung, mencakup biaya obat hipertensi, biaya pemeriksaan medis dan biaya pendaftaran kunjungan ke puskesmas. Efektivitas terapi yang diukur adalah penurunan tekanan darah. Efektivitas terapi dianalisis menggunakan paired sample t test. Average cost effectiveness ratio (ACER) dihitung berdasarkan rasio biaya dan efektivitas terapi pada kelompok jamu hipertensi SJ, obat generik antihipertensi dan kombinasi keduanya. Incremental cost effectiveness ratio (ICER) dihitung berdasarkan rasio antara selisih biaya dan efektivitas terapi pada kedua kelompok terapi. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik pasien Pasien hipertensi rawat jalan yang menggunakan jamu hipertensi SJ di puskesmas Gondomanan Yogyakarta pada bulan januari-Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 9 orang dan semuanya adalah perempuan, frekuensi pengobatan sebanyak 21 kali. Mayoritas pasien pengguna saintifikasi jamu antihipertensi adalah pasien dengan kelompok usia 54 – 65 tahun 8 orang ( 88,89 %)sedangkan pasien dengan kelompok usia > 65 tahun (lanjut usia) 1 orang (11,11 %). Pasien tersebut sebelum dan sesudah diberikan terapi diukur tekanan darah sistolik/diastoliknya, kemudian diberikan terapi dengan jamu hipertensi SJ, obat generik captopril 25, amlodipin dan kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin tergantung pada kondisi pasien (Tabel 1) Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 1 Rata-rata PenurunanTekanan Darah Terapi Tekanan Darah Sistolik/Diastolik Sebelum (mmHg) Sesudah (mmHg) 160/80 170/90 150/100 160/100 160/100 140/90 140/90 150/80 150/80 140/90 130/80 150/100 150/100 140/80 150/90 100/70 100/70 140/80 140/80 150/80 Rata-rata 143/87 144/86 Amlodipin 100/70 140/80 170/100 150/100 135/85 145/90 150/90 110/70 140/70 130/80 150/90 130/80 140/80 130/90 110/70 110/70 125/90 130/90 130/90 140/90 Captopril 25 Rata-rata Jamu hipertensi SJ Rata-rata Jamu hipertensi SJ+Amlodipin Rata-rata Dari data percobaan terlihat bahwa pasien yang diberikan jamu hipertensi SJ adalah pasien hipertensi yang mempunyai tekanan darah 110 – 160 mmHg. Efektivitas terapi antihipertensi berdasarkan tekanan darah 140/90 165/100 140/90 130/90 130/90 150/100 130/90 110/70 110/70 130/80 150/100 130/80 140/80 120/80 120/80 110/70 150/80 140/90 160/110 160/95 150/100 130/90 130/80 130/80 130/80 120/80 120/80 150/80 150/86 131/84 140/70 100/70 100/70 120/80 120/80 140/80 140/80 130/85 130/85 150/80 150/80 160/90 160/90 150/90 130/80 125/80 150/80 110/80 110/80 135/80 133/80 132/82 Hasil perhitungan penurunan tekanan darah rata-rata pada tabel 1, terapi dengan jamu hipertensi SJ mampu menurunkan tekanan darah rata-rata 12,67 %. Terapi dengan captopril 25 tekanan darah rata-rata meningkat sebesar 0,70 %. Terapi dengan amlodipin tekanan darah rata-rata meningkat sebesar 7,41 % dan terapi dengan Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin tekanan darah rata-rata menurun sebesar 0,75 %. Biaya Terapi Biaya terapi mencakup biaya obat hipertensi, biaya pemeriksaan medis dan biaya pendaftaran kunjungan ke puskesmas. Biaya obat mencakup seluruh obat yang diresepkan untuk mengatasi hipertensi. Biaya obat generik lebih rendah dibandingkan dengan saintifikasi jamu untuk pengobatan hipertensi. Biaya pendaftaran dan biaya pemeriksaan merupakan komponen biaya medik langsung sesuai standar puskesmas Gondomanan Yogyakarta. Biaya pendaftaran rata-rata Rp 5.000,00 dan untuk pasien lanjut usiasebesar Rp 2.000,00 sedangkan biaya pemeriksaan rata-rata Rp 7.000,00 dan untuk pasien lanjut usia sebesar Rp 3.500,00. Biaya total terapi adalah seluruh biaya medik langsung rata-rata per minggu yang dikeluarkan selama menjalani terapi, yaitu merupakan penjumlahan dari komponen biaya obat, pemeriksaan medis dan biaya pendaftaran. Efektivitas Biaya Terapi Efektifitas dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori efektif dan tidak efektif. Kategori efektif adalah terapi yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik sedangkan kategori tidak efektif adalah yang tidak mengalami penurunan tekanan darah sistolik. Average Cost EffectivenessRatio (ACER) adalah metoda yang dikembangkan oleh ahli-ahli ekonomi yang dalam ilmu kesehatan berguna untuk mencari suatu terapi yang paling efektif baik dari segi biaya maupun efektifitasnya. Hasil perhitungan dimanfaatkan untuk membantu memilih beberapa intervensi kesehatan masyarakat (Mukti, 2000). Untuk memperjelas hasil penelitian maka dilakukan perhitungan Incremental Cost Effectiveness ratio (ICER). ICER dapat digunakan untuk mendeterminasi biaya tambahan dan peningkatan efektifitas antara beberapa terapi. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih [15;16] Data hasil evaluasi efektifitas terapi hipertensi dapat dilihat pada tabel 2. Harga ACER diperoleh dari rasio antara biaya total terapi rata-rata per minggu dan efektivitas terapi. Efektivitas terapi yang diukur adalah % penurunan tekanan darah. Harga ICER diperoleh dari rasio antara selisih biaya total terapi dan % penurunan tekanan darah pada masing-masing terapi. Berdasarkan parameter efektivitas terapi (Tabel 3 dan 4) berupa % penurunan tekanan darah, nilai ACER pada kelompok jamu hipertensi SJ lebih kecil dibandingkan dengan amlodipin, captopril 25 dan kombinasi amlodipinjamu hipertensi SJ. Oleh karena itu, terapi jamu hipertensi SJ lebih costeffective dibandingkan amlodipin, captopril 25 dan kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin dalam menurunkan tekanan darah tetapi nilai ICER menunjukkan bahwa terapi jamu hipertensi SJ membutuhkan penambahan biaya sebesar Rp 554,35 untuk setiap 1% penurunan tekanan darah dibandingkan dengan terapi captopril 25. Sedangkan nilai ACER pada kelompok kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin lebih kecil dibandingkan dengan amlodipin. Oleh karena itu, terapi kombinasi jamu hipertensi+amlodipin lebih cost-effective dibandingkan dengan amlodipin dalam menurunkan tekanan darah. Nilai ICER kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin membutuhkan penambahan biaya sebesar Rp 1.121,32 untuk setiap 1% penurunan tekanan darah dibandingkan dengan amlodipin. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 2. Distribusi Hasil Efektifitas Pengunaan Obat Hipertensi Evaluasi Efektivitas Penurunan (mmHg) tekanan darah Jamu Amlodipin hipertensi SJ sebelum sesudah sebelum sesudah 141 113 170 19,86 % Efektivitas 150 Jamu hipertensi SJ+Amlodipin Sebelum Sesudah 144 11,76 Captopril 25 sebelum sesudah 153 130 123 14,48 15,03 Tabel 3. Biaya Total TerapiAntihipertensi Komponen Biaya Kel. Jamu hipertensi SJ Jumlah (Rp) (%) Kel. Amlodipin Jumlah (Rp) (%) Biaya Antihipertensi 5.000,00 37,6 1.680,00 12,28 Jamu hipertensi SJ + Kel. Amlodipin Jumlah (Rp) 6.680,00 (%) Kel. Captopril 25 Jumlah (Rp) (%) Biaya Pemeriksaan 5.166,67 38,8 7.000,00 51,17 5.950,00 35,56 5.600,00 52,67 Biaya Pendaftaran 3.142,86 23,6 5.000,00 36,55 4.100,00 24,51 3.800,00 35,74 Biaya Total Terapi 13.309,53 100 13.680,00 100 16.730,00 100 10.632,00 100 39,93 1.232,00 11,59 Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 4. Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi Parameter Jamu hipertensi SJ Biaya total terapi Efektivitas terapi berdasarkan tekanan darah % Penurunan tekanan darah ACER Rp 13.309,53 Rp 13.680,00 19,86 % 11,76 % Rp 670,17 Rp 1.163,27 ICER Parameter Biaya total terapi Efektivitas terapi berdasarkan tekanan darah % Penurunan tekanan darah ACER Rp -45,74 Jamu hipertensi SJ+ Amlodipin Rp 16.730,00 Rp 13.680,00 14,48% 11,76% Rp 1.155,39 Rp 1.163,27 ICER Parameter Efektivitas terapi berdasarkan tekanan darah % Penurunan tekanan darah ACER Rp 10.632,00 19,86 % 15,03% Rp 670,17 Rp 707,39 Efektivitas terapi berdasarkan tekanan darah Rp 554,35 Jamu hipertensi SJ Biaya total terapi % Penurunan tekanan darah ACER ICER Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamu hipertensi SJ lebih cost-effective dibandingkan, captopril 25, kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin dan amlodipin dalam menurunkan tekanan darah. Nilai ICER menunjukkan bahwa terapi jamu hipertensi SJ dan kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin membutuhkan penambahan biaya berurutan sebesar Rp Captopril 25 Rp 13.309,53 ICER Parameter Amlodipin Rp 1.121,32 Jamu hipertensi SJ Biaya total terapi Amlodipin Jamu hipertensi SJ+ Amlodipin Rp 13.309,53 Rp 16.730,00 19,86 % 14,48 % Rp 670,17 Rp 1.155,39 Rp -635,77 554,35 dan Rp 1.121,32 untuk setiap 1% penurunan tekanan darah dibandingkan dengan captopril 25 dan amlodipin. DAFTAR PUSTAKA Balitbangkes, 2010, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Badan Litbang Kesehatan, Jakarta Chowli S, Ching Lin C, Ho Lin Y, Supriyatna S, Wei Teng C. 1995. Protective and Therapeutic effects of Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Curcuma Xanthorrhiza on hepatotoxin-Induced Liver Damage, The American Journal of Chinese Medicine, 23(03:04). Galicia Jorge, Ramirez LA, Suarez A, Crespo F, Gomez A, Soto Samuel, Ovando A, Nunez Emmanuel.2013. Vasorelaxant activity of extracts obtained from Apium graveolens: possible source for vasorelaxant molecules isolation with potential antihypertensive effect, Acian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 3(10): 776-9. Intharacton T, Srisawat R. 2013. Antihypertensive Effects of Centella asiatica Extract, International Conference on Food and Agricultural Sciences, 55, IACISIT Press, Singapore Katno. 2008. Tingkat Manfaat Keamanan dan Efektivitas Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Balitbangkes Depkes RI. Kementerian Kesehatan RI, 2007, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, 2010 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003/MENKES/PER/2010 Tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan, Jakarta. Li-ming C, Li Tian, Yong Li, Chunsheng L, Li-ya W. 2010. Antihypertensive Effect of Roots of Apium graveolens Extract in Renal Hipertensive Rats, Chinese Journal of Experimental Traditional Medical Formulae. 11. Matsubara T, Bohgaki T, Watarai M, Suzuki H, Ohashi K, Shibuya H. 1999. Antihypertensive actions of methylripari ochromene a from Orthosiphon aristatus, an Indonesian Traditional Medicinal Plant, Journal Biol Pharm Bull, 22(10):1083-8. Mukti, A. G. 2000. Evaluasi Ekonomi dalam Intervensi Klinik dan Kesehatan Masyarakat, Yogyakarta Siska, Armenia, Arifin H. 2011. Akar Seledri (Apium graveolens L) sebagai Obat Antihipertensi: Efektivitas Fraksi Etanol Air dan Etil asetat pada Tikus Putih Jantan Hipertensi, Jurnal Bahan Alam Indonesia, 7(6). Supriyatna, Moelyono MW, Iskandar Y, Febriyanti RM, 2013, Mengenal Obat Herbal Pemahaman Obat Herbal Untuk Fitoterapi, Unpad Press, Bandung. Ying Lee C, Hang Peng W, Yuan Cheng H, Na Chen F, Tsung Lai M, Hui Chiu T. 2006. Hepatoprotective Effect of Phyllanthus in Taiwan on Acute Liver, The American Journal of Chinese Medicine, 34(03). Zalizar L. 2013. Flavonoid of Phyllanthus niruri as immunodulators A Prospect to Animal Disease Control, ARPN Journal of Science and Technology. 3(5). Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 PEMANFAATAN HERBA KEMANGI (Ocimum basilicum L.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DALAM SEDIAAN TABLET DAN MASKER GEL Erni Rustiani1, Almasyhuri2, Sekar Peny Ningtyas3, Devi Fiebrilia4 1,3,4) Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan, Bogor 2) Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, KeMenKes ABSTRAK Herba Kemangi dikenal berkhasiat sebagai antioksidan, namun pemanfaatannya masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah membuat formulasi tablet dari ekstrak kering kemangi menggunakan pengikat amilum manihot(alami) dan Polyvinylpirilidone/ PVP (sintetik), membuat formulasi masker gel dari minyak atsiri kemangi menggunakan berbagai konsentrasi karbomer, dan menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak kering dan minyak atsiri kemangi. Pembuatan ekstrak kering kemangi dilakukan dengan metode sokletasi dalam etanol 50% dan selanjutnya di keringkan denga alat freeze dryer. Sedangkan minyak atsiri daun kemangi dihasilkan dengan metode destilasi uap air.Hasil uji antioksidan ekstrak kering kemangi menunjukkan IC50 sebesar 54,43 ppm dan minyak atsiri kemangi sebesar 454,427 ppm. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri adalah 1,76 %. Sediaan tablet dibuat sebanyak 3 formula dengan variasi konsentrasi pengikat yaitu PVP 5%(FI), amilum manihot 10% (FII) dan kombinasi PVP : amilum manihot (2% : 10%, FIII). Hasil pengujian mutu tablet( keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan dan waktu hancur) untuk FI hampir sama dengan FIII. Sediaan masker gel dibuat sebanyak 3 formula dengan variasi konsentrasi karbomer yaitu 0,5 % (FI), 0,75 % (FII) dan 1 % (FIII). Hasil pengujian mutu masker gel (organoleptik, pH, dan viskositas) untuk semua formula baik dan yangmemiliki aktivitas antioksidan paling kuat adalah Formula II dengan jumlah karbomer 0,75 %. Kata kunci : Kemangi (Ocimum basilicum L.), tablet, masker gel, antioksidan PENDAHULUAN Masyarakat umumnya mengenal kemangi sebagai sayuran yang dapat dimakan segar sebagai lalapan dengan cara memakan atau mengunyah secara langsung karena aroma wangi dari kemangi sendiri mengundang selera makan. Menurut Penelitian Endang Hadipoentyanti (2008), bahwa kemangi (Ocimum basillicum L.) mengandung eugenol sebesar 46 %. Kandungan eugenol dalam kemangi ini berperan sebagai antioksidan, yang dapat menetralkan radikal bebas, sehingga kemangi ada manfaatnya di bidang obat dan kosmetik.Begitu pula Ramesh dan Satakopan (2010) menyatakan bahwa kemangi memiliki kemampuan sebagai antioksidan, sehingga perlu dikembangkan bentuk sediaan inovasi baru yaitu dibuat sediaan tablet dan masker gel. Inovasi baru dalam bentuk tablet diharapkan akan lebih disukai, karena banyak keuntungan dalam pemakaian. Beberapa keuntungan tablet adalah mengandung dosis zat aktif yang tepat dan teliti, kemudahan tranportasi dari pada sediaan cair dan beberapa obat lebih stabil dalam bentuk tablet. Banyak obat yang beredar dalam bentuk tablet dan 90% obat untuk efek sistemik diberikan melalui oral (Lachman, 1994).Penggunaan bahan pengikat sintetik dalam sediaan tablet membuat harga obat semakin mahal, terutama bila menggunakan bahan tambahan sintetik seperti PVP.Sehingga perlu dilakukan Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 pengolahan bahan-bahan alam, salah satunya yaitu amilum manihot sebagai bahan pengikat tablet. Kemangi yang disuling dan diambil minyak atsirinya dapat dipakai sebagai bahan perawatan wajah dalam bentuk masker.Bentuk sediaan masker gel memiliki kelebihan dibandingkan dengan krim atau losion, yaitu memberikan rasa dingin dan kesegaran pada kulit kering. Proses pelepasan bahan aktif pada sediaan masker gel ini sangat bagus. Bahan aktif dapat dilepaskan dalam waktu singkat dari pembawanya dan biasanya kotoran atau kulit ari yang telah mati akan ikut terangkat (Reynold, 1982).Zat aktif pada masker dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah sehingga dapat mengembalikan kelembutan kulit dan dengan pemakaian teratur dapat mengurangi kerutan halus pada kulit wajah. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk membandingkan mutu tablet herba kemangi yang dibuat menggunakan amilum manihot dan Polyvinylpyrrolidone (PVP), membuat masker gel dengan berbagai variasi karbomer serta menganalisis aktivitas antioksidan dalam ekstrak kering, sediaan tablet dan masker gel. METODE PENELITIAN Bahan Herba kemangi (Ocimum basilicum L), etanol 50%, metanol, PVP, amilum manihot, perfiller PH 101, talk, Mg stearat, karbomer, trietanolamin (TEA), polietilen glikol 6000 (PEG 6000), gliserin, etanol 96%, natriummetabisulfit, dinatrium EDTA (Na2EDTA), metil paraben, propil paraben,akuades, 1,1difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), vitamin C, larutan dapar pH 4 dan pH 7. Alat Alat – alat yang digunakan meliputi neraca analitik (Mettler Toledo), corong, cawan krus, oven (Memmert), tanur (Vulcan A550), moisture balance(ANDMX-50),flowtester(lokal),freeze dryer(Scanvac-coolsave), alat sokletasi, alat destilasi,Spektrofotometer UV-Vis (Optizen), Gas Chromatography (GC), kain penyaring, stopwatch, ayakan dengan berbagai ukuran serta alat-alat gelas, homogenizer(IKA RW),viskometer(Brookfield), pH meter (Hanna), dan alat gelas lainnya. Pembuatan Ekstrak Kering Kemangi Kemangi dibersihkan dari kotoran yang menempel, kemudian dicuci bersih dengan air yang mengalir dan dioven dengan suhu 40-50oC sampai kering selama ± 3 hari.Setelah kering digrinder dan diayak menggunakan mesh 30 (DepKes RI, 1985). Ekstrak dibuat dengan cara sokletasi di dalam alat sokletasi. Ekstraksi dilakukan dengan etanol 50%.Serbuk simplisia kemangi yang digunakan sebanyak 400 gram.Dimasukkan kedalam alat sokletasi yang sudah dirangkai sesuai dengan kapasitas alat sampai serbuk habis digunakan, lalu direndam dengan etanol 50% selama 24 jam.Etanol yang digunakan sebanyak 4 Liter.Setelah dilakukan perendaman selama 24jam kemudian dinyalakan alat sokletasi, hingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian di freeze dry sehingga diperoleh ekstrak kering kemangi.Selanjutnya dilakukan penetapan kadar air, kadar abu dan rendemen simplisia. Pembuatan Minyak Atsiri Kemangi Daun kemangi segardikumpulkan sebanyak 36 kg.Dilakukan sortasi basah.Dicuci dengan air sampai bersih.Kemudian ditiriskan sampai tidak tersisa air.Daun yang sudah tiris dianginanginkan selama 1-2 jam.Pembuatan minyak atsiri daun kemangi dilakukan dengan menggunakan metode destilasi uap air. Simplisia kemangi dimasukkan kedalam piringan yang dibawahnya telah Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 diisi dengan air mendidih, uap air yang keluar melalui lubang-lubang piringan akan mengalir dan menembus sela-sela dari simplisia, dengan adanya uap air ini minyak atsiri akan terekstraksi dan terbawa, kemudian uap air dan minyak atsiri yang terbentuk dialirkan melalui pipa dan selanjutnya akan dialirkan kedalam sistem pendingin balik dan akan terkondensasi menjadi air dan minyak. Campuran dari air dan minyak ini ditampung dalam sebuah wadah pemisah cairan. Karena perbedaan berat jenis maka air dan minyak atsiri akan terpisah, air berada dibawah permukaan minyak atsiri dan sebaliknya. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung dalam wadah atau botol yang tidak tembus cahaya dan disimpan ditempat yang sejuk agar tidak terjadi oksidasi. Selanjutnya dilakukan analisis minyak atsiri ini menggunakan metode Gas Chromatography (GC). Untuk mengetahui senyawa eugenol serta kadarnya. Formulasi Dan Pembuatantablet Ekstrak Keringkemangi Tiap tablet mempunyai berat 500 mg, dengan formulasi terdapat di Tabel 1. Tabel 1.Formulasi Tablet Ekstrak Kemangi Bahan FI FII Ekstrak Kering Kemangi Amilum Manihot PVP K30 Perfiller PH 101 Talk Mg Stearat Laktosa ditambahkan hingga Serbuk ekstrak kering kemangi, laktosa dan perfiller PH 101 sebanyak 10%, masing-masing diayak dengan menggunakan mesh 30, kemudian dimasukkan ke dalam wadah laludiaduk hingga homogen kira-kira 5 menit. Ditambahkan larutan pengikat PVP K30, aduk hingga menjadi massa yang kompak. Bila perlu dapat ditambahkan air hangat. Massa yang basah kemudian diayak mesh 8 hingga terbentuk granul basah, dikeringkan di dalam lemari pengering yang dialasi kain batis pada suhu 40-50o C semalaman hingga terbentuk granul kering.Granul kering 226 mg 0 5% 15% 2% 1% 100 % 226 mg 10% 0 15% 2% 1% 100 % FIII 226 mg 5% 2% 15% 2% 1% 100 % kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mesh 10, lalu dimasukkan kedalam kantong plastik, ditambahkan kedalamnya perfiller PH 101 sebanyak 5%, talk dan magnesium stearat yang telah diayak dengan menggunakan mesh 30, kemudian dikocok dalam kantong plastik selama 5 menit hingga didapatkan massa siap cetak. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Formulasi dan Pembuatan Masker Gel Kemangi Tabel 2. Formulasi Masker Gel Kemangi Formula Ke- (dalam %) Bahan I II III IV Minyak atsiri daun kemangi 4 4 4 Karbomer 0,5 0,75 1 0,75 TEA 1 1 1 1 PEG 6000 10 10 10 10 Gliserin 10 10 10 10 Etanol 96% 20 20 20 20 Natrium Metabisulfit 0,03 0,03 0,03 0,03 Na2EDTA 0,05 0,05 0,05 0,05 Metil Paraben (Nipagin) 0,03 0,03 0,03 0,03 Propil Paraben (Nipasol) 0,01 0,01 0,01 0,01 Akuades ditambahkan hingga 100 100 100 100 Karbomerdikembangkan dengan masukan Natrium metabisulfit dan air panas dan dimasukkan gliserin sedikit Na2EDTA yang dilarutkan dengan air. demi sedikit kemudian tambahkan TEA PEG 6000 dilarutkan dalam air dan hingga mengembang (campuran 1).Metil masukan kedalam campuran. paraben dan propil paraben dilarutkan Dimasukkan minyak atsiri daun kemangi dalam etanol 96 % (campuran 2). kedalam campuran.Dihomogenkan Campuran 1 dan campuran 2 dengan homogenizer dengan kecepatan dihomogenkan dengan dipanaskan diatas 300 rpm selama 10 menit. penangas air pada suhu 800C lalu yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan dan berbau khas aromatik HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Ekstrak Kering dan kuat. Minyak Atsiri Kemangi Serbuk simplisia sebanyak 400 PenentuanAktivitasAntioksidan gram di ekstraksi dengan metode Ekstrak Kering dan Minyak Atsiri sokletasi menggunakan pelarut etanol Kemangi 50%, diperoleh ekstrak cair sebanyak 4 Penentuan aktivitas antioksidan L, kemudian di freeze dry dan didapat dilakukan dengan menggunakan metode hasil sebanyak 443 gram (telah ditambah DPPH. Panjang gelombang maksimum maltodekstrin), dengan rendemen yang didapat sebesar 516 nm. Sedangkan 10,75%. Hasil kadar air 4,66% dan kadar waktu inkubasi optimum yang didapat abu 1,295%. Hasil tersebut memenuhi yaitu selama 30 menit. Vitamin C persyaratan kadar air < 5% dan kadar abu digunakan sebagai kontrol positif karena < 13% (DepKes, 2000). Hasil uji vitamin C merupakan salah satu vitamin fitokimia dilakukan untuk melihat yang berpotensi sebagai antioksidan kandungan senyawa yang terdapat dengan nilai IC50 sebesar 4,82 ppm. didalam tanaman tersebut.Hasil Aktivitas antioksidan ekstrak kemangi menunjukkan ekstrak kering kemangi dengan menggunakan konsentrasi yang mengandung alkaloid, flavonoid, sama dengan vitamin C didapatkan nilai saponin, dan tanin. IC50 sebesar 54,43 ppm (aktif) dengan Hasil minyak atsiri yang kelinearan 0,998.Besar IC50 yang didapatkan dari 35 kg daun kemangi didapat untuk minyak atsiri sebesar sebanyak 35 ml dengan berat 32,37 gram, 454,427 ppm termasuk golongan rendemen yang didapat adalah 0,1 % antioksidan kurang aktif. dengan berat jenis 0,925. Minyak atsiri Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Hasil Analisis Minyak Atsiri Kemangi Berdasarkan hasil analisis GC minyak atsiri daun kemangi mengandung senyawa eugenol sebesar 1,76 %. Hasil ini cukup rendah sehingga potensi eugenol sebagai antioksidannya juga rendah, karena berdasarkan jurnal penelitian sebelumnya kandungan eugenol dalam daun kemangi (Ocimum basillicum L.) sebesar 46 %. A Hasil Evaluasi Tablet Ekstrak Kemangi Hasil dari penampilan semua formula tablet ekstrak kemangi rata-rata sama, mempunyai bentuk bundar, cetakan polos, berwarna hijau bercak putih. Hasil dapat dilihat pada Gambar 1. B C Gambar 1.Tablet Ekstrak Kering Kemangi Formula I (A), II (B), III (C) Hasil pengujian mutu tablet meliputi keseragaman ukuran, keseragaman bobot, kekerasan, friabilitas dan waktu hancur. Hasil terdapat di Tabel 3. Tabel 3.Hasil Pengujian Keseragaman Ukuran, Keseragaman Bobot, Kekerasan, Friabilitas dan Waktu Hancur Formula Rata – Rata Tebal Rata- Range Rata-Rata Friabilitas Waktu (Diameter) (cm) Rata (mg) kekerasan(k (%) Hancur 2,87 12 menit 11 (cm) I 1,01 (mg) 0,57 511,74 p) 503,7- 7,14 520,4 II 1,01 0,57 515,32 509,7- detik 5,7 1,90 522,6 III 1,01 0,57 517,57 510,5524,4 Persyaratan keseragaman ukuran yaitu diameter tablet tidak kurang dari 1 1/3 kali dan tidak lebih dari 3 kali tebal tablet.Hasil memenuhi syarat. Persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III untuk keseragaman bobot adalah tidak lebih dari 2 tablet yang mempunyai penyimpangan lebih dari 5% dan tidak lebih dari 1 tablet yang mempunyai 8 menit 54 detik 7,16 2,55 12 menit 20 detik penyimpangan lebih dari 10% dari bobot rata-rata hasil pengujian. Hasil memenuhi syarat. Kekerasan tablet menunjukan bahwa semua formula memenuhi pesyaratan yaitu minimal 4 Kp. Hasil evaluasi friabilitas pada semua tablet tidak memenuhi persyaratan, hal ini dikarenakan punch yang tidak rata sehingga tablet yang dihasilkan bergerigi. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Bentuk tablet tersebut akan mempengaruhi friabilita tablet. Hasil evaluasi waktu hancur pada FI 12 menit 11 detik, FII 8 menit 54 detik, dan FIII 12 menit 20 detik. Semua formula memenuhi persyaratan yaitu kurang dari 15 menit. Uji Aktifvitas Antioksidan Tablet Ekstrak Kemangi Aktivitas antioksidan tablet IC50 pada FI 89,02 ppm, FII 93,35 ppm, dan FIII 91,74 ppm. Bila dibandingkan ratarata setiap formula dengan hasil Vitamin C 4,82 ppm adalah mempunyai perbandingan 1 : 25. Kemungkinan terjadi penurunan aktivitas antioksidan dari ekstrak menjadi tablet pada saat proses pembuatan tablet itu sendiri. Hasil Evaluasi Mutu Sediaan Masker Gel Formula IV merupakan masker tanpa zat aktif (plasebo) sebagai pembanding untuk formula I, II dan III. Formula I, II dan III menghasilkan gel yang homogen, berwarna kuning pucat dan berbau aromatik kuat. Warna kuning pucat pada formula I lebih pekat dibandingkan dengan formula II dan III.Karena konsentrasi karbomernya yang paling kecil. Semakin kecil jumlah karbomer pada sediaan maka warna kuningnya semakin pekat. Sedangkan formula IV menghasilkan gel yang homogen, bening dan tidak berbau.Hasil masker gel kemangi terdapat di Gambar 2. A B C D Gambar 2. Masker Gel Kemangi Formula I (A), II (B), III (C), IV (D) Sediaan gel ini memiliki pH yang berbeda-beda, untuk fomula dengan jumlah karbomer yang semakin banyak namun jumlah trietanolamin (TEA) yang sama maka pH yang dihasilkan semakin kecil karena sifat karbomer yang asam. Sedangkan pada sediaan gel plasebo (formula IV) dengan jumlah karbomer yang sama dengan formula II yaitu 0,75% menghasilkan pH yang lebih tinggi dibandingkan formula II tersebut, hal ini dikarenakan penambahan zat aktif minyak atsiri kemangi pada formula II yang bersifat asam. Perbedaan konsentrasi karbomer ini dapat dilihat dari perbedaan pH tersebut. Pengaruh perbedaan konsentrasi karbomer juga dapat dilihat pada viskositas gel, karena pada formula yang mengandung karbomer lebih banyak maka viskositasnya semakin tinggi. Formula III dengan konsentrasi karbomer 1% memiliki viskositas yang paling tinggi dibanding formula I, II, dan IV. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan viskositas gel. Data lengkap hasil evaluasi uji mutu sediaan dapat dilihat pada Tabel 4. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 4.Hasil Evaluasi Uji Mutu Sediaan Masker Gel Pengamatan Formula I Formula II Formula III Homogenitas Homogen Homogen Homogen Organoleptik : -Bentuk Agak kental Kental Kental -Warna Kuning Pucat Kuning Kuning -Bau Pucat Pucat Aromatik kuat Aromatik Aromatik kuat kuat pH 7,57 7,03 6,89 Viskositas 3090 cps 16310 cps 17570 cps Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Sediaan Masker Gel Setelah dibuat sediaan masker gel aktivitas antioksidannya meningkat dengan penggunaan minyak atsiri sebesar 4%. Mungkin dikarenakan jumlah minyak yang digunakan besar dan pengaruh dari zat tambahan yang berfungsi sebagai antioksidan juga.Adapun pengaruh sinergis dari zat tambahan ini.Walaupun sebenarnya zat tambahan bersifat inert namun tidak menutup kemungkinan zat tambahan ini mempengaruhi hasil aktivitas antioksidan meningkat.Bila dibandingkan dengan formula IV (plasebo) yang memiliki aktivitas antioksidan yang kurang aktif karena memiliki IC50 945,413 ppm. Dari hasil yang didapat aktivitas antioksidan tiap formula berbedabeda.Dimana pada formula dengan konsentrasi karbomer yang semakin tinggi aktivitas antioksidannya pun semakin besar.Kemungkinan hal ini karena karbomer mengikat zat aktif lebih banyak.Dan hasil pengukuran pada minggu berikutnya aktivitas ini semakin menurun, hal ini mungkin dipengaruhi oleh suhu penyimpanan yang semakin tinggi dan lamanya penyimpanan sehingga antioksidannya teroksidasi. Namun pada formula IV yaitu sediaan plasebo memiliki aktivitas antioksidan yang sangat rendah karena tidak ada zat aktif.Data IC50 untuk FI (151,96 ppm), FII (149,94 ppm), FIII (150,94 ppm), dan FIV (945,41 ppm). Formula IV Homogen Kental Bening Tidak berbau 7,26 16450 cps KESIMPULAN 1. Mutu tablet dilihat secara keseluruhan yang menggunakan pengikat Polyvinylpirolidone (PVP)dengan konsentrasi 5% (Formula I) hampir sama dengan campuran pengikat Polyvinylpirolidone (PVP) dengan amilum manihot konsentrasi 2% : 10% (Formula III). 2. Aktivitas antioksidan ekstrak kering kemangi sebesar 54,43 ppm (aktif) sedangkan aktivitasantioksidan tablet sebesar 89,02 ppm (Formula I), 93,35 ppm (Formula II), dan 91,74 ppm (Formula III). 3. Semua Formula sediaan masker gel menghasilkan sediaan yang baik bila dilihat dari uji organoleptik pH dan viskositas, namun yang memiliki aktivitas antioksidan paling kuat adalah Formula II denganjumlahkarbomer 0,75 %. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.Jakarta. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Lachman, L., HA.Liebermann., JL. Kanig. 1994. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid II. Edisi III. Jakarta : UI Press Hadipoentyanti E dan wahyuni S. 2008.Keragaman Selasih (Ocimum spp.) berdasarkan karakter morfologi produksi dan mutu herba: Jurnal Litti Reynold, JEF. 1982. Martindle The Extra Pharmacopoeia. 28th Edition.London : The Pharmaceutical Press. Ramesh, B. dan Satakopan, V.N. 2010.In Vitro Antioxidant Activitesi Of Ocimum Species : Ocimum Basilicum andSanctum. Journal off cell and Tissue Research Vol. 10(1) : 2145-2150 Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI METANOL DAUN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) Ietje Wientarsih 1 , Sulistyantie Hr. Sjarif 2, Irma Maulani Hamzah2 1 Laboratorium Farmasi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB 2 Program Studi Kimia Sekolah Tinggi MIPA Bogor ABSTRAK Pegagan (Centella asiatica (L.)Urban) merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun.Pegagan dirujuk sebagai antiinflamasi, antioksidan, antitumor, antibakteri atau untuk meningkatkan daya ingat (susunan syaraf pusat), eksim, luka bakar dan hepatitis.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui antioksidan fraksi metanol dari ekstrak metanol daun pegagan. Melalui tahapan pemisahan, pemurnian dan menentukan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikril-hidrazil). Pada penelitian ini daun pegagan dimaserasi menggunakan pelarut metanol kemudian dilakukan uji fitokimia dan identifikasi gula. Pemurnian dilakukan dengan metode kromatografi kolom dengan elusi gradien menggunakan tiga eluen yaitu berturut-turut toluen : etil asetat (1:1), etil asetat, dan metanol. Identifikasi dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) siliska gel dengan eluen etil asetat : metanol : air (8,1 : 1,25 : 0,65). Terhadap fraksi metanol dilakukan uji aktivitas antioksidan. Hasil uji fitokimia terhadap fraksi metanol diperoleh golongan senyawa terpenoid, flavonoid, dan alkaloid. Hasil KLT fraksi metanol menunjukkan nilai Rf pada 0,64. Aktivitas antioksidan fraksi metanol diperoleh nilai IC50 sebesar 481,64 ppm. Kata kunci: Daun pegagan, kromatografi kolom,kromatografi lapis tipis, aktivitas antioksidan. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kaya akan hasil alam yang melimpah dan dapat diolah serta dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Informasi yang terkait dengan tanaman yang diperoleh secara empiris selayaknya harus lebih digali lagi sehingga pada akhirnya tidak menutup kemungkinan akan menjadi suatu komoditas yang besar dan menguntungkan. Informasi tersebut harus dibuktikan secara ilmiah untuk mengetahui zat yang terkandung di dalam tanaman obat tersebut. Salah satu tanaman obat yang diteliti dalam tulisan ini yaitu Pegagan atau Antanan (Centella asiatica (L) Urban). Pegagan dipercaya oleh masyarakat untuk meningkatan kemampuan memori dan pembelajaran yang mungkin berhubungan dengan aktivitas antioksidan, antiinflamasi, neuroprotektif, prokolinergik, dan antikolinergik (Joshi dan Parle, 2006). Antioksidan adalah suatu zat yang dapat menghambat reaksi oksidasi atau mencegah pembentukan radikal bebas pada oksidasi (Gerald, 1987).Radikal bebas adalah atom-atom molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan, atom atau molekul suatu radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron (Ratri et al., 2010). Proses penuaan dan penyakit degeneratif seperti kanker, penyumbatan pembuluh darah Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 seperti hiperlipidemik, aterosklerosis, stroke, dan tekanan darah tinggi serta terganggunya sistem imun tubuh dapat disebabkan oleh stres oksidatif dimana jumlah molekul radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh tidak seimbang (Suka, 2011). Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) dapat menimbulkan kerusakan seluler dan genetika (Rahayu et al., 2010). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1difenil-2-pikril-hidrazil) fraksi metanol dari ekstrak metanoldaun pegagan melalui tahapan isolasi , identifikasi, dan pemurnian. METODE PENELITIAN Bahan tanaman: Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Bahan Kimia: metanol p.a, etanol 95%, n-heksan, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, asam klorida pekat, pita magnesium, lakmus merah, kloroform, asam sulfat 2 N, pereaksi Dragendorf, Wagner, Benedict, Molisch dan Barfoed,amonia, natrium sulfat anhidrat, kalium hidroksida 5 N, hidrogen peroksida 3%, asam asetat glasial, benzena, asam klorida 2 N, natrium hidroksida 2 N, besi (III) klorida, kalium heksa siano ferrat (II), iodium 1%, eter, etil asetat, silika gel G60. Alat: blender, maserator, rotary evaporator, botol sampel, kolom dan bejana kromatografi, pelat TLC, lampu UV, penangas air, hotplate serta berbagai alat gelas yang biasa digunakan di Laboratorium. Metode: 1. Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi.Daun pegagan kering diiris, dihaluskan, diayak dengan ayakan 100 mesh, kemudian dimasukkan ke dalam maserator, ditambahkan metanol p.a sampai terendam. Sampel dibiarkan sampai 24 jam sambil sesekali diaduk. Sampel disaring, maserat dimasukkan ke dalam wadah penampung, sedangkan ampas dimasukkan kembali ke dalam maserator untuk dimaserasi ulang.Maserasi dilakukan 3 kali ulangan, dan maserat dari tiap ulangan disatukan.Maserat kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator suhu 40°C (Tohir, 2010).Ekstrak kental ditimbang. 2. Penapisan Fitokimia a. Terpenoid dan Steroid Ekstrak kental dilarutkan dengan 10 mL n-heksan dan disaring.Filtrat dikisatkan di pelat tetes, kemudian ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.Terbentuknya warna merah atau biru menunjukkan adanya terpenoid atau steroid (Juliati, 2008). b. Flavonoid Ekstrak kental dilarutkan dengan 15 mL n-heksan dan disaring.Filtrat ditambah 30 ml etanol dan dikocok. Sebanyak 2 ml lapisan etanol diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0,5 ml asam klorida pekat dan logam magnesium. Sampel dibiarkan beberapa saat sampai logam magnesium habis.Terbentuknya warna merah, jingga atau hijau pada larutan menunjukkan adanya flavonoid (Juliati, 2008). c. Alkaloid Ekstrak kental dilarutkan dengan 20 mL etanol lalu ditambahkan amonia tetes demi tetes sampai tidak terbentuk lagi endapan putih pada saat penambahan ammonia.Sampel disaring, residu dilarutkan dengan 10 ml etanol.Sebanyak 2 ml lapisan etanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan pereaksi Wagnerdan Dragendorf.Terbentuknya endapan berwarna merah kecoklatan oleh penambahan masing-masing pereaksi menunjukkan adanya alkaloid (Juliati, 2008). Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 d.Antrakuinon Ekstrak kental ditambahkan 10 mL kalium hidroksida 5 N dan 1 mL hidrogen peroksida 3%.Setelah dikocok, dipanaskan di penangas air selama 10 menit, disaring kemudian filtrat diasamkan dengan asam asetat glasial.Kemudian ke dalamnya ditambahkan 10 mL benzena, dan dikocok.Sebanyak 5 mL lapisan benzena diambil, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL amonia lalu dikocok.Terbentuknya warna merah pada lapisan ammonia menunjukkan adanya antrakuinon (Juliati, 2008). e. Senyawa Fenol Ekstrak kental dilarutkan dalam 20 ml etanol, disaring, kemudian 2 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan besi (III) kloida 1%. Terbentuknya warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat menunjukkan adanya senyawa fenol (Yusro, 2010). f. Tanin Ekstrak kental dilarutkan dalam 20 ml etanolSampel disaring, kemudian sebanyak 2 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi.Setelah itu ditambahkan 2 ml air dan besi (III) klorida, kemudian dikocok.Adanya warna biru kehitaman atau hijau kehitaman pada larutan menunjukkan adanya tanin (Yusro, 2010). g. Saponin Ekstrak dilarutkan dalam 10 ml etanol, disaring, filtrat diuapkan dan ditambahkan air sebanyak 5 ml, dikocok kuat dan didiamkan selama 15 menit.Terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 15 menit menunjukkan adanya saponin (Harborne, 1987). 3. Identifikasi Gula a. Uji Molisch dan Iodium, Benedict dan Barfoed Ekstrak dilarutkan dalam 10 ml etanol, ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N, diaduk, dan dibiarkan selama 1 jam pada kondisi tertutup.Kemudian ditambahkan 10 ml natrium hidroksida 2 N, diaduk, dan disaring.Sebanyak 1 ml filtrat ditambahkan 3 tetes pereaksi Molischdan dikocok.Tabung reaksi dimiringkan kemudian kedalamnya dialirkan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung secara perlahan.Terbentuknya cincin warna ungu pada batas kedua lapisan menunjukkan adanya karbohidrat (Ali, 2010).Untuk uji Iodium, 3 tetes filtrat dikisatkan di pelat tetes, kemudian ditambahkan 2 tetes Iodium.Terbentuknya warna coklat cerah menunjukkan adanya polisakarida (Ali, 2010). Uji Benedict, sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml pereaksi Benedict, kemudian dipanaskan di penangas air selama 2 menit. Adanya endapan merah bata di bagian dasar tabung menunjukkan adanya gula pereduksi (Ali, 2010). Uji Barfoed, sebanyak 1 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml pereaksi Barfoed, dan dipanaskan di penangas air selama 5 menit. Terbentuknya endapan merah bata pada bagian dasar tabung menunjukkan adanya monosakarida (Ali, 2010). 4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Fasa gerak untuk elusi sampel adalah campuran toluena : etil asetat (9,3 : 0,7), heksana : metanol : aseton (9 : 0,5 : 0,5), toluen : etil asetat (1:1), kloroform : benzena (4:1)dan etil asetat : metanol : air (8,1 : 1,25 : 0,65).untuk mengidentifikasi terpenoid, steroid,alkaloid, flavonoid dan fenolik.Sampel dilarutkan dengan alkohol. Noda yang ada diamati dengan pengamatan langsung dan dengan bantuan sinar UV. Noda disemprot dengan asam sulfat pekat.Komponen yang paling besar ditentukan dan dilanjutkan ke tahap pemurnian dengan kromatografi kolom. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 5. Kromatografi Kolom Sebanyak 100 gram silika gel G60 dilarutkan dengan fasa gerak kemudian dimasukkan ke dalam kolom dengan bantuan batang pengaduk sampai kolom terisi padat dan rata dengan silika.Sampel dilarutkan dengan alkohol kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan dielusi dengan fasa gerak. Fraksi yang didapatkan ditampung sebanyak 50 fraksi masing-masing 10 ml pada botol vial kemudian ditutup. Setiap fraksi diuji dengan KLT. Fraksi yang mengandung komponen yang sama digabungkan menjadi satu wadah. Fraksi yang paling banyak kandungan metabolitnya kemudian dipekatkan atau dikristalkan (Harborne, 1987). Sampel murni kemudian digunakan untuk uji antioksidan. 6. Uji Aktivitas Antioksidan (Metode DPPH) Larutan yang digunakan yaitu DPPH (1,1-difenil-2-pikril-hidrazil) 1,0 x 10-3M dalam metanol. Dipipet 1 mL larutan DPPH lalu dimasukkan ke dalam botol vial.Konsentrasi sampel yang digunakan dalam uji ini yaitu 50 (ppm); 100 ppm; 200 ppm; dan 400 ppm.Masing-masing konsentrasi tersebut dimasukkan ke dalam botol vial yang telah berisi larutan DPPH dan diencerkan dengan metanol sampai volume menjadi 5 mL. Diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm selama 30 menit (Juniarti dan Yuhernita, 2009).Aktivitas antioksidan diketahui dengan adanya penurunan serapan larutan DPPH. Nilai serapan larutan DPPH terhadap sampel disebut sebagai persen inhibisi (% inhibisi) dengan persamaan sebagai berikut : Keterangan : Akontrol = Absorbansi awal 0 menit Asampel = Absorbansi awal pada saat t menit Nilai hasil perhitungan dimasukkan ke persamaan linier (y =ax + b) dengan konsentrasi ppm (mg/L) sebagai absis (sumbu x) dan nilai % inhibisi sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai Inhibition Concentration 50% (IC50) diperoleh dari perhitungan pada saat % inhibisi sebesar 50% (Suka, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman pegagan diperoleh dari BALITTRO.Daunnya dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian dikeringkan dan dihaluskan. 1. Ekstraksi Sebanyak 1 kg simplisia kering daun pegagan dimaserasi dengan metanol sebanyak 4L, selanjutnya pada tahap kedua dan ketiga digunakan masingmasing 3L.Ekstrak metanol yang dihasilkan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental (Harborne, 1987). Suhu waktu proses evaporasi yaitu 400C. Bobot ekstrak daun pegagan yang diperoleh yaitu sebanyak 146,27 gram (rendemen ekstrak 14,63%). 2. Penapisan Fitokimia Hasil penapisan ditampilkan pada Tabel 1. fitokimia Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 1. Hasil Penapisan Fitokimia Daun Pegagan 3. Hasil Identifikasi Gula Identifikasi gula dengan uji Barfoed, Benedict, Iodium dan Molisch, hasilnya seperti pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2. Hasil Identifikasi Gula 4. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Untuk mengetahui adanya senyawa terpenoid, steroid, alkaloid, flavonoid dan senyawa fenoldalam ekstrak dibuat fase gerak dengan komposisi toluen : etil asetat (9,3 : 0,7), heksana : metanol : a b aseton (9 : 0,5 : 0,5), toluen : etil asetat (1:1), kloroform : benzena (4:1)dan etil asetat : metanol : air (8,1 : 1,25 : 0,65). Setelah dielusi didapatkan noda- noda seperti pada Gambar 1 dibawah ini. c d e Gambar 1. Hasil KLT Terpenoid (a), steroid (b), alkaloid (c), Flavonoid (d) dan senyawa Fenolik (e) ekstrak metanol daun pegagan Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 5. Hasil Kromatografi Kolom Fraksi metanol yang ditampung dilakukan penapisan fitokimia dilanjutkan KLT.Hasilnya pada Tabel 3 dan Gambar 2 dibawah ini. Tabel 3 Hasil penapisan fitokimia fraksi metanol Gambar 2. Hasil KLT fraksi metanol daun pegagan 6. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Pengukuran antioksidan dilakukan dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak antioksidan selama 30 menit.Perubahan warna yang terjadi adalah dari larutan berwarna ungu menjadi larutan yang berwarna kuning.Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 516 nm.Fraksi metanol daun pegagan dibuat dengan deret konsentrasi yaitu 0 ppm; 50 ppm; 100 ppm; 200 ppm; dan 400 ppm. Sebagai kontrol digunakan larutan DPPH tanpa penambahan sampel. Hasil analisis secara kualitatif terhadap fraksi metanol adanya penurunan warna larutan DPPH yang menjadi pudar dan ketika diukur terjadi penurunan nilai absorbansi pada sampel. Hal ini menunjukkan adanya penangkapan radikal DPPH oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam fraksi metanol daun pegagan. Tabel 3.Hasil Pengujian % Inhibisi fraksi metanol Nilai IC50fraksi metanol yang diperoleh sebesar 481,64 ppm. Menurut Listiani (2008) aktivitas antioksidan sebesar100-500 ppm tergolongaktivitas antioksidan sedang.Semakin kecil nilai IC50 dari suatu antioksidan maka semakin kuat antioksidan tersebut.Untuk hasil aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 4 dan grafik ubungan antara % inhibisi dengan variasi konsentrasi fraksi metanol daun Pegagan pada Gambar 3. Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Fraksi Metanol Gambar 3. Grafik Hubungan Antara % Inhibisi dengan Variasi Konsentrasi fraksi metanol daun Pegagan KESIMPULAN DAN SARAN Melalui uji fitokimia, tanaman pegagan memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu steroid, alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol dan dari uji gula, tanaman pegagan mengandung gula pereduksi, polisakarida, dan karbohidrat.Secara keseluruhan analisis kromatografi lapis tipis menghasilkan 26 jumlah noda golongan metabolit sekunder. Hubungan antara % inhibisi dengan variasi konsentrasi fraksi metanol daun pegagan mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan dan melalui uji DPPH, pegagan mempunyai antioksidan pada tingkat sedang dengan nilai IC50 sebesar 481,64 ppm. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan metode kromatografi kolom terutama komposisi fase gerak agar senyawa yang dihasilkan lebih murni untuk dapat dilakukan uji UV/IR dan NMR. DAFTAR PUSTAKA Ali, T., 2010. Uji Karbohidrat. http://www.scribd.com/doc/462514 70/uji-karbohidrat. Diakses pada 18 Mei 2012. Gerald, S., 1987. Antioxidants.Bull. Chem. Soc. Jpn., 61, 165-170. Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164 Menganalisis Tumbuhan Edisi Kedua. ITB. Bandung. Joshi, H. and M. Parle. 2006. Brahmi Rasayana Improves Learning and Memory in mice. eCAM. 3(1):7985. Juliati. 2008. Skrining Fitokimia Tumbuhan yang Digunakan oleh Pedagang Jamu Gendong untuk Merawat Kulit Wajah di Kecamatan Medan Baru. Jurnal Biologi Sumatera. Vol. 3, No. 1 Januari 2008. Departemen Kimia FMIPA-USU. ISSN 1907-5537. Juniarti, D. O., dan Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). MAKARA, SAINS, Vol. 13, No. 1. APRIL 2009: Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI, Jakarta. 50-54 Listianti, E., 2008. Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Kasar Daun Salam (Eugenia polyantha). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Sekolah Tinggi MIPA Bogor. Rahayu, D. S., Kusrini D., dan Fachriya E., 2010. Penentuan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Daun Ketapang (Terminalia catappa L) dengan Metode 1,1difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). Urnal Laboratorium Kimia Organik. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Diponegoro. Ratri, K. G. R., 2010.Tomat (Lycopersicumesculentum) Sebagai Antioksidan. Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Purwokerto. Suka, I. S. R., 2011. Uji Aktivitas Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia (L.) Merr) dan Bawang Merah (Allium cepa L.). Skripsi. Program Studi Kimia Jurusan Sekolah Tinggi MIPA Bogor. Tohir, A. M., 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di Laboratorium. Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Lab Resiu Bahan Agrokimia. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010 : 37-40. Yusro, F., 2010. Rendemen Ekstrak Etanol dan Uji Fitokimia Tiga Jenis Tumbuhan Obat Kalbar. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitan Tanjungpura. UCAPAN TERIMA KASIH Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mitra bestari: Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada) Dr. Ajeng Diantini, M.Si.,Apt. (Universitas Padjajaran) Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. (Institut Pertanian Bogor) Prof. Dr. Karyono, Apt. (Universitas Sumatra Utara) Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 3 nomor 2 Desember 2013. Bogor, Desember 2013 Dewan Redaksi PANDUAN PENULISAN JURNAL Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal, laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut : Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font 12. 1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis (tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author). 2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan 2-5 kata kunci. 3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan tujuan penelitian. 4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan. 5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi. 6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian. 7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan. 8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak 80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir. Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut: a. Buku [1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi. Contoh: O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems. Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA. b. Artikel Jurnal [2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang Halaman. Contoh: Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning. The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111. c. Prosiding Seminar/Konferensi [3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun, Kota, Negara. Halaman. Contoh: Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture management. Proceeding on Tenth International Conference on WirtschaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786. d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo- Normal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia [4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi, Tesis, atau Disertasi. Universitas. Contoh: Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya. e. Sumber Rujukan dari Website [5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal Diakses. Contoh: Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf. Diakses tanggal 18 Juni 2011. FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN JURNAL FITOFARMAKA Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547 Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ................................................................................................................. Institusi : ................................................................................................................. Alamat : ................................................................................................................. ................................................................................................................. Telepon/Fax : ................................................................................................................. Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun, dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun …….. Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected]. ………………., …………………………. Pelanggan, ………………………………………….... (Tanda tangan dan nama terang) CATATAN: 1. 2. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah ongkos kirim 20%. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.