2087-9164 AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAN

advertisement
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAN FRAKSI-FRAKSI
DAUN EKOR KUCING (Acalypha hispida Burm. F)DENGAN METODE
PENGHAMBATAN REDUKSI WATER SOLUBLE TETRAZOLIUM SALT-1
(WST-1)
Maya Febriyanti, Beylan W. Sanjaya, Supriyatna, Ajeng Diantini, Anas Subarnas
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor – Sumedang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Radikal bebas merupakan salah satu penyebab terjadinya berbagai macam
penyakit degeneratif seperti kanker , jantung koroner dan penuaan dini. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu antioksidan untuk meredam radikal bebas tersebut. Ekor kucing
(Acalypha hispida Burm.f.) merupakan salah satu jenis tanaman obat yang memiliki
aktivitas antioksidan. Tanaman ini telah diteliti sebelumnya dan menunjukkan bahwa
fraksi n-heksan dari ekstrak metanol yang diperoleh melalui metode kromatografi
telah dilakukan uji aktivitas free radical scavenging menggunakan metode DPPH.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian aktivitasantioksidanekstraketanoldanfraksifraksi dari daun ekor kucing dengan metode penghambatan reduksi Water Soluble
Tetrazolium Salt (WST-1).Aktivitas peredaman anion superoksida diukur dengan
menggunakan perangkat uji superoksida dismutase (SOD). Hasil pengujian aktivitas
antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memberikan persentase
penghambatan terbaik dibandingkan ekstrak etanol, fraksi n-heksan dan air dengan
persentase penghambatan sebesar 63.14% (10 µg/ml ), 91.95% (100 µg/ml)dan 100%
(1000 µg/ml). Senyawa yang teridentifikasi dalam fraksi etil asetat adalah flavonoid,
kuinon, polifenol dan tanin. Jika dibandingkan dengan asam askorbat, fraksi etil asetat
memiliki aktivitas antioksidan (SOD like activity) yang lebih tinggi
Kata kunci: radikal bebas, Acalypha hispida, superoksida dismutase (SOD)
ABSTRACT
Free radicals are one of the causes of a variety of degenerative diseases such
as cancer, coronary heart disease and ageing. Therefore it takes an antioxidant to
scavenge free radicals.Acalypha hispida Burm.f.is one of medicinal plants that has an
antioxidant activity. This plant has been studied previously and showed that the nhexane fractions from the methanol extract obtained from chromatographic separation
had antioxidant activity in the DPPH method. In this study the antioxidant activity of
the ethanol extract and fractions from the leaves ofA.hispida were evaluated with the
inhibition ofWater Soluble Tetrazolium Salt (WST-1) reduction method. Scavenging
activities of superoxide anion was measured using superoxide dismutase(SOD)assay
kit.The results showed that the antioxidant activity of the ethyl acetate fraction gave
the best inhibition percentages than ethanol extract, n-hexane fraction and water
fraction with a percentage inhibition of 63.14% (10 ug / ml), 91.95% (100 ug / ml)
and 100% (1000 mg / ml). The compounds identified in the ethyl acetate fraction were
flavonoids, quinones, polyphenols and tannins. As compared with ascorbic acid, the
ethyl acetate fraction had higher antioxidant activity (SOD like activity).
Key word: free-radical, Acalypha hispida, superoxide dismutase (SOD)
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
PENDAHULUAN
Kondisi dunia yang semakin maju
dengan
berbagai
teknologi
telah
mendorong
penghuninya
menjadi
manusia modern. Pola hidup manusia
yang modern membuat tubuh kita secara
terus-menerus membentuk radikal bebas
akibat dari polusi lingkungan, sinar
ultraviolet dan asap rokok. Akibat yang
ditimbulkan oleh lingkungan tercemar,
kesalahan pola makan dan gaya hidup,
justru merangsang tumbuhnya radikal
bebas yang dapat merusak tubuh kita,
serta proses penuaan berdasarkan
timbulnya
kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh radikal bebas (Parwata,
2010).
Radikal bebas kini dianggap
berperan dalam patogenesis sebagian
besar penyakit. Antioksidan adalah zat
kimia yang menawarkan elektron mereka
sendiri untuk radikal bebas, sehingga
mencegah kerusakan sel. Banyak
penelitian telah menunjukkan senyawa
fitokimia dengan aktivitas antioksidan
dapat mengurangi resiko kanker dan
penyakit jantung. Oleh karena itu,
diperlukan asupan antioksidan untuk
mengurangi kerusakan sel dan proses
penuaan (Potterat, 1997).
Ekor kucing (Acalypha hispida
Burm. F) merupakan tanaman hias yang
tumbuh hampir diseluruh dunia. Skrining
fitokimia terhadap ekstrak air dan ekstrak
metanol A.hispida menunjukkan adanya
senyawa fenolik, flavonoid, glikosida,
steroid, phlobatanin, dan hidroksi
antraquinon (Okondoruet al, 2009).
Ekstrak n-heksanaA. Hispida diketahui
mengandung senyawa golongan alkaloid,
karbohidrat, fenol, dan alkaloid.Uji
toksisisitas juga dilakukan terhadap
ekstrak A. hispida menggunakan metode
BSLT. Pengujian menunjukkan bahwa
ekstrak A. hispida bersifat sitotoksik
terhadap A. salina dengan LC50 4,375
µg/ml (Onocha et al., 2011). Asam galat,
corilagin, cycloartane-type triterpenoids,
flavonoid misalnya kuersetin, dan derivat
kaempferol juga telah diisolasi dari
tumbuhan A.hispida (Adesina et al,
2000; Gutierrez-Lugo et al, 2002).
Aktivitas antioksidan A. hispida
juga telah diuji oleh Onocha et al (2011).
Fraksi n-heksan dari ekstrak metanol A.
hispida yang diperoleh melalui metode
kromatografi telah dilakukan uji aktivitas
free radical scavenging menggunakan
2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl
radical
(DPPH). Dari 16 fraksi (S1-S16) yang
dikumpulkan,
persentase
inhibisi
senyawa S10 (91.8 %), S11 (93.8 %),
S14 (92.5 %) dan S15 (91.4 %) dengan
konsenstrasi0.1 mg/ml memberikan
aktivitas antioksidan yang lebih baik
dibandingkan
terhadap
persentase
inhibisi asam askorbat (90.9%). Aktivitas
antioksidan tersebut dapat dihubungkan
dengan metabolit sekunder yang terdapat
pada A. hispida yaitu flavonoid dan fenol
(Onocha, et al., 2011).
Berdasarkan
penelitian
ini,
potensi tumbuhan ekor kucing (Acalypha
hispida Burm. F) sebagai sumber
antioksidan alami perlu diteliti lebih
lanjut terhadap parameter pengujian
aktivitas antioksidan yang lain.
METODE PENELITIAN
Bahan tanaman: Daun Ekor Kucing
Bahan Kimia: Amil alkohol, aquadest,
asam klorida, asam asetat, asam sulfat,
besi (III) klorida, dimetil sulfoksida
(DMSO), etanol 70%, etil asetat,
metanol, natrium klorida, n-heksana,
kalium hidroksida, kloroform, gelatin,
Kalium iodida, Bismuth subnitrat, raksa
(II) klorida, vanillin, SOD assay kit-WST
(Dojindo Molekular Technologies, Inc.).
Alat : corong pisah, maserator, 96-well
mikroplate reader 450 nm (Dynex
technologi),mikropipet
(Finnipipette),
rotary evaporator (Heidolph-Bibby),
timbangan analitik (AND EK-300i),
waterbath, serta berbagai alat gelas yang
biasa digunakan di Laboratorium
Farmakologi, Laboratorium Kimia Bahan
Alam, Unit Penelitian dan Pengabdian
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
kepada Masyarakat Farmasi (UPT UPPF)
Fakultas
Farmasi
Universitas
Padjadjaran.
Metode
1. Ekstraksi
Ekstraksi menggunakan metode
maserasi selama 3 x 24 jam dengan
cairan penyari etanol 70%.Proses
ekstraksi dilakukan dengan cara
maserasi terhadap 450 gram
simplisia daun A.hispidayang telah
diblender
menjadi
potonganpotongan halus. Maserasi dilakukan
dengan menggunakan pelarut etanol
70 % dan dilakukan selama 3 x 24
jam. Ekstrak etanol hasil maserasi
dipekatkan menggunakan rotavapor
pada suhu 50°C.
2.
3.
4.
Fraksinasi
Proses fraksinasi dilakukan dengan
cara ECC (Ekstraksi Cair-Cair)
menggunakan pelarut air, n-heksana
dan etil asetat. Ekstrak kental hasil
maserasi diambil sebanyak 30 gram
dan dilarutkan dalam 400 ml air
yang selanjutnya akan dilakukan
pemisahan menggunakan corong
pisah dengan pelarut yang tidak
saling bercampur satu sama lain
yaitu n-heksana yang dilanjutkan
dengan
etil
asetat
dengan
perbandingan ekstrak cair : pelarut =
1 : 1.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia ekstrak etanol,
fraksi n-heksana, fraksi etil asetat
dan fraksi airdaun A.hispida.
Uji aktivitas antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan dengan metode WST-1
menggunakan SOD assay kit-WST
(Dojindo Molekular Technologies,
Inc.).Pada metode ini reduksi WST-1
menghasilkan senyawa formazan
yang berwarna kuning yang dapat
diukur absorbansinya dengan mikro
plate
reader
pada
panjang
gelombang 450 nm dan persen
penghambatan radikal superoksid
dihitung
dengan
menggunakan
persamaan :
1−
(𝐴𝑠 − 𝐴𝑏)
𝑋 100%
(𝐴𝑘 − 𝐴𝑏)
Keterangan :
As
: Absorbansi sampel
Ak
: Absorbansi kontrol
Ab
: Absorbansi blanko
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan tanaman dikumpulkan dari
Kebun
Tanaman
Obat
Manoko,
Lembang, Jawa Barat. Determinasi
tumbuhan dilakukan di Herbarium
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati,
Institut Teknologi Bandung, Jawa Barat.
Rendemen ekstrak beserta fraksinya dan
hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi
Daun A.hispida
Rendem
en
No.
Ekstrak/Fraksi
Berat
1.
Ekstak Etanol
117.47
26.10%
2.
Fraksi nheksana
1.3 g
4.33%
3
Fraksi etil asetat
8.53 g
28.43%
4
Fraksi air
12.47 g
41.56%
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 2. Data Hasil Pemeriksaan Fitokimia Simplisia, Ekstrak Etanol A.hispida dan
Fraksi-Fraksinya
Ekstrak
n-heksan
Etanol
Alkaloid
Flavonoid
+
+
+
Kuinon
+
+
Polifenol
+
+
Saponin
+
+
Steroid
+
+
+
tanin
+
+
Triterpenoid
monoterpenoid
sesquiterpenoid
Keterangan : (+) = terdeteksi ; (-) = tidak terdeteksi
Golongan
Simplisia
Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
Aktivitas dibandingkan dengan
menghitung IC50 dan dibandingkan
terhadap IC50asam askorbat atau dengan
menghitung persentase penghambatan
dan dibandingkan terhadap presentase
Fraksi
Etil Asetat
+
+
+
+
+
-
Air
+
+
+
+
+
-
penghambatan asam askorbat. Hasil uji
aktivitas antioksidan ekstrak etanol
beserta fraksinya dan
asam askorbat
dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan
Gambar 1.
Tabel 3. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Fraksi
n-heksana, Etil Asetat dan Fraksi Air
% Penghambatan
Konsentrasi
Ekstrak etanol
Fraksi n-heksana
Fraksi etil asetat
fraksi air
10 µg/ml
11.27%
30.51%
63.14%
60.59%
100 µg/ml
15.20%
33.90%
91.95%
83.05%
1000 µg/ml
22.06%
48.31%
100%
100%
Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Asam askorbat
Konsentrasi
% Penghambatan
17,613 µg/ml
32.54%
88,065 µg/ml
57.04%
176,13 µg/ml
81.48%
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Gambar 1. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Fraksi
n-heksan Etil Asetat dan Fraksi A
Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan dalam 3 variasi konsentrasi
dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana,
fraksi etil asetat dan fraksi air. Variasi
konsentrasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 10 µl/ml, 100 µl/ml
dan 1000 µl/ml. Dilihat dari persentase
penghambatannya Fraksi etil asetat
memiliki aktivitas antioksidan terbaik
dengan persentase penghambatan pada
konsentrasi 10 µg/ml sebesar 63,14%,
100 µg/ml sebesar 91,95% dan 1000
µg/ml sebesar 100% Walaupun fraksi air
pada konsentrasi 1000 µg/ml memiliki
persentase penghambatan yang sama
dengan fraksi etil asetat yaitu sebesar
100% tetapi pada konsentrasi 10 µg/ml
dan 100 µg/ml fraksi etil asetat memilki
persentase penghambatan yang labih
besar dibandingkan dengan fraksi air.
Oleh karena itu, fraksi etil asetat lebih
efektif dibandingkan fraksi air.
Dari
hasil
persentase
penghambatannya, fraksi etil asetat
memiliki persentase penghambatan yang
lebih baik dibandingkan dengan asam
askorbat
yang
dijadikan
sebagai
pembanding pada pegujian ini. Pada
konsentrasi 100µg/ml fraksi etil asetat
telah memberikan presentase inhibisi
sebesar 91,95% sedangkan pada asam
askorbat dengan konsentrasi terbesar
yang diuji yaitu sebesar 176,13 µg/ml
memberikan presentase penghambatan
yang lebih kecil yaitu sebesar 81,48%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian
aktivitas
antioksidan
dengan
penghambatan
reduksi
WST-1
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
A.hispida memiliki aktivitas antioksidan
(SOD like activity) dengan persentase
penghambatan pada konsentrasi 10
µg/ml, 100 µg/ml, dan 1000 µg/ml, yaitu
sebesar 11,27%, 15,20% dan 22,06%.
Fraksi ekstrak etanol daun A.
hispida
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan (SOD like activity) terbaik
adalah fraksi etil asetat dengan
persentase
penghambatan
pada
konsentrasi 10 µg/ml, 100 µg/ml, dan
1000 µg/ml , yaitu sebesar 63,14%,
91,95%dan 100%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini
maka disarankan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai isolasi
senyawa aktif dari senyawa yang
memiliki aktivitas antioksidan terbaik.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Selain
itu,
pengujian
aktivitas
antioksidan sebaiknya dilakukan dengan
variasi konsentrasi yang lebih kecil dan
tidak terlalu jauh sehingga aktivitas
antioksidan yang didapatkan akan lebih
maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adesina, S.K., Idowu, O., Ogundaina,
A.O., Oladimeji, H., Olugbade, T.A.,
Onawunmi, G.O. and Pais, M. 2000.
Antimicrobial constituents of leaves
of
Acalypha
wikesiana
and
Acalyphahispida. Phytother 14: 371374.
Gutierrez-Lugo M.T., Singh M.P.,
Maiese W.M., and Timmermann
B.N.
2002.New
antimicrobial
cycloartane
triterpenes
from
Acalyphacommunis.J Nat Prod 65:
872-875.
Okondoru, S., T. Sokari, M. Okondoru
and
E.
Chinakwe,
2009.Phytochemical
and
antibacterial properties of Acalypha
hispida leaves. Int. J. Nat. Applied
Sci., 5: 38-45
Onocha,P.A., Oloyede, G.K.,andAfolabi,
Q.O.2011.Phytochemical
Investigation, Cytotoxicity and Free
Radical Scavenging Activities of
Non-Polar Fractions of Acalypha
Hispida (Leaves And Twigs). Excli
Journal ;10:1-8
Parwata, A., Ratnayani, K., dan Listya,
A. (2010). Aktivitas Antiradikal
Bebas Serta Kadar Beta Karoten
Pada Madu Randu (Ceiba Pentandra)
Dan Madu Kelengkeng (Nephelium
Longata L.). Jurnal Kimia FMIPA
Universitas Udayana
Potterat, O. 1997. Antioxidants & Free
Radical Scavengers of Natural
Origin. Current OrganicChemistry
1, 415 - 440.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
DAUN TENDANI (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. &Thomson.),
SUATU OBAT TRADISIONAL ANTIBAKTERI SUKU DAYAK
PUNAN DI KALIMANTAN TIMUR
TENDANI LEAVES (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. & Thomson.),
AN ANTIBACTERIALTRADITIONAL MEDICINEOF DAYAK PUNAN TRIBE
IN EAST KALIMANTAN
Viriyanata Wijaya*, Supriyatna, dan Tiana Milanda
Program MagisterFakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jl. Eyckman No. 38 Kec. Sukajadi Kel. PasteurBandung, 40161
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian Daun Tendani (Goniothalamus macrophyllus) suatu obat tradisional
antibakteri suku Dayak Punan di Kalimantan Timur telah dilakukan. Penelitian
didasarkan pada penggunaan empirik daun tersebut di komunitas Dayak Punan
sebagai obat luar. Penelitian bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak antibakteri
dan fraksi daun tendani terhadap Staphylococcus aureusATCC 25923. Proses
ekstraksi dan fraksinasi menggunakan berbagai pelarutetanol 70%, n-heksan dan etil
asetat. Aktivitas antibakteri diukur dengan metode difusi agar. Penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun tendani memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi 20 % (b/v) dengan diameter hambat 22,02 mm. Fraksi etil asetat sebagai
fraksi teraktif, memiliki aktivitas antibakteri pada konsentrasi 20% (b/v) sebesar 19,50
mm dan pada konsentrasi 30% sebesar 22,30 mm.
Kata kunci:Goniothalamus macrophyllus,Staphylococcusaureus, aktivitas antibakteri,
Dayak Punan
ABSTRACT
Research of tendani leaves (Goniothalamus macrophyllus Hook. f. & Thomson)
an antibacterial traditional medicine plant of Dayak Punan tribe in east of Kalimantan
has been conducted. The research based on the empirical use of the plant leaves in
Dayak Punan community as external medicine. The aim of this study is to
investigateantibacterial activity of extract and fractions of the leaves against
Staphylococcus aureus ATCC 25923. The extraction and fractionation processes were
carry out by using polarity different of several solvents of ethanol 70%, n-hexane and
aethyl acetate. Antibacterial activity testwas measured by using agar diffusion
method. The research afforded theleaves extract had antibacterial activity in the
concentration of 20%(b/v) with diameter of inhibition zone of 22,02 mm. The most
active fraction was aethyl acetate fraction in the concentration of 20%(b/v) of 19,50
mmand in the concentration diameter inhibition zone was 22,30 mm.
Keywords: Goniothalamus macrophyllus, Staphylococcus aureus, antibacterial
activity, Dayak Punan
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
PENDAHULUAN
Tumbuhan tendani (Goniothalamus
macrophyllus Hook. f. & Thomson.)
termasuk famili Annonaceae. Tumbuhan
ini oleh komunitas suku Dayak Punan di
Kalimantan Timur, bagian daunnya
digunakan sebagai obat penyakit kulit.
Tumbuhan yang berbentuk pohon ini
menarik, selain daun dan akar yang biasa
digunakan sebagai obat, juga tersedia
sepanjang
musim.
Yusuf
(2005)
melaporkan bahwa suku Dayak Punan,
rumpun tertua suku Dayak di Kalimantan
Timur, menggunakan berbagai tumbuhan
dalam
pengobatan
tradisionalnya.
Tumbuhan obat tersebut di antaranya
adalah bakung air (Hanguanamalayana,
Zingiberaceae),
bedur
(Curculigo
capitulata, Amarilydaceae), galoba utan
(Costus
speciosus,
Zingiberaceae),
lempuyangan
(Globbamarantina,
Zingiberaceae), mali (Homalomena cf.
aromatica, Araceae), puar (Hornstedtia
sp.,
Zingiberaceae),
dan
tendani
(Goniothalamusmacrophyllus,
Annonaceae).
Heyne (1987) melaporkan bahwa
famili Annonaceae yang digunakan
sebagai tumbuhan obat antara lain adalah
Annona reticulata (biji untuk mengobati
penyakit disentri), Annona squamosa
(daun untuk obat scabies), Artabotrys
suaveolens (daun sebagai obat kolera),
Canangium odoratum (biji sebagai obat
luar penyakit demam), Goniothalamus
macrophyllus (akar sebagai obat demam,
tifus, dan cacar), Stelechocarpus burahol
(keharuman pada urin), dan Uvaria
rufa(batang dan daun digunakan sebagai
obat karena mengandung alkaloid).Genus
Goniothalamus memiliki 115 spesies,
sebagian besar tersebar sepanjang negara
tropis dan subtropis. Tumbuhan genus ini
dipelajari konstituen bioaktifnyauntuk
membuktikan
pengobatan
sejumlah
penyakit (Phetkul, 2009).
Selanjutnya tumbuhan tendani yang
berupa pohon dengan tinggi mencapai 7
m dan diameter batang 15 cm, tumbuh
pada ketinggian 50-1.300 m dari
permukaan laut. Daun berseling-seling
mempunyai ruas-ruas dan cukup luas.
Bunga dengan panjang kepala bunga
kira-kira 30 mm, berwarna putihkekriman, wangi, tempat tersembunyi,
atau dalam kelompok kecil pada batang
dan ranting. Buah dengan panjang kirakira 20 mm, berwarna hijau-kekuningan,
dengan biji hanya satu. Bunganya mekar
pada bulan Maret hingga Mei, dengan
biji yang dibentuk antara bulan Juni dan
Agustus (Heyne, 1987; Phetkul, 2009).
Tumbuhan tendani menarik untuk
diteliti, karena suku Dayak Punan sering
menggunakan daunnya sebagai obat
infeksi kulit, sedangkan bagian akarnya
digunakan sebagai obat demam (Yusuf,
2005).
Berbagai
penelitian
lain
menunjukkan tumbuhan dari genus
Goniothalamus
memiliki
berbagai
aktivitas farmakologi yang berbeda.
Ekstrak
bunga
dan
batang
G.
grandflorous
memiliki
aktivitas
antijamur
terhadap
Trichophytonmentagrophyte
dan
Trichophytonverrucosum (Khan et al.,
1999). Senyawa Markanin E yang
diisolasi dari batang G. Marcanii
menunjukkan
aktivitas
sitotoksik
terhadap sejumlah sel line tumor manusia
(A-549, HT-29, MCF7, RPMI, dam
U251) (Soonthornchareonnon et al.,
1999). Ekstrak akar G. Scortechinii
memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Bacillus sp., Staphylococcus aureus
ATCC 25923, Staphylococcus aureus
ATCC 29213, Enterococcus faecalis
ATCC 24922, Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853, Escherichia coli ATCC
25922,
Klebsiellapneumoniae,
Shigellasonnei
dan
Shigellaflexneri
(Wiart, 2007). Minyak atsiri dari ranting
dan akar G. Macrophyllus memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap
Staphylococcus
aureus
resisten
vankomisin
dan
Staphylococcus
epidermidis serta aktivitas antijamur
terhadap Candida albicans (Siti, et al.,
2010).
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Staphylococcus aureus merupakan
bakteri patogen utama yang mampu
meningkatkan
munculnya
resisten
antibiotik
(Lowy,
1998).
Staphyloccoccus aureus lebih virulen
diantara genus yang sama (Waldvogel,
1990; Projan dan Novick, 1997). Selain
itu, kemampuan S. aureus untuk melekat
pada plasma dan protein pengangkut
matriks ekstraselular di bahan biologis
adalah faktor yang signifikan dalam
pathogenesis yang berhubungan dengan
infeksi. Beberapa media perlekatan yang
spesifik
yang
dikeluarkan
pada
permukaan S. aureus, dapat berinteraksi
dengan sejumlah protein induk seperti
fibronektin,
fibrinogen,
kolagen,
vitronektin, dan laminin (Foster dan Mc
Devitt, 1994).
Berdasarkan berbagai penelitian
tersebut, belum banyakin formasi ilmiah
mengenai aktivitas antibakteridaun G.
Macrophyllus terhadap bakteri S. aureus.
Oleh karena itu, menarik dilakukan
penelitian aktivitas antibakteri daun G.
Macrophyllus terhadap bakteri S. aureus
tersebut.
BAHAN DAN METODE
1. Alat dan Bahan
Sampel yang diteliti dalam
penelitian ini adalah daun dari tumbuhan
tendani (G. macrophyllus). Sampel
dikumpulkan dari kawasan hutan daerah
Sungai Baru di Penajam Pasir Utara,
Kalimantan Timur. Sampel sebanyak 3,3
kg dikeringkan pada suhu kamar,
diperoleh berat simplisia 1,2 kg.
Bahan-bahan
yang digunakan
dalam penelitian ini adalah daun tendani
kering, etanol 70% (PT. Dover Chem), nheksan (PT. Dover Chem), etil asetat
(PT. Dover Chem),metanol (PT. Dover
Chem), aquades, amonia (Merck),
kloroform (PT. Quadrant), asam klorida
(Merck), pereaksi Mayer, pereaksi
Dragendorf, serbuk magnesium (PT.
Dover Chem), pereaksi besi (III) klorida
(Merck),
eter
(Merck),
pereaksi
Liebermann-Burchard,
natrium
hidroksida (Merck), dan air suling,
NA/Nutrient Agar (Oxoid, Basingstoke,
UK), NB/Nutrient Broth (Oxoid,
Basingstoke,
UK),
DMSO/dimetilsulfooksida (Merck), dan
biakan mikroba S. aureus ATCC 25923
(PT. Biofarma).
Peralatan yang digunakan di
Laboratorium
Farmakognosi
dan
Mikrobiologi
Farmasi
UNPAD
diantaranya adalah maserator, corong
pisah (Duran), desikator vakum, rotary
evaporator (Buchi Rotavapor R-300),
water bath (Memmert), cawan petri, hot
plate,inkubator (Sakura IF-4), jangka
sorong, jarum ose, labu Erlenmeyer,
laminar air flow, mikropipet 100μl
(Biohit
Proline),
tip
mikropipet
(Eppendorff),
microplate,
otoklaf
(Hirayama), oven (Memmert 200 dan
Memmert
400-800),dan
timbangan
analitik (Mettler Toledo, AL204).
2. Prosedur Penelitian
Ekstraksi Daun Tendani
Simplisia kering yang telah
dirajang (1,2 kg) diekstraksi dengan
metode
maserasi
dengan
cara
dimasukkan ke dalam maserator,
kemudian direndam dengan pelarut
etanol 70% (20 L) selama 3 x 24 jam.
Maserat dikumpulkan, dan diuapkan
dengan rotary evaporator pada suhu ±
50ºC hingga diperoleh ekstrak pekat.
Kemudian ekstrak pekat diuapkan di
penangas air hingga diperoleh ekstrak
kental. Pengulangan maserasi dilakukan
dengan mengganti pelarut etanol 70%
selama 24 jam. Ekstrak kental yang
diperoleh sebesar 79,94 g.
Rendemen yang diperoleh untuk
ekstrak:
Rendemen ekstrak
=
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
79,94 𝑔
x100%=1.166
x 100%
,13 𝑔
= 6,86 %
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Fraksinasi Ekstrak Etanol Daun
Tendani
Ekstrak kental yang diperoleh (50
g) selanjutnya difraksinasi berturut-turut
dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan
air masing-masing sebanyak 300 mL
pada corong pisah. Fraksinasi dilakukan
dengan menambahkan pelarut non polar
hingga pelarut semi polar. Hasil
fraksinasi kemudian diuapkan di atas
penangas
airhingga
pekat.
Hasil
penguapan fraksi-fraksi adalah sebagai
berikut: fraksi n-heksan=5,58 g;fraksi
etil asetat=7,4 g;dan fraksi air
(residu)=12,8 g yang akan digunakan
untuk pengujian aktivitas antibakteri.
Pengujian Aktivitas AntibakteriDaun
Tendani
Pengujian aktivitas antibakteri
terhadap ekstrak dan fraksi-fraksi
dilakukan dengan urutan kerja sebagai
berikut:
Penyiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan
digunakan disterilisasi dalam otoklaf
selama 15 menit pada suhu 121ºC
sebelum dilakukan pengujian aktivitas
antibakteri.
Pembuatan Media
Media pembenihan Nutrient Agar
(NA) dibuat dengan cara melarutkan 28 g
NA ke dalam 1 L air suling kemudian
dipanaskan hingga larut. Media Nutrient
Broth (NB) dibuat dengan cara yang
sama yaitu dengan melarutkan 8 g NB ke
dalam 1 L air suling dan dipanaskan
hingga larut. Kedua media tersebut
disterilkan terlebih dahulu sebelum
digunakan.
Penyediaan Bakteri Uji
Peremajaan dilakukan dengan
menginokulasikan
bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923
kemudian ditanamkan di atas permukaan
NA miring yang telah memadat dalam
tabung dan diinkubasikan selama 18-24
jam pada suhu 37ºC.
Penyediaan Suspensi Bakteri
Bakteri
disuspensikan
menggunakan media NB yang telah steril
kemudian diinkubasikan selama 18-24
jam
pada
suhu
37ºC.
Setelah
disuspensikan, dilakukan pengenceran
hingga didapatkan suspensi dengan
jumlah bakteri yang sama dengan
suspensi standar Mc. Farland (Becton,
Dickinson, and Company, 2014).
Suspensi Standar Mc. Farland yang
terkait dengan Colony Forming Unit
(CFU)
adalah
suspensi
yang
menunjukkan konsentrasi kekeruhan
bakteri sama dengan 108 CFU/ml.
Komposisi dari suspensi Mc. Farland
terdiri atas Larutan Asam sulfat 1 % b/v
9,5 ml dan Larutan Barium klorida 1%
v/v 0,5 ml. Suspensi Mc. Farland dibuat
dengan cara dicampur kedua larutan
tersebut dalam tabung reaksi, dikocok
dan dihomogenkan. Apabila kekeruhan
suspensi bakteri uji sama dengan
kekeruhan suspensi standar, berarti
konsentrasi suspensi bakteri adalah 108
CFU/ml.
Pengukuran Diameter Zona Hambat
Ekstrak dan fraksi ditimbang dan
dilarutkan
dalam
DMSO
hingga
diperoleh konsentrasi yang diinginkan.
Sebanyak 0,2 mL suspensi bakteri
dimasukkan ke dalam cawan petri steril
lalu ditambahkan agar steril sejumlah 20
mL. Cawan digoyang-goyangkan dengan
gerakan memutar agar bakteri dan agar
tercampur
homogen
selanjutnya
dibiarkan memadat. Setelah memadat,
dibuat lubang-lubang pada permukaan
agar yang telah bercampur bakteri
menggunakan perforator (diameter = 8
mm). Melalui uji pendahuluan pada
konsentrasi ekstrak 8%, 10%, 15%, 20%,
30%, 40%, dan 50%, dipilih konsentrasi
8%, 10%, 15%, dan 20% berdasarkan
aktivitas antibakteri, kemudian larutan
ekstrak tersebutdimasukkan ke dalam
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
lubang hasil perforator. Sedangkan fraksi
n-heksan, fraksi etil asetat, dan fraksi air
digunakan pada konsentrasi 20% dan
30%, dibandingkan dengan ekstrak 20%
yang akan diuji beserta kontrol negatif
(DMSO) ke dalam lubang-lubang
tersebut. Setelah ekstrak dan fraksi-fraksi
dimasukkan, cawan petri diinkubasi pada
suhu 37º C selama 18-24 jam.
Selanjutnya diukur diameter zona hambat
menggunakan jangka sorong.Pengukuran
dilakukan sebanyak tiga kali.
Uji Terpenoid dan Steroid
Ekstrak ditambahkan sedikit eter
dan dikocok. Kemudian lapisan eter
diambil dan diteteskan pada plat tetes
hingga
kering.
Setelah
kering,
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat
dan 1 tetes asam sulfat pekat. Perubahan
warna menjadi jingga, merah, atau
kuning menunjukkan adanya terpenoid,
sedangkan adanya steroid menunjukkan
warna hijau pada plat tetes (Farnsworth,
1996).
Penapisan Fitokimia Ekstrak dan
Fraksi Teraktif Daun Tendani
Ekstrak kental dan fraksi teraktif
dilakukan
penapisan
fitokimia
(Farnsworth, 1996) untuk mengetahui
masing-masing golongan senyawa kimia
yang terkandung dalam ekstrak dan
fraksi.
Uji Fenol
Ekstrak dilarutkan dalam 1 mL
etanol 70%dan ditambahkan 3 tetes
pereaksi FeCl3, reaksi positif ditandai
dengan larutan menjadi warna biru atau
hitam (Farnsworth, 1996).
Uji Alkaloid
Ekstrak dibasakan dengan amonia
dan ditambahkan kloroform kemudian
digerus kuat-kuat. Lapisan kloroform
yang terbentuk disaring dan ditambahkan
asam klorida 2 N kemudian dikocok
kuat-kuat. Lapisan asam dipipet dan
dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama
ditambahkan pereaksi Mayer, bagian
kedua
ditambahkan
pereaksi
Dragendorff, dan bagian ketiga sebagai
blanko. Apabila terdapat endapan putih
atau adanya kekeruhan pada bagian
pertama, maka menunjukkan positif
adanya alkaloid, sedangkan apabila
terdapat
endapan
jingga/kuning
menunjukkan positif adanya alkaloid
(Farnsworth, 1996).
Uji Flavonoid
Ekstrak ditambahkan 0,5 g serbuk
magnesium dan 1 mL HCl pekat. Setelah
ditambahkan, terbentuk adanya warna
merah, kuning, atau jingga pada larutan
yang menunjukkan positif adanya
flavonoid (Farnsworth, 1996).
Uji Saponin
Ekstrak ditambahkan air dan
dikocok sehingga menimbulkan busa
yang stabil selama 10 menit. Pembuktian
busa yang terbentuk merupakan saponin
dilakukan dengan penambahan HCl 2
N,apabila busa tetap ada berarti busa
merupakan saponin, jika hilang setelah
penambahan HCl 2 N maka busa tersebut
merupakan protein (Farnsworth, 1996).
Uji tannin
Ekstrak dilarutkan dalam air dan
ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3 dan
bereaksi positif jika larutan berwarna
biru atau hitam.Untuk memastikan ada
atau tidaknya tanin, sampel ditambahkan
gelatin hingga terbentuk endapan putih
(Farnsworth, 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi
Simplisia
Sebanyak 1,2 kg serbuk simplisia
daun G. macrophyllus diekstraksi dengan
metode maserasi selama 3 x 24 jam.
Tujuan dilakukannya maserasi yaitu
untuk melarutkan simplisia dengan
pelarut yang sesuai sehingga berdifusi
menembus
membran
sel
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
simplisia.Metode ini juga menghindarkan
kerusakan senyawa aktif yang tidak tahan
panas dan diperlukan dalam pengujian
aktivitas.Pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi yaitu etanol 70 %.Pertimbangan
digunakan pelarut etanol 70% karena
relatif lebih aman dan mampu menarik
senyawa polar maupun non polar yang
terkandung dalam simplisia.
Pemekatan
ekstrak
etanol
dilakukan dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 50-60ºC pada
kecepatan putaran sebesar 60 rpm.
Prinsip kerja dari rotary evaporatoryaitu
menggunakan pompa vakum dengan
pengaliran
air,
sehingga
terjadi
pengurangan tekanan dan pelarut akan
menguap pada suhu di bawah titik
didihnya agar senyawa yang terkandung
pada ekstrak tidak rusak pada suhu
tinggi. Penguapan dilanjutkan di atas
penangas
airhingga
diperolehberat
konstan.Ekstrak kemudian disimpan di
desikator untuk mengurangi kelembaban
ekstrak sehingga ekstrak tidak berjamur.
Fraksinasi
dilakukan
dengan
metode ekstraksi cair-cair, berturut-turut
menggunakan pelarut non polar, semi
polar, dan sisanya berupa larutan
air.Tujuan dilakukannya fraksinasi yaitu
untuk memisahkan senyawa berdasarkan
perbedaan konstanta dielektrik dan
tingkat
kepolarannya.Pelarut
yang
digunakan secara berurutan dari non
polar hingga polar antara lain n-heksan,
etil asetat, dan air.
Metode ekstraksi cair-cair dipilih
karena untuk memudahkan pemisahan
selanjutnya sesuai dengan prinsip like
dissolves like. Pelarut polar akan lebih
mudah
menarik
senyawa
polar,
sedangkan pelarut non polar akan lebih
mudah menarik senyawa non polar. Hal
ini menyebabkan senyawa terfraksi
dengan baik sesuai dengan kepolarannya.
Ekstrak pekat yang diperoleh dicampur
sama banyak dengan aquades kemudian
difraksinasi dengan n-heksan dan etil
asetat hingga diperoleh fraksi n-heksan,
etil asetat, dan air yang masing-masing
dipekatkan kembali dengan rotary
evaporator.
Pemekatan
kembali
dilakukan untuk mempercepat penguapan
pelarut dari masing-masing fraksi.
Penguapan dilanjutkan di atas penangas
air sehingga diperoleh berat konstan.
Hasil fraksinasi ekstrak daun tendani
sebanyak 50 g, menunjukkan fraksi nheksan sebesar 5,58 g, fraksi etil asetat
sebesar 7,4 g dan fraksi air (sisa) sebesar
12,8 g.
2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak
Uji aktivitas antibakteri ekstrak
daun tendani dilakukan terhadap bakteri
Staphylococcus
aureusATCC
25923.Konsentrasi ekstrak daun tendani
yang diujikan adalah 8%, 10%, 15%, dan
20% (b/v) dalam DMSO.DMSO
digunakan karena mampu melarutkan
hampir semua senyawa organik dan
anoganik (Toray Industries, 2014).Tabel
2 menunjukkan bahwa ekstrak daun
tendani memiliki aktivitas antibakteri
terhadap
bakteri
Staphylococcus
aureus.Hal ini menginformasikan bahwa
senyawa antibakteri diduga terdapat pada
ekstrak daun tendani.Berdasarkan data
tersebut, diduga metabolit sekunder yang
bekerja di dalamnya bekerja secara
sinergis dalam menghasilkan aktivitas
antibakterinya.Dari keempat konsentrasi
yang telah diujikan, konsentrasi ekstrak
20 % memberikan aktivitas antibakteri
yang terbesar.Hal ini disebabkan
senyawa aktif dalam konsentrasi yang
lebih besar bekerja optimal dalam
menghasilkan aktivitas antibakteri. Daun
tendani memiliki aktivitas antibakteri
yang sangat aktif karena konsentrasi 8%
telah menghasilkan zona hambat 18,67
mm. DMSO sebagai kontrol positif tidak
menghasilkan zona hambat.Hasil uji
aktivitas antibakteri dapat dilihat pada
Tabel 1.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tendani
Ekstrak (%)
b/v
8
10
15
20
Diameter Hambat Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 (mm)
I
II
III
18,80
18,40
18,80
20,00
19,45
19,80
20,90
21,20
21,10
21,35
22,70
22,00
3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri
Fraksi-Fraksi
Uji aktivitas antibakteri fraksi
dilakukan
terhadap
bakteri
Staphylococcus aureus ATCC 25923
RataRata
18,67
19,75
21,07
22,02
dengan membandingkan dua konsentrasi
(20% dan 30%) tiap-tiap fraksi n-heksan,
fraksi etil asetat, dan fraksi air dengan
ekstrak daun tendani yang memiliki
aktivitas terbesar (20%).
Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi-Fraksi
Diameter Hambat Bakteri Staphylococcus aureus (mm)
Larutan Uji
20%
30%
Fraksi n-heksan
12,90
14,00
Fraksi etil asetat
19,50
22,30
Fraksi air
19,10
21,30
Ekstrak 20%
22,00
22,70
Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam
fraksi etil asetat memiliki aktivitas
terkuat di antara fraksi lainnya. Fraksi
etil asetat memiliki diameter zona
hambat pada konsentrasi 20% dan 30%
masing-masing sebesar 19,50 mm dan
22,30 mm. Fraksi etil asetat menjadi
fraksi teraktif dibandingkan dengan
fraksi lainnya. Dengan demikian,
senyawa aktif antibakteri lebih banyak
terkandung dalam fraksi ini, sehingga
penelusuran senyawa aktif antibakteri
selanjutnya dilakukan terhadap fraksi etil
asetat dengan penapisan fitokimia.
3. Penapisan Fitokimia Ekstrak dan
Fraksi Teraktif (Fraksi Etil Asetat)
Terhadap ekstrak etanol dan fraksi
etil asetat dilakukan penapisan fitokimia
untuk mengetahui metabolit sekunder
yang dikandungnya. Metabolit sekunder
yang dijui adalah golongan alkaloid,
flavonoid, polifenol, saponin, steroid,
tanin,
dan
terpenoid.
Tabel
3
menjelaskan kandungan fitokimia ekstrak
dan fraksi sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Etil Asetat
Golongan Senyawa
Ekstrak Etanol
Fraksi Etil Asetat
Alkaloid
+
+
Flavonoid
+
+
Polifenol
+
+
Saponin
Steroid
Tanin
+
Terpenoid
Keterangan: + = Terdeteksi ; - = Tidak terdeteksi
Hasil uji metabolit sekunder pada
ekstrak mengandung alkaloid, flavonoid,
polifenol, dan tanin; sedangkan pada
fraksi etil asetat terdeteksi alkaloid,
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
flavonoid, dan polifenol. Pada penapisan
fitokimia, terdeteksi kepekatan warna
yang terjadi pada uji alkaloid, flavonoid
dan fenol yang menunjukkan dugaan
golongan senyawa alkaloid, fenol, dan
flavonoid banyak terdapat dalam fraksi
etil asetat (Tabel 3). Beberapa komponen
fenol dan flavonoid telah diidentifikasi
dan diisolasi dari batang dan akar G.
macrophyllus (Sam et al. 1987, Ee et al.,
2001).
Untuk
penelitian
lanjut,
diperlukan isolasi fraksi etil asetat untuk
mengungkapkan metabolit sekunder yang
mempunyai aktivitas antibakteri dari
metabolit sekunder yang positif yaitu
alkaloid, fenol, dan flavonoid. Alkaloid
memiliki sifat antibakteri dan antifungi
yang kuat. 31 alkaloid ditemukan
memiliki aktivitas antibakteri khususnya
Staphylococcus aureus dan Bacillus
subtilis (Aniszewski, 2007). Selama lebih
dari 150 tahun, senyawa fenol memiliki
aktivitas antibakteri sehingga digunakan
sebagai
standar
desinfektan
dan
antiseptik (Quinn, P.J et al., 2011).
Banyak flavonoid telah ditemukan
memiliki aktivitas antivirus, antibakteri,
dan antifungi. Senyawa flavonoid
(fitoaleksin) mampu membunuh bakteri
patogen baik kurang atau lebih sensitif
terhadap senyawa antibiotik yang
dihasilkan (Bohm, 1998).
KESIMPULAN
Ekstrak
etanol
daun
G.
macrophyllus dihasilkan 79,94 g dari
bahan dasar daun kering 1,2 kg. Ekstrak
ini pada konsentrasi 20 % memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap
S.
aureusdengan diameter hambat sebesar
22,02 mm dan fraksi etil asetat (7,40 g)
sebagai fraksi teraktif memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 20% sebesar
19,50 mm dan konsentrasi 30% sebesar
22,30 mm. Hasil penapisan fitokimia
ekstrak daun menunjukkan 4 golongan
senyawa (alkaloid, flavanoid, polifenol,
dan tanin). Pada fraksi etil asetat
terdeteksi 3 golongan senyawa (alkaloid,
flavonoid, dan polifenol). Dengan
demikian, untuk penelitian selanjutnya,
isolasi senyawa aktif antibakteri dari
fraksi etil asetat difokuskan pada
golongan flavonoid.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
atas bantuan biaya penelitian melalui
Beasiswa
Pascasarjana
(Beasiswa
Unggulan 2012) a.n. Viriyanata Wijaya
dari Ditjen DIKTI (Direktorat Jenderal
Pendidikan
Tinggi)
Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan RI.
DAFTAR PUSTAKA
Aniszewski, Tadeusz. 2007. AlkaloidsSecrets of Life: Alkaloid Chemistry,
Biological
Significance,
Applications, and Ecological Role.
Elsevier BV. Oxford
Becton, Dickison, and Company, 2014.
Diagnostic Systems: McFarland
Turbidity Standard No. 0,5. Diakses
melalui http: www.bd.com pada
tanggal [12 Juli 2014]
Bohm, Bruce A. 1998. Introduction to
Flavonoids.Overseas
Publishers
Association. Amsterdam.
Ee, G. C. L.: Ng, K. N.: Rahmani, M.;
Taufiq-Yap, Y. H. 2001. Larvicidal
Flavanone and Sesquiterpenes from
Goniothalamus
macrophyllus
(Annonaceae). Asian Journal of
Chemistry, 13(2): 550-554
Farnsworth, N.R. 1996. Biological and
phytochemical screening of plants. J.
pharm.Sci, 55:225-276.
Foster T.J dan Mc Devitt D.
1994.Surface-associated proteins of
Staphylococcus
aureus:
their
possible role in virulence. FEMS
Microbiol Lett.118: 199-206
Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna
Indonesia
II.Badan
Penelitian
danPengembangan
Kehutanan,
Departemen Kehutanan Republik
Indonesia.Jakarta
Khan, M. R.; Komine, K.; Omoloso, A.
D. 1999.Antimicrobial Activity of
Goniothalamus
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
grandiflorus.Pharmaceutical
Biology. 37: 340-342
Lowy FD. 1998. Is Staphylococcus
aureus an intracellular pathogen.
Trends Microbiol 8: 341-344
Phetkul, Uraiwan. 2009. Chemical
Constituents from the stems of
Goniothalamus
macrophyllus.
Prince of Songkla University. Hat
Yai, Songkhla, Thailand
Projan SJ dan Novick RP. 1997. The
molecular basis of pathogenicity. In:
Crossley KB, Archer GL, eds. The
Staphylococci in Human Diseases.
Churchill Livingston, London. pp
55-81
Quinn, P.J, B.K Markey, F.C Leonard,
E.S Fitz Patrick, S Fanning, dan P J
Hartigan.
2011.
Veterinary
Microbiology and Microbial Disease
Second Edition. Wiley-Blackwell.
USA
Sam, T.W., Chew, S.Y., Matsjeh, S.,
Gan, E.K., Razak, D., dan
Mohamed, A.L. 1987.Goniothalamin
oxide: an Embryotoxic Compound
from Goniothalamus macrophyllus
(Annonaceous).Tetrahedron Left. 28:
2541-2544
Siti Humeirah, A.G,M. A. Nor Azah, M.
Mastura, J. Mailina, J. A. Saiful, H.
Muhajir dan A. M. Puad, 2010.
Chemical
constituents
and
antimicrobial
activity
of
Goniothalamus
macrophyllus
(Annonaceae) from Pasoh Forest
Reserve, Malaysia.African Journal
of Biotechnology Vol. 9(34): 55115515
Soonthornchareonnon, N., Suwanborirux,
K., Bavovada, R., Patarapanich, C.,
Cassady, J. M. 1999. New Cytotoxic
1-Azaanthraquinones
and
3Aminonapthoquinone from the Stem
Bark of Goniothalamus marcanii, J.
Nat. Prod., 62: 1390-1394
Toray Industries, Inc. 2014.DMSO
(Dimethyl
Sulfoxide)
Aprotic
Polarity Solvent. Diakses melalui
http: www.toray.com pada tanggal
[12 Juli 2014.
Waldvogel FA. 1990. Staphylococcus
aureus (including toxic shock
syndrome), In: Mandell GL, Douglas
RG, Bennett JE (eds.). Principles
and Practice of Infectious Disease,
3rded.
Churchill
Livingston,
London: 1489-151.
Wiart, C. 2007. Goniothalamus species:
A source of drugs for the treatment
of
cancer
and
bacterial
infection?Evid.Based
Comp.
Alternat. Med., 4(3): 299–311
Yusuf, Razali. 2005. Keanekaragaman
dan Potensi Jenis Tumbuhan Hutan
Sekunder di Kuala Ran, Kabupaten
Bulungan,
Kalimantan
Timur.
BioSMART, 7(1).hal: 37-43
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
ANALISIS FARMAKOEKONOMI SIMPLISIA
UNTUK HIPERTENSI DALAM SAINTIFIKASI JAMU
Imas Maesaroh, Supriyatna, Hadiyana Sukandar
Program Magister Ilmu Farmasi Konsentrasi Herbal Medik
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui efektivitas biaya pada pasien
hipertensi yang menggunakan simplisia jamu hipertensi yang selanjutnya dinamakan
jamu hipertensi SJ, dibandingkandenganobat konvensional (obat generik)
antihipertensi dan kombinasi keduanya. Data diambil secara retrospektif dari bulan
Januari-Desember 2013. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan perspektif
ASKES. Komponen biaya yang diukur adalah biaya medik langsung, mencakup biaya
obat antihipertensi, biaya pemeriksaan medis dan biaya pendaftaran. Efektivitas terapi
yang diukur adalah penurunan tekanan darah. Average cost effectivenes ratio (ACER)
dihitung berdasarkan rasio biaya dan efektivitas terapi pada kedua kelompok terapi.
Incremental cost effectivenes ratio (ICER) dihitung berdasarkan rasio antara selisih
biaya dan efektivitas terapi pada kedua kelompok terapi. Kelompok terapi yang
mempunyai nilai ACER dan ICER lebih rendah menunjukkan lebih costeffective.
Berdasarkan parameter efektivitas terapi berupa % penurunan tekanan darah, nilai
ACER pada kelompok jamu hipertensi SJ, captopril 25, kombinasi jamu hipertensi SJ
+ amlodipin, dan amlodipinberurutan adalahRp 670,17; Rp 707,39; Rp 1.155,39dan
Rp 1.163,27. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jamu hipertensi
SJ lebih cost effectivedibandingkan obat generik captopril 25,amlodipin dan
kombinasi jamu antihipertensi + amlodipindalam menurunkan tekanan darah. Nilai
ICER menunjukkan bahwa terapi jamu hipertensi SJdan kombinasi jamu hipertensi SJ
+ amlodipin perlu penambahan biaya sebesar Rp 554,35 dan Rp 1.121,32; untuk
setiap 1% penurunan tekanan darah dibandingkan dengan captopril 25 dan amlodipin.
Kata kunci: Saintifikasi jamu, simplisia, antihipertensi,captopril, amlodipine,
efektivitas biaya
ABSTRACT
This study was designed to determine costeffective on the patients of
hypertensive that used crude drugs of jamu scientificationfor hypertension,
antihypertensive conventional drugs(generic drugs)and combination of both. The data
was taken from January - December 2013 retrospectively. Costeffectiveanalysis was
conducted by AKSES perspective. Component of cost was measured is direct medical
cost, covered the drug of hypertensive cost, medical examination cost, and
registrations cost. The effectiveness of therapy that measured is the decreasing of
blood pressure. Average costeffectiveness ratio (ACER) calculated based on the cost
ratio and therapy effectiveness inboth treatment groups. Incremental costeffectiveness
ratio (ICER) was calculated based on the ratio between the deviation in
costandeffectiveness ofthetwo treatment groups. The group of therapy that has lower
ACER and ICER value indicated more cost-effective. Based on parameter of therapy
effectiveness in the form % decreasing of blood pressure, the value of ACER on
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
groups ofjamu scientificiation forhypertensive, captopril 25, combination of jamu
scientification for hypertensive + amlodipin and amlodipin in sequent are Rp 670,17;
Rp 707,39 ; Rp 1.155,39 and Rp. 1.163,27. Based on the result of the study concluded
that jamu scientificiation for hypertensivemore cost-effective than generic drugs
captopril 25, amlodipin and combination of jamu scientification for hypertensive +
amlodipin in decreasing blood pressure. The value of ICER showed that jamu
scientification for hypertensive therapy and combination of jamu scientification for
hypertensive + amlodipin need additional cost at Rp 554,35 and Rp 1.121,32; for
every 1 % of decreasing blood pressure compared with captopril 25 and amlodipin.
Keywords: Jamu scientification, crude durgs, antihypertensive, cost effectiveness
PENDAHULUAN
Hipertensi
termasuk
penyakit
metabolik yaitu gangguan fungsi
metabolisme tubuh akibat konsumsi
berbagai jenis makanan yang tidak
terkendali.
Untuk
menanggulangi
penyakittersebut diperlukan pemakaian
obat dalam waktu lama sehingga jika
digunakan
obat
modern
(obat
konvensional) dikhawatirkan adanya efek
samping yang terakumulasi terus
menerus dan dapat merugikan kesehatan.
Oleh karena itu lebih sesuai bila
menggunakan obat alam / obat
tradisional, walaupun penggunaanya
dalam waktu lama tetapi efek
sampingnya relatif kecil (jika digunakan
secara tepat dan rasional) sehingga
dianggap lebih aman (Katno, 2008).
Jamu sudah dikenal sejak dahulu
sebagai obat herbal Indonesia. Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2010
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia
yang mengkonsumsi jamu sebesar
95,60% pernah merasakan manfaatnya
pada semua kelompok umur dan status
ekonomi, baik di pedesaan maupun
diperkotaan
tetapi
pemanfaatannya
selama ini masih sebatas pengobatan
sendiri dan belum dilakukan di fasilitas
kesehatan (Balitbangkes, 2010).
Mengacukepada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/Menkes/Per/IX/2007
tentang
penyelenggaraan
pengobatan
komplementer alternative di fasilitas
kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
telah mencanangkan program unggulan
Saintifikasi Jamu pada tahun 2010 di
Kabupaten
Kendal
Jawa Tengah
kemudian diatur melalui Permenkes RI
Nomor 003/Menkes/Per/2010 tentang
saintifikasi jamu dalam penelitian
berbasis pelayanan kesehatan (Kemenkes
RI, 2007 dan Kemenkes RI, 2010).
Program
saintifikasi
jamu
dikembangkan
agar
jamu
dapat
dipromosikan oleh profesional medis
dalam kesehatan formal. Program ini
bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah
pemanfaatan
jamu
di
pelayanan
kesehatan,
membangun
jaringan,
mendorong penyediaan jamu yang aman,
efektif,
dan
berkualitas
untuk
pemanfaatan di pelayanan kesehatan.
Langkah pertama saintifikasi jamu,
difokuskan pada empat formula dengan
indikasi
untuk
mengatasi
gejala
hipertensi, hiperglikemia, hiperurisemia
dan hiperkolesterol. Dari empat formula
jamu yang diteliti, dua formula sudah ada
bukti ilmiahnya, yakni jamu tekanan
darah tinggi dan asam urat. Dua jenis
jamu itu mendapat sertifikat dari Komisi
Nasional
Saintifikasi
Jamu
serta
dinyatakan terbukti aman dan berkhasiat.
Penelitian meliputi uji standarisasi,
toksisitas
pada
hewan
coba,
observasiklinik,
dan
uji
klinik.
Komposisi jamu tekanan darah tinggi
adalah seledri, daun kumis kucing, daun
pegagan, rimpang temulawak, rimpang
kunyit, dan meniran. Seledri, daun kumis
kucing, dan daun pegagan merupakan
bahan berkhasiat sebagai antihipertensi
Matsubara, et al., 1999, Li-ming, et
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
al.2010, Siska, dkk.2011, Galicia, et al.,
2013, Intharacton and Srisaawat, 2013). ,
Sedangkan rimpang temulawak, kunyit
dan meniran merupakan bahan penyegar.
Tetapi dari hasil penelitian, temulawak
merupakan hepatoprotektor (Chowli, et
al., 1995)
dan meniran sebagai
hepatoprotektor
dan
immunodilator
(Ting, et al., 2006, Zalizar, 2013).
Penggunaan
jamu
yang
sudah
disaintifikasi
terbukti
aman
dan
berkhasiat perlu diikuti dengan kajian
bagaimana
biaya
dan
efektivitas
saintifikasi jamu secara farmakoekonomi
untuk
pengobatan
hipertensi
dibandingkan dengan obat konvensional
(obat generik) yang relatif murah,
sehingga
saintifikasi
jamu
dapat
dirasakan manfaatnya oleh seluruh
masyarakat. Dari literatur disebutkan
bahwa penggunaan tanaman obat
menawarkan berbagai keuntungan, yaitu
relatif aman, sedikitnya efek samping,
dan pada umumnya biaya yang lebih
rendah (harga yang lebih murah)
dibandingkan dengan biaya untuk
pengobatan konvensional (Supriyatna,
dkk., 2013).
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
non eksperimental dengan pengambilan
data secara retrospektif untuk menilai
efektivitas biaya pengobatan hipertensi
dengan terapi simplisia saintifikasi jamu
hipertensi yang selanjutnya dinamakan
jamu hipertensi SJ, obat konvensional
(obat generik) antihipertensi dan
kombinasi keduanya.
Populasi adalah data rekam medik
semua pasien hipertensi yang berobat
jalan ke Puskesmas Gondomanan
Yogyakarta
pada
bulan
JanuariDesember 2013. Kriteria inklusi pasien:
pasien yang terdiagnosis hipertensi yang
berusia 18 tahun atau lebih, data rekam
medik pasien hipertensi dengan tekanan
darah > 120/80 mmHg, pasien yang
diberi jamuhipertensi SJ dan obat generik
antihipertensi. Kriteria eksklusi: pasien
dengan penyakit penyerta, pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal dan
fungsi hati, data status pasien
Analisis efektivitas yang tidak
lengkap, hilang dan tidak jelas terbaca.
biaya dilakukan dengan perspektif
ASKES. Komponen biaya yang diukur
adalah biaya medik langsung, mencakup
biaya obat hipertensi, biaya pemeriksaan
medis dan biaya pendaftaran kunjungan
ke puskesmas. Efektivitas terapi yang
diukur adalah penurunan tekanan darah.
Efektivitas
terapi
dianalisis
menggunakan paired sample t test.
Average cost effectiveness ratio (ACER)
dihitung berdasarkan rasio biaya dan
efektivitas terapi pada kelompok jamu
hipertensi SJ, obat generik antihipertensi
dan kombinasi keduanya. Incremental
cost effectiveness ratio (ICER) dihitung
berdasarkan rasio antara selisih biaya dan
efektivitas terapi pada kedua kelompok
terapi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik pasien
Pasien hipertensi rawat jalan yang
menggunakan jamu hipertensi SJ di
puskesmas Gondomanan Yogyakarta
pada bulan januari-Desember 2013 yang
memenuhi kriteria inklusi berjumlah 9
orang dan semuanya adalah perempuan,
frekuensi pengobatan sebanyak 21 kali.
Mayoritas pasien pengguna saintifikasi
jamu antihipertensi adalah pasien dengan
kelompok usia 54 – 65 tahun 8 orang (
88,89 %)sedangkan pasien dengan
kelompok usia > 65 tahun (lanjut usia) 1
orang (11,11 %). Pasien tersebut sebelum
dan sesudah diberikan terapi diukur
tekanan
darah
sistolik/diastoliknya,
kemudian diberikan terapi dengan jamu
hipertensi SJ, obat generik captopril 25,
amlodipin dan kombinasi jamu hipertensi
SJ+amlodipin tergantung pada kondisi
pasien (Tabel 1)
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 1 Rata-rata PenurunanTekanan
Darah
Terapi
Tekanan Darah
Sistolik/Diastolik
Sebelum
(mmHg)
Sesudah
(mmHg)
160/80
170/90
150/100
160/100
160/100
140/90
140/90
150/80
150/80
140/90
130/80
150/100
150/100
140/80
150/90
100/70
100/70
140/80
140/80
150/80
Rata-rata
143/87
144/86
Amlodipin
100/70
140/80
170/100
150/100
135/85
145/90
150/90
110/70
140/70
130/80
150/90
130/80
140/80
130/90
110/70
110/70
125/90
130/90
130/90
140/90
Captopril 25
Rata-rata
Jamu hipertensi SJ
Rata-rata
Jamu hipertensi
SJ+Amlodipin
Rata-rata
Dari data percobaan terlihat bahwa
pasien yang diberikan jamu hipertensi SJ
adalah
pasien
hipertensi
yang
mempunyai tekanan darah 110 – 160
mmHg.
Efektivitas
terapi
antihipertensi
berdasarkan tekanan darah
140/90
165/100
140/90
130/90
130/90
150/100
130/90
110/70
110/70
130/80
150/100
130/80
140/80
120/80
120/80
110/70
150/80
140/90
160/110
160/95
150/100
130/90
130/80
130/80
130/80
120/80
120/80
150/80
150/86
131/84
140/70
100/70
100/70
120/80
120/80
140/80
140/80
130/85
130/85
150/80
150/80
160/90
160/90
150/90
130/80
125/80
150/80
110/80
110/80
135/80
133/80
132/82
Hasil
perhitungan
penurunan
tekanan darah rata-rata pada tabel 1,
terapi dengan jamu hipertensi SJ mampu
menurunkan tekanan darah rata-rata
12,67 %. Terapi dengan captopril 25
tekanan darah rata-rata meningkat
sebesar 0,70 %. Terapi dengan amlodipin
tekanan darah rata-rata meningkat
sebesar 7,41 % dan terapi dengan
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin
tekanan darah rata-rata menurun sebesar
0,75 %.
Biaya Terapi
Biaya terapi mencakup biaya obat
hipertensi, biaya pemeriksaan medis dan
biaya
pendaftaran
kunjungan
ke
puskesmas. Biaya obat mencakup seluruh
obat yang diresepkan untuk mengatasi
hipertensi. Biaya obat generik lebih
rendah dibandingkan dengan saintifikasi
jamu untuk pengobatan hipertensi.
Biaya pendaftaran dan biaya
pemeriksaan merupakan komponen biaya
medik
langsung
sesuai
standar
puskesmas Gondomanan Yogyakarta.
Biaya pendaftaran rata-rata Rp 5.000,00
dan untuk pasien lanjut usiasebesar Rp
2.000,00 sedangkan biaya pemeriksaan
rata-rata Rp 7.000,00 dan untuk pasien
lanjut usia sebesar Rp 3.500,00.
Biaya total terapi adalah seluruh
biaya medik langsung rata-rata per
minggu yang dikeluarkan selama
menjalani terapi, yaitu merupakan
penjumlahan dari komponen biaya obat,
pemeriksaan
medis
dan
biaya
pendaftaran.
Efektivitas Biaya Terapi
Efektifitas dibagi menjadi 2
kategori yaitu kategori efektif dan tidak
efektif. Kategori efektif adalah terapi
yang mengalami penurunan tekanan
darah sistolik sedangkan kategori tidak
efektif adalah yang tidak mengalami
penurunan tekanan darah sistolik.
Average Cost EffectivenessRatio
(ACER)
adalah
metoda
yang
dikembangkan oleh ahli-ahli ekonomi
yang dalam ilmu kesehatan berguna
untuk mencari suatu terapi yang paling
efektif baik dari segi biaya maupun
efektifitasnya.
Hasil
perhitungan
dimanfaatkan untuk membantu memilih
beberapa
intervensi
kesehatan
masyarakat (Mukti, 2000). Untuk
memperjelas hasil penelitian maka
dilakukan perhitungan Incremental Cost
Effectiveness ratio (ICER). ICER dapat
digunakan untuk mendeterminasi biaya
tambahan dan peningkatan efektifitas
antara beberapa terapi. Jika biaya
tambahan ini rendah, berarti obat tersebut
dapat dipilih, sebaliknya jika biaya
tambahan sangat tinggi maka obat
tersebut tidak baik untuk dipilih [15;16]
Data hasil evaluasi efektifitas terapi
hipertensi dapat dilihat pada tabel 2.
Harga ACER diperoleh dari rasio
antara biaya total terapi rata-rata per
minggu dan efektivitas terapi. Efektivitas
terapi yang diukur adalah % penurunan
tekanan darah. Harga ICER diperoleh
dari rasio antara selisih biaya total terapi
dan % penurunan tekanan darah pada
masing-masing terapi.
Berdasarkan parameter efektivitas
terapi (Tabel 3 dan 4) berupa %
penurunan tekanan darah, nilai ACER
pada kelompok jamu hipertensi SJ lebih
kecil dibandingkan dengan amlodipin,
captopril 25 dan kombinasi amlodipinjamu hipertensi SJ. Oleh karena itu,
terapi jamu hipertensi SJ lebih costeffective
dibandingkan
amlodipin,
captopril 25 dan kombinasi jamu
hipertensi
SJ+amlodipin
dalam
menurunkan tekanan darah tetapi nilai
ICER menunjukkan bahwa terapi jamu
hipertensi SJ membutuhkan penambahan
biaya sebesar Rp 554,35 untuk setiap 1%
penurunan tekanan darah dibandingkan
dengan terapi captopril 25. Sedangkan
nilai
ACER pada kelompok kombinasi
jamu hipertensi SJ+amlodipin lebih kecil
dibandingkan dengan amlodipin. Oleh
karena itu, terapi kombinasi jamu
hipertensi+amlodipin lebih cost-effective
dibandingkan dengan amlodipin dalam
menurunkan tekanan darah. Nilai ICER
kombinasi jamu hipertensi SJ+amlodipin
membutuhkan penambahan biaya sebesar
Rp 1.121,32 untuk setiap 1% penurunan
tekanan darah dibandingkan dengan
amlodipin.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 2. Distribusi Hasil Efektifitas Pengunaan Obat Hipertensi
Evaluasi Efektivitas
Penurunan
(mmHg)
tekanan
darah
Jamu
Amlodipin
hipertensi SJ
sebelum sesudah sebelum sesudah
141
113
170
19,86
% Efektivitas
150
Jamu hipertensi
SJ+Amlodipin
Sebelum
Sesudah
144
11,76
Captopril 25
sebelum
sesudah
153
130
123
14,48
15,03
Tabel 3. Biaya Total TerapiAntihipertensi
Komponen
Biaya
Kel. Jamu
hipertensi SJ
Jumlah
(Rp)
(%)
Kel.
Amlodipin
Jumlah
(Rp)
(%)
Biaya
Antihipertensi
5.000,00
37,6
1.680,00
12,28
Jamu hipertensi
SJ + Kel.
Amlodipin
Jumlah
(Rp)
6.680,00
(%)
Kel.
Captopril 25
Jumlah
(Rp)
(%)
Biaya
Pemeriksaan
5.166,67
38,8
7.000,00
51,17
5.950,00
35,56
5.600,00
52,67
Biaya
Pendaftaran
3.142,86
23,6
5.000,00
36,55
4.100,00
24,51
3.800,00
35,74
Biaya Total
Terapi
13.309,53
100
13.680,00
100
16.730,00
100
10.632,00
100
39,93
1.232,00
11,59
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 4. Efektivitas Biaya Terapi Antihipertensi
Parameter
Jamu hipertensi SJ
Biaya total terapi
Efektivitas terapi
berdasarkan tekanan
darah
% Penurunan
tekanan darah
ACER
Rp 13.309,53
Rp 13.680,00
19,86 %
11,76 %
Rp 670,17
Rp 1.163,27
ICER
Parameter
Biaya total terapi
Efektivitas terapi
berdasarkan tekanan
darah
% Penurunan
tekanan darah
ACER
Rp -45,74
Jamu hipertensi SJ+
Amlodipin
Rp 16.730,00
Rp 13.680,00
14,48%
11,76%
Rp 1.155,39
Rp 1.163,27
ICER
Parameter
Efektivitas terapi
berdasarkan tekanan
darah
% Penurunan
tekanan darah
ACER
Rp 10.632,00
19,86 %
15,03%
Rp 670,17
Rp 707,39
Efektivitas terapi
berdasarkan tekanan
darah
Rp 554,35
Jamu hipertensi SJ
Biaya total terapi
% Penurunan
tekanan darah
ACER
ICER
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa jamu hipertensi
SJ lebih cost-effective dibandingkan,
captopril 25, kombinasi jamu hipertensi
SJ+amlodipin dan amlodipin dalam
menurunkan tekanan darah. Nilai ICER
menunjukkan bahwa terapi jamu
hipertensi SJ dan kombinasi jamu
hipertensi SJ+amlodipin membutuhkan
penambahan biaya berurutan sebesar Rp
Captopril 25
Rp 13.309,53
ICER
Parameter
Amlodipin
Rp 1.121,32
Jamu hipertensi SJ
Biaya total terapi
Amlodipin
Jamu hipertensi SJ+
Amlodipin
Rp 13.309,53
Rp 16.730,00
19,86 %
14,48 %
Rp 670,17
Rp 1.155,39
Rp -635,77
554,35 dan Rp 1.121,32 untuk setiap 1%
penurunan tekanan darah dibandingkan
dengan captopril 25 dan amlodipin.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbangkes, 2010, Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2010, Badan
Litbang Kesehatan, Jakarta
Chowli S, Ching Lin C, Ho Lin Y,
Supriyatna S, Wei Teng C. 1995.
Protective and Therapeutic effects of
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Curcuma
Xanthorrhiza
on
hepatotoxin-Induced Liver Damage,
The American Journal of Chinese
Medicine, 23(03:04).
Galicia Jorge, Ramirez LA, Suarez A,
Crespo F, Gomez A, Soto Samuel,
Ovando A, Nunez Emmanuel.2013.
Vasorelaxant activity of extracts
obtained from Apium graveolens:
possible source for vasorelaxant
molecules isolation with potential
antihypertensive
effect,
Acian
Pacific
Journal
of
Tropical
Biomedicine, 3(10): 776-9.
Intharacton T, Srisawat R. 2013.
Antihypertensive Effects of Centella
asiatica
Extract,
International
Conference on Food and Agricultural
Sciences, 55, IACISIT Press,
Singapore
Katno. 2008. Tingkat Manfaat Keamanan
dan Efektivitas Tanaman Obat dan
Obat Tradisional, Balai Besar
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional,
Balitbangkes Depkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2007,
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor1109/Menkes/Per/IX/2007
tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer Alternatif di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI, 2010
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
003/MENKES/PER/2010
Tentang
Saintifikasi Jamu dalam Penelitian
Berbasis
Pelayanan
Kesehatan,
Jakarta.
Li-ming C, Li Tian, Yong Li, Chunsheng
L,
Li-ya
W.
2010.
Antihypertensive Effect of Roots of
Apium graveolens Extract in Renal
Hipertensive Rats, Chinese Journal of
Experimental Traditional Medical
Formulae. 11.
Matsubara T, Bohgaki T, Watarai M,
Suzuki H, Ohashi K, Shibuya H.
1999. Antihypertensive actions of
methylripari ochromene a from
Orthosiphon aristatus, an Indonesian
Traditional Medicinal Plant, Journal
Biol Pharm Bull, 22(10):1083-8.
Mukti, A. G. 2000. Evaluasi Ekonomi
dalam
Intervensi
Klinik
dan
Kesehatan Masyarakat, Yogyakarta
Siska, Armenia, Arifin H. 2011. Akar
Seledri (Apium graveolens L) sebagai
Obat Antihipertensi: Efektivitas
Fraksi Etanol Air dan Etil asetat
pada Tikus Putih Jantan Hipertensi,
Jurnal Bahan Alam Indonesia, 7(6).
Supriyatna, Moelyono MW, Iskandar Y,
Febriyanti RM, 2013, Mengenal
Obat Herbal Pemahaman Obat
Herbal Untuk Fitoterapi, Unpad
Press, Bandung.
Ying Lee C, Hang Peng W, Yuan Cheng
H, Na Chen F, Tsung Lai M, Hui
Chiu T. 2006. Hepatoprotective
Effect of Phyllanthus in Taiwan on
Acute Liver, The American Journal
of Chinese Medicine, 34(03).
Zalizar L. 2013. Flavonoid of
Phyllanthus
niruri
as
immunodulators A Prospect to
Animal Disease Control, ARPN
Journal of Science and Technology.
3(5).
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
PEMANFAATAN HERBA KEMANGI (Ocimum basilicum L.) SEBAGAI
ANTIOKSIDAN DALAM SEDIAAN TABLET DAN MASKER GEL
Erni Rustiani1, Almasyhuri2, Sekar Peny Ningtyas3, Devi Fiebrilia4
1,3,4)
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
2)
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, KeMenKes
ABSTRAK
Herba Kemangi dikenal berkhasiat sebagai antioksidan, namun
pemanfaatannya masih terbatas. Tujuan penelitian ini adalah membuat formulasi
tablet dari ekstrak kering kemangi menggunakan pengikat amilum manihot(alami) dan
Polyvinylpirilidone/ PVP (sintetik), membuat formulasi masker gel dari minyak atsiri
kemangi menggunakan berbagai konsentrasi karbomer, dan menguji aktivitas
antioksidan dalam ekstrak kering dan minyak atsiri kemangi. Pembuatan ekstrak
kering kemangi dilakukan dengan metode sokletasi dalam etanol 50% dan
selanjutnya di keringkan denga alat freeze dryer. Sedangkan minyak atsiri daun
kemangi dihasilkan dengan metode destilasi uap air.Hasil uji antioksidan ekstrak
kering kemangi menunjukkan IC50 sebesar 54,43 ppm dan minyak atsiri kemangi
sebesar 454,427 ppm. Kandungan eugenol dalam minyak atsiri adalah 1,76 %.
Sediaan tablet dibuat sebanyak 3 formula dengan variasi konsentrasi pengikat yaitu
PVP 5%(FI), amilum manihot 10% (FII) dan kombinasi PVP : amilum manihot (2% :
10%, FIII). Hasil pengujian mutu tablet( keseragaman ukuran, keseragaman bobot,
kekerasan dan waktu hancur) untuk FI hampir sama dengan FIII. Sediaan masker gel
dibuat sebanyak 3 formula dengan variasi konsentrasi karbomer yaitu 0,5 % (FI),
0,75 % (FII) dan 1 % (FIII). Hasil pengujian mutu masker gel (organoleptik, pH, dan
viskositas) untuk semua formula baik dan yangmemiliki aktivitas antioksidan paling
kuat adalah Formula II dengan jumlah karbomer 0,75 %.
Kata kunci :
Kemangi (Ocimum basilicum L.), tablet, masker gel, antioksidan
PENDAHULUAN
Masyarakat umumnya mengenal
kemangi sebagai sayuran yang dapat
dimakan segar sebagai lalapan dengan
cara memakan atau mengunyah secara
langsung karena aroma wangi dari
kemangi sendiri mengundang selera
makan. Menurut Penelitian Endang
Hadipoentyanti (2008), bahwa kemangi
(Ocimum basillicum L.) mengandung
eugenol sebesar 46 %. Kandungan
eugenol dalam kemangi ini berperan
sebagai
antioksidan,
yang
dapat
menetralkan radikal bebas, sehingga
kemangi ada manfaatnya di bidang obat
dan kosmetik.Begitu pula Ramesh dan
Satakopan (2010) menyatakan bahwa
kemangi memiliki kemampuan sebagai
antioksidan,
sehingga
perlu
dikembangkan bentuk sediaan inovasi
baru yaitu dibuat sediaan tablet dan
masker gel.
Inovasi baru dalam bentuk tablet
diharapkan akan lebih disukai, karena
banyak keuntungan dalam pemakaian.
Beberapa keuntungan tablet adalah
mengandung dosis zat aktif yang tepat
dan teliti, kemudahan tranportasi dari
pada sediaan cair dan beberapa obat lebih
stabil dalam bentuk tablet. Banyak obat
yang beredar dalam bentuk tablet dan
90% obat untuk efek sistemik diberikan
melalui
oral
(Lachman,
1994).Penggunaan
bahan
pengikat
sintetik dalam sediaan tablet membuat
harga obat semakin mahal, terutama bila
menggunakan bahan tambahan sintetik
seperti PVP.Sehingga perlu dilakukan
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
pengolahan bahan-bahan alam, salah
satunya yaitu amilum manihot sebagai
bahan pengikat tablet.
Kemangi yang disuling dan diambil
minyak atsirinya dapat dipakai sebagai
bahan perawatan wajah dalam bentuk
masker.Bentuk sediaan masker gel
memiliki kelebihan dibandingkan dengan
krim atau losion, yaitu memberikan rasa
dingin dan kesegaran pada kulit kering.
Proses pelepasan bahan aktif pada
sediaan masker gel ini sangat bagus.
Bahan aktif dapat dilepaskan dalam
waktu singkat dari pembawanya dan
biasanya kotoran atau kulit ari yang telah
mati akan
ikut terangkat (Reynold,
1982).Zat aktif pada masker dapat lebih
lama berinteraksi dengan kulit wajah
sehingga
dapat
mengembalikan
kelembutan kulit dan dengan pemakaian
teratur dapat mengurangi kerutan halus
pada kulit wajah.
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut maka penelitian ini dilakukan
untuk membandingkan mutu tablet herba
kemangi yang dibuat menggunakan
amilum
manihot
dan
Polyvinylpyrrolidone (PVP), membuat
masker gel dengan berbagai variasi
karbomer serta menganalisis aktivitas
antioksidan dalam ekstrak kering,
sediaan tablet dan masker gel.
METODE PENELITIAN
Bahan
Herba kemangi (Ocimum basilicum
L), etanol 50%, metanol, PVP, amilum
manihot, perfiller PH 101, talk, Mg
stearat, karbomer, trietanolamin (TEA),
polietilen glikol 6000 (PEG 6000),
gliserin, etanol 96%, natriummetabisulfit,
dinatrium EDTA (Na2EDTA), metil
paraben, propil paraben,akuades, 1,1difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), vitamin
C, larutan dapar pH 4 dan pH 7.
Alat
Alat – alat yang digunakan meliputi
neraca analitik (Mettler Toledo), corong,
cawan krus, oven (Memmert), tanur
(Vulcan A550), moisture balance(ANDMX-50),flowtester(lokal),freeze
dryer(Scanvac-coolsave), alat sokletasi,
alat destilasi,Spektrofotometer UV-Vis
(Optizen), Gas Chromatography (GC),
kain penyaring, stopwatch, ayakan
dengan berbagai ukuran serta alat-alat
gelas,
homogenizer(IKA
RW),viskometer(Brookfield), pH meter
(Hanna), dan alat gelas lainnya.
Pembuatan Ekstrak Kering Kemangi
Kemangi dibersihkan dari kotoran
yang menempel, kemudian dicuci bersih
dengan air yang mengalir dan dioven
dengan suhu 40-50oC sampai kering
selama ± 3 hari.Setelah kering digrinder
dan diayak menggunakan mesh 30
(DepKes RI, 1985).
Ekstrak dibuat dengan cara
sokletasi di dalam alat sokletasi.
Ekstraksi dilakukan dengan etanol
50%.Serbuk simplisia kemangi yang
digunakan
sebanyak
400
gram.Dimasukkan kedalam alat sokletasi
yang sudah dirangkai sesuai dengan
kapasitas alat sampai serbuk habis
digunakan, lalu direndam dengan etanol
50% selama 24 jam.Etanol yang
digunakan sebanyak 4 Liter.Setelah
dilakukan perendaman selama 24jam
kemudian dinyalakan alat sokletasi,
hingga diperoleh ekstrak cair. Ekstrak
cair kemudian di freeze dry sehingga
diperoleh
ekstrak
kering
kemangi.Selanjutnya
dilakukan
penetapan kadar air, kadar abu dan
rendemen simplisia.
Pembuatan Minyak Atsiri Kemangi
Daun kemangi segardikumpulkan
sebanyak 36 kg.Dilakukan sortasi
basah.Dicuci
dengan
air
sampai
bersih.Kemudian ditiriskan sampai tidak
tersisa air.Daun yang sudah tiris dianginanginkan selama 1-2 jam.Pembuatan
minyak atsiri daun kemangi dilakukan
dengan menggunakan metode destilasi
uap air. Simplisia kemangi dimasukkan
kedalam piringan yang dibawahnya telah
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
diisi dengan air mendidih, uap air yang
keluar melalui lubang-lubang piringan
akan mengalir dan menembus sela-sela
dari simplisia, dengan adanya uap air ini
minyak atsiri akan terekstraksi dan
terbawa, kemudian uap air dan minyak
atsiri yang terbentuk dialirkan melalui
pipa dan selanjutnya akan dialirkan
kedalam sistem pendingin balik dan akan
terkondensasi menjadi air dan minyak.
Campuran dari air dan minyak ini
ditampung dalam sebuah wadah pemisah
cairan. Karena perbedaan berat jenis
maka air dan minyak atsiri akan terpisah,
air berada dibawah permukaan minyak
atsiri dan sebaliknya. Minyak atsiri yang
diperoleh ditampung dalam wadah atau
botol yang tidak tembus cahaya dan
disimpan ditempat yang sejuk agar tidak
terjadi oksidasi. Selanjutnya dilakukan
analisis minyak atsiri ini menggunakan
metode Gas Chromatography (GC).
Untuk mengetahui senyawa eugenol serta
kadarnya.
Formulasi Dan Pembuatantablet Ekstrak Keringkemangi
Tiap tablet mempunyai berat 500 mg, dengan formulasi terdapat di Tabel 1.
Tabel 1.Formulasi Tablet Ekstrak Kemangi
Bahan
FI
FII
Ekstrak Kering Kemangi
Amilum Manihot
PVP K30
Perfiller PH 101
Talk
Mg Stearat
Laktosa ditambahkan hingga
Serbuk ekstrak kering kemangi,
laktosa dan perfiller PH 101 sebanyak
10%, masing-masing diayak dengan
menggunakan mesh 30, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah laludiaduk
hingga homogen kira-kira 5 menit.
Ditambahkan larutan pengikat PVP K30,
aduk hingga menjadi massa yang
kompak. Bila perlu dapat ditambahkan
air hangat. Massa yang basah kemudian
diayak mesh 8 hingga terbentuk granul
basah, dikeringkan di dalam lemari
pengering yang dialasi kain batis pada
suhu 40-50o C semalaman hingga
terbentuk granul kering.Granul kering
226 mg
0
5%
15%
2%
1%
100 %
226 mg
10%
0
15%
2%
1%
100 %
FIII
226 mg
5%
2%
15%
2%
1%
100 %
kemudian diayak dengan menggunakan
ayakan mesh 10, lalu dimasukkan
kedalam kantong plastik, ditambahkan
kedalamnya perfiller PH 101 sebanyak
5%, talk dan magnesium stearat yang
telah diayak dengan menggunakan mesh
30, kemudian dikocok dalam kantong
plastik selama 5 menit hingga didapatkan
massa siap cetak.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Formulasi dan Pembuatan Masker Gel Kemangi
Tabel 2. Formulasi Masker Gel Kemangi
Formula Ke- (dalam %)
Bahan
I
II
III
IV
Minyak atsiri daun kemangi
4
4
4
Karbomer
0,5
0,75
1
0,75
TEA
1
1
1
1
PEG 6000
10
10
10
10
Gliserin
10
10
10
10
Etanol 96%
20
20
20
20
Natrium Metabisulfit
0,03
0,03
0,03
0,03
Na2EDTA
0,05
0,05
0,05
0,05
Metil Paraben (Nipagin)
0,03
0,03
0,03
0,03
Propil Paraben (Nipasol)
0,01
0,01
0,01
0,01
Akuades ditambahkan hingga
100
100
100
100
Karbomerdikembangkan
dengan masukan Natrium metabisulfit dan
air panas dan dimasukkan gliserin sedikit Na2EDTA yang dilarutkan dengan air.
demi sedikit kemudian tambahkan TEA PEG 6000 dilarutkan dalam air dan
hingga mengembang (campuran 1).Metil masukan
kedalam
campuran.
paraben dan propil paraben dilarutkan Dimasukkan minyak atsiri daun kemangi
dalam etanol 96 % (campuran 2). kedalam
campuran.Dihomogenkan
Campuran
1
dan
campuran
2 dengan homogenizer dengan kecepatan
dihomogenkan dengan dipanaskan diatas 300 rpm selama 10 menit.
penangas air pada suhu 800C lalu
yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan dan berbau khas aromatik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Ekstrak Kering dan kuat.
Minyak Atsiri Kemangi
Serbuk simplisia sebanyak 400 PenentuanAktivitasAntioksidan
gram di ekstraksi dengan metode Ekstrak Kering dan Minyak Atsiri
sokletasi menggunakan pelarut etanol Kemangi
50%, diperoleh ekstrak cair sebanyak 4
Penentuan aktivitas antioksidan
L, kemudian di freeze dry dan didapat dilakukan dengan menggunakan metode
hasil sebanyak 443 gram (telah ditambah DPPH. Panjang gelombang maksimum
maltodekstrin),
dengan
rendemen yang didapat sebesar 516 nm. Sedangkan
10,75%. Hasil kadar air 4,66% dan kadar waktu inkubasi optimum yang didapat
abu 1,295%. Hasil tersebut memenuhi yaitu selama 30 menit. Vitamin C
persyaratan kadar air < 5% dan kadar abu digunakan sebagai kontrol positif karena
< 13% (DepKes, 2000). Hasil uji vitamin C merupakan salah satu vitamin
fitokimia dilakukan untuk melihat yang berpotensi sebagai antioksidan
kandungan senyawa yang terdapat dengan nilai IC50 sebesar 4,82 ppm.
didalam
tanaman
tersebut.Hasil Aktivitas antioksidan ekstrak kemangi
menunjukkan ekstrak kering kemangi dengan menggunakan konsentrasi yang
mengandung
alkaloid,
flavonoid, sama dengan vitamin C didapatkan nilai
saponin, dan tanin.
IC50 sebesar 54,43 ppm (aktif) dengan
Hasil
minyak
atsiri
yang kelinearan 0,998.Besar IC50 yang
didapatkan dari 35 kg daun kemangi didapat untuk minyak atsiri sebesar
sebanyak 35 ml dengan berat 32,37 gram, 454,427 ppm termasuk golongan
rendemen yang didapat adalah 0,1 % antioksidan kurang aktif.
dengan berat jenis 0,925. Minyak atsiri
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Hasil Analisis Minyak Atsiri Kemangi
Berdasarkan hasil analisis GC
minyak atsiri daun kemangi mengandung
senyawa eugenol sebesar 1,76 %. Hasil
ini cukup rendah sehingga potensi
eugenol sebagai antioksidannya juga
rendah, karena berdasarkan jurnal
penelitian
sebelumnya
kandungan
eugenol dalam daun kemangi (Ocimum
basillicum L.) sebesar 46 %.
A
Hasil
Evaluasi
Tablet
Ekstrak
Kemangi
Hasil dari penampilan semua
formula tablet ekstrak kemangi rata-rata
sama, mempunyai bentuk bundar,
cetakan polos, berwarna hijau bercak
putih. Hasil dapat dilihat pada Gambar 1.
B
C
Gambar 1.Tablet Ekstrak Kering Kemangi Formula I (A), II (B), III (C)
Hasil pengujian mutu tablet meliputi keseragaman ukuran, keseragaman
bobot, kekerasan, friabilitas dan waktu hancur. Hasil terdapat di Tabel 3.
Tabel 3.Hasil Pengujian Keseragaman Ukuran, Keseragaman Bobot, Kekerasan,
Friabilitas dan Waktu Hancur
Formula
Rata – Rata
Tebal
Rata-
Range
Rata-Rata
Friabilitas
Waktu
(Diameter)
(cm)
Rata
(mg)
kekerasan(k
(%)
Hancur
2,87
12 menit 11
(cm)
I
1,01
(mg)
0,57
511,74
p)
503,7-
7,14
520,4
II
1,01
0,57
515,32
509,7-
detik
5,7
1,90
522,6
III
1,01
0,57
517,57
510,5524,4
Persyaratan keseragaman ukuran
yaitu diameter tablet tidak kurang dari 1
1/3 kali dan tidak lebih dari 3 kali tebal
tablet.Hasil
memenuhi
syarat.
Persyaratan Farmakope Indonesia Edisi
III untuk keseragaman bobot adalah
tidak lebih dari 2 tablet yang mempunyai
penyimpangan lebih dari 5% dan tidak
lebih dari 1 tablet yang mempunyai
8 menit 54
detik
7,16
2,55
12 menit 20
detik
penyimpangan lebih dari 10% dari bobot
rata-rata
hasil
pengujian.
Hasil
memenuhi syarat. Kekerasan tablet
menunjukan bahwa semua formula
memenuhi pesyaratan yaitu minimal 4
Kp. Hasil evaluasi friabilitas pada semua
tablet tidak memenuhi persyaratan, hal
ini dikarenakan punch yang tidak rata
sehingga tablet yang dihasilkan bergerigi.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Bentuk
tablet
tersebut
akan
mempengaruhi friabilita tablet. Hasil
evaluasi waktu hancur pada FI 12 menit
11 detik, FII 8 menit 54 detik, dan FIII
12 menit 20 detik. Semua formula
memenuhi persyaratan yaitu kurang dari
15 menit.
Uji Aktifvitas Antioksidan Tablet
Ekstrak Kemangi
Aktivitas antioksidan tablet IC50
pada FI 89,02 ppm, FII 93,35 ppm, dan
FIII 91,74 ppm. Bila dibandingkan ratarata setiap formula dengan hasil Vitamin
C 4,82 ppm adalah mempunyai
perbandingan 1 : 25. Kemungkinan
terjadi penurunan aktivitas antioksidan
dari ekstrak menjadi tablet pada saat
proses pembuatan tablet itu sendiri.
Hasil Evaluasi Mutu Sediaan Masker
Gel
Formula IV merupakan masker
tanpa zat aktif (plasebo) sebagai
pembanding untuk formula I, II dan III.
Formula I, II dan III menghasilkan gel
yang homogen, berwarna kuning pucat
dan berbau aromatik kuat. Warna kuning
pucat pada formula I lebih pekat
dibandingkan dengan formula II dan
III.Karena konsentrasi karbomernya yang
paling kecil. Semakin kecil
jumlah
karbomer pada sediaan maka warna
kuningnya semakin pekat. Sedangkan
formula IV menghasilkan gel yang
homogen, bening dan tidak berbau.Hasil
masker gel kemangi terdapat di Gambar
2.
A
B
C
D
Gambar 2. Masker Gel Kemangi Formula I (A), II (B), III (C), IV (D)
Sediaan gel ini memiliki pH yang
berbeda-beda, untuk fomula dengan
jumlah karbomer yang semakin banyak
namun jumlah trietanolamin (TEA) yang
sama maka pH yang dihasilkan semakin
kecil karena sifat karbomer yang asam.
Sedangkan pada sediaan gel plasebo
(formula IV) dengan jumlah karbomer
yang sama dengan formula II yaitu
0,75% menghasilkan pH yang lebih
tinggi dibandingkan formula II tersebut,
hal ini dikarenakan penambahan zat aktif
minyak atsiri kemangi pada formula II
yang
bersifat
asam.
Perbedaan
konsentrasi karbomer ini dapat dilihat
dari perbedaan pH tersebut.
Pengaruh perbedaan konsentrasi
karbomer juga dapat dilihat pada
viskositas gel, karena pada formula yang
mengandung karbomer lebih banyak
maka viskositasnya semakin tinggi.
Formula III dengan konsentrasi karbomer
1% memiliki viskositas yang paling
tinggi dibanding formula I, II, dan IV.
Hal
tersebut
yang
menyebabkan
penurunan viskositas gel. Data lengkap
hasil evaluasi uji mutu sediaan dapat
dilihat pada Tabel 4.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 4.Hasil Evaluasi Uji Mutu Sediaan Masker Gel
Pengamatan
Formula I
Formula II Formula III
Homogenitas
Homogen
Homogen
Homogen
Organoleptik :
-Bentuk
Agak kental
Kental
Kental
-Warna
Kuning Pucat
Kuning
Kuning
-Bau
Pucat
Pucat
Aromatik kuat
Aromatik
Aromatik
kuat
kuat
pH
7,57
7,03
6,89
Viskositas
3090 cps
16310 cps
17570 cps
Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan
Sediaan Masker Gel
Setelah dibuat sediaan masker gel
aktivitas
antioksidannya
meningkat
dengan penggunaan minyak atsiri sebesar
4%. Mungkin dikarenakan jumlah
minyak yang digunakan besar dan
pengaruh dari zat tambahan yang
berfungsi
sebagai
antioksidan
juga.Adapun pengaruh sinergis dari zat
tambahan ini.Walaupun sebenarnya zat
tambahan bersifat inert namun tidak
menutup kemungkinan zat tambahan ini
mempengaruhi hasil aktivitas antioksidan
meningkat.Bila dibandingkan dengan
formula IV (plasebo) yang memiliki
aktivitas antioksidan yang kurang aktif
karena memiliki IC50 945,413 ppm.
Dari hasil yang didapat aktivitas
antioksidan tiap formula berbedabeda.Dimana pada formula dengan
konsentrasi karbomer yang semakin
tinggi aktivitas antioksidannya pun
semakin besar.Kemungkinan hal ini
karena karbomer mengikat zat aktif lebih
banyak.Dan hasil pengukuran pada
minggu berikutnya aktivitas ini semakin
menurun, hal ini mungkin dipengaruhi
oleh suhu penyimpanan yang semakin
tinggi dan lamanya penyimpanan
sehingga antioksidannya teroksidasi.
Namun pada formula IV yaitu sediaan
plasebo memiliki aktivitas antioksidan
yang sangat rendah karena tidak ada zat
aktif.Data IC50 untuk FI (151,96 ppm),
FII (149,94 ppm), FIII (150,94 ppm), dan
FIV (945,41 ppm).
Formula IV
Homogen
Kental
Bening
Tidak berbau
7,26
16450 cps
KESIMPULAN
1. Mutu
tablet
dilihat
secara
keseluruhan yang menggunakan
pengikat
Polyvinylpirolidone
(PVP)dengan
konsentrasi
5%
(Formula I) hampir sama dengan
campuran
pengikat
Polyvinylpirolidone (PVP) dengan
amilum manihot konsentrasi 2% :
10% (Formula III).
2. Aktivitas antioksidan ekstrak kering
kemangi sebesar 54,43 ppm (aktif)
sedangkan aktivitasantioksidan tablet
sebesar 89,02 ppm (Formula I), 93,35
ppm (Formula II), dan 91,74 ppm
(Formula III).
3. Semua Formula sediaan masker gel
menghasilkan sediaan yang baik bila
dilihat dari uji organoleptik pH dan
viskositas, namun yang memiliki
aktivitas antioksidan paling kuat
adalah
Formula
II
denganjumlahkarbomer 0,75 %.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.1985.
Formularium
Kosmetika
Indonesia.
Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan.Jakarta.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.1979.
Farmakope
Indonesia. Edisi III. Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan.
Jakarta.
Lachman, L., HA.Liebermann., JL.
Kanig. 1994. Diterjemahkan oleh
Siti Suyatmi. Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Jilid II. Edisi III.
Jakarta : UI Press
Hadipoentyanti E dan wahyuni S.
2008.Keragaman Selasih (Ocimum
spp.)
berdasarkan
karakter
morfologi produksi dan mutu herba:
Jurnal Litti
Reynold, JEF. 1982. Martindle The Extra
Pharmacopoeia.
28th
Edition.London
:
The
Pharmaceutical Press.
Ramesh, B. dan Satakopan, V.N. 2010.In
Vitro Antioxidant Activitesi Of
Ocimum
Species
:
Ocimum
Basilicum andSanctum. Journal off
cell and Tissue Research Vol. 10(1) :
2145-2150
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI METANOL DAUN PEGAGAN
(Centella asiatica (L.) Urban)
Ietje Wientarsih 1 , Sulistyantie Hr. Sjarif 2, Irma Maulani Hamzah2
1
Laboratorium Farmasi Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB
2
Program Studi Kimia Sekolah Tinggi MIPA Bogor
ABSTRAK
Pegagan (Centella asiatica (L.)Urban) merupakan tanaman herba tahunan yang
tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun.Pegagan dirujuk sebagai
antiinflamasi, antioksidan, antitumor, antibakteri atau untuk meningkatkan daya ingat
(susunan syaraf pusat), eksim, luka bakar dan hepatitis.Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui antioksidan fraksi metanol dari ekstrak metanol daun pegagan.
Melalui tahapan pemisahan, pemurnian dan menentukan aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH (1,1-difenil-2-pikril-hidrazil). Pada penelitian ini daun pegagan
dimaserasi menggunakan pelarut metanol kemudian dilakukan uji fitokimia dan
identifikasi gula. Pemurnian dilakukan dengan metode kromatografi kolom dengan
elusi gradien menggunakan tiga eluen yaitu berturut-turut toluen : etil asetat (1:1), etil
asetat, dan metanol. Identifikasi dilakukan menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT) siliska gel dengan eluen etil asetat : metanol : air (8,1 : 1,25 : 0,65). Terhadap
fraksi metanol dilakukan uji aktivitas antioksidan. Hasil uji fitokimia terhadap fraksi
metanol diperoleh golongan senyawa terpenoid, flavonoid, dan alkaloid. Hasil KLT
fraksi metanol menunjukkan nilai Rf pada 0,64. Aktivitas antioksidan fraksi metanol
diperoleh nilai IC50 sebesar 481,64 ppm.
Kata kunci: Daun pegagan, kromatografi kolom,kromatografi lapis tipis, aktivitas
antioksidan.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kaya
akan hasil alam yang melimpah dan
dapat diolah serta dimanfaatkan sebagai
tanaman obat. Informasi yang terkait
dengan tanaman yang diperoleh secara
empiris selayaknya harus lebih digali lagi
sehingga pada akhirnya tidak menutup
kemungkinan akan menjadi suatu
komoditas
yang
besar
dan
menguntungkan. Informasi tersebut harus
dibuktikan
secara
ilmiah
untuk
mengetahui zat yang terkandung di
dalam tanaman obat tersebut.
Salah satu tanaman obat yang
diteliti dalam tulisan ini yaitu Pegagan
atau Antanan (Centella asiatica (L)
Urban).
Pegagan
dipercaya
oleh
masyarakat
untuk
meningkatan
kemampuan memori dan pembelajaran
yang mungkin berhubungan dengan
aktivitas
antioksidan, antiinflamasi,
neuroprotektif,
prokolinergik,
dan
antikolinergik (Joshi dan Parle, 2006).
Antioksidan adalah suatu zat yang
dapat menghambat reaksi oksidasi atau
mencegah pembentukan radikal bebas
pada oksidasi (Gerald, 1987).Radikal
bebas adalah atom-atom molekul yang
tidak stabil dan sangat reaktif karena
memiliki satu atau lebih elektron yang
tidak
berpasangan
pada
orbital
terluarnya. Untuk mencapai kestabilan,
atom atau molekul suatu radikal bebas
akan bereaksi dengan molekul di
sekitarnya untuk memperoleh pasangan
elektron (Ratri et al., 2010). Proses
penuaan dan penyakit degeneratif seperti
kanker, penyumbatan pembuluh darah
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
seperti hiperlipidemik, aterosklerosis,
stroke, dan tekanan darah tinggi serta
terganggunya sistem imun tubuh dapat
disebabkan oleh stres oksidatif dimana
jumlah molekul radikal bebas dan
antioksidan dalam tubuh tidak seimbang
(Suka, 2011). Pada kondisi ini, aktivitas
molekul radikal bebas atau Reactive
Oxygen
Species
(ROS)
dapat
menimbulkan kerusakan seluler dan
genetika (Rahayu et al., 2010).
Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dengan metode DPPH (1,1difenil-2-pikril-hidrazil) fraksi metanol
dari ekstrak metanoldaun pegagan
melalui tahapan isolasi , identifikasi, dan
pemurnian.
METODE PENELITIAN
Bahan tanaman: Daun Pegagan
(Centella asiatica (L.) Urban).
Bahan Kimia: metanol p.a, etanol 95%,
n-heksan, asam asetat anhidrat, asam
sulfat pekat, asam klorida pekat, pita
magnesium, lakmus merah, kloroform,
asam sulfat 2 N, pereaksi Dragendorf,
Wagner,
Benedict,
Molisch
dan
Barfoed,amonia, natrium sulfat anhidrat,
kalium hidroksida 5 N, hidrogen
peroksida 3%, asam asetat glasial,
benzena, asam klorida 2 N, natrium
hidroksida 2 N, besi (III) klorida, kalium
heksa siano ferrat (II), iodium 1%, eter,
etil asetat, silika gel G60.
Alat:
blender,
maserator,
rotary
evaporator, botol sampel, kolom dan
bejana kromatografi, pelat TLC, lampu
UV, penangas air, hotplate serta berbagai
alat gelas yang biasa digunakan di
Laboratorium.
Metode:
1. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan metode
maserasi.Daun pegagan kering diiris,
dihaluskan, diayak dengan ayakan 100
mesh, kemudian dimasukkan ke dalam
maserator, ditambahkan metanol p.a
sampai terendam. Sampel dibiarkan
sampai 24 jam sambil sesekali diaduk.
Sampel disaring, maserat dimasukkan ke
dalam wadah penampung, sedangkan
ampas dimasukkan kembali ke dalam
maserator
untuk
dimaserasi
ulang.Maserasi dilakukan 3 kali ulangan,
dan maserat dari tiap ulangan
disatukan.Maserat kemudian dipekatkan
dengan rotary evaporator suhu 40°C
(Tohir, 2010).Ekstrak kental ditimbang.
2. Penapisan Fitokimia
a. Terpenoid dan Steroid
Ekstrak kental dilarutkan dengan
10 mL n-heksan dan disaring.Filtrat
dikisatkan di pelat tetes, kemudian
ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat
dan
1
tetes
asam
sulfat
pekat.Terbentuknya warna merah atau
biru menunjukkan adanya terpenoid atau
steroid (Juliati, 2008).
b. Flavonoid
Ekstrak kental dilarutkan dengan
15 mL n-heksan dan disaring.Filtrat
ditambah 30 ml etanol dan dikocok.
Sebanyak 2 ml lapisan etanol diambil
kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi lalu ditambahkan 0,5 ml asam
klorida pekat dan logam magnesium.
Sampel dibiarkan beberapa saat sampai
logam magnesium habis.Terbentuknya
warna merah, jingga atau hijau pada
larutan menunjukkan adanya flavonoid
(Juliati, 2008).
c. Alkaloid
Ekstrak kental dilarutkan dengan
20 mL etanol lalu ditambahkan amonia
tetes demi tetes sampai tidak terbentuk
lagi endapan putih pada saat penambahan
ammonia.Sampel
disaring,
residu
dilarutkan dengan 10 ml etanol.Sebanyak
2 ml lapisan etanol dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, dan ditambahkan pereaksi
Wagnerdan
Dragendorf.Terbentuknya
endapan berwarna merah kecoklatan oleh
penambahan masing-masing pereaksi
menunjukkan adanya alkaloid (Juliati,
2008).
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
d.Antrakuinon
Ekstrak kental ditambahkan 10 mL
kalium hidroksida 5 N dan 1 mL
hidrogen peroksida 3%.Setelah dikocok,
dipanaskan di penangas air selama 10
menit,
disaring
kemudian
filtrat
diasamkan
dengan
asam
asetat
glasial.Kemudian
ke
dalamnya
ditambahkan 10 mL benzena, dan
dikocok.Sebanyak 5 mL lapisan benzena
diambil, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan 5 mL amonia lalu
dikocok.Terbentuknya warna merah pada
lapisan ammonia menunjukkan adanya
antrakuinon (Juliati, 2008).
e. Senyawa Fenol
Ekstrak kental dilarutkan dalam 20
ml etanol, disaring, kemudian 2 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan besi (III) kloida 1%.
Terbentuknya warna hijau, merah, ungu,
biru atau hitam yang kuat menunjukkan
adanya senyawa fenol (Yusro, 2010).
f. Tanin
Ekstrak kental dilarutkan dalam 20
ml etanolSampel disaring, kemudian
sebanyak 2 ml filtrat dimasukkan ke
dalam
tabung
reaksi.Setelah
itu
ditambahkan 2 ml air dan besi (III)
klorida,
kemudian
dikocok.Adanya
warna biru kehitaman atau hijau
kehitaman pada larutan menunjukkan
adanya tanin (Yusro, 2010).
g. Saponin
Ekstrak dilarutkan dalam 10 ml
etanol, disaring, filtrat diuapkan dan
ditambahkan air sebanyak 5 ml, dikocok
kuat dan didiamkan selama 15
menit.Terbentuknya buih yang stabil
selama tidak kurang dari 15 menit
menunjukkan adanya saponin (Harborne,
1987).
3. Identifikasi Gula
a. Uji Molisch dan Iodium,
Benedict dan Barfoed
Ekstrak dilarutkan dalam 10 ml
etanol, ditambahkan 10 ml asam klorida
2 N, diaduk, dan dibiarkan selama 1 jam
pada
kondisi
tertutup.Kemudian
ditambahkan 10 ml natrium hidroksida 2
N, diaduk, dan disaring.Sebanyak 1 ml
filtrat ditambahkan 3 tetes pereaksi
Molischdan
dikocok.Tabung
reaksi
dimiringkan
kemudian
kedalamnya
dialirkan 1 ml asam sulfat pekat melalui
dinding
tabung
secara
perlahan.Terbentuknya cincin warna
ungu pada batas kedua lapisan
menunjukkan adanya karbohidrat (Ali,
2010).Untuk uji Iodium, 3 tetes filtrat
dikisatkan di pelat tetes, kemudian
ditambahkan
2
tetes
Iodium.Terbentuknya warna coklat cerah
menunjukkan adanya polisakarida (Ali,
2010). Uji Benedict, sebanyak 1 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml pereaksi Benedict,
kemudian dipanaskan di penangas air
selama 2 menit. Adanya endapan merah
bata di bagian dasar tabung menunjukkan
adanya gula pereduksi (Ali, 2010). Uji
Barfoed, sebanyak 1 ml filtrat
dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml pereaksi Barfoed, dan
dipanaskan di penangas air selama 5
menit. Terbentuknya endapan merah bata
pada bagian dasar tabung menunjukkan
adanya monosakarida (Ali, 2010).
4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Fasa gerak untuk elusi sampel
adalah campuran toluena : etil asetat (9,3
: 0,7), heksana : metanol : aseton (9 : 0,5
: 0,5), toluen : etil asetat (1:1), kloroform
: benzena (4:1)dan etil asetat : metanol :
air (8,1 : 1,25 : 0,65).untuk
mengidentifikasi
terpenoid,
steroid,alkaloid,
flavonoid
dan
fenolik.Sampel
dilarutkan
dengan
alkohol. Noda yang ada diamati dengan
pengamatan langsung dan dengan
bantuan sinar UV. Noda disemprot
dengan asam sulfat pekat.Komponen
yang paling besar ditentukan dan
dilanjutkan ke tahap pemurnian dengan
kromatografi kolom.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
5. Kromatografi Kolom
Sebanyak 100 gram silika gel G60
dilarutkan dengan fasa gerak kemudian
dimasukkan ke dalam kolom dengan
bantuan batang pengaduk sampai kolom
terisi padat dan rata dengan silika.Sampel
dilarutkan dengan alkohol kemudian
dimasukkan ke dalam kolom dan dielusi
dengan fasa gerak. Fraksi yang
didapatkan ditampung sebanyak 50 fraksi
masing-masing 10 ml pada botol vial
kemudian ditutup. Setiap fraksi diuji
dengan KLT. Fraksi yang mengandung
komponen yang sama digabungkan
menjadi satu wadah. Fraksi yang paling
banyak
kandungan
metabolitnya
kemudian dipekatkan atau dikristalkan
(Harborne, 1987). Sampel murni
kemudian
digunakan
untuk
uji
antioksidan.
6. Uji Aktivitas Antioksidan (Metode
DPPH)
Larutan yang digunakan yaitu
DPPH (1,1-difenil-2-pikril-hidrazil) 1,0 x
10-3M dalam metanol. Dipipet 1 mL
larutan DPPH lalu dimasukkan ke dalam
botol vial.Konsentrasi sampel yang
digunakan dalam uji ini yaitu 50 (ppm);
100 ppm; 200 ppm; dan 400
ppm.Masing-masing konsentrasi tersebut
dimasukkan ke dalam botol vial yang
telah berisi larutan DPPH dan diencerkan
dengan metanol sampai volume menjadi
5 mL. Diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 516 nm selama 30 menit
(Juniarti dan Yuhernita, 2009).Aktivitas
antioksidan diketahui dengan adanya
penurunan serapan larutan DPPH. Nilai
serapan larutan DPPH terhadap sampel
disebut sebagai persen inhibisi (%
inhibisi) dengan persamaan sebagai
berikut :
Keterangan :
Akontrol = Absorbansi awal 0 menit
Asampel = Absorbansi awal pada saat t
menit
Nilai hasil perhitungan dimasukkan
ke persamaan linier (y =ax + b) dengan
konsentrasi ppm (mg/L) sebagai absis
(sumbu x) dan nilai % inhibisi sebagai
ordinatnya (sumbu y). Nilai Inhibition
Concentration 50% (IC50) diperoleh dari
perhitungan pada saat % inhibisi sebesar
50% (Suka, 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman pegagan diperoleh dari
BALITTRO.Daunnya dikeringkan di
bawah
sinar
matahari
kemudian
dikeringkan dan dihaluskan.
1. Ekstraksi
Sebanyak 1 kg simplisia kering
daun pegagan dimaserasi dengan metanol
sebanyak 4L, selanjutnya pada tahap
kedua dan ketiga digunakan masingmasing 3L.Ekstrak metanol yang
dihasilkan kemudian diuapkan dengan
rotary evaporator sehingga didapatkan
ekstrak kental (Harborne, 1987). Suhu
waktu proses evaporasi yaitu 400C.
Bobot ekstrak daun pegagan yang
diperoleh yaitu sebanyak 146,27 gram
(rendemen ekstrak 14,63%).
2. Penapisan Fitokimia
Hasil
penapisan
ditampilkan pada Tabel 1.
fitokimia
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 1. Hasil Penapisan Fitokimia Daun Pegagan
3. Hasil Identifikasi Gula
Identifikasi gula dengan uji Barfoed, Benedict, Iodium dan Molisch, hasilnya
seperti pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Gula
4. Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Untuk mengetahui adanya senyawa
terpenoid, steroid, alkaloid, flavonoid
dan senyawa fenoldalam ekstrak dibuat
fase gerak dengan komposisi toluen : etil
asetat (9,3 : 0,7), heksana : metanol :
a
b
aseton (9 : 0,5 : 0,5), toluen : etil asetat
(1:1), kloroform : benzena (4:1)dan etil
asetat : metanol : air (8,1 : 1,25 : 0,65).
Setelah dielusi didapatkan noda- noda
seperti pada Gambar 1 dibawah ini.
c
d
e
Gambar 1. Hasil KLT Terpenoid (a), steroid (b), alkaloid (c), Flavonoid (d) dan
senyawa Fenolik (e) ekstrak metanol daun pegagan
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
5. Hasil Kromatografi Kolom
Fraksi metanol yang ditampung dilakukan penapisan fitokimia dilanjutkan
KLT.Hasilnya pada Tabel 3 dan Gambar 2 dibawah ini.
Tabel 3 Hasil penapisan fitokimia fraksi metanol
Gambar 2. Hasil KLT fraksi metanol daun pegagan
6. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan
Pengukuran antioksidan dilakukan
dengan inkubasi DPPH dengan ekstrak
antioksidan selama 30 menit.Perubahan
warna yang terjadi adalah dari larutan
berwarna ungu menjadi larutan yang
berwarna kuning.Pengukuran dilakukan
dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 516 nm.Fraksi
metanol daun pegagan dibuat dengan
deret konsentrasi yaitu 0 ppm; 50 ppm;
100 ppm; 200 ppm; dan 400 ppm.
Sebagai kontrol digunakan larutan DPPH
tanpa penambahan sampel. Hasil analisis
secara kualitatif terhadap fraksi metanol
adanya penurunan warna larutan DPPH
yang menjadi pudar dan ketika diukur
terjadi penurunan nilai absorbansi pada
sampel. Hal ini menunjukkan adanya
penangkapan radikal DPPH oleh
senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam fraksi metanol daun
pegagan.
Tabel 3.Hasil Pengujian % Inhibisi fraksi
metanol
Nilai IC50fraksi metanol yang
diperoleh sebesar 481,64 ppm. Menurut
Listiani (2008) aktivitas antioksidan
sebesar100-500 ppm tergolongaktivitas
antioksidan sedang.Semakin kecil nilai
IC50 dari suatu antioksidan maka semakin
kuat antioksidan tersebut.Untuk hasil
aktivitas antioksidan dapat dilihat pada
Tabel 4 dan grafik ubungan antara %
inhibisi dengan variasi konsentrasi fraksi
metanol daun Pegagan pada Gambar 3.
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Tabel 4. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Fraksi Metanol
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara % Inhibisi dengan Variasi Konsentrasi fraksi
metanol daun Pegagan
KESIMPULAN DAN SARAN
Melalui uji fitokimia, tanaman
pegagan memiliki kandungan senyawa
metabolit sekunder yaitu steroid,
alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol dan
dari uji gula, tanaman pegagan
mengandung
gula
pereduksi,
polisakarida, dan karbohidrat.Secara
keseluruhan analisis kromatografi lapis
tipis menghasilkan 26 jumlah noda
golongan metabolit sekunder. Hubungan
antara % inhibisi dengan variasi
konsentrasi fraksi metanol daun pegagan
mempunyai
kandungan
senyawa
metabolit sekunder yang berpotensi
sebagai antioksidan dan melalui uji
DPPH, pegagan mempunyai antioksidan
pada tingkat sedang dengan nilai IC50
sebesar 481,64 ppm. Perlu dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
untuk
pengembangan metode kromatografi
kolom terutama komposisi fase gerak
agar senyawa yang dihasilkan lebih
murni untuk dapat dilakukan uji UV/IR
dan NMR.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, T., 2010. Uji Karbohidrat.
http://www.scribd.com/doc/462514
70/uji-karbohidrat. Diakses pada 18
Mei 2012.
Gerald, S., 1987. Antioxidants.Bull.
Chem. Soc. Jpn., 61, 165-170.
Harborne, J. B., 1987. Metode Fitokimia
:
Penuntun
Cara
Modern
Fitofarmaka, Vol 3, No. 2, Desember 2013 ISSN: 2087-9164
Menganalisis Tumbuhan Edisi
Kedua. ITB. Bandung.
Joshi, H. and M. Parle. 2006. Brahmi
Rasayana Improves Learning and
Memory in mice. eCAM. 3(1):7985.
Juliati. 2008. Skrining Fitokimia
Tumbuhan yang Digunakan oleh
Pedagang Jamu Gendong untuk
Merawat
Kulit
Wajah
di
Kecamatan Medan Baru. Jurnal
Biologi Sumatera. Vol. 3, No. 1
Januari 2008. Departemen Kimia
FMIPA-USU. ISSN 1907-5537.
Juniarti, D. O., dan Yuhernita. 2009.
Kandungan Senyawa Kimia, Uji
Toksisitas (Brine Shrimp Lethality
Test) dan Antioksidan (1,1diphenyl-2-pikrilhydrazyl)
dari
Ekstrak Daun Saga (Abrus
precatorius L.). MAKARA, SAINS,
Vol. 13, No. 1. APRIL 2009:
Fakultas Kedokteran, Universitas
YARSI, Jakarta. 50-54
Listianti, E., 2008.
Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Kasar
Daun Salam (Eugenia polyantha).
Skripsi. Program Studi Kimia
Jurusan Kimia Sekolah Tinggi
MIPA Bogor.
Rahayu, D. S., Kusrini D., dan Fachriya
E., 2010. Penentuan Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol
Daun
Ketapang
(Terminalia
catappa L) dengan Metode 1,1difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH).
Urnal
Laboratorium
Kimia
Organik. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Diponegoro.
Ratri,
K.
G.
R.,
2010.Tomat
(Lycopersicumesculentum) Sebagai
Antioksidan.
Kementrian
Pendidikan Nasional Universitas
Jenderal
Soedirman
Fakultas
Pertanian Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Purwokerto.
Suka, I. S. R., 2011. Uji Aktivitas
Antioksidan
Bawang
Dayak
(Eleutherine palmifolia (L.) Merr)
dan Bawang Merah (Allium cepa
L.). Skripsi. Program Studi Kimia
Jurusan Sekolah Tinggi MIPA
Bogor.
Tohir, A. M., 2010. Teknik Ekstraksi dan
Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati
untuk Menurunkan Palatabilitas
Ulat Grayak (Spodoptera litura
Fabr.) di Laboratorium. Teknisi
Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada
Lab Resiu Bahan Agrokimia. Balai
Penelitian Lingkungan Pertanian.
Buletin Teknik Pertanian Vol. 15,
No. 1, 2010 : 37-40.
Yusro, F., 2010. Rendemen Ekstrak
Etanol dan Uji Fitokimia Tiga
Jenis Tumbuhan Obat Kalbar.
Skripsi.
Fakultas
Kehutanan
Universitan Tanjungpura.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dewan redaksi Jurnal Fitofarmaka menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada mitra bestari:
Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)
Dr. Ajeng Diantini, M.Si.,Apt. (Universitas Padjajaran)
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si. (Institut Pertanian Bogor)
Prof. Dr. Karyono, Apt. (Universitas Sumatra Utara)
Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu
kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 3 nomor 2 Desember 2013.
Bogor, Desember 2013
Dewan Redaksi
PANDUAN PENULISAN JURNAL
Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,
laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah
diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika
sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang
jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah
berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.
Sistematika penulisan adalah sebagai berikut :
Setting halaman adalah 1 kolom dengan 2 spasi, pada kertas HVS A4 dengan margin atas 4
cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, maksimal 15 halaman sudah termasuk gambar/foto
atau tabel. Panjang naskah maksimal 3000-5000 kata dengan huruf Times New Roman font
12.
1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis (tanpa
gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan alamat e-mail
untuk korespondesi (corresponding author).
2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata maksimal 250
kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup pendahuluan, metode, hasil,
pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan 2-5 kata kunci.
3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan tujuan
penelitian.
4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.
5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam bentuk
gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada
Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor sesuai urutan
penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus diberi nomor sesuai
urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel penelitian dilakukan terhadap hasil
yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil
utama penelitian. Keterbatasan penelitian dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci.
Penulis harus menjelaskan mengenai keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang
mendukung referensi.
6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan untuk
merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.
7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.
8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak 80%
pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir. Contoh
penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:
a. Buku
[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.
Contoh:
O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.
Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.
b. Artikel Jurnal
[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang
Halaman.
Contoh:
Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.
The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.
c. Prosiding Seminar/Konferensi
[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun,
Kota, Negara. Halaman.
Contoh:
Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture
management. Proceeding on Tenth International Conference on WirtschaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.
d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo- Normal
Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia
[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,
Tesis, atau Disertasi. Universitas.
Contoh:
Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa
Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.
e. Sumber Rujukan dari Website
[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal
Diakses.
Contoh:
Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave
new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.
Diakses tanggal 18 Juni 2011.
FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN
JURNAL FITOFARMAKA
Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: .................................................................................................................
Institusi
: .................................................................................................................
Alamat
: .................................................................................................................
.................................................................................................................
Telepon/Fax : .................................................................................................................
Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,
dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..
Untuk administrasi berlangganan, dapat menghubungi email kami [email protected].
………………., ………………………….
Pelanggan,
…………………………………………....
(Tanda tangan dan nama terang)
CATATAN:
1.
2.
Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali
penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah
ongkos kirim 20%.
Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail
ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.
Download