ZA dalam Pembuatan - lpm unpas

advertisement
ZA dalam Pembuatan
Nata de Coco
oleh
Agus Setiawan, Yusef Ikrawan, Sulaeman Abadi
ABSTRACT
Some time ago was excited about nata de coco that uses Ammonium Sulfate (ZA), due to
misunderstanding of the process of making nata de coco so that it appears polemic. Nata de
coco is often called coconut juice or coconut juice and was first produced in the Philippines.
In Indonesia began trying since 1973 to 1975 and is widely known in the market in 1981. The
process of making nata de coco involving bacteria (Acetobacter xylinum) at the core of
making nata de coco and a healthy food product because it is rich in fiber or fiber so aids
digestion .
Keywords : Nata , ZA , and Acetobacter xylinum
ABSTRAK
Beberapa waktu lalu sempat heboh soal nata de coco yang menggunakan Ammonium Sulfat
(ZA), karena ketidakpahaman terhadap proses pembuatan nata de coco sehingga muncul
polemik. Nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa dan pertama kali di
produksi di Filipina. Di Indonesia mulai dicoba sejak tahun 1973 hingga tahun 1975 dan
dikenal luas di pasaran pada tahun 1981. Proses pembuatan nata de coco yang melibatkan
bakteri (Acetobacter xylinum) menjadi inti pembuatan nata de coco dan merupakan produk
makanan yang menyehatkan karena kaya akan fiber atau serat sehingga membantu pencernaan.
Kata Kunci : Nata, ZA, dan Acetobacter xylinum
1.
PENDAHULUAN
Buah kelapa (Cocos nucifera L) merupakan komoditi perkebunan yang tersebar
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan jutaan keluarga bergantung pada komoditi
tersebut, karena memiliki nilai ekonomis. Komoditi buah kelapa banyak dimanfaatkan oleh
manusia secara sejak nenek moyang dulu dan hampir semua bagian tanaman kelapa dapat
dimanfaatkan, di antaranya dapat diolah menjadi aneka olahan penganan yang bernilai tambah.
Buah kelapa terdiri dari empat komponen, seperti
sabut, daging, air dan tempurung kelapa.
Potensi tersebut, secara ekonomi dapat meningkatkan income para petani kelapa sehingga bila
dikelola secara baik dapat membangun pada aspek kesejahteraan rakyat.
Belakangan terendus persoalan nata de coco menjadi medium isu setelah dalam
pengolahan nata dikaitkan dengan Ammonium Sulfat (ZA) atau yang dikenal dengan pupuk
urea. Persoalan menjadi besar setelah medium itu di blow uap media masa, setelah terjadi
adanya penggerebekan salah satu industri nata yang saat itu masih prematur untuk memvonis
namun memerlukan pembukan secara ilmiah. Potensi nata de coco sangat berlimpah ketika
dikelola secara modern. Sebab itu, faktor yang menyebabkan pendapatan petani kelapa belum
sampai pada tingkat yang wajar yaitu belum mampunyai para petani kelapa untuk
memanfaatkan hasil secara maksimal sehingga menghasilkan suatu keuntungan maksimal.
Sampai saat ini air kelapa belum sepenuhya dimanfaatkan, ini merupakan peluang yang baik
untuk pengembangan usaha nata de coco dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani.
Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang saat ini mulai
populer dikalangan masyarakat mengingat kandungan serat yang tinggi dan rendah kalori.
Produk nata de coco mulai digemari oleh masyarakat hal ini merupakan peluang usaha dan
akan memberikan nilai-nilai ekonomis tinggi. Sama halnya dengan berbagai jenis buah
lainnya, seperti sari buah–buahan, sari kedelai, dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama nata
dapat bermacam–macam sesuai dengan bahan yang digunakan. Namun, diantara beberapa
jenis bahan yang dapat digunakan, air kelapa merupakan bahan yang paling ekonomis,
mengingat air kelapa hanyalah bersifat sebagai limbah dari buah kelapa.
2. KAJIAN LITERATUR
2. 1. Nata
Hasil dari produk bioselulosa setelah fermentasi antara air kelapa dengan bakteri asam
asetea yaitu Acetobacter xylinum yang dikenal dengan nama nata de coco. Bakteri itu dapat
mensintesiskan selulosa secara ekstrakulikuler dengan menggunakan bahan gula pasir putih
yang terdapat dalam substrat. Selulosa berupa lapisan berupa gel yang berbentuk serat-serat
yang menyatu bersama biomassa yang tumbuh pada permukaan media kultur yang lajim
disebut nata de coco yang kini banyak dikembangkan dalam industri makanan berskala rumah
tangga (Indriati dan Rahimi, 2008).
Bioselulosa selain sebagai makanan bertekstur kenyal di lidah, bila diproses lebih
lanjut akan memiliki sifat mekanik tinggi sebagai bahan diafragma transduser (Loud Speaker),
seperti bahan campuran dalam industri kertas. Dalam dunia medis digunakan sebagai
pembalut luka (Indriati dan Rahimi, 2008). Nata sebenarnya berasal dari bahasa Spanyol,
artinya “krim”. Dalam bahasa Latin natare berarti “terapung”. Nata sendiri dibuat dapat
dibuat dari berbagai macam bahan, seperti, sari buah kulir jeruk, kulit pisang, kulit semangka,
nanas, jambu biji, stroberi, air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu,
ubi kayu atau limbah tapioka. Nata yang terbuat dari air kelapa disebut nata de coco. Di
Indonesia nata de coco sering disebut sari kelapa (Salim dan Ryan, 2011).
Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis dari gula oleh pembentuk nata, yaitu
Acetobacter xylinum. Beberapa Acetobacter menghasilkan membran bergelatin yang
dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair. Membran tersebut sama dengan “Nata
de Coco”, jenis makanan hasil fermentasi tradisional di Filipina yang dikenal sebagai penutup
makanan di Jepang. Substansi gelatin tersebut secara kimiawi identik dengan selulosa
(Yoshinaga et al., 1997). Menurut Wahyudi (2003) dalam medium cair bakteri Acetobacter
xylinum membentuk lapisan atau massa yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter,
berstektur kenyal, warna putih dan tembus pandang. Produk ini dapat diolah menjadi berbagai
minuman segar, seperti puding koktail nata dalam sirup, campuran jelly, manisan dan produk
lainnya.
Nata de coco digolongkan sebagai produk buah-buahan seperti kolang-kaling. Nata de
coco dapat dijadikan subtitusi buah kaleng atau dikonsumsi dengan buah-buahan lainnya
sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang dapat digolongkan pada
dietary yang memberikan andil untuk kelangsungan fisiologi secara normal. (Layuk dkk.,
2007).
2.2. Bakteri Acetobacter xylinum
Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang,
bundar, cembung, berwarna putih atau merah muda, motil dengan dua flagella polar. Bakteri
ini berbentuk spora berdiameter koloni kurang dari 3 mm, dan tumbuh pada optimum suhu
25ºC – 30ºC dan pada pH 3,5 – 5 (Astawan, 2002). Acetobacter xylinum dapat berprokariotik
yang mensintesa polisakarida berupa selulosa. Pada media cair, bakteri membentuk sentimeter
fibril dan terperangkap dalam massa fibril yang terbentuk. Energi yang ditimbulkan dari hasil
perombakkan gula digunakan untuk menjalankan metabolisme dalam sel bakteri tersebut
(Sudar, 2006).
Acetobacter adalah sebuah genus bakteri penghasil asam asetat, ditandai dengan
kemampuannya mengubah etanol (alkohol) menjadi asam cuka (asam asetat) setelah melalui
hempasan udara (Multazam, 2009). Dari hasil uji test laboratorium, bahwa acetobacter
mengandung sekitar 7% etanol. Untuk memburamkan medium dapat ditambahi kalsium
karbonat secukupnya. Ketika koloni tersebut membentuk asam asetat, maka kalsium karbonat
akan melarut sehingga terbentuk daerah bening yang jelas pada medium (Multazam, 2009).
Ciri-ciri bakteri pembentuk nata golongan Acetobacter yakni, (Multazam, 2009):

Gram negatif untuk kultur yang masih muda

Gram positif untuk kultur yang sudah tua

Obligat aerobik

Membentuk batang dalam medium asam, sedangkan medium alkali membentuk oval

Bersifat non mortal dan tidak membentuk spora

Tidak mampu mencairkan gelatin

Tidak memproduksi H2S

Tidak mereduksi nitrat

”Termal death point “ pada suhu 65-70oC
Ciri acetobacter xylinum memiliki sifat yang unik, bila ditumbuhkan pada media
yang mengandung gula. Bakteri ini akan memecah komponen gula dan membentuk suatu
polisakarida yang dikenal selulosa ekstra sel (nata). Bakteri ini termasuk kelompok bakteri
pengganggu pada industri minuman beralkohol karena bersifat oksidatif (over oxidixer)
sehingga mampu mengoksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat (Nurina, 2006).
Klasifikasi bakteri Acetobacter xylinum, yaitu (Krieg, 1984):
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Alphaproteobacteria
Ordo
: Rhodospirillales
Familia
: Acetobacteraceae
Genus
: Acetobacter
Spesies
: Acetobacter xylinum
2.3. Metabolisme Acetobacter xylinum
Biosintesa nata berawal dari proses hidrolisis karbohidrat yang berasal dari media,
dimana sel-sel bakteri tersebut akan mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian glukosa
tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor atau penciri nata pada
membran sel. Prekursor selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim
mempolarisasi glukosa menjadi selulosa luar sel (Palungkun, 1996).
Biosintesis selulosa meliputi beberapa tahap, yaitu aktivasi monomer, transfer
monomer teraktivasi dari dalam sel ke luar sel dan penyusunan polimer. Enzim yang terlibat
dalam sintesis selulosa tertambat dan terikat pada membran sel sehingga laju sintesis tidak
turun dengan adanya pencucian (Riyadi, 1987). Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat
dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas
bakteri. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam subtrat dapat meningkatkan jumlah
polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti Mg2+ dan Ca2+ diperlukan
untuk mengontrol kerja enzim ektraselluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida
tersebut (Multazam, 2009). Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara
3,5-7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang
memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam,
2009).
3.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa tahapan penelitian, yaitu :
3.1 Pembuatan serat nata de coco
Serat nata de coco dibuat dengan berbagai macam variasi seperti: pH atau komposisi
asam asetat, komposisi gula (sucrose) dan komposisi urea (nitrogen), kemudian serat yang
telah divariasikan variabel dan parameternya dibandingkan satu dengan lain berdasarkan
ketebalan serat, jumlah massa serat yang terbentuk, kekuatan mekanik, densitas dan
persentase swelling, sehingga didapatkan serat nata de coco yang terbaik.
3.2 Uji fisik dan morfologi
Pada pengujian sifat fisik dan morfologi ini akan dilakukan pada lembaran serat nata
de coco murni (sebelum dilakukan modifikasi penambahan nanofiller dan resin), untuk
melihat variasi komposisi asam asetat (pH), gula dan urea yang paling optimum dengan
menggunakan alat uji seperti mikrometer skrup dan digital analitical balance (ketebalan,
densitas serat dan persentase swelling) dan juga mengetahui morfologi permukaan serat
dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy).
3.3 Pengisian partikel nanofiller
Serat nata de coco dengan kualitas terbaik yang telah diperoleh dan diuji sifat fisik
dan morfologinya, selanjutnya diisi dengan partikel nanofiller (SiO2, Al2O3, dan Clay) dengan
menggunakan teknik pencelupan (immersion). Lalu dilihat interaksi antara nanofiller dan
serat dengan menggunakan SEM-EDX, apakah nanofiller tersebut telah terdistribusi merata
dipermukaan serat atau tidak. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan uji XRD untuk melihat
sifat kristalinitas dari serat murni dan serat yang telah terisi nanofiller.
3.3.1 Uji sifat mekanik
Uji sifat mekanik ini dilakukan untuk melihat kekuatan tarik serat nata de coco yang
sudah terisi oleh nanofiller, dengan menggunakan alat uji ultimate tensile strength (UTS).
3.3.2 Penggabungan komposit serat nata de coco – nanofiller dengan resin
Serat nata de coco yang telah diisi oleh nanofiller SiO2, Al2O3, dan clay, selanjutnya
dikomposit dengan menggunakan beberapa jenis resin, antara lain: resin epoksi, resin
poliester dan resin vinil ester, dengan menggunakan teknik hand lay up.
3.3.3 Uji fisik dan mekanik material komposit
Setelah dilakukan proses komposit, maka tahap selajutnya adalah dilakukan uji sifat
fisik dan mekanik dari masing-masing perlakukan komposit yang telah, sehingga didapat
material komposit baru yang memiliki kekuatan tinggi yang dapat diaplikasikan sebagai
bahan dasar pembuatan produk-produk tertentu, misalnya reinforcement body mobil, panel
tahan peluru dan lain-lain.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari bahan untuk pembuatan nata de
coco dan bahan untuk pembuatan komposit.
a.
Bahan Pembuatan Nata
Bahan yang digunakan antara lain:
1. Air kelapa (Fresh coconut water). 2. Bibit nata de coco (Stater Acetobacter xylinum). 3. Gula
pasir (Carbon source). 4. Urea (Nitrogen source). 5. Asam Asetat Glasial ± 96% v/v.
b.
Bahan Pembuatan Komposit Serat
Bahan yang digunakan antara lain :
1. Lembaran kering serat nata de coco.
2. Partikel nanofiller :

Silikat (SiO2) diperoleh dari Brataco Bogor.

α-Alumina (Al2O3) diperoleh dari Aldrich, Germany.
3. Clay (Ca Montmorillonite).
4. Material Resin :

Epoksi dan vinil ester diperoleh dari PT. Justus Kimia Raya, Jakarta.

Poliester diperoleh dari PT. Alam Kimia, Jakarta.
3.2.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu peralatan
untuk membuat nata de coco, peralatan untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco dan
peralatan untuk pembuatan komposit.
a.
Peralatan Pembuatan Nata
Peralatan pembutan nata de coco terdiri dari :
1. Baki plastik ukuran 20 cm x 15 cm, 2. Panci pemasak, 3. Kompor Gas, 4. Kertas Koran, 5.
Kain Lap, 6. Saringan, 7. Karet, 8. Pengaduk, 9. Beaker glass 1000 ml, 10. Beaker glass 100 ml,
11. Termometer, 12. pH meter
b.
Peralatan Untuk Mendapatkan Lembaran Serat Nata
Peralatan untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco terdiri dari :
1.
Alat Tekan
Alat tekan yang digunakan ada 2 jenis, yang pertama adalah alat tekan dingin (cool press)
dengan tekanan maksimum 20 ton dan alat tekan panas (hot press) dengan tekanan
maksimum 10 ton dan dilengkapi dengan termokopel sebagai sumber panas yang
berfungsi untuk menghilangkan kandungan air dari nata de coco, sehingga didapat
lembaran serat Nata de coco kering dengan kandungan air (moisture content) sekitar 8
–10%.
2.
Wire mesh
Wire mesh berfungsi untuk membantu proses penghilangan kandungan air nata de coco
pada saat ditekan (cool press).
3.
Lembaran Teflon
Lembaran teflon berfungsi untuk melindungi serat pada saat ditekan panas agar tidak
menempel pada plate press. Ukuran teflon disesuaikan dengan ukuran lembaran serat
nata de coco yang akan ditekan, pada penelitian ini akan digunakan ukuran lembaran
teflon sekitar 25x25 cm.
Peralatan Pembuatan Komposit Serat Nata
Peralatan pembuatan komposit serat nata de coco terdiri dari :
1.
Wadah ukuran 2000 ml
Wadah ini digunakan untuk melakukan proses komposit antara serat nata de coco dengan
nanofiller.
2.
Pengaduk
Pengaduk digunakan untuk mencampurkan resin dan hardener-nya di dalam wadah agar
merata.
3.
Kuas
Kuas digunakan untuk melapisi serat dengan resin agar seluruh permukaan serat terlapisi
oleh resin dengan baik dan merata.
4.
Keramik dan Mirror Glaze
Keramik dan mirror glaze digunakan sebagai alas pada saat proses pembuatan komposit
agar material komposit yang telah dibuat mudah diambil dan tidak lengket.
3.3. Diagram Alur Penelitian
Tahapan Penelitian yang Dilakukan
Gambar 3.1.
Pembuatan Nata de Coco
(Variasi Asam Asetat, Gula, Urea
Karakteristik (Ukur Ketebalan
dan Kuat Tarik Serat
Pengisian Nanofiller (SiO 2+, AL2O2, &
Clay) Ke dalam Serat Nata de Coco
Serat Terbaik
(Ketebalan & kuat tarik Serat
Tinggi
Uji Sifat Mekanik & Morfologi
Serat/Nonofiller (SEM/SEM-EDX &
Tensile Test
Pembuatan Komposit
Serta/Nanofiller/Resin
Komposit terbaik
(Dengan Kuat Tarik Terbaik)
UJI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT
SERTA/NONFILLER/RESIN
(Tensile Strength Test)
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1 Pembuatan Nata de coco
Mekanisme pembuatan nata de coco sebagai berikut :
a. Persiapan media air kelapa
Air kelapa disaring agar benar-benar bersih dari kotoran, ke dalam tiap 1 liter air
kelapa tersebut, tambahkan gula pasir dengan variasi 15; 20; dan 25 gram, asam
asetat glasial sebanyak 2,5; 3; dan 3,5 ml dan urea sebanyak 4; 5; dan 6 gram.
Campurkan bahan-bahan tersebut ke dalam panci pemasak, lalu direbus hingga
mendidih (biarkan mendidih selama 5 menit). Tuangkan bahan campuran yang
sudah direbus tersebut ke dalam baki plastik steril yang berukuran 20 x 15 cm
dengan ketebalan 1,5 – 2,0 cm, lalu tutup rapat dengan menggunakan kertas koran
dan diamkan sehari sampai benar-benar dingin.
Pemasukan bibit dan penyimpanan
Masukkan bibit nata de coco 100 ml atau 10% untuk setiap l liter media ke dalam
baki plastik yang berisi media air kelapa. Simpan selama 9 hari di tempat yang sejuk
dan aman (tidak terganggu dan tidak goyang).
Pemanenan
Media air kelapa yang sudah membentuk serat hidrogel nata de coco (pellicle)
dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan air yang mengalir sampai asamnya
hilang dan berwarna putih jernih. Proses pembersihan dilakukan agar nata yang
sudah terbentuk tidak menjadi bau dan busuk karena tumbuhnya jamur.
Keberhasilan pembuatan serat nata de coco ditandai dengan:
1. Lempeng tebal berwarna putih.
2. Tidak terdapat cairan/loyang pertumbuhan kering.
3. Lempeng nata tidak berjamur, bolong dan terdapat noda hitam.
3.4.2 Pengisian Nanofiller ke dalam Serat Nata de coco.
Mekanisme pembuatan komposit serat/nanofiller, sebagai berikut :
a)Menyiapkan nata de coco yang sudah dibuat.
b)
Dimensi lembaran nata de coco ± 20 x 15 cm.
c)Menyiapkan larutan sebanyak 700 ml dengan variasi kandungan nanofiller SiO2,
Al2O3 dan clay dengan komposisi masing-masing 3%w/v.
d)
Celupkan nata de coco ke dalam larutan koloid nanofiller selama 2 minggu
sampai partikel nanofiller tersebut menembus ke dalam serat nata de coco dan
terikat pada serat mikrofibrilnya.
3.4.3 Pembuatan Lembaran Serat Nata de coco Kering
Mekanisme pembuatan lembaran serat nata de coco sebagai berikut :
a)
Menyiapkan sampel nata de coco : Dimensi lembaran nata de coco disesuaikan
dengan ukuran pelat press.
b)
Proses tekan nata de coco : Untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco,
dilakukan dua tahapan proses tekan yaitu tekan dingin kemudian tekan panas. Proses
tekan serat ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan Universitas Pasundan.
A. Tekan dingin (Cool Press)

Tekanan = 10 Ton

Temperatur = Suhu Kamar
Pada proses tekan dingin dilakukan untuk menghilangkan sebagian besar air (± 98%)
yang terdapat di dalam hidrogel nata de coco, sehingga akan dihasilkan lembaran
serat tipis basah dengan ketebalan 0,1 – 1 mm.
B. Tekan Panas (Hot Press)

Tekanan = 5 Ton

Temperatur = 105oC - 110oC selama ± 30 menit.
Pada tahap proses tekan panas (hot press) ini diharapkan dapat diperoleh serat nata
de coco yang kering dan tidak gosong, dimana pada tekan panas ini temperatur yang
digunakan sekitar 105oC dengan waktu penekanan kurang lebih 30 - 45 menit untuk
satu sampel serat, sehingga dihasilkan serat nata de coco yang kering dan transparan
dengan ketebalan ± 0,1 mm dan kandungan air sekitar 8 – 10%, selanjutnya serat
tersebut dikarakterisasi baik sifat fisik maupun sifat mekanik untuk mengetahui
variasi serat apa yang paling optimum.
3.4.4 Pembuatan Komposit Serat Nata de coco – Resin
1. Serat yang sudah diuji secara fisik dan mekanik selanjutnya dibandingkan satu dengan
yang lain.
2. Kemudian dilakukan pemilihan kandidat serat terbaik yang diambil untuk dilakukan
proses komposit dengan resin.
3. Resin yang akan digunakan ada 3 jenis variasi, yaitu resin epoksi, poliester dan vinil
ester.
4. Serat yang sudah dikompositkan dengan resin kemudian diuji sifat fisik dan mekanik,
sehingga didapatkan material komposit dengan kuat tarik terbaik.
5. Komposit yang dihasilkan siap digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan
produk-produk lain, khususnya untuk pembuatan body mobil atau panel tahan peluru.
3.4.5 Pengujian Komposit Serat Nata de coco - Resin
A. Skala Prioritas Seleksi Komposit:

Pada proses pembuatan Nata de coco
Setelah media nata de coco dengan berbagai variasi komposisi dibuat (asam asetat,
gula dan urea) dan menghasilkan serat nata de coco (pellicle), selanjutnya ukur
ketebalan dan densitas serat dengan menggunakan alat ukur seperti mikrometer
skrup dan digital analitical balance untuk semua variasi. Ambil 3 sampel terbaik
yang memiliki ketebalan dan densitas serat yang paling tinggi diantara 27 titik
perlakuan sampel yang sudah dibuat. Untuk penelitian ini ketebalan serat
merupakan prioritas utama bila dibandingkan dengan densitas serat, karena serat
yang memiliki ketebalan yang tinggi memiliki jumlah serat yang lebih banyak dan
kemampuan dalam mengikat air (water holding capacity) yang lebih tinggi,
sehingga kekuatan mekanik (tensile strength dan modulus elastic) serat akan
semakin tinggi (Y.C. Hsieh, H. Yano, M. Nogi and S.J. Eichhorn : 2008 ;
15:507-513).
Pengujian Sifat Mekanik
Pada penelitian ini sifat mekanik bahan ditentukan melalui kekuatan tarik (ultimate
tensile strength). Sampel lembaran serat nata de coco diuji sesuai dengan ASTM-D638.
Uji tarik dilakukan pada lembaran serat nata de coco murni dan lembaran serat yang
telah dikomposit dengan menggunakan nanofiller (SiO2, Al2O3 & clay) dan resin (epoksi,
poliester dan vinil ester), yang disebut sebagai komposit serat nata de coco.
Analisis Morfologi
Analisis morfologi terhadap lembaran serat nata de coco dilakukan dengan
menggunakan SEM dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive)
melalui perbesaran 5000x. Uji SEM dilakukan di laboratorium PUSLIT Kimia LIPI
Serpong, Banten. Pengujian dilakukan pada tiga titik dalam satu lembaran serat nata de
coco.
3.4.6 Skematika Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan dalam pembuatan material komposit berbahan dasar serat nata de
coco secara skematik dapat dilihat pada Tabel 3.1. Dari pengaluran 1 jenis starter
(Acetobacter xylinum) dengan 3 parameter (komposisi asam asetat, gula dan urea) dan 3
variabel {(asam asetat: 2,5; 3; 3,5 ml), (gula : 15; 20; 25 gram) dan (urea: 4; 5; 6 gram)},
maka diperoleh skema prosedur percobaan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Skematika Percobaan Pembuatan Nata de Coco
KOLOM 1
PERCOBAAN
a1α
Aa1α
Ba1α
Ca1α
A
B
C
a1β
Aa1β
Ba1β
Ca1β
KOLOM 2
a1γ
Aa1γ
Ba1γ
Ca1γ
a2α
Aa2α
Ba2α
Ca2α
a2β
Aa2β
Ba2β
Ca2β
a2γ
Aa2β
Ba2γ
Ca2γ
KOLOM 3
a3α
Aa3α
Ba3α
Ca3α
a3β
Aa3β
Ba3β
Ca3β
a3γ
Aa3γ
Ba3γ
Ca3γ
Keterangan :
A : Volume asam asetat (2,5 ml)
B : Volume asam asetat (3 ml)
C : Volume asam asetat (3,5 ml)
a1 : Massa gula (15 gram)
a2 : Massa gula (20 gram)
a3 : Massa gula (25 gram)
α : Massa urea (4 gram)
β : Massa urea (5 gram)
γ : Massa urea (6 gram)
Dari prosedur percobaan pada Tabel 3.1 di atas, misalkan variasi pembuatan serat nata
de coco yang paling optimum bila diuji fisik dengan menggunakan mikrometer skrup, digital
analitical balance, SEM dan tensile strength untuk menentukan ketebalan serat, densitas
persentase swelling dan kekuatan serat adalah pada perlakuan Ba2β (asam asetat 3 ml; gula 20
gram; dan urea 5 gram), maka selanjutnya nata de coco dengan formula tersebut dimodifikasi
lagi dengan penambahan partikel nanofiller (SiO2, Al2O3, dan clay) dengan konsentrasi
sebesar 3% w/v, dan dikomposit dengan menggunakan resin dengan variasi resin adalah resin
epoksi, resin poliester, dan resin vinil ester. Sementara hasil skematika prosedur yang kedua
adalah :
Tabel 3.2.
Skematika Pembuatan Material Komposit
PROSEDUR
KOMPOSISI NANOFILLER
(3% w/v)
SiO2
Al2O3
Clay
RESIN
1
2
3
Epoksi
X
X1
X2
X3
Poliester
Y
Y1
Y2
Y3
Vinil Ester
Z
Z1
Z2
Z3
Keterangan :
X : Resin jenis epoksi
Y : Resin jenis poliester
Z : Resin jenis vinil ester
1 : Komposisi nanofiller SiO2
2 : Komposisi nanofiller Al2O3
3 : Komposisi nanofiller Clay
Kemudian masing-masing serat yang telah diberikan perlakuan dengan berbagai
variasi resin, selanjutnya dilakukakan uji fisik dan mekanik seperti uji XRD, SEM,
SEM-EDX, dan tensile test. Kemudian diamati dan dibandingkan satu komposit dengan
komposit yang lain, lalu disimpulkan paduan komposit apa yang paling baik dalam penelitian
ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nata de coco merupakan produk pangan yang sangat populer di masyarakat. Produk
yang secara fisik terlihat seperti gel, berwarna putih atau bening dan bertekstur kenyal ini
diproduksi dengan memanfaatkan kerja bakteri Acetobacter xylinum pada air kelapa sebagai
bahan baku dan dalam proses produksinya menggunakan sejumlah bahan tambahan pangan
sebagai bahan penolong, seperti gula (sukrosa) dan amonium sulfat. Penggunaan amonium
sulfat ini menjadi ramai didiskusikan belakangan ini oleh konsumen, pengrajin maupun
pengambil kebijakan, dan mendapat perhatian yang cukup kuat dari media massa. Isu itu
menguat karena amonium sulfat diartikan sebagai pupuk ZA, singkatan dari Bahasa Belanda
Zwavelzure Ammoniak.
Dilaporkan pula bahwa banyak pengrajin telah menggunakan pupuk ini dalam praktik
produksi Nata de Coco, sehingga muncul beragam pertanyaan terkait dengan kelaziman dan
keamanan pangannya. Amonium sulfat sendiri dalam jumlah kecil yaitu sebanyak 0,2% atau 2
gr/liter digunakan sebagai sumber nitrogen bagi bakteri A.xylinum dan senyawa tersebut akan
habis dikonsumsi bakteri untuk pertumbuhan.
Pencucian berulang-ulang, pengecilan ukuran, dan perendaman merupakan tahapan
proses bertujuan untuk menghilangkan sisa substrat fermentasi, menghilangkan asam,
menghilangkan sisa mikroba dan komponen lain yang tidak dikehendaki, dan menghasilkan
aroma khas Nata. Nata de Coco selanjutnya direbus mendidih minimal selama 10 menit untuk
menghilangkan rasa asam maupun sisa mikroba hidup, sehingga dihasilkan produk Nata
dengan rasa tawar, kenyal, tidak berbau, bebas residu, dan aman untuk dikonsumsi.
Salah satu standar yang digunakan untuk bahan baku makanan adalah standar FCC
(Food Chemical Codex). FCC menyebutkan bahwa ammonium sulfat yang boleh digunakan
sebagai bahan pangan disyaratkan tidak boleh mengandung logam berat arsenik (lebih dari 0.5
ppm), besi (15 ppm), dan selenium (5 ppm). Secara komersial, ammonium sulfat tersebut
tersedia dalam dua kategori: untuk makanan (food grade) dan bukan untuk makanan (non food
grade). Yang food grade berstatus Generally Recognized As Safe (GRAS) dalam batasan
tertentu, sedangkan yang non food grade tentu saja tidak boleh dipakai dalam
makanan. Permasalahannya adalah amonium sulfat dalam bentuk pupuk ini murah dan banyak
tersedia.
Ancaman penggunaan urea atau ZA yang berkualifikasi bukan untuk makanan
(non-food grade) tetap ada. Jika dikonsumsi, pupuk urea memiliki tingkat toksisitas yang
cukup tinggi. Efek dari terkonsumsinya urea adalah mual-mual, muntah-muntah, dan
iritasi. Akan tetapi, keberadaan urea di produk akhir Nata de Coco adalah sangat debatable.
Secara logika, urea semestinya tidak akan terdapat dalam produk nata de coco, karena urea
dimanfaatkan bakteria sebagai sumber nitrogen. Kalaupun bersisa, ZA/urea akan sangat
mungkin terbuang melalui proses pemanasan maupun pencucian berulang.
Berkaitan dengan kasus penggunaan pupuk ZA pada produksi nata de coco, beberapa
langkah perbaikan yang perlu dilakukan antara lain: (1) Penggalakan penggunaan amonium
sulfat murni (Food Grade) perlu dilakukan. Diakui bahwa bahan ini merupakan produk impor
dengan harga yang relatif lebih mahal. Namun demikian, aspek ketersediaan nampaknya
merupakan titik kritis penggunaan bahan tersebut. (2) Agar sedapat mungkin dihindari
penggunaan bahan non food grade, mengingat kadar ketidak-murnian yang tinggi pada
amonium sulfat non food grade, misalnya pada kandungan logam berat yang jauh lebih tinggi;
(3) pencucian berulang dalam proses produksi nata de coco adalah titik kritis keamanan pangan,
dimana boleh jadi komponen-komponen berbahaya seperti logam berat akan larut ke dalam air
pencuci; (4) sebaiknya dilakukan pengukuran kadar logam berat pada produk nata de coco yang
saat ini beredar.
Kasus pupuk ZA pada produksi nata de coco sangat mungkin berimplikasi pada
ekonomi rakyat. Regulasi yang pasti dan solusi yang ditawarkan perlu segera disiapkan dan
disosialisasikan agar pelarangan penggunaan bahan berbahaya dapat dihindari tanpa
menimbulkan gejolak. Secara teknis, pemenuhan sumber N untuk bakteri pada produksi nata de
coco juga perlu diantisipasi. Badan Litbang Pertanian juga telah mengembangkan potensi
bahan lain pengganti amonium sulfat seperti air sisa pengolahan tahu atau sari kecambah
kacang hijau.
Nata de coco merupakan jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa
(dietary fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang melibatkan
jasad renik (mikroba) yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Bibit nata sebenarnya
merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Dalam kehidupan jasad
renik, baktri dapat digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri
yang merugikan, dan bakteri yang menguntungkan.
Starter atau bibit nata de coco merupakan bakteri Acetobacter yang akan membnetuk
serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan
nitrogen melalui proses yang terkontrol. Salah satu pembuatan bibit nata yaitu dari ampas
nanas. Pembuatannya dengan cara sebagai brikut.
a.
Buah nanas matang dikupas, lalu dicuci bersih. Kemudian dibelah dan dipotong – potong
kecil – kecil. Potongan ini dihancurkan dengan alat penghancur.
b.
Hancuran nenas diperas sampai sari buah habis, ampasnya dicampur dengan air gula
pasir dengan perbandingan 6 : 3 :1. Tapi sebelumnya air yang telah mendidih
dimasukkan gula di dalamnya sampai larut dan mendidih lagi. Campuran ini diaduk
merata dan dimasukkan ke dalam toples, dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditutup
dengan kertas dan didiamkan selama 2 – 3 minggu ( sampai terbentuk lapisan putih
diatasnya).
c.
Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bibit atau starter dalam
pembuatan nata de coco.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri batang pendek yang mempunyai panjang dua
mikron dan lebar, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk
rantai pendek dengan satuan sel 6 – 8 sel. Bersifat ninmotil dengan pewarnaan gram
menunjukkan gram negatif. Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan
propil alkohol, tidak membuat indol, dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat
menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri tu adalah memiliki
kemampuan untuk mempolimerisasikan glukosa sehingga menjadi selulosa.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum
adalah :
a.
Sumber karbon
Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi adalah senyawa karbohidrat
yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan dapat terjadi pada media
yang mengandung senyawa – senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang
paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis adalah sukrosa dan gula
pasir.
b.
Sumber nitrogen
Bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi
pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan
kasein. Namun, amonium sulfat (dipasar vdikenal dengan ZA) merupakan bahan yang
lebih cocok deginakan dari sudut pandang ekonomis dan kualitas nata yang dihasilkan.
Banyak sumber nitrogen yang dapay digunakan dan murah seperti Urea.
c.
Tingkat keasaman (pH)
Meskipun tumbuh pada pH berkisar 3,5 – 3,7. Namun, bakteri Acetobacter xylinum
sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam
suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolismenya.
d.
Temperatur
Adapun suhu ideal (optimum) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinumadalah 28
O
C – 31 OC. Kisaran tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu dibawah 28 OC
pertumbuhan bakteri terhambat. Demikian halnya jika berada pada suhu diatas 31 OC,
bibit nata akan mengalami kerusakan bahkan mati, meskipun enzim ekstra seluler yang
telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata.
e.
Udara (oksigen)
Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam pertumbuhan,
perkembangan dan aktivitasnya bakteri nin sangat memerlukan oksigen. Bila
kekurangan oksigen, bakteri ni akan mengalami gangguan dan pertumbuhannya dan
bahkan segera mengalami kematian.
Manfaat nata de coco dalam kesehatan yaitu dapat dijadikan sebagai makanan
keperluan diet, karena nata dipakai sebagai sumber makanan rendah energi. Nata de coco juga
mengandung serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi, karena
produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam
tubuh.
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Kandungan gizi nata de coco
Satuan
%
%
%
%
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Mg/100 ml
Komponen
Air
Karbohidrat
Protein
Lemak
Kalsium
Natrium
Kalsium
Magnesium
Ferum
Cuprim
Fosfo
sulfu
Fermentasi
adalah
proses
yang
memanfaatkan
Nilai
91,50
4,60
0,14
1,15
312,00
105,00
29,00
30,00
0,10
0,04
37,00
24,00
kemampuan
mikroba
untuk
menghasilkan metabolit sekunder dan primer dalam suatu lingkungan yang dikendalikan.
Fermentasi merupakan bentuk penerapan atau aplikasi tertua dalam bioteknologi. Pada
mulanya, istilah fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa
menjadi alkohol yang berlangsung anaerob.
Fermentasi ada 3 yaitu :
1.
Fermentasi alkohol
Merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi
etanol (etil alkohol) dan CO2.
Reaksi kimia:
C6H12O6
2.
2C2H5OH + 2 ATP
Fermentasi asam laktat
Fermentasi asam laktat meupakn respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia,
ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi
akibat bekerja terlalu berat. Glukosa
diubah atau dipecah mejadi
2 molekul asam piruvat melalui glikolisis membentuk
2 ATP dan 2 NADH.
3.
Fermentasi asam cuka
Merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob.
Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter asetil) dengan
substansi asetil) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari
energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob.
Proses terbentuknya nata de coco yaitu sel – sel Acetobacter xylinummengambil
glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan
asam lemak membentuk
prekurosor pada membran sel, kemudian keluar sel bersama – sama enzim yang
mempolimerisasikan glukosa menjadi seluosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut
adalh GDP – glukosa. Pembentukan prekursor ini diatur oleh adanya katalisasi seperti
Ca2+dan Mg2+. Prekursor ini kemudianmengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor
membentuk selulosa.
Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu pertama – tama dibuat starter, lalu
disiapkan alat dan bahaan untuk pembuatan nata de coco. Kemudian 1 250 ml air kelapa
didihkan emudian ditambahkan gula 25 gram lalu ditambahkan urea lalu diaduk. Kemudian
didinginkan. Setlah itu diukur pH lalu ditambahkan asam asetil glasial 10 ml, lalu diinokulasi
dengan bakteri Acetobacter xylinum. Diinkubasi selama 12 hari setelah itu diambil lapisan
nata yang telah terbentuk dan diamati bau, rasa, warna, ketebalan, dan pH.
Adapun alasan penambahan bahan dan alasan perlakuannya yaitu alat – alat disterilkan
agar alat tidak terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme lain. Digunakan air kelapa,
disaring agar tidak ada kotoran yang ikut pada air kelapa dan dididihkan agar mikroorganism
asing mati. Penambahan urea berfungsi sebgai media
hidup bagi Acetobacter xylinumyang
memerlukan sumber nitrogen. Gula pasir ditambahkan sebagai sumber karbon. Asam asetat
glasial ditambahkan untuk menurunkan pH dan meningkatkan keasaman. Starter bakteri
ditutup dengan kain agar oksigen dapat masuk dan membantu pertumbuhan Acetobacter
xylinum. didiamkan agar mendapatkan nata setelah itu dicuci 3 kali agar menghilangkan
aroma asamnya.
Adapun hasil yang didapatkan pada percobaan ini yaitu untuk ketebalan nata 0,4 mm,
berbau tengik, tidak berasa, berwana putih, dan mempunyai pH asam. Jika dibandingkan
dengan literatur maka didapatkan hasil dan perbandingan bahwa ketebalan sebesar 0,4 mm
tidak sesuai dengan literatur seharusnya sebesar 1, 0 – 1,5 cm. Aroma sudah sesuai dengan
literatur bahwa nata berasa asam atau cuka. Warna seharusnya putih bening tetapi yang
didapatkan putih pucat.
Adapun faktor kesalahan yang terjadi yaitu karena alat yang digunakan kurang steril,
juga bahan yang tidak seperti kadarnya terutama glukosa dan urea pada saat setelah diberikan
starter dan folikel nata, seharusnya tidak boleh digoyangkan. Hubungan percobaan ini dengan
dunia farmasi adalah kita dapat membuat nata de oco dengan menggunakan metode tertentu
yang melibatkan fermentasi dan memanfaatkan bakteri yang dapat digunakan untuk
menghasilkan nata de coco.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
nata de coco yang dihasilkan memiliki ketebalan 0,4 mm, aroma asam, berwarna putih pucat,
dan pH asam. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur karena hasil berdasarkan literatur
seharusnya memiliki ketebalan 1,0 – 1,5 cm dan berwarna putih bening.
6. REFERENSI
Astawan, M., 2004. Nata De Coco Yang Kaya Serat. Kompas:10.
Indriati, L., dan Rahimi, E., 2008. Pengaruh Penambahan Gula dan Amonium Sulfat Pada
Medium Kulit Pisang Terhadap Pertumbuhan dan Sifat Mekanik Bioselulosa.
Majalah Polimer Indonesia Vol.11 No.1.
Krieg, N.R., Don, J.B., dan James, T. Staley, 1984. Bergeys Manual of Systematic
Bacteriology Second Edition Volume II The Proteobacteria. Springer. USA.
Layuk, P., Salamba, H., Djuri, R., 2007. Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata De Coco Di
Tingkat Petani. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Sulawesi Utara.
Multazam, A. M., 2009. Ada Apa Dengan Pisang. http://sammultazam.blogspot.
com/2009_02_01_archive.html. Di akses pada tanggal 30 September 2011.
Nurlina, R., 2006. Pembuatan “Nata De Coco” dari Sari Limbah Kulit Pisang dalam
Beberapa Konsentrasi dengan Bakteri A. Xylinum. Jurusan Farmasi Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Palungkun, R., 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyadi, S., 1987. Telaah Mengenai Mikroba yang Berperan dalam Pembuatan Nata De Coco.
Jurusan Biologi Fakultas MIPA IPB. Bogor.
Salim, E., dan Ryan, M., 2011. Menjadi Wirausahawan Sukses Berkat Bisnis Nata De Coco.
Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Sudar, Hasnidar. 2006. Uji Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Fisik Lapisan Tipis
Nata De Coco. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Wahyudi. 2003. Memproduksi Nata De Coco. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Departemen Pendidikan Nasional.
Yoshinaga, F., Tonouchi, N., dan Watanabe, K., 1997. Research Progress in Production pf
Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Aplication as a
New Indistrial Material. Biosci. Biotech. Biochem. 61:219-224
Download