ZA dalam Pembuatan Nata de Coco oleh Agus Setiawan, Yusef Ikrawan, Sulaeman Abadi ABSTRACT Some time ago was excited about nata de coco that uses Ammonium Sulfate (ZA), due to misunderstanding of the process of making nata de coco so that it appears polemic. Nata de coco is often called coconut juice or coconut juice and was first produced in the Philippines. In Indonesia began trying since 1973 to 1975 and is widely known in the market in 1981. The process of making nata de coco involving bacteria (Acetobacter xylinum) at the core of making nata de coco and a healthy food product because it is rich in fiber or fiber so aids digestion . Keywords : Nata , ZA , and Acetobacter xylinum ABSTRAK Beberapa waktu lalu sempat heboh soal nata de coco yang menggunakan Ammonium Sulfat (ZA), karena ketidakpahaman terhadap proses pembuatan nata de coco sehingga muncul polemik. Nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa dan pertama kali di produksi di Filipina. Di Indonesia mulai dicoba sejak tahun 1973 hingga tahun 1975 dan dikenal luas di pasaran pada tahun 1981. Proses pembuatan nata de coco yang melibatkan bakteri (Acetobacter xylinum) menjadi inti pembuatan nata de coco dan merupakan produk makanan yang menyehatkan karena kaya akan fiber atau serat sehingga membantu pencernaan. Kata Kunci : Nata, ZA, dan Acetobacter xylinum 1. PENDAHULUAN Buah kelapa (Cocos nucifera L) merupakan komoditi perkebunan yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan jutaan keluarga bergantung pada komoditi tersebut, karena memiliki nilai ekonomis. Komoditi buah kelapa banyak dimanfaatkan oleh manusia secara sejak nenek moyang dulu dan hampir semua bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan, di antaranya dapat diolah menjadi aneka olahan penganan yang bernilai tambah. Buah kelapa terdiri dari empat komponen, seperti sabut, daging, air dan tempurung kelapa. Potensi tersebut, secara ekonomi dapat meningkatkan income para petani kelapa sehingga bila dikelola secara baik dapat membangun pada aspek kesejahteraan rakyat. Belakangan terendus persoalan nata de coco menjadi medium isu setelah dalam pengolahan nata dikaitkan dengan Ammonium Sulfat (ZA) atau yang dikenal dengan pupuk urea. Persoalan menjadi besar setelah medium itu di blow uap media masa, setelah terjadi adanya penggerebekan salah satu industri nata yang saat itu masih prematur untuk memvonis namun memerlukan pembukan secara ilmiah. Potensi nata de coco sangat berlimpah ketika dikelola secara modern. Sebab itu, faktor yang menyebabkan pendapatan petani kelapa belum sampai pada tingkat yang wajar yaitu belum mampunyai para petani kelapa untuk memanfaatkan hasil secara maksimal sehingga menghasilkan suatu keuntungan maksimal. Sampai saat ini air kelapa belum sepenuhya dimanfaatkan, ini merupakan peluang yang baik untuk pengembangan usaha nata de coco dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani. Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang saat ini mulai populer dikalangan masyarakat mengingat kandungan serat yang tinggi dan rendah kalori. Produk nata de coco mulai digemari oleh masyarakat hal ini merupakan peluang usaha dan akan memberikan nilai-nilai ekonomis tinggi. Sama halnya dengan berbagai jenis buah lainnya, seperti sari buah–buahan, sari kedelai, dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama nata dapat bermacam–macam sesuai dengan bahan yang digunakan. Namun, diantara beberapa jenis bahan yang dapat digunakan, air kelapa merupakan bahan yang paling ekonomis, mengingat air kelapa hanyalah bersifat sebagai limbah dari buah kelapa. 2. KAJIAN LITERATUR 2. 1. Nata Hasil dari produk bioselulosa setelah fermentasi antara air kelapa dengan bakteri asam asetea yaitu Acetobacter xylinum yang dikenal dengan nama nata de coco. Bakteri itu dapat mensintesiskan selulosa secara ekstrakulikuler dengan menggunakan bahan gula pasir putih yang terdapat dalam substrat. Selulosa berupa lapisan berupa gel yang berbentuk serat-serat yang menyatu bersama biomassa yang tumbuh pada permukaan media kultur yang lajim disebut nata de coco yang kini banyak dikembangkan dalam industri makanan berskala rumah tangga (Indriati dan Rahimi, 2008). Bioselulosa selain sebagai makanan bertekstur kenyal di lidah, bila diproses lebih lanjut akan memiliki sifat mekanik tinggi sebagai bahan diafragma transduser (Loud Speaker), seperti bahan campuran dalam industri kertas. Dalam dunia medis digunakan sebagai pembalut luka (Indriati dan Rahimi, 2008). Nata sebenarnya berasal dari bahasa Spanyol, artinya “krim”. Dalam bahasa Latin natare berarti “terapung”. Nata sendiri dibuat dapat dibuat dari berbagai macam bahan, seperti, sari buah kulir jeruk, kulit pisang, kulit semangka, nanas, jambu biji, stroberi, air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, ubi kayu atau limbah tapioka. Nata yang terbuat dari air kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia nata de coco sering disebut sari kelapa (Salim dan Ryan, 2011). Nata adalah selulosa bakteri hasil sintesis dari gula oleh pembentuk nata, yaitu Acetobacter xylinum. Beberapa Acetobacter menghasilkan membran bergelatin yang dinamakan pellicle pada permukaan suatu kultur cair. Membran tersebut sama dengan “Nata de Coco”, jenis makanan hasil fermentasi tradisional di Filipina yang dikenal sebagai penutup makanan di Jepang. Substansi gelatin tersebut secara kimiawi identik dengan selulosa (Yoshinaga et al., 1997). Menurut Wahyudi (2003) dalam medium cair bakteri Acetobacter xylinum membentuk lapisan atau massa yang dapat mencapai ketebalan beberapa sentimeter, berstektur kenyal, warna putih dan tembus pandang. Produk ini dapat diolah menjadi berbagai minuman segar, seperti puding koktail nata dalam sirup, campuran jelly, manisan dan produk lainnya. Nata de coco digolongkan sebagai produk buah-buahan seperti kolang-kaling. Nata de coco dapat dijadikan subtitusi buah kaleng atau dikonsumsi dengan buah-buahan lainnya sebagai makanan penyegar atau pencuci mulut (food dessert) yang dapat digolongkan pada dietary yang memberikan andil untuk kelangsungan fisiologi secara normal. (Layuk dkk., 2007). 2.2. Bakteri Acetobacter xylinum Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri gram negatif yang berbentuk batang, bundar, cembung, berwarna putih atau merah muda, motil dengan dua flagella polar. Bakteri ini berbentuk spora berdiameter koloni kurang dari 3 mm, dan tumbuh pada optimum suhu 25ºC – 30ºC dan pada pH 3,5 – 5 (Astawan, 2002). Acetobacter xylinum dapat berprokariotik yang mensintesa polisakarida berupa selulosa. Pada media cair, bakteri membentuk sentimeter fibril dan terperangkap dalam massa fibril yang terbentuk. Energi yang ditimbulkan dari hasil perombakkan gula digunakan untuk menjalankan metabolisme dalam sel bakteri tersebut (Sudar, 2006). Acetobacter adalah sebuah genus bakteri penghasil asam asetat, ditandai dengan kemampuannya mengubah etanol (alkohol) menjadi asam cuka (asam asetat) setelah melalui hempasan udara (Multazam, 2009). Dari hasil uji test laboratorium, bahwa acetobacter mengandung sekitar 7% etanol. Untuk memburamkan medium dapat ditambahi kalsium karbonat secukupnya. Ketika koloni tersebut membentuk asam asetat, maka kalsium karbonat akan melarut sehingga terbentuk daerah bening yang jelas pada medium (Multazam, 2009). Ciri-ciri bakteri pembentuk nata golongan Acetobacter yakni, (Multazam, 2009): Gram negatif untuk kultur yang masih muda Gram positif untuk kultur yang sudah tua Obligat aerobik Membentuk batang dalam medium asam, sedangkan medium alkali membentuk oval Bersifat non mortal dan tidak membentuk spora Tidak mampu mencairkan gelatin Tidak memproduksi H2S Tidak mereduksi nitrat ”Termal death point “ pada suhu 65-70oC Ciri acetobacter xylinum memiliki sifat yang unik, bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula. Bakteri ini akan memecah komponen gula dan membentuk suatu polisakarida yang dikenal selulosa ekstra sel (nata). Bakteri ini termasuk kelompok bakteri pengganggu pada industri minuman beralkohol karena bersifat oksidatif (over oxidixer) sehingga mampu mengoksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat (Nurina, 2006). Klasifikasi bakteri Acetobacter xylinum, yaitu (Krieg, 1984): Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Alphaproteobacteria Ordo : Rhodospirillales Familia : Acetobacteraceae Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum 2.3. Metabolisme Acetobacter xylinum Biosintesa nata berawal dari proses hidrolisis karbohidrat yang berasal dari media, dimana sel-sel bakteri tersebut akan mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor atau penciri nata pada membran sel. Prekursor selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim mempolarisasi glukosa menjadi selulosa luar sel (Palungkun, 1996). Biosintesis selulosa meliputi beberapa tahap, yaitu aktivasi monomer, transfer monomer teraktivasi dari dalam sel ke luar sel dan penyusunan polimer. Enzim yang terlibat dalam sintesis selulosa tertambat dan terikat pada membran sel sehingga laju sintesis tidak turun dengan adanya pencucian (Riyadi, 1987). Sintesa polisakarida oleh bakteri sangat dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi dan ion-ion tertentu yang dapat mengkatalisasi aktivitas bakteri. Peningkatan konsentrasi nitrogen dalam subtrat dapat meningkatkan jumlah polisakarida yang terbentuk, sedangkan ion-ion bivalen seperti Mg2+ dan Ca2+ diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ektraselluler dan membentuk ikatan dengan polisakarida tersebut (Multazam, 2009). Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5. Sedangkan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar antara 28-32oC (Multazam, 2009). 3. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa tahapan penelitian, yaitu : 3.1 Pembuatan serat nata de coco Serat nata de coco dibuat dengan berbagai macam variasi seperti: pH atau komposisi asam asetat, komposisi gula (sucrose) dan komposisi urea (nitrogen), kemudian serat yang telah divariasikan variabel dan parameternya dibandingkan satu dengan lain berdasarkan ketebalan serat, jumlah massa serat yang terbentuk, kekuatan mekanik, densitas dan persentase swelling, sehingga didapatkan serat nata de coco yang terbaik. 3.2 Uji fisik dan morfologi Pada pengujian sifat fisik dan morfologi ini akan dilakukan pada lembaran serat nata de coco murni (sebelum dilakukan modifikasi penambahan nanofiller dan resin), untuk melihat variasi komposisi asam asetat (pH), gula dan urea yang paling optimum dengan menggunakan alat uji seperti mikrometer skrup dan digital analitical balance (ketebalan, densitas serat dan persentase swelling) dan juga mengetahui morfologi permukaan serat dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). 3.3 Pengisian partikel nanofiller Serat nata de coco dengan kualitas terbaik yang telah diperoleh dan diuji sifat fisik dan morfologinya, selanjutnya diisi dengan partikel nanofiller (SiO2, Al2O3, dan Clay) dengan menggunakan teknik pencelupan (immersion). Lalu dilihat interaksi antara nanofiller dan serat dengan menggunakan SEM-EDX, apakah nanofiller tersebut telah terdistribusi merata dipermukaan serat atau tidak. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan uji XRD untuk melihat sifat kristalinitas dari serat murni dan serat yang telah terisi nanofiller. 3.3.1 Uji sifat mekanik Uji sifat mekanik ini dilakukan untuk melihat kekuatan tarik serat nata de coco yang sudah terisi oleh nanofiller, dengan menggunakan alat uji ultimate tensile strength (UTS). 3.3.2 Penggabungan komposit serat nata de coco – nanofiller dengan resin Serat nata de coco yang telah diisi oleh nanofiller SiO2, Al2O3, dan clay, selanjutnya dikomposit dengan menggunakan beberapa jenis resin, antara lain: resin epoksi, resin poliester dan resin vinil ester, dengan menggunakan teknik hand lay up. 3.3.3 Uji fisik dan mekanik material komposit Setelah dilakukan proses komposit, maka tahap selajutnya adalah dilakukan uji sifat fisik dan mekanik dari masing-masing perlakukan komposit yang telah, sehingga didapat material komposit baru yang memiliki kekuatan tinggi yang dapat diaplikasikan sebagai bahan dasar pembuatan produk-produk tertentu, misalnya reinforcement body mobil, panel tahan peluru dan lain-lain. 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari bahan untuk pembuatan nata de coco dan bahan untuk pembuatan komposit. a. Bahan Pembuatan Nata Bahan yang digunakan antara lain: 1. Air kelapa (Fresh coconut water). 2. Bibit nata de coco (Stater Acetobacter xylinum). 3. Gula pasir (Carbon source). 4. Urea (Nitrogen source). 5. Asam Asetat Glasial ± 96% v/v. b. Bahan Pembuatan Komposit Serat Bahan yang digunakan antara lain : 1. Lembaran kering serat nata de coco. 2. Partikel nanofiller : Silikat (SiO2) diperoleh dari Brataco Bogor. α-Alumina (Al2O3) diperoleh dari Aldrich, Germany. 3. Clay (Ca Montmorillonite). 4. Material Resin : Epoksi dan vinil ester diperoleh dari PT. Justus Kimia Raya, Jakarta. Poliester diperoleh dari PT. Alam Kimia, Jakarta. 3.2.2 Peralatan Penelitian Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga, yaitu peralatan untuk membuat nata de coco, peralatan untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco dan peralatan untuk pembuatan komposit. a. Peralatan Pembuatan Nata Peralatan pembutan nata de coco terdiri dari : 1. Baki plastik ukuran 20 cm x 15 cm, 2. Panci pemasak, 3. Kompor Gas, 4. Kertas Koran, 5. Kain Lap, 6. Saringan, 7. Karet, 8. Pengaduk, 9. Beaker glass 1000 ml, 10. Beaker glass 100 ml, 11. Termometer, 12. pH meter b. Peralatan Untuk Mendapatkan Lembaran Serat Nata Peralatan untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco terdiri dari : 1. Alat Tekan Alat tekan yang digunakan ada 2 jenis, yang pertama adalah alat tekan dingin (cool press) dengan tekanan maksimum 20 ton dan alat tekan panas (hot press) dengan tekanan maksimum 10 ton dan dilengkapi dengan termokopel sebagai sumber panas yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air dari nata de coco, sehingga didapat lembaran serat Nata de coco kering dengan kandungan air (moisture content) sekitar 8 –10%. 2. Wire mesh Wire mesh berfungsi untuk membantu proses penghilangan kandungan air nata de coco pada saat ditekan (cool press). 3. Lembaran Teflon Lembaran teflon berfungsi untuk melindungi serat pada saat ditekan panas agar tidak menempel pada plate press. Ukuran teflon disesuaikan dengan ukuran lembaran serat nata de coco yang akan ditekan, pada penelitian ini akan digunakan ukuran lembaran teflon sekitar 25x25 cm. Peralatan Pembuatan Komposit Serat Nata Peralatan pembuatan komposit serat nata de coco terdiri dari : 1. Wadah ukuran 2000 ml Wadah ini digunakan untuk melakukan proses komposit antara serat nata de coco dengan nanofiller. 2. Pengaduk Pengaduk digunakan untuk mencampurkan resin dan hardener-nya di dalam wadah agar merata. 3. Kuas Kuas digunakan untuk melapisi serat dengan resin agar seluruh permukaan serat terlapisi oleh resin dengan baik dan merata. 4. Keramik dan Mirror Glaze Keramik dan mirror glaze digunakan sebagai alas pada saat proses pembuatan komposit agar material komposit yang telah dibuat mudah diambil dan tidak lengket. 3.3. Diagram Alur Penelitian Tahapan Penelitian yang Dilakukan Gambar 3.1. Pembuatan Nata de Coco (Variasi Asam Asetat, Gula, Urea Karakteristik (Ukur Ketebalan dan Kuat Tarik Serat Pengisian Nanofiller (SiO 2+, AL2O2, & Clay) Ke dalam Serat Nata de Coco Serat Terbaik (Ketebalan & kuat tarik Serat Tinggi Uji Sifat Mekanik & Morfologi Serat/Nonofiller (SEM/SEM-EDX & Tensile Test Pembuatan Komposit Serta/Nanofiller/Resin Komposit terbaik (Dengan Kuat Tarik Terbaik) UJI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT SERTA/NONFILLER/RESIN (Tensile Strength Test) 3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1 Pembuatan Nata de coco Mekanisme pembuatan nata de coco sebagai berikut : a. Persiapan media air kelapa Air kelapa disaring agar benar-benar bersih dari kotoran, ke dalam tiap 1 liter air kelapa tersebut, tambahkan gula pasir dengan variasi 15; 20; dan 25 gram, asam asetat glasial sebanyak 2,5; 3; dan 3,5 ml dan urea sebanyak 4; 5; dan 6 gram. Campurkan bahan-bahan tersebut ke dalam panci pemasak, lalu direbus hingga mendidih (biarkan mendidih selama 5 menit). Tuangkan bahan campuran yang sudah direbus tersebut ke dalam baki plastik steril yang berukuran 20 x 15 cm dengan ketebalan 1,5 – 2,0 cm, lalu tutup rapat dengan menggunakan kertas koran dan diamkan sehari sampai benar-benar dingin. Pemasukan bibit dan penyimpanan Masukkan bibit nata de coco 100 ml atau 10% untuk setiap l liter media ke dalam baki plastik yang berisi media air kelapa. Simpan selama 9 hari di tempat yang sejuk dan aman (tidak terganggu dan tidak goyang). Pemanenan Media air kelapa yang sudah membentuk serat hidrogel nata de coco (pellicle) dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan air yang mengalir sampai asamnya hilang dan berwarna putih jernih. Proses pembersihan dilakukan agar nata yang sudah terbentuk tidak menjadi bau dan busuk karena tumbuhnya jamur. Keberhasilan pembuatan serat nata de coco ditandai dengan: 1. Lempeng tebal berwarna putih. 2. Tidak terdapat cairan/loyang pertumbuhan kering. 3. Lempeng nata tidak berjamur, bolong dan terdapat noda hitam. 3.4.2 Pengisian Nanofiller ke dalam Serat Nata de coco. Mekanisme pembuatan komposit serat/nanofiller, sebagai berikut : a)Menyiapkan nata de coco yang sudah dibuat. b) Dimensi lembaran nata de coco ± 20 x 15 cm. c)Menyiapkan larutan sebanyak 700 ml dengan variasi kandungan nanofiller SiO2, Al2O3 dan clay dengan komposisi masing-masing 3%w/v. d) Celupkan nata de coco ke dalam larutan koloid nanofiller selama 2 minggu sampai partikel nanofiller tersebut menembus ke dalam serat nata de coco dan terikat pada serat mikrofibrilnya. 3.4.3 Pembuatan Lembaran Serat Nata de coco Kering Mekanisme pembuatan lembaran serat nata de coco sebagai berikut : a) Menyiapkan sampel nata de coco : Dimensi lembaran nata de coco disesuaikan dengan ukuran pelat press. b) Proses tekan nata de coco : Untuk mendapatkan lembaran serat nata de coco, dilakukan dua tahapan proses tekan yaitu tekan dingin kemudian tekan panas. Proses tekan serat ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pangan Universitas Pasundan. A. Tekan dingin (Cool Press) Tekanan = 10 Ton Temperatur = Suhu Kamar Pada proses tekan dingin dilakukan untuk menghilangkan sebagian besar air (± 98%) yang terdapat di dalam hidrogel nata de coco, sehingga akan dihasilkan lembaran serat tipis basah dengan ketebalan 0,1 – 1 mm. B. Tekan Panas (Hot Press) Tekanan = 5 Ton Temperatur = 105oC - 110oC selama ± 30 menit. Pada tahap proses tekan panas (hot press) ini diharapkan dapat diperoleh serat nata de coco yang kering dan tidak gosong, dimana pada tekan panas ini temperatur yang digunakan sekitar 105oC dengan waktu penekanan kurang lebih 30 - 45 menit untuk satu sampel serat, sehingga dihasilkan serat nata de coco yang kering dan transparan dengan ketebalan ± 0,1 mm dan kandungan air sekitar 8 – 10%, selanjutnya serat tersebut dikarakterisasi baik sifat fisik maupun sifat mekanik untuk mengetahui variasi serat apa yang paling optimum. 3.4.4 Pembuatan Komposit Serat Nata de coco – Resin 1. Serat yang sudah diuji secara fisik dan mekanik selanjutnya dibandingkan satu dengan yang lain. 2. Kemudian dilakukan pemilihan kandidat serat terbaik yang diambil untuk dilakukan proses komposit dengan resin. 3. Resin yang akan digunakan ada 3 jenis variasi, yaitu resin epoksi, poliester dan vinil ester. 4. Serat yang sudah dikompositkan dengan resin kemudian diuji sifat fisik dan mekanik, sehingga didapatkan material komposit dengan kuat tarik terbaik. 5. Komposit yang dihasilkan siap digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan produk-produk lain, khususnya untuk pembuatan body mobil atau panel tahan peluru. 3.4.5 Pengujian Komposit Serat Nata de coco - Resin A. Skala Prioritas Seleksi Komposit: Pada proses pembuatan Nata de coco Setelah media nata de coco dengan berbagai variasi komposisi dibuat (asam asetat, gula dan urea) dan menghasilkan serat nata de coco (pellicle), selanjutnya ukur ketebalan dan densitas serat dengan menggunakan alat ukur seperti mikrometer skrup dan digital analitical balance untuk semua variasi. Ambil 3 sampel terbaik yang memiliki ketebalan dan densitas serat yang paling tinggi diantara 27 titik perlakuan sampel yang sudah dibuat. Untuk penelitian ini ketebalan serat merupakan prioritas utama bila dibandingkan dengan densitas serat, karena serat yang memiliki ketebalan yang tinggi memiliki jumlah serat yang lebih banyak dan kemampuan dalam mengikat air (water holding capacity) yang lebih tinggi, sehingga kekuatan mekanik (tensile strength dan modulus elastic) serat akan semakin tinggi (Y.C. Hsieh, H. Yano, M. Nogi and S.J. Eichhorn : 2008 ; 15:507-513). Pengujian Sifat Mekanik Pada penelitian ini sifat mekanik bahan ditentukan melalui kekuatan tarik (ultimate tensile strength). Sampel lembaran serat nata de coco diuji sesuai dengan ASTM-D638. Uji tarik dilakukan pada lembaran serat nata de coco murni dan lembaran serat yang telah dikomposit dengan menggunakan nanofiller (SiO2, Al2O3 & clay) dan resin (epoksi, poliester dan vinil ester), yang disebut sebagai komposit serat nata de coco. Analisis Morfologi Analisis morfologi terhadap lembaran serat nata de coco dilakukan dengan menggunakan SEM dan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive) melalui perbesaran 5000x. Uji SEM dilakukan di laboratorium PUSLIT Kimia LIPI Serpong, Banten. Pengujian dilakukan pada tiga titik dalam satu lembaran serat nata de coco. 3.4.6 Skematika Prosedur Percobaan Prosedur percobaan dalam pembuatan material komposit berbahan dasar serat nata de coco secara skematik dapat dilihat pada Tabel 3.1. Dari pengaluran 1 jenis starter (Acetobacter xylinum) dengan 3 parameter (komposisi asam asetat, gula dan urea) dan 3 variabel {(asam asetat: 2,5; 3; 3,5 ml), (gula : 15; 20; 25 gram) dan (urea: 4; 5; 6 gram)}, maka diperoleh skema prosedur percobaan adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Skematika Percobaan Pembuatan Nata de Coco KOLOM 1 PERCOBAAN a1α Aa1α Ba1α Ca1α A B C a1β Aa1β Ba1β Ca1β KOLOM 2 a1γ Aa1γ Ba1γ Ca1γ a2α Aa2α Ba2α Ca2α a2β Aa2β Ba2β Ca2β a2γ Aa2β Ba2γ Ca2γ KOLOM 3 a3α Aa3α Ba3α Ca3α a3β Aa3β Ba3β Ca3β a3γ Aa3γ Ba3γ Ca3γ Keterangan : A : Volume asam asetat (2,5 ml) B : Volume asam asetat (3 ml) C : Volume asam asetat (3,5 ml) a1 : Massa gula (15 gram) a2 : Massa gula (20 gram) a3 : Massa gula (25 gram) α : Massa urea (4 gram) β : Massa urea (5 gram) γ : Massa urea (6 gram) Dari prosedur percobaan pada Tabel 3.1 di atas, misalkan variasi pembuatan serat nata de coco yang paling optimum bila diuji fisik dengan menggunakan mikrometer skrup, digital analitical balance, SEM dan tensile strength untuk menentukan ketebalan serat, densitas persentase swelling dan kekuatan serat adalah pada perlakuan Ba2β (asam asetat 3 ml; gula 20 gram; dan urea 5 gram), maka selanjutnya nata de coco dengan formula tersebut dimodifikasi lagi dengan penambahan partikel nanofiller (SiO2, Al2O3, dan clay) dengan konsentrasi sebesar 3% w/v, dan dikomposit dengan menggunakan resin dengan variasi resin adalah resin epoksi, resin poliester, dan resin vinil ester. Sementara hasil skematika prosedur yang kedua adalah : Tabel 3.2. Skematika Pembuatan Material Komposit PROSEDUR KOMPOSISI NANOFILLER (3% w/v) SiO2 Al2O3 Clay RESIN 1 2 3 Epoksi X X1 X2 X3 Poliester Y Y1 Y2 Y3 Vinil Ester Z Z1 Z2 Z3 Keterangan : X : Resin jenis epoksi Y : Resin jenis poliester Z : Resin jenis vinil ester 1 : Komposisi nanofiller SiO2 2 : Komposisi nanofiller Al2O3 3 : Komposisi nanofiller Clay Kemudian masing-masing serat yang telah diberikan perlakuan dengan berbagai variasi resin, selanjutnya dilakukakan uji fisik dan mekanik seperti uji XRD, SEM, SEM-EDX, dan tensile test. Kemudian diamati dan dibandingkan satu komposit dengan komposit yang lain, lalu disimpulkan paduan komposit apa yang paling baik dalam penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Nata de coco merupakan produk pangan yang sangat populer di masyarakat. Produk yang secara fisik terlihat seperti gel, berwarna putih atau bening dan bertekstur kenyal ini diproduksi dengan memanfaatkan kerja bakteri Acetobacter xylinum pada air kelapa sebagai bahan baku dan dalam proses produksinya menggunakan sejumlah bahan tambahan pangan sebagai bahan penolong, seperti gula (sukrosa) dan amonium sulfat. Penggunaan amonium sulfat ini menjadi ramai didiskusikan belakangan ini oleh konsumen, pengrajin maupun pengambil kebijakan, dan mendapat perhatian yang cukup kuat dari media massa. Isu itu menguat karena amonium sulfat diartikan sebagai pupuk ZA, singkatan dari Bahasa Belanda Zwavelzure Ammoniak. Dilaporkan pula bahwa banyak pengrajin telah menggunakan pupuk ini dalam praktik produksi Nata de Coco, sehingga muncul beragam pertanyaan terkait dengan kelaziman dan keamanan pangannya. Amonium sulfat sendiri dalam jumlah kecil yaitu sebanyak 0,2% atau 2 gr/liter digunakan sebagai sumber nitrogen bagi bakteri A.xylinum dan senyawa tersebut akan habis dikonsumsi bakteri untuk pertumbuhan. Pencucian berulang-ulang, pengecilan ukuran, dan perendaman merupakan tahapan proses bertujuan untuk menghilangkan sisa substrat fermentasi, menghilangkan asam, menghilangkan sisa mikroba dan komponen lain yang tidak dikehendaki, dan menghasilkan aroma khas Nata. Nata de Coco selanjutnya direbus mendidih minimal selama 10 menit untuk menghilangkan rasa asam maupun sisa mikroba hidup, sehingga dihasilkan produk Nata dengan rasa tawar, kenyal, tidak berbau, bebas residu, dan aman untuk dikonsumsi. Salah satu standar yang digunakan untuk bahan baku makanan adalah standar FCC (Food Chemical Codex). FCC menyebutkan bahwa ammonium sulfat yang boleh digunakan sebagai bahan pangan disyaratkan tidak boleh mengandung logam berat arsenik (lebih dari 0.5 ppm), besi (15 ppm), dan selenium (5 ppm). Secara komersial, ammonium sulfat tersebut tersedia dalam dua kategori: untuk makanan (food grade) dan bukan untuk makanan (non food grade). Yang food grade berstatus Generally Recognized As Safe (GRAS) dalam batasan tertentu, sedangkan yang non food grade tentu saja tidak boleh dipakai dalam makanan. Permasalahannya adalah amonium sulfat dalam bentuk pupuk ini murah dan banyak tersedia. Ancaman penggunaan urea atau ZA yang berkualifikasi bukan untuk makanan (non-food grade) tetap ada. Jika dikonsumsi, pupuk urea memiliki tingkat toksisitas yang cukup tinggi. Efek dari terkonsumsinya urea adalah mual-mual, muntah-muntah, dan iritasi. Akan tetapi, keberadaan urea di produk akhir Nata de Coco adalah sangat debatable. Secara logika, urea semestinya tidak akan terdapat dalam produk nata de coco, karena urea dimanfaatkan bakteria sebagai sumber nitrogen. Kalaupun bersisa, ZA/urea akan sangat mungkin terbuang melalui proses pemanasan maupun pencucian berulang. Berkaitan dengan kasus penggunaan pupuk ZA pada produksi nata de coco, beberapa langkah perbaikan yang perlu dilakukan antara lain: (1) Penggalakan penggunaan amonium sulfat murni (Food Grade) perlu dilakukan. Diakui bahwa bahan ini merupakan produk impor dengan harga yang relatif lebih mahal. Namun demikian, aspek ketersediaan nampaknya merupakan titik kritis penggunaan bahan tersebut. (2) Agar sedapat mungkin dihindari penggunaan bahan non food grade, mengingat kadar ketidak-murnian yang tinggi pada amonium sulfat non food grade, misalnya pada kandungan logam berat yang jauh lebih tinggi; (3) pencucian berulang dalam proses produksi nata de coco adalah titik kritis keamanan pangan, dimana boleh jadi komponen-komponen berbahaya seperti logam berat akan larut ke dalam air pencuci; (4) sebaiknya dilakukan pengukuran kadar logam berat pada produk nata de coco yang saat ini beredar. Kasus pupuk ZA pada produksi nata de coco sangat mungkin berimplikasi pada ekonomi rakyat. Regulasi yang pasti dan solusi yang ditawarkan perlu segera disiapkan dan disosialisasikan agar pelarangan penggunaan bahan berbahaya dapat dihindari tanpa menimbulkan gejolak. Secara teknis, pemenuhan sumber N untuk bakteri pada produksi nata de coco juga perlu diantisipasi. Badan Litbang Pertanian juga telah mengembangkan potensi bahan lain pengganti amonium sulfat seperti air sisa pengolahan tahu atau sari kecambah kacang hijau. Nata de coco merupakan jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber) yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi yang melibatkan jasad renik (mikroba) yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Bibit nata sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum. Dalam kehidupan jasad renik, baktri dapat digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan, dan bakteri yang menguntungkan. Starter atau bibit nata de coco merupakan bakteri Acetobacter yang akan membnetuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Salah satu pembuatan bibit nata yaitu dari ampas nanas. Pembuatannya dengan cara sebagai brikut. a. Buah nanas matang dikupas, lalu dicuci bersih. Kemudian dibelah dan dipotong – potong kecil – kecil. Potongan ini dihancurkan dengan alat penghancur. b. Hancuran nenas diperas sampai sari buah habis, ampasnya dicampur dengan air gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 :1. Tapi sebelumnya air yang telah mendidih dimasukkan gula di dalamnya sampai larut dan mendidih lagi. Campuran ini diaduk merata dan dimasukkan ke dalam toples, dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditutup dengan kertas dan didiamkan selama 2 – 3 minggu ( sampai terbentuk lapisan putih diatasnya). c. Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bibit atau starter dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum merupakan bakteri batang pendek yang mempunyai panjang dua mikron dan lebar, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan sel 6 – 8 sel. Bersifat ninmotil dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negatif. Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak membuat indol, dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri tu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasikan glukosa sehingga menjadi selulosa. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum adalah : a. Sumber karbon Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi adalah senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa – senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis adalah sukrosa dan gula pasir. b. Sumber nitrogen Bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein. Namun, amonium sulfat (dipasar vdikenal dengan ZA) merupakan bahan yang lebih cocok deginakan dari sudut pandang ekonomis dan kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber nitrogen yang dapay digunakan dan murah seperti Urea. c. Tingkat keasaman (pH) Meskipun tumbuh pada pH berkisar 3,5 – 3,7. Namun, bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini akan mengalami gangguan metabolismenya. d. Temperatur Adapun suhu ideal (optimum) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinumadalah 28 O C – 31 OC. Kisaran tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu dibawah 28 OC pertumbuhan bakteri terhambat. Demikian halnya jika berada pada suhu diatas 31 OC, bibit nata akan mengalami kerusakan bahkan mati, meskipun enzim ekstra seluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata. e. Udara (oksigen) Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan aktivitasnya bakteri nin sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ni akan mengalami gangguan dan pertumbuhannya dan bahkan segera mengalami kematian. Manfaat nata de coco dalam kesehatan yaitu dapat dijadikan sebagai makanan keperluan diet, karena nata dipakai sebagai sumber makanan rendah energi. Nata de coco juga mengandung serat (dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses fisiologi, karena produk ini dapat membantu penderita diabetes dan memperlancar proses pencernaan dalam tubuh. NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kandungan gizi nata de coco Satuan % % % % Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Mg/100 ml Komponen Air Karbohidrat Protein Lemak Kalsium Natrium Kalsium Magnesium Ferum Cuprim Fosfo sulfu Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan Nilai 91,50 4,60 0,14 1,15 312,00 105,00 29,00 30,00 0,10 0,04 37,00 24,00 kemampuan mikroba untuk menghasilkan metabolit sekunder dan primer dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Fermentasi merupakan bentuk penerapan atau aplikasi tertua dalam bioteknologi. Pada mulanya, istilah fermentasi digunakan untuk menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alkohol yang berlangsung anaerob. Fermentasi ada 3 yaitu : 1. Fermentasi alkohol Merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan CO2. Reaksi kimia: C6H12O6 2. 2C2H5OH + 2 ATP Fermentasi asam laktat Fermentasi asam laktat meupakn respirasi yang terjadi pada sel hewan atau manusia, ketika kebutuhan oksigen tidak tercukupi akibat bekerja terlalu berat. Glukosa diubah atau dipecah mejadi 2 molekul asam piruvat melalui glikolisis membentuk 2 ATP dan 2 NADH. 3. Fermentasi asam cuka Merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter asetil) dengan substansi asetil) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob. Proses terbentuknya nata de coco yaitu sel – sel Acetobacter xylinummengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekurosor pada membran sel, kemudian keluar sel bersama – sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi seluosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalh GDP – glukosa. Pembentukan prekursor ini diatur oleh adanya katalisasi seperti Ca2+dan Mg2+. Prekursor ini kemudianmengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Adapun cara kerja pada percobaan ini yaitu pertama – tama dibuat starter, lalu disiapkan alat dan bahaan untuk pembuatan nata de coco. Kemudian 1 250 ml air kelapa didihkan emudian ditambahkan gula 25 gram lalu ditambahkan urea lalu diaduk. Kemudian didinginkan. Setlah itu diukur pH lalu ditambahkan asam asetil glasial 10 ml, lalu diinokulasi dengan bakteri Acetobacter xylinum. Diinkubasi selama 12 hari setelah itu diambil lapisan nata yang telah terbentuk dan diamati bau, rasa, warna, ketebalan, dan pH. Adapun alasan penambahan bahan dan alasan perlakuannya yaitu alat – alat disterilkan agar alat tidak terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme lain. Digunakan air kelapa, disaring agar tidak ada kotoran yang ikut pada air kelapa dan dididihkan agar mikroorganism asing mati. Penambahan urea berfungsi sebgai media hidup bagi Acetobacter xylinumyang memerlukan sumber nitrogen. Gula pasir ditambahkan sebagai sumber karbon. Asam asetat glasial ditambahkan untuk menurunkan pH dan meningkatkan keasaman. Starter bakteri ditutup dengan kain agar oksigen dapat masuk dan membantu pertumbuhan Acetobacter xylinum. didiamkan agar mendapatkan nata setelah itu dicuci 3 kali agar menghilangkan aroma asamnya. Adapun hasil yang didapatkan pada percobaan ini yaitu untuk ketebalan nata 0,4 mm, berbau tengik, tidak berasa, berwana putih, dan mempunyai pH asam. Jika dibandingkan dengan literatur maka didapatkan hasil dan perbandingan bahwa ketebalan sebesar 0,4 mm tidak sesuai dengan literatur seharusnya sebesar 1, 0 – 1,5 cm. Aroma sudah sesuai dengan literatur bahwa nata berasa asam atau cuka. Warna seharusnya putih bening tetapi yang didapatkan putih pucat. Adapun faktor kesalahan yang terjadi yaitu karena alat yang digunakan kurang steril, juga bahan yang tidak seperti kadarnya terutama glukosa dan urea pada saat setelah diberikan starter dan folikel nata, seharusnya tidak boleh digoyangkan. Hubungan percobaan ini dengan dunia farmasi adalah kita dapat membuat nata de oco dengan menggunakan metode tertentu yang melibatkan fermentasi dan memanfaatkan bakteri yang dapat digunakan untuk menghasilkan nata de coco. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa nata de coco yang dihasilkan memiliki ketebalan 0,4 mm, aroma asam, berwarna putih pucat, dan pH asam. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur karena hasil berdasarkan literatur seharusnya memiliki ketebalan 1,0 – 1,5 cm dan berwarna putih bening. 6. REFERENSI Astawan, M., 2004. Nata De Coco Yang Kaya Serat. Kompas:10. Indriati, L., dan Rahimi, E., 2008. Pengaruh Penambahan Gula dan Amonium Sulfat Pada Medium Kulit Pisang Terhadap Pertumbuhan dan Sifat Mekanik Bioselulosa. Majalah Polimer Indonesia Vol.11 No.1. Krieg, N.R., Don, J.B., dan James, T. Staley, 1984. Bergeys Manual of Systematic Bacteriology Second Edition Volume II The Proteobacteria. Springer. USA. Layuk, P., Salamba, H., Djuri, R., 2007. Perbaikan Teknologi Pengolahan Nata De Coco Di Tingkat Petani. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Utara. Multazam, A. M., 2009. Ada Apa Dengan Pisang. http://sammultazam.blogspot. com/2009_02_01_archive.html. Di akses pada tanggal 30 September 2011. Nurlina, R., 2006. Pembuatan “Nata De Coco” dari Sari Limbah Kulit Pisang dalam Beberapa Konsentrasi dengan Bakteri A. Xylinum. Jurusan Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar. Palungkun, R., 1996. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Riyadi, S., 1987. Telaah Mengenai Mikroba yang Berperan dalam Pembuatan Nata De Coco. Jurusan Biologi Fakultas MIPA IPB. Bogor. Salim, E., dan Ryan, M., 2011. Menjadi Wirausahawan Sukses Berkat Bisnis Nata De Coco. Citra Aji Parama. Yogyakarta. Sudar, Hasnidar. 2006. Uji Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Sifat Fisik Lapisan Tipis Nata De Coco. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin. Makassar. Wahyudi. 2003. Memproduksi Nata De Coco. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Yoshinaga, F., Tonouchi, N., dan Watanabe, K., 1997. Research Progress in Production pf Bacterial Cellulose by Aeration and Agitation Culture and Its Aplication as a New Indistrial Material. Biosci. Biotech. Biochem. 61:219-224