Ivander Janice Jenny Jessica Lavia Mengapa eubakteri tidak pernah penuh di muka bumi sementara sampah bisa penuh/menumpuk? (hubungkan dengan perkembangbiakan) Reproduksi Bakteri 2 cara perkembangbiakan bakteri : a. Reproduksi Aseksual Bakteri melakukan reproduksi dengan membelah diri. Pembelahan sel pada bakteri disebut pembelahan biner, yaitu pembelahan secara langsung tanpa melalui tahapan seperti mitosis. Beberapa jenis bakteri dalam lingkungan yang sesuai dapat membelah menjadi 2 setiap 20 menit. Misalnya, Escherichia coli . b. Reproduksi Seksual Bakteri melakukan reproduksi dengan pertukaran materi genetik dengan bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi genetik atau rekombinasi DNA. Rekombinasi genetik menghasilkan dua sel bakteri yang masing-masing memiliki kombinasi materi genetik dari dua sel induk. Fase Pertumbuhan Bakteri 1. Fase Adaptasi (Lag Phase) Periode penyesuaian diri bakteri terhadap lingkungan dan lamanya mulai dari satu jam hingga beberapa hari. Lama waktu ini tergantung pada macam bakteri, umur biakan, dan nutrien yang terdapat dalam medium yang disediakan. Pada fase ini bakteri beradaptasi dengan lingkungan, belum mampu mengadakan pembiakan, terapi metabolisme sel bakteri meningkat dan terjadi perbesaran ukuran sel bakteri. 2. Fase Pertumbuhan (Log Phase) Periode pembiakan yang cepat dan merupakan periode yang didalamnya dapat teramati ciri khas sel-sel yang aktif. Selama fase ini pembiakan bakteri berlangsung cepat, sel-sel membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai dengan pertambahan waktu, beberapa bakteri pada fase ini biasanya menghasilkan senyawa metabolit primer, seperti karbohidrat dan protein. Pada kurva, fase ini ditandai dengan adanya garis lurus pada plot jumlah sel terhadap waktu. 3. Fase Stasioner (Stationer Phase) Suatu keadaan seimbang antara laju pertumbuhan dengan laju kematian, sehingga jumlah keseluruah bakteri yang hidup akan tetap. Beberapa bakteri biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotika dan polimer pada fase ini. 4. Fase Kematian (Death Phase) Laju kematian bakteri melampaui laju pembiakan bakteri. Hal ini disebakan karena habisnya jumlah makanan dalam medium sehingga pembiakan bakteri terhenti dan keadaan lingkungan yang jelek karena semakin banyaknya hasil metabolit yang tidak berguna dan mengganggu pertumbuhan bakteri. Pada keadaan normal, bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap 20 menit sekali. Walaupun jumlah bakteri yang dihasilkan cukup banyak, ada pula keterbatasan faktor-faktor pendukung, misalnya nutrisi, ruang, suhu, dan pH yang sesuai. Selain itu, pembelahan bakteri dapat terhambat karena mempunyai faktor pembatas, misalnya kekurangan makanan, kekeringan, antibiotika alami, suhu tidak sesuai, hasil eksresi yang meracuni bakteri itu sendiri, dan adanya organisme pemangsa bakteri. Secara praktis, berkurangnya jumlah bakteri semata-mata karena keterbatasan faktor-faktor pendukung dan adanya faktor-faktor pembatas sehingga sulit untuk menumpuk di muka bumi ini. Ukuran bakteri juga sangatlah mikroskopis, sedangkan sampah berukuran makroskopis. Oleh karena itu, sampah dapat menumpuk dengan mudah dan dilihat dengan mata telanjang, sedangkan bakteri perlu dalam jumlah banyak sekali untuk terlihat apalagi menumpuk dan memenuhi bumi. Selain itu, dilihat dari fase pertumbuhan bakteri, ada yang dinamakan fase pertumbuhan dan fase kematian. Pada fase pertumbuhan, bakteri mengalami pembiakan dengan cepat. Setelah itu dilanjutkan dengan fase stationer dimana laju pertumbuhan dengan laju kematian seimbang, sehingga jumlah keseluruhan bakteri yang hidup adalah tetap. Yang terakhir adalah fase kematian. Pada fase kematian laju kematian bakteri melampaui laju pembiakan bakteri karena faktor-faktor seperti yang disebutkan sebelumnya. Sehingga, dapat disimpulkan bakteri tidak dapat memenuhi bumi karena pembiakannya diseimbangi dengan kematiannya. Mengapa bakteri bisa/mampu bertahan dalam tubuh, padahal sudah dberi obat/pembasmi pada penderita typus? (hubungkan dengan struktur dan fungsi sel) Struktur dan Fungsi Sel Sel bakteri terdiri dari dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, granula penyimpanan, kapsul/lapisan lendir, flagelum, pilus dan fimbria, klorosom, vakuola gas, endospora. Dinding sel memiliki lapisan di luarnya yang dinamakan kapsul atau lapisan lendir. Jika lapisan tersebut tebal disebut kapsul, jika tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun dari polisakarida dan air. Salah satu fungsi kapsul adalah untuk pertahanan bakteri dari sel-sel fagosit, misalnya sel darah putih dan antibodi manusia atau hewan. Demam tifoid atau yang sering disebut dengan tifus, merupakan salah satu jenis penyakit pencernaan yang cukup banyak diderita di Indonesia, dan dapat menyebabkan kematian. Tifus ini disebabkan oleh kuman atau bakteri yang disebut Salmonella typhi. Pencegahan tifus dilakukan lewat pemberian vaksinasi tifoid yang harus diperbarui setiap tiga tahun. Vaksin tifoid ini bisa meningkatkan kekebalan tubuh terhadap bakteri Salmonella typhi. Walaupun vaksin / antibodi yang diberikan dapat meningkatkan kekebalan tubuh, bakteri yang diserang masih memiliki kapsul yang melindungi diri dari antibodi tersebut. Sehingga beberapa bakteri tertentu kebal terhadap vaksin yang diberikan dan masih bisa bertahan dalam tubuh. Menurut anda, adakah bakteri kawah gunung berapi di luka seseorang? Kalau ada bagaimana cara memperoleh makanannya? (hubungkan dengan cara hidup) Cara Hidup Archaebacteria adalah kelompok bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan, namun membran plasmanya mengandung lipid. Archaebacteria hidup pada lingkungan ekstrim mirip dengan lingkungan kehidupan awal di bumi. Salah satu jenis Archaebacteria adalah bakteri termoasidofil. Bakteri termoasidofil hidup di lingkungan ekstrim yang panas dan asam. Kondisi optimal untuk bakteri ini adalah pada temperatur 60-80˚ C dengan pH 2 – 4. Bakteri ini terdapat pada daerah yang mengandung asam sulfat misalnya di kawah vulkanik. Oleh karena itu, bakteri termoasidofil tidak dapat hidup di luka atau tubuh manusia yang rata-rata suhu tubuh normalnya 37˚ C. Salah satu contoh dari bakteri termofilik adalah Sulfolobus. Ia hidup pada kolam geyser yang mengandung sulfur pada kawah-kawah gunung. Dengan mengoksidasi sulfur, ia akan mendapatkan energi untuk aktivitasnya. Aktivitas dari bakteri termofilik bisa menyebabkan warna hijau pada kolam geiser. Pernahah makanan yang diawetkan mengalami kerusakan/kadaluarsa? Mengapa setelah kadaluarsa menimbulkan penyakit? Jelaskan mekanismenya! Kalaluarsa adalah keadaan dimana suatu produk sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi karena beresiko menimbulkan keracunan bagi orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk yang telah kadaluarsa tersebut. Makanan yang kadaluarsa merupakan salah satu penyebab keracunan. Mengkonsumsi makanan yang telah kadaluarsa tentunya akan menyebabkan gangguan pada kesehatan bagi yang mengkonsusinya. Secara umum tanda-tanda makanan yang telah mengalami kadaluarasa adalah adanya bau tidak enak, timbulnya jamur/kapang, adanya bubuk putih, pada makanan kaleng terjadi proses rusaknya kaleng tersebut semisal menggembungnya kaleng tersebut dan masih banyak lagi tanda-tanda dari amkanan yang telah kadaluwarsa. Proses kadaluwarsa terjadi karena adanya aktivitas mikrobiologi yang berkembang pada makanan tersebut atau proses fermentasi dari mikroorganisme pathogen tersebut. Proses ini terjadi karena daya tahan makanan tersebut telah berkurang sehingga mikroorganisme dapat hidup dan berkembang. Jika manusia mengkonsumsi makanan kadaluarsa dalam jangka pendek dapat mengakibatkan keracunan karena bakteri menyerang saluran pencernaan. Fase ini akan ditandai dengan mual dan muntah-muntah. Sedangkan dalam jangka panjang, dapat menyerang saraf, mata, dan otak. Bahkan dapat menimbulkan penyakit tumor, kanker, dan patorena. Untuk itu, makanan kemasan pada umumnya diberi zat aditif berupa pengawet. Pengawet bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan makanan dalam rentan waktu yang singkat, yang seringnya disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam bahan makanan. Pengawet dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, Namun, zat pengawet ini tentu saja ada batas kekuatannya. Jika kekuatannya telah habis disebut kadaluarsa. Setelah kadaluarsa makanan yang diawetkan dapat memunculkan penyakit karena mikroorganisme yang tadinya tidur akan melakukan pertumbuhan dengan sangat cepat. Mekanisme Pembusukan Pada pembusukan daging, mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak protein-protein atau biasa disebut denaturasi protein. Dengan terjadinya proses denaturasi, protein secara bertahap kehilangan kemampuannya untuk menahan cairan. Akibatnya, cairan tubuh tersebut akan lepas dan mengalir keluar dari bahan pangan. Cairan ini kaya akan nutrien sehingga akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme pembusukan ini sangat kompleks. Bakteri tumbuh/berkembang pada daging dengan memanfaatkan komponen-komponen (dengan berat molekul rendah) yang terlarut dalam daging. Konsentrasi komponen tersebut dalam daging dan penggunaannya oleh jenis mikroba tertentu yang akan menentukan waktu terjadinya (onset) dan jenis pembusukan. Selain itu proses pembusukan terjadi akibat adanya aktivitas enzim yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses pembusukan. Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk. Pernahkah anda makan nata de coco? Bagaimana peran bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata de coco tersebut? Nata De Coco Nata de coco adalah sejenis jelly kenyal berwarna putih susu atau bening, yang berasal dari proses fermentasi air kelapa. Secara etimologis, nata de coco berarti krim kelapa atau terapung. Air kelapa adalah bahan baku utama pembuatan Nata de Coco. Proses fermentasi nata de coco dibantu oleh sejenis bakteri bernama Acetobacter xylinum. Bakteri ini jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula (seperti air kelapa), akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan cair tersebut. Enzim yang dihasilkan bakteri nata de coco mengubah gula yang terkandung dalam air kelapa menjadi lembaran-lembaran serat selulosa. Lembaran-lembaran selulosa itu kemudian menjadi padat dan berwarna putih bening yang dinamakan nata. Acetobacter Xylinum Meskipun termasuk dalam golongan bakteri, namun Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang menguntungkan manusia. Artinya dapat digunakan untuk membuat suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya seperti bakteri asam laktat yang menghasilkan yoghurt, asinan dan lainnya. Bakteri nata de coco dapat hidup pada larutan dengan derajat keasaman atau kebasaan 3,5-7,5 pH. Namun Acetobacter xylinum akan lebih tumbuh dengan optimal pada derajat keasaman 4,3 pH. Idealnya bakteri Acetobacter xylinum hidup pada suhu 28°– 31 °C. selain itu, bakteri ini sangat membutuhkan pasokan oksigen. Air kelapa yang digunakan dalam proses fermentasi harus memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan untuk menghasilkan nata yang baik. Air kelapa harus berasal dari kelapa yang telah matang, tidak terlalu muda atau tua. Sebelum dimasukkan biakan bakteri nata de coco, ditambahkan karbohidrat, nitrogen dan asam cuka untuk menunjang kehidupan bakteri ini. Senyawa hidrat arang yang digunakan adalah senyawa sederhana yang terdiri dari sukrosa, fruktosa, maltosa dan manosa. Sukrosa merupakan senyawa yang paling baik bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Nitrogen yang ditambahkan ke dalam air kelapa berasal dari nitrogen organik seperti protein dan ragi. Namun, dapat juga menggunakan nitrogen non organik seperti urea, amonium sulfat [(NH4)2SO4] dan ammonium fosfat (NH4)3PO4. Jika dibandingkan dengan nitrogen organik, biaya penggunaan nitrogen non organik lebih murah dan kualitasnya pun cukup baik. Bahkan amonium sulfat sangat baik dijadikan bahan tambahan pembuat nata de coco karena harganya sangat ekonomis, mudah larut dalam larutan lain dan sangat selektif terhadap pertumbuhan mikroba lain. Asam cuka atau asam asetat yang ditambahkan dalam air kelapa berfungsi untuk mengurangi atau meningkatkan derajat keasaman. Jenis asam cuka yang paling baik untuk menghasilkan nata yang berkualitas adalah asam asetat glacial dengan konsentrasi keasaman sebesar 99,8%. Asam asetat dengan konsentrasi keasaman yang lebih rendah dari asam asetat glacial dapat pula digunakan dalam proses fermentasi ini, namun dibutuhkan dalam jumlah yang banyak guna memenuhi derajat keasaman yang dibutuhkan bakteri nata de coco.