7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Kinerja karyawan biasanya dinilai berdasarkan pada job description yang telah dirancang oleh suatu perusahaan, sehingga manajemen perusahaan dapat melihat kemampuan karyawannya dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan job desription. Melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas yang ada dalam job description ini disebut in role behavior (Dyne et al dalam Organ, Podsakoff, MacKenzie, 2006). Sedangkan melakukan pekerjaan yang tidak sebatas dengan tugas-tugas yang terdapat dalam deskripsi kerjanya disebut extra role behavior atau disebut dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB). Organizational Citizenship Behavior (OCB) didefinisikan sebagai perilaku individu yang memiliki kebebasan untuk memilih, yang secara tidak langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem reward dan memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi (Organ yang dikut ip Novliadi, 2007). Organ juga mendefinisikan OCB sebagai perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak bisa ditumbuhkan dengan basis kewajiban peran formal maupun dengan bentuk kontrak atau kompensasi. Johns yang dikutip Budihardjo (2004) mengemukakan bahwa OCB memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra-role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku spontan/tanpa saran atau perintah tertentu, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja. OCB berhubungan dengan informal, perilaku prososial yang dipesan oleh karyawan dengan sukarela untuk membantu karyawan lain dalam suatu pekerjaan (Mackenzie, Podsakoff & Fetter ; Ensher yang dikutip Budihardjo, 2004). Dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku dan sikap karyawan sebagai kontribusinya diluar deskripsi kerja formal, yang dilakukan dengan sukarela, dan memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan pada fungsi organisasi. 7 8 2.1.2 Aspek-aspek Organizational Citizenship Behavior Organ (2006) mengidentifikasikan 5 aspek tentang Organizational Citizenship Behavior (OCB) yaitu : 1. Altruism Menunjukkan suatu pribadi yang lebih mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan kepentingan pribadinya. Misalnya, karyawan yang sudah selesai dengan pekerjaannya membantu karyawan lain dalam menghadapi pekerjaan yang sulit. 2. Courtesy Menunjukkan suatu perilaku membantu orang lain secara sukarela dan bukan merupakan tugas serta kewajibannya. Dimensi ini menunjukkan perilaku membantu karyawan baru berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi. Misalnya, membantu dalam mempergunakan peralatan dalam bekerja. Dimensi ini juga disebut altruism, peace making, atau cheerleading. 3. Civic Virtue Terlibat dalam aktivitas organisasi dan peduli terhadap kelangsungan hidup organisasi. Secara sukarela berpartisipasi, bertanggung jawab dan terlibat dalam mengatasi masalah-masalah organisasi demi kelangsungan organisasi. Karyawan juga aktif mengemukakan gagasan-gagasannya serta ikut mengamati lingkungan bisnis dalam hal ancaman dan peluang. Misalnya, aktif berpartisipasi dalam rapat organisasi. 4. Conscientiousness Suatu perilaku yang menunjukkan upaya sukarela untuk meningkatkan cara dalam menjalankan pekerjaannya secara kreatif agar kinerja organisasi meningkat. Perilaku tersebut melibatkan kreatif dan inovatif secara sukarela untuk meningkatkan kemampuannya dalam bekerja demi peningkatan organisasi. Karyawan tersebut melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang disyaratkan, misalnya berinisiatif meningkatkan kompetensinya, secara sukarela mengambil tanggung jawab diluar wewenangnya. Misalnya, mengikuti seminar dan kursus yang di sediakan organisasi. 8 9 5. Sportmanship Menunjukkan suatu kerelaan/toleransi untuk bertahan dalam suatu keadaan yang tidak menyenangkan tanpa mengeluh. Perilaku ini menunjukkan suatu daya toleransi yang tinggi terhadap lingkungan yang kurang atau bahkan tidak menyenangkan. Menurut (Podsakoff ) yang dikutip Budihardjo (2004) dimensi ini kurang dapat perhatian dalam penelitian empiris. Dikatakan pula bahwa sportsmanship seharusnya memiliki cakupan yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya menahan ketidakpuasan tetapi individu tersebut harus tetap bersikap positif serta bersedia mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelangsungan organisasi. Misalnya, saat dirinya tidak nyaman dengan kondisi pekerjaannya. 2.1.3 Manfaat Organizational Citizenship Behavior Bagi Perusahaan 1. Meningkatkan produktivitas rekan kerja. a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut. b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok. 2. Meningkatkan produktivitas manajer. a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja. b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen. 3. Menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan. a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti membuat perencanaan. 9 10 b. Karyawan yang menampilkan concentioussness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting. c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut. d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan. 4. Membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok. a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok. b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang. 5. Dapat menjadi sarana efektif untuk mengoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja. a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok. b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan. 6. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik. 10 11 a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik. b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan- permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi. 7. Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja. b. Karyawan yang conscientiuous cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja unit kerja. 8. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. a. Karyawan yang mempunyai hubungan dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespons perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat. b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuanpertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi, c. Karyawan yang menampilkan perilaku conseientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. 2.2 Turnover atau Perputaran Tenaga Kerja 2.2.1 Pengertian Turnover Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover karyawan yang rendah, sedangkan karyawan-karyawan yang kurang puas biasanya 11 12 memiliki turnover yang tinggi. Perputaran karyawan menurut Simamora (2003) adalah tingkat perpindahan (movement) melewati batas keanggotaan dari sebuah organisasi. Perputaran karyawan akan menambah jumlah orang yang dibutuhkan. Perputaran karyawan menyita perhatian manajemen perusahaan karena mengganggu aktifitas usaha, menimbulkan masalah moral kerja karyawan, dan meningkatkan biaya rekrutmen, biaya administrasi, pemrosesan karyawan baru, tunjangan, orientasi, serta biaya peluang yang hilang karena karyawan baru harus mempelajari keahlian baru. Perputaran karyawan merupakan derajat perpindahan karyawan yang melewati batas syarat kualitas dan kuantitas karyawan dari sebuah perusahaan. Secara umum perputaran karyawan terjadi karena berbagai alasan antara lain, mengundurkan diri, pensiun, dipecat, cacat tetap yang dapat mengganggu proses produksi, meninggal dan promosi ke divisi cabang perusahaan di tempat lain (Mangkuprawira, 2004) Dua variabel yang paling signifikan yang berkaitan dengan perputaran karyawan adalah ketidakpuasan kerja dan kodisi-kondisi ekonomi. Ketidakpuasan menyulut perputaran karyawan yang tinggi dan juga biaya rekrutmen dan melatih karyawan baru. Ketidakpuasan juga memicu ketidakhadiran yang berlebihan, biaya pengurangan produksi, biaya keluhan pelanggan dan perusahaan secara sengaja terhadap produk serta juga pencurian di dalam perusahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa turnover adalah tingkat perpindahan karyawan dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus ada yang menggantinkannya. Turnover tersebut pada tingkat tertentu adalah wajar terjadi dalam setiap perusahaan, namun apabila turnover terlalu tinggi sehingga melewati batas kewajaran maka harus diselidiki penyebabnya dan diatasi agar tidak menganggu jalanya kegiatan dalam perusahaan. 2.2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Turnover Perputaran tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adanya perbedaan antara kenyataan yang dihadapi dengan harapan terhadap keuntungan yang diperoleh dalam pekerjaan baru, kurangnya proses sosialisasi dan tidak adanya program orientasi dan pelatihan. Disamping itu kepuasan kerja 12 13 juga akan mempengaruhi tingkat perputaran tenaga kerja dan kemangkiran, kepuasan kerja yang rendah berakibat tenaga kerja mudah meninggalkan perusahaan dan mencari pekerjaan di tempat lain. Akibat lainnya tingkat absensi akan tinggi dan akan lebih senang melakukan mangkir kerja (Dessler, 1997) Menurut Mobley (1986) faktor-faktor penentu pergantian karyawan yang umum adalah keadaan ekonomi misalnya tersedianya pilihan-pilihan pekerjaan lain, variabel-variabel keorganisasian seperti kepemimpinan, sistem pengimbalan, dan variabel individual. Variabel individual terbagi menjadi dua, yakni pertama faktor ekstern seperti karier, teman hidup, pertimbanganpertimbangan kekeluargaan, dan pilihan waktu luang. Kedua, nilai-nilai individu yang berkaitan dengan pekerjaan seperti harapan, kemampuan, penilaian individu perihal ekonomi ekstern, faktor-faktor pekerjaan ekstern, faktor-faktor yang menyangkut organisasi mungkin mempunyai hubungan langsung dengan pergantian karyawan. 2.3.Karyawan Karyawan adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan, guna menghasilkan barang atau jasa yang diinginkan oleh masyarakat pada suatu perusahaan. Karyawan adalah kekayaan utama suatu perusahaan, sebab tanpa adanya mereka, aktivitas perusahaan tidak akan berlangsung. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, sistem, proses dan tujuan yang ingin dicapai. Karyawan terbagi menjadi 2 yaitu, karyawan tetap dan karyawan kontrak 1. Karyawan tetap adalah karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan tidak berdasarkan kontrak. Karyawan tetap bekerja sesuai dengan pekerjaan yang diberikan oleh pihak perusahaan dan bekerja hingga masa kejanya habis atau pensiun. Sebagian karyawan tetap berasal dari karyawan kontrak, dikarenakan kinerja karyawan tersebut baik maka diangkat menjadi karyawan tetap oleh perusahaan. 2. Karyawan kontrak adalah karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan berdasarkan kontrak yang telah distujui oleh kedua belah pihak yaitu karyawan tersebut dan pihak perusahaan melalui perjanjian kerja. 13 14 Perjanjian kerja dibuat agar terjamin kepastian dalam menjalankan fungsi masing-masing pihak sesuai dengan hak dan kewajiban yang mengikat. Masing-masing pihak harus menepati sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat. Karyawan kontrak yang bekerja pada perusahaan harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, masa kerja yang diberikan tergantung oleh perusahaan. Jika performa karyawan itu baik maka karyawan tersebut dapat memeperpanjang kontraknya atau dari pihak perusahaan menawarkan untuk menjadi karyawan tetap pada perusahaannya. Tetapi jika performa karyawan buruk maka pihak perusahaan akan memberhentikannya dari perusahaan setelah kontrak karyawan tersbut habis masa kerjanya. 2.4. Penelitian Terdahulu Menurut Triyanto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Pengaruhnya Terhadap Keinginan Keluar dan Kepuasan Kerja Karyawan, menyimpulkan bahwa OCB memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh secara positif terhadap keinginan keluar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi karyawan merasakan OCB sangat mungkin mempunyai keinginan untuk keluar dari organisasi. Selain itu juga tedapat hubungan positif dan memiliki pengaruh yang signifikan antara OCB terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja yang dapat diperoleh dalam lingkungan kerja adalah rasa bangga, puas atas keberhasilan melaksanakan tugas sampai tuntas. Keberhasilan tersebut memberikan seseorang status sosial, penghormatan dan pengakuan dari lingkungan masyarakat .Semua sampel dalam penelitian ini merupakan anggota kepolisian murni yang bekerja pada Resort “X” di wilayah Jawa Barat. Dengan demikian karyawan dalam hal ini anggota kepolisian memiliki OCB yang tinggi terhadap organisasi maka akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan tersebut. Menurut Khalid & Hasan (2005) dalam penelitiannya yang berjudul The Effect of Organizational Citizenship Behavior on Withdrawal Behavior dengan sampel 218 karyawan hotel dengan menggunakan lima dimensi OCB yaitu altruism, conscientiousness, civic virtue, courtesy, sportsmanship, menyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara OCB terhadap keinginan keluar dan berpengaruh negatif secara signifikan dengan responden para karyawan hotel. 14 15 Hasil regresi berganda menunjukkan adanya tiga dimensi OCB yaitu sportmanship, helping behavior, dan civic virtue yang secara signifikan memiliki hubungan negatif terhadap tingkat turnover. Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian tentang Organizational Citizenship Behavior (OCB) masih belum banyak dan generalisasinya masih sangat terbatas. Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT. Yudhistira Ghalia Indonesia, penelitian ini akan berbeda dengan penelitian terdahulu dikarenakan adanya perbedaan latar belakang sosial, budaya, inti permasalahan dan karakteristik dari perusahaan serta responden yang menjadi objek penelitian. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi linear berganda, dan analisis tingkat turnover. 15