BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Definisi Secara umum, krisis ekonomi merupakan kondisi di mana terjadi penurunan kinerja ekonomi suatu negara. Dalam hal ini, kondisi tersebut ditandai dengan adanya inflasi dan spekulasi (BI, 2014c). Sementara itu, variabel leading merupakan variabel yang mampu mendeteksi krisis di masa depan. Istilah leading dipopulerkan oleh Kaminsky et al. (1998). Dalam studi tersebut, variabel leading diperoleh dengan membandingkan kemampuan prediksi variabel dengan periode krisis yang teriidentifikasi. Dengan demikian, periode krisis yang teriidentifikasi akan menentukan variabel leading yang diperoleh. I.1.2 Perekonomian Indonesia dalam Menghadapi Krisis Asia dan Global Pada 1997-98, kinerja perekonomian Indonesia mengalami penurunan signifikan akibat dari Krisis Asia. Krisis yang awalnya bersumber dari devaluasi nilai tukar Bath pada 2 Juli 1997, justru menjadikan Indonesia sebagai negara dengan dampak terparah kedua setelah Thailand. 1 Gambar 1.1 Dampak Ekonomi dari Krisis Asia, 1997-98 % terhadap PDB 100 80 60 40 20 0 Indonesia Malaysia Biaya fiskal Thailand Filipina Korea Selatan Output yang hilang Sumber: Laeven dan Valencia (2008) Selain devaluasi nilai tukar Baht, perilaku moral hazard perbankan juga menyebabkan dampak krisis di Indonesia semakin parah (Corsetti et al al., 1998; Krugman, 1999).. Sebelum terjadinya krisis, perbankan cenderung meningkatkan pinjaman luar negeri berjangka pendek. Hal ini dilakukan mengingat pemerintah akan menjamin secara penuh (bail-out)) perbankan, jika terjadi masalah keuangan di masa depan. Jaminan tersebut diberikan sebagai imbalan atas pembiayaan pembiayaan proyek pemerintah oleh perbankan (Krugman, 1999; Woo et al., 2000). Gambar 1.2 Beberapa Indikator Ekonomi makro pada Beberapa Negara Asia, 1993 1993-2003 Pertumbuhan PDB per tahun3 60 15 48 10 36 5 24 0 % % per tahun Inflasi3 12 -5 0 -10 -15 2 Gambar 1.2 (Lanjutan) Defisit/Surplus Current Account3 20 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 15 % terhadap PDB Indeks Indeks Harga Saham (2000 = 100)1 10 5 0 -5 -10 -15 Kredit domestik pada pemerintah pusat2 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 % terhadap kredit domestik % terhadap PDB Utang luar negeri swasta3 Indonesia Malaysia 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Thailand Filipina Korea Selatan Ket: Area merah mengindikasikan periode krisis Sumber: 1IMF (2005); 2IMF (2014b); 3ADB (2004, 2013), diolah Pada perkembangannya, Krisis Asia tidak hanya membawa krisis ekonomi bagi Indonesia, melainkan juga krisis di berbagai dimensi. Dalam hal ini, ketidakpastian politik memperburuk krisis ekonomi yang terjadi (Mei, 1999; Block, 2002). Tabel 1.1 Kronologi Krisis Asia di Indonesia Tanggal 11 Juli 14 Agustus 31 Oktober 1 November Peristiwa 1997 Indonesia melebarkan rentang devaluasi rupiah dari 8% menjadi 12% Rupiah ditetapkan mengambang bebas IMF memberikan bantuan pinjaman sebesar USD 37 miliar 16 bank dilikuidasi 1998 3 Tanggal 8 Januari 23 Januari 8-9 Januari 15 Januari 23 Maret 5 Mei 13-15 Mei 21 Mei Peristiwa IMF mengumumkan akan merenegosiasi ketentuan pinjaman Pemerintah merevisi APBN agar sesuai dengan rekomendasi IMF Terjadi kelangkaan bahan kebutuhan pokok, akibat aksi pemborongan oleh masyarakat Indonesia menyetujui kesepakatan dengan IMF, di mana pemerintah menghapus subsidi pada beberapa bahan pokok Suku bunga ditingkatkan untuk mengendalikan kenaikan inflasi Pencabutan subsidi oleh pemerintah menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik, sehingga memicu aksi demonstrasi mahasiswa. Militer melancarkan aksi kekerasan terhadap mahasiswa di kampus, sehingga memicu protes dan kerusahan di berbagai daerah. Mereka menuntut pengunduran diri Suharto sebagai presiden Presiden Suharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya BJ. Habibie Sumber: Chowdhury (1999); PBS (2014) 10 tahun berselang sejak Krisis Asia, Indonesia kembali dihadapkan pada krisis yang berbeda yaitu Krisis Global 2008. Seperti halnya Krisis Asia, krisis ini berawal dari peningkatan jumlah kredit, terutama pada sektor properti, kepada debitur yang tidak layak secara finansial (subprime)sebagai akibat kebijakan moneter ekspansif di AS (Dell’Arricia et al., 2008, Lin & Treichel, 2012). Dampak krisis ini kemudian menyebar hingga ke Eropa dan beberapa negara lainnya (Mishkin, 2010). Gambar 1.3 Beberapa Indikator Ekonomi makro pada Krisis Global, 2000-13 Current Account1 Debt Service Ratio (DSR) Rumah Tangga di AS (%, rata-rata per tahun)2 % terhadap PDB 20 14 15 12 10 10 5 8 0 6 4 -5 2 -10 AS Cina Negara maju 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 0 Negara berkembang di Asia DSR 4 DSR-mortgage Gambar 1.3 (Lanjutan) Pertumbuhan PDB4 6 4 2 0 -2 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 % thd periode sebelumnya 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 % thd periode sebelumnya Harga hunian di AS3 -4 -6 AS Euro Ket: Area merah mengindikasikan periode krisis Sumber: 1IMF (2014c);2FeD (2014); 3OECD (2014);4 World Bank (2013) Berbeda dengan Krisis Asia, Indonesia tampaknya tidak terlalu terpengaruh secara signifikan terhadap Krisis Global. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat konsumsi rumah tangga cukup tinggi, adanya fiscal stimulus, dan rendahnya ekspor dibandingkan negara lain (Tambunan, 2010; ADB, 2009, 2010). Gambar 1.4 Beberapa Indikator Ekonomi Makro Indonesia, 1998 dan 2008 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 Kredit sektor Depresiasi kurs Pertumbuhan Inflasi (% thd swasta (% PDB) (% thd tahun ekonomi (% thd IHK tahun sebelumnya) PDB tahun sebelumnya) sebelumnya) 1998 Ket: GNI: gross national income Sumber: ADB (2013) 5 2008 Konsumsi rumah tangga (% thd tahun sebelumnya) Ekspor (% thd Utang luar tahun negeri (% thd sebelumnya) GNI) Pandangan berbeda dikemukakan oleh Bank Indonesia (BI) saat memutuskan menyelamatkan Bank Century. BI menyoroti aspek psikologis sebagai dasar penentuan apakah suatu bank berdampak sistemik atau tidak (BI, 2010). Dalam hal ini, situasi perekonomian global 2008 sedang tidak kondusif, sehingga penutupan Bank Century dikhawatirkan akan menimbulkan kepanikan masyarakat (bank runs)1. I.1.3 Mengapa Krisis Mata Uang? Secara umum, krisis mata uang merupakan krisis yang ditandai dengan depresiasi kurs secara signifikan. Penelitian ini akan menggunakan krisis mata uang untuk menggambarkan krisis ekonomi di Indonesia. Terdapat beberapa aspek yang menjadi dasar pemilihan tersebut, yaitu: 1. Pergerakan kurs cenderung terpola pada periode sekitar krisis. Gambar 1.5 menjelaskan pergerakan kurs selama periode 1993-2012. Pada gambar tersebut, kurs mengalami peningkatan signifikan selama periode Krisis Asia. Peningkatan juga terjadi pada periode Krisis Global, walaupun relatif rendah. Gambar 1.5 Pergerakan Kurs, 1993-2012 12000 Rp/USD 10000 8000 6000 4000 2000 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 0 Ket: Area merah mengindikasikan periode krisis Sumber: ADB (2004, 2013) 1 Pada tanggal 9-10 Oktober 2008, Bursa Efek Indonesia (BEI) menunda perdagangan saham (suspend), akibat adanya sentimen negatif global 6 2. Penentuan periode krisis mata uang cenderung kuantitatif. Dibandingkan krisis perbankan dan krisis utang, periode krisis mata uang merupakan krisis dengan pengembangan kuantitatif paling komprehensif dibandingkan krisis ekonomi lainnya (Tabel 1.2). Secara umum, terdapat dua pendekatan periode krisis mata uang yang umum digunakan. Pendekatan pertama adalah indeks tekanan kurs (exchange market pressure index – EMPI). Indeks ini disusun dari kombinasi antara kurs, cadangan devisa, dan suku bunga (Eichengreen et al., 1996; Corsetti et al., 1998; Kaminsky et al., 1998; Kamin & Babson, 1999; Edison, 2000; Bussiere & Fratzscher, 2002). Sementara pendekatan kedua adalah depresiasi kurs (Frankel & Rose, 1996; Goldfajn & Valdés, 1997; Esquivel & Larrain, 1998; Glick & Moreno, 1999; Kraay, 2000; Osband & Rijkeghem, 2000). Tabel 1.2 Kriteria Krisis Perbankan dan Krisis Utang Krisis Perbankan Bank runs Merger antar bank Penutupan bank Pengambilalihan bank oleh pemerintah Bail-out kepada perbankan Krisis Utang Ketidakmampuan membayar cicilan maupun pokok utang Ketidatepatan pembayaran Penjadwalan ulang pembayaran utang Bantuan keuangan dari lembaga internasional Sumber: Caprio dan Klingebiel(1996); Bowe dan Dean (1997); Demirguc-Kunt dan Detragiache (1998); Kaminsky dan Reinhart (1999); Reinhart et al.(2000); Detragiache dan Spilimbergo (2001); Lestano et al.(2003); Kraay dan Nehru (2004); Ciarlone dan Trebeschi (2006); Reinhart dan Rogoff (2008); Bunda dan Zorzi (2009); Dymski (2011) 3. Krisis mata uang berpotensi menyebar ke negara lain. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada tiga krisis mata uang, yaitu krisis di European Monetary System (EMS) tahun 1992 (Eichengreen et al., 1994, 1996; Glick & Rose, 1998; Caramazza et al., 2000), tequila crisis (Sachs et al., 1996; Glick & Rose, 1998; Kilic et al., 1999; Tornell, 1999; Caramazza et al., 2000, 2004) dan krisis Asia 1997 – 98 (Baig & Goldfajn, 1998; Glick & Rose, 1998; Tornell, 1999; Caramazza et al., 2000, 2004; Woo et al., 2000). Pada ketiga krisis tersebut, dampak contagion umumnya dipengaruhi oleh kesamaan geografis, 7 kesamaan kondisi ekonomi makro, sentimen investor asing, ataupun hubungan perdagangan (trade spillovers). 4. Krisis mata uang cenderung diikuti krisis perbankan (twin crises) (Kaminsky & Reinhart, 1999). Laeven dan Valencia (2008) menemukan indikasi adanya twin crises pada Krisis Asia. Dampak ekonomi dari twin crises umumnya lebih besar dibandingkan dampak masing-masing krisis secara terpisah (Tabel 1.3) Tabel 1.3 Output yang Hilang akibat Krisis (% dari tren PDB)1 Krisis mata uang Negara maju Negara berkembang Krisis perbankan Negara maju Negara berkembang Krisis mata uang dan perbankan Negara maju Negara berkembang IMF (1998a) 4,3 (1,6) 3,1 (1,9) 4,8 (1,5) 11,6 (3,1) 10,2 (4,1) 12,1 (2,8) 14,4 (3,2) 17,6 (5,8) 13,6 (2,6) Aziz et al. (2000) 4,4 (1,6) 3,1 (1,9) 4,9 (1,5) 9,0 (2,4) 12,7 (4,7) 8,3 (1,9) Bordo et al. Angkinand (2001)2 (2008)3 5,9 (2,1) 36,9 16,2 42,7 6,2 (2,6) 73,8 74,9 73,6 18,6 (3,8) 75,7 84,5 73,9 1 Nilai dalam (...) merupakan waktu yang dibutuhkan (recovery time) hingga PDB kembali pada trennya (dalam tahun) 2 Nilai mengacu pada estimasi 56 negara (1973-97) 3 Data recovery time tidak tersedia Area kosong mengindikasikan studi empiris tidak menyediakan data tersebut 5. Periode krisis mata uang umumnya didasarkan pada pertimbangan subyektif peneliti2. Dalam hal ini, pertimbangan subyektif terletak pada nilai batas suatu periode dikatakan krisis. Hal ini kemudian menyebabkan periode krisis cenderung bervariasi antar studi empiris. Selain itu, perbedaan frekuensi dan panjang periode data juga menyebabkan perbedaan tersebut. 2 Hal ini tidak berarti bahwa penentuan periode krisis secara obyektif tidak berkembang. Pada Indonesia, penelitian yang dilakukan Pontines dan Siregar (2004) menetapkan periode krisis berdasarkan metode extreme value theory (pembahasan metode akan dilakukan pada Bab III) 8 Tabel 1.4 Periode Krisis Mata Uang di Indonesia Studi Empiris No 1 Frankel dan Rose (1996) Periode Krisis 1979, 1983 2 Kaminsky dan Reinhart (1999); Moreno (1999) Agust 97 3 Kaminsky (1999); Edison (2000) Nov 78, Apr 83, Sept 86 4 Edison (2000) 5 Kraay (2000)1 Des 78, Apr 83, Okt 86 Nov 78, Apr 83, Sept 86, Agust 97 6 Osband dan Rijkeghem (2000) Sept 86, Agust 97 7 Zhang (2001) Apr 94, Jul 97, Agust 97, Okt 97, Des 97 8 Collins (2003) Sept 86, Jan 98, Jun 98 9 Gupta et al. (2003) 1997 10 Bordo dan Meissner (2005) 1975, 1978, 1983, 1986, 1997, 1998 11 Angkinand (2008) 1997: kuartal 3 12 Laeven dan Valencia (2008); Bunda dan Zorzi (2009) 1979, 1998 1 Merupakan periode succesful attacks I.2 RUMUSAN MASALAH Walaupun dapat ditentukan melalui krisis mata uang, penentuan periode krisis sebelumnya cenderung arbitrari (berdasarkan pertimbangan subyektif). Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah suatu periode merupakan periode krisis yang tepat atau tidak? Penentuan periode yang tidak tepat, juga akan menyulitkan dalam pemilihan variabelvariabel yang mampu memprediksi krisis ekonomi di Indonesia. I.3 PERTANYAAN PENELITIAN 1. Kapan periode krisis ekonomi di Indonesia? 2. Variabel apa saja yang dapat digunakan dalam memprediksi krisis di masa depan (leading)? 3. Bagaimana proyeksi krisis pada 2014-18? 9 I.4 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1. Menentukan periode krisis ekonomi yang sesuai untuk Indoensia. 2. Menentukan variabel-variabel leading untuk krisis ekonomi di Indonesia. 3. Memprediksi probabilitas terjadinya krisis selama 2014-18. I.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini akan terdiri dari lima bab. Bab pertama akan menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, dan tujuan dari penelitian ini.Terkait latar belakang, pembahasan difokuskan pada dua aspek, yaitu kondisi ekonomi Indonesia secara singkat dalam dua kejadian krisis (Krisis Asia dan Krisis Global) dan alasan penggunaan krisis mata uang. Bab kedua akan menjelaskan sejarah krisis mata uang dan metodologi yang telah digunakan pada studi lietaratur sebelumnya. Adapun pembahasan metodologinya difokuskan pada penentuan periode krisis dan variabel leading. Bab ketiga akan membahas metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan pertanyaan dan tujuan penelitian pada bab pertama, maka pembahasan akan dibagi dalam dua bagian, yaitu penentuan periode krisis dan pemilihan variabel leading. Bab keempat akan membahas hasil analisis dari setiap tahapan metodologi pada bab ketiga. Untuk memudahkan pemahaman, hasil analisis juga akan menyertakan peristiwa aktual dan makna ekonomi terkait. 10 Bab kelima akan membahas kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis pada bab keempat. Pembahasan kesimpulan akan dihubungkan dengan hasil studi literatur sebelumnya. Selain itu, bab ini juga akan membahas implikasi dari hasil penelitian yang diperoleh. 11