BAB 1 ASTROFISIKA 1.1 CAHAYA Setiap benda langit yang

advertisement
BAB 1
ASTROFISIKA
1.1 CAHAYA
Setiap benda langit yang memiliki cahaya sendiri akan memancarkan
gelombang elektromagnetik. Gelombang electromagnet yang dipancarkan benda
benda langit ini memiputi berbagai warna atau panjang gelombang.
Pancaran gelombang elektromgnet dapat dibagi dalam bebberapa jenis,
bergantung pada panjang gelombangnya(λ) yaitu
1. Pancaran gelombang radio, dengan λ antara beberapa millimeter sampai 20
meter
2. Pancaran gelombang inframerah dengan λ≈ 7500 Ǻ sampai 1mm ( 1 Ǻ= 1
angstrom= 10-8 cm)
3. Pancaran gelombang optic atau pancaran kasat mata dengan λ sekitar 3800 Ǻ
sampai 7500 Ǻ. Panjang gelombang optic terbagi menjadi:
 Merah
λ:6300-7500 Ǻ
 Merah oranya λ:6000-6300 Ǻ
 Oranye
λ:5900-6000 Ǻ
 Kuning
λ:5700-5900 Ǻ
 Kuning hiaju λ: 5500-5700 Ǻ
 Hijau
λ: 5100-5500 Ǻ
 Hijau biru
λ:4800-5100 Ǻ
 Biru
λ:4500-4800 Ǻ
 Biru ungu
λ:4200-4500 Ǻ
 Ungu
λ: 3800-4200 Ǻ
4. Pancaran gelombang ultraviolet, sinar X dan sinar γ yang mempunyai λ<3500
Ǻ
Bintang dan benda langit lainnya memancarkan semua jenis gelombang
electromagnet yang diuraikan di atas. Akan tetapi tidak semua pancaran gelombang
elektromagmet tersebut dapat kita terima di bumi, karena atmosfer bumi hanya
meneruskan sebagian panjang gelombang itu, dan sebagian lainnya
diserap.gelombang electromagnet yang dapat menembus atmosfer bumi hanya di dua
tempat yaitu di panjang gelombang kasatmata(optic) yang disebut jendela optic dan di
panjang gelombang radio yang disebut jendela radio.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 1
Dengan mengamati pancaran gelombang elektromagnet kita
dapat
mempelajari beberapa hal, yaitu:
 Arah pancaran. Dari pengamatan kita dapat mengamati letak dan gerak benda
yang memancarkan
 Kuantitas pancaran. Kita dapat mengukur kuat atau kecerahan pancaran.
 Kualitas pancaran. Dalam hal ini kita dapat mempelajari warna, spectrum
maupun polarisasinya.
1.2 PANCARAN BENDA HITAM
Jika suatu benda disinari dengan radiasi elektromagnetik, benda itu akan
menyerap sebagian energy radiasi tersebut. Akibat penyerapan ini, temperatu benda
akan naik. Jika benda tersebut menyerap semua energy yang dating tanpa
memancarkannya kembali, maka temperatu benda akan terus naik. Namun, dalam
kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Sebagian energy yang diserap benda akan
dipancarkan kembali. Temperature akan terus naik apabila laju penyerapan lebih
besar dari lacu pancarannya sampai akhirnya benda mencapai temperature
keseimbangan dimana laju penyerapan sama dngan laju pancarannya. Keadaan ini
disebut setimbang termal(setimbang termodinamik).
Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar
sempurna yang disebut benda hitam(black body)
 Pada keadaan kesetimbangan termal, tempertur benda hanya ditentukan oleh
jumlah energy yang diserapnya per detik
 Suatu benda hitam tidak memancarkan seluruh gelombang electromagnet
secara merata. Benda hitam bisa memancarkan cahaya biru lebih banyak
dibandingkan dengan cahaya merah, atau sebaliknya.
𝐵𝜆 𝑇 =
2 𝑕 𝑐2
𝜆5
1
𝑕𝑐
𝑒 𝜆𝑘𝑇
−1
Bλ (T)= intensitas spesifik(I)= jumlah energy yang mengalir pada arah tegak lurus
permukaan per cm2 per detik per steradian
Dengan:
h=tetapan planck= 6,625 x 10-27 erg det
k=tetapan boltzmann=1,380x 10-16 erg/0K
c=kecepatan cahaya=2,998 x 1010 cm/det
T=temperature (0K)
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 2
Sebaran( distribusi) energy menurut panjang gelombang untuk benda hitam
dengan berbagi temperature menunjukkan bahwa semakin tinggi temperature benda
hitam, makin tinggi pula intensitas spesifiknya dan jumlah energy terbesar
dipancarkan pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Panjang gelombang maksimum(λmaks) pancaran benda hitam dapat ditentukan
dengan menggunakan hokum wein, yaitu
𝜆=
0,2898
𝑇
λ dinyatakan dalam cm dan T dalam Kelvin
hokum wein menyatakan bahwa makin tinggi temperature suatu benda hitam, makin
pendek panjang tempat pancaran aksimum terjadi. Hal ini dapt digunakan untuk
menerangkan gejala pada bintang bahwa bintang yang temperaturnya tinggi akan
tampak berwarna biru, sedangkan bintang yang temperaturnya rendah tmpak
berwarna merah.
Energy total yang dipancarkan benda hitam pada seluruh panjang
gelombangnya atau frekuensinya dapt ditentukan dengan mengintegralkan Bλ(T),
yaitu:
∞
𝐵 𝑇 =
𝐵𝜆 𝑇 𝑑𝜆
0
𝐵(𝑇) =
𝜎 4
𝑇
𝜋
Dimana σ = 5,67 x 10-5 erg cm-2 K-4 s-1(konstanta Stefan boltzmann)
Persamaan di atas di sebut hulum stefan-boltzmann dengan σ disebut konstanta
Stefan-boltzmann.
dari intensitas spesifik Bλ(T) dapt ditentukan jumlah energy yang dipancarkan
oleh setiap cm2 permukaan benda hitam per detik ke semua arah adalah:
𝐹 = 𝜋 𝐵 𝑇 = 𝜎 𝑇4
Besaran F disebut fluks energy benda hitam
Jika suatu benda berbentuk bola dengan jari jari R dan temperature T
memancarkan radiasi dengan sifat benda hitam, energy yang dipancarkan seluruh
benda tersebut ke semua arah per detik adalah
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 3
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝐹
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
L disebut luminositas benda. Temperature yang ditentukan dari hulum StefanBoltzmann disebutv temperature efektif.
Jumlah energy yang diterima pengamat yang berjarak d dari benda hitam per
detik per cm2 adalah:
𝐸=
𝐿
4 𝜋 𝑑2
Besaran E disebut fluks pancaran pada jarak d.
1.3 PANCARAN BINTANG
Bintang dapat dianggap sebagia benda hitam, meskipun tidak 100%. Hal ini
dapa terlihat dari distribusi energy bintang yang hamper sama dengan distribysi
energy benda hitam. Sebagai contoh distribusi energy bintang kelas O5 dengan suhu
5400 K sama denga distribusi energy benda hitam yang suhnya 5400 K. Oleh karena
itu, semua hokum hokum yang berlaku pada benda hitam, berlaku juga untuk bintang.
Jumah energi yang dipancarkan bintang dengan temperature T pada arah
tegak lurus permukaan per cm2 per detik per steradian(intensitas spesifik) adalah
2 𝑕 𝑐2
𝐵𝜆 𝑇 =
𝜆5
1
𝑕𝑐
𝑒 𝜆𝑘𝑇 − 1
Jumlah energy yang dipancarkan oleh setiap cm2 permukaan bintang per detik
ke semua arah(fluks pancaran) adalah
𝐹 = 𝜋 𝐵 𝑇 = 𝜎 𝑇4
Energy yang dipancarkan oleh seluruh permukaan bintang yang radiusnya R
dan bertemperatur eektif T per detik ke semua arah(luminositas) adalah
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝐹
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
Temperature efektif adalah temperature lapisan paling luar sebuah
bintang(lapisan fotosfere)
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 4
Energy yang binang yang diterima/melewati permukaan pada jaraj d per cm2
per detik(E) adalah
𝐸=
𝐿
4 𝜋 𝑑2
Dalam persamaan ini, E menyatakan terang bintang yang kita lihat,
sedangakan L menyatakan kuat cahaya yang sebenarnya. Persamaan ini juga dikenal
sebagai hokum kuadrat kebalikan. Makin jauh sebuah bintang, makin redup
cahayanya.
1.4 BESARAN MENDASAR DALAM ASTROFISIKA
Matahari adalh bintang terdekat dengan kita, karena itu besaran fisis seperti jarak,
radius dan massanya dapat ditentukan jauh lebih teliti daripada bintang lain. Dalam
astrofisika sering besaran matahari digunakan sebagai satuan, contohnya massa
bintang sering dinyatakan dalam massa matahari, luminositas bintang sering
dinyatakan dalam luminositas matahari, radius bintang dinyatakan dalam radius
matahari dan lainnya. Untuk matahari digunakan lambing 
L= luminositas matahari
R=radius matahari
M= massa matahari

Penentuan luminositas matahari
Untuk mengetahui besarnya luminositas matahari, harus ditentukan dahulu jumlah
energy yang diterima bumi setiap detik per I cm2. Dari pengukuran di luar atmosfer
bumi mengunakan satelit, diperoleh jumlah energy matahari yang diterima
permukaan 1 cm2 per detik adalah
E= 1,368 x 106 erg cm-2 det-1
Luminositas matahari: L= 4 π d2 E
Dengan d= 1 AU= 1, 496 x 1013 cm, maka
L= 4 π (1, 496 x 1013)2 (1,368 x 106)
= 3,86 x 1033 erg det-1
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 5
Karena 1 watt= 107 erg s-1 maka L= 3,86x 1023 kilowatt

Penentuan Padius matahari
Radius matahari dapat ditentukan dengan mengukur besarnya sudut bundaran
matahari yang dilihat dari bumi. Jika R adalah radius matahari, α adalah radius sudut
maahari dan d adalah jarak bumi-matahari. Maka hubungan dari ketiganya adalah
sin 𝑎 =
𝑅
𝑑
Karena α <<, maka
𝑎=
𝑅
𝑑
Α dalam radian
Dari hasil pengukuran diperoleh α=960”=4,654 x 10-3 radian, jarak
bum-matahri= 1,496 x 1013 cm, maka:
𝑅 = 𝑎 𝑑 =(4,654 x 10-3 )( 1,496 x 1013)= 6,96 x 1010 cm

Penentuan temperature efektif
𝐿 = 4 𝜋 𝑅2 𝜎 𝑇 4
Dari persamaan di atas dapat ditentukan temperature efektif matahari
𝑇𝑒𝑓 =
𝐿
2
4 𝜋 𝜎 𝑅
Apabila besaran yang sudah kita dapat dari proses proses di atasnya kita masukkan,
maka nilai dari Tef ≈ 5785 0K.

Penentuan massa matahari
Massa matahari dapar ditentukan dengan menggunakan hokum kepler III untuk
system bumi matahari
𝑎3
𝐺
=
𝑀
2
𝑃
4 𝜋2 
4 𝜋 2 𝑎3
𝑀 =
𝐺 𝑃2
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 6
Dengan P=365,25 hari= 31 557 600 detik, a = 1,496 x 1013, jarak rata rata bumi
matahari. Dan G=6,668 x 10-8 dyne cm-2 g-2 maka akan diperoleh
M= 1, 99 x 1033 g
1.5 JARAK BINTANG
Jarak bintang-bintang yang dekat dengan matahari dapat ditentukan dengan
menggunkan paralaks trigonometri:
dengan
d=jarak bumi-matahari= 1 AU
d= jarak matahari-bintang
p= paralaks bimtang
dengan melihat segitiga yang dibentuk bumi-matahari-bintang didapatkan
tan 𝑝 =
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
𝑑
𝑑
Page 7
Karena sudut p sangat kecil maka persamaan di atas dapat ditulis
p=
𝑑
𝑑
P dinyatakan dalam radian. Apabila p dinyatakan dalam detik busur dank arena 1
radian = 206 265’’, maka persamaannya menjadi
p=
206265 𝑑
𝑑
Jika jarak dinyatakan dalam AU, maka d= 1 AU, sehingga persamaannya menjadi
𝑝=
206265
𝑑
Selain satuan astronomi(AU), dalam astronomi digunakan juga satuan jarak
lainnya yaitu parsec(paralaks second) disingkat pc. Satu parsec didefinisikan sebagai
jarak sebuah bintang yang paralaksnya satu detik busur. Dengan demikian, jika p=1”
dan d = 1 pc maka diperoleh bahwa
1 pc = 206 265 AU= 3,086 x 1018 cm
Satuan lain yang digunakan dalam astronomi untuk menentukan jarak adalah
tahun cahaya(ly=light year). Tahun cahaya didefiisikan sebagai jarak yang ditempuh
cahaya selama 1 tahun. Oleh karena 1tahun=365, 25 hari=365,25x24x60x60= 3, 1558
x 107 detik dengan kecepatan cahaya c= 2,9979 x 1010 cm/s maka,
1 tahun cahaya(ly)= 9, 46 x 1017 cm
Dari persamaan di atas dapat diperoleh,
1 pc = 3,26 ly
Apabila paralaks dinyatakan dalam detik busur dan jarak dinyatakan dalam
parsek(pc) maka dapat diperoleh
𝑝=
1
𝑑
Paralaks bintang sangatlah kecil sekali, dengan teleskop paling besar dan
paling modern saat ini, paralaks bintang yang bisa diukur hanya sampai sekitar 0,01”.
Dengan teleskop itu hanya sekitar 3000 bintang yang bisa ditentukan paralaksnya.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 8
Bintang-bintang terdekat dengan matahari yang sudah diketahui paralaksnya
Bintang
Paralaks(“)
Jarak(pc)
Jarak(ly)
Proxima centauri
0,76
1,31
4,27
Alpha centauri
0,74
1,35
4,40
Barnard
0,55
1,81
5,90
Wolf 359
0,43
2,35
7,66
Lalande 21185
0,40
2,52
8,22
sirius
0,38
2,65
8,64
Untuk bisa mengukur lebih banyak lagi paralaks bintang, pada tahun 1989
Eropean Space Agency meluncurkan satelit HIPPARCOS(High Precision Parallax
Collection Satellite) yang mengukur paralaks dari luar atmosfer bumi. Dari hasil
pengukuran HIPPARCOS ini dapat ditentukan parallax 120 000 bintang dengan
ketelitian 0,002”.
1.6 TERANG BINTANG
Dalam astronomi, terang bintang dinyatakan dalam magnitude. Pada abad ke2 sebelum masehi, Hipparchus membagi ternag bintang dalam 6 kelompok
berdasarkan penampakannya dengan mata telanjang. Bintang yang paling terang
tergolonh magnitude ke-1, bintang yang lebih lemah tergolong magnitude ke-2 dan
seterusnya hingga bintang yang apling lemah yang masih bisa dilihat dengan mata
telanjang termasuk magnitude ke-6. Semakin terang bintang, maka magnitudonya
semakin kecil.
John Herschel mendapatkan bahwa kepekaan mata dalam menilai terang
bintang bersifat logaritmik. Bintang yang bermagnitudo satu ternyata 100 kali lebih
terang daripada bintang bermagnitudonya enam. Berdasarkan kenyataan ini, Pogson
pada tahun 1856 mendefinisikan skala satuan magnitudo secara lebih tegas. Tinjau 2
bintang:
m1= magnitude bintang ke-1
m2= magnitude bintang ke-2
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 9
E1= fluks pancaran bintang ke-1
E2= fluks pancaran bintang ke-2
Skala Pogson didefinisikan sebagai:
m1- m2= -2,5 log (E1/E2)
atau
E1/ E2 = 2,512 –(m1-m2)
Secara umum rumus pogson dapat dituliskan:
𝑚 = −2,5 𝑙𝑜𝑔 𝐸 + 𝐶
C adalah suatu tetapan. Harga C dapat ditentukan dengan mendefinisikan suatu titik
nol.
Pada awalnya sebagai standar magnitude bintang digunakan bintang Polaris
yang tampak di semua Observatorium di belahan langit utara. Bintag Polaris diberi
magnitude 2 dan magnitude bintang lainnya dinyatakan relative terhadap magnitude
bintang Polaris.
Tahun 1911, Pickering mendapatkan bahwa bintang Polaris, cahayanya
berubah ubah(bintang Variabel) dan Pickering mengusulkan sebagai standar
magnitude digunakan kelompok bintang yang ada di sekitar kuub utara.
Uuntuk keperluan praktis digunakan bintang standar Vega (α lyra). Bintang
ini mempunyai magnitude m=0,02. Karena magnitudonya mendekati nol, maka dapat
dianggap m(Vega)=0. Jadi bintang yang lebih terang dari Vega magnitudonya m < 0,
dan bintang yang lebih lemah dari Vega magnitudonya m > 0. Bintang yang lebih
terang dari Vega magnitudonya berharga negative, misalnya bintang Sirius m= -1,6,
bulan purnama m= -12,5 dan matahari m = -26,7.
Magnitude yang kita bahas merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat
atau terang semu( ada factor jarak dan penyerapan yang harus diperhatikan)
𝑚 = −2,5 log
𝐿
+ 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛
4 𝜋 𝑑2
Dari persamaan di atas kita lihat bah wa agnitudo bintang dipengaruhi jarak. Bintang
yang terlihat lemah cahayanya belum tentu benar benar lemah, dan juga sebaliknya.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 10
Oleh karena itu magnitudao yang kita bicarakan di atas adalah magnitude semu atau
biasa disebut magnitude biasa.
Untuk menyatakan luminosiras atau kuat sebenarnya sebuah bintang, kita
definisikan besaran magnitude mutlak, yaituu magnitude bintang yang diandaikan
bintang diamati dari jarak 10 pc. Magnitude mutlak dilambangkan M. skala pogson
untuk magnitude mutlak ini adalah.
𝑀 = −2,5 log 𝐸 ′ + 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛
Karena jarak bintang = 10 pc. Jadi:
𝑀 = −2,5 log
𝐿
+ 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛
4 𝜋 102
Jika persamaan
𝑚 = −2,5 log
𝐿
+ 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛
4 𝜋 𝑑2
Dikurangkan dengan persamaan
𝑀 = −2,5 log
𝐿
+ 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝𝑎𝑛
4 𝜋 102
Maka akan didapat pesamaan
𝑚 − 𝑀 = −5 + 5 log 𝑑
m-M disebut modulus jarak dan d dinyatakan dalam parsek.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 11
BAB 2
GERAK LANGIT DAN WAKTU
2.1 BOLA LANGIT
Walaupun kita tahu bahwa bumi berotasi pada sumbumnya dan erevolusi
mengelilinggi matahari, para astronom berbicara seolah-olah bumi tetap dan bendabenda langit(bintang, matahari,bulan dan planet) bergerak mengelilingi kita.
Bayangkan bintan-bintang menempel pada bagian dalam sebuah bola gelap raksasa
yang berpusat di numi. Bola itu yang secara teoritis radiusnya tak berhingga, disebut
bola langit.
Posisi sebuah beda langit dinyatakan dalam arah, bukan jarak. Untuk itu
diperlukan suatu tata koordinat: koordinat pada permukaan bola. Dalam system
koordinat langit, posisi bintang –bintang hanya ditentukan oleh arah mereka antara
satu dengan lainnya. Contohnya, bintang A dan bintang B berjarak 200.
Apabila kita memproyeksikan kutub-kutub Bumi pada bola langit, kita akan
memperoleh dua buah titik yang disebut Kutub Langit Utara(KLU) dan Kutub Langit
Selatan(KLS)
1.2 GERAK LANGIT

Di kutub
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 12
Jika kita berdiri di salah satu kutub, sumbu rotasi benda langit (sebenarnya
Bumi) adalah poros KLU-KLS ini. Bintang-bintang akan tampak berputar melingkar
terhadap titik tepat di atas kepala. Bintang tidak terbit dan tidak terbenam. Lintasan
yang ditempuh bintang dalam bola langit ini disebut lingkaran harian.

Di Equator
Jika kita berdiri di ekuator, ekuator langit membentang melintas kepala kita,
dari Timur ke Barat dan sumbu rotasi langit adalah garis dari Utara ke Selatan. Dari
ekuator, bintang tampak terbit tegak lurus di horizon timur dan terbenam di horizon
barat. Dari ekuator kita bisa melihat semua bintang.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 13

Di lintang antara
Di lintang antara situasinya lebih merupakan kombinasi antara dua contoh
sebelumnya. Kutub lanit tidak berada di horizon dan tidak berada di zenith, tetapi
berada di antaranya.
gambar bola langit di lintang antara
1.2 SISTEM KOORDINAT HORIZON
Dalam system koor dinat horizon, suatu bintang atau benda langit dinyatakan
dalam azimuth(bujur langit) dan altitude(lintang langit). Azimuth diukur dari titik
Utara kea rah timur dari )00 sampai 3600. Sedangkan altitude didefiniskan sebagai
jarak sudut benda lanit dari lingkaran horizon. Dalam system koordinat horizon,
posisi benda langit berubah setiap saat karena semua benda langit “beredar”.
Di bawah ini adalah contoh gambar system koordinat horizon.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 14
1.3 SISTEM KOORDINAT EQUATORIAL
Dalm system koordinat ekuatorial ini peredaran benda lanit disebabkan oleh
rotasi bumi, sehngga sumbu rotasi bumi merupakan sumbu gerak melingkar bola
langit. Titik titik kutub pada tata koordinat ekuatorial disebut Kutub Lngit
Utara(KLU) dan Kutub Langit Selatan(KLS), yang merupakan titik perpanjangan
kutub kutub bumi.
Tinggi dari KLU dan KLS tergantung pada lintang geografis pengamat.
Lingkaran lintang terbesar pada koordinat ini disebut ekuator langit yang merupakan
perpotongan perluasan bidang katulistiwa dengan bola langit.
Dalam koordinat ekuatorial digunakan beberapa parameter seperti:
 Deklinasi, jarak sudut antara benda langit dengan proyeksinya pada lingkaran
katulistiwa
 Sudut jam , busur yang diukur dari meridian pengamat di sepanjang lintasan
benda langit kea rah barat hingga benda langit yang bersangkutan( seberapa
jauh bintang meninggalkan meridian pengamat).
 Asensiorekta, jarak busur antar titik aries dengan proyeksi benda langit pada
lingkaran ekuator langit.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 15
1.4 WAKTU
Ada tiga satuan dasar dalam waktu yaitu: hari, tahun dan bulan. Dalam
astronomi ada 2 macam pembagian hari yaitu:
a. Hari matahari(solar day), jika matahari sebagai acuan: interval waktu dari saat
matahari terbit ke matahari terbit berikutnya atau matahari terbenam ke
matahari terbenam berikutnya.
b. Hari sideris (sidereal day), jika bintang sebagai acuan: interval waktu dari saat
suatu bintang tertentu berada di atas kepala kita sampai bintang tersebut
kembali berada di atas kepala kita lagi.
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 16
 sudut jam
sudut jam, yaitu seberapa jauh sebuah bintang sudah meninggalkan meridian (titik
sigma,  ) ke arah Barat.
 Waktu sideris.
Untuk menentukan waktu sideris digunakan titik acuan yaitu vernal equinox (titik
γ = Aries)
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 17
Waktu sideris local didefinisikan(WSL) disefinisikan sebagai sudut jam vernal
equinox
𝑊𝑆𝐿 = 𝑆𝐽(𝛾)
Hari sideris dimulai ketika vernal equinox ada pada meridian lokal (SJ()=0) dan
berakhir ketika vernal equinox kembali melintas meridian (23 jam 56 menit waktu
hari kemudian)
Sebuah bintang yang diperlihatkan dengan lingkaran jamnya, mempunyai
asensiorekta  (diukur ke arah Timur dari titik ) dan sudut jam, SJ (diukur ke
arah Barat dari titik sigma, ). Kita lihat bahwa
WSL = SJ() + ()
Jika  (bintang) diganti dengan , kita mendapatkan,
WSL = SJ() + ()
Karena ()=0, maka kita peroleh definisi pertama di atas, yaitu
WSL = SJ()
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 18
BAB 3
GERAK BENDA LANGIT
3.1 HUKUM KEPLER

Hukum kepler I
Hokum kepler I berbunyi “ lintasan setiap planet ketika mengelilingi matahari
berbentuk elips, dimana matahari terletak pada salah satu fokusnya.
A
P
Keterangan:
a: setengah sumbu panjang
b: setengah sumbu pendek
A: posisi aphelion
B: posisi perihelion
Dari gambar diatas terdapat beberapa persamaan :
𝑐=𝑎𝑒
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 19
𝑒=
1−
𝑏2
𝑎2
Dimana e = eksentrisitas
Dari gambar orbit elips di atas dapat jita lihat bahwa jarak aphelion:
𝑟𝐴 = 𝑎 + 𝑐 = 𝑎 + 𝑎𝑒
𝑟𝐴 = 𝑎 1 + 𝑒
Sedangkan jarak perihelion:
𝑟𝑃 = 𝑎 − 𝑐 = 𝑎 − 𝑎𝑒
𝑟𝑃 = 𝑎 1 − 𝑒

Hokum kepler II
Hokum kepler II berbunyi “ luas daerah yang disapu oleh garis antaramatahari
dengan planet adalah sama untuk setipa periode waktu yang sama”
Luas daerah 1-matahari-2 sama dengan luas daerah 3-matahari-4

Hokum kepler III
Bunyinya”kuadrat waktu yang diperlkan oleh planet untuk menyelesaikan satu kali
orbit sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet tersebut dari matahari”
𝑃2 4𝜋 2
=
𝑎3 𝐺 𝑀
𝑃2
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
𝑎3
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 20
Misalkan P1 dan P2 menyatakan periode dua planet dan a1 dan a2 menyatakan jarak
rata rata planet maka dapat diyulis
𝑃12
𝑎13
=
𝑃22
𝑎13
3.2 MACAM ORBIT
Orbit benda benda langit tidak semuanya sama. Orbit benda langit dibedakan
menjadi beberapa macam:




Orbit lingkaran, contohnya planet kecil, beberapa asteroid sabuk utam, satelit
Orbit elips, contohnya planet, asteroid, komet
Orbit parabola, contohnya batu meteor
Orbit hiperbola, contohnya batu meteor
Kecepatan orbit benda langit pun akan berbeda beda tergantung bentuk lintasan
orbitnya. Suatu ketika benda langit bisa lepas dari lintasan orbitnya ketika mencapai
kecepatan lepas. Persamaan kecepatan lepas adalah:
𝑣=
2𝐺𝑀
𝑟
Diman r adalah jarak bendal langit dengan pusat orbit.
3.4 POSISI PLANET
Planet dalam menelilingi matahari terkandang membentuk konfigurasi yang
unik. Konfigurasi yang terbentuk antara planet, matahari dan bumi antara lain:

Konjungsi
Konfigurasi ini terjadi ketika bumi, planet dalam dan matahari membentuk garis lurus

Oposisi
Konfigurasi ini terjadi ketika bumi, planet luar dan matahari membentuk garis lurus.

Elongasi
Sudut yang dibentuk oleh garis matahari-bumi dan garis bumi-planet.

Transit
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 21
apabila Planet bergerak di depan bintang.
1. Menghalangi sebagian cahaya, kecerlangan bintang melemah
2. Lamanya pelemahan cahaya bergantung pada kecepatan dan besar planet
3. Besarnya pelemahan bergantung pada ukuran planet
3.4 PERIODE SINODIS DAN PERIODE SIDERIS
Periode sideris adalah waktu yang diperlukan oleh suatu benda langit dalam
orbitnya untuk kembali ke posisi semula relative terhadap bintang latar belakang.
Periode sinodis adalah waktu yang diperlukan benda langit dalam orbitnya
untuk kembali ke phase semula. Missal dari oposisi ke oposisi, konjungsi ke
konjungsi. Bulan purnama ke bulan purnama dll.
Planet dalam periode sinodisnya,
1
1
1
=
−
𝑃𝑠𝑖𝑛
𝑃𝑠𝑖𝑑 𝑃𝑏𝑢𝑚𝑖
Planet luar periode sinodisnya
1
1
1
=
−
𝑃𝑠𝑖𝑛
𝑃𝑏𝑢𝑚𝑖 𝑃𝑠𝑖𝑑
Bulan, periode sinodisnya
1
1
1
=
−
𝑃𝑠𝑖𝑛
𝑃𝑠𝑖𝑑 𝑃𝑏𝑢𝑚𝑖
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 22
BAB 4
MATAHARI
4.1 PENDAHULUAN
Matahari merupakan salah satu bintang yang berada di galaksi bimasakti. Dari
telaah spectrum matahari diketahuai bahwa matahari adalah bola gas raksasa dengan
komposisi utama berupa gas hydrogen. Matahai terdiri dari 2 struktur umum yaitu
atmosfer pada badian luar dan interior. Struktur dalam atau interio tediri dari lapisan
inti, lapisan radiatif dan lapisan konvektif. Sedangkan atmosfernya terbagi menjadi
tiga daerah tam yaitu fotosfer, kromosfer dan korona. Lapisan amosfer merupakan
daerah yang dapat terlihat langsung dengan mata.
Pada saat terjadi gerhana matahari total,biasanya para ilmuan
memanfaatkannya untuk mengamati korona matahari. selain itu, untuk mengamati
korona, para ilmuan bisa menggunakan koronagraph untuk mengamati korona.
Matahari mempunyai diameter 1 390 000 km dan bermassa 1,1989 x 1030 kg.
mtahari mempunyai suhu yang sangt tinggi, yaitu 15 600 000 K pada intinya dan
5800 K pada permukaannya. Matahari terdiri dari hydrogen 92,1 %, helium 7,8% dan
sisanya 0,1% terdiri dari sekitar 90 unsur.
42. KENAMPAKAN – KENAMPAKAN PADA MATAHARI

Bintik matahari
Bintik matahari banyak terlihat dam kelompok kelompok yang mempunyai
morfologi sangat bervariasi dengan berbagai tingkat ukuran dan evolusinya. Masa
hidup bintik matahari beragam dari beberap hari untuk kelompok kecil sampai
beberapa bulan untuk kelompok besar. Temperature bintik matahri sekitar 400 K atau
lebih rendah dari sekelilingnya yang bertempatur sekitar 6000 K. perbedaan suhu
tersebut membuat bintik matahti berwarna gelap.

Prominensa
Prominensa adalah awan tebal yang menggantung di atas medan magnet
permukaan matahari. struktur prominensa mengikuti struktur medan magnet.

Ledakan matahari( flare)
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 23
Ledakan matahari terjadi akibat energy yang tersimpan dalam medan
magnetic dilepaskan secara tiba tiba dalam waktu yang singkat karena hubungan
pendek medan magnetic.

Angin matahari
Angin matahari adalah aliran partikel(ion,electron, dan neutron) secala
berkelanjutan yang dating dari matahari ke semua arah. Angin matahari mempunyai
kecepatan antara 300 km/s sampai 700 km/s
Copyright by Tri Mujiyanto
[email protected]
Page 24
Download