ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK PRODUKSI KISTA ARTEMIA DI VINH CHAU STATION, VIETNAM PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN OLEH: DANIEL ONNY SETIYOKO SURABAYA-JAWA TIMUR FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Daniel Onny Setiyoko Nim : 141211132140 Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa laporan PKL yang berjudul TEKNIK PRODUKSI KISTA ARTEMIA DI VINH CHAU STATION, VIETNAM adalah benar hasil karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam laporan PKL tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga, termasuk berupa pembatalan nilai yang telah saya peroleh pada saat ujian dan mengulang pelaksanaan PKL. Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Surabaya, 17 maret 2016 Yang membuat pernyataan, Daniel Onny Setiyoko 141211132140 LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK PRODUKSI KISTA ARTEMIA DI VINH CHAU STATION, VIETNAM Oleh: DANIEL ONNY SETIYOKO NIM. 141211132140 Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Dr. Mirni Lamid, drh., MP NIP. 19620116 199203 2 001 Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M. Si. NIP. 19690621 199703 2 001 LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TEKNIK PRODUKSI KISTA ARTEMIA DI VINH CHAU STATION, VIETNAM Oleh : DANIEL ONNY SETIYOKO NIM : 141211132140 Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan. Telah diujikan pada Tanggal : 17 November 2015 KOMISI PENGUJI Ketua : Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. Anggota : Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. Surabaya, 17 Maret 2016 Dekan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Dr. Mirni Lamid, drh., M.P. NIP. 19620116 199203 2 001 LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RINGKASAN DANIEL ONNY SETIYOKO. Teknik Produksi Kista Artemia di Vinh Chau Station, Vietnam. Dosen Pembimbing Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. Artemia adalah salah satu pakan alami populer dibidang larvikulturperikanan. Artemia digunakan sebagai pakan alami sebab memiliki kandungan nutrisi yang tinggi diantaranya kandungan protein kasar sebesar 50,76%. Keunggulan Artemia dapat disimpan dalam bentuk kista sehingga tahan lama. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui produksi kista Artemia yang dilakukan di Vinh Chau Station, Vietnam. Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini yaitu metode deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif dan studi pustaka. Hasil Praktek Kerja Lapang yang telah dilakukan adalah teknik produksi kista memiliki beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah persiapan budidaya, pemeliharaan Artemia, pemanenan, processing dan evaluasi produk. Hasil evaluasi dari kista di Vinh Chau terhitung dalam hatching percentage dengan nilai diatas 90% dan hatching efficiencydengan nilai diatas 200.000 per gram.Teknik produksi Artemia di Vinh Chau Vietnam menekankan pada proses pengeringan dengan menggunakan bantuan alat fluidized bed dryer dan mesin rotator. Produksi kista Artemia memanfaatkan tambak garam sebagai lahan budidaya Artemia yang juga dapat diterapkan di Indonesia. iv LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SUMMARY DANIEL ONNY SETIYOKO. Production Technique of Artemia Cyst in Vinh Chau Station, Vietnam. Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. Artemia is a popular live food in larviculture. Artemia used as live food because of its high crude protein about 50,76%. Artemia can be keep as cyst for long term usage. The purpose of Field Work Practice is to know the production technique of Artemia cyst which was done in Vinh Chau Station, Vietnam. Method used in this Field Work Practice is descriptive method by collecting prime data and secondary data. Data was taken with observation, interview, active participation and literature study. The result of Field Work Practice shows that culture of Artemia to produce cyst have several steps. The steps are preparation of culture, Artemia culture, harvesting,processing, and product evaluation. Evaluation product of Vinh Chau cyst counted in hatching percentage with value above 90% and hatching efficiency with value above 200.000 per gram. Production technique of Artemia cyst focused in drying process by using fluidized bed dryer and rotator machine. Production of Artemia cyst uses salt pond as the culture pond of Artemia that also can be applied in Indonesia. v LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang Teknik Produksi Kista Artemia di Vinh Chau Station, Vietnam.Penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga yang telah mendoa’akan, mendidik dan memberikan motivasi serta semangat hingga terselesaikannya Praktek Kerja Lapang ini. Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Penulis menyadari penulisan laporan PKL ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan. Surabaya, Oktober 2015 Penulis vi LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Praktek Kerja Lapang ini banyak melibatkan orang-orang yang sangat berarti bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat serta ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA, selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga. 2. Ibu Dr.Rr.Juni Triastuti.S.Pi.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian Laporan Praktek Kerja Lapang ini dengan penuh kesabaran. 3. Dr. EndangDewiMasithah, Ir., MP. selaku Dosen Penguji sidang Praktek Kerja Lapang yang telah memberikan motivasi untuk melaksanakan PKL di Vietnam. 4. Pak Abdul Manan S. Pi, M. Si. selaku dosen wali. 5. Ibu dan adik saya yang telah mendukung saya. 6. Truong Quoc Phu (Assoc. Prof. Ph.D) selaku dekan dan Tran Ngoc Hai (Assoc. Prof. Ph. D)selaku wakil dekan College of FisheriesCan Tho Universityyang telah memberi ijin untuk melakukan PKL di College of Fisheries Can Tho University, Vietnam. 7. Prof. Dr. Gilbert van Stappen sebagai pembimbing lapang. 8. Pak Sapto Andriyono, S. Pi, MT. selaku pemberi arahan dalam komunikasi. 9. Moh. Hadi Subarkah dan Ahmad Farid Ary Wardhana selaku tim relawan, 10. Reni Yulita selaku editor Laporan PKL. 11. Seluruh staf pengajar dan staf kependidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan. vii LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dan doa selama penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapang. 13. Mendiang Ayah angkat Uwa Sunarto Surabaya,Oktober 2015 Penulis viii LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .................................................................................................. iv SUMMARY ..................................................................................................... v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vii DAFTAR ISI .................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan .................................................................................................... 2 1.3 Manfaat .................................................................................................. 2 II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3 2.1 KlasifikasiArtemia ................................................................................. 3 2.2 Morfologi............................................................................................... 4 2.3 Habitat dan Penyebaran ......................................................................... 5 2.4 SiklusHidup ........................................................................................... 6 2.5 Kebiasaan Makan dan Makanan............................................................ 9 ix LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2.6 Budidaya Artemia .................................................................................. 9 2.6.1 Budidaya Artemia untuk Memperoleh Biomassa .......................... 10 2.6.2 Budidaya Artemia untuk Memperoleh Kista ................................. 11 2.7 Evaluasi Produk Kista Artemia ............................................................. 11 III PELAKSANAAN KEGIATAN.................................................................. 14 3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................... 14 3.2 Metode Kerja ......................................................................................... 14 3.3 Pengumpulan Data ............................................................................... 15 3.3.1 Data Primer ................................................................................ 15 3.3.2 Data Sekunder ............................................................................. 15 IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 16 4.1 KeadaanUmumLokasiPraktekKerjaLapang .......................................... 16 4.1.1 Sejarah College of Aquaculture and Fisheries ............................ 16 4.1.2 Sejarah Vinh Chau Station .......................................................... 16 4.2Lokasi Praktek Kerja Lapang ................................................................. 17 4.2.1 Can Tho University ..................................................................... 17 4.2.2Vinh Chau Station ........................................................................ 17 4.3Visi dan Misi .......................................................................................... 18 4.4 Sarana dan Prasarana ............................................................................. 19 4.4.1 Air................................................................................................ 19 4.4.2 Kolam .......................................................................................... 19 A. Kitchen Pond (Kolam Pakan Alami) .......................................... 20 B. Kolam Penampungan Air Laut ................................................... 21 C. Kolam Penguapan ....................................................................... 21 D. Kolam Budidaya Artemia ........................................................... 22 E. Kolam Penelitian ......................................................................... 22 4.4.3 Bangunan ..................................................................................... 22 x LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA A. Aula ............................................................................................ 23 B. Laboratorium .............................................................................. 23. C. Processing Room ........................................................................ 23 4.5. Budidaya Artemia ................................................................................. 24 4.5.1 Persiapan ..................................................................................... 24 A. Persiapan Kolam ......................................................................... 24 B. Persiapan Air Salinitas Tinggi .................................................... 27 C. Persiapan Pakan Alami ............................................................... 28 D. Penyediaan Naupli Artemia ........................................................ 29 4.5.2 Teknik Produksi Kista Artemia ................................................... 32 A. Pemeliharaan Artemia ................................................................ 32 B. Pemberian Pakan ......................................................................... 33 C. Pemantauan Kondisi Artemia ..................................................... 33 D. Pemanenan Kista ........................................................................ 36 E. Pengolahan Kista......................................................................... 37 a. Penyimpanan Sementara ......................................................... 37 b. Pencucian Kista....................................................................... 38 c. Pengeringan ............................................................................. 39 d. Penyimpanan dengan Suhu Rendah ........................................ 40 F. Evaluasi Produk Kista ................................................................. 40 V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 44 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 44 5.2 Saran ...................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45 LAMPIRAN ..................................................................................................... 48 xi LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.Permasalahan budidaya Artemia ................................................................. 34 2.Sampel 1 Hatching percentage dan hatching efficiency ............................. 41 3. Sampel 2 Hatching percentage dan hatching efficiency ............................ 42 xii LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.Artemia franciscana dewasa tampak samping .............................................. 3 2. Embrio pada stage umbrella lepas dari kista dan naupli/instar I.................. 4 3. Artemia franciscana dewasa tampak atas,betina dan jantan ....................... 5 4.Daur hidup Artemia ....................................................................................... 7 5. Bagan sistem budidaya Artemia ................................................................... 10 6. Denah kolam budidaya Artemia ................................................................... 20 7. Lokasi pemasangan wavebreaker ................................................................ 25 8. Proses persiapan air salinitas tinggi ............................................................. 27 9. Reaksi saat penambahan hypochlorite............................................................... 30 10. Kista setelah dekapsulasi............................................................................ 31 11. Kegiatan raking .......................................................................................... 36 xiii LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Lokasi Vinh Chau ........................................................................................ 48 2. Sarana dan Prasarana Budidaya Artemia di Vinh Chau Station .................. 49 3. Pemetaan Kolam Artemia ............................................................................ 51 4. Alat yang DigunakandalamPengolahan Kista Artemia................................ 52 xiv LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artemia adalah salah satu pakan alami populer di bidang larvikulturperikanan. Artemia digunakan sebagai pakan alami sebab memiliki kandungan nutrisi yang tinggi diantaranya kandungan protein kasar sebesar 50,76% dari berat kering (Anh et al., 2009a). Usaha larvikultur atau usaha pemeliharaan larva merupakan salah satu bagian tersulit dalam budidaya perairan dengan kubutuhan pakan alami yang memegang peran penting (Anh, 2009c). Permasalahan utama dalam larvikultur adalah penyediaan pakan alami yang harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga membutuhkan tenaga lebih untuk melakukan perawatannya. Penggunaan Artemiamerupakan pilihan yang tepat sebagai upaya pemecahan permasalahan tersebut sebabArtemiamenghasilkan kistayang dapat ditetaskan setiap saat tanpa perlu melakukan perawatan tambahan. Saat ini berkembangnya usaha larvikultur di Indonesia meningkatkan kebutuhan terhadap Artemia.Menurut Jubaedah dkk. (2006) menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan stok Artemia sebagai pakan alami di Indonesia masih mengandalkan produk impor meskipun Indonesia telah memiliki beberapa produk Artemia.Hal ini dikarenakan Artemia lokal memiliki kualitas yang kurang baik dibanding dengan Artemia impor.Penggunaan Artemia impor berdampak pada menurunnya efisiensi pengeluaran biaya pada usaha larvikultur. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan stok Artemia sebagai pakan alami di Indonesia adalah dengan meningkatkan kualitas produksi kistaArtemia secara lokal. Hal ini sesuai dengan harapan dari LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2 Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), yaitu mengembangkan usaha budidaya Artemia baik secara ekstensif maupun intensif. Beberapa riset di Indonesia telah mencoba mengembangkan budidaya Artemia dan berhasil memproduksi kista, namun masih perlu informasi tambahan dan transfer teknologi untuk meningkatkan kualitas dari produksi kista. Oleh karena itu,diperlukan sebuah upaya untuk mempelajari teknik produksi kistaArtemia sehingga dapat diaplikasikan dan meningkatkan produksi dan mutu kistaArtemia lokal di Indonesia. Atas dasar pemikiran diatas maka dilaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di College of Aquaculture and Fisheries Can Tho University, Vietnam untuk mengetahui secara langsung tentang teknik produksi kistaArtemia(Artemia fransiscana) sehingga dapat diaplikasikan di Indonesia. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah : 1. Untuk mengetahui tahapan produksi kistaArtemia di Can Tho, Vietnam. 2. Untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman tentang teknik produksi kistaArtemiadi Vietnam sehingga dapat diterapkan di Indonesia. 1.3 Manfaat Manfaat pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah : 1. Menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik produksi kistaArtemia. 2. Transfer teknologi tentang teknik produksi kistaArtemiadari Vietnam ke Indonesia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Artemia Artemia tergolong Arthropoda primitif. Artemia masuk ke dalam Ordo Anostraca. Berikut adalah taksonomi berdasarkan Drewes (2002): Kingdom Filum Kelas Ordo Genus Species : Animalia : Arthropoda : Branchiopoda : Anostraca : Artemia : Artemia franciscana Gambar 1. Artemia franciscanadewasa tampak samping (FAO, 2015) Keterangan: (1) Brood pouch betina (2) Penis jantan Artemia pada umumnya hidup secara berpasangan kecuali beberapa spesies Artemia yang hidup secara partenogenesis atau berkembang tanpa melalui pembuahan. Jantan dan betina dapat diidentifikasi berdasarkan alat kelamin yaitu penis untuk jantan atau brood pouch untuk betina (Gambar 1.). LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2.2 4 Morfologi Morfologi Artemiafranciscanaberbeda-beda tergantung dari tahapannya. Terdapat empat tahap yaitu kista, umbrella, naupli, meta-naupli, dan dewasa (Van Stappen, 2015). Kista berbentuk bulat, setelah dilakukan dehidrasi bentuk kista akan berubah menjadi cekung. Umbrella memiliki ciri khas yaitu chorion atau cangkang masih menempel pada naupli Artemia franciscana (Nhu et al., 2009). Naupli berwarna oranye kecoklatan karena memiliki persediaan yolk sac, memiliki antena untuk bergerak (Treece, 2000). Meta-naupli (instar II dan seterusnya) mulai dapat membuka mulut dan ditandai dengan berkembangnya digestive track (Van Stappen, 2015). Digestive track berkembang memanjang pada bagian ekor Artemia. Gambar 2. Embrio pada stageumbrellalepas dari kista (kiri) dan naupli/instar I (kanan) Keterangan: (1) mata nauplius, (2) antennula, (3) antenna (4) mandible LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 5 Fase umbrella pada Gambar 2. merupakan Artemia yang baru menetas dari kista. Setelah beberapa jam umbrella akan berkembang menjadi instar I. Perkembangan umbrella menjadi instar Idapat diamati dari perubahan mandible(Gambar 2.). Artemia franciscana berganti instar sebanyak 15 kalisetelah melewati tahap umbrellahingga dewasa.Artemia franciscanastage dewasa memiliki antenna, sepasang mata dan thoracopod (FAO, 1996). Jantan memiliki clasper pada bagian kepala dan pada betina terdapat brood pouch atau uterus (Tomkins andDann, 2009). Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Artemia franciscanadewasa tampak atas,betina (kiri) dan jantan (Abatzopouloset al., 2002). 2.3 Habitat dan Penyebaran Habitat Artemia dipengaruhi oleh berbagai faktor pembatas. Faktor yang berpengaruh terhadap habitat Artemia terdiri dari faktor kimia, fisika, biologi dan substrat. Faktor kimia terdiri atas pH, kadar ammonia, nitrit, nitrat,oksigen terlarut dan salinitas (Mintarso, 2007). Faktor fisika yaitukondisi musim. Faktor biologi LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 6 terdiri atas keberadaan predator (Van Stappen, 2015). Faktor substrat yang berpengaruh adalah komposisi tanah (Lavens and Sorgeloos, 1996). Artemia fransiscana hidup pada kondisi perairan ekstrim dengan keadaan hypersaline (Khoi et al, 2007). Artemia dapat hidup pada danau garam, laut dan kolam dengan salinitas 90 ppt (Lavens and Sorgeloos, 2000). Artemia fransiscanatersebar di beberapa lokasi dengan perairan kadar garam tinggi seperti Great Salt Lake, San Fransisco dan Vietnam (Van Stappen, 2015). Artemia franciscanadi Indonesia merupakan spesies introduksi dari Great Salt Lake dan San Francisco Bay yang saat ini sedang dikembangkan di Indonesia. Mintarso (2007) menyebutkan bahwa beberapa pihak telah mencoba melakukan kegiatan budidaya Artemiadalam rangka penelitian aplikatif, adapun pihak yang telah melakukan usaha tersebut yaitu : 1. Percobaan inokulasi Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara pada tahun 1984, 1985, 1989 di Kabupaten Sampang Madura, tahun 2002. 2. Budidaya yang dilakukan oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol pada tahun 2003 dan 2004 di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. 2.4 Siklus Hidup Siklus hidup Artemia franciscana terbagi menjadi dua yaitu perkembangbiakan secara ovipar dan ovovivipar (Gambar 4.). Mintarso (2007) menjabarkan perkembangbiakan ovipar Artemiasebagai proses pelepasan kista dari induk Artemia di dalam air. Perkembangbiakan ovovivipar dijabarkan sebagai LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 7 proses dimana telur yang telah matang dalam brood pouch berkembang menjadi naupli yang langsung dapat berenang (Anh, 2009c) Gambar 4. Daur hidup Artemia (Tomkins and Dann, 2009). Siklus ovipar Artemiaterjadi dalam kondisi kurang menguntungkan seperti suhu terlalu rendah dan salinitas terlalu tinggi. Pada siklus ini induk Artemia akan menghasilkan embriodilapisi oleh chorion yang dihasilkan oleh shell gland dari induk Artemia. Kista sebagai hasil dari proses ini akan dikeluarkan dan mengalami fase diapause. Fase diapause merupakan fase dimana Artemia menjadi dorman atau fase terhambatnya pertumbuhan untuk sementara waktu. Fase ini terjadi pada kista Artemia untuk mengatasi kondisi ekstrim pada habitat alami seperti perubahan musim. Fase diapause non aktif secara alami akibat penurunan suhu secara ekstrim selama musim dingin (Lavens and Sorgeloos, 1996). LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 8 Kista Artemia dapat menetas setelah melewati fase diapuse. Dry eggs atau telur kering (Gambar 4.) merupakan hasil proses dari pengolahan kista. Kista yang telah kering dapat menetas dalam kurun waktu 24-36 jam apabila diinkubasi pada kondisi suhu 25 oC (Mintarso, 2007). Siklus ovovivipar Artemiaterjadi dalam kondisi salinitas dibawah 80 ppt dimana induk menghasilkan embrio tanpa membentuk selaput chorion sehingga keturunan yang keluar langsung berupa instar I (Adityana, 2007). Chorion tidak akan diproduksi oleh shell gland dari induk Artemia selama proses ovovivipar. Hal ini terjadi sebab dalam kondisi salinitas dibawah 80 ppt kondisi bersifat menguntungkan bagi Artemia. Artemiayang telah menjadi naupli baik dari siklus ovipar maupun ovovivipar mulai mengalami berganti kulit hingga 15 kali dalam kurun waktu 1-3 minggu (Gambar 4.). Pergantian kulit naupli Artemia disebut sebagai instar. Naupli merupakan instar I, ketika berkembang menjadi instar 2 disebut metanaupli dan secara morfologi Artemia mulai memiliki organ berupa digestive track(Lavens and Sorgeloos, 1996). Artemia yang telah mengalami pergantian kulit sebanyak 15 kali berkembang menjadi tahap sub-adult. Setelah 4-5 minggu Artemia tahap subadult akan menjadi stadia dewasa dan mengalami diferensiasi alat kelamin antara jantan dan betina (Anh, 2009c). Jantan dan betina kemudian berpasangan dan menghasilkan kista ataupun naupli baru.(Gambar 4.) LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2.5 9 Kebiasaan Makan dan Makanan Artemia merupakan hewan non-selectivefilter feeder (Toi, 2013). Artemia dapat memakan apapun dengan ukuran partikel makanan lebih kecil dari bukaan mulutnya seperti mikroalga, bakteri, protozoa dan partikel terlarut lain (Magnotti et al., 2015). Makanan dapat berupa benda mati, keras maupun lunak (Mintarso, 2007). Artemiabaru dapat makan partikel terlarut setelah melewati fase instar I. Pada fase instar IArtemia masih menggunakan yolk sac sebagai sumber energi (Lavens and Sorgeloos, 1996). Setelah masuk fase instar 2 Artemia memiliki digestive track atau saluran cerna. Pada tahap ini Artemia telah mampu memakan partikel kecil dibawah 60 mikron (Widiastuti dkk, 2012). Artemia menggunakan bantuan thoracopod untuk makan.Pada fase instar X keatas thoracopodArtemia mulai mengalami diferensiasi menjadi telopodite dan endopodite yang berfungsi sebagai alat filter feeder sekaligus sebagai alat gerak (Mintarso, 2007). 2.6 Budidaya Artemia Berdasarkan sifat hidup, kebiasaan makan, dan kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi ekstrimArtemia mampu hidup pada kolam garam atau kolam dengan air salinitas tinggi. Pada perkembangannya,saat ini Artemia telah mampu dibudidayakan pada beberapa wilayah. Wilayah yang cocok untuk kegiatan budidaya adalah daerah dengan iklim monsoon (Van Stappen, 2015). Iklim monsoon adalah iklim yang memiliki musim peralihan akibat angin dingin dan angin panas yang terdapat di kawasan tropis Asia, Afrika, dan LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 10 Samudera Hindia (Cliftet al., 2010). Iklim ini memberikan dampak kelembaban dan suhu relatif stabil pada kondisi musim kering, oleh karena itu menjadi iklim yang cocok untuk budidaya Artemia(Anh, 2009c). Budidaya Artemia bertujuan untuk menghasilkan kista atau biomassa (Gambar 5.). Produksi kista bertujuan untuk mendapatkan kista dari siklus ovipar sedangkan produksi biomassa lebih mengutamakan hasil biomassa lewat siklus ovovivipar. Masing-masing tujuan budidaya Artemia memiliki sistem dan cara operasional sendiri-sendiri. Gambar 5. Bagan sistem budidaya Artemia (Hoa, 2014). 2.6.1 Budidaya Artemia untuk Memperoleh Biomassa Budidaya Artemia dengan tujuan memperoleh biomassa memiliki dua sistem kultur yaitu batch atau continuous harvesting. Sistem kultur batch adalah sistem kultur yang menerapkan proses pemanenan secara total pada satu kolam ketika populasinya mencapai nilai maksimum atau mendekati kepadatan maksimum (Lavens and Sorgeloos, 1996). Sistem ini sering digunakan dalam LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 11 kegiatan budidaya terutama budidaya pakan alami karena hal tersebut merupakan cara termudah dibandingkan dengan metode continuous, walaupun demikian kegiatan budidaya dengan sistem batchkurang efisien dan memiliki kualitas yang berbeda setiap batch. Sistem lain yang dipakai dalam kegiatan budidaya Artemia dengan tujuan memperoleh biomassa adalah sistem continuous. Sistem ini lebih efisien dibanding metode batch, memiliki kualitas yang konsisten dan dapat berlangsung lama. Kelemahan dari metode ini adalah tingkat kesulitan yang tinggi. Penggunaan teknik ini biasanya untuk budidaya dengan jumlah kecil, selain itu peralatannya memiliki harga yang cukup mahal (Lavens and Sorgeloos, 1996). Produk biomassa Artemiadari sistem continuous dan batchterbagi dalam dua jenis yaitu produk alive (hidup) dan frozen(beku). Produk alive merupakan produk yang siap pakai dari kolam budidaya untuk kegiatan larvikultur ikan atau udang. Produk frozen merupakan produk aliveArtemia yang telah dilakukan pembekuan. Tujuan pembekuan ini adalah untuk proses peningkatan ketahanan produk alivedari Artemia, Proses pembekuan juga mencegah pertumbuhan dari Artemia dan menghindari de-enrichment akibat metabolisme tubuh (Mendes et al., 2010). 2.6.2 Budidaya Artemia untuk Memperoleh Kista Produksi Artemia untuk memperoleh kistaterbagi dalam dua sistem budidaya yaitu sistem stagnant dan sistem flow through. Sistem stagnantyang dimaksud adalah budidaya Artemia pada kolam stagnan tanpa ada resirkulasi air. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 12 Kolam stagnan biasanya diterapkan pada kolam-kolam ekstensif sedangkan pada sistem flow through terdapat resirkulasi air (Lavens and Sorgeloos, 1996). Konsep flow through adalah mengalirkan air pada kolam secara terus menerus. Pergantian air terus dilakukan pada kolam budidaya dengan menggunakan air resirkulasi secara biologis dan mekanis. Air dikeluarkan lewat pipa pada bagian tengah kolam. Pipa pengeluaran dilapisi oleh nilon dengan meshsize tertentu sebagai filter untuk memisahkan antara limbah yang ikut terbuang bersama air dengan populasi Artemia (Lavens et al., 1985). Air yang telah keluar dari kolam utama kemudian masuk kedalam bak resirkulasi yang ditambahkan bakteri pengurai untuk menguraikan bahan organik terlarut. Setelah itu air kembali dialirkan ke dalam kolam utama. Sistem produksi kistaArtemiaselain memiliki beberapa konsep tentang pengolahan air juga ditinjau dalam konsep jenis kegiatannya. Sistem produksi Artemiadapat berupa monokultur maupun integrated. Monokultur yang dimaksud adalah budidaya Artemia tanpa ada kegiatan budidaya lain. Beda halnya dengan budidaya sistem integrated. Pada kegiatan budidaya integrated,kistaArtemia adalah salah satu komoditas yang dihasilkan. Selain Artemia terdapat kegiatan lain seperti tambak garam musiman (Anh, 2009c). 2.7 Evaluasi Produk Kista Artemia Evaluasiproduk kista Artemia adalah salah satu bagian yang penting dalam kegiatan budidaya Artemia. Kegiatan evaluasi dilakukan pada produk biomassa dan produk kista. Evaluasi biomassa dilakukan dengan penilaian terhadap kondisi fisik Artemia, stadia/instar saat dipanen dan kandungan nutrisi dalam Artemia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 13 Kegiatan evaluasi kista Artemia dilakukan dengan menghitung hatching percentage dan hatching efficiency. Hatching percentage adalah jumlah kista yang menetas menjadi naupli per seratus kista yang digunakan.Rumus hatching efficiency adalah . Hatching efficiency adalah jumlah kista yang menetas menjadi naupli per gram kista yang digunakan dengan rumus (Van Stappen, 1998 dan Van Stappen, 2015). LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA IIIPELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Tempat dan Waktu Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di College of Aquaculture and FisheriesUniversitas Can Tho, Vietnam. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 16 Januari-20 Februari 2015. 3.2 Metode Kerja Metode yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2011). 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang diambil dalam Praktek Kerja Lapang ini berupa data primer maupun data sekunder. 3.3.1 Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan di College of Aquaculture and FisheriesCan Tho University, Vietnam dan Vinh Chau Station.Data primer diperoleh dengan dua metode yaitu metode wawancara dan metode observasi. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 15 Wawancara dilakukan terhadap narasumber di College of Aquaculture and FisheriesCan Tho University yaitu Dr. Nguyen Van Hoa dan Dr. Gilbert Van Stappen selaku pembina lapang. Wawancara terhadap narasumber terkait dengan kondisi umum lokasi budidaya di Vinh Chau Station, kegiatan budidaya, dan teknik budidaya serta teknik proses kistaArtemia. Wawancara juga dilakukan terhadap pekerja di Vinh Chau Station terkait produksi Artemia seperti padat tebar Artemia, hasil produksi kista dan informasi tentang kadar salinitas. Observasi Laboratorium dilakukan di kolam ArtemiaVinh Chau Station dan Algae College of Aquaculture Can Tho University. Observasi dilakukan selama kegiatan Praktek Kerja Lapang berlangsung. Bahan observasi adalah kemampuan daya tetas Artemia, teknik budidaya, penempatan posisi kolam, serta pengolahan kistaArtemia. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer. Data sekunder ini diperoleh dari laporan-laporan, data dokumentasi, pustaka yang menunjang (Sangadji dan Sopiah, 2010). LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang 4.1.1 Sejarah College of Aquaculture and Fisheries College of Aquaculture and Fisheries (CAF), Can Tho University (CTU) didirikan padatahun 1979. Saat ini terdapat 61 staff pengajar dan 43 peneliti yang memiliki berbagai gelar yaitu 12 Associate Professor, 34 PhD, dan 31 Master. Selama 30 tahun bergerak dalam bidang pendidikan College of Aquaculture and Fisheries telah menghasilkan lebih dari 3000 alumni. 4.1.2 Sejarah Vinh Chau Station Vinh Chau Station adalah lokasi budidaya Artemiamilik Can Tho Universityyang berada di Jalan Vinh Chau, Provinsi Soc Trang, Vietnam Selatan. Anh (2009c) menyatakan Vinh Chau Station pada awalnya merupakan tambak garam. Pada tahun 1985 Artemia mulai dikenalkan sebagai spesies introduksi atas dukungan dari Dutch Commite of Science and Technology dan dilaksanakan oleh Faculty of FisheryCan Tho Universitysebagai salah satu alternatif usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi masyarakat sekitar yang bekerja sebagai petambak garam. Artemia yang dibudidayakan di Vinh Chau Station adalah Artemia franciscanastrain San Francisco Bay (SFB). Strain yang dimaksud adalah perbedaan variasi spesies berdasarkan kondisi geografis (Lavens and Sorgeloos, 1996). Artemia yang dibudidayakan secara bertahap dapat beradaptasi dengan keadaan di Vinh Chau Station dan menghasilkan kista belum diolah lebih banyak LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 17 daripada strain San Francisco Bay. Sebagai langkah lanjutan, penelitian terkait Artemia dilakukan di Vinh Chau Station. Atas upaya tersebut, saat ini Vinh Chau Station telah berkembang menjadi sebuah sentra produksi Artemia yang berada di bawah naungan Universitas Can Tho dan dapat memenuhi kebutuhan petambak lokal terhadap kistaArtemiadengan hatching percentage tinggi (Hoa, 2014). 4.2 Lokasi Praktek Kerja Lapang Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilakukan di dua tempat yaitu Can Tho University dan Vinh Chau Station, Vietnam. 4.2.1 Can Tho University Kegiatan Praktek Kerja Lapang berupa pengolahan kista dan evaluasi produk kista dilakukan di College of Aquaculture and Fisheries, Can Tho University, Vietnam. College of Aquaculture and Fisheries Can Tho University terletak di Campus II, 3/2 Street, Nink Kieu District, Can Tho City, Vietnam. College of Aquaculture and Fisheries berada di dalam lingkup Can Tho University. 4.2.2 Vinh Chau Station Vinh Chau Station berada di Ap Bien Duoi – Phuong Vinh Phuoc – Thi Xa Vinh Cau – Tinh Soc Trang. Vinh Chau Station adalah salah satu lokasi budidaya Artemia yang berdiri di bawah naungan Can Tho University. Vinh Chau Station merupakan wilayah tambak garam yang terintegrasi dengan budidaya Artemiadi wilayah estuari yang berada dekat dengan delta Sungai Mekong dan Laut Timur. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 18 Hoa (2014) menyatakan bahwa di wilayah Vinh Chau Station (Vietnam Selatan) terdapat dua musim yaitu musim hujan yang terjadi pada bulan April sampai Oktober dengan curah hujan tahunan 85% dan musim kering dengan curah hujan tahunan 15%. Rentang suhu berkisar antara 26-27oC. Tingkat evaporasi memiliki rentang 1.600-2.000 mm setiap tahunnya dengan rentang nilai terbesar pada bulan Maret dengan nilai 2,0-5,5 mm per harinya. Selain itu, komposisi tanah di wilayah Vinh Chau adalah tanah liat 55-60%, tanah liat 19-20%, dan pasir 21-22%. 4.3 Visi dan Misi College of Aquaculture and FisheriesCan Tho University memiliki visi dan misi yang menjadi landasan untuk melakukan kegiatan pendidikan. Visi dari College of Aquaculture and Fisheries Can Tho University adalah College of Aquaculture and Fisheries dengan kapasitas terbaiknya akan menjadi fakultas kuat yang membantu Can Tho University dan rencana strategis nasional menuju 2030 dalam bidang akuakultur dan perikanan. College of Aquaculture and Fisheries dalamupaya mewujudkan visinya,memiliki beberapa misi. Misi dari College of Aquaculture and Fisheriesadalah menawarkan pendidikan S1 dan S2 di bidang akuakultur dan perikanan. College of Aquaculture and Fisheriesmelakukan riset berhubungan dengan pengembangan akuakultur, lingkungan perairan, manajemen penyediaan ikan, dan biodiversitas lautserta membagikan teknologi akuakultur dan perikanan di delta sungai Mekong berikut wilayah sekitar delta Sungai Mekong. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 4.4 19 Sarana dan Prasarana Kegiatan budidaya Artemia di Can Tho, Vietnam didukung oleh sarana dan prasarana yang menunjang. Sarana dan prasarana untuk penunjang kegiatan budidaya Artemia terdapat pada lokasi Can Tho University sebagai pusat informasi. Selain Can Tho University, sarana dan prasarana juga terdapat di Vinh Chau Station Vietnam yang merupakan tempat budidaya Artemiadan pengembangan riset Artemia. Sarana dan prasarana dalam kegiatan budidaya Artemia di Vietnam secara umum terbagi menjadi air, kolam, dan bangunan. 4.4.1 Air Air adalah salah satu kebutuhan mutlak dalam budidaya Artemia. Air berhubungan langsung dengan Artemia sebagai media hidup. Air yang digunakan adalah air laut dengan salinitas 12-40 ppt (Hoa, 2014). Air laut didapat dari Laut Timur dengan menggunakan pompa air D6 (Sorgeloos and Hoa, 2014). 4.4.2 Kolam Salah satu sarana yang harus dimiliki dalam kegiatan budidaya Artemia adalah kolam. Kolam dalam kegiatan budidaya Artemiadi Vinh Chau memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai kitchenpond (kolam pakan alami), kolam penampungan air, kolam penguapan, kolam penelitian dan kolam budidaya Artemia serta dilengkapi dengan kanal (Gambar 6.). Kanal adalah salah satu bagian penting yang digunakan untuk transfer air dari kolam satu ke kolam lainnya. Pada kegiatan budidaya Artemia konstruksi LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 20 kanal harus diperhatikan untuk mengatur debit air. Anh (2009) menyatakan bahwa kanal sebaiknya dibangun dengan lebar 1,5 m. Kolam yang digunakan adalah kolam tradisional untuk produksi garam. Komposisi utama dari substrat kolam adalah tanah liat. Pada lokasi budidaya Artemia luas kolam bervariasi tergantung fungsi dari kolam tersebut. Sebagai bahan acuan Anh (2009c) menyatakan bahwa luas kolam optimal berkisar 0,05-0,5 ha. Gambar 6. Denah kolam budidaya Artemia A. Kitchen pond (Kolam Pakan Alami) Kolam pakan alami adalah kolam yang dipakai dalam kegiatan budidaya Artemia untuk kultur Chlorella, Spirulina, dan alga lain untuk pemenuhan kebutuhan makanan Artemia (Van Stappen, 2015). Luas kolam pakan alami pada Vinh Chau Station adalah 1500 m2. Kolam ini dibangun dekat dengan instalasi LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 21 kanal yang menuju kolam budidaya Artemia untuk memudahkan pemberian pakan. Kolam pakan alami dipersiapkan terlebih dahulu sebelum Artemia dibudidayakan. Persiapan yang dilakukan berupa pemupukan air dengan kotoran ayam untuk menumbuhkan pakan alami dengan dosis awal 0,8-1,2 ton/ha dan tambahan 0,4-0,6 ton/ha setiap 3 minggu sekali saat masa budidaya. Tujuan persiapan kolam pakan alami di awal adalah untuk menjaga ketersediaan pakan saat Artemia pertama kali dibudidayakan ke kolam. B. Kolam Penampungan Air Laut Kolam penampungan atau reservoir adalah kolam yang digunakan untuk menampung air yang dipompa dari Laut Timur. Pada kolam ini air dikumpulkan terlebih dahulu sebelum disalurkan ke kolam penguapan pertama dengan tujuan menyamakan salinitas sebelum dipindahkan ke kolam lain. Air yang telah ditampung kemudian dipindahkan lewat kanal. C. Kolam Penguapan Kolam penguapan adalah kolam yang dipakai untuk meningkatkan salinitas dari air laut yang telah diperoleh dari Laut Timur. Kolam penguapan terdiri atas kolam penguapan pertama dan kedua. Kolam penguapan pertama digunakan untuk meningkatkan kadar salinitas air laut dari 12-40 ppt menjadi 4080 ppt. Kolam penguapan kedua digunakan untuk meningkatkan rentang dari salinitas air laut hingga berkisar 80–120 ppt. Kolam penguapan kedua juga LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 22 digunakan sebagai kolam budidaya pada tambak garam terintegrasi dengan Artemia. D. Kolam BudidayaArtemia Kolam budidaya adalah kolam utama sekaligus kolam penguapan kedua untuk kegiatan budidaya Artemia. Kolam ini dibangun dengan bentuk persegi panjang dan dikelilingi oleh pematang. Luas kolam budidaya adalah 3000 m2. Kedalaman kolam 40 cm dan pada daerah sekitar pematang dibuat lebih dalam. Pada bagian tengah dibuat lebih tinggi sekitar 10 cm dari kolam bagian pinggir. Perbedaan kedalaman ini bertujuan sebagai tempat berlindung Artemia ketika suhu air mulai meningkat pada kolam. Selokan keliling dibangun di sekitar petak dengan lebar 2 m dan kedalaman 0,3 m. Sebagai penahan pematang dibangun dengan ketinggian 0,5 m dari permukaan kolam. E. Kolam Penelitian Kolam penelitian adalah salah satu bagian prasarana dari kegiatan budidaya Artemia di Vinh Chau Station. Kolam ini digunakan untuk riset dan pengembangan teknologi terkait budidaya Artemia untuk dapat diaplikasikan di Vinh Chau Station. Adapun luas dari area ini bervariasi tergantung dengan kegiatan penelitian. 4.4.3 Bangunan Bangunan adalah salah satu bagian penting dalam kegiatan budidaya Artemia. Bangunan terbagi menjadi Aula, laboratorium dan processing LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 23 room.Beberapa bangunan terletak terpisah dari Vinh Chau Station dan berada di College of Aquaculture and Fisheries namun memiliki peran penting dalam kegiatan budidaya. A. Aula Aula memiliki peran sebagai tempat berkumpul dan menyambut tamu. Aula berada tepat bagian depan lokasi Vinh Chau Station. Bagian depan aula terdapat tempat penyimpanan Artemia berupa bak plastik dan akses air bersih. B. Laboratorium Laboratorium terdapat di College of Aquaculture and Fisheries, Can Tho University. Laboratorium yang berperan dalam kegiatan budidaya Artemia adalah laboratorium pakan alami sebagai tempat untuk mendapatkan kultur murni dari fitoplankton seperti Chlorella sp. sebagai pakan alami dari Artemia. Laboratorium Algae sebagai tempat untuk pengamatan hasil evaluasi dari kista Artemia. Penggunaan Chlorella sp. dari kultur murni sebagai pakan alami Artemia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan makanan. C. Processing Room Processing room adalah bangunan yang digunakan untuk kegiatan pengolahan dari kista Artemia yang telah dipanen. Pada ruangan ini terdapat beberapa alat seperti fluidized bed dryer, rotator machinedan mesin pengayak. Ruangan ini berperan sebagai tempat pengolahan hasil akhir dari pemanenan Artemia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 24 Alat fluidized bed dryer dan rotator machine berperan sebagai alat untuk mengurangi kadar air dari kista Artemia.Fluidized bed dryer menggunakan panas untuk menurunkan kadar air sedangkan rotator machinemenggunakan putaran kecepatan tinggi untuk mengurangi kadar air kista. Mesin pengayak berfungsi sebagai alat pemisah kista dengan bahan-bahan atau partikel lain seperti pasir dan garam. 4.5 Budidaya Artemia Budidaya Artemia memiliki proses dalam pelaksanaanya. Adapun proses terdiri atas kegiatan persiapan,pemeliharaan dan pemanenan. Setelah kegiatan pemanenan dilakukan kegiatan pengolahankistayaitu kegiatan pasca panen untuk mengolah kista sehingga dapat digunakan dan ditetaskan. Evaluasi produk dilakukan sebagai proses akhir pengamatan hasil dari produksi kista. 4.5.1 Persiapan Langkah awal dalam kegiatan budidaya Artemia adalah proses persiapan. Proses persiapan budidaya terdiri atas persiapan kolam, persiapan air salinitas tinggi, persiapan pakan alami dan penetasan Artemia. Proses dijabarkan sebagai berikut. A. Persiapan Kolam Persiapan kolam adalah salah satu kegiatan utama dalam tahap persiapan budidaya. Persiapan kolam sangat penting sebab berhubungan dengan tempat yang akan dipakai sebagai pemeliharaan Artemia.Kolam yang dipakai merupakan LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 25 tambak garam. Oleh karena itu, perlu dilakukan persiapan kolam untuk kegiatan budidaya. Salah satu upaya persiapan kolam adalah pemasangan wavebreaker yang dipasang pada pinggir kolam. Alat ini bertujuan untuk memecah gelombang yang diciptakan oleh hembusan angin sehingga kista tidak terbawa oleh gelombang. Arah pemasangan wavebreaker searah dengan arah angin. Wavebreaker ini terbuat dari bambu dan anyaman bambu yang disusun secara melintang pada kolam (Gambar 7.). Alat ini perlu dipasang di awal kegiatan dan dilakukan perbaikan setiap selesai satu masa pemeliharaan Artemia bersamaan dengan kegiatan pengeringan. Gambar 7. Lokasi pemasangan wavebreaker(sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015). Kolam yang sudah dipasang wavebreakerdikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengeringan dilakukan secara alami dengan memanfaatkan panas matahari. Pengeringan dilakukan selama satu minggu. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan bakteri pathogen dan predator berbahaya yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup Artemia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 26 Bakteri berbahaya adalah bakteri yang mampu hidup pada kondisi salinitas tinggi sehingga dapat mempengaruhi secara langsung perkembangan Artemia atau menjadikan Artemia sebagai vektor bagi perkembangan bakteri. Bakteri berpotensi seperti Vibrioproteolyticus (Verschuereet al., 2000). Predator berbahaya juga dapat mengancam budidaya Artemia dengan memakan Artemia pada kolam budidaya. Predator dapat berupa ikan nila yang dapat hidup pada kondisi air salinitas tinggi (Van Stappen, 2015). Menurut Lavens and Sorgeloos (1996),proses pengeringan biasanya diakhiri dengan kegiatan limingatau yang biasa disebut dengan pengapuran untukmembunuh patogen danmeningkatkan pH tanah, tetapi di Vinh Chau tidak dilakukan proses limingatau pengapuran pada masa persiapan budidayaArtemia.Pengapuran tidak dilakukan di Vinh Chau dikarenakan kondisi lahan masih bersifat basa akibat penggunaan air laut dengan kadar garam tinggi. Kadar garam tinggi dalam air laut meningkatkan kadar pH tanah yang digunakan. Pengapuran dapat digunakan apabila lahan yang digunakan adalah lahan mangrove atau pH lahan rendah. Pengeringan dan pengapuran pada umumnya masih belum dapat membunuh predator secara optimal pada saat mempersiapkan kolam. Predator dapat bertahan dengan dengan berpindah lokasi ke kolam lain atau ke laut lewat kanal. Oleh karena itu,ditambahkan saponite dengan dosis 1 kg/100 m3 pada kolam dan saluran kanal.Saponite adalah salah satu bahan kimia yang digunakan untuk mematikan ikan. Saponite bersifat racun bagi hewan akuatik air. Target pemberian saponite sendiri adalah ikan-ikan yang mampu bertahan pada kondisi ekstrim seperti ikan nila (Tilapia niloticus). Keberadaan ikan ini dapat LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 27 menurunkan jumlah biomassa Artemia dalam jumlah besar sehingga perlu dimusnahkan dari lokasi tambak garam. Setelah proses persiapan kolam selesai maka dilanjutkan dengan persiapan air salinitas tinggi. B. Persiapan Air Salinitas Tinggi Kegiatan persiapan air salinitas tinggi dilakukan pada awal musim kering yaitu akhir Desember. Persiapan dilakukan dengan memompa air dari kolam keluar menggunakan pompa air. Hal ini bertujuan untuk membuang air salinitas rendah akibat curah hujan yang tinggi saat musim hujan. Gambar 8. Proses Persiapan Air Salinitas Tinggi (Van Stappen, 2015). Proses persiapan air salinitas tinggi dapat dilihat pada Gambar 7. Airyang menggenang di tambak akibat musim hujan dikeluarkan dari kolam terlebih dahulu lalu air laut dipompa masuk kedalam kolam. Air laut ditampung dahulu dalam kolam penampungan (reservoir). Air laut lalu dialirkan ke kolam LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 28 penguapan pertama lewat kanal. Setelah proses ini air laut yang telah diuapkan memiliki salinitas sekitar 40-80 ppt. Proses penguapan mulai dilakukan setelah air masuk kedalam kolam penguapan. Air dibiarkan terpapar cahaya matahari selama 3-4 minggu. Air akan menguap dan kadar garam akan semakin meningkat hingga mencapai salinitas 80 ppt. Air dengan salinitas 80 ppt yang telah diuapkan dari kolam penguapan pertama dialirkan kembali kedalam kolam penguapan selanjutnya lewat kanal. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan rentang salinitas air laut yang diproses. Setelah melalui proses penguapan kedua air laut memiliki rentang salinitas 80-120 ppt yang cocok untuk perkembangan Artemia. C. Persiapan Pakan Alami Pakan alami disiapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan budidaya Artemia dan produksi kistaArtemia berlangsung. Hal ini bertujuan untuk menyediakan makanan bagi Artemia yang akan dibudidaya. Kolam pakan diisi dengan kultur alami Chlorella sp.Anh (2009) menyatakan bahwa kolam pakan diberi pupuk organik dan inorganik dengan tujuan menstimulasi pertumbuhan mikroalga yaitu Chlorella sp. Dosis pupuk organik berupa kotoran ayam yang diberikan adalah 0,4 – 0,6 ton perhektar sebagai inisiasi dan dilanjutkan dengan pemberian pupuk inorganik dengan rasio N:P antara 5 dan 10 dengan dosis 2-5 gram per m3 per minggu. Pupuk yang berperan untuk menstimulasi pertumbuhan Chlorella sp. menggunakan komposisi dari N (nitrogen) dan P (phosporus). Kedua bahan ini LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 29 memberikan suplai nutrisi bagi Chlorella sp. untuk dapat berkembang biak dalam kolam ekstensif. Perludiperhatikan bahwa proses pemupukan harus mempertimbangkan komposisi N dan P sebab komposisi N dan P merupakan faktor pembatas dari pertumbuhan Chlorella sp. D. Penyediaan NaupliArtemia Penetasan Artemia merupakan salah satu bagian dari persiapan sebelum melakukan budidaya Artemia. Kegiatan ini dapat dilakukan setelah semua persiapan lain termasuk persiapan pakan alami telah selesai. Adapun kegiatan penetasan Artemia ini bertujuan untuk mendapatkan naupli Artemia untuk kegiatan budidaya Artemia. KistaArtemia merupakan pakan alami yang dapat disimpan cukup lama, namun sebelum digunakan kista terlebih dahulu harus melewati tahapan tertentu. Tahapan yang dimaksud adalah hatchingatau penetasan kista mencapai stage instar I. Prosedur proses hatching yaitu menyiapkan wadah plastik untuk diisi air salinitas 25 ppt. Wadah tersebut kemudian diisi dengan kistaArtemia. Wadah plastik yang telah diisi kistaArtemia lalu diletakkan di tempat dengan cahaya terang selama 24 jam dengan aerasi yang cukup. Cahaya menstimulasi penetasan kista Artemiadengan cara membantu perkembangan embrio (Sorgeloos, 1973). Selain itu, perlu dilakukan kontrol terhadap aerasi, sebab penggunaan aerasi yang terlalu kencang dapat menyebabkan kista menempel pada dinding bak sehingga tidak terendam oleh air. Apabila tidak terendam oleh air kista Artemia tidak dapat menetas. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 30 Salah satu metode dalam proses hatching dilakukan dengan cara dekapsulasi. Proses dekapsulasi diawali dengan melakukan hidrasi untuk membuat kista kembali mengembang. Proses ini dilakukan dengan merendam kista dengan air yang memiliki salinitas 25 ppt. Perbedaan tekanan osmotik menyebabkan air masuk kedalam kistasehingga kista dapat mengembang dan berbentuk bulat kembali. Setelah mengembang kistadiberi larutan hypochlorite 5% yang didapat dari produk detergen lokal (pada hatchery udang galah) atau menggunakan larutan NaOCl dan NaOH (pengamatan lab) selama lima menit. Proses dekapsulasi tidak boleh terlalu lama sebab pada saat hypochlorite bereaksi dengan air akan menghasilkan reaksi eksoterm dan melepas panas. Reaksi ini ditandai dengan munculnya gelembung pada pengamatan mikroskop dengan bantuan lugol. 1. 2. Gambar 9. Reaksi setelah penambahan hypochlorite. (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015) Keterangan: (1.)kista, (2.) Reaksi gelembung yang muncul LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 31 Proses dekapsulasi dengan larutan NaOH dan NaOCl dilakukan selama 57 menit, setelah itu kista kemudian dicuci dengan air salinitas 25 ppt. Penggunaan air salinitas 25 ppt dikarenakan sumber air yang ada hanya air dengan salinitas 25 ppt, pencucian sebenarnya juga dapat dilakukan dengan air tawar. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sisa hypochloritepada kista. Dekapsulasi kistaArtemia mengakibatkan chorion atau lapisan luar dari kista terkikis (Sorgeloos, 1977). Hal ini ditandai dengan perubahan warna pada kistaArtemia dari hitam menjadi kuning (Gambar 9.). 1. Gambar 10. Kista setelah dekapsulasi. (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015) Keterangan: (1.) kista berubah menjadi kuning Setelah melalui proses dekapsulasi dan berhasil menetas setelah 18-24 jam, Artemia keluar dalam bentuk umbrellayaitu stadia dimana Artemia yang telah menetas masih bergabung dengan cangkangnya atau stadia naupli (instar I). Artemia dipelihara dalam bangunan utama selama 24 jam terlebih dahulu untuk menyamakan stadianya sebelum proses inokulasi Artemia. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui perubahan stadia dengan sampling Artemia menggunakan LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 32 mikroskop. Apabila 90% populasi telah mencapai instar II maka inokulasi dapat dilakukan. Padat tebar Artemia yang dibudidaya ke tambak garam ekstensif adalah 100 individu per liter air. 4.5.2 Teknik Produksi Kista Artemia A. PemeliharaanArtemia Budidaya Artemia di Vinh Chau menggunakan sistem produksi kista terintegrasi dengan kolam stagnan (Hoa, 2014). Kegiatan budidaya Artemia di Vinh Chau disebut budidaya terintegrasi sebab pada proses budidaya mengutamakan produksi kista, dan sebagai penutup kegiatan budidaya dilakukan pemanenan terhadap garam. Padausaha pemeliharaan Artemia, hal pertama yang dilakukan adalah mendapatkan Artemia yang telah menetas 24 jam. Artemia dapat dipindahkan ke kolam ekstensif setelah mencapai metanaupli (instar II). Saat dipindahkan ke kolam ekstensif, salinitas ditingkatkan perlahan-lahan dengan mengalirkan air ke dalam kolam sampaiArtemia mampu beradaptasi dengan salinitas tinggi (90 ppt). Artemia diberi pakan berupa Chlorellasp.dan kotoran ayam selama pemeliharaan. Setelah 14 hari hingga 4 minggu masa pemeliharaan, naupli akan berubah menjadi stadia dewasa. Pada proses ini kelamin jantan dan betina mengalami diferensiasi. Jantan memiliki penis dan betina memiliki brood pouch. Setelah menginjak fase dewasa Artemia akan berpasangan jantan dan betina. Posisi jantan berada diatas tubuh betina. Fase ini akan terus berlangsung hingga Artemia mati. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 33 Artemia betina dapat menghasilkan embrio selama fase berpasangan. Embrio ini dapat berkembang menjadi naupli atau kista. Pada kegiatan budidaya di Vinh Chau embrio berubah menjadi kista karena kadar garam yang sangat tinggi 90 ppt keatas. Embrio dilapisi oleh selaput chorion untuk perlindungan yang dihasilkan oleh induk dan menjadi kista. Pada fase berpasangan ini kegiatan pemanenan juga dapat berlangsung untuk mengumpulkan kista. Pada proses pemeliharaan dilakukan perlu dilakukan kontrol terhadap perkembangan Artemia. Sebagai kontrol beberapa hal ini perlu dilakukan yaitu raking, pemantauan kondisi Artemia, pemberian pakan dan kontrol predator. B. Pemberian Pakan Artemia merupakan non selektif filter feeder (Toi, 2013) sehingga dapat memakan berbagai jenis bahan makanan. Pada kegiatan budidaya Artemia pakan menjadi salah satu hal penting terutama dalam kegiatan budidaya semi-intensif. Suplai pakan disalurkan ke dalam kolam budidaya Artemia lewat kanal suplai. Pakan berupa Chlorellasp. yang telah dipersiapkan dahulu sebelum kegiatan budidaya berlangsung. Sebagai tambahan pakan, pada kolam Artemia diberikan kotoran ayam dengan dosis 200-300 kg per hektar per minggu (Anh, 2009c). Penambahan kotoran ayam selain sebagai pakan tambahan juga berfungsi sebagai bahan untuk menumbuhkan bakteri maupun mikroalga yang dapat dimakan oleh Artemianamun tujuan utama pemberian pakan tambahan berupa kotoran ayam karena mengandung protein, serat, dan lemak (Van Stappen, 2015). LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA C. 34 Pemantauan Kondisi Artemia Pada proses budidayaArtemia terkadang timbul beberapa masalah. Masalah utama pada kondisi Artemia dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, ketersediaan bahan makanan, kondisi budidaya ekstrim. Meskipun Artemia memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap salinitas ekstrim namun Artemia sangat sensitif terhadap faktor-faktor tersebut. Faktor tersebut dapat berdampak terhadap perubahan kondisi fisik dan bahkan mempengaruhi tingkat kelulushidupan dari Artemia.Oleh karena itu, pemantauan Artemia merupakan kunci utama untuk meningkatkan kelulushidupan Artemia selama budidaya dan produksi kista. Adapun indikasi permasalahan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Permasalahan budidaya Artemia Masalah Tingkat kematian tinggi (lebih dari sebagian populasi mati) Tingkat pertumbuhan rendah (perubahan fase lambat) Bintik hitam pada tubuh Artemia Bagian ekor (digestive track) berwarna putih pada Artemia TubuhArtemiaberwarna merah Induk betina dengan brood pouch kosong Air keruh Penyebab Kondisi ekstrim (suhu terlalu tinggi), terdapat bahan beracun pada kolam, kekurangan O2 Kepadatan tinggi, kurang asupan makanan Kandungan bahan organik berlebihan Kekurangan makanan atau penggunaan pupuk organik mengandung jamur Nilai O2 rendah, populasi tua Populasi tua, kondisi ekstrim Angin terlalu rakingberlebihan. kencang, Kondisi ekstrim saat budidaya Artemia seperti suhu terlalu tinggi dan keberadaan bahan beracun dapat menyebabkan kematian pada Artemia. Hal ini dikarenakan Artemia adalah hewan sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kepadatan tinggi atau kekurangan asupan makanan dapat LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA menghambat perubahan faseArtemiaakibat adanya persaingan 35 makanan. Persaingan makanan pada Artemia menyebabkan Artemia lebih banyak bergerak sehingga energi yang terpakai untuk tumbuh digunakan untuk bergerak dan membuat tingkat pertumbuhan menjadi rendah. Bintik hitam pada tubuh Artemia biasa terjadi pada kondisi kandungan organik berlebih. Kandungan organik berlebih menyebabkan kondisi air menjadi buruk dan meningkatkan populasi bakteri kurang menguntungkan. Kondisi bintik hitam juga dipengaruhi oleh kurangnya pemberian pakan Artemia. Ekor putih pada Artemia juga disebabkan oleh pemberian pakan yang kurang atau pupuk mengandung jamur, sehingga jamur tertelan masuk ke dalam digestive track dari Artemia.Perubahan warna dapat diamati sebab bagian digestive track transparan. Perbaikan jumlah pemberian pakan dan waktu pakan merupakan salah satu cara untuk mencegah indikasi pada populasi Artemia. Artemiayang telah berusia satu bulan setelah pemeliharaan merupakan populasi tua. Populasi tua ini ditandai dengan menurunnya jumlah kista yang dihasilkan atau brood pouchkosong pada betina. Populasi tua pada Artemia lebih rentan terhadap perubahan kadar oksigen terutama dalam kepadatan tinggi. Warna merah pada tubuh Artemia menjadi penanda bahwa kadar oksigen kurang pada perairan. Kegiatan pemantauan budidaya Artemia didukung dengan aktivitas rakingyaitu kegiatan pengadukan bagian dasar kolam. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghindari pertumbuhan makroalga yang tumbuh di dasar kolam atau yang lebih dikenal sebagai lab-lab (Lavens and Sorgeloos, 1996). Makroalga yang dimaksud adalah alga dari golongan tumbuhan alga yang memiliki ukuran LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 36 besar seperti lumut-lumutan. Makroalga tidak memberikan pengaruh secara langsung terhadap Artemia, namun dengan tumbuhnya makroalga akan terjadi persaingan untuk memperoleh nutrisi antara makroalga dengan mikroalga yang menjadi makanan Artemia. Artemia juga tidak mampu memakan makroalga sehingga makroalga tidak dapat dimanfaatkan pada kolam Artemia. Raking dilakukan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan siang hari. Kegiatan raking menggunakan alat berupa bambu yang diletakkan diatas dasar kolam dan ditarik oleh orang mengitari area kolam. Pada tengah kolam digunakan bambu dengan ukuran lebih panjang untuk mencakup area yang lebih luas sedangkan pada pinggir kolam digunakan alat raking yang memiliki ukuran bambu lebih kecil. Berikut adalah ilustrasi penggunaan alat raking. Gambar 11. Kegiatan raking(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) D. Pemanenan kista Kista dapat dipanen setiap hari setelah Artemia yang dipelihara masuk dalam fase berpasangan. Kegiatan pemanenan di Vinh Chau berlangsung sehari LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 37 dua kali. Pemanenan dilakukan pagi hari dan sore hari. Tempat pemanenan kistaArtemia di belakang wavebreaker. Kista yang dipanen berupa bulatan seperti serbuk berwarna oranye dan mengapung diatas air. Pengambilan kista dilakukan secara manual. Alat yang digunakan adalah jaring dengan lubang kurang dari 250 mikron. Kista dipanen dengan cara menyerok permukaan air di belakangwavebreaker. Kista akan mengapung sebab chorionkista memiliki daya apung sehingga mudah diambil dengan bantuan jaring. Pemanenan kistadapat dilakukan setiap hari hingga bulan April. Pada bulan April suhu udara mencapai puncak sehingga budidaya Artemia tidak dapat dilakukan lagi. Kegiatan budidaya Artemia dialih fungsikan dengan usaha tambak garam. E. Pengolahan Kista Pengolahankista adalah langkahterakhir dalam usaha produksi kistaArtemiasetelah kegiatan pemanenan selesai. Kegiatan pengolahanakan berdampak terhadap kualitas kista yang dihasilkan. Pengolahan kista yang baik akan menghasilkan kista dengan kualitas yang baik pula. Usaha pengolahan pada dasarnya adalah kegiatan pasca panen. Oleh karena itu, kegiatan ini meliputi beberapa hal diantaranya kegiatan penyimpanan sementara, kegiatan pencucian kista, kegiatan pengeringan kista dan kegiatan penyimpanan dalam suhu rendah. Setelah kegiatan pengolahan,kistabaru dapat digunakan untuk keperluan dalam bidang budidaya maupun larvikultur. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA a. 38 Penyimpanan Sementara Kegiatan penyimpanan sementara adalah cara untuk mengumpulkan hasil panen. Selama kegiatan panen hasil kista yang didapat tidak langsung diolah namun dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah bak plastik untuk alasan efisiensi usaha. Pada bak plastik ini diisi air dengan salinitas 25 ppt. Kista yang disimpan dalam bak penyimpanan sementara dapat bertahan selama dua minggu sebelum diolah. b. Pencucian Kista Kista yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk dipersiapkan menjadi kista siap pakai. Sebelum diolah kista terlebih dahulu dicuci. Cara pencucian kistayang baik memegang peranan yang sangat penting dalam usaha menghasilkan kista dengan kualitas yang optimal. Pencucian kista dilakukan dengan cara merendam kista dalam air laut pada sebuah wadah berbentuk kerucut. Pencucian ini akan menyebabkan kista melayang disebabkan oleh perbedaan massa jenis dan juga sifat apung chorion. Partikel besar dan berat akan turun ke bagian dasar wadah. Pada bagian dasar wadah terdapat sebuah kran yang digunakan untuk membuang air. Kran ini dibuka setelah partikel yang lebih besar dan berat mengendap didasar sehingga ikut terbuang bersama dengan air. Setelah proses ini pada wadah tersisa kista yang mengapung di atas dan diambil untuk proses pencucian kedua. Proses pencucian kedua menggunakan air tawar. Pada proses ini kista dimasukkan dalam kantong kain lalu dibilas secara cepat dalam waktu 3 menit LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 39 dengan air mengalir untuk menghilangkan kandungan garam. Sebagai acuan Lavens and Sorgeloos (1996) menyatakan bahwa waktu yang optimal untuk mencuci dengan air tawar antara 3-5 menit. Proses ini harus dilakukan secara hatihati, pencucian dengan air terlalu lama dapat menyebabkan kandungan air dalam kista semakin banyak. Apabila kandungan air semakin banyak maka daya simpan kista akan turun beserta kualitasnya. c. Pengeringan Kegiatan pengeringan dilakukan setelah kistamelewati proses pencucian. Browne et al. (1991) menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu rantai kegiatan dalam upaya produksi kistaArtemia. Setelah dicuci, kandungan air dalam kistaharus dikeluarkan terlebih dahulu.Lavens and Sorgeloos (1996) menyatakan bahwa kegiatan pengeringan dapat dilakukan dengan membiarkan kista selama 3 hari di bawah terik matahari. Namun, di Vietnam kegiatan pengeringan dilakukan dengan bantuan mesin. Mesin yang digunakan adalah rotator, fluidized bed dryer dan mesin pengayak otomatis. Pengeringan menggunakan mesin diawali dengan alat rotator. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan air dengan cara memutar kista yang terdapat pada kantong kain pada kecepatan tinggi. Kerja alat ini mirip dengan fungsi sentrifugal. Air akan keluar dari kista akibat kecepatan putaran yang dihasilkan oleh rotator. Kegiatan ini membutuhkan waktu 15 menit untuk setiap 2 kilogram kista. Setelah proses pengeringan dengan rotator kadar air dalam kista mencapai 12-15%. Pengeringan dengan rotator masih belum cukup untuk menurunkan kadar air yang terkandung dalam kista sehingga dilakukan pengeringan tahap berikutnya LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 40 yaitu pengeringan dengan fluidized bed dryer. Bosteels et al. (1996) menyatakan bahwa fluidized bed dryer adalah salah satu alat yang tersusun tabung berbentuk kerucut dan air steam blower. Alat ini mampu mengeringkan kista secara homogen dengan cepat. Pengeringan dengan fluidized bed dryerdilakukan beberapa tahapan. Tahap pertamakistayang telah melewati proses rotator dimasukkan dalam tabung kerucut bagian bawah. Setelah itu tabung disatukan kembali ke alat fluidized bed dryer dan dilakukan proses pengeringan dengan bantuan blower di bagian bawah. Blower ini akan membuat kista melayang dan membuat kadar air berkurang lewat panas yang dihasilkan. Selain untuk mengeringkan kistaalat ini juga untuk memisahkan antara kista kosong dan kista berembrio. Kista kosong memiliki berat yang lebih ringan sehingga ketika ditiup blower dari bawah kista kosong tersebut akan langsung keluar lewat corong bagian atas. Kista yang berembrio akan melayang di bagian kolom tabung kerucut. Setelah melewati proses pengeringan ini kadar air dalam kista menjadi 7-9 % sehingga lebih tahan lama ketika disimpan dalam bentuk kista. d. Penyimpanan dengan Suhu Rendah Penyimpanan produk kistaArtemia yang telah diproses melalui berbagai tahapan merupakan tahap akhir dari kegiatan produksi kistaArtemia. Penyimpanan kista dilakukan dengan menyimpan kista pada suhu -25oC selama 16 minggu. Lavens and Sorgeloos (1996) menyatakan bahwa perlakuan suhu yang diberikan dapat bervariasi yaitu -25oC dan -80oC. Penyimpanan ini bertujuan untuk non- LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 41 aktifkan proses diapause pada Artemia. Hasil dari penyimpanan Artemia dapat langsung dipakai atau dapat dilakukan packing terlebih dahulu. F. Evaluasi Produk Kista Evaluasi merupakan kegiatan utama dalam kegiatan pasca produksi. Evaluasi digunakan untuk menentukan kualitas kista seperti daya tetas dan jumlah partikel non kista yang terkandung di dalam produk dari proses pengolahan. Proses evaluasi kista di Vinh Chau menggunakan metode penghitungan hatching percentage dan hatching efficiency. Hatching percentage digunakan untuk menyatakan persentase Artemia franciscana yang menetas perseratuskista. Hatching efficiency digunakan untuk menghitung jumlah Artemia yang menetas setiap gramnya (Van Stappen, 2015). Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Algae, berikut tabel hasil hatching percentage dan hatching efficiency dari Artemia franciscana strain Vinh Chau. Tabel 2. Sampel 1 Hatching Percentage dan Hatching Efficiency per 24 jam Naupli Umbrella Embrio Hatching Hatching Percentage Efficiency (H%) (HE) 125 2 6 94 250.000 100 2 9 90,1 200.000 100 1 10 90,1 200.000 124 6 9 91,2 248.000 145 5 6 92,9 290.000 143 2 8 93,5 286.000 rata rata rata rata 245.00 H% 91, 97 HE 0 SD 1,70 SD 39500 Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah naupli yang menetas memiliki ratarata hatching percentage91,97% dan hatching efficiency245.000. Hatching LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 42 percentage tertinggi sebesar 94% dan terendah sebesar 90,1%. Hatching efficiencytertinggi sebesar 290.000 dengan nilai terendah sebesar 200.000. Tabel 3. Sampel 2 Hatching Percentage dan Hatching Efficiency per 24 jam Naupli Umbrella Embrio Hatching Hatching Percentage Efficiency (H%) (HE) 100 2 2 96,15 200.000 121 1 0 99,18 242.000 104 8 1 92,04 208.000 108 1 2 97,30 216.000 108 2 3 95,58 216.000 142 2 1 97,93 284.000 rata rata rata rata H% 97,02 HE 227.666 SD 0,70 SD 42283 Berdasarkan Tabel 3. hatching percentage mencapai 97,02%.Angka hatchingpercentage mencapai angka diatas 90% sehingga tergolong kista berkualitas baik. Selain faktor pengolahan, menurut Elizabeta (2008) hatching percentage dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimum pada proses hatchingArtemia adalah 25-30oC (Vanhaecke and Sorgeloos, 1989). Hatching efficiency dari Tabel 3. menunjukkan nilai tertinggi sebesar 284000. Nilai rata-rata dari hatching efficiency adalah 227.666. Hatching efficiency dari produk Artemia masuk ke dalam kualitas baik. Sebagai perbandingan, standar hatching efficiency produk Artemia unggulan mencapai 270.000. Hatching efficiency selain dipengaruhi oleh hatching percentage juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu jumlah kandungan air yang terdapat pada produk, kista kosong, kotoran berupa pasir, debu dan kerikil (Van Stappen, 1996). Benda benda asing dalam produkkistaArtemia ini berdampak pada perolehan LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 43 jumlah naupli yang menetas. Semakin banyak partikel asing dalam produk kistamaka semakin rendah jumlah perolehan naupli setiap gramnya. Oleh karena itu hatching efficiency menjadi salah satu faktor penentu kualitas kistaArtemia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA V KESIMPULAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh selama Praktek Kerja Lapang, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tahapproduksi kistaArtemiadimulai dari persiapan kolam, persiapan air salinitas tinggi, persiapan budidaya, pemeliharaan Artemia, pemanenan dan pengolahan kista. Pada bagian akhir dilakukan evaluasi terhadap hasil kista. 2. Teknik produksi Artemia di Vinh Chau Vietnam menekankan pada proses pengeringan dengan menggunakan bantuan alat fluidized bed dryer dan mesin rotator. Produksi kista Artemia memanfaatkan tambak garam sebagai lahan budidaya Artemia yang juga dapat diterapkan di Indonesia.. 5.2 Saran Perlu adanya kontrol intensif terhadap pengeringan kista Artemiasehingga kualitas produk tetap terjaga. Selain itu, perlu juga dilakukan evaluasi secara teliti dan sesuai prosedur agar tidak menurunkan kualitas produk. Kegiatan budidaya Artemia, domestikasi dan upaya produksi kista kualitas tinggi dapat dilakukan di Indonesia namun perlu adanya riset lebih lanjut untuk dapat mengaplikasikan teknologi yang berlaku di Vietnam ke Indonesia. Selain itu, perlu adanya alat-alat yang dapat mendukung proses produksi kistaArtemia kualitas tinggi di Indonesia. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR PUSTAKA Abatzopoulos, Th. J., Beardmore, J. A., Clegg, J. S. and Sorgeloos, P. (Eds.). (2002). Artemia basic & applied biology. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Adityana, D. 2007. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah Pada Produksi Biomassa Artemia franciscana. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Anh, N. T. N., T. T. T. Hien, W. Mathieu, N. V. Hoa, P. Sorgeloos. 2009a. Effect of fishmeal replacement with Artemia biomass as a protein source in practical diets for the giant freshwater prawn Macrobrachium rosenbergii. Aquaculture Research 40 (6).pp. 669-680. Anh, N. T. N., N. V. Hoa, G. V. Stappen, P. Sorgeloos. 2009b. Effect on Different Supplemental Feeds on Proximate Composition and Artemia biomass production in Salt Ponds. Journal of Aquaculture 286. pp. 217 – 225. Anh, N. T. N. 2009c. Optimisation of Artemia biomass production in Salt Ponds in Vietnam and Use as Feed Ingredient in Local Aquaculture. Thesis. Ghent University, Belgium. pp. 1-249. Azis, C. Y. dan Agustono. 2013. Teknik Kultur Artemia Sp. Sebagai Pakan Alami dalam Pemeliharaan Ikan Badut atau Clownfish (Amphiprion ocellaris) Di Balai Budidaya Laut Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Jurnal ADLN Universitas Airlangga. 12 hal. Clift, P. D., R. Tada, H. Zheng. 2010. Monsoon Evolution and Tectonics: Climate Linkage in Asia. https://books.google.com.tr/books?id=OHSSFnAEHfsC&pg=PA240&dq=cl cli+monsoon+climate&hl=id&sa=X&ved=0CCEQ6AEwAGoVChMIoqDlu AEwAGoVChMIoq38UwMS#v=onepage&q=clift%20monsoon%20climate &f=false. 8/4/2015. pp. 12-20. Dewan Kelautan dan Perikanan. 2006. Buku Panduan Pengembangan Usaha Terpadu Garam dan Artemia. Buku Panduan. Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun Anggaran 2006. ISBN 978-979-3768-10-6. hal. 11. Drewes, C. 2002. Artemia franciscana. www.eeob.iastate.edu/faculty/DrewesC/htdocs/ARTEMIA.PDF. 8/4/2015. 4 pp. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 46 Food and Agricultural Organization of United Nations. 2015. Cultured Aquatic Species Information Programme Artemia spp. (Leach, 1819). Food and Agricultural Organization of United Nations, Italy, Rome.16 pp. Food and Agricultural Organization of United Nations. 1980. Thai freshwater Prawn and Brine Shrimp Farming Report on A Study of Economics, Marketing and Processing Requirements. Chapter 4 Production, Processing and Marketing of Artemia.http://www.fao.org/docrep/field/003/ab919e/ab919e04.htm Terakhir diakses 19/5/2015. Hoa, N. V., N. T. N. Anh, N. T. H. Van, T. H. Le, P. Sorgeloos, G. Van Stappen. 2014. Sustainable Artemia Pond Production in Coastal Saltworks As A Tool to Solve Aquaculture Challenges. International Workshop on Sustainable Use of Marine and Coastal Resources in Kenya : From Research to Societal Benefits. Kenya. Hoa, N. V. 2014. Artemia production in Southern Vietnam : Geographical, soil structure, climatic and culture technique updating. Journal of Artemia Biology. College of Aquaculture and Fisheries, Can Tho University, Vietnam. pp. 30-37. Jubaedah, D., D. Djokosetiyanto, A. F. M. Soni. 2006. Jumlah dan Kualitas KistaArtemia Pada Berbagai Tingkat Perubahan Salinitas. Jurnal Perikanan VIII. hal. 194-200. Khoi, C. M., V. T. Guong, M. Drouillon, P. Pypers, R. Merekx. 2008. Chemical estimation of phosphorus released from hypersaline pond sediments used for brine shrimp Artemia fransiscana production in the Mekong Delta. Journal of Aquaculture 274. pp 275-280. Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food For Aquaculture. Food and Agricultural Organization of United Nations, Italy, Rome. pp 79-250. Mintarso, Y. 2007. Evaluasi Pengaturan Waktu Peningkatan Salinitas Pada Kualitas Produksi KistaArtemia. Tesis Magister Managemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro, Semarang. Nambu, Z., S. Tanaka, F. Nambu. 2004. Influence of Photoperiod and Temperature on Reproductive Mode in the Brine Shrimp, Artemia franciscana. Journal of Experimental Zoology 301A. pp. 542-546. Nazir, M. 2011. Metodologi Penelitian Cetakan ke 7. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor. hal. 40-60. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 47 Nhu, V. C., K. Dierckens, T. H. Nguyen, M. T. Tran, P. Sorgeloos. 2009. Can Umbrella-stageArtemia franciscana substitute Enriched Rotifers for Cobia (Rachycentron canadum) Fish Larvae. Journal of Aquaculture 289. pp. 64 – 69. Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Penerbit ANDI. Yogyakarta. ISBN : 978-979-29-1618-8. hal. 20-40. Sorgeloos, P. and N. V. Hoa. 2014. Integrated Salt and Artemia Production in Artisanal Saltwork in the Mekong Delta in Vietnam. Presentasi. 2nd Eusalt Conference, Sicily-Italy. Sorgeloos, P. 1973. First Report on the Triggering Effect of Light on the Hatching Mechanism of Artemia salina Dry Cysts. Journal of Marine Biology. Springer Science. pp. 75-76. Sui, L. Y., J. Wang, V. H. Nguyen, P. Sorgeloos, P. Bossier, G. Van Stappen. 2013. Increased carbon and nitrogen supplementation in Artemia culture ponds results in higher cyst yields. Journal of Aquaculture. Springer Science. pp. 1343-1354. Toi, T. H., P. Boeckx, P. Sorgeloos, P. Bossier, G. Van Stappen. 2013. Bacteria contribute to Artemia nutrition in Algae-limited conditions : A laboratory study. Journal of Aquaculture 388-391. pp. 1-7. Tomkins, S. P. and L. Dann. 2009. Sexual Selection in Brine Shrimp Practical Investigations Using Artemia franciscana. Journal of Bioscience Volume 5 No. 1. Cambridge. 22 pp. Treece, G. D. 2000. Artemia Production for Marine Larval Fish Culture. SRAC Publication No. 702. 8 pp. Van Stappen, G. 1996. Artemia : Use of Cysts. Pages 107-137 in P. Lavens and P. Sorgeloos, editors. Manual on the Production and Use of Live Food For Aquaculture. FAO. Rome, Italy. Van Stappen, G. 2015. Live Food Production Course Book. Faculty of BiosciencEngineering, Laboratory of Aquaculture and Artemia Research Center, Ghent, Belgia. Widiastuti, R., J. Hutabarat, V. E. Herawati. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan Alami Berbeda (Skeletonema costatumdan Chaetoceros gracilis) Terhadap Pertumbuhan Biomass Mutlak dan Kandungan Nutrisi Artemiasp. Lokal. Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1. hal. 236-248. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 48 Verschuere, L., H. Heang, G. Criel, P. Sorgeloos, W. Verstraete. 2000. Selected Bacterial Strains Protect Artemia spp. From the Pathogenic Effects of Vibrio proteolyticus CW8T2. Journal of Applied and Environmental Microbiology. pp.1139 - 1146. LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA LAMPIRAN Lampiran 1. Lokasi Vinh Chau (Hoa, 2014) LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 50 Lampiran 2. Sarana dan Prasarana Budidaya Artemia di Vinh Chau Station Jenis Sarana dan Prasarana Kolam budidaya Kolam penelitian Lahan mangrove (Konservasi) Aula pertemuan Satuan Jumlah Hektar Hektar Hektar 9 5 2 Unit 1 Ruang pengamatan Unit 1 Ruang penyimpanan kista Rumah pekerja Toilet Kamar mandi Freezer Alat raking Bak plastik besar Unit 1 Unit Unit Unit Unit Unit Unit 1 1 1 1 2 4 Mikroskop Unit 4 Refraktometer Fluidized bed dryer Unit Unit 1 1 Unit Unit 1 7 Unit 1 Mesin Pengayak Tabung cone Pompa Air LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA Keterangan Tempat untuk melakukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan Tempat untuk melakukan pengamatan terhadap kistaArtemia Tempat penyimpanan sementara kistaArtemia Alat pengamatan kistaArtemia Alat pengukur Alat pengering kista berada di Laboratorium CAF Alat pengayak kista Alat untuk melakukan proses pembersihan Memompa air masuk ke dalam kolam dan keluar dari kolam DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 51 Lampiran 3. Pemetaan Kolam Artemia LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 52 Lampiran 4. Alat yang Digunakan dalam Pengolahan Kista Artemia Gambar 1. Fluidized Bed Dryer Gambar 2. Alat pengayak otomatis LAPORAN PKL TEKNIK PRODUKSI KISTA DANIEL ONNY SETIYOKO