EVALUASI POLA OPERASI WADUK SELOREJO AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN MALANG JAWA TIMUR JURNAL SKRIPSI KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh : HEMATANG SASONGKO NIM. 0810640039-64 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN MALANG 2014 EVALUASI POLA OPERASI WADUK SELOREJO AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATENMALANG JAWA TIMUR Hematang Sasongko1, Widandi Soetopo2, Lily Montarcih L.2 1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang e-mail: [email protected] ABSTRAK Waduk Selorejo yang terletak di Kabupaten Malang Jawa Timur, difungsikan untuk menampung kelebihan air hujan dan debit Kali Konto, untuk kemudian disimpan dan digunakan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pergeseran musim disebabkan oleh adanya perubahan iklim yang dipengaruhi oleh pemanasan global dan dipercepat secara signifikan oleh aktivitas manusia. Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa keadaan pola operasi waduk pada saat sebelum dan sesudah terjadinya perubahan iklim setelah ditentukan basis perubahan iklimnya, apakah terdapat perubahan yang dapat mempengaruhi pola operasi waduk dengan membandingkan kedua pola operasi waduk tersebut. Dalam studi ini menggunakan data-data sekunder yaitu data curah hujan dan data pola operasi waduk. Berdasarkan hasil perhitungan, produksi energi listrik waduk Selorejo mengalami penurunan sesudah perubahan iklim terjadi. Pada tahun 1999 energi listrik mengalami penurunan sebesar 19,73 juta kWh per tahun. Untuk kebutuhan air irigasi pada daerah irigasi di hilir waduk selama periode perubahan iklim terjadi waduk Selorejo masih dapat menyuplai air irigasi selama 1 tahun secara kontinyu. Pada bulan-bulan tertentu khususnya pada musim kemarau, terjadi kekurangan air sehingga waduk Selorejo akan memberi air dengan membuka pintu pelimpah (barrage) jika dalam kondisi kekurangan debit air irigasi. Kata kunci : Waduk Selorejo, Perubahan Iklim, Elevasi Muka Air, Inflow, Outflow, PLTA, Produksi Listrik, Kebutuhan Air Irigasi. ABSTRACT Selorejo Reservoir which is located in Malang, East Java, functioned to retain water excess from rain and river discharge of Kali Konto, which in the future it would be stored and used to improve the economy and welfare of the surrounding community. The shift of seasons is caused by climate change that influenced by global warming and significantly accelerated by human activity. The purpose of this study is analyze the circumstances of the reservoir operation model before and after the climate change is happening after the basis of climate change is specified, to find out if there are changes that could affect the reservoir operation model by comparing it. This study uses secondary data which includes the data of rainfall and operation model of Selorejo reservoir. Based on the result of calculation, the electrical energy production of Selorejo reservoir has decreased after the climate change occurs. In 1999 the electric energy has decreased by 19.73 million kWh per year. For the irrigation water demand in the downstream irrigation area during the periods of climate change, Selorejo reservoir can still supply the water demand for irrigation for 1 year continuously. In certain months, especially in the dry seasons, there is a shortage of water, so the reservoir will provide the water by opening the spillway (barrage) when in shortage conditions Key words : Selorejo Reservoir, Climate Change, Water Level Elevation, Inflow, Outflow, Hydroelectricity, Electrical Energy Production, Irrigation Water Demand. PENDAHULUAN Cepat bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, masa depan yang aman bagi pengguna air di banyak dunia tetap sulit dipahami. Perencanaan dan pengelolaan sumber daya air merupakan pekerjaan yang tidak mudah, terutama ketika mencakup masalah nasional yang luas (Montarcih L, 2010:216). Masalah utama yang dihadapi dalam pendistribusian air adalah tempat, jumlah, waktu, dan mutu air. Banyak upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air, baik selama musim penghujan maupun musim kemarau yaitu salah satunya adalah dengan pembangunan waduk. Waduk Selorejo adalah waduk yang difungsikan untuk menampung kelebihan air hujan dan debit Kali Konto, untuk kemudian disimpan. Debit yang dialirkan bergantung pada kebutuhan dihilir, yaitu memenuhi kebutuhan air irigasi pada daerah irigasi di hilir Selorejo. Daerah hilir waduk termasuk daerah yang memiliki sistem pengairan optimal. Diharapkan dengan adanya waduk ini dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di daerah irigasi hilir waduk Selorejo, dan masyarakat Ngantang pada umumnya yang sebagian besar bermata pencarian sebagai petani. Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, evaporasi, arah dan kecepatan angin, dan perawanan. Perubahan iklim dapat menyebabkan adanya pergeseran musim. Di Indonesia, musim mengalami pergeseran baik pada awal musim maupun panjang musim. Pergeseran tersebut terjadi di musim kemarau dan musim hujan, baik maju maupun mundur. Penyebab perubahan iklim adalah pemanasan global dan dipercepat secara signifikan oleh aktivitas manusia. TUJUAN Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisa keadaan pola operasi waduk pada saat sebelum dan sesudah terjadinya perubahan iklim setelah ditentukan basis perubahan iklimnya, apakah terdapat perubahan yang dapat mempengaruhi pola operasi waduk dengan membandingkan kedua pola operasi waduk tersebut TINJAUAN PUSTAKA Waduk adalah tampungan untuk menyimpan air pada waktu kelebihan agar dapat dipakai pada waktu diperlukan (Soedibyo, 2003:7). Manajemen air (water management) di waduk merupakan usaha untuk mengatur dan mengendalikan jumlah air yang masuk dan keluar dari waduk. Air yang dikendalikan adalah air hasil tampungan waduk dari air hujan maupun sungai yang memasok debit kedalam waduk. Pembangunan waduk perlu memperhatikan analisa tentang produksi dan kapasitas. 1. Perubahan Iklim Perubahan iklim (climatic trend) berarti perubahan yang signifikan pada iklim, seperti suhu udara atau curah hujan, selama kurun waktu 30 tahun atau lebih. Dengan iklim yang berubah besaran dan distribusi air juga akan mengalami perubahan dan dalam jangka panjang kelestarian sumber daya air memerlukan perhatian yang serius. Tempat-tempat yang kering akan mengalami kekeringan yang lebih hebat, sementara tempat-tempat basah seperti sebagian besar daerah tropis akan mengalami kondisi lebih basah. 2. Karakteristik Fisik Waduk Tampungan yang dibutuhkan di sungai untuk memenuhi permintaan tertentu tergantung pada tiga faktor yaitu variabilitas aliran sungai, ukuran permintaan, tingkat kendalan dan pemenuhan permintaan (Mc.Mahon and Mein, 1978:1 Rangkaian aliran di sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air dengan kebutuhan tertentu D(t). Masalah dalam pembuatan penampungan air atau waduk yaitu hubungan antara karakteristik aliran masuk (inflow), kapasitas waduk, pelepasan terkendali (release), dan keandalan yang ditemukan. 3. Hubungan Antara Waduk dan Iklim Secara langsung berdampak pada pengoperasian sebuah waduk dan kapasitas sebuah waduk yang dapat menampung jumlah air pada musim kemarau maupun musim penghujan. Kondisi iklim di Indonesia yang berfluktuasi oleh karena perubahan iklim yang dapat menurunkan ataupun meningkatkan curah hujan dan iklim, yang terjadi pada saat ini adalah meningkatnya curah hujan dengan intensitas yang tidak dapat diperkirakan. Pe- ngaruh perubahan curah hujan terhadap waduk yaitu kondisi inflow akan berubah menjadi besar serta kondisi tampungan waduk akan mengalami peningkatan volume pada masa yang tidak seharusnya penuh. Sekuli, PLTA Mendalan (23 mW), Sabo Dam Mendalan, PLTA Siman (99,6 Mw), dan Pondage Siman (untuk irigasi) yang dibangun pada zaman Belanda. Waduk Selorejo sendiri terletak di Desa Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. 4. Analisa Perubahan Iklim Dibagi menjadi 2 yaitu analisa curah hujan dan basis perubahan iklim. 5. Analisa Operasi dan Pola Operasi Waduk Operasi waduk (reservoir operation) adalah penampungan aliran air sungai ke dalam sebuah waduk (reservoir) dan pelepasan daripada air yang telah ditampung tersebut untuk berbagai tujuan tertentu. Sedangkan Pola operasi adalah patokan operasional periode suatu waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus mengikuti ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai dengan rancangan. 6. Analisa Produksi Pembangkit Listrik Tenaga Air Pada waduk yang tujuannya (atau salah satu daripada tujuannya) adalah untuk membangkitkan tenaga listrik. Debit untuk PLTA dialirkan lewat konduit, kemudian lewat pipa pesat (penstock) apabila powerhouse terletak cukup jauh dari bendungan. Lalu di dalam powerhouse debit Q ini dilewatkan turbin untuk diambil energinya yang kemudian dikonversi menjadi tenaga listrik lewat generator yang terhubung turbin. Dari turbin maka seterusnya debit Q ini akan dikeluarkan ke tailrace yang akan mengembalikan lagi debit ke sungai. Untuk waduk dengan kapasitas tampungan yang signifikan, maka energi yang dimaksud tersebut dihasilkan dari tinggi jatuh, yang merupakan perbedaan antara elevasi muka air waduk dengan elevasi muka air di tailrace (Soetopo W, 2010:52). METODE KAJIAN Deskripsi Daerah Studi. Lokasi waduk Selorejoberada pada kali Kunto, anak sungai kali Brantas, tepat di bawah pertemuannya dengan kali Kwayangan, ± 50 meter di sebelah barat kota Malang, dengan ketinggian 625 dpl (di atas permukaan laut).Di hulu Bendungan Selorejo terdapat Sabo Dam Tokol yang berfungsi untuk menangkap sedimen yang akan masuk ke Bendungan Selorejo dan di hilirnya terdapat kolam Harian Mendalan atau kolam Gambar 1. Peta Lokasi Studi Data-data yang diperlukan, yaitu: Data curah hujan. Data yang digunakan adalah data curah hujan harian Stasiun hujan terdekat dengan waduk Selorejo yaitu stasiun hujan Pujon, Ngantang, dan Kedungrejo. Data yang digunakan masingmasing tahun 1992– 2011 (20 tahun). Data debit inflow dan debit outflow waduk Selorejo. Data yang digunakan adalah data pola operasi Waduk Selorejo tahun 1992– 2011 (20 tahun). HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Basis Perubahan Iklim. Dalam penelitian ini, untuk menentukan basis perubahan iklim hanya mengambil dari faktor curah hujannya saja. Berdasarkan kutipan dari BMKG yang menyebutkan, bahwa pada tahun 1997/1998 terdapat kejadian El-Nino yang menyebabkan pengurangan curah hujan di Indonesia, dan berdasarkan grafik curah hujan total pertahun, basis perubahan iklim terjadi pada tahun 1998. Dari data rerata curah hujan dari 3 stasiun tersebut dapat dilihat pada pola hujannya mulai dari tahun 1998 total hujan tahunan mengalami kenaikan yang signifikan dimana pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1997 terjadi penurunan dan kenaikan yang tidak terlalu signifikan dan relatif stabil (disajikan dalam tabel 4.1. serta gambar 4.1.). Dengan referensi dari berbagai sumber dan grafik tersebut dapat diasumsikan untuk waktu dasar penentuan perubahan iklim pada tahun 1998. Gambar 2. Curah Hujan Total Pertahun mengalami perubahan pula. Sebelum perubahan iklim, elevasi muka air waduk minimum selorejo dapat dikatakan lebih tinggi daripada elevasi muka air waduk minimum setelah perubahan iklim, serta elevasi muka air waduk minimum yang terendah juga terjadi setelah perubahan iklim, yaitu pada tahun 2004 dan 2010. Hal ini menunjukkan bahwa muka air waduk minimum semakin mengalami penurunan setelah terjadinya perubahan iklim. Perbandingan Elevasi Muka Air Waduk Sebelum dan Sesudah Perubahan Iklim. Berdasarkan penentuan basis perubahan iklim di atas dapat diketahui perubahan iklim terjadi mulai tahun 1998. Gambar 5. Total Inflow Waduk Selorejo Gambar 3. Elevasi Muka Air Maksimum Waduk Selorejo Gambar 6. Rerata Inflow Waduk Selorejo Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa bahwa elevasi muka air maksimum waduk selorejo sebelum dan sesudah perubahan iklim terlihat mengalami perubahan. Sebelum perubahan iklim, elevasi muka air waduk maksimum selorejo dapat dikatakan lebih rendah daripada elevasi muka air waduk maksimum setelah perubahan iklim, namun elevasi muka air waduk maksimum yang terendah terjadi setelah perubahan iklim, yaitu pada tahun 2004 dan 2005. Hal ini menunjukkan ketidak stabilan elevasi muka air waduk maksimum di waduk selorejo setelah perubahan iklim. Berdasarkan kedua grafik diatas dapat kita lihat bahwa terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam hal inflow waduk. Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa inflow waduk sebelum perubahan iklim, dapat dikatakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflow waduk setelah perubahan iklim. Dapat pula kita lihat bahwa inflow waduk setelah perubahan iklim, debitnya lebih stabil daripada sebelum perubahan iklim, tetapi rerata debitnya lebih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tinggi rata-rata debit inflow pada tahun 1992 hingga tahun 1997 sebesar 12,11 m3/detik. Sedangkan tinggi rata-rata debit inflow pada tahun 1998 hingga tahun 2011 sebesar 9,97 m3/detik. Gambar 4. Elevasi Muka Air Minimum Waduk SelorejoSelorejo Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa elevasi muka air minimum waduk selorejo sebelum dan sesudah perubahan iklim terlihat Gambar 7. Total Outflow Waduk Selorejo Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan air irigasi Waduk Selorejo (15 Harian) Gambar 8. Rerata Outflow Waduk Selorejo Pada grafik debit Outflow tidak jauh berbeda dengan grafik debit Inflow, hal ini dikarenakan untuk menjaga elevasi muka air waduk agar tetap terjaga sesuai pola. Jika debit yang masuk tinggi maka debit yang dikeluarkan juga cukup tinggi, begitu juga sebaliknya. Gambar 9. Produksi Listrik PLTA Waduk Selorejo Pertahun Gambar 10. Prosentase Keandalan Produksi Listrik PLTA Waduk Selorejo Pertahun Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa rata-rata produksi energi listrik setelah perubahan iklim mengalami penurunan. Karena keadaan debit yang masuk ke dalam waduk berbanding lurus dan sangat berpengaruh pada produksi energi listrik pada PLTA. Karena PLTA mendapat suplai air untuk menggerakkan turbin dari air yang dikeluarkan waduk. Semakin sedikit debit yang masuk ke dalam waduk maka semakin sedikit pula air yang dikeluarkan dari waduk sehingga produksi listrik ikut menurun. Tahun Mencukupi (periode) Kurang (periode) 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20 21 24 21 23 18 19 17 20 20 21 22 20 20 16 17 19 19 19 19 4 3 0 3 1 6 5 7 4 4 3 2 4 4 8 7 5 5 5 5 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kebutuhan air irigasi waduk Selorejo pada saat sebelum perubahan iklim lebih banyak tercukupi dibandingkan dengan tahun-tahun sesudah perubahan iklim. Debit outflow dari waduk Selorejo terlihat mencukupi kebutuhan air irigasi mayoritas hanya pada saat musim hujan saja.Walaupun masih ada kekurangan debit pada bulan-bulan transisi dari musim hujan ke musim kemarau ataupun sebaliknya. Untuk musim kemarau debit outflow waduk Selorejo sering terjadi kekurangan debit yang terlihat cukup banyak dari kebutuhan air irigasi. Analisa perencanaan pola operasi waduk pada studi ini menggunakan metode Rule Curve. Pola operasi waduk yang direncanakan adalah tahun 2012 hingga tahun 2021 (10 tahun ke depan). Sedangkan data debit Waduk Selorejo yang ada hanya 20 tahun (mulai tahun 1992 sampai dengan tahun 2011). Untuk memperkirakan data debit 10 tahun ke depan digunakan metode Thomas Fiering. Berdasarkan wawancara dengan pihak PJT I, kebutuhan pasokan waduk Selorejo sebesar ±14 m³/dtk. Oleh karena itu kebutuhan pasokan dianggap konstan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan berlandaskan pada rumusan masalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi tampungan waduk Selorejo sebelum perubahan iklim yang terjadi pada tahun 1992 sampai tahun 1997 dapat dikatakan masih lebih baik daripada tampungan waduk Selorejo sesudah perubahan iklim yang terjadi pada tahun 1998 sampai tahun 2011, yang dapat dilihat dari elevasi muka air waduk dan debit inflow waduk yang lebih baik pula. Dimana waduk Selorejo sebelum perubahan iklim memiliki rata-rata elevasi muka air waduk maksimum sebesar 620,388 m dan setelah perubahan iklim mengalami peningkatan menjadi 621,341 m, namun untuk rata-rata elevasi muka air minimum sebelum perubahan iklim adalah sebesar 612,226 m dan setelah perubahan iklim mengalami penurunan menjadi 610,377 m, hal ini menunjukkan kondisi elevasi muka air waduk setelah perubahan iklim cenderung tidak stabil. Kondisi tampungan waduk selorejo sebelum perubahan iklim juga dapat dikatakan lebih baik karena rata-rata total debit inflow tahunan sebelum perubahan iklim yang lebih tinggi yaitu sebesar 381,135 juta m3 dibandingkan dengan total debit inflow tahunan setelah perubahan iklim yang sebesar 313,267 juta m3. 2. Kondisi pola operasi Waduk selorejo sebelum perubahan iklim yang terjadi pada tahun 1992 sampai tahun 1997 dapat dikatakan masih lebih baik daripada pola operasi waduk Selorejo sesudah perubahan iklim yang terjadi pada tahun 1998 sampai tahun 2011. Dimana rata-rata produksi listrik pertahun sebelum perubahan iklim adalah sebesar 28553031,43 kWh dengan keandalan 73,44% sedangkan rata-rata produksi listrik pertahun sesudah perubahan iklim adalah sebesar 22408349,67 kWh dengan keandalan hanya 57,63%. Selain itu untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi yang direncanakan dengan pola operasi 15 harian yang artinya tedapat 24 periode tiap tahunnya, untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi sebelum perubahan iklim rata-rata dapat memenuhi kebutuhan irigasi untuk 17 periode tiap tahunnya, sedangkan setelah perubahan iklim hanya dapat memenuhi kebutuhan air irigasi ratarata sejumlah 14 periode tiap tahunnya. Saran 1. Dalam perhitungan hasil produksi listrik PLTA, dianjurkan untuk mengoptimasi daya yang dihasilkan oleh PLTA dengan menganalisa pola operasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Dalam menganalisa pola operasi PLTA tersebut dapat menggunakan salah satu metode, diantaranya metode rule curve. 2. Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan terutama pada masalah pengumpulan data sekunder kebutuhan air irigasi di hilir waduk Selorejo. Maka dari itu jika penelitian ini dilanjutkan sebaiknya menggunakan data sekunder yang lebih detail. DAFTAR PUSTAKA Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga Mc. Mahon, T.A, Mein, R.G. 1978. Reservoir Capacity and Yield. Amsterdam: Elvesier Scientific Publishing Company. Montarcih, Lily. 2009. Hidrologi TSA – I. Malang: CV.Citra Montarcih, Lily. 2010. Optimazation of Water Needs At Kepanjen Dam and Sengguruh Dam, East Java, Indonesia. Malang : Internasional Journal of Academy Research Vol. 2. Hal: 216 Murdiyarso, Daniel. 2003. Konvensi Perubahan Iklim. Jakarta: Kompas Soedibyo. 2003. Teknik Bendungan. Jakarta: Pradnya Paramita Soetopo, W. 2010. Operasi Waduk Tunggal. Malang: CV. Asrori Sosrodarsono, S. Takeda, K. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM, Yogyakarta Tjasyono, Bayong. 2004. Bandung: ITB Klimatologi. Anonim 2013, Dinamika Cuaca dan Iklim dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kondisi Cuaca dan Iklim, diakses pada tanggal 6 Mei 2014 <http://bangkusekolahid.blogspot.com/2013/02/DinamikaCuaca-dan-Iklim-dan-Faktor-Faktoryang-Mempengaruhi-Kondisi-Cuacadan-Iklim.html> Anonim 2014, Apa yang dimaksud dengan Perubahan Iklim, diakses pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 15:28 WIB <http://id.climate4classrooms.org/con tent/apa-yang-dimaksud-denganperubahan-iklim>