Kenampakan Megaskopis Lapisan Batubara

advertisement
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Kenampakan Megaskopis Lapisan Batubara Formasi Kiliran
Berumur Oligosen di Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat
Oleh :
Rian Koswara1,2, Ildrem Syafri1, dan Nana Suwarna2
1Teknik
Geologi UNPAD, Jl. Raya Bandung – Sumedang km. 21 Jatinangor
2Badan Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung
Abstrak
Litotipe lapisan batubara yang tersingkap di wilayah kuasa pertambangan PT.
Karbindo Abesyapradhy yang berlokasi di Sijunjung, Sumatra Barat secara umum
dapat dikatakan termasuk jenis “bright” dan hanya beberapa lapisan tipis “bright
banded” yang hadir. Karakteristik ini menunjukkan bahwa batubara di lokasi
terendapkan dalam lingkungan rawa hutan basah dengan sedikit sekali interupsi
sedimen halus dan memiliki kalori yang tinggi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
karakteristik batubara dan batuan sedimen pembawanya dengan metode
pengambilan data lapangan dan pengamatan secara megaskopis. Kegiatan lapangan
meliputi kajian litotipe, pengukuran ketebalan lapisan batubara dan lapisan sedimen
pembawanya, pengukuran strike / dip serta pengukuran cleat /rekahan batubara.
Kata kunci: batubara, litotipe, bright, Karbindo, Sijunjung
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
137
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Batubara merupakan bahan
galian strategis dan salah satu bahan
baku energi nasional yang merupakan
bahan energi alternatif pengganti
migas. Indonesia memiliki potensi
sumber daya batubara yang sangat
melimpah, beberapa di antaranya
terdapat
di
Pulau
Sumatra,
Kalimantan, Jawa, dan Papua. Di Pulau
Sumatra,
salah-satu sumberdaya
batubara ditemukan di daerah
Sijunjung, Provinsi Sumatra Barat.
Penelitian geologi di sekitar
Kiliranjao dan Sijunjung sudah pernah
dilakukan, terutama tentang sumber
daya geologi, beberapa di antaranya
sangat berkaitan dan dijadikan sebagai
acuan dari penelitian ini. Geologi
daerah ini telah dipetakan oleh
Silitonga dan Kastowo (1975).
Selanjutnya
Butterworth
(1993)
mengungkapkan hasil kajian tentang
sedimentologi di Tambang Batubara
Karbindo. Kemudian, potensi oil shale
di tempat yang sama diteliti oleh ,
Suwarna drr. pada tahun 2000 dan
2001.
Hasil penelitian Pradana (2008),
mengungkapkan bahwa Endapan
lakustrin tersingkap dengan baik di
Kiliranjao, Sumatera Barat. Endapan ini
dimasukan ke dalam Kelompok
Pematang,
Cekungan
Sumatera
Tengah.
Stratigrafi
Kiliranjao
dikelompokkan menjadi enam satuan
berdasarkan satuan litostratigrafi tidak
resmi, dari urutan tua ke muda, antara
lain: Satuan Tanah Purba, Satuan
batupasir
breksian,
Satuan
batulempung, Satuan batugamping,
Satuan batubara, Satuan batulanau –
serpih.
Tentang urutan sedimentasi
berdasarkan tafonomi moluska pada
batuan yang kaya akan gastropoda,
dari
Brown
Shale
(Kelompok
Pematang) bagian utara Cekungan
Sumatra Tengah yang berumur
Oligosen dibahas oleh Aswan drr.pada
tahun 2009.
Bachri drr. (2001 dan 2002)
mengungkapkan
hasil
penelitian
tentang stratigrafi batuan sedimen
Paleogen Sub-cekungan Kiliranjo, yang
antara lain membaginya menjadi tiga
satuan batuan yang mencirikan tiga
lingkungan
pengendapan
yang
berbeda.
Said drr., (2002) menyebutkan
bahwa lapisan batubara di daerah
Sungai Tambangan terdapat pada
batas Cekungan Sumatera Tengah
dengan cekungan-cekungan intra
mountain. Batubara ini termasuk ke
dalam Formasi Telisa, berumur Miosen
Awal. Struktur sesar turun di bagian
utara, berarah Timur – Barat, serta
sesar mendatar skala kecil dan sesar
naik, terlihat memotong perlapisan
batubara.
Formasi Kiliran merupakan salahsatu satuan batuan sedimen pembawa
batubara di Sumatra Barat. Ada
beberapa jenis litotipe batubara
Formasi Kiliran yang sangat berkaitan
dengan
kondisi;
lingkungan
pengendapan, dan bahan pembentuk
batubara. Terkait dengan hal tersebut,
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
138
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
makalah ini membahas karakteristik
batubara Formasi Kiliran yang berumur
Oligosen dengan analisis megaskopis di
lapangan.
lingkungan pengendapannya dapat
diintepretasi.
Lokasi dan Pencapaian Daerah
Lokasi penelitian berada di
Wilayah
Kuasa
Pertambangan
batubara PT. Karbindo Abesyapradhy.
Secara geografis Kuasa pertambangan
(KP) tersebut terletak pada posisi 101º
20’ 30’’ – 101º 22’ 40’’ Bujur Timur dan
0o 49’ 30’’ – 0o 52’ 13’’ Lintang Selatan,
yang secara administratif masuk ke
dalam wilayah Desa Sungai Tambang,
Kecamatan
Tanjung
Gadang,
Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatra
Barat (Gambar 1).
Maksud dan Tujuan
Maksud
dilaksanakannya
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui keberadaan dan jenis
batubara Formasi Kiliran, dengan
tujuan adalah untuk mengetahui
karakteristik batubara Formasi Kiliran
berdasarkan pengamatan megaskopik,
dan juga mengkaji runtunan batuan
sedimen pembawa batubara, sehingga
litotipe batubara dan karakter
o
101 BT
PROVINSI
SUMATRA
UTARA
U
0
100 km
Lubuksikaping
PROVINSI RIAU
Payakumbuh
Bukittinggi
Padangpanjang
Sawahlunto
Singkarak
Lake
PADANG
Teluk Bayur
1o LS
Lokasi Penelitian
Solok
Kiliranjao
Lubuk selasih
Sungaidareh
PROVINSI SUMATRA BARAT
INDIAN
OCEAN
PROVINSI
JAMBI
Gambar 1. Lokasi daerah penelitian (modifikasi dari Aswan drr., 2009).
Untuk mencapai lokasi, dapat
ditempuh dari kota Padang melewati
Solok-Sijunjung-Kiliran
Jao
yang
berjarak sekitar 165 km. Dari Kiliran Jao
belok ke arah utara (arah ke Taluk
Kuantan/ke Pakan Baru – Riau) dengan
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
139
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
jarak tempuh kurang lebih 4 km.
GEOLOGI DAERAH KAJIAN
Geologi Regional
Daerah
penelitian
menurut
Silitonga
dan
Kastowo
(1975)
ditempati oleh Anggota Bawah
Formasi Telisa (Tmtl) dan Aluvium
Sungai (Qal), sedangkan menurut
Suwarna drr. (2001) lokasi daerah
penelitian ditempati oleh Formasi
Kiliran (usulan nama baru) dan Aluvium
Sungai (Gambar 2).
o
101 30' BT
0 45' LS
o
o
1 00' LS
1 00' LS
o
o
0 45' LS
o
101 15' BT
o
o
101 30' BT
101 15' BT
Gambar 2. Peta geologi lokasi penelitian (bagian kecil dari Peta Geologi Lembar
Solok Skala 1: 250.000, menurut P.H. Silitonga dan Kastowo, 2007).
Tataan Stratigrafi
Berdasarkan data litologi dan
struktur geologi menurut Silitonga dan
Kastowo (1975), Daerah Penambangan
ditempati oleh Anggota Bawah
Formasi Telisa yang berumur Miosen
Awal, disusun oleh napal lempungan
dengan lensa-lensa rijang hitam,
batupasir, lignit, breksi andesit, dan
batupasir glaukonitan. Lokasi tambang
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
140
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
merupakan suatu cekungan kecil
berupa semi-terban yg berarah hampir
barat laut-tenggara.
Litologi paling tua yang tersingkap
dan berupa alas cekungan adalah
Kelompok Batuan Metamorf Pratersier
yang terdiri atas lava, rijang, dan
metagamping; dan telah mengalami
deformasi cukup kuat. Tidak selaras di
atasnya (umur Miosen Bawah)
terdapat breksi dengan komponen
andesit yang tersusun oleh rombakan
batuan yang lebih tua (Pendra, 2013).
Berdasarkan
ciri
litologinya,
batuan sedimen di Sub-cekungan
Kiliranjao dapat dibagi menjadi tiga
satuan batuan yang mencirikan
lingkungan
pengendapan
yang
berbeda pula. Ketiga satuan batuan
tersebut yaitu: Satuan batulumpur
pejal, Satuan batubara, dan Satuan
batulumpur berlapis.
Morfologi
Secara
morfologi
daerah
penelitian merupakan perbukitan
dengan kemiringan lereng berkisar
antara 5o - 30o, dan ketinggian bukit
bervariasi antara 130 sampai 300 m
dpl. Kawasan perbukitan tersebut
masih merupakan
hutan dan
perkebunan rakyat yang ditanami
pohon karet dan sawit.
Struktur
Di lokasi penelitian ditemukan
struktur monoklin berarah barat laut tenggara, sesar mendatar minor yang
berarah hampir utara - selatan dan
timur - barat. Selain itu juga ditemukan
beberapa sesar normal. Secara genetis,
cekungan di lokasi ini berupa semiterban (half graben) dengan bagian
timur laut yang turun.
METODOLOGI
Pengukuran Ketebalan Batubara
Tebal adalah jarak antar bidang
alas dengan bidang atap. Jika pada
singkapan batubara terlihat secara
utuh, maka tebal lapisan batubara di
lapangan didapatkan dengan metode
pengukuran langsung menggunakan
meteran dari bidang alas sampai
bidang atap yang ditegakluruskan
dengan bidang kemiringan batubara.
Ketebalan batubara yang diukur
adalah Gross Coal Thickness, yaitu
ketebalan lapisan batubara beserta
juga parting/inter seam sediments.
Metode pengukurannya dilakukan
dengan metode “Tali dan Kompas”.
Proses pemercontohan batubara
dilakukan terhadap percontoh in situ
atau pengambilan langsung dari
singkapan dengan metode Channeling
dan juga ply-by-ply. Pemercontohan
Channeling diambil terhadap lapisan
batubara yang ketebalannya kurang
dari 30 cm dengan cara membuat
channel/saluran dari bagian top
sampai ke bottom lapisan batubara
tersebut,
sedangkan
metode
gabungan channeling dan ply-by-ply
untuk pemercontohan batubara yang
tebal yakni dilakukan dengan cara
mengambil dari bagian atas (top),
tengah (middle), dan bawah (bottom).
Pemercontohan
batupasir
karbonatan
(parting/interseam
sediment) dilakukan dengan cara
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
141
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
mengambil satu channel lapisan
ketebalan, sedangkan pemercontohan
batupasir yang tebal dilakukan dengan
random/acak, keterwakilan dari bagian
tertentu.
HASIL DAN DISKUSI
Hasil pengukuran lapangan
disajikan dalam bentuk kolom
stratigrafi (Gambar 3) seperti berikut :
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
142
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Gambar 3. Kolom stratigrafi daerah penelitian.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
143
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Litotipe Batubara
Berdasarkan klasifikasi Diessel,
(1992) secara umum batubara Formasi
Kiliran berjenis bright (B) dan terdapat
hanya beberapa lapisan tipis bright
banded (BB). Secara makroskopis,
batubara ini umumnya berwarna
hitam, goresan hitam aga kecoklatan,
kilap sutra,ter-cleat-kan secara ketat
dengan space Antara 1 – 2 cm, ringan,
sedikit mineral pirit. Namun ada
lipatan tipis batubara yang berjenis
bright banded,warna hitam, dengan
goresan hitam kecoklatan, tidak terlalu
ringan.
Ketebalan Batubara dan Parting
Tebal batubara secara kumulatif
yang tersingkap adalah sekitar 9 m
(Gambar 4) namun secara keseluruhan
mencapai 23 m. Sementara itu lapisan
batuan sedimen yang merupakan
parting/interseam sediments berkisar
Antara 3 – 78 cm, struktur parting
massif, namun setempat terlihat
perlapisan sejajar yang tidak begitu
jelas, secara litologi berupa batupasir
karbonatan berbutir menengah agak
kasar, berwarna kuning kecoklatan
mengarah ke abu pucat.
Gambar 4. Foto singkapan lapisan batubara dan parting/interseam sediment
pada working face Formasi Kiliran.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
144
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Singkapan
batubara
dan
interseam sediments
di lokasi
penelitian yang berupa working face
terlihat sangat jelas dan segar,
sehingga memudahkan untuk diteliti
dan diukur ketebalannya (Gambar 4).
Strik perlapisan berkisar antara N
300o – 330 o UT dengan kemiringan dip
antara 25o – 35o. Di lokasi, ditemukan
adanya beberapa sesar normal akibat
kegiatan tektonik yang tidak terlalu
kuat dengan pergeseran berkisar
antara 5 – 25 cm (Gambar 5).
Gambar 5. Foto singkapan batubara yang mengalami pergeseran normal,
sebelah kanan bagian yang turun.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
145
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Jenis litotipe batubara yang
umumnya dominan bright menunjukkan
bahwa bahan pembentuk batubara
tidak pernah mengalami oksidasi dan
pelapukan, dan selalu berada dibawah
kondisi berair/basah yang relative
konstan.
Sifat yang ringan, berarti tidak
banyak mengandung bahan mineral,
pengotor yang masuk ke dalam
batubara
selama
proses
pembentukannya,
karena
bahan
pengotor atau mineral matter, biasanya
mineral lempung, akan menyebabkan
density-nya bertambah dan warna
batubara menjadi kusam. Dari jenis
litotipe, secara visual bias diduga
batubara ini termasuk peringkat
bitumminus.
Adanya beberapa lapisan tipis
litotipe bright banded dengan kilap yang
agak kusam,menunjukan bahwa adanya
gangguan
kestabilan
selama
pengendapan batubara, Kemungkinan
adanya suplai bahan pengotor atau
terkena oksidasi.
Banyaknya
parting/intersam
sediments
yang
cukup
teball,menunjukan di daerah ini terjadi
beberapa kali penurunan cekungan,
sehingga
memungkinkan
terendapkannya batuan sedimen klastik
halus – kasar, sementara batubara
berhenti terbentuk karena kekurangan
pasokan. Karakter batuan sedimen yang
karbonatan memperlihatkan bahwa
tidak jauh dari cekungan ini terdapat
sumber batuan karbonat.
KESIMPULAN
Dari hasil kajian dapat ditarik
beberapa kesimpulan:




Litotipe batubara secara umum
adalah bright.
Berdasarkan kenampakan di
lapangan, telah terjadi beberapa
kali penurunan cekungan yang
menyebabkan
terbentuk
beberapa lapisan batubara
maupun batuan interseam
sediments.
Cekungan batubara berupa
semi-terban.
Adanya kegiatan tektonik yang
tidak terlalu kuat
[UCAPAN TERIMA KASIH]
Terima kasih kami sampaikan
kepada jajaran pimpinan
Fakultas
Teknik Geologi UNPAD, yang telah
memberikan izin penelitian lapangan.
Terima kasih juga kami sampaikan
kepada Pimpinan dan staf Karbindo
Abishaprady yang telah memberikan ijin
penelitian di wilayah tambang Karbindo
abishaprady, terutama kepada
Ir.
Mamo Sediatma dan Drs. Zaldi yang
telah mendampingi selama pekerjaan
lapangan.
REFERENSI
Aswan, Rizal,Y., and Pradana, A.K.A.,
2009. Stratal Architecture of
Pematang
Group,
Central
Sumatra Basin based on
Molluscan Taphonomic Study:
Case Study in Kiliranjao Area,
Majalah Geologi Indonesia, 24(3)
h.141-151.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
146
Seminar Nasional Fakultas Teknik Geologi, Bandung 24 Mei 2014
Bachri, S., Sukanta, U., Gafoer, S., Satria
Nas, D., Kusnama, Suminto,
Hasan, K., dan Nugroho, E.H.,
2002. Stratigrafi Batuan Sedimen
Paleogen
Sub-cekungan
Kiliranjao, Sumatra Barat. Jurnal
Geologi
dan
Sumberdaya
Mineral. Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Geologi,
Bandung, h.24-32.
Bachri, S., Sukanta, U., Gafoer, S., Satria
Nas, D., dan Panggabean, H.,
2001.
Stratigraphy
and
sedimentology of the oil shalebearing formation in the
Kiliranjao Area, West Sumatra.
Majalah Geologi Indonesia,16,
Special Edition, h.1-12.
Bachri, S. (2002)- Stratigrafi batuan
sedimen Paleogen sub-cekungan
Kiliiranjo, Sumatra Barat. Jurnal
Geologi
dan
Sumberdaya
Mineral, 12, 128, p.
Butterworth,
P.J.,
1993.
Sedimentological studies at the
Karbindo Coal Mine, Central
Sumatra. P.T. Robertson Utama
Indonesia, Report No.861.
Pendra, A.R., 2013. Perencanaan
Penutupan
Lahan
Pasca
Tambang
pada
Tambang
Batubara
PT.
Karbindo
Abesyapradhy Coal Site Tiang
Satu, Sungai Tambang, Sumatra
Barat, Universitas Sriwijaya.
Lapotan Utama.
Pradana, A.K.A., 2008. Interpretasi
Arsitektur
Sikuen
Endapan
Lakustrin
Brown
Shale
(Kelompok
Pematang)
Berdasarkan Analisis Tafonomi
Moluska di Daerah Kiliranjao,
Sumatera
Barat,
Institut
Teknologi Bandung, (Laporan
Tugas Akhir).
Said.A,
Lahar.H, Soetrisno, dan
Bagdja.M., 2002. Pendataan
Bahan Galian Tertinggal Dalam
Tambang
di
Kabupaten
Sawahlunto-Sijunjung Provinsi
Sumatera
Barat,
Kolokium
Direktorat Inventarisasi Sumber
Daya Mineral.
Silitonga, P.H. dan Kastowo, 1975. Peta
GeologiLembar Solok, Sumatera,
skala 1:250.000. Direktorat
Geologi, Bandung.
Suwarna, N., Andi Mangga, S., Surono,
Simandjuntak,
T.O.,
dan
Panggabean, H., 2000. Evolusi
Tektonik Pratersier Sumatera
Bagian
Selatan.
Publikasi
Khusus, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, 191 h.
Suwarna, N., Heryanto, R., Hermanto,
B., Sundari, D., dan Panggabean,
H., 2001. Penelitian Paleontologi
dan Fosil Fuel di daerah
Sumatera Tengah. Proyek Kajian
dan Informasi Geologi Tematik,
Tahun Anggaran 2001, Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung, 52 h.
Geologi Untuk Meningkatkan Kesejateraan Masyarakat
147
Download