PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM

advertisement
PELAKSANAAN PENGATURAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM
RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KOTA METRO
Iguh Purdani Putra, Upik Hamidah S.H., M.H,dan Satria Prayoga S.H., M.H
Program Studi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas
Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng
Bandar Lampung 35145 No.HP : 08983222302
e-mail : [email protected]
Abstract
It's intended to find out how the importance of the function of green open space in
the Spatial Plan of Metro City is determined that every city should have a green
open space of at least 30 percent of the area of the city in accordance with the
mandate of Law Number 26 Year 2007 concerning Spatial Planning. The method
of this research is the empirical juridicial. The research results shows Open Green
Space in Metro City right now still less than 30% of the entire city area, though
government efforts such as counseling, coaching, supervisioning of law
enforcement, infrastructure and the role of community fo Open Green Space has
been done but still has not been reached In fact, the function of Open Green Space
is still abused by street vendors to trade in green space area until the area get
destroyed. And the lack of awareness of the essential of open green space for
urban life. In addition, there are many other inhibiting factors such as
environmental destructive behavior, excessive consumption of natural resources,
egocentrism, and the seizure of interests.
Key Words: Implementation, Regulation, Open Green Space,
Metro City
Abstrak
Tulisan ini dibuat untuk mengetahui bagaimana Pentingnya fungsi dari Ruang
Terbuka Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro yang ditetapkan
bahwa setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari
luas wilayah kotanya sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini
adalah metode dengan pendekatan normatif empiris. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kota Metro saat ini masih kurang dari
30% dari luas seluruh wilayah Kota Metro, meski upaya pemerintah seperti
penyuluhan, pembinaan, pengawasan penertiban, sarana prasarana dan
menggerakan peran masyarakat untuk Ruang Terbuka Hijjau sudah dilakukan
tetapi masih juga belum tercapai. Faktanya manfaat Ruang Terbuka Hijau masih
disalahgunakan oleh para pedagang kaki lima untuk berdagang di area Ruang
Terbuka Hijau sehingga merusak areah tersebut. Dan juga minimnya kesadaran
akan pentingnya ruang terbuka hijau untuk kehidupan di perkotaan. Selain itu
masih banyak faktor-faktor penghambat lainnya seperti perilaku merusak
lingkungan hidup, konsumsi yang berlebihan atas sumber daya alam,
egosentrisme, dan perebutan kepentingan.
Kata kunci: Pelaksanaan, Pengaturan, Ruang Terbuka Hijau, Kota Metro
PENDAHULUAN
Kualitas lingkungan hidup yang
semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya,serta
pemanasan global yang semakin
meningkat
yang
mengakibatkan
perubahan iklim dan hal ini akan
memperparah
penurunan
kualitas
lingkungan hidup. Untuk itu perlu
dilakukan dua hal yakni perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup
yang sungguh-sungguh dan konsisten
oleh semua pemangku kepentingan.
Tentang lingkungan hidup, hak alam
ciptaan dan hak lingkungan hidup telah
dijadikan
tema
dalam
setiap
pertimbangan dan kebijakan sosial,
ekonomi dan politik dunia.1
Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi telah memampukan
manusia diseluruh dunia melakukan
modernisasi di segala bidang, tetapi
haerus diganti dengan harga yang
sangat mahal, yaitu pencemaran terjadi
secara besar-besaran terhadap alam.
Buangan industri berupa limbah
melumpuhkan daya daur alamiah.
Sampah teknologi (industri, produk
sintetis dan limbah nulir) telah menjadi
ancaman paling mengerikan terhadap
kehidupan di planet bumi.2
Faktor-faktor tersebut akan
membawa perubahan terhadap bentuk
keruangan di area atau wilayah yang
bersangkutan, baik secara fisik maupun
non fisik, sebagai wadah kegiatan
manusia di dalamnya. Berdasarkan
analisis situasi, perubahan tersebut
apabila tidak ditata dengan baik akan
1
Amatus Woi, Menyapa Bumi menyembah
Hyang Ilahi, dalam tulisan “Manusia dan
Lingkungan dalam persekutuan ciptaan”
( Yogyakarta: Kanisius, 2008), hal 21
2
R. Borong, Etika Bumi Baru
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009),
hal 37.
mengakibatkan perkembangan yang
tidak terarah dan penurunan kualitas
pemanfaatan ruang. Di dalam kerangka
pembangunan nasional, pembangunan
daerah merupakan bagian yang
terintegrasi. Pembangunan daerah
sangat menentukan akan keberhasilan
pembangunan
nasional
secara
keseluruhan.
Ruang terbuka hijau merupakan
salah
satu
komponen
penting
lingkungan. Ruang terbuka hijau di
wilayah perkotaan merupakan bagian
dari penataanruang kota yang berfungsi
sebagai kawasan hijau pertamanan
kota, kawasan hijau hutan kota,
kawasan hijau rekreasi kota, kawasan
hijau kegiatan olahraga kawasan hijau
dan kawasan hijau pekarangan. Ruang
terbuka hijau sebagai unsur utama tata
ruang kota mempunyai fungsi yang
sangat berpengaruh besar yang berguna
bagi kemaslahatan hidup warga.
Pengurangan lahan untuk ruang
terbuka hijau ternyata terjadi secara
sistematis yang melibatkan semua actor
pembangunan,yaitu pemerintah,swasta,
dan masyarakat yang tidak lagi
mengindahkan kebijakan pelestarian
lingkungan perkotaan.
Di
Kota
Metro
banyak
penyediaan Ruang Terbuka Hijau yang
menjadi tempat berdagang para
pedagang kaki lima selain itu banyak
juga masyarakat yang kurang perduli
dengan keberadaan Ruang Terbuka
Hijau. Padahal ruang terbuka
hijau
sangatlah penting untuk kelangsungan
hidup manusia.
Berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas, menjadi dasar
penulis tertarik untuk meneliti tentang
bagaimana pelaksanaan dan apa saja
yang menjadi hambatan dalam
Pelaksanaan
Pengaturan
Ruang
Terbuka Hijau dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah di Kota Metro.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang di
pergunakan dalam penelitian ini
adalah
dengan
menggunakan
pendekatan masalah secara yuridis
empiris dengan data yang bersumber
dari data primer dan data skunder.
Mengumpulkan
data-data
dengan
mengadakan penelitian langsung pada
tempat atau objek penelitian dan
melakukan wawancara.
2.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan
maslah
yang
dipergunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian secara yuridis
normatif
dan
yuridis
empiris.
Pendekatan
yuridis
normatif
dimaksudkan
untuk
mempelajari
kaidah
hukum,
yaitu
dengan
mempelajari,
menelaah
peraturan
perundang-undangan, asas-asas, teoriteori
dan
konsep-konsep
yang
berhubungan dengan skripsi ini.
Pendekatan yuridis empiris dilakukan
dengan berdasarkan pada fakta objektif
yang didapatkan dalam penelitian
lapangan baik berupa hasil wawancara
dengan responden, hasil kuisioner, atau
alat bukti lain yang diperoleh dari
narasumber.
2.2 Sumber Data
Penulisan skripsi ini sumber
data yang digunakan berupa data
primer, data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh
dari penelitian dilokasi. Data ini
diperoleh dari hasil penelitian dengan
cara wawancara yang dilakukan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan dan
akan berkembang pada saat wawancara
secara langsung terhadap Bapak I
Nyoman Suarsana S.H sebagai Kepala
Bidang Pertamanan Di Dinas Tata Kota
Dan Pariwisata Kota Metro mengenai
pelaksanaan pengaturan apa yang
diambil
untuk
memaksimalkan
penyediaan Ruang Terbuka Hijau
beserta kendala-kendala yang diperoleh
dalam menerapkan kebijkan tersebut.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan.
Data sekunder diperoleh dengan
mempelajari dan mengkaji literatureliteratur dan peraturan perundangundangan. Sumber dari data sekunder
yakni berupa:
1. Bahan hukum primer, yakni
bahan-bahan yang bersumber
dari Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang penataan
ruang, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2008 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional,
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun
2010 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
:
05/PRT/M/2008
tentang Pedoman penyediaan
dan pemanfaatan ruang terbuka
hijau dikawasan perkotaan,
Peraturan Mentri Pekerjaan
Umum
Nomor
:
15/PRT/M/2009
tentang
Pedoman Penyusunan Tata
Ruang
Wilayah
Provinsi,
Peraturan Mentri pekerjaan
Umum
Nomor
:
17/PRT/M/2209
tentang
Pedoman Penyususnan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota ,
Peraturan Mentri Pekerjaan
Umum Nomor 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten, PP Nomor 8 Tahun
2013 Tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang, Peraturan
Daerah Kota Metro Nomor 01
Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011 – 2031.
2. Bahan hukum sekunder, yakni
bahan-bahan yang bersumber
dari literatur-literatur dalam
hukum penataan ruang.
3. Bahan hukum tersier, yaitu
bahan hukum penunjang yang
mencakup bahan-bahan yang
memberi
petunjuk
dan
penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder,
seperti: Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
2.4 Pengolahan Data
Setelah data tersebut terkumpul
pengolahan dilakukan dengan
caara sebagai berikut:
1. Editing, yaitu memeriksa ulang
data yang telah terkumpul dengan
maksud
untuk
mengetahui
kelengkapan dan kejelasannya.
Dalam tahap ini, yang dikoreksi
adalah meliputi hal-hal sebagai
berikut yakni: keterbacaan tulisan
atau catatan, kejelasan makna,
kesesuaian jawaban satu sama
lainnya, relevansi jawaban dan
keseragaman data serta melakukan
identifikasi data yang disesuaikan
dengan permasalahan yang dibahas
2.3 Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang
benar dan akurat dalam penelitian
ini ditempuh prosedur sebagai
berikut:
1. Studi Kepustakaan
Dilakukan untuk memperoleh data
sekunder
dengan
melakukan
kegiatan
membaca,
mencatat,
mengutip, dan menelaah hal-hal
yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.
2. Studi Lokasi
Dilakukan untuk memperoleh data
primer yang dilakukan dengan
metode wawancara yang dilakukan
dengan
mengajukan
beberapa
pertanyaan dan akan berkembang
pada saat wawancara secara
langsung kepada narasumber.
2. Interpretasi, yaitu menghubungkan
membandingkan dan menguraikan
data serta mendeskripsikan data
dalam bentuk uraian, untuk
kemudian ditarik kesimpulan.
3. Sistematisasi
data
yaitu
penyusunan data secara teratur
sehingga dalam data tersebut dapat
dianalisi menurut susunan yang
benar dan tepat.
2.5 Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian
dianalisis secara kualitatif dengan
mendeskripsikan data yang dihasilkan
dari penelitian dilokasi kedalam
bentuk penjelasan secara sistematis
sehingga
memiliki
arti
dan
memperoleh rangkuman. Dari hasil
analisis data tersebut dapat dirangkum
secara induktif yaitu cara berfikir
dalam mengambil suatu rangkuman
terhadap permasalahan yang dibahas
secara umum kemudian didasarkan
atas fakta-fakta yang bersifat khusus.
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Kota Metro
Kota
Metro
dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 12
Tahun 1999 dengan luas wilayah 6.874
Ha. Kota Metro terdiri dari 5
Kecamatan dengan 22 kelurahan, yang
pembentukannya
berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
25 Tahun 2000. Dengan data luas
lahan, kecamatan dengan provinsi luas
paling tinggi adalah Kecamatan Metro
Utara dengan Luas 1964 Ha atau
meliputi 29 %total luas Kota Metro.
Sementara kecamatan lainnya memiliki
luas yang relatif merata antara 17
%sampai dengan 21 % terhadap luas
seluruh Kota. Kondisi ini berarti
adanya proporsi yang tidak terlalujauh
berbeda di tiap kecamatan berkaitan
dengan luas wilayahnya yang dapat
diisi dengan penyebaran penduduk
yang merata juga untuk memperoleh
tingkat kepadatan yang merata dan
rencana distribusialokasi sumber daya
yang seimbang di tiap wilayah 5
kecamatan serta 22 kelurahan.3
Kota Metro memiliki kondisi
topografi berupa daerah dataran
aluvial.Ketinggian daerah berkisar
antara 5 –100 dpl dan dengan
kemiringan 0 % -15%. Secara
geografis, Kota Metro terletak pada
5º6’ -5º8’ LS dan 105º17’ -105º19’ BT
yang berjarak 45 km dari kota Bandar
Lampung sebagai ibukota Provinsi
Lampung. Kota Metro merupakan
salah satu dari 14 (empat belas)
kabupaten/kota yang berada di wilayah
administratif
Provinsi
Lampung.
Kondisi Administratif Kota Metro
3
Pokja Sanitasi Kota Metro
Propinsi Lampung Tahun 2013
di Draff BPS Kota Metro Bab 2
Hal 1
berdasarkan data luas lahan, kecamatan
dengan provinsi luas paling tinggi
adalah Kecamatan Metro Utara dengan
Luas 1964 Ha atau meliputi 28,57%
total luas Kota Metro. Sementara
kecamatan lainnya memiliki luas yang
relatif merata antara 17 % sampai
dengan 20% terhadap luas seluruh
Kota. Kondisi ini berarti adanya
proporsi yang tidak terlalu jauh
berbeda di tiap kecamatan berkaitan
dengan luas wilayahnya yang dapat
diisi dengan penyebaran penduduk
yang merata juga untuk memperoleh
tingkat kepadatan yang merata dan
rencana distribusi alokasi sumber daya
yang seimbang di tiap wilayah 5
kecamatan serta 22 kelurahan.4
3.2 Pelaksanaan Pengaturan Ruang
Terbuka Hijau Dalam RTRW
di Kota Metro
3.2.1
Terbentuknya
Peraturan
Tentang Ruang Terbuka Hijau di
Kota Metro
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Peraturan Menteri
PU
No.05/PRT/M/2008
tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Hijau di Kawasan
Perkotaan disebutkan bahwa pengertian
Ruang Terbuka Hijau adalah area
memanjang/jalur
dan
atau
mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh tanaman
secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun
2007, secara khusus mengamanatkan
perlunya penyediaan dan pemanfaatan
ruang terbuka hijau, yang proporsi
luasannya ditetapkan paling sedikit 30
4
Idem hal 2 - 3
(tiga puluh) persen dari luas wilayah
kota.
Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan
berdasarkan
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2007 tentang Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan
yang diisi oleh tumbu-han dan tanaman
guna mendukung manfaat ekologi,
sosial, budaya, ekonomi, dan estetika.
Dan berdasarkan Undang-undang
Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang maka pemerintah Kota Metro
membentuk Peraturan Daerah Kota
Metro Nomor 01 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Metro 2011 – 2031 dan Peraturan Wali
Kota Nomor 20 Tahun 2013 Tentang
Ruang Terbuka Hijau Kota Metro.
Dan
dalam
pembuatan
peraturan tersebut pemerintah Kota
Metro tentu melewati beberapa proses
yang harus dilewati sebagaimana tata
cara yang sudah ditentukan dalam
pembuatan peraturan daerah dengan
dasar undang-undang otonomi daerah.
Sebelum terbentuknya perda tersebut
tentu ada issu dan masalah yang terjadi
di daerah tersebut. Issu dan masalah di
Kota Metro pada saat itu adalah belum
tercapainya kota yang hijau atau belum
memiliki ruang terbuka hijau untuk
memenuhi 30% dari seluruh luas
wilayah kota yang sudah di tentukan
oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang.
Pengambilan kebijakan untuk membuat
peraturan tentang ruang terbuka hijau
di lakukan oleh pemerintah saja dalam
hal ini adalah Wali Kota Metro. Karena
pada saat itu memang masyarakat
masih belum sadar pentingnya ruang
terbuka hijau untuk
kelangsungan
hidup di daerah tersebut.
Setelah issu dan masalah di
identifikasi maka langkah selanjutnya
penyusunan Naskah akademik yang
harus disusun secara cermat dan hatihati. Pembentukan satu tim penyusun
dan tim konsultasi atau pengarah harus
dilakukan. Demikian pula kegiatan
konsultasi publik secara terus menerus
harus diselenggarakan untuk merevisi
konsep (draft) naskah akademik.
Selanjutnya
proses
prosedur
penyusunan perda sama seperti yang di
tentukan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan.
Prosedur penyusunan ini adalah
rangkaian kegiatan penyusunan produk
hukum daerah sejak dari perencanaan
sampai dengan penetapannya.
Dan dalam Peraturan Wali Kota
Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Ruang
Terbuka Hijau Kota Metro memuat
tujuan, fungsi, manfaat, penetapan,
kriteria jenis vegetasi, penghiauan,
larangan tentang Ruang Terbuka Hijau
Kota
Metro.
Seiring
dengan
perkembangan kawasan wilayah kota
baik dari segi struktur, pertambahan
penduduk,
hingga
pertumbuhan
ekonomi masyarakat di Kota Metro
secara tidak langsung berpengaruh
dengan kebutuhan Ruang Terbuka
Hijau untuk masyarakat. Untuk itulah
dirancang peraturan daerah baru yakni
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Metro 2011 –
2031 untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Kota Metro sampai dengan
tahun yang telah ditentukan yakni
tahun 2031. Pemerintah Kota Metro
butuh pertimbangan yang cukup
matang agar Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Metro lebih baik dari
yang sebelumnya. Untuk itu penting
dikiranya untuk melihat peraturan
perundang-undangan yang sudah ada
sebelumnya agar pembangunan dan
persebaran serta pengaturan mengenai
Penataan Ruang khususnya mengenai
Ruang Terbuka Hijau tetap sesuai jalur
yaitu melaksanakan amanat Undangundang yang ada.
3.2.2
Pelaksanaan
Pengaturan
Ruang Terbuka Hijau di Kota Metro
Kegiatan Penataan Ruang untuk
Kota Metro telah diatur di dalam
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
01 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Metro 2011 –
2031 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah, dan Peraturan Wali Kota
Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Ruang
Terbuka Hijau Kota Metro. Akan tetapi
kenyataan yang ada di lapangan
pelaksanaannya belum maksimal yang
diakibatkan oleh adanya satu dan lain
hal.
Untuk
mengetahui
kinerja
pemerintah
terhadap
pelaksanaan
pengelolaan Ruang Terbuka Hijau
Kota Metro Penulis telah melakukan
wawancara dengan kepala bidang
pertamanan I Nyoman Suarsana, S.H
pada hari senin tanggal 26 Mei 2014.
Menurut beliau Pemerintah
Daerah berwenang penuh terhadap
pengelolaan Ruang Terbuka Hijau,
dalam hal ini Daerah Tingkat II baik
Kotamadya
maupun
Kabupaten.
Berdasarkan
idealisme
tersebut,
langkah yang harus diambil oleh
Pemerintah
Daerah,
adalah
mengadakan evaluasi dan revisi
Rencana Induk Kota nya. Hal ini harus
dilakukan karena perkembangan kota
di masa mendatang sangat bergantung
pada ketersediaannya Ruang Terbuka
Hijau ini.
Dari seluruh rangkaian prioritas
program Dinas Tata Ruang dan
Pariwisata bagian Pertamanan Kota
Metro, umumnya melibatkan peran
serta secara aktif dari masyarakat
dalam rangka mewujudkan kotanya
sebagai kota yang indah, bersih,
nyaman, sehat, asri dan lestari. Dengan
keterlibatan
masyarakat
dalam
pembangunan dan pengelolaan ruang
terbuka hijau ini, maka diharapkan
mereka
sadar
bahwa
untuk
menciptakan suatu lingkungan hidup
yang baik bukan hanya merukapan
tanggung jawab Pemerintah Kota
semata, namun juga menjadi tanggung
jawab warga kota khususnya Kota
Metro.
Lanjut
beliau
kegiatan
pengelolaan ruang terbuka hijau oleh
masyarakat umumnya dapat dilihat di
kawasan
permukiman,
warga
masyarakat mengelola dan memelihara
secara gotong royong. Kegiatan
tersebut semakin terpadu dengan
adanya
lomba
kebersihan
atau
penghijauan
ditingkat
kelurahan
maupun wilayah yang diselenggarakan
secara berkala.
Mengingat
bahwa
Ruang
Terbuka
Hijau
adalah
faktor
determinan dalam menentukan kualitas
lingkungan kota, maka ruang terbuka
hijau itu sendiri harus berada dalam
keadaan terbaiknya. Unsur-unsur ruang
terbuka hijau, seperti pepohonan,
badan-badan air, harus berada pada
kondisi dan situasi yang sesuai dengan
persyaratan
kehidupannya.
Jadi
keberadaan ruang terbuka hijau itu
sendiri bukanlah obyek, tetapi subyek
peningkatan kualitas bagi wilayah
perkotaan tersebut. Dalam menciptakan
ruang terbuka hijau kota untuk
meningkatan kualitas kehidupan kota,
menurut bapak I Nyoman maka
diperlukan beberapa tindakkan antara
lain:
1. Penyuluhan
Menyelenggarakan
kegiatan
penyuluhan kepada warga masyarakat
untuk menanamkan pengertian, akan
pentingnya taman atau ruang terbuka
hijau bagi masyarakat di perkotaan.
Penyuluhan pertamanan dilaksanakan
dengan maksud memberi pengertian
kepada masyarakat tentang arti penting
daripada suatu ruang terbuka hijau
pada suatu kota terhadap keseimbangan
dan keindahan lingkungan,dalam upaya
meningkatkan kualitas lingkungan
hidup memasyarakatkan peraturan
perundangan yang ada kaitannya
dengan penghijauan pertamanan agar
dapat diketahui dan dipatuhi oleh
masyarakat
untuk
menyampaikan
kebijaksanaan Pemerintah Daerah
dalam hal ini Dinas Tata Kota dan
Pariwisata bagian Pertamanan dalam
rangka mengelola ruang terbuka hijau
kota.
Melakukan pengawasan dan
penertiban secara periodik di lokasi
taman atau ruang terbuka hijau
diberbagai
wilayah
kota,
dan
menetapkan sanksi sesuai Perda yang
berlaku. Hal ini untuk menghindari
adanya lokasi-lokasi taman yang
dipergunakan untuk kegiatan non
taman, umumnya berada di lingkungan
perumahan
atau
permukiman
penduduk,yaitu dengan memanfaatkan
taman-taman
lingkungan
untuk
kegiatan seperti kantor RT, RW,
tempat pembayaran listrik atau PAM,
Posyandu, balai pertemuan, gubukgubuk liar, warung, rumah semi
permanen dan lain sebagainya mulai
dari yang bersifat ringan, sedang
sampai berat.
2. Pembinaan
Pembinaan melalui pembuatan
taman percontohan pada lokasi
kelurahan proyek, kelurahan binaan.
Pemilihan jenis tanaman adalah
tanaman hias berfungsi ganda (sebagai
tanaman hias dan juga dapat
dipergunakan sebagai tanaman obat,
sayur ; pandan, kembang sepatu,
sambang darah, gendarusa, dinding ari,
sirih, daun mangkokan dan lainlain).
Lokasi
pembuatan
taman
bisa
dilakukan di rumah kader atau kantor
kelurahan. Dengan pembuatan taman
percontohan ini diharapkan dapat
dibudidayakan
ke
warga
atau
masyarakat lainnya dalam kelurahan
tersebut (berkembang biak dengan
cepat karena umumnya tanaman yang
ditanam
perbanyakannya
dengan
sistem stek batang atau daun). Lalu ada
pula pembinaan melalui pameran dan
promosi di bidang seni, flora, fauna
dan lingkungan, merupakan ajang
pertemuan para perencana, pakar,
petani, pengusaha, hobbiest di bidang
flora dan fauna.
3. Pengawasan dan Penertian
4. Peran Masyarakat
Program partisipasi masyarakat
bertujuan menyadarkan masyarakat
luas agar memahami pentingnya ruang
terbuka hijau dalam meningkatkan
kualitas lingkungan, mengubah gaya
hidup masyarakat menjadi sadar
lingkungan,
dan
mengarahkan
masyarakat berwawasan lingkungan
menuju
masyarakat
berwawasan
ekologis. Pada akhirnya, pencapaian
kuantitas ruang terbuka hijau kota
minimal 30 persen dapat terwujud
karena
adanya
dukungan
dan
partisipasi masyarakat.5
3.3 Pemindahan Dan Penataan
Pedagang Kaki Lima di Kota Metro
Salah satu bentuk sektor
informal yang dikaji lebih lanjut adalah
5
Nirwono Joga dan Imaun Iwan.
RTH 30%! Resolusi (kota)
Hijau. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2011. hlm. 255257
pedagang Kaki Lima, karena Pedagang
Kaki Lima dikategorikan sebagai jenis
pekerjaan yang penting dan relatif khas
khususnya sebagai usaha kecil-kecilan
yang kurang teratur. Istilah Pedagang
Kaki Lima sendiri mengarah pada
konotasi pedagang barang dagangan
dengan menggelar tikar di pinggir
jalan, atau di muka-muka toko yang
dianggap strategis. Terdapat pula
sekelompok pedagang yang berjualan
dengan menggunakan kereta dorong
dan kioskios kecil.
Pedagang Kaki Lima di Kota
Metro pun memanfaatkan tempat yang
semestinya menjadi Ruang Terbuka
Hijau, misalnya saja taman kota yang
menjadi tempat para Pedagang Kaki
Lima. Pemerintah Kota Metro sudah
menyediakan tempat untuk para
Pedagang Kaki Lima tersebut yakni di
Lapangan Samber tidak jauh dari
taman kota. Tetapi dalam pelaksanaann
masih ada beberapa Pedagang Kaki
Lima yang masih berdagang di taman
kota, memang cukup sulit untuk
menanggulangi para pedagang tersebut
jika pemerintah tidak tegas. Relokasi
pedagang
tersebut
itu
untuk
mengembalikan fungsi Taman Kota
Metro yang se-benarnya sebagai Ruang
Terbuka Hijau.
3.4 Pemeliharaan Ruang Terbuka
Hijau di Kota Metro
Ruang Terbuka Hijau adalah temat
dimana suatu area yang berisi tanaman
yang
hidup
dan
membutuhkan
pemeliharaan agar terta hidup dan
bermanfaat. Dan pemeliharaan Ruang
Terbuka Hijau
yang dilakukan
Pemerintah Kota Metro adalah sebagai
berikut:
1. Pembersihan Area
Pembersihan
area
taman
dilakukan agar kebersihan dan keasrian
taman dapat terjaga. Kegiatan ini
dilakukan setiap hari kecuali hari sabtu
dan minggu. Kegiatan pembersihan
area taman meliputi penyapuan taman
dan pembuangan sampah. Penyapuan
taman dilakukan setelah kegiatan
pemotongan dan pemangkasan pada
suatu area taman. Alat yang digunakan
adalah sapu lidi dan pengki. Kegiatan
penyapuan taman ini dilakukan oleh
tenaga kerja (pesapon) yang ditugaskan
dari bagian persampahan untuk
mengangkut sampah yang kemudian
diangkut ke dump truck. Tenaga kerja
yang ditugaskan membersihkan area
taman berjumlah 1-2 orang tiap taman
tergantung luasan area taman
2. Penyiraman Tanaman
Penyiraman diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan
tanaman. Penyiraman dilakukan setiap
hari termasuk hari libur kecuali hari
minggu. Kegiatan ini mulai dari pukul
06.30 karena biasanya harus mengisi
tangki air. Ada 3 tim yang mengerjakan
kegiatan penyiraman dan masingmasing mempunyai mobil tangki air
sebagai
mobil
operasional
dan
mempunyai lokasi kerja yang menjadi
tanggungjawab tiap tim. Ketiga tim
penyiram menggunakan mobil tangki
air yang berkapasitas 4000 - 5000 liter.
3. Pemangkasan
Pemangkasan merupakan kegiatan
pemeliharaan
yang
juga
perlu
dilakukan. Pemangkasan (pruning)
dilakukan
untuk
mengontrol
pertumbuhan tanaman sesuai yang
diinginkan, menjaga keamanan bagi
pengguna
jalan,
serta
menjaga
kesehatan
tanaman
dan
dapat
memberikan penampilan tanaman
secara estetis. Pemangkasan dilakukan
terhadap penutup tanah, semak, perdu
dan pohon. Pemangkasan rumput
dilakukan guna menjaga agar rumput
tetap tampil rapi dan tidak berbunga.
Jenis rumput yang dijumpai pada
beberapa taman yang ada adalah
rumput gajah (Axonopus compressus).
Kegiatan
pemangkasan
rumput
dilakukan dengan menggunakan mesin
pangkas gendong yang berkapasitas 1,5
liter bensin dilakukan secara rutin
setiap hari di wilayah taman yang
berbeda.Pemilihan lokasi pemangkasan
disesuaikan dengan prioritas taman
sesuai dengan ketinggian rumput yang
dapat dilihat di lapangan. Kegiatan ini
dilakukan di tiap taman dengan
minimal 3-4 petugas taman yang telah
menjadi tanggung jawab para petugas
taman untuk memelihara taman.
3.5 Faktor-Faktor
Penghambat
dalam
Malaksanakan
Penyediaan Ruang Terbuka
Hijau Di Kota Metro
Dalam implementasinya, kebijakan
Ruang Terbuka Hijau Kota Metro tidak
terlepas
dari
hambatan-hambatan
sehingga
menyebabkan
sasaran
program target pencapaian ruang
terbuka hijau di Kota Metro tidak
tercapai dengan maksimal. Hambatanhambatan itu baik yang dating dari
lingkungan masyarakat, Dinas-dinas
yang terkait, hingga pihak-pihak swasta
yang mengambil alih peran penting
ruang terbuka hijau guna kepeintingan
pembangunan pribadi. Dan dari hasil
bahan bacaan dan wawancara penulis
dengan kepala bidang pertamanan I
Nyoman Suarsana, S.H mendapatkan
beberapa hambatan, yakni:
1. Perilaku
Hidup
Merusak
Lingkungan
2. Konsumsi Yang Berlebihan Atas
Sumber Daya Alam
3. Egosentrisme
4. Perebutan Kepentingan
5. Kesadaran Untuk Menanam
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa:
1. Pemerintah Kota Metro berupaya
melaksanaan pengaturan Ruang
Terbuka Hijau dengan merujuk
pada Undang-undang No 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang.
Kemudian Pemerintah Kota Metro
membuat Peraturan Daerah Kota
Metro Nomor 01 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Metro 2011 – 2031
dan Peraturan Wali Kota Nomor
20 Tahun 2013 Tentang Ruang
Terbuka Hijau Kota Metro.
Dengan peraturan yang telah
dibuat tersebut diharapkan Kota
Metro bias memenuhi amanat
Undang-undang No 20 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang
bahwa setiap kota harus memiliki
30% dari seluruh wilayah kota.
2. Terhadap permasalahan dalam
Pemerintah Kota Metro demi
memenuhi syarat sebagaimana
yang diamanatkan Undang-undang
No 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang, Kota Metro
belum memenuhi 30% keberadaan
Ruang Terbuka Hijau dari seluruh
luas wilayah kota.
Dalam pelaksanaannya ada faktor
yang menghambat sehingga belum
tercapainya target tersebut, dan
faktor tersebut antara lain:
a. Faktor interenal yaitu dari
Pemerintah / Birokrasi itu
sendiri. Kurangnya komunikasi
atau
kordinasi
antara
penyelenggara pemerintah yang
menangani
penataan
ruang
khususnya Ruang Terbuka Hijau
menjadi
faktor
penghambat
dalam memenuhi 30% dari
seluruh wilayah kota.
b. Faktor eksternal yaitu dari
masyarakat. Banyak masyarakat
yang
belum
memahami
pentingnya Ruang Terbuka Hijau
untuk
kelangsungan
hidup.
Ruang Terbuka Hijau digunakan
tidak sebagaimana mestinya,
banyak pedagang kaki lima yang
berjualan didaerah tersebut dan
ruang tebuka hijau digunakan
untuk tempat rekreasi kota.
Bahkan di Kota Metro kurangnya
kesa-daran
untuk
menanam
menjadi
hambatan
dalam
menghijaukan
Kota
Metro.
Sudah diberi bibit pohon pun
masih saja ada yang tidak mau
menanamnya. Untuk itu sangat
perlu meningkatkan kesadaran
untuk menanam dan kesadaran
akan pentingnya Ruang Terbuka
Hijau demi terwujudnya kota
yang hijau dan asri.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Amatus Woi. Menyapa Bumi
menyembah Hyang Ilahi, dalam
tulisan
“Manusia
dan
Lingkungan dalam persekutuan
ciptaan”. Yogyakarta. Kanisius,
2008.
Alisjahbana. Marginalisasi Sektor
Informal Perkotaan. Surabaya:
ITS Press. 2006.
Hasan. Hukum Penataan Ruang dan
Penatagunaan Tanah. Jakarta.
Rajagrafindo Persada. 2008.
Irwan, Zoer’aini Djamal Tatanan
Lingkungan dan Lansekap
Hutan Kota. Jakarta. Cides.
1997.
Joga Nirwono dan Imaun Iwan.
2011. RTH 30%! Resolusi
(kota)
Hijau.Jakarta:
PT
Gramedia Pustaka Utama.
Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Graha
Ilmu. Yogyakarta. 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
M.
Daud
Silalahi.
Hukum
Lingkungan dalam Sistem
Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia. Alumni. Bandung.
2001.
Purnomohadi, Nin. Ruang Terbuka
Hijau Sebagai Unsur Utama
Tata Ruang Kota. Jakarta. 2006.
Rahardjo Adisasmita. Analisis tata
ruang pembangunan. Geraha
ilmu. Yogyakarta. 2012
R. Boron. Etika Bumi Baru.
Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009.
Ridwan, Juniarso. Hukum tata
ruang dalam konsep kebijakan
otonomi daerah. Bandung.
Nuansa. 2013
Supriadi. Hukum Lingkungan di
Indonesia.
Sinar
Grafika.
Jakarta. 2010.
Taufik,
Makaro
Mohammad.
Aspek-aspek
Hukum
Lingkungan.
Jakarta.
PT
Indeks. 2006
Perundang – undangan:
UU No 32 tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
UU No 32 tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan.
Peraturan Meneteri Pekerjaan Umum,
no : 05/PRT/M/2008.
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2010
Tentang
Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
01 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Metro
2011 – 2031.
Sumber lain:
http://carapedia.com/pengertian_definis
i_peraturan_info2113.html
http://dianharezz.blogspot.com/2013/06
/dampak-kerusakan-lingkunganhidup-bagi.html
http://www.slideshare.net/muhammadk
ennedy/kerusakan-lingkungan
pengetahuan-lingkungan-bymuhammad-kennedy
Download