PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI SELULOLITIK DAN PEKTINOLITIK DALAM LIMBAH KULIT SINGKONG PABRIK TAPE DI BONDOWOSO, JAWA TIMUR Isolation and Identification of Cellulolytic and Pectinolytic Bacteria on Cassava’s Peel Waste in “Tape” Industry at Bondowoso, East Java Suparno Putera Makkadafi1, Utami Sri Hastuti2, WF Edi Hanzen1, Putri M. Al. Asna2, Febriani Sarwendah Asri Nugraheni 1 1 Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang 2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No. 5, Kota Malang e-mail korespondensi: [email protected] ABSTRAK Bondowoso terkenal sebagai sentra industri tape singkong di wilayah Jawa Timur. Sebagian limbah kulit singkong yang tidak diolah pabrik dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian dibuang di sekitar pabrik. Limbah ini mengandung bahan organik berupa selulosa dan pektin yang merupakan komponen penyusun kulit singkong. Kedua bahan organik ini di alam didegradasi oleh bakteri yang menghasilkan enzim selulose dan pektinase. Penelitian ini bertujuan untuk 1) isolasi dan identifikasi bakteri selulolitik dan pektinolitik dari sampel tanah tempat pembuangan limbah kulit singkong. 2) menghitung indeks hidrolisis selulosa dan pektin pada bakteri selulolitik dan pektinolitik dari sampel tanah tempat pembuangan limbah kulit singkong. Screening dan penentuan indeks hidrolisis dilakukan dengan menggunakan media spesifik Carbocymethylcellulose (CMC) untuk bakteri selulolitik dan Vincent’s Agar untuk bakteri pektinolitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) terdapat satu spesies bakteri selulolitik yaitu Bacillus subtilis dan tiga spesies bakteri pektinolitik yaitu Bacillus circulans, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa. 2) indeks hidrolisis selulosa pada bakteri Bacillus subtilis adalah 4,09 3) Bacillus subtilis paling potensial menguraikan pektin berdasarkan hasil indeks hidrolisis pektin yaitu 4,11. Kata Kunci: identifikasi, selulolitik, pektinolitik, indeks hidrolisis ABSTRACT Bondowoso is known as the center of cassava tape industry in East Java. Most cassava’s peel waste which is untreated used as fodder and partially disposed around the factory. This waste contains organic materials such as cellulose and pectin which is components of cassava peel. Both of these organic materials in nature degraded by cellulolytic bacteria that produce cellulase enzymes and pectinolytic bacteria that produce pectinase enzymes. This study aims to 1) isolate and identify cellulolytic and pectinolytic bacteria from soil samples of cassava peel waste disposal sites. 2) calculate the hydrolysis index of cellulose and pectin in cellulolytic and pectinolytic bacteria from soil samples of cassava peel waste disposal sites. Screening and determination of hydrolysis index is done by using a specific media Carbocymethylcellulose (CMC) for cellulolytic bacteria and Vincent's Agar for pectinolytic bacteria. The results showed that: 1) there is one species of cellulolytic bacteria species and three pectinolytic bacteria species. 2) the cellulose hydrolysis index of Bacillus subtilis is 4.09 3) Bacillus subtilis is the most potential bacteria to degrade pectin based on pectin hydrolysis index: 4.11. Keywords: identification, cellulolytic, pectinolytic, hydrolysis index Singkong merupakan salah satu bahan dasar pembuatan tape. Tape sendiri dikenal luas di Indonesia sebagai makanan olahan fermentasi selain tempe. Ada dua jenis tape yang dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu tape ketan dan tape singkong. Tape singkong diolah dari jenis singkong yang tidak pahit dan ketika telah selesai proses fermentasi maka bisa langsung dikonsumsi. Hal ini berbeda dengan fermentasi singkong di negara lain yang umumnya menggunakan singkong pahit (Padonou et al., 2009). Pengrajin tape di daerah Bondowoso tidak hanya memanfaatkan singkong sebagai tape saja. Kulit singkong yang dihasilkan juga dimanfaatkan pengrajin tape untuk pakan hewan ternak mereka. Pemanfaatan kulit singkong sendiri sebagai pakan ternak dinilai masih kurang optimal dikarenakan masih banyak sisa kulit singkong yang menumpuk dalam jumlah yang relatif besar. Guna mengatasi hal tersebut, perlu adanya upaya pemanfaatan agen hayati yang berperan sebagai dekomposer untuk mendegradasi limbah kulit singkong tersebut. Komposisi kimia serta zat gizi yang ada pada kulit singkong antara lain 8,11 gram protein, 15,2 gram serat kasar, 0,22 gram pektin, 1,29 gram lemak, dan 0,63 gram kalsium (Rukmana, 1997). Adanya kandungan serat kasar dan pektin seperti tertera diatas mengindikasikan bahwa untuk pendegradasi limbah kulit singkong diperlukan agen hayati berupa bakteri selulolitik dan bakteri pektinolitik sebagai dekomposernya. Bakteri ini terdapat di sekitar tanah pembuangan limbah kulit singkong. Tanah tempat pembuangan limbah kulit singkong memungkinkan bakteri selulolitik yang menghidrolisis selulosa dan pektinolitik yang menghidrolisis pektin untuk hidup.Alam et al. (2004) menyebutkan bahwa bakteri memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat Makkadafi et al, Isolasi dan Identifikasi available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 263 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 sehingga akan dibutuhkan waktu yang relatif singkat untuk memproduksi enzim selulase sebagai pendegradasi selulosa. Oleh karena itu bakteri selulolitik dapat digunakan sebagai agen hayati untuk proses degradasi limbah kulit singkong. Selain bakteri selulolitik, bakteri pektinolitik juga berperan sebagai dekomposer kulit singkong. Bakteri pektinolitik menghasilkan enzim pektinase. Pektinase adalah kelompok enzim yang mendegradasi bahan yang mengandung pektin menjadi fraksi yang lebih kecil (Screenath et al., 1987). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, pektinase didapatkan pada bakteri terutama spesies Erwinia carotovora, E. crysanthemi dan Bacillus sphaericus (Jayani et al., 2010). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri selulolitik dan pektinolitik yang ada pada limbah kulit singkong. Selain itu, dalam penelitian ini juga diukur indeks hidrolisis masing-masing bakteri guna menentukan spesies mana yang paling potensial sebagai agen hayati pendegradasi limbah kulit singkong. METODE Sampel tanah diambil dari lima titik pengambilan sampel dengan menggunakan lima botol steril dengan berat masing-masing 20 gram. Kemudian semua sampel dicampur dan selanjutnya diambil 50 gram sampel campuran dilarutkan dalam medium Luria Berthani cair sebanyak 450 ml. Setelah itu dilakukan proses aklimatisasi selama 5x24 jam. Suspensi kemudian diencerkan dari 10-1 hingga 10-12. Hasil masing-masing pengenceran selanjutnya dimasukkan kedalam medium Nutrient Agar (NA) dan diinokulasikan pada suhu 370C selama 1x24 jam. Masing-masing koloni bakteri yang tumbuh pada medium NA diisolasi kembali dalam medium Carbocymethylcellulose (CMC) untuk uji hidrolisis selulosa dan Vincent’s Agar (VA) untuk uji hidrolisis pektin selama 1x24 jam. Uji hidrolisis bakteri selulolitik menggunakan larutan kongo red 1% dan bakteri pektinolitik menggunakan iodium. Jika terdapat daerah jernih disekitar koloni bakteri, maka hal ini mengindikasikan bahwa koloni bakteri tersebut memiliki kemampuan hidrolisis selulosa atau pektin. Selanjutnya bakteri dengan kemampuan hidrolisis selulosa diinokulasikan kembali dalam media CMC dan bakteri dengan kemampuan hidrolisis pektin dalam media VA dengan teknik kuadran. Bakteri diinkubasi selama 1x24 jam kemudian masing-masing koloni bakteri selulolitik diberikan larutan kongo red 1% selama 15 menit dan dibilas dengan larutan 1M NaCl. Penentuan bakteri pektinolitik dilakukan dengan penambahan larutan No 1 2 4 Kode Isolat H I Q iodium. Indeks hidrolisis baik untuk selulosa maupun pektin diukur dengan menggunakan rumus: Masing-masing bakteri selulolitik dan pektinolitik diidentifikasi menggunakan Kit Microbact GNB 12/B/E. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1. Isolasi Bakteri dari Limbah Kulit Singkong Berdasarkan pada hasil isolasi bakteri yang terdapat pada limbah kulit singkong, ditemukan 3 isolat bakteri dengan kode H, I, dan Q. Selanjutnya isolat-isolat ini akan ditentukan termasuk dalam bakteri selulolitik atau pektinolitik. 2.2. Penentuan Bakteri Selulolitik dan Pektinolitik Terdapat satu spesies bakteri amilolitik dari isolat yang dikumpulkan. Bakteri ini menunjukkan koloni merah dikelilingi zona bening disekitarnya ketika penambahan 1% kongo red dan dibilas dengan 1M larutan NaCl. Selanjutnya indeks hidrolisis selulosa diukur. Terdapat tiga spesies bakteri pektinolitik dari isolat yang dikumpulkan. Pengujian dilakukan dengan melihat bakteri yang menunjukkan zona bening setelah penambahan larutan iodium. Selanjutnya dilakukan pengukuran indeks hidrolisis pektin. Tabel 1 menunjukkan spesies bakteri seluloloitik dan pektinolitik dari limbah kulit singkong yang diambil dari daerah Bondowoso. Indeks hidrolisis selulosa selanjutnya dihitung. Oleh karena bakteri selulolitik hanya satu spesies, maka langsung didapatkan hasil penghitungan indeks hidrolisis seperti yang tertera pada tabel 2. Spesies Bacillus subtilis merupakan bakteri selulolitik dan memiliki indeks hidrolisis 4,09. Indeks hidrolisis pektin dihitung guna mengetahui spesies bakteri yang memiliki indeks hidrolisis pektin tertinggi. Diantara tiga spesies yang ada, Bacillus subtilis memiliki indeks hidrolisis tertinggi yaitu 4,11. Limbah kulit singkong yang dibuang disekitar pabrik tape dapat berkontribusi dalam proses pencemaran lingkungan. Limbah kulit singkong dapat didegradasi oleh beberapa spesies serangga yang ada di dalam tanah dan oleh bakteri indigen yang ada disekitarnya. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini adalah bahwa terdapat bakteri indigen dengan sifat selulolitik dan pektinolitik yang ada disekitar limbah kulit singkong. Salah satu diantara ketiga spesies yang ditemukan, yaitu Bacillus subtilis memiliki kemampuan selulolitik dan pektinolitik. Tabel 1. Bakteri Selulolitik dan Pektinolitik pada Limbah Kulit Singkong Nama Spesies Selulolitik Bacillus circulans Bacillus subtilis + Pseudomonas aeruginosa - Makkadafi et al, Isolasi dan Identifikasi available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ Pektinolitik + + + 264 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Tabel 2. Indeks Hidrolisis Selulolitik No Kode 1 I Spesies Bacillus subtilis UI 4,91 Indeks Hidrolisis U II U III 3,38 4,00 x 4,09 Tabel 3. Indeks Hidrolisis Pektinolitik No Kode 1 2 3 H I Q Spesies Bacillus circulans Bacillus subtilis Pseudomonas aeruginosa Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga spesies yang berhasil diidentifikasi dari tiga isolat. Spesies tersebut antara lain Bacillus circulans, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa. Ogimoto dan Imal (1981) menyebutkan bahwa sebagian bakteri yang bersifat selulolitik berasal dari genus bacillus. Bacillus menghasilkan enzim pendegradasi selulose yaitu xylanase (Wang et al., 2009).Bakteri selulolitik bertindak sebagai biokatalisator guna mempercepat reaksiperubahan selulosa menjadi glukosa 1fosfat (Forgaty, 1983). Penelitian ini juga menujukkan selain bakteri selulolitik, terdapat juga bakteri pektinolitik dalam limbah kulit singkong. Ketiga spesies bakteri yang telah berhasil diidentifikasi dapat menghidrolisis pektin yang merupakan kandungan kulit singkong. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (2006) yang mengemukakan bahwa bakteri pektinolitik yang berhasil diidentifikasi dari tanah adalah genus Micrococcus, Flavobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas. Bakteri pektinolitik mendegradasi pektin menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu galacturonic acid. Galacturonic acid bersifat larut dalam air (Mohnen, 2008). Proses ini diharapkan mampu mengurangi limbah kulit singkong yang selain mengandung selulosa juga mengandung pektin. Hasil penelitan ini membuktikan bahwa terdapat beberapa jenis bakteri selulolitik dan pektinolitik indigen yang ada pada limbah kulit singkong di Bondowoso. Spesies-spesies tersebut adalah Bacillus circulans, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa. Ada bakteri dengan kemampuan degradasi selulosa UI 1,79 3,82 5,15 Indeks Hidrolisis U II U III 1,85 3,00 4,37 4,15 2,86 3,80 x 2,21 4,11 3,94 dan pektin yang tinggi yaitu Bacillus subtilis. Bakteri-bakteri ini dapat dimanfaatkan untuk proses bioremediasi lingkungan sekitar pabrik tape karena kemampuannya dalam degradasi senyawa organik seperti selulosa dan pektin. Disamping itu, spesies-spesies bakteri selulolitik dan pektinolitik yang telah teridentifikasi dalam penelitian ini juga berpotensi dimanfaatkan di daerah yang menghasilkan produk olahan dari singkong dan memiliki masalah cemaran kulit singkong. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Terdapat satu spesies bakteri selulolitik yang ada di limbah kulit singkong yaitu Bacillus subtilis. 2. Terdapat tiga spesies bakteri pektinolitik yaitu Bacillus circulans, Bacillus subtilis, dan Pseudomonas aeruginosa. 3. Indeks hidrolisis selulosa dari Bacillus subtilis adalah sebesar 4,09 4. Indeks hidrolisis terbesar pada bakteri pektinolitik dimiliki oleh Bacillus subtilis sebesar 4,11. UCAPAN TERIMAKSIH Terimakasih kepada para pengolah tape singkong yang berada di wilayah Bondowoso dan sekitarnya karena mengizinkan pengambilan sampel dilakukan disekitar pabrik pengolahan tape. Selain itu penulis ucapkan terimakasih atas bantuan yang diberikan oleh rekan— rekan asisten laboratorium mikrobiologi yang mendampingi penulis dalam melakukan penelitan. DAFTAR RUJUKAN Screenath, H.K., Nanjundaswamy, A.M., and Sreekantiah, K.R. 1987. Effects of Various cellulases and pectinases on viscosity reduction of mango pulp. J. Food Science. 50 (1) 230-231 Makkadafi et al, Isolasi dan Identifikasi available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 265 PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Jayani RS., Shukla SK., Gupta R. 2010. Screening of bacterial strain for polygalacturonase activity: its production by Bacillus sphaericus (MTCC 7542) Enzyme Res Vol 10 Ogimoto, K., & Imai, S. (1981). Atlas of rumen microbiology. Tokyo, Japan Scientific Societies Press Rukmana R. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Paska Panen. Kanisius. Yogyakarta Fogarty,W.M. 1983. Microbial Enzyme and Biotechnology. London: Applied Sciences Publishing. Padonou, S.W., Nielsen, .S., Hounhouigan, D.J., Thorsen, L., Nago, C.M. and Jakobsen, M. (2009) The microbiota of Lafun, an African traditional cassava food product. Int J Food Microbiol 133, 22–30 Dewi, UU., 2006. Identifikasi Bakteri Pektinolitik asal tanah dan air tambak yang menghasilkan ikan bercitarasa lumpur. (Tesis Tidak Dipublikasikan). Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya Alam M. Z., Machhur, M. A., dan Anwar M. N. 2004. Isolation, Purification, Characterization of Cellulolytic Enzymes Produced by Streptomyces amiyaensis. Journal Biology Science. 7(10): 16471653 Mohnen, Debra. 2008. Pectin structure and biosynthesis. Current Opinion in Plant Biology. 11:266-277 doi:10.1016/j.pbi.2008.03.006. Makkadafi et al, Isolasi dan Identifikasi available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ 266