BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1.
Model Pembelajaran
a.
Pengertian Model Pembelajaran
Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian
model pembelajaran, seperti yang diungkapkan Meyer dalam Trianto
(2009: 21) bependapat bahwa “model adalah suatu obyek atau konsep
yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal sebagai sesuatu
yang nyata dan konversi untuk mengubah sebuah bentuk yang lebih
komperehensif”. Sedangkan “pembelajaran adalah proses interaksi siswa
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu kondisi yang disengaja
diciptakan agar terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku
yang dimaksud menyangkut perubahan perubahan yang terjadi secara
sadar, kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif serta tidak
bersifat sementara, memiliki tujuan atau teraeah, dan perubahan
mencakup seluruh aspek tingkah laku. (Jazuli, 2008: 138)
Dewey dalam Suyanto dan Asep (2013: 134) mendefinisikan
model pembelajaran sebagai a plan or pattern that we can use to design
face-to-face teaching in classroom or tutorial settings and to shape
instructional material. ( suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan
untuk merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di luar
kelas, serta untuk menyusun materi pembelajaran). Dari pengertian
tersebut dapat dipahami bahwa: 1) model pembelajaran merupakan
kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata
pelajaran sesuai dengan karakter kerangka dasarnya; 2) model
10
11
pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya
dengan landasan filosofis dan pedagogis yang melatarbelakanginya.
Joyce dan Weil dalam Rusman (2014: 133) berpendapat bahwa
model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat
dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran
yang sesuai
dan
efisien
untuk
mencapai
tujuan
pendidikannya. Suyanto dan Asep (2013: 134) juga berpendapat bahwa
model-model pembelajaran ini dapat diklasifikasi kalau diperhatikan
berdasarkan tujuan pembelajaran karena tiap pelajaran memiliki target
dan tujuan berbeda, demikian juga pola urutannya. Urutan materi
pelajaran perlu diperhatikan karena untuk materi-materi tertentu ada yang
harus runtut ada pula yang bisa tidak runtut dan sifat lingkungan
belajarnya.
Dahlan dalam Nurlaela (2001: 1) berpendapat bahwa suatu
model mengajar dapat diartuikan sebagai suatu rencana atau pola yang
digunakan dalam penyusunan kurikulum, mengatur materi pelajaran dan
memeberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Model pembelejaran
merupakan rencana dalam mengajar yang direkayasa sedemikian rupa
untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengajaran. Rencana pengajaran
ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran. Hal ini
senada dengan pendapat Joyce dalam Trianto (2009:22) bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dan
lain-lain. Sementara Soekamto dalam Trianto (2009: 22) menjelaskan
bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
12
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
bagi
para
perancang
pembelajaran
dan
para
pengajar
dalam
penggunaan
model
merencanakan mengajar.
Terdapat
dua
macam
alasan
dari
pembelajaran, yaitu pertama, istilah model mempunyai makna yang lebih
luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Kedua, modeidapat pula
berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting dalam mengajar di
kelas.
Model
itu
sendiri
diklasifikasikan
berdasarkan
tujuan
pembelajaran, sintaks, dan sifat dari lingkungan belajarnya. Penggunaan
model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan
pembelajaran tertentu pula dan bukan tujuan pembelajaran yang lain.
(Jamil, 2014: 143-144)
Sedangkan
menurut
Jamil
(2014:
144),
fungsi
model
pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat
dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga
dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut
serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model
pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat
dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu
dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaanperbedaan ini, diantaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu
menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan
lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.
13
b. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Pada umumnya, model-model pembelajaran yang baik memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut:
a) Memiliki prosedur yang sistematis. Sebuah model pembelajaran bukan
sekedar gabungan berbagai fakta yang disusun secra sembarangan,
melainkan prosedur yang sistematis untuk memodifikasi perilaku siswa,
yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu; b) Hasil belajar
dirumuskan secara khusus. Setiap model pembelajaran wajib menentukan
tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai oleh siswa. Pencapaian ini
dilakukan melalui rincian kerja siswa yang dapat diamati. Artinya, apa
yang harus ditunjukkan oleh siswa disusun secara rinci dan khusus; c)
Penetapan lingkungan secara khusus. Menetapkan keadaan lingkungan
secara spesifik dalam model pembelajaran. Hal ini perlu diperlu
dilakukan agar siswa bisa belajar secara kondusif; d) Ukuran keberasilan.
Model pembelajaran harus menetapkan criteria keberasilan unjuk kerja
yang
diharapkan
oleh
siswa.
Model
pembelajaran
senantiasa
menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk
perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan
menyelesaikan urutan pembelajaran. e) Interaksi dengan lingkungan.
Semua model pembelajaran menerapkan cara yang memungkinkan siswa
melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan belajar. (Suyanto
dan Asep, 2013: 137)
Model pembelajaran juga memiliki empat ciri khusus yang
tidak dimiliki oleh strategi ataupun prosedur tertentu lainnya, antara lain:
(1)
rasional
teoretik
yang
disusun
oleh
para
pencipta
atau
pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana
siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. (Jamil, 2014: 143)
14
Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan
sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap
pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang
fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf banyak
konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar siswa,
di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan
yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari
kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa.
c.
Unsur Penting Model Pembelajaran
Berdasarkan pendapat Jamil (2014: 144), bahwa sesuatu
dapat dijadikan model pembelajaran, jika mengandung unsur-unsur
penting, di antaranya: 1) memiliki nama, 2) merupakan landasan filosofis
pelaksanaan pembelajaran, 3) melandaskan pada teori belajar dan teori
pembelajaran, 4) mempunyai tujuan/maksud tertentu, 5) memiliki pola
langkah kegiatan belajar-mengajar (sintaks) yang jelas, 6) mengandung
komponen-komponen, seperti guru, siswa, interalcsi guru dan siswa, dan
alat untuk menyampaikan model.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka
konseptual yang menggambarkan suatu bentuk perencanaan yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran serta
untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran guna mencapai
tujuan belajar tertentu. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang
terjadi dua arah yaitu guru dan siswa. Agar komunikasi berjalan dengan
baik, guru harus melibatkan siswa dalam setiap kegiatan belajar
mengajar, sehingga terjadi hubungan yang seimbang antara siswa dan
guru. Dengan keseimbangan komunikasi tersebut diharapkan situasi
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak ada rasa takut
untuk bertanya maupun berpendapat.
15
2.
Model Direct Instruction atau Model Pembelajaran Langsung
a.
Pengertian Model Direct Instruction atau Model Pembelajaran
Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan
active teaching. Pembelajaran ini juga dinamakan whole class teaching
atau pengajaran seluruh kelas. Penyebutan ini mengacu pada gaya
mengajar dimana guru terlibat aktif dalam menyusun isi pembelajaran
kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada
seluruh kelas.
Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang paling umum
digunakan di Indonesia. Huitt pada Suyanto (2013: 138) menyatakan
bahwa pembelajaran ini sepenuhnya diarahkan oleh guru. Karakteristik
dari model pembelajaran merupakan cara yang efektif untuk memberikan
informasi dari sub topik secara bertahap. Selain itu, strategi ini juga
menggunakan banyak contoh, gambar-gambar, dan demontrasi (untuk
menjembatani antara konsep-konsep konkret dan abstrak). Dan yang
paling penting adalah bahwa strategi ini efektif dalam penggunaan
waktu, menjaga perhatian siswa, serta paling mudah dalam perencanaan
dan penggunaannya. Sedangkan menurut Sofyan Amri dan Iif Khoiru
(2010: 39) menjelaskan Model Direct Intruction atau pembelajaran
langsung adalah model pembelajaran yang direncanakan untuk
mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna membangun minat,
menimbulkan rasa ingin tahu dan merangsang untuk berfikir.
Pembelajaran langsung adalah satu model yang menggunakan
peragaan dan penjelasan yang digunakan dengan pelatihan dan umpan
balik siswa untuk membantu mereka untuk mendapatkan pengetahuan
dan ketrampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh.
Pembelajaran langsung didasarkan pada bangunan penelitian yang luas
16
dan terutama efektif saat berhadapan dengan siswa bermotif prestasi
rendah dan siswa dengan kesulitan belajar. (Paul Eggen, 2012: 368)
Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction) juga merupakan
suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah. Model pengajaran langsung ini
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
bertahap, selangkah demi selangkah (Wawan, dkk, 2010: 8). Hal tersebut
juga sejalan dengan pendapat Arend dalam Trianto (2009: 41)
menjelaskan pengertian model pembelajaran langsung merupakan salah
satu pendekatan mengajar yang merancang khusus untuk menunjang
proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat
diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.
Strategi pembelajaran langsung dirancang untuk mengenalkan
siswa terhadap mata pelajaran untuk membangun minat, menimbulkan
rasa ingin tahu, serta merangsang siswa untuk berfikir. Siswa tidak
berkembang apabila dipikirkan siswa dikembangkan oleh guru karena
banyak guru membuat kesalahan dalam mengajar yaitu sebelum siswa
merasa terlibat dalam proses belajar mengajar dan siap secara mental,
guru sudah memberi materi pembelajaran. Walaupun model Direct
Instruction ini berpusat pada guru, tetapi tetap melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran yaitu dengan memperhatikan, mendengarkan, Tanya
jawab, dan bukan berarti guru bersikap otoriter, dingin, dan tanpa humor.
Hal ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan
memberikan harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan
baik. Dalam pembelajaran langsung, penguasaan konsep dan perubahan
17
perilaku siswa dilakukan secara deduktif. Guru sebagai penyampai
informasi sudah seharusnya melakukan variasi gaya mengajar, variasi
media agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan membosankan.
Pengembangan model pembelajaran langsung dilandasi oleh latar
belakang teoretik dan empirik tertentu. Di antaranya adalah ide-ide dari
bidang sistem analisis, teori pemodelan sosial dan perilaku serta hasil
penelitian tentang keefektifan guru dalam melaksanakan fungsinya.
(Jamil, 2014: 231)
Model pembelajaran langsung memerlukan pengelolaan guru
dengan cermat, dalam hal alokasi waktu, kejelasan dalam memberikan
pengetahuan atau keterampilan baru harus disajikan tahap demi tahap.
Selain itu, guru harus mampu menciptakan kondisi lingkungan (suasana)
belajar yang berorientasi pada tugas. Hal ini mungkin terjadi bila guru
memiliki kemampuan mengajar yang efektif. (Jamil, 2014: 230)
Dalam menciptakan lingkungan atau suasana belajar, model
pembelajaran langsung memerlukan perilaku khusus dan beberapa
keputusan guru selama merencanakan dan melaksanakannya. Tekanan
dalam melaksanakan model pembelajaran langsung adalah agar siswa
menguasai pengetahuan yang berupa pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan
tentang sesuatu, contohnya siswa dapat menjelaskan konsep variabel.
(Jamil, 2014: 230)
Adapun Ciri-ciri model Direct Instruction menurut Trianto
(2009: 41) yakni: 1) adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model
pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar; 2) fase atau pola
keseluruhan dan atau kegiatan pembelajaran; 3) sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran
tertentu berlangsung dengan berhasil.
18
Model pembelajaran Direct Instruction menurut Arends (1997)
dalam Jamil (2014: 229) memiliki tujuan seperti berikut: direct
instructions aims at accomplishing two major learner outcomes: mastery
of well structured academic content and acquisition of all kinds of skill.
Artinya, pembelajaran langsung memiliki dua tujuan utama, yaitu agar
siswa menguasai bahan pelajaran dan memiliki berbagai keterampilan.
b. Fase-fase Model Direct Instruction
Pada model pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang
penting. Pada awal pembelajran guru menjelaskan tujuan dan latar
belakang pembelajaran. Selain itu guru juga menyiapkan siswa untuk
memasuki pembelajaran materi baru dengan meningkatkan kembali pada
hasil belajar yang telah dimiliki siswa, yang relevan dengan materi yang
akan dipelajari (apersepsi). Fase ini dilakukan untuk memberikan
motivasi pada siswa agar berperan penuh pada proses pembelajaran.
Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi materi ajar atau demonstrasi
mengenai
keterampilan
tertentu.
Pada
fase
mendemontrasikan
pengetahuan, hendaknya guru memberikan informasi yang jelas dan
spesifik kepada siswa, sehingga akan memberi dampak yang positif
terhadap proses belajar siswa. Kemudian, guru memberi kesempatan
kepada siswa untuk melakukan latihan dan memberi umpan balik
terhadap keberhasilan siswa. Pada fase ini, siswa diberi kesempatan
untuk menerapkan pengetahuan atau ketrampilan yang dipelajarinya
dalam kehidupan nyata. Fase-fase tersebut dapat disajikan pada table
berikut ini. (Suyanto dan Asep, 2013: 139)
19
Tabel 2.1. Fase-fase Dalam Model Direct Instruction
FASE
1. Menyampaikan tujuan
mempersiapkan siswa.
PERAN GURU
dan Menjelaskan
tujuan,
materi
prasyarat, memotivasi siswa, dan
mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan
pengetahuan dan ketrampilan.
Memvisualisasikan keterampilan
atau menyajikan informasi tahap
demi tahap.
3. Memberikan bimbingan.
Mengarahkan siswa.
4. Mengecek pemahaman dan Mengecek kemampuan siswa dan
memberikan umpan balik .
memberikan umpan balik.
5. Memberikan
latihan
penerapan konsep.
dan Mempersiapkan latihan untuk
siswa mengoprasikan konsep yang
dipelajari pada kehidupan seharihari.
(Sumber: Suyanto dan Asep, 2013: 139)
Hal tersebut juga di ungkapkan oleh Bruce Joyce dan Marsha
Weil pada Wawan, dkk, (2010: 8) yaitu model pembelajaran Direct
Instruction memiliki lima fase yang sangat penting. Kelima fase tersebut
adalah fase Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, fase
presentasi atau demonstrasi, fase Membimbing pelatihan, fase Mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balikdan, fase Memberikan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, yang membutuhkan
peran berbeda dari pengajar.
Penjelasan di atas juga sama dengan pendapat Jamil (2014: 233235) dari tabel di atas secara teperinci diuraikan fase-fase dari model
pernbelajaran langsung sebagai berikut.
20
1. Menyampaikan dan Menetapkan Tujuan Pembelajaran
a. Menyampaikan Tujuan
Pengajar memberikan penjelasan tujuan pembelajaran serta
mempersiapkan siswa untuk belajar. Tujuan langkah ini untuk
menarik perhatian dan rnem.usatkan perhatian siswa, serta
memotivasi siswa agar berperan dalam pembelajaran.
b. Menyiapkan Siswa
Kegiatan
ini
bertujuan
untuk
rnenarik
perhadan
siswa,
memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan
mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah yang relevan
dengan pokok pembicaran yang akan dipelajari. Menyiapkan
siswa dapat dilakukan dengan cara rnenyampaikan pertanyaan
untuk mengetahui pengetahuan awal siswa yang mungkin akan
mendukung
pada
pemahaman
konsep
atau
pengetahuan
prosedural yang akan diberikan.
2. Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan
Saat mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan oleh
guru, yang perlu diperhatikan adalah kejelasan dalam rnelakukan dan
menjelaskannya. Kunci untuk berhasil ialah mempresentasikan
informasi
sejelas
mungkin
dan
mengikuti
langkah-langkah
dernonstrasi yang efektif. Kejelasan dicapai melalui perencanaan dan
pengorganisasian materi dengan struktur yang baik. Agar kejelasan
tahap demi tahap dicapai, sebaiknya guru membuat analisis tugas.
Tujuan yang akan dicapai dipecah menjadi tujuan-tujuan langkahlangkah yang lebih kecil dan mengurutkannya mulai dari tugas akhir
kemudian mundur selangkah demi selangkah.
21
3. Memberikan Latihan Terbimbing
Dalam tahap ini perlu diperhatikan adalah cara guru
mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing" beberapa
poin yang dapat dijadikan acuan, sebagai berikut.
a. Berikan siswa kesempatan untuk melakukan latihan singkat dan
bermakna. Jika keterampilannya kompleks, pada awal pelatihan
perlu disederhanakan.
b. Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai konsep/
keterampilan yang dipelajari. Penguasaan demikian ditandai oleh
kemampuan siswa melakukan keterampilan secara otomatis.
4.
Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik
Fase ini mirip dengan apa yang disebut resitasi. Fase ini
ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh guru
kepada siswa dan siswa memberikan jawaban yang menurut pendapat
mereka benar (Arends, 1997). Tugas paling penting bagi guru dalam
menggunakan model pembelajaran langsung adalah memberikan
siswa umpan balik yang bermakna dan pengetahuan tentang hasil
latihan yang diperoleh siswa. Tanpa umpan balik spesifik, siswa tak
mungkin dapat memperbaiki kekurangan atau kesalahannya, dan tidak
dapat mencapai tingkat penguasaan keterampilan yang mantap.
Dalam memberikan umpan balik, berikan bantuan agar fokus
perhatian siswa pada proses bukan pada hasil. Dengan demikian,
siswa akan memahami bahwa hasil yang baik akan diperoleh bila
proses yang ditempuh telah dilakukan dengan benar. Umpan balik
negatif sebaiknya diiringi dengan demonstrasi cara melakukan
prosedur
dengan
benar.
Misalnya,
kita
mengatakan
"cara
menimbangmu salah!" Perkataan demikian maknanya masih kurang
jelas bagi siswa. Sebaiknya dalam menimbang ada beberapa langkah
22
yang harus dilakukan siswa. Tahapan langkah ini yang harus
dijelaskan guru pada tahapan mana siswa masih salah. Selanjutnya,
guru mendemonstrasikan tahap atau langkah yang benar.
5.
Memberikan Perluasan Latihan Mandiri
Bentuk latihan mandiri dapat berupa pekerjaan rumah atau
latihan mandiri yang digunakan untuk memperpanjang waktu belajar.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan
tugas mandiri di antaranya: a) pilih tugas mandiri yang dapat
dikerjakan oleh siswa di rumah secara mandiri; b) tugas kelanjutan
dari proses pembelajaran, tetapi merupakan pelatihan atau persiapan
untuk pertemuan berikutnya.
Di lain pihak, Slavin (1994) mengemukakan tujuh langkah
dalam sintaks pembelajaran langsung, sebagai berikut.
a. Guru memaparkan tujuan pembelajaran serta hal apa saja yang
harus dipelajari oleh siswa.
b. Guru memberikan apersepsi dalam bentuk review pengetahuan dan
keterampilan prasyarat. Hal ini dilakukan untuk mengungkap
Pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
c. Guru menyampaikan materi pelajaran secara langsung dengan
menyajikan
informasi,
memberikan
contoh-contoh,
rnaupun
mendemonstrasikan konsep.
d. Guru melakukan pembimbingan, baik dengan mernberikan
pertanyaan untuk menguji pemahaman siswa maupun mengoreksi
kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa.
e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih secara
individu atau kelompok berdasarkan pengetahuan baru yang telah
diperoleh termasuk melalui pembimbingan.
23
f. Guru menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik positif
terhadap keberhasilan siswa. Jika siswa belum berhasil, guru perlu
memberikan bimbingan kembali.
g. Guru memberikan latihan secara mandiri untuk meningkatkan
pemahaman siswa akan materi yang telah dipelajari. (Jamil, 2014:
236)
c.
Kelebihan dan Keterbatasan Model Direct Instruction
Kelebihan pembelajaran direct instruction adalah sebagai
berikut: 1) enthusiastic atau antusiasme; 2) warm accepting atau tercipta
suasana belajar yang hangat dan demokratis; 3) humorous; 4) supportive;
5) encouraging atau berisi ajakan; 6) adaptable flexible atau
penyampaian materi disesuaikan kondisi kelas; 7) knowledgeable atau
mengandung unsure pengetahuan; 8) hold-high expectations for student
success atau memiliki harapan yang tinggi akan kesuksesan siswa.
(Wulan widayati, 2010: 18)
Sedangkan Kelebihan model pembelajaran langsung menurut
(Jamil, 2014: 236-237), antara lain sebagai berikut: 1) Guru dapat
mengendalikan isi materi dan urutan materi yang akan diberikan ke
siswa; 2) Model ini memungkinkan untuk diterapkan secara efektif dalam
kelas yang besar maupun kecil; 3) Melalui pembimbingan, guru dapat
menekankan hal-hal penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin
dihadapi siswa; 4) Merupakan cara yang paling efektif untuk
mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit
kepada siswa yang berprestasi rendah karena guru memberikan
bimbingan secara individual; 5) Informasi yang banyak dapat
tersampaikan dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara
setara oleh seluruh siswa; 6) Salah satu metode yang dipakai dalam
model ini adalah ceramah. Metode ceramah merupakan cara yang
bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak
24
suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun
dan menafsirkan informasi; 7) Model pembelajaran langsung yang
menekankan kegiatan mendengar (misalnya, ceramah) dan mengamati
(misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar
dengan cara-cara ini; 8) Model pembelajaran langsung (terutama
demonstrase dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan
kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan
observasi (kenyataan yang mereka lihat); 9) Model pembelajaran ini
berguna bagi siswa yang tidak memiliki kepercayaan diri atau
keterampilan dalam melakukan tugas seperti yang didemonstrasikan oleh
guru.
Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung menurul Jamil
(2014: 237-238), sebagai berikut: l) Tidak semua siswa memiliki
kemampuan untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat dengan
baik. Oleh karena itu, guru masih harus mengajarkan dan membimbing
siswa; 2) Guru kadang kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman,
gaya belajar, atau ketertarikan siswa; 3) Kesempatan siswa untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal terbatas karena
partisipasi aktif lebih banyak dilakukan oleh guru; 4) Kesuksesan
pembelajaran ini sangat bergantung pada guru. Jika guru siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat
belajar dengan baik; 5) Model pembelajaran ini dapat berdampak negatif
terhadap
kemampuan
penyelesalan
masalah,
kemandirian,
dan
keingintahuan siswa karena ketidaktahuan siswa akan selesai dengan
pembimbingan guru; 6) Model pembelajaran langsung membutuhkan
keterampilan komunikasi yang baik dari guru. Jika komunikasi tidak
berlangsung efektif, dapat dipastikan pembelajaran tidak akan berhasil;
7) Guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenal pemahaman
siswa, sehingga dapat berakibat pada ketidakpahaman siswa atau
25
kesalahpahaman siswa; 8) Model pembelajaran ini akan sulit cliterapkan
untuk materi.-materi yang abstrak dan kompleks; 9) Jika model
pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat
sedikit isi materi yang disampaikan; 10) Siswa menjadi tidak
bertanggung jawab mengenai materi yang harus dipelajari oleh dirinya
karena menganggap materi akan diajarkan oleh guru.
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran direct instruction adalah suatu pendekatan yang membantu
siswa untuk mempelajari pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan tentang
berkarya seni tiga dimensi, dan pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan
tentang proses pembuatan karya tiga dimensi dengan paper quilling. Model
pembelajaran langsung berpusat pada guru (teacher oentered) dan
melandaskanada tiga ciri: tipe siswa yang dihasilkan, alur atau sintaks dalam
proses pembelajarannya, dan lingkungan (suasana) belajarnya. Metode
Pembelajaran direct instruction dapat berbentuk demonstrasi, pelatihan,
kelompok kerja, sehingga metode pembelajaran ini setingkat lebih maju dari
pada metode pembelajaran konvensional ceramah dan diskusi tanpa
mengesampingkan peran guru sebagai fasilitator serta pengelola kelas. Tetapi
model pembelajaran direct instruction mempunyai kekurangan yakni
keberhasilan model ini sangat terbatas oleh kemampuan guru dalam
mengelola kelas dan menanamkan konsep materi kepada siswa, sehingga
guru harus terlibat aktif dalam mengusung isi pembelajaran kepada peserta
didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh siswa melalui lima
fase penting yaitu 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa; 2)
Mendemonstrasikan
pengetahuan
dan
ketrampilan;
3)
Memberikan
bimbingan; 4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik; 5)
Memberikan latihan dan penerapan konsep.
26
3.
Kualitas Pembelajaran
Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian mutu
atau efektifitas atau kualitas, seperti yang dikemukakan oleh Edward Sallis
dalam Agung (2010: 33) menjelaskan pengertian mutu adalah sebuah filosofis
dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahanperubahan esternal yang berlebih.
Sementara menurut Sudarwan Danim
dalam Zamroni (2007: 125) bahwa mutu pendidikan mengacu pada masukan,
proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi
yaitu: 1) kondisi baik atau tidaknya masuknya sumber daya manusia; 2)
memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku,
kurikulum, prasarana sekolah, dll; 3) memenuhi atau tidaknya masukan
berupa perangkat lunak, seperti: peraturan, struktur organesasi, dan deskripsi
kerja; 4) mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti: visi,
motifasi, ketekunan, dan cita-cita.
Etziono dalam Wulan Widayati (2010: 6) secara definisi efektifitas
dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dan mencapai tujuan dan
sasarannya. Efektifitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih
luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun diluar diri seseorang.
Dengan demikian efektifitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas,
akan tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi sikap orangnya.
Dalam pembelajaran efektif dan bermakna peserta didik perlu
dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat kegiatan Pembelajaran
serta pembentukan kompetensi, dan karakter. Peserta didik harus dilibatkan
dalam tanya jawab yang terarah, dan mencari pemecahan terhadap berbagai
masalah pembelajaran. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan
informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat diterima
oleh akal sehat. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi,
dan perdebatan, dalam rangka mencapai pengertian yang sama terhadap
setiap materi standar. Melalui pembelajaran efektif dan berrnakna,
27
kompetensi dapat diterima dan tersimpan lebih baik, karena masuk otak dan
membentuk karakter melalui proses yang logis dan sistematis.
Dalam pembelajaran efektif dan bermakna, setiap materi pelajaran
yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengalaman sebelumnya. Materi
pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah
ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan
dipahami peserta didik, kemudian guru menambahican unsur-unsur
pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan
kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. (Mulyasa, 2013: 103-104)
Beeby dalam Noesan (2003) dalam Nur Zazin (2011: 65-66) dapat
dilihat dari perspektif ekonomi, sosiologi, dan pendidikan. Dari perspektif
ekonomi, pendidikan yang bermutu dapat meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia sehingga dapat berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
masvarakat. Sedangkan, menurut Bowen (1980) dalam Nur Zazin (2011: 66),
pendidikan dapat memberikan keuntungan dalam bentuk moneter melalui
peningkatan kemampuan dan keterampilan individu sehingga mereka dapat
bekerja dan berpenghasilan yang akan berdampak kepada peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dari segi sosiologis, mutu pendidikan berarti
pendidikan vang bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
lingkungannya dalam hubungan dengan kelompok (seperti interaksi sesama
anggota
masyarakat),
perkembangan
budaya,
serta
mempersiapkan
masyaralut untuk menerima perubahan dan perkembangan teknologi. Dalam
perspektif pendidikan dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses
pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengambangkan potensinya di
masyarakat, serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis.
Dengan demikian, untuk mengetahui pendidikan yang bermutu,
perlu dikaji mutu dari segi proses, sebagaimana produk maupun sisi internal
dan kesesuaian. Dari segi proses, mutu pendidikan berarti keefektifan dan
efisiensi seluruh faktor yang berperan dalam proses pendidikan. Faktor
28
tersebut adalah sebagai berikut: a) Kualitas guru; b) Sarana dan prasarana; c)
Suasana belajar; d) Kurikulum yang dilaksanakan; e) Pengelolaan sekolah.
(Zamroni, 2007:2)
Proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan
tetapi agar proses itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil output
harus di rumuskan terlebih dahulu, dan taget yang akan dicapai untuk setiap
kurun waktu tertentu harus jelas. Selain itu sebagai input dan proses harus
selalu mengacu pada mutu hasil output yang ingin dicapai. (Zamroni, 2007:
133)
Proses pendidikan yang bermutu, tercakup berbagai input, seperti
bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi, administrasi,
sarana dan prasarana, sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang
kondusif. (Zamroni, 2007: 133)
Pembelajaran
menyenangkan,
efektif
dan
bermnakna
dapat
dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur sebagai berikut:
1.
pemanasan dan Apersepsi
pernanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan
peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang
menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru.
Pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakijkan dengan prosedur sebagai
berikut: a) pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan
dipahami peserta didik; b) peserta didik dimotivasi dengan bahan ajar
yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka; c) peserta didik
digerakkan agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang
baru.
2.
Eksplorasi.
Eksplorasi
merupakan
tahapan
kegiatan
pembelajaran
untuk
mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah
29
dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh dengan prosedur
sebagai berikut: a) Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar
yang harus dimiliki oleh peserta didik; b) Kaitkan materi standar dan
kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang
sudah dimiliki oleh peserta didik; c) Pilihlah metode yang paling tepat,
dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta
didik terhadap materi standar dan kompetensi baru.
3.
Konsolidasi Pembelajaran.
Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam
pembentukan kompetensi dan karakter, serta menghubungkannya dengan
kehidupan peserta didik. Konsolidasi Pembelajaran ini dapat dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut: a) Libatkan peserta didik secara aktif
dalam menafsirkan dan memahami materi dan kompetensi baru; b)
Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pernecahan masalah
(problem solving), terutama dalam masalah-masalah aktual; c) Letakkan
penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi standar dan
kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam
lingkungan masyarakat; d) Pilihlah metode yang paling tepat sehingga
materi standar dapat diproses menjadi kompetensi dan karakter peserta
didik,
4.
Pembentukkan Sikap, Kompetensi, dan Karakter.
Pembentukan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Dorong peserta didik
untuk menerapkan konsep, pengertian, kompetensi, dan karakter yang
dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; b) Praktekkan pembelajaran
secara langsung, agar peserta didik dapat membangun sikap, kompetensi,
dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian
yang dipelajari; c) Gunakan metode yang paling tepat agar terjadi
perubahan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik secara nyata.
30
5.
Penilaian Formatif.
Penilaian formatif perlu dilakukan untuk perbaikan, yang pelaksanaannya
dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. a) Kembangkan caracara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; b) Gunakan hasil
penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan
peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam
membentuk karakter dan kompetensi peserta didik, c) Pilihlah
metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai. (Mulyasa, 2013: 100-102)
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mutu atau
efektifitas atau kualitas adalah suatu yang mampu meningkatkan perubahan
pada seseorang untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Suatu
kualitas proses belajar dapat dilihat dari strategi, model atau metode
pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk
mengetahui kualitas proses belajar maka perlu adanya penilaian proses belajar
itu sendiri. Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermnakna dapat
dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur sebagai berikut: a) pernanasan
dan Apersepsi; eksplorasi; b) Konsolidasi Pembelajaran; c) Pembentukkan
Sikap, Kompetensi, dan Karakter; e) Penilaian Formatif.
4.
Hasil Pembelajaran
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta
dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai
pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi
yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik
dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif
yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap
(aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta
31
didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu
pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya
interaksi antara guru dengan peserta didik.
Pernbelajaran
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
melibatkan
informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan
siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat
ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan
yang diperlukan untuk menyampaikan informasi. Pembelajaran merupakan
upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima
pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan
pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses utama yang diselenggarakan
dalam kehidupan di sekolah sehingga antara guru yang mengajar dan anak
didik yang belajar dituntut profit tertentu. Ini berarti guru dan anak didik
harus mernenuhi persyaratan, baik dalam pengetahuan, kemampuan sikap dan
nilai, serta sifat-sitat pribadi agar pembelajaran dapat terlaksanakan dengan
efisien dan efektif. (Jamil, 2014: 75-76)
Sanjaya (2008: 102) dalam Jamil mengemukakan kata pembelajaran
adalah terjemahan dari instruction, yang diasumsikan dapat mempermudah
siswa mempelajari segala sesuatu berbagai macam media, seperti bahanbahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya sehingga
semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola
proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru
sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Media pembelajaran merupakan
sarana pembelajaran yang digunakan sebagai perantara dalam proses
pembelajaran untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (1979: 3) dalam Jamil yang
menyatakan bahwa, instruction is a set of event that effect learners in such a
way that learning is facilitated. Oleh karena itu, menurut Gagne, mengajar
32
atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), yang mana
peran
guru
lebih
ditekankan
kepada
bagaimana
merancang
atau
mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan
atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Gagne menyatakan:
Why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to
describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a
human being, not just those set in motion by individual who is a teacher.
Instruction may include events that are generated by a page of print, by are
picture, by a televison program, or by combination of physical objects,
among other thing. Of course, a teacher may play an essential role in the
arrangement of any of these events.
Dengan demikian, kalau dalam istilah mengajar (pengajaran) atau
teaching menempatkan guru sebagai "pemeran utama" memberikan
informasi, dalam instruction guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator,
mengelola berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. (Jamil,
2014:76-78)
Agar kegiatan pembelajaran mencapai hasil yang maksimal perlu
diusahakan faktor penunjang seperti kondisi pelajar yang baik, fasilitas dan
lingkungan yang mendukung, serta proses belajar yang tepat. Proses
pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen siswa
sebagai input, komponen perangkat keras dan lunak sebagai instrumental
input, komponen lingkungan sebagai environmental input, pelaksanaan
pembelajaran sebagai komponen proses, dan akhirnya menghasilkan keluaran
hasil belajar siswa sebagai komponen output.
Mulyasa (2009: 218) mengemukakan penilaian proses dimaksudkan
untuk menilai kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar pada
siswa, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Kualitas
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses,
pernbelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau
33
setidaknya sebagjan besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan
kegairahan dalam belajar yang tinggi, semangat beiajar yang besar, dan rasa
percaya diri sendiri. Sementara dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan
berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri siswa
seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut, proses
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apablia masukan merata,
menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai
bahan penyusunan laporan kemajuan belajar, dan memperbaiki proses
pembeiajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan
terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau
Iisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karva berupa
tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil
pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan
Penilaian Kelompok Mata Pelajaran (BSNP, 2007a: 7-18).
Penilaian pembelajaran berbasis kompetensi meliputi evaluasi
belajar terstruktur (intrakurikuler dan kokurikuler) dan kegiatan siswa di luar
program-program sekolah. Penilaian pembelajaran berbasis kompetensi
dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap akhir tahapan kegiatan
belajar siswa yang dirumuskan dalam setiap tujuan pembelajaran. Semua
siswa (secara individu) harus menyelesaikan semua tahapan kegiatan
belajarnya, dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan
berdasarkan
standar
kompetensi
dan
kompetensi
dasar,
dan
guru
mengobservasi ketuntasan belajar siswa setiap tahapan dan mengukurnya
sesuai standar performance yang harus diunjukkerjakan siswa, sesuai yang
dirumuskan dalam indikator keberhasilan pembelajaran.
34
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran
merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses
belajar siswa. Sedangkan hasil pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa melalui evaluasi belajar.
Pernbelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau
setidaknya sebagjan besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental,
maupun sosial dalam proses pembelajaran.
5.
Karya Seni Tiga Dimensi
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan
media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini
diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume,
warna,
tekstur,
dan
pencahayaan
dengan
acuan
estetika.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_rupa, dikutip pada 1 Januari 2016)
Seperti juga karya seni rupa dua dimensi, pada karya seni rupa tiga
dimensi juga mengandung unsur garis, bentuk, bidang, warna disusun
sedemikian rupa sehingga membentuk obyek tertentu. Unsur ruang
merupakan salah satu ciri pembeda antara karya dua dimensi dengan tiga
dimensi. Obyek karya seni tiga dimensi dapat di lihat lebih dari dua sisi.
Karya seni rupa tiga dimensi dibedakan menjadi karya yang memiliki fungsi
pakai (seni rupa terapan-applied art) dan karya seni rupa yang hanya
memiliki fungsi ekspresi saja (seni rupa murni-pure art). Perbedaan fungsi
ditentukan oleh tujuan pembuatannya. Karya seni rupa sebagai benda pakai
yang memiliki fungsi praktis dibuat dengan pertimbangan kegunaannya.
Dengan demikian bentuk benda atau karya seni rupa tersebut akan semakin
indah dilihat dan semakin nyaman digunakan. Mobil yang kita tumpangi,
35
kursi yang kita duduki, telepon genggam yang kita gunakan adalah juga karya
seni rupa tiga dimensi. (Kemendikbud, 2014: 44-45)
Pembuatan karya seni rupa tiga dimensi yang paling sederhana
sekalipun dilakukan dalam sebuah proses berkarya. Tahapan dalam berkarya
seni rupa tiga dimensi ini seperti juga karya seni rupa pada umumnya, dimulai
dari adanya motivasi untuk berkarya. Motivasi ini dapat berasal dari dalam
maupun diri perupanya. Ide atau gagasan berkarya seni rupa tiga dimensi dari
berbagai media cetak maupun elektronik, kemudian kembangkan hasil
pengamatan menjadi gagasan karya.
Sanyoto (2009: 147, 161-264) juga mengemukakan bahwa suatu
hasil karya seni rupa atau desain dikatakan memiliki nilai seni apabila
setidaknya di dalamnya terdapat tujuh prinsip seni dan desain, antara lain:
a. Irama
Irama/ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir/aliran
yang ajeg, runtut, teratur, terus-menerus. Pengertian ajeg dalam irama
artinya bisa keajegan pengulangan dengan kesamaan-kesamaan, bisa
keajegan pengulanga dengan perubahan-perubahan (dekat), atau bisa
keajegan pengulangan dengan kekontrasan-kekontrasan/pertentanganpertentangan yang kesemuanya dilakukan secara runtut, teratur, terus
menerus seperti sebuah aliran tanpa henti.
Prinsip
irama
sesungguhnya
merupakan
hukum-hukum
“hubungan pengulangan” unsur rupa: bentuk raut, ukuran, arah, tekstur,
warna, value, kedudukan, gerak, jarak, dan lain-lain. Ada tiga
kemungkinan “hubungan pengulangan” unsur-unsur seni rupa yang dapat
membentuk/melahirkan jenis-jenis irama tertentu: (1) Repetisi, yakni
hubungan pengulangan dengan kesamaan ekstrem pada semua unsur-unsur
atau elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya monoton. Repetisi
merupakan keajegan pengulangan dengan kesamaan-kesamaan. (2)
Transisi, yakni hubungan pengulangan dengan perubahan-perubahan dekat
36
atau peralihan-peralihan dekat atau variasi-variasi dekat pada satu atau
beberapa unsur seni rupa yang digunakan, hasilnya harmonis. Transisi
merupakan keajegan pengulangan dengan perubahan-perubahan. (3)
Oposisi, yakni hubungan pengulangan dengan ekstrem perbedaan pada
satu atau beberapa unsur/elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya
kontras. Oposisi merupakan keajegan pengulangan dengan kekontrasan
atau pertentangan.
b. Kesatuan
Kesatuan (unity) merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa.
Unity bisa juga disebut keutuhan. Kesatuan adalah kemanunggalan
menjadi satu unit utuh. Karya seni/ desain harus tampak menyatu menjadi
satu keutuhan. Seluruh bagian atau dari semua unsur/ elemen yang disusun
harus saling mendukung, tidak ada bagian-bagian yang mengganggu,
terasa keluar dari susunan atau dapat dipisahkan.
c. Dominasi
Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus
ada pada karya seni/desain, agar diperoleh karya seni/desain yang
artistik/memiliki nilai seni. Dominasi digunakan sebagai daya tarik.
Karena unggul, istimewa, unik, ganjil. Maka akan menjadi menarik dan
pusat perhatian menjadi klimaks. Jadi dominasi bertugas sebagai pusat
perhatian dan daya tarik. Terdapat empat cara untuk memperoleh
dominasi, antara lain: (1) Dengan kontras discord (kontras berselisih). (2)
Dengan kontras ekstrem. (3) Dengan kelainan/ anomali, keunikan,
keganjilan, atau pengasingan. (4) Dengan keunggulan/ keistimewaan/
kekuatan.
d.
Keseimbangan
Keseimbangan atau balans dari kata balance (Inggris) merupakan
salah satu prinsip dasar seni rupa. Karya seni/desain harus memiliki
37
keseimbangan agar enak dilihat, tenang, tidak berat sebelah, tidak
menggelisahkan, tidak nggelimpang. Ada beberapa jenis keseimbangan,
antara lain: (1) Keseimbangan simetris (symmetrical balance) yaitu
keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan sama
persis, baik dalam bentuk rautnya, besaran ukurannya, arahnya, warnanya,
maupun teksturnya. (2) Keseimbangan memancar (radial balance),
sesungguhnya sama dengan keseimbangan simetri, tetapi kesamaan
polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan
saja, melainkan juga antara ruang sebelah atas dan ruang sebelah bawah.
(3) Keseimbangan sederajat (obvious balance) yaitu keseimbangan
komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa
memedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi, meskipun
memiliki bentuk raut yang berbeda tetapi besarannya sederajat. (4)
Keseimbangan
tersembunyi
(axial
balance),
sering
disebut
juga
keseimbangan asimetris (asymmetrical balance) yaitu keseimbangan
antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan meskipun keduanya
tidak memiliki besaran sama maupun bentuk raut yang sama.
e.
Proporsi/perbandingan
Proporsi dapat diartikan perbandingan atau keseimbangan yakni
dalam satu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya sebanding.
Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa
untuk memperoleh keserasian.
f.
Kesederhanaan
Definisi sederhana adalah tidak lebih dan tidak kurang, jika
ditambah terasa menjadi ruwet dan jika dikurangi terasa ada yang hilang.
Jadi kesederhanaan itu adalah masalah rasa, apakah suatu susunan perlu
dikurangi atau bahkan mungkin perlu ditambah objeknya.
38
g.
Kejelasan
Kejelasan (clarity) artinya mudah dipahami, mudah dimengerti,
tidak memiliki dua atau banyak arti. Prinsip kejelasan sesungguhnya lebih
tepat untuk tujuan tata desain, karena desain adalah seni terap yang
ditujukan untuk kepentingan orang lain. Untuk tujuan seni murni yang
dapat meliputi seni lukis, seni patung, seni grafis, barang kali kejelasan
tidak selalu menjadi prinsip kejelasan atau bahkan tidak diperlukan karena
seni murni cenderung untuk memenuhi tuntutan pribadi si pencipta.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seni rupa adalah
cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa
ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan
mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstuer, dan
pencahayaan dengan acuan estetika. Karya seni rupa tiga dimensi juga
mengandung unsur garis, bentuk, bidang, warna disusun sedemikian rupa
sehingga membentuk obyek tertentu. Unsur ruang merupakan salah satu
ciri pembeda antara karya dua dimensi dengan tiga dimensi. Karya seni
rupa tiga dimensi dibedakan menjadi karya yang memiliki fungsi pakai
(seni rupa terapan-applied art) dan karya seni rupa yang hanya memiliki
fungsi ekspresi saja (seni rupa murni-pure art). Tujuh prinsip seni dan
desain, antara lain: 1) irama; 2) kesatuan; 3) dominasi; 4) keseimbangan;
5) proporsi/perbandingan; 6) kesederhanaan; 7) kejelasan.
6.
Paper Quilling Atau Menggulung Kertas
a.
Pengertian Paper Quilling
Paper quilling dalam bahasa Indonesia disebut dengan seni
menggulung kertas. Pertama kali seni ini muncul dikenal dengan sebutan
“paper filigree”. Menurut Revi Devi Paat (2006: 8), kegiatan
menggulung kertas merupakan sebuah proses dari menggulung dan
39
membentuk kertas-kertas panjang, lalu mengaturnya menjadi suatu
bentuk tertentu. Dari bentuk-bentuk tersebut dapat dihasilkan banyak
desain yang berbeda satu sama lain.
Paper quilling adalah seni kerajinan tangan dengan cara
menggulung kertas, hasil gulungan-gulungan kertas tersebut kemudian
dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu bentuk yang
dekoratif dan artistik (Molly, 2015:5). Sedangkan pengertian paper
quilling menurut Malinda Johnston (1998: 4),”...the craft of arranging
rolled and shaped strips of paper to make desain”, yang artinya
“...kerajinan mengatur gulungan dan membentuk kertas strip untuk
membuat desain”.
Pendapat lain mengatakan bahwa “Quilling is a paper craft,
specifically the art of rolling thin strips of paper around a needle-like
tool, then shaping those coils into intricate shapes and designs.”
(http://www.ezilon.com/articles/6413/1/A-History-of-Quilling
dikutip
pada 1 Januari 2016). Yang artinya bahwa “quilling adalah sebuah
kerajinan kertas, khususnya seni menggulung kertas strip tipis di sekitar
alat seperti jarum, kemudian membentuknya ke dalam desain dan bentuk
gulungan yang rumit”.
Menurut Wikipedia, “Quilling or paper filigree is an art form
that involves the use of strips of paper that are rolled, shaped, and glued
together to create decorative designs”, yang artinya ”quilling atau paper
filigree adalah sebuah bentuk seni yang melibatkan penggunaan kertas
strip yang digulung, dibentuk, dan direkatkan untuk menciptakan desain
dekoratif”. (http://en.m.wikipedia.org/wiki/Quilling dikutip pada 1
Januari 2016)
Malinda Johnston (1993: 9) menyatakan, “the ornate rolls and
scrolls of quillwork were most likely inspired by metal filigree, the art of
shaping fine silver and gold wires...”, yang artinya “ hiasan gulungan dan
40
guliran dari karya quilling terinspirasi oleh kerawang logam, seni
membentuk perak murni dan kawat emas...”.
Sedang menurut Ayu Wulan (2012: 6) menjelaskan bahwa
paper quilling atau menggulung kertas merupakan pengembangan dari
ragam kreasi berbahan kertas. Salah satu kreativitas seni dengan teknik
menggulung kertas dengan ragam ukuran mulai dari 3mm, 4mm, 6mm,
hingga 7mm.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa paper
quilling atau menggulung kertas merupakan seni menggulung kertas
yang dibentuk sedemikian rupa menjadi suatu bentuk gulungan dasar.
Dan dari beberapa bentuk gulungan dasar tersebut kemudian dirangkai
menjadi sebuah karya yang indah dan menarik.
b. Sejarah Paper Quilling
Seni menggulung kertas merupakan seni kuno yang telah ada
sejak abad 15, bahkan mungkin sejak abad 13 atau 14. Seni ini berkaitan
erat dengan sejarah penemuan kertas di negeri Cina. Diyakini bahwa
penggulung-penggulung kertas awalnya adalah para biarawan dan
biarawati Perancis dan Italia. Mereka menggunakan hasil gulungannya
untuk menghiasi benda-benda religius. (Revi, 2006: 8)
Pada abad 18, seni menggulung kertas semakin populer di
Eropa. Seni ini diajarkan pada gadis-gadis muda seiring dengan pelajaran
keterampilan menjahit. Seni ini juga disebarkan ke koloni Amerika. Hasil
karya gulungan mereka digunakan sebagai hiasan untuk mempercantik
gambar dan lukisan, kotak, serta benda-benda lainnya. Seringkali hasil
karya gulungan tersebut dikombinasikan dengan kerang, bunga lilin, dan
juga karya gulungan kawat (Paat, 2006: 8).
Quilling dapat ditemukan di galeri seni di Eropa dan Amerika
dan merupakan seni yang dipraktekkan di seluruh dunia. Berbagai
41
pagelaran pameran paper filigree telah diadakan baik di wilayah benua
Eropa maupun Amerika. Pameran besar quilling yang tercatat sejarah
diantaranya, pada tahun 1988 di Galeri Florian-PappNew York, pada
1992 Festival Internasional Quilling pertama di Raglet Hall, pada 1997
festival kedua di Chesford Grange, Warwickshire. Festival Internasional
Quilling ketiga diselenggarakan di NorthYorkshire pada 2002, dan yang
keempat diselenggarakan di Weston-super-Mare, Somerset pada 2007.
(Ayu Wulan, 2012: 7)
Sedangkan di Indonesia, kreasi paper quilling mulai dikenal
pada abad ke-20. Pada masanya, paper quilling menjadi kreasi elite.
Penggemar, pemerhati, dan pengrajin paper quilling masih terbatas
kalangan karena nilai kreasi ini yang masih tergolong mahal. Hal tersebut
dikarenakan, kertas quilling-nya yang belum di produksi oleh perusahaan
lokal. Perkembangan kreasi ini semakin memasyarakat melalui media
sosial, komunitas craft yang sering mengadakan workshop, serta bukubuku kreasi impor. Kreativitas mulai dipertajam, sehingga penggunaan
kertas quilling tidak terbatas hanya menggandalkan kertas impor. Kertas
HVS warna, kertas fancy, hingga kertas golongan yang kesemuanya
adalah kertas lokal yang mudah didapat, bisa digunakan sebagai bahan
berkreasi paper quilling. (Ayu Wulan, 2012: 8)
c.
Teknik dan Bentuk Paper Quilling
Pada seni menggulung kertas terdapat macam-macam bentuk
dasar. Sehingga dalam membuat paper quilling perlu mengetahui
beberapa teknik quilling, terutama pada bentuk gulungan dasar karena
gulungan ini dapat dibuat berbagai macam bentuk. Bentuk tersebut
penggunakan kertas strip yang telah digulung kemudian untuk membuat
berbagai macam bentuk tersebut kita hanya menekannya dengan jari dan
jadilah bentuk yang di inginkan. Berikut Revi Devi Paat (2006: 17),
menjelaskan bentuk gulungan dasar dalam teknik menggulung kertas:
42
1.
Lingkaran Padat (Tight Circle): Menggulung kertas hingga ujung.
Pada saat menggulung, kertas ditahan dengan jari sehingga lingkaran
yang terbuat tetap padat dan tidak longgar. Pada bagian ujung akhir
dilem lalu direkatkan.
2.
Lingkaran Longgar (Loose Circle): Menggulung kertas hingga
ujung. Setelah sampai ujung, melepaskan kertas dari genggaman jari
dan biarkan kertas melonggar. Kemudian dilem pada bagian ujung
lalu direkatkan.
3.
Embun / air mata (Teardrop): Mengawali dengan membuat
“lingkaran longgar” kemudian menjepit pada salah satu sisi.
4.
Mata (Marquise/Eye): mengawali dengan membuat “lingkaran
longgar” kemudian menjepit kedua sisi yang saling berseberangan.
5.
Bujur sangkar (Square): mengawali dengan membuat “mata”
kemudian menjepit kedua sisi berseberangan yang berbeda di antara
sisi-sisi yang sebelumnya telah dijepit untu membentuk mata.
Selain bentuk gulungan dasar terdapat juga bentuk rolls dan
scrolls. Gulungan ini juga dapat digunakan untuk menambah variasi
dalam bentuknya. Dalam pembuatan teknik dan bentuk rolls maupun
scrolls hampir sama dengan gulungan dasar yakni dengan menggulung
kertas strip kemudian dibentuk sedemikian rupa menggunakan jari.
Dalam hal ini tentunya ada hal yang perlu diperhatikan yaitu kerapian.
Apabila dalam proses menggulung dan mengelemnya rapi, maka dapat
menghasilkan gulungan yang baik. Setelah proses menggulung kertas
selesai, maka kertas gulungan dapat disusun menjadi sebuah pola sesuai
dengan keinginan.
Menurut Malinda Johnston (1993: 24), teknik dan bentuk rolls
antara lain:
1.
Shaped Teardrop: Gulung dan lem lingkaran longgar, jepit salah satu
sisi dan lengkungkan dalam satu arah.
43
2.
Crescent: Membuat bentuk tetes air mata (teardrop). Kemudian jepit
ujung satu dan ujung lainnya yang berlawanan arah dengan ujung
yang pertama. Lengkungkan dua ujung terhadap satu sama lain.
3.
Rectangle: Membuat bentuk marquise (mata). Putar sedikit dan lagi
pada dua sisi yang berlawanan.
4.
Triangle: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit tiga ujung secara
bersamaan dengan menekan longkaran diantara ibu jari dan jari
telunjuk dan dorong melawan sisi dengan satu jari di sisi lain
5.
Bunny Ear: Gulung dan lem lingkaran longgar. Kemudian buat
lekukan bulan pada satu sisi.
6.
Half Circle: Gulung dan lem lingkaran longgar. Ratakan satu sisi
dengan menjepit lingkaran pada dua ujung.
7.
Arrow: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit ujung pada satu sisi
kemudian buat lekukan runcing di sisi yang berlawanan. Pastikan
bahwa ketiga ujung sangat runcing.
8.
Holly Leaf: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit lima atau enam
titik (ujung). Buat lekukan bulat antara tiap dua titik (ujung).
Sedangkan Malinda Johnston (1993: 24-25) juga menjelaskan
tentang bentuk dan teknik scrolls, yaitu sebagai berikut:
1.
Loose scroll: Menggulung kertas hingga akhir dan membiarkan
ujung kertas melonggar.
2.
Open heart: Melipat kertas pada pusatnya, kemudian menggulung
masing-masing ujung kertas menuju arah lipatan.
3.
V scroll: Melipat kertas pada pusatnya. Kemudian menggulung
masing-masing ujung kertas ke arah luar. Untuk membuat “V” scroll
yang tertutup, lem permukaan dalam dari bagian dalam dilipat
bersama-sama.
4.
S scroll: Menggulung salah satu ujung kertas ke arah tengah kertas.
Kemudian menggulung ujung lainnya ke tengah dengan arah yang
berlainan untuk membuat bentuk “S”.
44
5.
C scroll: Menggulung kedua ujung kertas menuju ke arah tengah
kertas.
Gambar 2.1 Bentuk Dasar Gulungan Rolls dan Srcolls
Sumber: (Johnston, 1993: 22)
Selain bentuk dan teknik di atas Jane Jenkins (2003: 65-71),
juga menjelaskan tentang tiga teknik dan bentuk tradisional membuat
paper quilling yaitu crimping, zig-zagging dan tendrils.
1.
Crimping: Dihasilkan dengan cara meletakkan kertas diantara roda
kemudian menjalankannya dengan mesin, seperti mesin crimping.
2.
Zig-zagging: Diperoleh dengan menekuk kertas ke belakang dan ke
depan di antara jari dan ibu jari.
3.
Tendrils: Dapat dibuat dengan jari dengan mengikal ujung kertas dan
kemudian digulungkan antara jari dan ibu jari ke arah bawah untuk
membuat bentuk spiral.
45
Gambar 2.2 Bentuk dan Teknik Tradisional
Sumber: (Jenkins, 2003: 68-71)
7.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Iswatun Khasanah (2013) yang berjudul “Upaya Peningkatan
Keterampilan Motorik Halus Melalui Paper Quilling Pada Anak Kelompok
B4 di TK Masyitoh Dukuh Imogiri, Imogiri, Bantul”. Penelitian tersebut
bertujuan untuk meningkatkan keterampilan motorik halus melalui paper
quilling pada anak kelompok B4 TK Masyitoh Dukuh. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan adanya peningkatan keterampilan motorik halus. Hal
tersebut dibuktikan dengan hasil pra tindakan sebesar 50,71%, meningkat
pada siklus I menjadi 77,18% dan pada siklus II menjadi 93,04%. Dan hasil
penelitian membuktikan bahwa
paper
quilling
dapat
meningkatkan
keterampilan motorik halus.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sri Urip Rahayu dengan judul
Peningkatan Hasil Prestasi Belajar Teknik Batik Ikat Celup Melalui Model
46
Pembelajaran Direct Instruction Pada Siswa Kelas VIII B SMP N 1
Kalimanah Semester Genap Tahun Pelajaran 2012 / 2013. Berdasarkann hasil
penelitiannya disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran langsung
dengan memberikan contoh dan bimbingan langsung membuat siswa lebih
aktif dan kreatif. (2) Penerapan model langsung (direct instruction) yang
menekankan pada transformasi dan keterampilan secara langsung mampu
meningkatkan prestasi belajar teknik batik ikat celup siswa kelas VIII B SMP
N 1 Kalimanah. Peningkatan dibuktikan dengan presentasi hasil belajar batik
ikat celup siswa dari 60 % pada siklus I meningkat menjadi 65 %, dan pada
siklus II menjadi 74 %. Capaian itu telah melampaui indicator target yaitu
70%.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nova Ermawati dengan judul
Upaya Peningkatan Kemampuan Menggambar Ilustrasi Melalui Model
Pembelajaran Direct Instruction Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sabranglor
No. 78 Jebres Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menggambar ilustrasi pada
siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta tahun ajaran
2012/2013 dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Direct Instruction.
Pencapaian peningkatan kemampuan menggambar ilustrasi siswa tersebut
baik dari segi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik adalah sebagai
berikut: 1) capaian aspek afektif pada observasi awal 38,46 % menjadi 53,85
% pada siklus I dan meningkat menjadi 78,85 % pada siklus II; 2) capaian
aspek kognitif pada observasi awal 34,61 % menjadi 57,69 % pada siklus I
dan meningkat menjadi 75 % pada siklus II; 3) capaian aspek psikomotorik
pada observasi awal 32,69 % menjadi 48,08 % pada siklus I dan meningkat
menjadi 78,85 % pada siklus II.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dari penelitian
yang dilakukan oleh Iswatun Khasanah tersebut dapat diketahui bahwa paper
quilling dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus
anak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Urip Rahayu dan Nova
47
Ermawati sama-sama menggunakan model pembelajaran Direct Instruction,
hanya saja penelitian tersebut dilaksanakan pada tingkatan jenjang pendidikan
yang berbeda. Dari penelitian yang telah dilaksanakan tersebut dapat
diketahui bahwa model pembelajaran Direct Instruction dapat digunakan
untuk meningkatkan antusiasme siswa terhadap pembelajaran, selain itu siswa
juga dapat mengeluarkan daya kreativitas yang mereka miliki, sehingga
berpengaruh dengan meningkatnya kualitas hasil pembelajaran. Kedua
penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan
dilakukan, karena menggugunakan model pembelajaran Direct Instruction.
Namun dalam penelitian yang akan saya lakukan memiliki perbedaan yaitu
pada materi yang diberikan dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan
paper quilling dan penelitian ini akan dilaksanakan pada jenjang yang
berbeda yaitu sekolah menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.
Maka sangat diharapkan dalam penelitian ini pun dapat memberikan hasil
yang sesuai sehingga tujuan yang telah dirumuskan pada penelitian ini dapat
tercapai.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema
dan masalah dalam sebuah penelitian yang didasarkan pada kajian teoritis. Dalam
mencapai sebuah tujuan pembelajaran harus ada sebuah proses timbal balik yang
positif antara siswa dengan guru dengan menggunakan cara pembelajaran yang
tepat. Jika tidak demikian, proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan
baik dan hasilnya tidak akan maksimal dalam mencapai tujuan tersebut.
Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran dan seberapa
besar ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Seperti yang telah
diketahui berdasarkan observasi tentang permasalahan yang terjadi, membuktikan
bahwa pada pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo perlu dilakukan
perbaikan.
48
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti dan guru bekerjasama
untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses
pembelajaran karya tiga dimensi di sekolah agar siswa lebih antusias, sehingga
kualitas hasil belajar dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan paper
quilling siswa dapat meningkat. Permasalahan tersebut dapat diatasi menggunakan
model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam
pembelajaran. Dengan adanya minat dan motivasi dapat meningkatkan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti
menggunakan Direct Instruction atau model pembelajaran langsung. Model
pembelajaran ini dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran
guna membangun minat dan dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan merangsang
untuk berfikir kreatif. Selain itu, dengan menerapkan model pembelajaran Direct
Instruction dalam pembelajaran berkarya tiga dimensi, siswa akan mendapat
pengalaman baru dalam belajar.
Penelitian ini dibagi menjadi dua siklus belajar yang setiap siklusnya
terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Dengan
menerapkan model pembelajaran tersebut diharapkan hasil belajar aspek kognitif,
aspek afektif dan aspek psikomotor dalam berkarya seni rupa tiga dimensi siswa
dapat meningkat.
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
49
Pembelajaran membuat karya seni
tiga dimensi pada kelas XI IPA1
SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo
Permasalahan yang dihadapi dalam proses
belajar mengajar karya seni tiga dimensi:
1. Kurangnya antusias dan keseriusan siswa
dalam PBM menggambar bentuk.
2. Siswa kurang memperhatikan guru dan
kurang bersemangat mengikuti pelajaran
3. Siswa jenuh dengan objek yang
dikerjakan
4. Hasil belajar berkarya seni tiga dimensi
yang masih rendah
5. Motivasi dan minat siswa rendah
6. Kurang tanggung jawab dalam
mengerjakan dan pengumpulan tugas
Kualitas Pembelajaran membuat karya
seni tiga dimensi
kurang optimal, tidak memenuhi KKM
Perbaikan
Penggunaan Medel pembelajaran Direct
Instruction dalam berkarya seni tiga dimensi
-
Siklus I
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
-
Siklus II
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Kualitas hasil berkarya seni rupa
tiga dimensi meningkat
50
Pelaksanaan Direct Instruction dalam penelitian ini dilakukan 5 fase
yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan
tujuan pembelajaran kepada seluruh kelas dengan memastikan bahwa semua
peserta didik mengetahui apa yang harus dikerjakan dan menarik perhatian siswa
dengan menunjukan contoh gambar dan karya dengan teknik paper quilling atau
menggulung kertas; 2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan. Guru
memvisualisasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
dengan teknik paper quilling atau menggulung kertas yaitu menjelaskan tentang
alat dan bahan yang diperlukan, serta mendeskripsikan proses pembuatan; 3)
Memberikan bimbingan. Guru memberikan penjelasan-penjelasan akurat dengan
tingkat kecepatan yang pas dan merunjuk pada pekerjaan siswa. Guru berkeliling
untuk melihat cara kerja siswa dalam berkarya kemudian memberikan bemberikan
bimbingan kepada siswa yang belum paham; 4) Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik. Guru bertanya dan memastikan seluruh siswa ikut
ambil bagian dan terlibat dalam pembelajaran. Tanya jawab dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang disampaikan; 5)
Memberikan latihan dan penerapan konsep. Guru Mempersiapkan latihan untuk
siswa mengoprasikan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Pada siklus I, proses pembelajaran berkarya seni tiga dimensi
melalui Direct Instruction menggunakan teknik paper quilling atau menggulung
kertas dengan media kertas Koran bekas. Pada saat guru mendemontrasikan
pembuatan karya tiga dimensi dengan teknik paper quilling siswa memperhatikan
dan mengikuti. Sedangkan pada siklus II, proses pembelajaran berkarya seni tiga
dimensi melalui Direct Instruction menggunakan teknik paper quilling atau
menggulung kertas dengan media kertas warna atau quilling paper. Pada saat guru
mendemontrasikan pembuatan karya tiga dimensi dengan teknik paper quilling
siswa memperhatikan dan mengikuti. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan paper
quilling.
51
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010 : 64) Hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data.
Penerapan model direct instruction dapat meningkatkan minat,
pengetahuan dn hasil belajar siswa dalam karya seni tiga dimensi dengan teknik
paper quilling. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan
model direct instruction dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan
hasil pembelajaran dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan teknik paper
quilling.
Download