BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian model pembelajaran, seperti yang diungkapkan Meyer dalam Trianto (2009: 21) bependapat bahwa “model adalah suatu obyek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal sebagai sesuatu yang nyata dan konversi untuk mengubah sebuah bentuk yang lebih komperehensif”. Sedangkan “pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu kondisi yang disengaja diciptakan agar terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud menyangkut perubahan perubahan yang terjadi secara sadar, kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif serta tidak bersifat sementara, memiliki tujuan atau teraeah, dan perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. (Jazuli, 2008: 138) Dewey dalam Suyanto dan Asep (2013: 134) mendefinisikan model pembelajaran sebagai a plan or pattern that we can use to design face-to-face teaching in classroom or tutorial settings and to shape instructional material. ( suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas, serta untuk menyusun materi pembelajaran). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa: 1) model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan mata pelajaran sesuai dengan karakter kerangka dasarnya; 2) model 10 11 pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya dengan landasan filosofis dan pedagogis yang melatarbelakanginya. Joyce dan Weil dalam Rusman (2014: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Suyanto dan Asep (2013: 134) juga berpendapat bahwa model-model pembelajaran ini dapat diklasifikasi kalau diperhatikan berdasarkan tujuan pembelajaran karena tiap pelajaran memiliki target dan tujuan berbeda, demikian juga pola urutannya. Urutan materi pelajaran perlu diperhatikan karena untuk materi-materi tertentu ada yang harus runtut ada pula yang bisa tidak runtut dan sifat lingkungan belajarnya. Dahlan dalam Nurlaela (2001: 1) berpendapat bahwa suatu model mengajar dapat diartuikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam penyusunan kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memeberi petunjuk kepada pengajar di kelas. Model pembelejaran merupakan rencana dalam mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu dalam pengajaran. Rencana pengajaran ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran. Hal ini senada dengan pendapat Joyce dalam Trianto (2009:22) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dan lain-lain. Sementara Soekamto dalam Trianto (2009: 22) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan 12 prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam penggunaan model merencanakan mengajar. Terdapat dua macam alasan dari pembelajaran, yaitu pertama, istilah model mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Kedua, modeidapat pula berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting dalam mengajar di kelas. Model itu sendiri diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan sifat dari lingkungan belajarnya. Penggunaan model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan pembelajaran tertentu pula dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. (Jamil, 2014: 143-144) Sedangkan menurut Jamil (2014: 144), fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaanperbedaan ini, diantaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. 13 b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Pada umumnya, model-model pembelajaran yang baik memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut: a) Memiliki prosedur yang sistematis. Sebuah model pembelajaran bukan sekedar gabungan berbagai fakta yang disusun secra sembarangan, melainkan prosedur yang sistematis untuk memodifikasi perilaku siswa, yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu; b) Hasil belajar dirumuskan secara khusus. Setiap model pembelajaran wajib menentukan tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai oleh siswa. Pencapaian ini dilakukan melalui rincian kerja siswa yang dapat diamati. Artinya, apa yang harus ditunjukkan oleh siswa disusun secara rinci dan khusus; c) Penetapan lingkungan secara khusus. Menetapkan keadaan lingkungan secara spesifik dalam model pembelajaran. Hal ini perlu diperlu dilakukan agar siswa bisa belajar secara kondusif; d) Ukuran keberasilan. Model pembelajaran harus menetapkan criteria keberasilan unjuk kerja yang diharapkan oleh siswa. Model pembelajaran senantiasa menggambarkan dan menjelaskan hasil-hasil belajar dalam bentuk perilaku yang seharusnya ditunjukkan oleh siswa setelah menempuh dan menyelesaikan urutan pembelajaran. e) Interaksi dengan lingkungan. Semua model pembelajaran menerapkan cara yang memungkinkan siswa melakukan interaksi dan bereaksi dengan lingkungan belajar. (Suyanto dan Asep, 2013: 137) Model pembelajaran juga memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi ataupun prosedur tertentu lainnya, antara lain: (1) rasional teoretik yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. (Jamil, 2014: 143) 14 Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem syaraf banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar siswa, di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa. c. Unsur Penting Model Pembelajaran Berdasarkan pendapat Jamil (2014: 144), bahwa sesuatu dapat dijadikan model pembelajaran, jika mengandung unsur-unsur penting, di antaranya: 1) memiliki nama, 2) merupakan landasan filosofis pelaksanaan pembelajaran, 3) melandaskan pada teori belajar dan teori pembelajaran, 4) mempunyai tujuan/maksud tertentu, 5) memiliki pola langkah kegiatan belajar-mengajar (sintaks) yang jelas, 6) mengandung komponen-komponen, seperti guru, siswa, interalcsi guru dan siswa, dan alat untuk menyampaikan model. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan suatu bentuk perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran guna mencapai tujuan belajar tertentu. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang terjadi dua arah yaitu guru dan siswa. Agar komunikasi berjalan dengan baik, guru harus melibatkan siswa dalam setiap kegiatan belajar mengajar, sehingga terjadi hubungan yang seimbang antara siswa dan guru. Dengan keseimbangan komunikasi tersebut diharapkan situasi pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan tidak ada rasa takut untuk bertanya maupun berpendapat. 15 2. Model Direct Instruction atau Model Pembelajaran Langsung a. Pengertian Model Direct Instruction atau Model Pembelajaran Langsung Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan active teaching. Pembelajaran ini juga dinamakan whole class teaching atau pengajaran seluruh kelas. Penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam menyusun isi pembelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas. Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang paling umum digunakan di Indonesia. Huitt pada Suyanto (2013: 138) menyatakan bahwa pembelajaran ini sepenuhnya diarahkan oleh guru. Karakteristik dari model pembelajaran merupakan cara yang efektif untuk memberikan informasi dari sub topik secara bertahap. Selain itu, strategi ini juga menggunakan banyak contoh, gambar-gambar, dan demontrasi (untuk menjembatani antara konsep-konsep konkret dan abstrak). Dan yang paling penting adalah bahwa strategi ini efektif dalam penggunaan waktu, menjaga perhatian siswa, serta paling mudah dalam perencanaan dan penggunaannya. Sedangkan menurut Sofyan Amri dan Iif Khoiru (2010: 39) menjelaskan Model Direct Intruction atau pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang direncanakan untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu dan merangsang untuk berfikir. Pembelajaran langsung adalah satu model yang menggunakan peragaan dan penjelasan yang digunakan dengan pelatihan dan umpan balik siswa untuk membantu mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan nyata yang dibutuhkan untuk pembelajaran lebih jauh. Pembelajaran langsung didasarkan pada bangunan penelitian yang luas 16 dan terutama efektif saat berhadapan dengan siswa bermotif prestasi rendah dan siswa dengan kesulitan belajar. (Paul Eggen, 2012: 368) Model Pengajaran Langsung (Direct Intruction) juga merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Wawan, dkk, 2010: 8). Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat Arend dalam Trianto (2009: 41) menjelaskan pengertian model pembelajaran langsung merupakan salah satu pendekatan mengajar yang merancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. Strategi pembelajaran langsung dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran untuk membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu, serta merangsang siswa untuk berfikir. Siswa tidak berkembang apabila dipikirkan siswa dikembangkan oleh guru karena banyak guru membuat kesalahan dalam mengajar yaitu sebelum siswa merasa terlibat dalam proses belajar mengajar dan siap secara mental, guru sudah memberi materi pembelajaran. Walaupun model Direct Instruction ini berpusat pada guru, tetapi tetap melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yaitu dengan memperhatikan, mendengarkan, Tanya jawab, dan bukan berarti guru bersikap otoriter, dingin, dan tanpa humor. Hal ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberikan harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik. Dalam pembelajaran langsung, penguasaan konsep dan perubahan 17 perilaku siswa dilakukan secara deduktif. Guru sebagai penyampai informasi sudah seharusnya melakukan variasi gaya mengajar, variasi media agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan membosankan. Pengembangan model pembelajaran langsung dilandasi oleh latar belakang teoretik dan empirik tertentu. Di antaranya adalah ide-ide dari bidang sistem analisis, teori pemodelan sosial dan perilaku serta hasil penelitian tentang keefektifan guru dalam melaksanakan fungsinya. (Jamil, 2014: 231) Model pembelajaran langsung memerlukan pengelolaan guru dengan cermat, dalam hal alokasi waktu, kejelasan dalam memberikan pengetahuan atau keterampilan baru harus disajikan tahap demi tahap. Selain itu, guru harus mampu menciptakan kondisi lingkungan (suasana) belajar yang berorientasi pada tugas. Hal ini mungkin terjadi bila guru memiliki kemampuan mengajar yang efektif. (Jamil, 2014: 230) Dalam menciptakan lingkungan atau suasana belajar, model pembelajaran langsung memerlukan perilaku khusus dan beberapa keputusan guru selama merencanakan dan melaksanakannya. Tekanan dalam melaksanakan model pembelajaran langsung adalah agar siswa menguasai pengetahuan yang berupa pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu, contohnya siswa dapat menjelaskan konsep variabel. (Jamil, 2014: 230) Adapun Ciri-ciri model Direct Instruction menurut Trianto (2009: 41) yakni: 1) adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar; 2) fase atau pola keseluruhan dan atau kegiatan pembelajaran; 3) sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu berlangsung dengan berhasil. 18 Model pembelajaran Direct Instruction menurut Arends (1997) dalam Jamil (2014: 229) memiliki tujuan seperti berikut: direct instructions aims at accomplishing two major learner outcomes: mastery of well structured academic content and acquisition of all kinds of skill. Artinya, pembelajaran langsung memiliki dua tujuan utama, yaitu agar siswa menguasai bahan pelajaran dan memiliki berbagai keterampilan. b. Fase-fase Model Direct Instruction Pada model pembelajaran langsung terdapat fase-fase yang penting. Pada awal pembelajran guru menjelaskan tujuan dan latar belakang pembelajaran. Selain itu guru juga menyiapkan siswa untuk memasuki pembelajaran materi baru dengan meningkatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimiliki siswa, yang relevan dengan materi yang akan dipelajari (apersepsi). Fase ini dilakukan untuk memberikan motivasi pada siswa agar berperan penuh pada proses pembelajaran. Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi materi ajar atau demonstrasi mengenai keterampilan tertentu. Pada fase mendemontrasikan pengetahuan, hendaknya guru memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, sehingga akan memberi dampak yang positif terhadap proses belajar siswa. Kemudian, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan latihan dan memberi umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan atau ketrampilan yang dipelajarinya dalam kehidupan nyata. Fase-fase tersebut dapat disajikan pada table berikut ini. (Suyanto dan Asep, 2013: 139) 19 Tabel 2.1. Fase-fase Dalam Model Direct Instruction FASE 1. Menyampaikan tujuan mempersiapkan siswa. PERAN GURU dan Menjelaskan tujuan, materi prasyarat, memotivasi siswa, dan mempersiapkan siswa. 2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan. Memvisualisasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap. 3. Memberikan bimbingan. Mengarahkan siswa. 4. Mengecek pemahaman dan Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik . memberikan umpan balik. 5. Memberikan latihan penerapan konsep. dan Mempersiapkan latihan untuk siswa mengoprasikan konsep yang dipelajari pada kehidupan seharihari. (Sumber: Suyanto dan Asep, 2013: 139) Hal tersebut juga di ungkapkan oleh Bruce Joyce dan Marsha Weil pada Wawan, dkk, (2010: 8) yaitu model pembelajaran Direct Instruction memiliki lima fase yang sangat penting. Kelima fase tersebut adalah fase Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, fase presentasi atau demonstrasi, fase Membimbing pelatihan, fase Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balikdan, fase Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, yang membutuhkan peran berbeda dari pengajar. Penjelasan di atas juga sama dengan pendapat Jamil (2014: 233235) dari tabel di atas secara teperinci diuraikan fase-fase dari model pernbelajaran langsung sebagai berikut. 20 1. Menyampaikan dan Menetapkan Tujuan Pembelajaran a. Menyampaikan Tujuan Pengajar memberikan penjelasan tujuan pembelajaran serta mempersiapkan siswa untuk belajar. Tujuan langkah ini untuk menarik perhatian dan rnem.usatkan perhatian siswa, serta memotivasi siswa agar berperan dalam pembelajaran. b. Menyiapkan Siswa Kegiatan ini bertujuan untuk rnenarik perhadan siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah yang relevan dengan pokok pembicaran yang akan dipelajari. Menyiapkan siswa dapat dilakukan dengan cara rnenyampaikan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa yang mungkin akan mendukung pada pemahaman konsep atau pengetahuan prosedural yang akan diberikan. 2. Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan Saat mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan oleh guru, yang perlu diperhatikan adalah kejelasan dalam rnelakukan dan menjelaskannya. Kunci untuk berhasil ialah mempresentasikan informasi sejelas mungkin dan mengikuti langkah-langkah dernonstrasi yang efektif. Kejelasan dicapai melalui perencanaan dan pengorganisasian materi dengan struktur yang baik. Agar kejelasan tahap demi tahap dicapai, sebaiknya guru membuat analisis tugas. Tujuan yang akan dicapai dipecah menjadi tujuan-tujuan langkahlangkah yang lebih kecil dan mengurutkannya mulai dari tugas akhir kemudian mundur selangkah demi selangkah. 21 3. Memberikan Latihan Terbimbing Dalam tahap ini perlu diperhatikan adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing" beberapa poin yang dapat dijadikan acuan, sebagai berikut. a. Berikan siswa kesempatan untuk melakukan latihan singkat dan bermakna. Jika keterampilannya kompleks, pada awal pelatihan perlu disederhanakan. b. Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai konsep/ keterampilan yang dipelajari. Penguasaan demikian ditandai oleh kemampuan siswa melakukan keterampilan secara otomatis. 4. Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik Fase ini mirip dengan apa yang disebut resitasi. Fase ini ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh guru kepada siswa dan siswa memberikan jawaban yang menurut pendapat mereka benar (Arends, 1997). Tugas paling penting bagi guru dalam menggunakan model pembelajaran langsung adalah memberikan siswa umpan balik yang bermakna dan pengetahuan tentang hasil latihan yang diperoleh siswa. Tanpa umpan balik spesifik, siswa tak mungkin dapat memperbaiki kekurangan atau kesalahannya, dan tidak dapat mencapai tingkat penguasaan keterampilan yang mantap. Dalam memberikan umpan balik, berikan bantuan agar fokus perhatian siswa pada proses bukan pada hasil. Dengan demikian, siswa akan memahami bahwa hasil yang baik akan diperoleh bila proses yang ditempuh telah dilakukan dengan benar. Umpan balik negatif sebaiknya diiringi dengan demonstrasi cara melakukan prosedur dengan benar. Misalnya, kita mengatakan "cara menimbangmu salah!" Perkataan demikian maknanya masih kurang jelas bagi siswa. Sebaiknya dalam menimbang ada beberapa langkah 22 yang harus dilakukan siswa. Tahapan langkah ini yang harus dijelaskan guru pada tahapan mana siswa masih salah. Selanjutnya, guru mendemonstrasikan tahap atau langkah yang benar. 5. Memberikan Perluasan Latihan Mandiri Bentuk latihan mandiri dapat berupa pekerjaan rumah atau latihan mandiri yang digunakan untuk memperpanjang waktu belajar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memberikan tugas mandiri di antaranya: a) pilih tugas mandiri yang dapat dikerjakan oleh siswa di rumah secara mandiri; b) tugas kelanjutan dari proses pembelajaran, tetapi merupakan pelatihan atau persiapan untuk pertemuan berikutnya. Di lain pihak, Slavin (1994) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, sebagai berikut. a. Guru memaparkan tujuan pembelajaran serta hal apa saja yang harus dipelajari oleh siswa. b. Guru memberikan apersepsi dalam bentuk review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Hal ini dilakukan untuk mengungkap Pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa. c. Guru menyampaikan materi pelajaran secara langsung dengan menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, rnaupun mendemonstrasikan konsep. d. Guru melakukan pembimbingan, baik dengan mernberikan pertanyaan untuk menguji pemahaman siswa maupun mengoreksi kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa. e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih secara individu atau kelompok berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh termasuk melalui pembimbingan. 23 f. Guru menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik positif terhadap keberhasilan siswa. Jika siswa belum berhasil, guru perlu memberikan bimbingan kembali. g. Guru memberikan latihan secara mandiri untuk meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang telah dipelajari. (Jamil, 2014: 236) c. Kelebihan dan Keterbatasan Model Direct Instruction Kelebihan pembelajaran direct instruction adalah sebagai berikut: 1) enthusiastic atau antusiasme; 2) warm accepting atau tercipta suasana belajar yang hangat dan demokratis; 3) humorous; 4) supportive; 5) encouraging atau berisi ajakan; 6) adaptable flexible atau penyampaian materi disesuaikan kondisi kelas; 7) knowledgeable atau mengandung unsure pengetahuan; 8) hold-high expectations for student success atau memiliki harapan yang tinggi akan kesuksesan siswa. (Wulan widayati, 2010: 18) Sedangkan Kelebihan model pembelajaran langsung menurut (Jamil, 2014: 236-237), antara lain sebagai berikut: 1) Guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan materi yang akan diberikan ke siswa; 2) Model ini memungkinkan untuk diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil; 3) Melalui pembimbingan, guru dapat menekankan hal-hal penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa; 4) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah karena guru memberikan bimbingan secara individual; 5) Informasi yang banyak dapat tersampaikan dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa; 6) Salah satu metode yang dipakai dalam model ini adalah ceramah. Metode ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak 24 suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi; 7) Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya, ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini; 8) Model pembelajaran langsung (terutama demonstrase dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat); 9) Model pembelajaran ini berguna bagi siswa yang tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas seperti yang didemonstrasikan oleh guru. Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung menurul Jamil (2014: 237-238), sebagai berikut: l) Tidak semua siswa memiliki kemampuan untuk mendengarkan, mengamati, dan mencatat dengan baik. Oleh karena itu, guru masih harus mengajarkan dan membimbing siswa; 2) Guru kadang kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa; 3) Kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal terbatas karena partisipasi aktif lebih banyak dilakukan oleh guru; 4) Kesuksesan pembelajaran ini sangat bergantung pada guru. Jika guru siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat belajar dengan baik; 5) Model pembelajaran ini dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesalan masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa karena ketidaktahuan siswa akan selesai dengan pembimbingan guru; 6) Model pembelajaran langsung membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik dari guru. Jika komunikasi tidak berlangsung efektif, dapat dipastikan pembelajaran tidak akan berhasil; 7) Guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenal pemahaman siswa, sehingga dapat berakibat pada ketidakpahaman siswa atau 25 kesalahpahaman siswa; 8) Model pembelajaran ini akan sulit cliterapkan untuk materi.-materi yang abstrak dan kompleks; 9) Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan; 10) Siswa menjadi tidak bertanggung jawab mengenai materi yang harus dipelajari oleh dirinya karena menganggap materi akan diajarkan oleh guru. Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran direct instruction adalah suatu pendekatan yang membantu siswa untuk mempelajari pengetahuan deklaratif yaitu pengetahuan tentang berkarya seni tiga dimensi, dan pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang proses pembuatan karya tiga dimensi dengan paper quilling. Model pembelajaran langsung berpusat pada guru (teacher oentered) dan melandaskanada tiga ciri: tipe siswa yang dihasilkan, alur atau sintaks dalam proses pembelajarannya, dan lingkungan (suasana) belajarnya. Metode Pembelajaran direct instruction dapat berbentuk demonstrasi, pelatihan, kelompok kerja, sehingga metode pembelajaran ini setingkat lebih maju dari pada metode pembelajaran konvensional ceramah dan diskusi tanpa mengesampingkan peran guru sebagai fasilitator serta pengelola kelas. Tetapi model pembelajaran direct instruction mempunyai kekurangan yakni keberhasilan model ini sangat terbatas oleh kemampuan guru dalam mengelola kelas dan menanamkan konsep materi kepada siswa, sehingga guru harus terlibat aktif dalam mengusung isi pembelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh siswa melalui lima fase penting yaitu 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa; 2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan; 3) Memberikan bimbingan; 4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik; 5) Memberikan latihan dan penerapan konsep. 26 3. Kualitas Pembelajaran Banyak ahli yang mengemukakan pendapat tentang pengertian mutu atau efektifitas atau kualitas, seperti yang dikemukakan oleh Edward Sallis dalam Agung (2010: 33) menjelaskan pengertian mutu adalah sebuah filosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahanperubahan esternal yang berlebih. Sementara menurut Sudarwan Danim dalam Zamroni (2007: 125) bahwa mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu: 1) kondisi baik atau tidaknya masuknya sumber daya manusia; 2) memenuhi atau tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku, kurikulum, prasarana sekolah, dll; 3) memenuhi atau tidaknya masukan berupa perangkat lunak, seperti: peraturan, struktur organesasi, dan deskripsi kerja; 4) mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti: visi, motifasi, ketekunan, dan cita-cita. Etziono dalam Wulan Widayati (2010: 6) secara definisi efektifitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dan mencapai tujuan dan sasarannya. Efektifitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun diluar diri seseorang. Dengan demikian efektifitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi sikap orangnya. Dalam pembelajaran efektif dan bermakna peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat kegiatan Pembelajaran serta pembentukan kompetensi, dan karakter. Peserta didik harus dilibatkan dalam tanya jawab yang terarah, dan mencari pemecahan terhadap berbagai masalah pembelajaran. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi, dan perdebatan, dalam rangka mencapai pengertian yang sama terhadap setiap materi standar. Melalui pembelajaran efektif dan berrnakna, 27 kompetensi dapat diterima dan tersimpan lebih baik, karena masuk otak dan membentuk karakter melalui proses yang logis dan sistematis. Dalam pembelajaran efektif dan bermakna, setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengalaman sebelumnya. Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahican unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. (Mulyasa, 2013: 103-104) Beeby dalam Noesan (2003) dalam Nur Zazin (2011: 65-66) dapat dilihat dari perspektif ekonomi, sosiologi, dan pendidikan. Dari perspektif ekonomi, pendidikan yang bermutu dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia sehingga dapat berkonstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masvarakat. Sedangkan, menurut Bowen (1980) dalam Nur Zazin (2011: 66), pendidikan dapat memberikan keuntungan dalam bentuk moneter melalui peningkatan kemampuan dan keterampilan individu sehingga mereka dapat bekerja dan berpenghasilan yang akan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dari segi sosiologis, mutu pendidikan berarti pendidikan vang bermanfaat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya dalam hubungan dengan kelompok (seperti interaksi sesama anggota masyarakat), perkembangan budaya, serta mempersiapkan masyaralut untuk menerima perubahan dan perkembangan teknologi. Dalam perspektif pendidikan dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengambangkan potensinya di masyarakat, serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. Dengan demikian, untuk mengetahui pendidikan yang bermutu, perlu dikaji mutu dari segi proses, sebagaimana produk maupun sisi internal dan kesesuaian. Dari segi proses, mutu pendidikan berarti keefektifan dan efisiensi seluruh faktor yang berperan dalam proses pendidikan. Faktor 28 tersebut adalah sebagai berikut: a) Kualitas guru; b) Sarana dan prasarana; c) Suasana belajar; d) Kurikulum yang dilaksanakan; e) Pengelolaan sekolah. (Zamroni, 2007:2) Proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil output harus di rumuskan terlebih dahulu, dan taget yang akan dicapai untuk setiap kurun waktu tertentu harus jelas. Selain itu sebagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil output yang ingin dicapai. (Zamroni, 2007: 133) Proses pendidikan yang bermutu, tercakup berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi, administrasi, sarana dan prasarana, sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang kondusif. (Zamroni, 2007: 133) Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermnakna dapat dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur sebagai berikut: 1. pemanasan dan Apersepsi pernanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk menjajaki pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru. Pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakijkan dengan prosedur sebagai berikut: a) pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik; b) peserta didik dimotivasi dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi kehidupan mereka; c) peserta didik digerakkan agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru. 2. Eksplorasi. Eksplorasi merupakan tahapan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah 29 dimiliki peserta didik. Hal tersebut dapat ditempuh dengan prosedur sebagai berikut: a) Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik; b) Kaitkan materi standar dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki oleh peserta didik; c) Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru. 3. Konsolidasi Pembelajaran. Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi dan karakter, serta menghubungkannya dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi dan kompetensi baru; b) Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pernecahan masalah (problem solving), terutama dalam masalah-masalah aktual; c) Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat; d) Pilihlah metode yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi dan karakter peserta didik, 4. Pembentukkan Sikap, Kompetensi, dan Karakter. Pembentukan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Dorong peserta didik untuk menerapkan konsep, pengertian, kompetensi, dan karakter yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; b) Praktekkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun sikap, kompetensi, dan karakter baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari; c) Gunakan metode yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap, kompetensi, dan karakter peserta didik secara nyata. 30 5. Penilaian Formatif. Penilaian formatif perlu dilakukan untuk perbaikan, yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. a) Kembangkan caracara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; b) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam membentuk karakter dan kompetensi peserta didik, c) Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. (Mulyasa, 2013: 100-102) Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa mutu atau efektifitas atau kualitas adalah suatu yang mampu meningkatkan perubahan pada seseorang untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Suatu kualitas proses belajar dapat dilihat dari strategi, model atau metode pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui kualitas proses belajar maka perlu adanya penilaian proses belajar itu sendiri. Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermnakna dapat dirancang oleh setiap guru, dengan prosedur sebagai berikut: a) pernanasan dan Apersepsi; eksplorasi; b) Konsolidasi Pembelajaran; c) Pembentukkan Sikap, Kompetensi, dan Karakter; e) Penilaian Formatif. 4. Hasil Pembelajaran Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta 31 didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Pernbelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan yang diperlukan untuk menyampaikan informasi. Pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan pendidik untuk membantu siswa agar dapat menerima pengetahuan yang diberikan dan membantu memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses utama yang diselenggarakan dalam kehidupan di sekolah sehingga antara guru yang mengajar dan anak didik yang belajar dituntut profit tertentu. Ini berarti guru dan anak didik harus mernenuhi persyaratan, baik dalam pengetahuan, kemampuan sikap dan nilai, serta sifat-sitat pribadi agar pembelajaran dapat terlaksanakan dengan efisien dan efektif. (Jamil, 2014: 75-76) Sanjaya (2008: 102) dalam Jamil mengemukakan kata pembelajaran adalah terjemahan dari instruction, yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu berbagai macam media, seperti bahanbahan cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Media pembelajaran merupakan sarana pembelajaran yang digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini seperti yang diungkapkan Gagne (1979: 3) dalam Jamil yang menyatakan bahwa, instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated. Oleh karena itu, menurut Gagne, mengajar 32 atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran (instruction), yang mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Gagne menyatakan: Why do we speak of instruction rather than teaching? It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that are generated by a page of print, by are picture, by a televison program, or by combination of physical objects, among other thing. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any of these events. Dengan demikian, kalau dalam istilah mengajar (pengajaran) atau teaching menempatkan guru sebagai "pemeran utama" memberikan informasi, dalam instruction guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, mengelola berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. (Jamil, 2014:76-78) Agar kegiatan pembelajaran mencapai hasil yang maksimal perlu diusahakan faktor penunjang seperti kondisi pelajar yang baik, fasilitas dan lingkungan yang mendukung, serta proses belajar yang tepat. Proses pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen siswa sebagai input, komponen perangkat keras dan lunak sebagai instrumental input, komponen lingkungan sebagai environmental input, pelaksanaan pembelajaran sebagai komponen proses, dan akhirnya menghasilkan keluaran hasil belajar siswa sebagai komponen output. Mulyasa (2009: 218) mengemukakan penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dasar pada siswa, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Dari segi proses, pernbelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau 33 setidaknya sebagjan besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan dalam belajar yang tinggi, semangat beiajar yang besar, dan rasa percaya diri sendiri. Sementara dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri siswa seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut, proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apablia masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar, dan memperbaiki proses pembeiajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau Iisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karva berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran (BSNP, 2007a: 7-18). Penilaian pembelajaran berbasis kompetensi meliputi evaluasi belajar terstruktur (intrakurikuler dan kokurikuler) dan kegiatan siswa di luar program-program sekolah. Penilaian pembelajaran berbasis kompetensi dilaksanakan secara berkesinambungan pada setiap akhir tahapan kegiatan belajar siswa yang dirumuskan dalam setiap tujuan pembelajaran. Semua siswa (secara individu) harus menyelesaikan semua tahapan kegiatan belajarnya, dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan guru mengobservasi ketuntasan belajar siswa setiap tahapan dan mengukurnya sesuai standar performance yang harus diunjukkerjakan siswa, sesuai yang dirumuskan dalam indikator keberhasilan pembelajaran. 34 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang dan disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa. Sedangkan hasil pembelajaran dilakukan oleh guru untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa melalui evaluasi belajar. Pernbelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagjan besar (75%) siswa terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. 5. Karya Seni Tiga Dimensi Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. (https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_rupa, dikutip pada 1 Januari 2016) Seperti juga karya seni rupa dua dimensi, pada karya seni rupa tiga dimensi juga mengandung unsur garis, bentuk, bidang, warna disusun sedemikian rupa sehingga membentuk obyek tertentu. Unsur ruang merupakan salah satu ciri pembeda antara karya dua dimensi dengan tiga dimensi. Obyek karya seni tiga dimensi dapat di lihat lebih dari dua sisi. Karya seni rupa tiga dimensi dibedakan menjadi karya yang memiliki fungsi pakai (seni rupa terapan-applied art) dan karya seni rupa yang hanya memiliki fungsi ekspresi saja (seni rupa murni-pure art). Perbedaan fungsi ditentukan oleh tujuan pembuatannya. Karya seni rupa sebagai benda pakai yang memiliki fungsi praktis dibuat dengan pertimbangan kegunaannya. Dengan demikian bentuk benda atau karya seni rupa tersebut akan semakin indah dilihat dan semakin nyaman digunakan. Mobil yang kita tumpangi, 35 kursi yang kita duduki, telepon genggam yang kita gunakan adalah juga karya seni rupa tiga dimensi. (Kemendikbud, 2014: 44-45) Pembuatan karya seni rupa tiga dimensi yang paling sederhana sekalipun dilakukan dalam sebuah proses berkarya. Tahapan dalam berkarya seni rupa tiga dimensi ini seperti juga karya seni rupa pada umumnya, dimulai dari adanya motivasi untuk berkarya. Motivasi ini dapat berasal dari dalam maupun diri perupanya. Ide atau gagasan berkarya seni rupa tiga dimensi dari berbagai media cetak maupun elektronik, kemudian kembangkan hasil pengamatan menjadi gagasan karya. Sanyoto (2009: 147, 161-264) juga mengemukakan bahwa suatu hasil karya seni rupa atau desain dikatakan memiliki nilai seni apabila setidaknya di dalamnya terdapat tujuh prinsip seni dan desain, antara lain: a. Irama Irama/ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir/aliran yang ajeg, runtut, teratur, terus-menerus. Pengertian ajeg dalam irama artinya bisa keajegan pengulangan dengan kesamaan-kesamaan, bisa keajegan pengulanga dengan perubahan-perubahan (dekat), atau bisa keajegan pengulangan dengan kekontrasan-kekontrasan/pertentanganpertentangan yang kesemuanya dilakukan secara runtut, teratur, terus menerus seperti sebuah aliran tanpa henti. Prinsip irama sesungguhnya merupakan hukum-hukum “hubungan pengulangan” unsur rupa: bentuk raut, ukuran, arah, tekstur, warna, value, kedudukan, gerak, jarak, dan lain-lain. Ada tiga kemungkinan “hubungan pengulangan” unsur-unsur seni rupa yang dapat membentuk/melahirkan jenis-jenis irama tertentu: (1) Repetisi, yakni hubungan pengulangan dengan kesamaan ekstrem pada semua unsur-unsur atau elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya monoton. Repetisi merupakan keajegan pengulangan dengan kesamaan-kesamaan. (2) Transisi, yakni hubungan pengulangan dengan perubahan-perubahan dekat 36 atau peralihan-peralihan dekat atau variasi-variasi dekat pada satu atau beberapa unsur seni rupa yang digunakan, hasilnya harmonis. Transisi merupakan keajegan pengulangan dengan perubahan-perubahan. (3) Oposisi, yakni hubungan pengulangan dengan ekstrem perbedaan pada satu atau beberapa unsur/elemen seni rupa yang digunakan, hasilnya kontras. Oposisi merupakan keajegan pengulangan dengan kekontrasan atau pertentangan. b. Kesatuan Kesatuan (unity) merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa. Unity bisa juga disebut keutuhan. Kesatuan adalah kemanunggalan menjadi satu unit utuh. Karya seni/ desain harus tampak menyatu menjadi satu keutuhan. Seluruh bagian atau dari semua unsur/ elemen yang disusun harus saling mendukung, tidak ada bagian-bagian yang mengganggu, terasa keluar dari susunan atau dapat dipisahkan. c. Dominasi Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni/desain, agar diperoleh karya seni/desain yang artistik/memiliki nilai seni. Dominasi digunakan sebagai daya tarik. Karena unggul, istimewa, unik, ganjil. Maka akan menjadi menarik dan pusat perhatian menjadi klimaks. Jadi dominasi bertugas sebagai pusat perhatian dan daya tarik. Terdapat empat cara untuk memperoleh dominasi, antara lain: (1) Dengan kontras discord (kontras berselisih). (2) Dengan kontras ekstrem. (3) Dengan kelainan/ anomali, keunikan, keganjilan, atau pengasingan. (4) Dengan keunggulan/ keistimewaan/ kekuatan. d. Keseimbangan Keseimbangan atau balans dari kata balance (Inggris) merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa. Karya seni/desain harus memiliki 37 keseimbangan agar enak dilihat, tenang, tidak berat sebelah, tidak menggelisahkan, tidak nggelimpang. Ada beberapa jenis keseimbangan, antara lain: (1) Keseimbangan simetris (symmetrical balance) yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan sama persis, baik dalam bentuk rautnya, besaran ukurannya, arahnya, warnanya, maupun teksturnya. (2) Keseimbangan memancar (radial balance), sesungguhnya sama dengan keseimbangan simetri, tetapi kesamaan polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan saja, melainkan juga antara ruang sebelah atas dan ruang sebelah bawah. (3) Keseimbangan sederajat (obvious balance) yaitu keseimbangan komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa memedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi, meskipun memiliki bentuk raut yang berbeda tetapi besarannya sederajat. (4) Keseimbangan tersembunyi (axial balance), sering disebut juga keseimbangan asimetris (asymmetrical balance) yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan meskipun keduanya tidak memiliki besaran sama maupun bentuk raut yang sama. e. Proporsi/perbandingan Proporsi dapat diartikan perbandingan atau keseimbangan yakni dalam satu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya sebanding. Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa untuk memperoleh keserasian. f. Kesederhanaan Definisi sederhana adalah tidak lebih dan tidak kurang, jika ditambah terasa menjadi ruwet dan jika dikurangi terasa ada yang hilang. Jadi kesederhanaan itu adalah masalah rasa, apakah suatu susunan perlu dikurangi atau bahkan mungkin perlu ditambah objeknya. 38 g. Kejelasan Kejelasan (clarity) artinya mudah dipahami, mudah dimengerti, tidak memiliki dua atau banyak arti. Prinsip kejelasan sesungguhnya lebih tepat untuk tujuan tata desain, karena desain adalah seni terap yang ditujukan untuk kepentingan orang lain. Untuk tujuan seni murni yang dapat meliputi seni lukis, seni patung, seni grafis, barang kali kejelasan tidak selalu menjadi prinsip kejelasan atau bahkan tidak diperlukan karena seni murni cenderung untuk memenuhi tuntutan pribadi si pencipta. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstuer, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Karya seni rupa tiga dimensi juga mengandung unsur garis, bentuk, bidang, warna disusun sedemikian rupa sehingga membentuk obyek tertentu. Unsur ruang merupakan salah satu ciri pembeda antara karya dua dimensi dengan tiga dimensi. Karya seni rupa tiga dimensi dibedakan menjadi karya yang memiliki fungsi pakai (seni rupa terapan-applied art) dan karya seni rupa yang hanya memiliki fungsi ekspresi saja (seni rupa murni-pure art). Tujuh prinsip seni dan desain, antara lain: 1) irama; 2) kesatuan; 3) dominasi; 4) keseimbangan; 5) proporsi/perbandingan; 6) kesederhanaan; 7) kejelasan. 6. Paper Quilling Atau Menggulung Kertas a. Pengertian Paper Quilling Paper quilling dalam bahasa Indonesia disebut dengan seni menggulung kertas. Pertama kali seni ini muncul dikenal dengan sebutan “paper filigree”. Menurut Revi Devi Paat (2006: 8), kegiatan menggulung kertas merupakan sebuah proses dari menggulung dan 39 membentuk kertas-kertas panjang, lalu mengaturnya menjadi suatu bentuk tertentu. Dari bentuk-bentuk tersebut dapat dihasilkan banyak desain yang berbeda satu sama lain. Paper quilling adalah seni kerajinan tangan dengan cara menggulung kertas, hasil gulungan-gulungan kertas tersebut kemudian dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sesuatu bentuk yang dekoratif dan artistik (Molly, 2015:5). Sedangkan pengertian paper quilling menurut Malinda Johnston (1998: 4),”...the craft of arranging rolled and shaped strips of paper to make desain”, yang artinya “...kerajinan mengatur gulungan dan membentuk kertas strip untuk membuat desain”. Pendapat lain mengatakan bahwa “Quilling is a paper craft, specifically the art of rolling thin strips of paper around a needle-like tool, then shaping those coils into intricate shapes and designs.” (http://www.ezilon.com/articles/6413/1/A-History-of-Quilling dikutip pada 1 Januari 2016). Yang artinya bahwa “quilling adalah sebuah kerajinan kertas, khususnya seni menggulung kertas strip tipis di sekitar alat seperti jarum, kemudian membentuknya ke dalam desain dan bentuk gulungan yang rumit”. Menurut Wikipedia, “Quilling or paper filigree is an art form that involves the use of strips of paper that are rolled, shaped, and glued together to create decorative designs”, yang artinya ”quilling atau paper filigree adalah sebuah bentuk seni yang melibatkan penggunaan kertas strip yang digulung, dibentuk, dan direkatkan untuk menciptakan desain dekoratif”. (http://en.m.wikipedia.org/wiki/Quilling dikutip pada 1 Januari 2016) Malinda Johnston (1993: 9) menyatakan, “the ornate rolls and scrolls of quillwork were most likely inspired by metal filigree, the art of shaping fine silver and gold wires...”, yang artinya “ hiasan gulungan dan 40 guliran dari karya quilling terinspirasi oleh kerawang logam, seni membentuk perak murni dan kawat emas...”. Sedang menurut Ayu Wulan (2012: 6) menjelaskan bahwa paper quilling atau menggulung kertas merupakan pengembangan dari ragam kreasi berbahan kertas. Salah satu kreativitas seni dengan teknik menggulung kertas dengan ragam ukuran mulai dari 3mm, 4mm, 6mm, hingga 7mm. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa paper quilling atau menggulung kertas merupakan seni menggulung kertas yang dibentuk sedemikian rupa menjadi suatu bentuk gulungan dasar. Dan dari beberapa bentuk gulungan dasar tersebut kemudian dirangkai menjadi sebuah karya yang indah dan menarik. b. Sejarah Paper Quilling Seni menggulung kertas merupakan seni kuno yang telah ada sejak abad 15, bahkan mungkin sejak abad 13 atau 14. Seni ini berkaitan erat dengan sejarah penemuan kertas di negeri Cina. Diyakini bahwa penggulung-penggulung kertas awalnya adalah para biarawan dan biarawati Perancis dan Italia. Mereka menggunakan hasil gulungannya untuk menghiasi benda-benda religius. (Revi, 2006: 8) Pada abad 18, seni menggulung kertas semakin populer di Eropa. Seni ini diajarkan pada gadis-gadis muda seiring dengan pelajaran keterampilan menjahit. Seni ini juga disebarkan ke koloni Amerika. Hasil karya gulungan mereka digunakan sebagai hiasan untuk mempercantik gambar dan lukisan, kotak, serta benda-benda lainnya. Seringkali hasil karya gulungan tersebut dikombinasikan dengan kerang, bunga lilin, dan juga karya gulungan kawat (Paat, 2006: 8). Quilling dapat ditemukan di galeri seni di Eropa dan Amerika dan merupakan seni yang dipraktekkan di seluruh dunia. Berbagai 41 pagelaran pameran paper filigree telah diadakan baik di wilayah benua Eropa maupun Amerika. Pameran besar quilling yang tercatat sejarah diantaranya, pada tahun 1988 di Galeri Florian-PappNew York, pada 1992 Festival Internasional Quilling pertama di Raglet Hall, pada 1997 festival kedua di Chesford Grange, Warwickshire. Festival Internasional Quilling ketiga diselenggarakan di NorthYorkshire pada 2002, dan yang keempat diselenggarakan di Weston-super-Mare, Somerset pada 2007. (Ayu Wulan, 2012: 7) Sedangkan di Indonesia, kreasi paper quilling mulai dikenal pada abad ke-20. Pada masanya, paper quilling menjadi kreasi elite. Penggemar, pemerhati, dan pengrajin paper quilling masih terbatas kalangan karena nilai kreasi ini yang masih tergolong mahal. Hal tersebut dikarenakan, kertas quilling-nya yang belum di produksi oleh perusahaan lokal. Perkembangan kreasi ini semakin memasyarakat melalui media sosial, komunitas craft yang sering mengadakan workshop, serta bukubuku kreasi impor. Kreativitas mulai dipertajam, sehingga penggunaan kertas quilling tidak terbatas hanya menggandalkan kertas impor. Kertas HVS warna, kertas fancy, hingga kertas golongan yang kesemuanya adalah kertas lokal yang mudah didapat, bisa digunakan sebagai bahan berkreasi paper quilling. (Ayu Wulan, 2012: 8) c. Teknik dan Bentuk Paper Quilling Pada seni menggulung kertas terdapat macam-macam bentuk dasar. Sehingga dalam membuat paper quilling perlu mengetahui beberapa teknik quilling, terutama pada bentuk gulungan dasar karena gulungan ini dapat dibuat berbagai macam bentuk. Bentuk tersebut penggunakan kertas strip yang telah digulung kemudian untuk membuat berbagai macam bentuk tersebut kita hanya menekannya dengan jari dan jadilah bentuk yang di inginkan. Berikut Revi Devi Paat (2006: 17), menjelaskan bentuk gulungan dasar dalam teknik menggulung kertas: 42 1. Lingkaran Padat (Tight Circle): Menggulung kertas hingga ujung. Pada saat menggulung, kertas ditahan dengan jari sehingga lingkaran yang terbuat tetap padat dan tidak longgar. Pada bagian ujung akhir dilem lalu direkatkan. 2. Lingkaran Longgar (Loose Circle): Menggulung kertas hingga ujung. Setelah sampai ujung, melepaskan kertas dari genggaman jari dan biarkan kertas melonggar. Kemudian dilem pada bagian ujung lalu direkatkan. 3. Embun / air mata (Teardrop): Mengawali dengan membuat “lingkaran longgar” kemudian menjepit pada salah satu sisi. 4. Mata (Marquise/Eye): mengawali dengan membuat “lingkaran longgar” kemudian menjepit kedua sisi yang saling berseberangan. 5. Bujur sangkar (Square): mengawali dengan membuat “mata” kemudian menjepit kedua sisi berseberangan yang berbeda di antara sisi-sisi yang sebelumnya telah dijepit untu membentuk mata. Selain bentuk gulungan dasar terdapat juga bentuk rolls dan scrolls. Gulungan ini juga dapat digunakan untuk menambah variasi dalam bentuknya. Dalam pembuatan teknik dan bentuk rolls maupun scrolls hampir sama dengan gulungan dasar yakni dengan menggulung kertas strip kemudian dibentuk sedemikian rupa menggunakan jari. Dalam hal ini tentunya ada hal yang perlu diperhatikan yaitu kerapian. Apabila dalam proses menggulung dan mengelemnya rapi, maka dapat menghasilkan gulungan yang baik. Setelah proses menggulung kertas selesai, maka kertas gulungan dapat disusun menjadi sebuah pola sesuai dengan keinginan. Menurut Malinda Johnston (1993: 24), teknik dan bentuk rolls antara lain: 1. Shaped Teardrop: Gulung dan lem lingkaran longgar, jepit salah satu sisi dan lengkungkan dalam satu arah. 43 2. Crescent: Membuat bentuk tetes air mata (teardrop). Kemudian jepit ujung satu dan ujung lainnya yang berlawanan arah dengan ujung yang pertama. Lengkungkan dua ujung terhadap satu sama lain. 3. Rectangle: Membuat bentuk marquise (mata). Putar sedikit dan lagi pada dua sisi yang berlawanan. 4. Triangle: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit tiga ujung secara bersamaan dengan menekan longkaran diantara ibu jari dan jari telunjuk dan dorong melawan sisi dengan satu jari di sisi lain 5. Bunny Ear: Gulung dan lem lingkaran longgar. Kemudian buat lekukan bulan pada satu sisi. 6. Half Circle: Gulung dan lem lingkaran longgar. Ratakan satu sisi dengan menjepit lingkaran pada dua ujung. 7. Arrow: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit ujung pada satu sisi kemudian buat lekukan runcing di sisi yang berlawanan. Pastikan bahwa ketiga ujung sangat runcing. 8. Holly Leaf: Gulung dan lem lingkaran longgar. Jepit lima atau enam titik (ujung). Buat lekukan bulat antara tiap dua titik (ujung). Sedangkan Malinda Johnston (1993: 24-25) juga menjelaskan tentang bentuk dan teknik scrolls, yaitu sebagai berikut: 1. Loose scroll: Menggulung kertas hingga akhir dan membiarkan ujung kertas melonggar. 2. Open heart: Melipat kertas pada pusatnya, kemudian menggulung masing-masing ujung kertas menuju arah lipatan. 3. V scroll: Melipat kertas pada pusatnya. Kemudian menggulung masing-masing ujung kertas ke arah luar. Untuk membuat “V” scroll yang tertutup, lem permukaan dalam dari bagian dalam dilipat bersama-sama. 4. S scroll: Menggulung salah satu ujung kertas ke arah tengah kertas. Kemudian menggulung ujung lainnya ke tengah dengan arah yang berlainan untuk membuat bentuk “S”. 44 5. C scroll: Menggulung kedua ujung kertas menuju ke arah tengah kertas. Gambar 2.1 Bentuk Dasar Gulungan Rolls dan Srcolls Sumber: (Johnston, 1993: 22) Selain bentuk dan teknik di atas Jane Jenkins (2003: 65-71), juga menjelaskan tentang tiga teknik dan bentuk tradisional membuat paper quilling yaitu crimping, zig-zagging dan tendrils. 1. Crimping: Dihasilkan dengan cara meletakkan kertas diantara roda kemudian menjalankannya dengan mesin, seperti mesin crimping. 2. Zig-zagging: Diperoleh dengan menekuk kertas ke belakang dan ke depan di antara jari dan ibu jari. 3. Tendrils: Dapat dibuat dengan jari dengan mengikal ujung kertas dan kemudian digulungkan antara jari dan ibu jari ke arah bawah untuk membuat bentuk spiral. 45 Gambar 2.2 Bentuk dan Teknik Tradisional Sumber: (Jenkins, 2003: 68-71) 7. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Iswatun Khasanah (2013) yang berjudul “Upaya Peningkatan Keterampilan Motorik Halus Melalui Paper Quilling Pada Anak Kelompok B4 di TK Masyitoh Dukuh Imogiri, Imogiri, Bantul”. Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan keterampilan motorik halus melalui paper quilling pada anak kelompok B4 TK Masyitoh Dukuh. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan keterampilan motorik halus. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil pra tindakan sebesar 50,71%, meningkat pada siklus I menjadi 77,18% dan pada siklus II menjadi 93,04%. Dan hasil penelitian membuktikan bahwa paper quilling dapat meningkatkan keterampilan motorik halus. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sri Urip Rahayu dengan judul Peningkatan Hasil Prestasi Belajar Teknik Batik Ikat Celup Melalui Model 46 Pembelajaran Direct Instruction Pada Siswa Kelas VIII B SMP N 1 Kalimanah Semester Genap Tahun Pelajaran 2012 / 2013. Berdasarkann hasil penelitiannya disimpulkan: (1) Penerapan model pembelajaran langsung dengan memberikan contoh dan bimbingan langsung membuat siswa lebih aktif dan kreatif. (2) Penerapan model langsung (direct instruction) yang menekankan pada transformasi dan keterampilan secara langsung mampu meningkatkan prestasi belajar teknik batik ikat celup siswa kelas VIII B SMP N 1 Kalimanah. Peningkatan dibuktikan dengan presentasi hasil belajar batik ikat celup siswa dari 60 % pada siklus I meningkat menjadi 65 %, dan pada siklus II menjadi 74 %. Capaian itu telah melampaui indicator target yaitu 70%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nova Ermawati dengan judul Upaya Peningkatan Kemampuan Menggambar Ilustrasi Melalui Model Pembelajaran Direct Instruction Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menggambar ilustrasi pada siswa kelas IV SD Negeri Sabranglor No. 78 Jebres Surakarta tahun ajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Direct Instruction. Pencapaian peningkatan kemampuan menggambar ilustrasi siswa tersebut baik dari segi aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik adalah sebagai berikut: 1) capaian aspek afektif pada observasi awal 38,46 % menjadi 53,85 % pada siklus I dan meningkat menjadi 78,85 % pada siklus II; 2) capaian aspek kognitif pada observasi awal 34,61 % menjadi 57,69 % pada siklus I dan meningkat menjadi 75 % pada siklus II; 3) capaian aspek psikomotorik pada observasi awal 32,69 % menjadi 48,08 % pada siklus I dan meningkat menjadi 78,85 % pada siklus II. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dari penelitian yang dilakukan oleh Iswatun Khasanah tersebut dapat diketahui bahwa paper quilling dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Urip Rahayu dan Nova 47 Ermawati sama-sama menggunakan model pembelajaran Direct Instruction, hanya saja penelitian tersebut dilaksanakan pada tingkatan jenjang pendidikan yang berbeda. Dari penelitian yang telah dilaksanakan tersebut dapat diketahui bahwa model pembelajaran Direct Instruction dapat digunakan untuk meningkatkan antusiasme siswa terhadap pembelajaran, selain itu siswa juga dapat mengeluarkan daya kreativitas yang mereka miliki, sehingga berpengaruh dengan meningkatnya kualitas hasil pembelajaran. Kedua penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, karena menggugunakan model pembelajaran Direct Instruction. Namun dalam penelitian yang akan saya lakukan memiliki perbedaan yaitu pada materi yang diberikan dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan paper quilling dan penelitian ini akan dilaksanakan pada jenjang yang berbeda yaitu sekolah menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo. Maka sangat diharapkan dalam penelitian ini pun dapat memberikan hasil yang sesuai sehingga tujuan yang telah dirumuskan pada penelitian ini dapat tercapai. C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan masalah dalam sebuah penelitian yang didasarkan pada kajian teoritis. Dalam mencapai sebuah tujuan pembelajaran harus ada sebuah proses timbal balik yang positif antara siswa dengan guru dengan menggunakan cara pembelajaran yang tepat. Jika tidak demikian, proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik dan hasilnya tidak akan maksimal dalam mencapai tujuan tersebut. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran dan seberapa besar ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Seperti yang telah diketahui berdasarkan observasi tentang permasalahan yang terjadi, membuktikan bahwa pada pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo perlu dilakukan perbaikan. 48 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti dan guru bekerjasama untuk mencari solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran karya tiga dimensi di sekolah agar siswa lebih antusias, sehingga kualitas hasil belajar dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan paper quilling siswa dapat meningkat. Permasalahan tersebut dapat diatasi menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran. Dengan adanya minat dan motivasi dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu peneliti menggunakan Direct Instruction atau model pembelajaran langsung. Model pembelajaran ini dirancang untuk mengenalkan siswa terhadap mata pelajaran guna membangun minat dan dapat menimbulkan rasa ingin tahu dan merangsang untuk berfikir kreatif. Selain itu, dengan menerapkan model pembelajaran Direct Instruction dalam pembelajaran berkarya tiga dimensi, siswa akan mendapat pengalaman baru dalam belajar. Penelitian ini dibagi menjadi dua siklus belajar yang setiap siklusnya terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Dengan menerapkan model pembelajaran tersebut diharapkan hasil belajar aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor dalam berkarya seni rupa tiga dimensi siswa dapat meningkat. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: 49 Pembelajaran membuat karya seni tiga dimensi pada kelas XI IPA1 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo Permasalahan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar karya seni tiga dimensi: 1. Kurangnya antusias dan keseriusan siswa dalam PBM menggambar bentuk. 2. Siswa kurang memperhatikan guru dan kurang bersemangat mengikuti pelajaran 3. Siswa jenuh dengan objek yang dikerjakan 4. Hasil belajar berkarya seni tiga dimensi yang masih rendah 5. Motivasi dan minat siswa rendah 6. Kurang tanggung jawab dalam mengerjakan dan pengumpulan tugas Kualitas Pembelajaran membuat karya seni tiga dimensi kurang optimal, tidak memenuhi KKM Perbaikan Penggunaan Medel pembelajaran Direct Instruction dalam berkarya seni tiga dimensi - Siklus I Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi - Siklus II Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi Kualitas hasil berkarya seni rupa tiga dimensi meningkat 50 Pelaksanaan Direct Instruction dalam penelitian ini dilakukan 5 fase yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada seluruh kelas dengan memastikan bahwa semua peserta didik mengetahui apa yang harus dikerjakan dan menarik perhatian siswa dengan menunjukan contoh gambar dan karya dengan teknik paper quilling atau menggulung kertas; 2) Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan. Guru memvisualisasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap dengan teknik paper quilling atau menggulung kertas yaitu menjelaskan tentang alat dan bahan yang diperlukan, serta mendeskripsikan proses pembuatan; 3) Memberikan bimbingan. Guru memberikan penjelasan-penjelasan akurat dengan tingkat kecepatan yang pas dan merunjuk pada pekerjaan siswa. Guru berkeliling untuk melihat cara kerja siswa dalam berkarya kemudian memberikan bemberikan bimbingan kepada siswa yang belum paham; 4) Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru bertanya dan memastikan seluruh siswa ikut ambil bagian dan terlibat dalam pembelajaran. Tanya jawab dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang disampaikan; 5) Memberikan latihan dan penerapan konsep. Guru Mempersiapkan latihan untuk siswa mengoprasikan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari. Sedangkan Pada siklus I, proses pembelajaran berkarya seni tiga dimensi melalui Direct Instruction menggunakan teknik paper quilling atau menggulung kertas dengan media kertas Koran bekas. Pada saat guru mendemontrasikan pembuatan karya tiga dimensi dengan teknik paper quilling siswa memperhatikan dan mengikuti. Sedangkan pada siklus II, proses pembelajaran berkarya seni tiga dimensi melalui Direct Instruction menggunakan teknik paper quilling atau menggulung kertas dengan media kertas warna atau quilling paper. Pada saat guru mendemontrasikan pembuatan karya tiga dimensi dengan teknik paper quilling siswa memperhatikan dan mengikuti. Sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan paper quilling. 51 D. Hipotesis Menurut Sugiyono (2010 : 64) Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Penerapan model direct instruction dapat meningkatkan minat, pengetahuan dn hasil belajar siswa dalam karya seni tiga dimensi dengan teknik paper quilling. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan model direct instruction dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan hasil pembelajaran dalam membuat karya seni tiga dimensi dengan teknik paper quilling.