BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (BPS) [1] yang bersumber dari Kantor Kepolisian Republik Indonesia, jumlah kendaraan bermotor di indonesia terus mengalami peningkatan, sejak tahun 2000 hingga 2012 tercatat rata-rata kenaikan jumlah per tahun adalah 13.62% dengan angka tertinggi di tahun 2012 mencapai 94.373.324 unit kendaraan. Di sisi lain, angka kecelakaan ternyata juga terus mengalami peningkatan. Dengan rentang waktu yang sama, jumlah kecelakaan tertinggi terjadi di tahun 2012 yang mencapai angka 117.949 kejadian. Telah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah maupun produsen kendaraan bermotor untuk menurunkan tingkat kecelakaan ini, salah satunya adalah dengan menerapkan ilmu dan teknologi dalam berkendara untuk menekan tingkat kecelakaan saat berkendara. Dengan terus meningkatnya teknologi informasi khususnya jaringan komputer dan Internet, para peneliti di bidang ini juga mencoba memberikan kontribusi mereka dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam berkendara. Menurut Lan et al. [2], salah satu topik penelitian yang populer dalam bidang jaringan dan industri otomotif adalah vehicular ad-hoc network (VANET). Riset di bidang ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah sistem komunikasi antar kendaraan untuk mendapatkan kecepatan dan efisiensi biaya distribusi data. Beragam inovasi aplikasi dapat diterapkan dalam VANET, baik tentang keamanan berkendara maupun non-keamanan. Yang termasuk kelompok keamanan berkendara misalnya aplikasi pencegahan tabrakan, kontrol dan pengawasan lalu lintas. Sedangkan aplikasi non-keamanan misalnya sistem untuk mengetahui layanan parkir terdekat yang bisa digunakan, aplikasi untuk mendapatkan informasi kondisi terakhir suatu jalan raya sehingga perencanaan perjalanan menjadi lebih baik. VANET merupakan sub topik dari mobile ad-hoc network (MANET), keduanya memiliki pendekatan yang sama yaitu tidak membutuhkan keberadaan infrastruktur jaringan tetap, sehingga cepat dan mudah untuk dapat diaplikasikan. Tetapi ada beberapa faktor yang secara jelas membedakan kedua konsep tersebut, yaitu 1 node dalam VANET memiliki pergerakan lebih cepat dengan pola yang terkontrol sesuai lintasan jalan yang dilalui, tersedianya sumber daya (terutama energi) yang lebih melimpah, dan skenario aplikasi yang berbeda dari MANET [3]. VANET dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan dan kemudahan di perjalanan, termasuk juga untuk memberikan kenyamanan pengendara dan penumpang ketika berkendara. Sedangkan MANET dikembangkan pada aplikasi yang lebih luas misalnya pada bidang militer, penanganan bencana, bidang pertanian dan sebagainya. Model komunikasi yang digunakan dalam VANET biasanya dibagi menjadi dua jenis yaitu komunikasi vehicle to vehicle (V2V) dan vehicle to infrastructure (V2I). Komunikasi V2V biasa digunakan oleh aplikasi yang hanya membutuhkan komunikasi antar kendaraan saja, dengan kata lain aplikasi ini tidak membutuhkan komunikasi dengan infrastruktur jalan raya. Contohnya adalah aplikasi untuk peringatan kecelakaan kepada kendaraan di sekitarnya. Sedangkan V2I digunakan oleh aplikasi yang membutuhkan komunikasi antara kendaraan dengan infrastruktur jalan raya atau jaringan Internet. Contohnya aplikasi untuk kendaraan yang terhubung dengan Internet atau server pusat. Meskipun demikian, secara umum aplikasi dalam VANET membutuhkan jalur komunikasi yang reliabel untuk menyampaikan pesan kepada tujuan yang sudah ditentukan. Menurut Sheng et al. [4], apabila model komunikasi V2V dan V2I digabungkan, kelebihan yang dimiliki dari keduanya bisa dimanfaatkan, yaitu jaringan kabel yang menyediakan transmisi cepat dan koneksitas yang kuat (kemampuan routing yang kuat) dan fleksibilitas komunikasi ad-hoc yang dapat berpindah dengan mudah. Adanya integrasi jaringan infrastruktur dan ad-hoc, VANET akan memiliki beberapa keuntungan berikut: 1. Komunikasi V2V yang opportunistic. 2. Self-organizing V2V ad-hoc relay. 3. Fleksibilitas pada penempatan access point dan perangkat on-board. 4. Keragaman level jaringan dengan transmisi multi-hop relay dan infrastructureassisted. 2 Beberapa protokol routing telah ditawarkan untuk digunakan dalam VANET, salah satu yang paling banyak dikembangkan dan diimplementasikan adalah Adhoc On-Demand Distance Vector (AODV) [5]. AODV merupakan protokol routing yang bekerja pada model komunikasi V2V, karenanya protokol ini hanya mampu melakukan routing antar sesama kendaraan saja. Namun, AODV telah dikembangkan sehingga memungkinkan sebuah node bergerak dapat terhubung dengan jaringan infrastruktur, protokol ini bernama AODV+ [6]. Berbeda dengan pendahulunya, AODV+ selain mampu bekerja pada model komunikasi V2V, dia juga dapat berkomunikasi dengan jaringan infrastruktur atau V2I. AODV+ memiliki kemampuan untuk menjadi gateway sehingga jaringan ad-hoc kendaraan dapat berkomunikasi dengan jaringan infrastruktur. Meskipun AODV+ dapat bekerja pada model komunikasi V2V dan V2I, penggunaan protokol ini pada jaringan infrastruktur yang difungsikan sebagai jalur bantu komunikasi V2V belum dapat dilakukan secara langsung. Seperti yang dilakukan oleh Sheng et al. [4], dia menambahkan sebuah Mobility Management Server sebagai tempat yang menyediakan tabel pemetaan antara Vehicular Node dengan access gateway yang melayaninya. Sehingga Vehicular Node yang ingin mengirimkan pesan kepada Vehicular Node lain tetapi tidak dapat di selesaikan dengan model komunikasi V2V, dapat dilakukan dengan transmisi data melalui perantara jaringan infrastruktur. Namun arsitektur yang digunakan mengharuskan semua access gateway terhubung secara langsung dengan sebuah mobility management server, atau dengan kata lain harus menggunakan topologi star dengan mobility management server sebagai pusatnya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di sini, node-node yang menjadi access gateway (dalam penelitian ini disebut dengan Base Station) tidak membutuhkan suatu server terpusat untuk mengendalikan komunikasi antar Base Station, sehingga antar Base Station hanya perlu dihubungkan dengan Base Station di dekatnya sehingga membentuk jaringan. Studi komunikasi kendaraan dalam konteks VANET biasanya didasarkan pada model simulasi, cara ini memiliki keuntungan yaitu analisis yang lebih tepat dari protokol dan aplikasi VANET yang dikembangkan [7]. Simulasi dilakukan karena adanya keterbatasan bila melakukan pengujian di lapangan sesungguhnya, bahkan tidak mungkin untuk dilakukan pada beberapa kondisi, misalnya pada skenario yang 3 membutuhkan banyak kendaraan dan pengendara yang bergerak melalui jalan-jalan perkotaan, hal ini akan membutuhkan sangat banyak orang, peralatan dan biaya [8]. Sehingga dalam penelitian ini digunakan model simulasi untuk mendapatkan data hasil penelitian. Untuk membuat model mobilitas kendaraan dalam VANET, ada beberapa parameter penting yang harus ada diantaranya, simulasi harus memiliki pergerakan node, model mobilitas yang berdasar pada topologi peta sebenarnya, penghalang jalan dan keputusan berbelok di persimpangan, serta perlambatan dan akselerasi kendaraan. Dalam membuat simulasi mobilitas kendaraan dapat menggunakan aplikasi MOVE (MObility model generator for VEhicular network), karena output dari MOVE adalah model mobilitas kendaraan dan dapat digunakan oleh simulator jaringan populer seperti NS2 Network Simulator versi 2 dan Qualnet [2]. 1.2 Perumusan Masalah Rumusan masalah yang diambil berdasar latar belakang di atas adalah sebagai berikut. 1. Protokol AODV+ belum dapat mendukung reliabilitas komunikasi V2V yang memanfaatkan jalur komunikasi di jaringan infrastruktur. 2. Arsitektur yang menggunakan server terpusat mengharuskan semua access gateway terhubung secara langsung dengan satu titik server. 1.3 Keaslian Penelitian Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan yang dilakukan di sini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memanfaatkan jaringan infrastruktur sebagai jalur cadangan ketika komunikasi V2V antar kendaraan tidak dapat diselesaikan, namun arsitektur yang ditawarkan membutuhkan sebuah server terpusat yang harus terhubung dengan setiap access gateway sehingga membutuhkan banyak media kabel untuk setiap access gateway yang terpasang. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di sini tidak menggunakan server terpusat, sebagai gantinya beberapa Base Station ditempatkan pada titik-titik terten4 Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Peneliti Sheng, et al. [4] Syarif, et al. [9] M. Xiaolong dan W. Liangmin [10] J. ChennikaraVarghese, et al. [11] T. H. Luan, et al. [12] B. Vidhale dan S. S. Dorle [13] A. K. Bisht, et al. [3] Fitur (1) Menghasilkan protokol yang dapat menggunakan jaringan infrastruktur sebagai jalur bantu pada komunikasi V2V; (1) Menghasilkan protokol yang dapat menghubungkan jaringan ad-hoc dalam MANET dengan jaringan Internet; (2) Melibatkan komunikasi V2V dan V2I. (1) Mengusulkan mekanisme kerja sama intensif berdasarkan teori game; (2) Melibatkan komunikasi V2I dan V2V. (1) Mengusulkan konseptual framework untuk mengintegrasikan infrastruktur dengan local peer group (LPG); (2) Melibatkan komunikasi V2I dan V2V. (1) Mengevaluasi unjuk kerja throughput DCF pada mobilitas komunikasi V2I yang tinggi; (2) Melibatkan komunikasi V2I. (1) Menguji unjuk kerja protokol AODV, AOMDV dan DSDV; (2) Menggunakan simulasi lalu lintas; (1) Menguji unjuk kerja protokol proaktif dan reaktif; (2) Menggunakan simulasi lalu lintas; (3) Melibatkan komunikasi V2V. Perbedaan (1) Menggunakan server terpusat untuk mengendalikan komunikasi antar AG. (2) Tidak menggunakan simulasi lalu lintas; (1) Tidak menggunakan jaringan infrastruktur sebagai jalur bantu pada komunikasi V2V. (2) Di uji pada lingkungan MANET dan tidak menggunakan simulasi lalu lintas; (1) Tidak menggunakan jaringan infrastruktur sebagai jalur bantu pada komunikasi V2V. (2) Tidak menggunakan simulasi lalu lintas; (3) Skenario pengujian fokus pada komunikasi kendaraan terhadap jaringan infrastruktur. (4) Tidak berbasis protokol AODV+; (1) Tidak menggunakan simulasi lalu lintas; (2) Hanya menghasilkan konseptual model untuk arsitektur V2V dan V2I. (1) Tidak menggunakan simulasi lalu lintas; (2) Tidak ada komunikasi V2V yang dilibatkan. (1) Tidak ada komunikasi V2I yang dilibatkan. (1) Tidak ada komunikasi V2I yang dilibatkan. tu di jalan raya. Setiap Base Station yang terpasang akan dihubungkan dengan Base Station lain terdekat, sehingga akan terbentuk suatu jaringan Base Station. Penelitian ini menggunakan model komunikasi V2V dan V2I terintegrasi sehingga jaringan infrastruktur menjadi jalur cadangan yang mendukung komunikasi V2V. Kemudian protokol AODV+ menjadi dasar pengembangan protokol yang dilakukan. Selain itu, pengujian unjuk kerja protokol routing yang dihasilkan dilakukan pada simulasi lalu lintas kendaraan. 5 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah. 1. Merancang protokol routing yang mendukung komunikasi V2V dan V2I terintegrasi berbasis protokol AODV+. 2. Merancang protokol routing yang dapat bekerja tanpa menggunakan sistem server terpusat. 3. Menguji protokol yang dihasilkan dengan simulasi lalu lintas. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini adalah. 1. Menghasilkan protokol routing baru yang mendukung komunikasi V2V dan V2I terintegrasi. 2. Meningkatkan reliabilitas komunikasi V2V pada protokol AODV+. 3. Mengetahui memanfaatkan jaringan infrastruktur terhadap kinerja VANET. 4. Simulasi lalu lintas dapat memberikan gambaran yang lebih nyata bila model ini diterapkan di jaringan sesungguhnya. 5. Hasil penelitian dapat menjadi rujukan dalam pengembangan teknologi VANET di lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 6