II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kentang T anaman kentang yang dibudidayakan diyakini oleh para ahli berasa l dati spesies liamya yang ditemukan di Amerika Selatan, yaitu Peru dan Bolivia (H~es 1978 dan 1994), dan penyebarannya ke benua Eropa terjadi pada abad ke 16. Kentang (Solanum tuberosum L) yang dibudidayakan di Eropa dicluga masuk melalui negara Spanyol. Kentang yang dikembangkan di negara Spanyol adalah dan spesies S. tuberosum L. subspesies andigena yang telah mampu beradaptasi dati daerah dengan fotoperiodisitas netral ke daerah dengan fotoperiodisitas panjang. Spesies kentang inilah yang kemudian disebarkan ke negara-negara di benua Asia Australia seabad kemudian. ~an Menurut Bradshaw (1994) bahwa kentang yang dibudidayakan saat ini merupakan spesies autotetraploid yang mempunyai sifat berpasangan antar kromosom homolog secara kuadrivalen (kromosom homok)g berpasangan empat-empat saat terjadi meiosis). Cara perbanyakan kentang dapat melalui dua cara yaitu: (1) seksual dengan biji; dan (2) aseksual dengan umbi, stek batang, dan umbi mikro hasil perbanyakan secara in vitro. Melalui perbanyakan klonal tanaman kentang dengan kultur jaringan dapat menjamin ketersediaan bibit yang kontinyu dan bebas patogen. Perbanyakan klemal secara langsung sangat kecil leemungkinan terjadinya valiasi somaklonal, seperti yang dilaporkan oleh Sree Ramulu dan Dijkhuis (1986), Stiekema et af. (1988); dan Wilkinson (1994). Variasi somaklonal akan terjadi bila perbanyakannya melalui tahap pembentukan kalus atau dengan kultur protoplas. Dengan cara ini variasi kromosom yang mungkin terjadi adalah defesi, inversi, translokasi. atau uneuploidi. Variasi yang terjadi ini temyata dapat menjadi sumber keragaman genetik bagi pemulia tanaman karena diperotehnya galur-galur yang memiliki keragaman dalam hasil, kualitas hasil, resistensi temadap penyakit seperti cendawan Alternaria solan;, Phytophthora 9 infestans, Fusarium oxysprorum, bakteri Erwinia carotovOta, virus PVY, PVX, PlRV, serta ketahanan terhadap nernatoda (Kumar 1994). Pemuliaan tanaman kentang budtdaya ditu;ui(ar. u'ltu~ mendapaikal1 tanamall resistsn sangat intensif di1akukan sejak tahun 1900, sej& edanya serangan Phytophthora sp. di Irlandia, meialui cara persilangan antara spesies liar dengan spesies budidaya. Sumber gen ketahanan pada kentang sudah banyak diketahui seperti ketahanan terhadap cendawan, bakteri, virus, nematoda, dan serangga. Disamping itu tetah ditemukan spesies yang memiliki geo ketahanan terhadap stres lingkungan meliputi kek.eringan, 5uhu tinggi, serta frost (Hawkes 1994). Spesies S. phureja, S. microdontum, S. demissum, S. stoloniferum dan S. tuberosum subsp. andigena diketahui memiliki geo ketahanan ter1ladap Phytophthora Infestans. Spesies S. tuberosum subsp. tuberosum maupun andigena diketahui memiliki gen ketahanan terhadap cendawan Synchytrium endobioticum, sedangkan S. chacoense memiliki gen ketahanan terhadap cendawan Streptomyces scabies. Walaupun sumber gen ketahanan pada tanam3n kentang telah banyak diketahui namun perakitan kultivar baru melalui persilangan tidak mudah. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat 58"- incompatibility, disamping ploidi yang sangat beragam mulai dari diploid hingga hexaploid. Pada kentang diploid memiliki sifat se/f- incompatibility yang disebabkan oleh S alele yang dapat menyebabkan pertumbuhan polen terhambat (Hawkes 1994). Persilangan antara spesies liar dengan spesies budidaya pada tingkat ploidi yang tidak sarna senng menghasilkan hibrida yang sten!. Persilangan antar spesies yang berbeda ploidi mungkin dapat terjadi bila keduanya memiliki sifat perpasangan kromosom pada meiosis sarna. Contohnya S. chacoense (diploid) x S. stoioniferom (tetraploid) yang sarna cara _sangan kromosomnya yaitu bivalen, akan menghasilkan turunan walaupun dengan fertilitas yang rendah. Persilangan antar dua spesies dengan tingkat ploidi yang sarna tidak dapat terjadi bila sifat perpasangan kromosoffi" keduanya berbeda. 10 Tujuan pemuliaan kentang yang utama adalah merakit kultivar barn yang resisten terhadap serangan patogen baik yang disebabkan oIeh serangga, cendawan, bakteri, maupun virus. Proses pemuliaan dimulai dt:!ngan r:'h:;'"\Jjd€:nti~lcasi sifat-sifat ke!ahan<ln yang ada pada spesie~-spestes pada varietas budidayanya. kentang balk pada spesies Ilcir m8upun Visker at a/. (2002), menemukan adanya keterkaitan antara sitat re5istensi tanaman kentang terhadap Phytophthora ;nfestans. yang terdapat pada kromoSom III dan V, dengan sifat penuaan daun yang terdapat pada kromosom V. Hasil yang diperoleh ini masih menjadi tanda tanya apakah kedua sifat ini dikendalikan oleh geo yang berbeda oamun terpaut sangat dekat, atau dikendalikan o\eh satu geo yang bertindak secara pleiotropik. Sitat resistensi terhadap virus pada tanaman kentang kultivar Pentland Ivory ditemukan oleh Marano et a/. (2002). Oilaporkan bahwa gen Nb merupakan gen dominan yang mengontrol sifat hipersensitif terhadap PYX, dan gen int diketahui terdapat pada kromosom V. Hasil penelitian dari Marczewski et a/. (2002) menemukan bahwa sifat resistensi temadap PVS (Potato Virus S) dikendalikan oleh gen Ns yang terdapat pada kromosom VIII. Gen inipun dilaporkan merupakan gen yang dominan. Pemuliaan tanaman kentang bukan hanya diarahkan untuk merakit kultivar resisten terhadap serangan patogen tetapi juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas umbi. Salah satu kualitas umbi yang merlach perhaban adalah warna daging umbi. Oi Amerika Serikat warna daging umbi yang kuning menjadi tujuan dalam pemuliaannya (Haynes 2000). Warna kuning dikehendaki karena beberapa alasan yaitu kandungan nutrisi yang lebih tinggi, kualitas hasil setelah pengolahan lebih baik, dan rasa enak. Warna kuning ini diketahui dikontrol oIeh kromosom nornor figa (Bonierbale et a/. 1988). satu ~bih gen yang terdapat pada Gen ini mengontrol produksi karotenoid terutama dalam bentuk lutein dan violaxantin, melalui pembentukan prel<ursomya yaitu phyfoene. II Kultivar Desiree termasuk kuttivar yang memiliki daging umbi berwama kuning pucat dengan kulit umbi berwarna me:-ah (NIVAA 2004). Kentang kuttivar ini umbinya terutama ditujukan uotuk fresh con:;LJm,;Ncm. chips, maulJun frelll;/J fr;"es. t\"ultivar ini temyata rentan terhadap penyakit yang diS€;babkan oleh cendawan sepert: Phytophthora infestans dan cendawan patogen lainnya, rentan terhadap PLRV (pot&to leaf roll virus), namun imun terhadap PYA (potato virus A), resisten terhadap PVX (potato virus X). dan pW (potato virus vn). Kultivar ini agak tahan terhadap kondisi kekeringan, dengan umur panen antara agak pendek sampai agak panjang. Produksi per hektar kultivar ini termasuk tinggi menurut kriteria yang dikeluarkan oleh NIVAA (2004). Menurut Sosinski dan Douches (1996), kultivar desiree termasuk ke dalam grup bersama-sama dengan kultivar Spunta, Red Pontiac, Noc1and, dan Rosa, berdasarkan hasil RAPD yang dilakukan terhadap 39 kuttivar kentang yang dikembangkan di Amerika. Dan penetitian yang dilakukannya ditemukan bahwa kuttivar yang diperbanyak secara vegetatif dengan kultur jaringan temyata tidak menimbulkan variasi genetik berdasarkan hasil "analisis dengan metode RAPD (Random Amplified PoIymo<phic DNA). 2.2 Mekanisme Pertahanan Tanaman Terhadap Cendawan Patogen Pembentukan struktur penghalang pada dinding sel dan kutikula dan permukaan daun merupakan suatu strat~i pertahanan tanaman yang umum diketahui pada banyak jenis tanaman. Beberapa contoh struktur penghalang tersebut adalah iapisan lilin yang menutupi sel epidermis dan ketebalan dindilg sel merupakan suatu cara untuk mencegah infeksi patogen. Respon tanaman terhadap serangan patogen adalah dengan mengaktifkan berbagai mekanisme pertahanan ataminya. yang dapat diketahui dengan adanya perubahan flSik dan perubahan biokimia tertentu (Broglie at al. 1993). Perubahan flSik berupa penebalan dinding sel (disebul juga callose) akibat akumulasi glikoprotein (Bradley et al. 1992). dan fenolik (Hunter 1974). serta terbentuk 12 lignifikasi (Vance fit al. 1980). Perubahan biokimia yang terjadi antara lain: adanya sintesis dan akumulasi fitoaleksin yaitu suatu sen~'awa hasil metabolit sekunder yang toksik bagi bakteri maupun cendawan parogen (Beyr.on 1S97), tanin, senyawa yang menyerupai asam lem~k (fatty acid-like substances) (Lowtvn 9t al. 1992), dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanarnan (Nothnagel et al. 1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh terhadap serangan patagen namun dapat juga hanya menekan perkembangan patogen sampai tingkat yang signifikan sehingga tidak menurunkan produksi. Mekanisme pertahanan . yang lain adalah tidak adanya faktor pengenal pada tanaman yang dapat digunakan patogen untuk menentukan inang yang sesuai. Tanaman juga dapat mempertahankan diri dengan tidak memproduksi senyawa metabotit yang dipertukan oleh patogen sehingga patogen tidak berkembang. Deteksi dan pengenalan yang tepat dan cepat dari patogen yang potensial adalah langkah yang paling utama dalam usaha untuk memproteksi tanaman dari serangan patogen (Greenberg at al. 1997). Tanaman memiliki suatu protein yang disebut protein reseptor (plant receptor proteins) yang dapat mengenali suatu senyawa yang dikelual1<an oleh patogen yang disebut elisitor. Elisitor disini dapat berupa produk gen dari patogen, kitin atau komponen dinding sel patogen lainnya. Interaksi antara reseptor dan elisitor diduga metibatkan protein kinase dan pospatase (Ward et al. 1995). Interaksi inilah yang selanjutnya akan mendorong diaktifkannya mekanisme pertahanan tanaman. Kemungkinan mekanisme pertahanan konstitutif yang utama dan tanaman hanya untuk menghambat perkembangan patogen dan memben kesempatan mekanisme pertahanan inducible (mekanisme pertahanan terinduksi) terekspresi. Pertahanan terinduksi ini tennasuk pembentukan struktur dinding sel tambahan dan menginduksi senyawa-senyawa toksik yang dapat mematikan sel tanaman dan patogen, sehingga perkembangan patogen dapat di~kalisir. Hasil dan respon ini bisa berupa reaksi hipersensitif (hypersensitive Iesponse, HR) yaitu suatu 13 respon yang menginduksi kematian seI secara cepat mengefilingi patogen sehingga ter10kalisasi (apoptosis). Selama respon ini berlangsung, terjadi pengiriman signal ke bagian tanaman yan{:j tidEik ierillf,*si untuk rnengaidiiKan mekanisme pertahanan inducible dan selanjutnya aka" timoul resistensi yang bersifat sistemik (Systemic Acquired Resistance, SAR) untuk mengurangi tlngkat keparahan sl;:rangan (Agrios 1997). Dalam hal ini resistensi melibatkan gen-gen SAR. Pemicu timbulnya respon hipersensitif pada tanaman yang terserang cendawan diduga adanya produksi radikal oksigen yang teraktifasi (reacUve oxygen species, ROS) seperti peroksida, hidrogen peroksida dan radikal hidroksida (Hammond, Kosack dan Jones 1996). Radikal oksigen ini diproduksi beberapa detik atau menit setelah terjadi kontak aotara sel tanaman dengan sel cendawan atau elisitor yang disekresikan oleh cendawan. oksidase dari plasma membran. ROS aka" dikeluarkan oleh NAOPH ROS dapat toksik bagi cendawan dan dapat berperan sebagai senyawa oksfdatif bagi senyawa glikoprotein dan fenolik dan dinding sel tanaman sehingga suitt dipenetrasi atau didegradasi oleh cefldawan (Dumer dan Klessig 1995). Secara paralel juga tementuk senyawa yang berkaitan dengan pertahanan seperti 8sam jasmonik dan etiten. Molekul tersebut menginduksi tementuknya asam salisilat (Ryals et a/. 1996; Sandermann et al. 1998), asam absisik (Lee et al. 1996), yang akhimya akan menginduksi protein dan enzim yang langsung berperan dalam sistem pertahanan. Sebagai akibat dan aktifnya jalur' mekanisme pertahanan tanaman maka gengen yang ter1ibat akan dieksprest"kan, salah satunya adalah PR gen yang akan menghasilkan protein yang dikenal dengan sebutan pathogenesis-related protein (PRprotein) seperti yang dilaport<an Van Loon (1985) dan Payne at ./. (1990). PR- proteJn adalah kelompok protein yang terlibat dalam mekanisme pertahanan tanam8n baik pada keadaan interaksi antara tanaman dan patogen yang sesuai (compatible) maupun yang tidak (Ashfield at ./. 1994). Gen-gen SAR tennasuk kedalam ketompok 14 ini. PR-protein akan dtekspresikan bukan hanya sebagai respon dari adanya serangan patogen namun juga akibat adanya stres lingkungan seperti kandungan Iogam berat yang i.inggi (Nasser et al. 1990), ket:elingan (Grosset et ai. 1H90), polusi udara (Ernst at el. 199/') dan kadar garam Hnggi (King at al. 19136) dan luka. Tanaman akan memproduksi PR- protein yang berbeda pada organ yang oerbeda dan terting~i terutama pada daun yang mengalami penuaan, akar (Felix dan Meins 1986), dan organ pembungaan (Richard et al. 1992). Konsentrasi protein ini pada tanaman saat terinfeksi patogen dapat mencapai 10% dan total protein sel (SHntzi at al. 1993). PR- protein stabil pada pH rendah, sementara enzim dan protein lain akan terdegradasi. PR-protein juga dilaporkan tahan temadap enzim proteolitik endogen maupun eksogen, sehingga membuat protein ini tahan terhadap lingkungan dimana dia berperan seperti di dinding sel, interselular dan vakoula. Telah ditemukan ada 5 kelompok PR-protein yang dimiliki oleh tanaman yang dikelompokkan berdasarkan fungsi, serologi, sekuen protein, berat molekul dan karakteristik lain. Kelompok 1 dari PR·protein. PR-protein ini pertama ka~ ditemukan pa.da tanaman dikotiledon seperti pada kentang, tomat, tembakau, dan tanaman monokotil seperti barley dan jagung (White et al. 1987). Data sekuen yang dapat diakses dari bank data tidak memberikan petunjuk yang jelas ten tang aktifitas biologi dari kelompok protein ini (Stintzi et at. 1993). Namun demikian hasil uji aktifitas enzimatik menunjukkan kemampuan penghambatan perkembangan cendawan in vitro. Protein PR-1 dari tomat (Nidermann et al. 1993)"dan PR-1g dari tembakau (Nidermann et al. 1995) dan PR-la dan PR-lb (Cutt et 81. 1989) mampu menghambat peri<embangan cendawan Phytophthora infestans secara in vitro. Kelompok 2 dart PR-proteln. PR-protein dari kelompok ini adalah ~1.3- gJucanase. Berdasarkan bank data ada sedikitnya 509 jenis protein glukanase yang tetah dilaporkan. Glukanase yang ada sebagian besar adalah endoglukanase yang dapat menghidrolisis 13-1,3- glucan menjadi oligomer yang memiliki panjCl1Q rantai 2-6 15 unit glukosa (Stintzi et al. 1993). Protein ini akan menghidrolisis 13-1,3- gluean yang lt1enjadi komponen dinding sel cendawan patogen, dan hasil hidrolisisny~ dapat menjadi elisnor aktif yang dapat mendorong diaktifkannya mekanisme pertahanan taoaman. Pada tanaman dikenal ada 3 kelas enzim glukanase (Meins at a/. 1993) yang merr.iliki aktifrtas penghambatan yang berbeda. Kelas I merupakan enzim yang berslfat basa dan tertokalisasi di vakuola serta memiliki daya menghambat yang kuat terhadap Fusarium solan; (Mauch et aJ. 1988). tertokalisasi ektraselular, serta marnpu Kelas II memiliki sifat 85am dan menghambat perkembangan berbagai cendawan patogen (Leah et al. 1991). Kelas III merupakan enzim yang bersifat 85am dan tidak memilki aktifrtas antifungal, seperti enzim glukanase PR-Q (Payne 1990). Enzim glukanase yang dihasilkan oleh setiap spesies tanaman berbeda dalam aktifitas antifungal karena substratnya spesifik. Kelompok 3 dart PR-protein. kitinase. Kelompok 3 dari PR-protein adalah enzim Enzim kitinase mampu menghidrolisis kitin yang merupakan suatu homopolimer yang tidak dapat larut dari 1987). {3-1,4- N-acetyJgJucosamine (Boller et al. Kitinase yang dihasilkan oleh tanaman merupakan endokitinase dan eksokitinase, sedangkan yang dihasilkan oleh bakteri merupakan eksokitinase (Cornelissen dan Melchers 1993). Sarnpai saat ini telah diidentifikasi 86 jenis endokitinase pada berbagai jenis tanaman, dan masing-masing memiliki aktifitas yang berbeda baik sebagai enzim penghk1roVsis maupun sebagai reseptor untuk signal terekspresinya mekanisme pertahanan tanaman. Ary et aJ. (1989) menemukan pula eozim kitinase yang memiliki aktifltaS menghambat enzim a-amylase. Selama tanaman mengalami infeksi patogen, enzim kitinase dan {3-1,3glucanase temyata meningkat konsentrasinya di dalam sel. Enzim-enzim ini bila dimumikan masing-masing mampu mendegradasl kitin dan {3-1,3-gfucan. Substrat bagi enzim {3-1,3-91ucanase hanya terdapat pada bagian tertentu dari tanaman seperti 16 tabung pok!n dan dinding set endospenna (Fischer dan Stone 1981). sementara substrat bagi enzim kitinase yang ada dalam tanaman diduga adalah glycolipid (Collinge et al. 1993). Berdasartc:an hasil penelitian in '.Iitro diketahui enzim kitlnase ini mampu menghambat peritembC'"gan cendawan yang memiliki kitin pada dinding hifanya (Mauch et al. 1988) dengan cara menghidrolisis kitin tersebut. Hasil hidrolisis kitin ini menjarti oligosakarida yang dapat bertindak sebagai etisitor bagi tanaman untuk mengaktifkan mekanisme pertahanannya (Ham st a/. 1991, Boller 1987). Kelompok 4 darl PR-protein. Protein yang termasuk kedalarn PR-protein 4 ini adalah protein ekstraselular yang memiliki berat molekul 13-14.5 kDa. Protein ini ditemukan pada tanamsn tembakau yang terinfeksi oteh Tobacco Mosaic ViruslTMV (Kauffmann et al. 1990). Protein ini memiliki kesamaan dalam sekuen 8sam amino dengan protein dari gen win 1 dan win 2 yang dimiliki oleh tanaman kentang (Friedrich et a/. 1992) yaitu protein yang terinduksi akibat luka, dan protein gen hevein dari tanaman karet (Hejgaard at a/. 1991) yang merupakan antifungal. Kelompok 5 dart PR-proteln. Kelompok 5 dan PR-.,.-n ini rneliputi proteinprotein yang menyerupai protein thaumatin (thaumatin-like proteins) (Kauffmann at a/. 1990). Thaumatin adalah protein yang rasanya manis dan tanaman Thaumatoooccus daniel/i, yaitu semak yang terdapat di Afrika. Protein yang juga termasuk kedalam PR- protein 5 ini adalah protein osmotin yang ditemukan pada set tembakau yang mampu beradaptasi pada kondisi konsentrasi NaCl tinggi (Singh at a/. 1987). Berbagai protein yang tennasuk kedalam kelompok 5 dan PR-protein ini memiliki aktifrtas menghambat perkembangan hifa cendawan dan menghidrolisis spora cendawan. Zeamatin adalah PR-protein 5 dan tanaman ;agung dapat menghambat perkembangan cendawan candida albicBns dan T1'ichod8nnB reese; (Kobayashi at a/. 1995) dengan menghidrolisis hifa. Protein osmotIn dan ternbakau dan lorna! memiliki aktifitas antifungal terhadap Phytophthora infastans juga dengan cara menghidrolisis dinding hifa cendawan tersebut (Wok>shuk et al. 1991). 17 2.3 Patogenesls Cen_n PatogBn Spora (seksual) atau konidia (aseksual) mungkin merupakan titik awat dan juga akhir dari perkembangan cendawan. Spora merupakan bentuk reproduksi dari cendawan sekaligus juga merupakan stuktur bertahan dalam lingkungan yang tidak optimal yang ditandai dengan rendahnya proses metabolisme yang terjadi, kandungan air yang rendah, dan tidak adanya pergerakan sitoplasmik (Gregory 1966). Jika kondisi lingkungan optimal maka spara akan berkecambah dan berkembang membentuk hifa yang akhimya akan membentuk misetium. Kandungan dinding seI hita cendawan 80- 90% terdiri dari poIisakarida seperti kitin, Idtosan, glukan, selulosa. patio dan heteropolimer lainnya (Griffin 1976). Kandungan dinding sel ini juga menjadi satu karakter yang digunakan dalam mengklasifikasikan cendawan. Cendawan patogen diduga mengenali inangnya melalui senyawa yang dikeluarkan oteh tanaman seperti asam lernak atau fenolik. Cendawan berpenetrasi ke dalam set tanaman secara pasif melalui stomata, lentisel, atau luka, atau berpenetrasi aktif dengan membentUk tempat penetrasi dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi dinding sel tanaman. 2.3.1 Mekanisme Infeksi oleh Patogen Dalam menginfeksi tanaman inang, cendawan patogen memmki beberapa mekanisme yang dapat dipergunakan untuk memulai suatu penetrasi yaitu : memproduksi enzim pendegradasi polimer, enzim pendetoksifikasi fltoaleksin, memproduksi zat pengatur tumbuh tanaman, dan toksin (Clarkson 1992; Crane et al. 1996). Bagian pennukaan tanaman diprotek.si oIeh kutikula yang sebagian besar mengandung insoluable polyester yang disebut kutin. Walaupun ada cendawan patogen yang dapat melakukan penetrasi Iewat stomata, namun banyak cendaWan yang menghasilkan enzim kutinase untuk mendegradasi kutin pada kutikula. Contoh cendawan yang dapat memproduksi kutinase adalah - . haematococca yang menyerang batang tanaman kacang po\ong. Cendawan juga dapa! menghasilkan 18 suatu enzim yang dapat melakukan demetilasi terhadap senyawa fitoaleksin tanaman inang, dengan demikian patogen tersebut toteran menghasilkan frtoaleksin tersebut. hidup pada inang yang Contohnya adala!"! Nectria haematococca yang toleran terhadap pisatin yang dihasUkan tanaman kacang poIong, dan GibbereHa pulicaris yang taleran terhadap rishitin yang dihasilkan tanaman kentang (Clarkson 1992). Senyawa lain yang dapat diproduksi oleh cendawan patogen adalah toksin. Toksin ini diproduksi oleh cendawan pada saat sudah melakukan penetrasi, yang ditujukan untuk menghambat proses pengaktifan mekanisme pertahanan tanaman yaitu menghambat ekspresi gen...gen PR-protein, atau menghambat proses metabolisme sel sehingga terjadi cytostatis yang akan ber1anjut pada kematian sel (Crane et al. 1996). Toksin ini merupakan senyawa dengan berat molekul rendah dari hasil metabolisme sekunder cendawan. Berdasar1<an kespesifikannya, ada 10ksin yang selek1if dan ada yang tidak. Toksin yang sifatnya selektif misalnya HC-toxin yang dikontrol oleh gen Tox2 yang dihasilkan oleh cendawan Cochlioboius camonum, merupakan toksin yang hanya mampu menghasilkan infeksi pada galur jagung mutan pada gen Hm1 yang memproduksi enzim reduktase. Contoh toksin yang tidak spesifik adalah asam fusarat (fusaric acid) yang dihasilkan oleh Fusarium oxysporom, dan fusicoccin yang dihasilkan oteh Fusicoccum amygdali (Clarkson 1992). 2.3.2. Inleraksi Gen Antara Inang dan Palogen Terjadinya penyaktt pada tanaman diketahui akibat dari adanya interaksi antara tanaman dan patogen secara genetik (Agrios 1997; Greenberg 1997; Ji el./. 1998; Melack dan Lawton 1998; Keen el ./. 2000;). Tanaman yang resisten terhadap serangan patogen dikontrol oleh gen tunggal yang disebut gen R (Resistance gs"..), dan tanaman yang rentan tidak memiliki gen ini. Ketidakmampuan patogen dalam menginfeksi tanaman dikontrol oIeh gen yang disebut gen Bvr ( aviruIence gene), dan 19 patogen yang tidak memiliki gen tersebut mampu mengmeksi tanaman. Interaksi gen antara tanaman dan patogen merupakan interaksi antara gen R yang spesifik dengan gen avr dart patogen. Ji et al. (1998) membuat suatu hipotests i>ahwa gen R dart tansrnsn mengkode suatu reseptor yang dapat mengenali produk gen avr. Pengenalan oleh tanaman ini akan menginduksi mekanisme pertahansn tanaman yang akan membuat tanaman menjadi resisten. Jika salah satu dart gen R atau avr tidak ada maka tansman. tidak akan mampu mengenali patogen dan patogen dapat berkembang (Jackson dan Taylor 1996). Sampai saat ini telah diisolasi 149 gen resisten (gen R) dart tanaman tembakau, arabidopsis, tomat. padi dan jagung (Bent 1996, Belkhadir at 01. 2004). Tanaman yang rentan menjadi resisten temadap cendawan patogen setelah menerirna gen R yaitu cf-9 dan cf-2 dart tanaman tomat (Dixon at al. 1996). Ji et a/. (1998) dan Belkhadir et a/. (2004) melapol1<an bahwa respon yang terjadi skibat interaksi antara gan R dan avr ditandai dengan adanya perubahan dari ion kalsium yang cepa\. tingginya kandungan oksidatif akstraseIular, dan pada beberapa kasus terjadi kematian seI ter10kalisasi cepat yang dikensl dengan respon hipersensitif (hypersensitive response IHR). Kalompok protein resisten (R) kaya akan asam-amino leusin yang berutang (LRR= Leucines-rich repeats) dan situs pelekatan nukleotida (NBS= nucleotide-binding site). Protein-protein resistan ini mirip dengan protein yang berfungsi dalam sistem imunitas yang dimiliki oleh mamalia. Mekanisme interaksi . antara protein R dengan protein avr secara ~ular masih belum begitu jelas diketahui dan masih merupakan hipotesis. 2.4 Enzim Kltinase Seperti tetah diuraikan sebelumnya, enzim kitinase tennasuk kedalam PR- protein pada kelompok 3. Enzim kitinase atau enzim Poly 1,4-(~ glucosaminide)g/ycanohydmlase) adaIah enzim yang diekspresikan oIeh gen chi yang dapat menghidrolisis kitin. Kitin adalah suatu polimer atau poly- 1J-1,4-II- 20 acetylglucosamlne (GlcNAc), yang merupakan penyusun utama dinding hila cendawan patogen dan nematoda (Chohen-Kupiec dan Chet 1998) dan merupakan po!imer keclua teroanyak di alam setelah selulosa. Enzim kitinase ini dihasilkan secara konstitutif I1li:IUpUil terinduksi baik oIeh tanaman (Graham dan Sticklen 1994), bakteri (Burberg at a/. 1995; Roffey et al. 1990; dan Gooday 1990), cendowan Trichoderma harzianum (Haran at 81. 1996), virus {Sun st a/. 1999; Hiramatsu st al. 1999), dan serangga (Ding at al. 1998). Enzim kitinase tanaman yang pertama kali berhasil diisolasi adalah endokitinase tanaman yang dapat menghidrolisis kitin menjadi polimer yang lebih pendek anta", 1 sampai 5 monomer (Graham dan Sticklen 1994). Setelah dilakukan penelitian tentan9 enzim kitinase taoaman, temyata ada tanaman yang memiliki eksokitinase seperti tanarnan melon, bit gula, wortel, dan Havea brasiliensis (Broglie dan Broglie 1993). Enzim eksokitinase ini juga memiliki aktifitas kitinolitik dengan hasil degradasinya berupa dimer dan monomer. Contoh tanaman yang memilikl enzim endokitinase antara lain tanaman kedelai, tembakau, dan tomat. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri Serratia marcescens merupakan endokitinase (Jones et 81. 1988; Brurberg et 81. 1995), yang dihasilkan oleh streptomyces Iwidans adalah eksokitinase (Miyashita dan Fujii 1993), sedangkan cendawan T. harzianum menghasilkan kecluanya (Haran at al. 1996). Walaupun jenis enzim kitinase yang dihasilkan oIeh mikroorganisme ini berbeda namun hasil degradasi kitinnya sama yaitu dalam bentuk monomer. Kitinase yang dihasilkan oleh S. Jwidans dan T. harzianum merupakan enzim ekstraselular, sedangkan yang dihasilkan oIeh S. marcescens merupakan enzim intraselular dan baru berfungsi bila seI balderi ini mengalami tisis. Enzim kitinase yang dihasilkan ofeh balderi Aeromonas caviae strain WS7b merupakan enzim ekstraselular (Wenuganen 1997). Enzim kitinase yang dikelompokkan ke daIam endokilinase adalah enzim yang dapa! mendegradasi kitIn secara acak dan bagian daIam struk1ur polimer kitIn 21 sehingga menghasilkan bentuk mulfuner GIcNAc seperti chitotetraosa, chitotriosa, atau dimer seperti dt.-acetylchitobiosa. Enzim kitinase yang tergokmg kedalam eksokitinase dibagi lagi menjadi dua yaitu: (1) chitobisldase yang menghidrolisis diacetylchltobiosa; (2) 1-4-p..N..acetylglucosamlnldase yang menghidrolisis produk dan endokitinase dan chitobisidase sehingga menghasilkan monomer GIcNAc ( Chohen- Kupiec dan Chet 1998 ). 2.4.1 Pengelompokan Enzim Kitinase EnZim kitinase dikelompokkan menjadi 5 kelas berdasarbn struktur primer dan proteinnya (Graham dan Stickle" 1994; Chohen-Kupiec dan Chet 1998 ). dan enzim ini dikelompokkal kedalam famili 18 dan 19 daism famili enzim glycosyl hidrolase. Struktur primer dart protein enzim kitinase aka" menentukan aktifitas kitinolitiknya. Enzirn Kitinase Kelas I: adalah kitinase basa yang kaya akan asam amino cistein pada N-tenninal serta memiliki daerah pengikatan kijin (Chitin-binding), dan ter10kalisasi pada vakolJla sel. Sekuen yang kaya cistein ini terpaut dengan sekuen pendek yang kaya akan gtysinlproUn yang merupakan daerah katalitik dan enzim tersebut. Berdasarkan hasH pengujian in vitro ketas ini dapat menghambat pertumbuhan cendawan (Mauch .t81.1988). Enzim Kitinase Kelas II: adalah kitinase asam yang N-terminalnya sedikit mengandung cistein, namun memiliki homologi yang cukup tinggi pada daerah katalitik dengan enzim kitinase kelas I, namun tidak memiliki daerah chifin.. binding. Kelompok ini teookalisasi pada daerah ekstraselular dan umumnya banyak ditemukan pada tanaman dikotil. Kitinase kelas II diisotasi dari tanaman bar1ey menunjukkan aktifltas antifungal, namun yang diisotasi dan tembakau tidak memiliki aldifitas ini (selaBuu~ at 81. 1993). Enzlm Kitina.e Kela. III adalah kitinase yang sekuen katalitiknya berbeda dengan ketas I maupun II. Keta. ini tidak memiliki aktifitas antifungal (Shah 1997», 22 tidak memiliki signal untuk ditransk>kasikan ke vakoula (lawton at al. 1992). dan diduga hanya berperan sebagai elisitor saat tanaman terserang cendaW3n. Enzlm Kitinase Kelas IV: memiliki N-tenninal yang kaya akan asam amino clstein, sekuen yang mirlp dengan kelas I oamun lebih pendek, dan memiliki aktifltas antifungal tiga kali lebih tinggi dan kelas I. Tanaman dapat menghasilkan lebih dan satu jenis enzim kitinase (Broglie dan Broglie 1393) yang semuanya tennasuk kedalam mekanisme pertahanan tanaman. Enzim Kitinase Kelas V: kelas enzim ini kebanyakan dihasilkan o~h bakteri, oamun ada juga yang dihasilkan oleh tar.aman seperti tembakau. Sekuen enzim ini memiliki kemiripan dengan kelas III dan dikeJompokkan kedalam famili 18 dan glycosyl hydrolase. 2.4.2 Gen Penyandi Enzim Kitinase Geo yang mengontrol enzim kitinase adalah gen chi. kitinase yang dibuat o~h Pengetompokan eozim Levorson dan Chlan (1997) berdasarkan sekuen gen dan struktur molekul yang mengekspresikan enzim tersebut. Enzim kitinase dikelompokan kedalam 5 kelas berdasarkan ada tidaknya N-terminal hevein domain dan kesamaan setwen kitinolitiknya. yailu Chia1, Chia2. Chla3, Chla4, dan Ch1a5. Balden S. marcescens memiliki 2 jenis enzim kitinase yaitu ChiA dan ChiB yang masing-masing dikontrol oIeh gen chiA dan che (Brurberg at al. 1995), kitinase dar! bakteri Streptomyces lividans tennasuk tipe chiA (Miyashita dan Fujii 1993), dan yang dihasilkan oIeh Bacillus circulans tennasuk tipe chiD (Watanabe at al. 1992). T anaman kentang memiliki beberapa jenis enzim kitinase yang tennasuk kedalam kelas I dan II (Graham dan Sticklen 1994). Jika ditinjau dan sekuen konsensus DNA yang mengontrol enzim kitinase pada kentang ini tennasuk kedalam kelompok Chia1. lsolasi gen kitinase dari tanaman sudah banyak dilaporkan. seperti dan tanaman Atabidopsis lhaliana (Kawabe dan Miyashita 1999 ); kentang (Buechter al a/. 1997; Ancillo el a/. 1999); padi (Takakaru ot al. 2000), anggur(Busam el a/. 1997). pokeweed 23 atau Phytolacca americana (Ohta et al. 1995), kacang tanah (Kellmann ot al. 1996), rye atau Seeale cereal (Yamagami dan FIJnatsl.! 199ot). Io~k (Kondo et al. 1997), poplar (Cfarke 9t a/. 1998), dan jagung (Huynh at al. 1992). Gen kitinase dan bakteri juga telah berhasil diisolasi, yaitu dari bakteri S. tnBlC8scsns (Sustow at a/. 1967). Aeromonas caviae {Wenuganen 1997; Sitrtt at al. 1995), dan dan Bacillus circulans (W"rwat at al. 1999). Gen kitinase dari serangga sepert ulat sutra, dan Hyohantria cunea berhasil diisolasi oleh Kim et al. (1998). Gen kitinase dari cend3Waf1 Trichoderma reesei diisolasi oleh Deane et al. (1999), T. hatzianum P1 (Mach at al. 1999). Gen-gen dari virus chlo:-ella PBCV-1 diisolasi ofeh Sun et al. (1999) dan virus CVK2 oleh Hiramatsu et al. (1999). Gen-gen yang telah diisolasi sudah diverifikasi dan dipelajari ekspresinya baik pada bakteri maupun taoaman. 2.4.3 Mekanisme Hidrolisis Kitin oleh Enzim Kitinase Aktivitas enzim kitinase tanaman baru dipelajan sekitar tahun 1980an ok!h Schlumbaum at al. (1986), dengan mengekstrak protein mum; dari tanaman dan mempelajari aktivitasnya. Protein kitinase yang diekstrak dari tanaman kedelai mampu menghambat perkembangan hifa dan TrichtxJerma wride (cendawan nonpatogenik) dan Uromyces phaseo/j (cendawan patogenik) pada konsentrasi 10 sampai 50 Enzim ini menghidrolisis ujung hits cendawan tersebut sehingga te~adi ~g/ml. lisis. Ujung hifa merupakan bagian dari cendawan untuk melakukan penetrasi ke dalam sel inangnya. Penelitian seleksi sel tanaman lemon yang resisten terhadap cendawan dilakukan oIeh Gentile at al. (1993) secara in vitro. Kalus lemon varietas Femminello yang ditumbuhkan pada media yang mengandung toksin dari cendawan Phama tracheiphi/a menunjukkan sel yang resisten mengekspresikan enzim kitinase dan glukanase sepuluh kall lebih tinggi dibandingkan seI yang rentan. Enzim-enzim ini disekresikan keluar seI tanaman. Kejadian yang sarna juga terjadi pads seleksi sal tanaman anggur varietas Chardonnay yang resisten terhadap cendawan Elsinoe 24 ampelina (deBary) Shear penyebab antraknosa. Jayasankar et a/. (2000) melaportan sel anggur yang resisten bila ditumbuhkan pada medium y;:m9 mengar,,jung 40% fiHrat cendawan akan mensekresikan enzim kitinase dan tumbuh dengan baik membentuk embrio somatik, sementara yang rentan akan mati dalam beberapa hari. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa enzim kitinase diekspresikan pada tingkat sel taoaman secara inducible. Metraux dan BoUer (1986) mempelajari enzim kitinase pada tanaman mentimum. Tanaman yang diinokulasi dengan cendawan CoJletotrlchum lagenalium temyata memprocluksi enzim kitinase dengan konsentrasi 100 kali lebih tinggi dari yang tidak diinokulasi. Enzim kitinase dari tanaman seperti telah diuraikan sebelumnya memiliki aktifltas kitinolotik, oamun ada juga yang hanya berfungsi sebagai chitin-binding protein (Raikhel dan Lee 1993), sepen kitinase I yang ditemukan pada tanaman kedelai, padi, tomat, kentang, poplar dan tembakau. Ciri dan enzim kitinase ini adalah memiliki ujung amino dengan residu yang kaya akan asam amino glisin dan prolin, sekitar 39 sampai 42 asam amino. Pada ujung karboksil dan protein tersebut mengandung 7 asam amino cistein yang berperan sebagai signal peptlda untuk membawa protein tersebut ke dalam vakoula. Protein yang memiliki aktifitas pengikatan kitin (chitin- binding) juga ditemukan pada invertebrata Tacypleus tridentatus (Suetake st 81. 2000). Protein ini disebut tachycitin, terdin dan 73 asam amino dan memiliki aktifitas antimikroba. Protein kitinase yang dihasilkan oleh tanarnan Brassica juncea (Zhao dan Chye 1999) merupakan kitinase asam yang memiliki 2 Chitin-binding, dan mempunyai kemiripan sekitar 62% dengan enzim Chia1 dali tembakaJ. Enzim kitinase ketas I dari tanaman kedelai bukan merupakan protein vakoula tapi disekresikan ke luar sel (menjadi protein ekstraseIular) karena tldak memilild signal peptida yang mengarahkan protein tersebut ke vakoula. protein ini hanya diekspresikan pad. organ tertentu seperti daun yang sedang bert<embang dan aka'. Peningkatan enzim ini terjadi karena adanya radiasi sinar UV, peningkatan etilen 25 selama proses penuaan, dan adanya infeksi patogen (Raikhel dan lee 1993). Protein kitil'1t'lse kelas ! dafi tanaman poplar (Clarke sf al. 1998) ekspresinya meningkat karena adanya pelukaan. Peningkatan ini tidak disebabkan oIeh adanya peningkatan asam salisilat, oamun oleh adanya tranc;k>kasi harmon sistemin. Dan merupakan respon yang bersifat lokal. Protein kitinase kelas II justru diinduksi oleh adanya asam salisilat dan ini merupakan respon yang bersifat sistemik. Lerner dan Raikhel (1992); Brameld dan Goddadlll (1998) melapol1<an bahwa enzim kitinase kelas I dan II tidak mampu menghambat perkembangan hifa cendawan Phytophthora erythroseptica, karena cendawan ini tidak memiliki kitin pada dinding selnya. Yun at a/. (1996) juga melaporkan bahwa enzim kitinase kelas I dari tembakau, yang memiliki bobot molekul 29 kDa, tidak dapat menghambat cendawan Phytophthora parasitica, oamun dapat menghambat Rh;zoctonia solan;, Fusarium oxysporum. dan Verticillium dahlias. Enzim kitinase tembakau ini diekspresikan saat pembentukan dan perkembangan bunga, dan merupakan enzim intrasetular (Neate st .,. 1990). Legrand al.,. (1987) mempelajari protein yang diekspresikan tanaman tembakau yang terinfeksi virus. Tanaman tembakau temyata mengekspresikan 4 jenis kitinase, dua diantaranya memiliki bobot molekul 27.5 kOa dan 26.5 kOa. Tanaman tembakau tersebut membefi respon hipersensitif terhadap serangan TMV (tobacco mosaic virus). Takemoto st al. (1997) melaporkan bahwa tanaman kentang yang terinfeksi Phytophthora infestans juga mengekspresikan enzim kitinase basa dengan bobot molekul 32 kOa dan diakumulasikan pada sitoptasma seL Walaupun konsentrasi enzim ini meningkat namun tetap tidak dapat menghambat perkembangan cendawan tersebut. Gen kitinase elrtB dan chIC dari tanaman kentang merupakan kitinase basa kelas I yang terlnduksi oIeh adanya eliten dan infeksi patogen (Ancillo .1 .,. 1999). Protein dari gen eirE konsentrasinya tinggi pada jaringan daun yang mengalami penuaan, dan rendah di akar dan batang yang telah tua. Protein dan gen chiC justru 26 tinggi pads daun yang masih muds, rendah pada batang muds, dan tidak ditemukan di ~kar Er.l.im kitlnsse yang dihasilkan 04eh tanaman Pisum sativum L. CY. Dot hanya mampu menghambat pe!1(embangan hits Fusarium solan; f. sp. phaseoli dan Alternaria solan;, nsmun tidak dapat menghambat Phytophthora coctorum (Mauch et 01. 1988). Gen kitinase dan tanaman Arabidops;s thaliana tipe liar adalah kitinase asam (chiA) dan kitinase basa (chiS). Gen chiAo memiliki 3 exon, terdiri-dari 302 asam amino, dan ter1etak di kromosom 5. Gen chiS terdiri dan 2 exon dengan 336 asam amino dan ter1etak pads kromosom 3. Enzim kitinase ChiA diekpresikan pada organ akar. daun, hidatoda, serta anter, dan ekspresinya diinduksi oleh asam salisilat. Enzim kitinase ChiS diekpresikan pada organ akar dan diinduksi oleh etileo (Miyashita 1999). Bakteri Aeromonas caviae WS7b merupakan bakteri tanah nonpatogenik yang diisolasi dari perkebunan lada di Pulau Bangka, Indonesia. Pada perkebunan lada ini sedikit sekali ditemukal nematoda dibandilgkan di daerah iain. Dari analisis enzimatik dengan media mengandung kitin temyata bakter1 ini menghasilkan enzim kitinase karena mampu mendegradasi kitin dan membentuk zone bening pada media (Wenuganen 1997). Gen kitinase yang berhasil diisolasi dari bakteri ini memiliki sekuen daerah bacaan (ORF= Open Reading Frame) sebesar 2725 bp yang menyandikan 864 asam amino (Malik et al. 2003). Gen kitinase yang diisolasi ini tidak membawa promotor. dan mengekspresi!GJn enzim ekstraseluiar. Enzim kitinase yang diekspresikan oleh bakteri Aeromonas caviae, isolat dari Israel, juga menyandikan enzim ekstraselular (SMt et al. 1995). Skrining bakteri tanah penghasil enzim kitinase dari perkebunan kentang yang ditanami dengan kultivar Kerr's Pink, ditakukan oIeh Cronin et a/. (1997). Pada perkebunan ini belum pemah dilaporkan te~adi serangan nematoda kista (cyst) selama hampir 30 tahun. Enzim kitinase yang dihasilkan o1eh 137 isolat bakteri , tersebut mampu menghambat penetasan tefor nematoda Globodera rostochiensis 27 sebesar 70 sampai 90% secara in v;tro. lsotat bakteri ini juga mampu menghambat penetasan teter nematoda kista ini di tanah yang ditanami kentang kultivar Oesiree. Bakteri tersebut diklentifikasi Chromobacterium sp. sebagai Stenotrophomor.as rr.altopllHia dan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa enzim kitinase juga dapat menghambat pef1(embangan nematoda disamping cendawan patogen. Enzim kitlnase yang dihasilkan tanama" Pirea abies dapat merespon elisitor yang dihasilkan oleh mycorhiza Amanita muscaria. Elisitor yang dikeluarbn berupa kiti" akan dihidrolisis oleh enzim kitinase yang diproduksi di akar, sehingga monomer. m~jadi Enzim kitinase .yang dihasilkan tidak menghambat perkembangan cendawan tersebut (Salzer et al. 1997). Enzim kitinase yang terekspresi karena perubahan lingkungan mempunyai promotor yang dapat terinduksi (inducible promoters), seperti pada tanaman kentang (Ficker at 81.1997). Setiap jenis enzim kitinase disimpan di tempat yang berbeda didalam seI yaitu ada yang disimpan eli vakuola atau sitoplasma dan ada yang disimpan diluar sel atau ekstraselular. lokasi tempat penyimpanan protein ini ditentukan oleh 7 asam amino cistein yang terdapat pada ujung karboksil dan polipeptidanya. Protein yang memiliki 7 asam amino ini konsentrasinya tinggi di vakuola. sedangkan di daerah ekstraselular konsentrasinya rendah (Neuhaus at al. 1991). Tempat penyimpanan enzim kitinase di dalam sel akan mempengaruhi aktifitasnya sebagai PR-protein. Enzim vakuola akan menghambat patogen yang telah melak':lkan penetrasi ke dalam sel, sedangkan enzim ekstraselular akan mencegah patogen menginfeksi sel. Chohen-Kupiec dan Chet (1998) melaporkan bahwa aktifrtas kitinolitik dan enzim kitinase tanaman memiliki 2 mekanisme dalam menghidrolisis kitin. Bila enzim menghidrolisis ikatan ~1.4 maka GIcNAc pada ujung yang terpotong akan memiliki carbon 1 yang asimetris sehinggga menghasilkan 2 stereoisomer yang berbeda konfigurasinya yaitu a dan p,. Enzim kiHnase memiliki sekuen katalitik yang disebut Glu127. Sekuen ini dimiliki ok!h semua enzim yang memiliki aktifitas kitinolitik. terdiri 28 dan 22 asam amino dan 2 asam amino diantaranya adalah glutamin yang merupakan asam amino esensial untuk aktivitas katalitik. Jika kedua asam glutamin ini dibuat mutasi pada gennya maka akon menurunkan aktivitas kitinolib"k dari enzim kitinase tersebut (Andersen at 81.1997). Kitinase dan bakteri memiliki sekuen katalitik berupa asam amino glutamin dan aspartat. Kedua 85am amino ini dipisahkan oleh 4 asam amino lain, seperti pada kitinase A1 dan bakteri Bacillus citr;u/ans (Watanabe at al.1993). Sekuen katalitik pada enzim kitinase ChiA dart Setrati!J marcescens be~arak 76 85am amino antara glutamin dan aspartat (Perrakis at a/. 1994). 2.5 Rekayasa Genetika Tanaman Resisten Cendawan Patogen Mengintroduksikan sitat resistensi kedalam suatu tanaman adalah denga" menyisipkan gen yang mengontrol sWat tersebut ke dalam genomnya dan tanama" diharapkan mengekspresikan gen tersebut. Pemuliaan konvensional melakukannya dengan cara menyilangkan antara kuttivar kornersial yang rentan dengan tanaman resisten (Martin 1994). Melalui cara ini gen yang berpindah bukan hanya yang mengontrol sWat resistensi saja namun juga gen-gen lain sehingga hasil yang diperoleh sering tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ber1cembangnya teknik rekayasa genetika, memungkinkan untuk mengintroduksikan hanya gen spesifik yang diinginkan ke dalam genom tanaman. Pemanfaatan teknik ini tidak hanya sebatas memindahkan gen antar spesies tanaman namun juga gen dan prokaryot ke eukaryot, seperti gen dari balderi disisipkan ke dalam genom tanaman. Pemindahan gen ini memungkinkan dilakukan sejak ditemukan bakteri Agrobacterlum tumefaciens, bakteri penyebab penyaktt tumor, yang dapat dijadikan sebagai pembawa gen spesifik tersebut (Van VIoten-Doting 1991). TeI<nologi rekayasa genetika atau sering juga disebut sebagai teknologi DNA rekombinan, berkembang sejak ~hun 1980an dan dikembangkan untuk merakit 29 tanama" yang memiliki kualitas yang lebih baik dan sebelumnya. Saat ini teknok>gi rekayasa genetlka telah berkembang pesat dan ditujukan untuk menghasilkan tanaman yang memproduksi protein tertentu untuk tujuan fannasi dan industri, tanaman resisten, dan tanama" yang menghasilkan produksi dengan komposisi temak tertentu seperti pada kelapa sawit (Zhijian dar. Gray 2005). Tanaman dalam hal ini dapat diasumsii<an sebagai bioreaktor (GocIdijn dan Pen 1995; Gelvin 1998a; Fischer at al. 1999; Bailey 1999; ). Tanaman transgenik dapat mengekspresikan suatu protein rekombinan secara transien (sementara) sehingga ekspresinya dengan cepat t:'!apat dideteksi. Tanaman yang positif membawa gen spesifik dapat diproduksi dalam skala besar dalam kultur suspensi sel atau di lapang. Tanaman transgenik padi yang membawa gen psy (gen yang menjandikan phytone synthase), gen crtl (geo phytoene desaturase) dan gen Icy (gen Iycopene f3-cyclase) adalah tanaman yang diharapkan menghasilkan karbohidrat dengan kandungan provitamin A vitamin A (Ve et al. 2000). Varietas ini dirakit untuk mencegah defisiensi Gen psy dan Icy berasal dan tanaman Narcissus pseudonarcissus, sedangkan gen crlt dan Etwin;a uredovora. Perakitan tanaman transgenik tembakau yang membawa gen sIgA, ditujukan untuk mengekspresikan suatu antibodi untuk mencegah infeksi bakteri akibat carries gtgi. Begitu juga perakitan tanaman jagung yang memproduksi antibodi untuk terapi kanker, dan tanaman kedelai yang memproduksi antibodi untuk penyakit he!p6s simplex. Produksi antibodi pada tanaman dianggap lebih aman dibandingkan pada hewsn karena tidak terkontaminasi oleh protein lain, dan lebih murah (Fischer et al. 1999). Perakitan tanaman transgenik untuk memproduksi antibodi mirip dengan tujuan merakit talaman resisten temadap patogen. Tanaman diharapkan dapat memproduksi senyawa yang dapal menghambal per1<embangan patogen. Transformasi gen spesifik ke dalam genom tanaman dapat dengan bantusn bakteri Agrobacterium tumefaciens, eIektroporasi, atau dengsn palffcle bombardment 30 ( Mlynarova dan Nap 1997). Perakrtan tanaman resisten menjadi salah satu tujuan penting dalam pertanian karena dianggap ramah lingkungan dan produk yar.g dmasilkan sehat untuk dikonsumsi karena tidak menggunakan bahan kimlawi untuk melindungi tanaman dari serangan patogen, dan proses produksi pertanian dapat be~alan secara berkesinambungan. Tanaman ini ramah lingkungan karena proses produksinya tidak mencemari lingkungan dengan pestisida. Ada dua strategi yang dapat dilakukan untuk merakit tanaman resisten melalui teknik rekayasa genetika yaitu: (1) mengintroduksi geo spesifik yang memiliki aktifrtas antifungal dan antimikroba, atau gen yang diketahui memegang peranan dalam mekanisme pertahanan tanaman; (2) mengintroduksi gen-gen yang mengekspresikan enzim yang memegang peranan sebagai regulator dalam mekanisme pertahanan tanaman. Menggunakan strategi yang kedua menghendaki infonnasi yang lebih mendalam tentang siklus biosintesis senyawa yang terlibat dalam sistem pertahanan. terutama yang dikontrol oleh banyak gen atau muftigenik (Lamb .t al. 1992). Contohnya adalah biosintesis fitoaleksin. UV protectants. dan sintesis lignin. Oalam merakit tanaman transgenik kacang pok>ng untuk meningkatkan aktivitas senyawa isoflavone 2-hydroxylase temyata dapat meningkatkan produksi fitoaleksin tanaman tersebut (Shah 1997). Namun dernikian. strategi kedua ini jarang dikembangkan karena lebih kompleks dan hasilnya kurang optimal. Strategi yang paling banyak dipelajari dan memberikan hasil resistensi yang optimal adalah mengintroduksi gen chi yang mengekspresikan enzim kitinase kedalam genom tanaman (Broglie et al. 1991). Aktifitas antifungal dan enzim ini telah terbukti baik in vitro maupun in vivo (Graham dan Sticklen 1994; Zhu et al. 1994), dan secara tidak langsung dapat mengaktifkan protein PR tanaman. Keuntungan lain adalah tanaman tidak memiliki kitin pada selnya sehingga transformasi gen kitinase tidak akan menghasilkan pengaruh yang negatif tertladap tanaman itu sendiri (Howie at 81.1994). 31 Dinding sel cendawan dan kelompok hemi-ascomycotina dan hem... basidiomycotina umumnya terdiri dan kitin sebagai I.;.omponen utama dan skeleton disamping ~tucan, sedangkan matriknya mengandung a-glucan dan glycoprotein. Dinding sel pada cendawan sangat memegang peranan sebagai alat proteksi terhadap bahan kimia beracun dari lingkungan, dan juga sebagai filter disekresikan kelua!" sel maupun yang diserap inang (Peberdy 1990). menyililpanan ~i senyawa yang saat melakukan penetrasi ke dalam sel Fungsi dinding sel cendawan juga sebagai tempat senyawa karbon. Cendawan dan kelompok Oomycetes merupakan cendawan yang unik karena dinding selnya mengandung ii-glucan dan selulosa. Nematoda juga dilaporkan memiliki kitin pada dinding selnya. Menurut Cabib et al. (1990) semua cendawan yang mengandung kitin mensintesisnya dan UDP-Nacetylg/ucosamine melalui pemanjangan rantai oleh enzim chitin synthetase dengan ikatan ~ 1,4. Pengetahuan tentang komponen dinding sal cendawan penting dalam usaha merakit tanaman resisten cendawan patogen. Tanaman transgenik Brassica napus var. Ok!ifera membawa gen endokitinase kimera (gen kitinase dan tomat pada ujung 3' difusikan dengan gen kitinase dan tembakau) menunjukkan resistensi yang meningkat 23-79% terhadap cendawan Phoma lingam, Sclerotinia sclerotiorum, dan Cylindrosporium ooncentricum (Grison et al. 1996). Tanaman transgenik lain yang membawa gan chi asing hasil rekayasa genetika adalah tanaman tembakau yang membawa gen chiA yang berasal dan bakteri Serratia marcescens (Sustow et-al. 1987; Taylor at 81. 1987; Jones at a/1988; lund at aJ. 1989; Lund and Dunsmuir 1992; Howie at 8/1994). Gen ini diekspresikan di tanaman dibawah kontrol promotor 35SCaMV temyata dapat meningkatkan konsentrasi enzim kitinase tanaman 3040% lebih tinggi dari nontransgeniknya. Resistensi tanaman tembakau transgenik ini terhadap AJtemetia Jongipes menjadi meningkat, terlihat dari menurunnya jumlah bercak nek.rosis dan klorosis infeksi dibandingkan dengan nontransgeniknya. ~ama 32 Kemampuan proteksi dari enzim kitinase terhadap cendawan patogen sangat dipengaruhi oleh sumber Punja dan Raha~o g~!1 kitlfl8se yang digun::.kan dan jenis cendawan yang diuji. (1996) melakukan pengujian terhadap beberapa tanaman transgenik pembawa gen kitinase dan berbagai sumber gen. Tanaman transgenik ketimun (Cucumis sativus cv. Endeavor) dan wartel yang mendapat gen kitinase masing-masing berasal dari petunia (kitlnase jenis asam). buncis (kitinase jenis basa), dan tembakau (kitinase jenis asam). Ketiga jenic:: tanaman transgenik ini diinokulasikan dengan empat jenis cendawan yaitu Alternaria cucumerina, 80trytis cinerea, Colletotrlchum lagenarium, dan Rhizoctonia solan;. Wortel transgenik menda;:-at gen kitinase yang berasal dari petunia (kitinase asam) dan tembakau (kitinase basal, dan diinokulasikan dengan Alternaria radiCin; Botrytis cineria, Rhizoctonia so/ani, Sclerotium roIfsii, Thielaviops;s basicola. Ketimun transgenik tidak menunjukkan perbedaan dalam perkembangan penyakit jika dibandingkan dengan nontransgeniknya, namun tanaman yang mendapat gen yang berasal dan tembakaU Iebih tahan dibandingkan dengan kedua jenis yang lainnya. Berdasarkan jumlah Iesio yang terbentuk, wortel transgenik yang membawa gen kitinase dari tembakau lebih tahan dibandingkan dengan tanaman yang mendapat gan dan petunia. Berdasarkan hasil pengujian terhadap konsentrasi enzim kitinase, pada ketimun maupun wortel transgenik terjadi peningkatan konsentrasi mencapai 1.5 - 2 kali dibandingkan nontransgeniknya. Enzim kitinase yang berasal dan tembakau diduga memiliki aktifrtas antifungal yang lebih tinggi dibandingkan kitinase dan petunia. Mauch et a/. 1988 mefaporkan bahwa kitinase basa yang bersumber dan tanaman buncis mampu melisis dinding sel hifa Trichodenna viridae, namun terhadap Fusarium solan; dan Alternaria solan; hanya mampu menghambat bila dikombinasikan dengan enzim 13-1,3-g/ucanass. Kitinase A dan bartey temyata memiliki aldifitas antifungal sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan kitinase B. Enziro ini temyata , lebih efektW untuk menekan perkembangan Phyoomyces blakesleeanus, dibandingkan 33 dengan enzim kitinase yang berasal dan S. Marcescens gri.<;eus ~~oberts maupun Streptomyces dan Selitrennikoff 1988). Guna merakit tanaman tembakau yang resiste" terhadap serangan Phytophthora infestans, Melchers et al. (1993) mentransfonnasi 3 jenis gen yaitu gan chi, ap24. dan p...1,3-g/ucanase yang berasal dan tembakau. Ketiga gen ini dikontrol oleh promotor 35SCaMV d~ngan enhancer ganda dan diharapkan disekresikan ke luar sel dengan memotong signal peptida gen tersebut Ekspresi ketiga gen ini meningkat 8-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan nontransgeniknya dan mampu menghambat cendawan Phytophthora infestans. diduga akibat enzim Penghambatan pertumbuhan hita cendawan 13-1,3-glucanase melisis dinding hita cendawan. sedangkan enzim kitinase berperan sebagai signal menginduksi mekanisme pertahanan tanaman endogen. Gen kitinase RCC2 yang berasal dan tanaman padi tennasuk kedalam kitinase ketas I, diintroduksi ke dalam genom tanaman anggur (Vitis vinifera L. cv. Neo Muscut). Gen RCC2 dikontrol oleh promotor 3S8CaMV, dan tanaman transgenik diinokulasi dengan cendawan Uncinula necator yaitu cendawan penyebab powdery mildew. Daun yang diinokulasi menunjukkan gejala hipersensittf, dan penghambatan terjadi karena miselia dan perkecambahan kontdia cendawan terhambat (Yamamoto et 81. 2000). Gen kitinase yang sama juga ditransformasi kedalam genom tanaman krisantimum (Dendranthema granditkJrum Ramat var. Kitamura). Transfonnan yang dihasilkan resisten terhadap Botrytis cinerea dibandingkan dengan nontransgeniknya (Takatsu ef al. 1999). Adanya perbedaan dalam aktifitas enzimatik dart masing-masing geo kitinase menyebabkan perakitan tanaman transgenik yang resisten terhaclap beberapa jenis cendawan patogen disarankan untuk menggunakan kombmasi geo kitinase dari tanaman dan dari bakteri secara beJsama-sama. Cara lain untuk mendapatkan tanaman yang resisten terhaclap cendawan aclalah dengan mengkombinasikan gen 34 kitinase dengan gen p-1,3-g/ucanase mengingat dinding sel hits cendawan patogen :nengculdung kitin dan il-1.3-glucan (BrogUe dan Broglie 1993). Penggunaan promotor konstitutif sebagai regulator gen kitinase temyata juga dapat meningkatkan ekspresi gen tersebut pada tanaman transgenik. 2.6 Ekspresi Gan pada Tanaman Transgenik Perakitan tanaman transgenik meningkat sangst cepat dan menjadi penting artinya bagi masa depan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Perakitan tanaman transgenik untuk tanaman-tanaman komersial per1u diperhatikan kestabilan ekspresi gen yang disisipkan ke datam genomnya serta kestabilan integrasinya ke generasi berikutnya. Gen yang ditransformasi seringkali memberikan ekspresi bervariasi dari 1 sampai 1000 kali lebih tinggi dan nontransgeniknya. Menurut Gallie (1993); Mlynarova dan Nap (1997); Kumar dan Fladung (2002), ada beberapa faldor yang menentukan keberhasilan transfonnasi, kestabilan integrasi dan ekspresi sebuah gen di dalam tanaman transgenik antara lain: (1) Metode transformasi gen spesifik; (2) Target integrasi gen spesifik pad. genom tanaman; (3) Jumlah copy gen di dalam genom; (4) Posisi integrasi gen spesifik di dalam genom; (5) Promotor gen spesifik; (6) Sekuen gen spesifik yang ditransfonnas~ dan (7) Metilasi DNA gen spesifik. Pada organisme eukaryot regulasi sebuah gen sampai terekspresi membentuk protein harus melalui mekanisme transkripsi, pasca transkripsi, translasi dan pasca translasi. Mekanisme regulasi ekspresi gan ini dialami oleh setiap gen endogenus maupun gen spesifik yang diinsersikan ke dalam genomnya. Setiap tahap dari proses ekspresi gen ini menghendaki konctist yang optimal agar proses dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 2.6.1 Metode Transfonnasi Gen Spesifik Transformasi gen spesifik (juga disebut transgen) ke dalam genom tanaman resipien pertama kali dikembangkan dengan perantara bakteri Agrobacterium 35 tumefaciens, bakteri tanah penyebab penyakit tumor pada tanaman (Albright et al. 1987; Stiekema et a/. 1968). Sejalan dengan perkembangan bfoteknologi ditemukan metode tranformasi lain seperti elektroporasi. mikloiojeksi, particle bombardment (Li dan Gray 2005, dan viral vektor (Gelvin 1998). Metode transfonnasi gen yang paling banyak digunakan pada tanaman dikotil maupun monokotil adalah denga" perantara bakteri agrobakterium. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat mentransfer gen yang diklon pada daerah T-DNA dari plasmid binary, ke dalarn genom inti seca~ acak (Kumar dan Fladung 2002). Penggunaan bakter1 ini sebagai perantara karena memiliki beberapa keuntungan yaitu: persentase keberhasilannya tinggi baik pada tanaman dikotil maupun monokotil, dan jumlah copy T-DNA yang terintegrasi rendah. Albright et a/. (1987): Narasimhulu et .1. (1998): dan Gelvin (1998) melapooom bahwa T-DNA yang ditransfer ke dalam genom tanaman adalah utas tunggal dan prosesnya ditentukan oWl protein Vir yang dimili.d oleh bakteri tersebul Protein Vir02 berperan sebagai endonuklease yang memotong T-DNA utas tunggal dan se1anjutnya dibalut oIeh protein VirE2 untuk mencegah didegradasi oleh DNA nuklease bakteri tersebut. Sundberg dan Ream (1999) melaporkan bahwa protein VirE2 dibantu oleh protein VirE1 yang bertindak sebagai chaperon. T-DNA yang telah terpotong selanjutnya ditransfer ke dalam sal tanaman resipien dengan bantuan protein VirD4. Bakteri agrobakterium yang membawa gen vit02 atau vilD4 yang telah mengalami mutasi akan kehilangan kemampuannya untuk memindahkan T-DNA. Bila gen virE2 yang termutasi bakteri itu masih dapat memindahkan T-DNA walaupun hanya 20% dari yang tidak termutasi. Gen vir02 dan vit04 sangat menentukan virulensi dari bakteri agrobakterium dalam menginfeksi inangnya atau tanaman resipien. Sel jagung yang genomnya diinsersikan dengan T -DNA dapat dideteksi transkripsi gen tersebut 24 jam setelah co-kuHivasi, sedangkan pada sal tembakau dapat dideteksi 18 sampai 20 jan (Narasimhulu at al. 1996). Kecepatan hasil transkripsi dapat dideteksi menandakan 36 balderi agrobakterium dengan cepat dapat memindahkan T -DNA nya ke dalam genom tanaman tersebut. Transfonnasi T-DNA ke dalarn geoorr. tanaman resipien ditentukan oleh adanya sekuen sepanjang 25 bp yang menjadi pembatas kanan (righl-bonierlRB) dan kiri (/eff-borderlLB) dari T-DNA. Sekuen RB dan LB menjadi baIas T-DNA dipoton9 oleh endonuklese sebelum ditransfer ke dalam set tanaman. Adanya sekuen pengapit ini memungkinkan T-DNA dipotong sesuai pada tempatnya oteh endonuklease Vir02 . dari plasmid binary yang membawa T-DNA tersebut. Yin d,an Wang (2000) temyata mendapatkan 33% dan 226 tanaman transgenik padi yang membawa sekuen ptasmid binary diluar sekuen T-DNA (disebut non-TONAl. Sekuen non-TONA yang terintegrasi kedalarn genom padi bisa berupa sekuen plasmid binary tanpa T -DNA. atau T -DNA yang juga membawa sekuen diluar L8. Transformasi DNA yang melebihi batas T -DNA yang seharusnya bukan karena te.jadi mutasi pada sekuen LB, diduga karena pemotongan yang dilakukan oIeh protein Vor02 tidak tepat Pemotongan yang tidak tepat dapa! disebabkan karena jumlah moIekul protein Vir02 yang tidak mencukupi, Menurut Lanka dan Wilkins (1995), pada setiap bakteri, untuk mentransformasi satu molekul T-DNA diperlukan 2 rnoaekul protein Vir02. Satu molekul Vir02 akan melekat pada ujung 5' dari T -DNA setelah terjadi nick pada plasmid binary. dan mengarahkan T-DNA menuju sel tanaman resipien. Molekul protein VirD2 yang kedua melekat pada ujung 5' dari non-TONA dari plasmtd binary dan menggabungkan dengan ujung 3' setelah terjadi replikasi utas yang terpotong secara roIling-circie. Jika hanya terdapat 1 molekul Vir02 atau jumlahnya kurang dari jumlah sekuen pembatas T-DNA maka pemotongan akan meiewatl sekuen LB. DNA yang ditransformasi juga ada yang lebih pendek dari ukuran T-DNA yang seharusnya. Kejadian ini diduga akibat adanya pemotongan secara mekanik atau biokimia ok!h nuklease selama proses transltmnasi, Menurut Yin dan Wang (2000) teljadinya transformasi non-TDNA akan menimbulkan masalah bila yang terintegrasi ke dalam 37 genom tanaman resipien adalah gao marka seleksi resistensi antibiotik untuk se~ksi bakteri. Ini dapat menjadi masalah karena sulit menghilangkan gen marXa seleksi ini Gen marka seleksi untuk seleksi bakteri ini dikawatirkan dan tanaman transgenik. akan menimbuli(an masalah Iingkungan karena terjadinya perpindahan mater! genetik tersebut ke dalam bakteri yang ada di lingkungan, sehingga bakteri di lingkungan menjadi resisten antibiotik tersebut Transformasi gen spesifik dengaA bantua" agrobakterium sampai saat ini dianggap paling efisien baik untuk tanarnan dikotil maupun monokotil. seperti- padi (Hiei at 81. 1997). acasia (Xie dan Hong 2002), eucaliptus (Toumier et al. 2003}, dan krtsantimum (De Jong at al. 1994; dan Shennan et a/1998). Tanaman monokotil yang umumnya rekalsitran dipertukan strain bakteri agrobakterium yang supelVirulen untuk mentransfonnasi T -DNA. Oalam usaha menghasilkan efisiensi transformasi yang tinggi. Hiei et al. (1997 ) menggunakan agrobakterium yang membawa gen virG dan vifB yang dikontrol oleh promotor konstitutif sehingga efisien dalam mentransformasi T-DNA ke dalsm genom padi. Metode mikroinjeksi atau particle bombardment adalah teknik transformasi TDNA ke dalam genom tanaman secara langsung. Kedua metode inl umumnya digunakan pada tanaman yang sulit ditranformasi dengan agrobakterium atau dengan tujuan untuk mengintegrasikan gen spesifik ke dalam genom sitoplasma atau organ spesifik seperti polen. Metode mikroinjeksi yaltu memasukkan DNA kedalam sel protoplas dengan bantuan jarum mikro. Metode particle bombardment menggunakan partikel legam mulia yang telah diselimuti DNA yang akan ditransfonnasi. dan ditembakkan ke dalam sel atau protoptas dengan tekanan tinggi (450 - 2200 psi) dari gas helium. kromosom DNA yang sudah berada di dalam sel akan dilntegrasikan ke dalam dengan bantuan komponen-komponen sel (Li dan Gray 2(05). Transformasi gen dengan metode ini tidak perlu mengkonsbUksi gen ke delam plasmid binary namun cukup ke daism plasmid seperti vektor pUC. GeMn (1998) dan Chen et 38 a/. (1998) mentransfonnasi 14 jenis gen yang berbeda ke dalam genom sel embrionik padi dengan metode particle bombardment. Setiap jenis gen diklon ke dalam plasmid pUC dan secara bersama-sama ditransformasi ke dalam sel padi. transgenik yang dihasilkan 85% membawa ~ih T80aman dari 2 jenis gen, 17% diantaranya membawa lebih dari 9 jenis gen, dan 3 tanaman membawa 13 jenis gen. Evaluasi terhadap F1 dari masing-masiog tansmsn transgenik, temyata gen-gen yang ditransformasi terintegrasi pada 1-2 Iokus yang sarna dan ekspresi gen bervanasi antar tanam~n dan bahkan terjadi gene silencing. Gen-gen yang telah terintegrasi ada yang hilang pada generasi F1, osmun semus tanamsn menunjukkan pertl.lmbuhan yang noonal. Mekanisme gen-gen yang terintegrasi hanya pada 1-2 lokus saja masih belum jelas. Gene silencing diduga akibat terjadi metilssi pads promotor, seperti sering terjadi pada promotor 35SCaMV (Given 1998). Elektroporasi adalah metode transformasi DNA secara Iangsung ke dalam protoplas seperH pada metode mikroinjeksi. DNA atau gen dtb'anstormasi ke dalam protoptas dengan bantuan tegangan listrik. Metode ini jarang digunakan karena tingkat keberhasilannya sangat rendah (U dan Gray 2005). Metode lain untuk mentransfer DNA atau gen secara langsung adalah dengan silicon carbide dikembangkan oleh Kaeppler et al. (1992). yang DNA (gen) dtcarnpur dengan jarum silicon carbide, dan sel tanaman dalam sebuah tabung selanjutnya divortex. Melalui cara ini diharapkan jarum tersebut dapat membuat lubang pada dinding sel sebagai tempat masuknya DNA ke dalam sel dan terintegrasi ke dalam genom. Metode ini masih sangat rendah tingkat keberhasilannya. 2.6.2 Target Integrasi Gen Spaslflk pada Genom Tanaman Target in1egrasi gen spesifik di dalam sel sangat penting artinya bHa tanaman yang akan direkayasa diperbanyak secara seksual dengan biji. Gen spesifik ditargetkan terin1egrasi pada genom kloroplas dengan lujuan gen tersebut lidak terbawa ,sel garnet jantan (paten) dan hanya diturunkan secara maternal (Daniell 39 2002). Gen spesifik yang tidak terbawa polen dapa! mencegah tetjadi perpindahan materi genetik (gene flow) ke tanaman lain melalui persitangan. Gene flow yang terjadi dari tanam3n transgenik ke tanarnan nontransgenik cukup tinggi yaitu 38% pada bunga matahari, dan 50% pada tanaman strawberi. Kemungkinan terjadi perpindahan geo resisten herbisida pada jagung ke gulma sangat dikawatirkan akan terbentuk 9ulma super, walaupun ini masih berupa perdebatan karens perpindahan materi genetik aotar kedua s~ies tersebut belum pemah dilaporkan (Daniell 2(02). Integrasi gen pada genom kloroplas temyat& ekspresinya lebih tinggi dan mencegah terjadinya gene silencing. Pada tanaman kapas transgenik yang membawa gen cry dari BacIl/us thuringiens;s, yang menyandikan toksin bagi serangga, dikawatirkan akan menimbulkan resistensi dan terbentuknya biotipe baru. Cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengekspresikan gen tersebut pada organ yang menjadi target serangga yaitu daun. Gen cry yang terintegrasi pada plastid menghasilkan ekspresi yang sangat tinggi dan menyebabkan 100% serangga mati setelah lTIema~an daun tanaman transgenik kapas ini (DanieU 2000). Penggunaan tanaman sebagai bioreaktor untuk memproduksi protein seperti antibodi dan senyawa biofarmaka telah lama dilakukan. Rekayasa genetika untuk mengatur produksi senyawa ini pada tanaman dianggap lebih menguntungkan karena mudah melakukan purffikasi protein yang dihasilkan, memperkecil kemungkinan kontaminasi, dan produksinya dapat diatur hanya pada organ tertentu dari tanaman. Gen yang menyandikan somatotropin diinsersikan pada kloroplas tembakau temyata produksinya mencapai 7% dari total protein tertarut, sedangkan bita diinsersikan pada kromosom inti ekspresinya hanya 0.001-1% (Staub etaf. 2000). Transformasi gen spesffik ke dalam genom kloroplas harus dikonstruksi dengan menambahkan sekuen DNA sebagai pengapit dikedua ujung gen tersebut. Sekuen DNA pengapit adalah sekuen yang memiliki homotogi dengan sekuen DNA diantara gen fungsional pada genom Idoroplas. Melalui rekombinasi homolog maka 40 gen spesifik dapat terintegrasi pada kromosom kloroplas tanpa membuat mutasi pada gen endogenus. DeGray et 81. Metode ini juga mencegah terjadi gene ,::;leOO"g (Daniell 2002). (2000) merakit tanaman tembakau resisten terhadap bakteri dengan mentrsnformasi gen AMP (anti-microbial peptide) dan mengintegrasikannya ke genom kloroplas. Konsentrasi dan AMP menjadi 21.5 - 43% dan total protein temilakau. Metode ini belurn dilakukan pac.ia tanaman panga" atau tanaman kon.ersial lainnya karena masih belum ada informasi tentang sekuen DNA dan genom kloroplas tanaman tersebut sehingga sulit uotuk mendisain sekuen pengapit bagi gen spesifik yang akan ditransformasi. 2.6.3 Jumlah Copy Gen Spesifik pada Genom Tanaman Menghitung jumlah copy gen spesifik yang menyisip pada genom tanaman tidak mudah karena memer1ukan pengecekan tertladap pola segregasi gen tersebut pada keturunannya, atau melakukan analisis hibridisasi Southern dengan memotong genom dengan berbagai jenis enzim restriksi. Juinlah copy tunggal diyakini akan memberikan ekspresi gen yang optimal dan stabil, dan menghindari terjadinya mutasi pada gen-gen endogenus akibat penisipan gen spesifik, walaupun copy tunggal juga dapat menghasilkan gene silencing (Kumar dan Fladung 2002). Ketidakstabilan ekspresi gen salah satunya dipengaruhi oteh jumlah copy yang banyak pada genom tanaman transgenik (Atkinson et a/. 1996). Hobbs at a/. (1990) menemukan tanaman transgenik tembakau yang mernbawa satu copy gen gus menghasilkan ekspresi tertinggi dibandingkan yang membawa jumlah copy yang lebih banyak. Gene silencing pada transgen dapat terjadi karena adanya penghambatan pada proses transkripsi atau adanya degradasi mRNA hasil dari transkripsi. T e~adinya silencing pada tingkat transkripsi bisa disebabkan oleh jumlah copy transgen yang banyak dan menyisip secara berulang pada Iokus yang sarna. Transgen yang menyisip secara berulang balk sebagian maupun seluruhnya' cenderung rneningkatkan terjadinya metitasi sehingga menurunkan ekspresi gen 41 lersebut. Transgen yang berulang juga dapat membentuk suatu struktur DNA yang menyebabkan silencing (Matzke et a/. 1994; Fagard dan Vaucheret 2000). Struktur DNA yang lerbenluk disebul homology-depenc/ent gene silencing. Variasi homologi yang dapat mengakibatkan silencing disajikan pada diagram Gambar 1 , dan fenomena ini terjadi baik pada tanaman monokotil maupun dikotil. Tefjadinya gene silencing secara in trans karena tran3gen menyisip secara berulang pada allele yang sarna atau allele yang berbeda pada molekul DNA yang berbeda. Gene silencing terjadi secara in cis bila transgen berulang pada allele yang sarna dan terpaut pada molekul DNA yang sarna. Kejadian gene silencing ini terjadi juga pada gen~en endogenus bila terdapat copy geo yang banyak dan selanjutnya mengalami metilasi. Gene silencing diperkirakan berhubungan dengan kandungan G+C pada sekuen gen dan metilasi pada citosin. Homology- depe_nt gene silensing pada tanaman Inaktivasi secara in trans (berulang tapi lidak terpaut) EJ Resiprokal (co-supression) Inaktivasi in cis (intra allele, DNA berulang karena lerpaut dekal) Non alele (ectopic) Unilateral (dominan/epistatik) Gambar 1 Diagram homoIogi yang dapat menginduksi gene silencing dan transgen pada tan.man ( Ma\>I<e et a/. 1994) 42 Tanaman tembakau memiliki kandungan G+C 40% pada genomnya sarna dengan arabidopsis. namun ci~osin yang termetiiasi pada arabidopsis hanya 1% sedangkan pada tembakau 7%. Metilasi yang rendah pada arabidopsis diduga karena tidak ada gen yang berulang sehingga sedikit gen yang mengalami gene silencing ciibandingkan dengan gen pada tembakau (Matzke ot af. 1994). HomoJogy-dependent yang menyebabkan gene silencing pada transgen diduga banyak te~adi pada gen-gen marka seleksi yang berasal dari balderi. Gen-gen ini memiliki komposisi basa nukleotida yang berbeda dengan gen tanaman atau karena persentase metilasi yang berbeda sehingga sangat mudah mengalami gene silencing. Promotor yang digunakan sebagai regulator transgen saat ini paling banyak adalah promotor 35SCaMV dan NOS. Kedua promotor ini dapat memberikan ekspresi yang tinggi pada transgen. Penggunaan promotor yang berasal dari patogen temyata mudah mengalami metilasi pada tanaman transgenik sehingga terjadi gene silencing (Matzke et aI, 1994). Gene sil8ncing juga terjadi pada tanaman transgenik yang ditransfonnasi untuk kedua kalinya dengan transgen yang promotomya sarna yaitu promotor NOS. Dalam hal ini ada homologi 100% pada promotor yang menjadi pendorong gene silencing, Besamya sekuen homologi antara gen endogenus dengan transgen dapat mengakibatkan gene silencing. Transgen yang berasal dan eDNA gen tanaman, yaitu gen yang tidak membawa sekuen intron, sehingga memperkecil sekuen homologi dengan . gen endogenus dan ini dapat memperkecil kemungkinan terjadi gene sIlencing. Matzke ot af. (1994) metapor1<an bahwa sekuen homobg ter1<ecil yang dapat mempengaruhi ekspresi transgen adalah sekitar 90 bp. Guna mendapatkan tanaman transgenik dengan copy tunggal dan gen spesifik memang harus metalui seleksi terhadap keturunannya. Dan pola segregasi pada F1 dapat dipendrakan individu yang membawa transgen dengan copy tunggal pada genomnya (Spertini at af. 1999). Teknik site-diJecled gen&-targeUng untuk 43 mentransfonnasi transgen ke dalam genom tanaman, pada Iokus yang diinginkan dengan copy tunggal. telah dilakukan pada tanaman tembakau dan arabidopsis dengan bantua" bakteri agrobalderium atau particle bombardment. Teknik ini menggunakan sekuen yang :'omolog dengan sekuen pada Iokus tertentu dari tanaman yang akan menjadi resipien. Sekuen yang homolog ini disisipkan pada daerah 3' dari RB dan di daerah 5' dari LB. Adanya sekuen homolog ini diharapkan akan terjadi rekombinasi homologus antara T-DNA dengan Iokus tertentu pada genom tanaman sehingga transgen akan terintegrasi pada lokus tersebut (Puncha 1998). Keberhasilan dengan teknik ini masih sangat rendah yaitu 10-6 sampai 10"'. Rekombinasi homologus terjadi dengan frekuensi yang cukup tinggi pada prokaryot atau eukaryot tingkat rendah seperti yeast. Teknik lain yang juga dikembangkan oleh Puncha at a/. (1995) adalah mengkombinasikan aotara homologus rekombinan dengan pemotongail DNA genom pada situs tertentu dengan enzim restriksi. Cara ini memang meningkatkan integrasi gen pada Iokus spesifik di dalam genom, namun masih dianggap kurang efisien. 2.6.4 Posisi Integrasl Gen Speslflk pada Genom Tanaman Ekspresi transgen pada tanaman sangat dipengaruhi oleh Iokasi dimana gen tersebut menyisip di dalam kromosom. Ini disebut pengaruh posisi yang dicluga berkaitan dengan struktur kromatin, dan adanya promotor atau enhancer dari gen endogenus yang dekat dengan tempat integrasi transgen. Posisi integrasi transgen pada posisi ectopic pada genom menyebabkan terjadinya gene slenc;ng ( Kahl dan Weising 1993; Mlynarova dan Nap 1997). Pada beberapa kasus terjadinya silencing pada transgen dapat mendorong resistensi tanaman terhadap virus yang homolog dengan transgen, namun sebaliknya dapat terjadi menyebabkan transgen mengalami silencing. yaitu infeksi virus dapat Gene silencing dalam kasus ini kemungkinan sebagai hasil pengaktifan mekanisme pertahanan tanaman, dan ini 44 menunjukkan tanaman mengontrol strukttr genom dan ekspresinya (Fagara dan Vaucheret 2000). Untaian DNA genom berada pada posisi berlipat-lipat pada protein 3truktural yang disebut histon dan r.onprotein histon membentuk kromatin. Lipatail berulang ini membentuk nukleosome yang terdiri-dari 146 bp, dan nukleosome membentuk kromatin. Kromatin terorganisasi sedemikian rupa membentuk loop, dan loop ini melekat pada protein nonhiston yang disebut matriks nukleus (Nuclear matrix). Tempat melekatnya loop pada matriks nukleus berinteraksi dengan suatu segmen yang disebut matrix-attached regions (MARs). Adanya tempat melekat ini membuat ONA menjadi stabil dan mempengaruhi ek5presi gen. MARs pada suatu geo dttemui pada daerah intron atau pada daerah dekat dengan promotor (Mlynarova dan Nap 1997). 8aulikas (1993) melaporkan bahwa MARs memiliki ciri-dri seperti kaya akan nukleotida A dan T, dan kaya akan rantai polipurin. Penelitian tentang peranan MARs ini telah banyak dilakukan untuk meningkatkan ekspresi transgen. Gen GUS yang berasal dan bakteri ditransformasi ke dalam genom tembakau dengan ter1ebih dahulu diberi sekuen MARs yang diambil dali lysozyme ayam. Sekuen MARs ini diintegrasikan pada ujung 3' dari RB dan ujung 5' dari LB. dan gen GUS terdapat diantara kedua sekuen MARs pada T -DNA. Konstruksi T -DNA yang demikian menghasilkan tanaman transgenik dengan ekspresi gen GUS dengan variasi yang sangat keei1 antar individu dibandingkan dengan yang tidak membawa sekuen MARs. Konsentrasi gen GUS yang membawa MARs jauh ktbih tinggi pada copy gen tunggai dan stabii pada keturunan F1 (Mlynarova .t al. 1994). Menurut Singh (1998) bahwa nukleosome aka" mempengaruhi pelekatan protein faktor transkripsi dan RNAPol II. Pada ujung amino dart nukteosome yang menonjol akan terjadi asetilasi pada residu lisin. Asetilasi ini akan menetralkan muatan positif dari ujung histon sehingga mengurangi daya tarik-menariknya dengan DNA yang akan mengakibatkan terjadi perubahan dalam pola pelipatannya. Proses ini 45 memberi kesempatan protein taklor transkripsi meIekat pada DNA sehingga proses transkripsi dapat berjalan. Deasetilasi akan menekan proses transkripsi. Candau et al. (1997) melApo,i<an bah'... protein gen gen5 dan yeast bertindak sebagai co- aktivator bagi asetilasi histon dan te~adi eksprest yang meningkat dari gen yang promotomya diinduksi oleh protein gen genS. 2.6.5 Promotor Gen Spesifik Promotor sebuah gen adalah sekuen DNA yang terdapat di bagian hulu dari sekuen bacaan (Open Reading Frame atau ORF) dan berperan sebagai regulator ekspresi gen tersebut. Sekuen promotor ini dikenali oIeh RNA Polimerase II (Pol II) untuk memulai proses transkripsi. Inisiasi RNA dan kestabilan RNA sangat mempengaruhi ekspresi sebuah gen. Beberapa mekanisme regulasi ekspresi gen pada eukaryot ada yang konstitutif, ada yang diinduksi ok!h Iingkungan biotik atau abiotik. Ada juga gen yang ekspresinya hanya sementara dan pada organ spesifik (Robinson at al. 1993; Meyer 1995; Sugiura 1997; Singh 1998; BellUCCi at al. 2002). Menurut Robinson at al. (1993) promotor gen pada tanaman terdiri-dan 2 bagian yaitu distal promoter dan prox;mal promoter. Distal promotor berperan dalam mengatur ekspresi, sedalgkan proximal promotor berperan dalam mengatur awal transkripsi. Kedua sekuen ini dipisahkan oleh puluhan bahkan ratusan pasang basa nukleotida. Sekuen proximal terdiri-dan 3 bagian yaitu; (1) awal transkripsi; (2) TATA box, yang beojarak sekitar 30 bp dari awal transkripsi, adalah tempat melekatnya RNA Pol II; (3) sekuen eMT atau AGGA box, yang berjarak 75 bp dari awal transknpsi, adalah sekuen yang mengatur frekuensi transkripsi dari gen tersebut. Struktur ideal dan sebuah gen eukaryot seperti disajika pada Gambar 2. 8agian distal dan promotor dapat diinduksi oleh senyawa biotik yang dihasilkan tanaman dalam perkembangannya atau kondisi Iingkungan seperti suhu, kondisi anaerobik, pelukaan dan cahaya. Pada daerah ini juga terdapat enhanceryaitu sekuen yang berperan untuk menstimulasi ekspresi gen. Sekuen enhancer ini terdin dan 6 bp 46 [A (NGIC) CCCA] yang berulang sebanyak 4 kali, dan te~etak pada daerah diantara -159 sampai 256 bp dan sekuen inisiasi awal transkripsi. Menurut Singh (1998) sebagian dan genom tanaman berperan dalam proses :nisiasi transkripsi. Pada tanaman arabidopsis 15% gen-gen pads kromosorn nomor 4 terlibat dalsm proses transkripsi. Protein yang terlibat dalam proses transkripsi aka" meiekat pads DNA tJj daerah TATA box dari promotor, dan bersarJla-sama dengan RNA Pol II membentuk kompleks Pol II-inisiasi transkripsi. Salah satu protein yang membentuk kompleks ini adalah protein gen gt2 dari tanaillan padi yang aka" melekat pada promotor gon phytochrome A (Ni at 01. 1996). Awal transkripsi Signal PoHA+ exon iatroD eIOD CAATI AGGA TATA 5' Oistal promotor dan enhancer Proximal promotor ATG GT AG Stop Transkripsi oleh 1 RNA Poll! 1 3' Ujung terminal transkrip PramRNA mRNA 1 Prosesing pra mRNA AAAAAA 1 Oiekspor ke sitoplasma untuk translasi Gambar 2 Struktur gen tanarnsn dan mekanisme transkripsinya membentuk mRNA (Robinson ot 01. 1993) 47 Menurut Fang e/ al. (1989) dan Odell e/ al. (1985) promotor 35SGaMV merupakan promotor virus CaMV dan gen yang menyandikan 358 rRNA. Protein dRri gen ini merupakan protein yang domina" ditranskripsi selama virus tersebut menginfeksi tanaman Cruciferae. Gen ini diregulasi o~h promotor yang konstitutif atau diekspresikan secara terus-menerus pada semua organ tanaman. Promotor 35SCaMV ini dapat meregulasi transgen baik pada tanaman monokotll maupun dikotil. Promotor ini.juga dapat meningkatkan ekspresi gen yang diregulasi 30 kali lebih tinggi dibandingkan promotor dari gan nos. P,omotor virus ini banyak digunakan untuk memperoieh ekspresi transgen yang tinggi di tanaman terutama bila gen tersebut berasal dari bakteri maupun cendawan. Sekuen promotor 35SCaMV pada daerah - 343 bp sampai -208 bp, dan -208. bp sampai -90 bp merupakan daerah distal promotor yang memberikan ekspresi pada level yang tinggi, sementara sekuen antara -90 bp sampai -46 bp merupakan asesori yang dapat meningkatkan aktivitas transkripsi. Sekuan antara -208 bp sampai -46 bp disebut sebagai sekuen enhancer. Promotor gen fotosintesis atpC dari tanaman spinasi merupakan promotor yang diinduksi oleh cahaya atau zat pengatur tumbuh sitokinin, dan terekspresi hanya pada plastid. Kusnetsov at al. (1999) melakukan mutasi pada sekuen CAAT-box dari promotor ini untuk mendapatkan ekspresi gen yang tinggi. Mutasi dilakukan dengan memodifikasi satu basa nukleotJdanya yaitu dari AAAATTCAAT menjadi AAGAnCAAT (yang dimodifikaoi adalah huruf yang dicetak tebal dan ga"o bawah). Ekspresi gen yang diregulasi oleh promotor yang tatah dimodifikasi ini mengalami peningkatan karena protein CBF (CAAT -box Binding Factor) tidak terhambat sehingga inisiasi transkripsi berjalan dengan lancar dan dapat terekspresi diseluruh organ secara terus-menerus. Jones at al. (1988) menggunakan 2 jenis prorrKJtor dari gen fotosintesis untuk mengekspresikan gan kitinase chiA dari S. marcescens. Promotor yang digunakan adalah promotor gen ribulose biphosp/Jate carboxylase oubunij keeil (tDcS) dan 48 promotor gen chlorophyll alb binding protein (cab) dan tanaman petun~. Hasil transkripsi (mRNA) dari fusi rbcS/chiA 3 kali l~bih tinggi (Hbandingkan fusi cablchiA. Taylor et al. (1987) melakukan modifikasi pada gen chiA pada sekuen sekitar kodon inisiasi transkripsi ATG yaltu sekuen -3, +4 dan +5 dari QAT ATG CG rnenjadi !AT ATG GC (yang dimodifikasi adalah huruf yang ditandai dengan cetak lebal dan gans bawah). Ekspresi dan gen chiAyang telah dimodifikasi 8 kali It;:bih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dimodifikasi. Jones et al. (1988) melakukan tusi antara promotor rbcS dengan gen chiA yang telah dimodifikasi pada sekuen sekitar ATG menjadi ACg A TG GC dan promotor cab dengan gen ini. Ekspresi dengan promotor rbcS 2 kali lebih linggi dibandingkan dengan promotor cab. Ekspresi yang tinggi pada kasus ini bukan hanya karena promotor namun juga karena sekuen disekitar ATG yang meningkatkan efisiensi translasi. Kay et al. (1987) mengkonstruksi promotor 35SCaMV dengan menambah sekuen enhancer untuk meningkatkan ekspresi gen. Promotor ini membawa 2 copy sekuen distal yang berukuran 250 bp (nukleotida pada sek.uen -343bp sampai -90bp), sehingga meningkatkan efisiensi transkripsi sampai ratusan kali dibandingkan dengan promotor yang hanya membawa satu enhancer. Harpster et al. (1988) memfusikan promotor 35SCaMV dengan gen ocs dari bakteri Agrobacterium tumefaciens dan promotor nos dengan gen ocs. Kedua jenis gen rekombinan ini dtlransformasikan ke dalam tanaman tembakau, btl gUla, dan oilseed rape. Ekspresi gen ocs dengan promotor 35SCaMV lebih tinggi dibandingkan dengan promotor nos. Jika dibandingkan antar spesies tanaman dimana gen tersebut terintegrasi, temyata ekspresi gen tersebut tertinggi pada tanaman tembakau. Spesies tanaman yang menjadi tempat gen spesifik terintegrasi juga mempengaruhi ekspresi gen spesifik tersebut. Promotor sebuah gen yang berasal dari organisme dengan jarak pik>genetik jauh dengan organisme resipien tidak akan dikenali oIeh protein yang terlibat dalam 49 mekanisme transkripsi sehingga gen yang diregulasi oleh promotor tersebut tidak aka" tereksprc~i. ?romotor dari bakteri (kecuali bakteri agrobakterium) tidak akan dapat mengatur ekspresi gen pada tanaman, demikian juga sebaliknya (Kahl dan Weising 1993). Promotor juga dapat ditnduksi oleh 5uhu, seperti promotor 35SCaMV dan promotor nos. Neumanr. et al. (1997) memfusikan gen luc dan promotor nos dengan gen nptll. Tanaman transgenik tembakau yang membawa gen dengan copy tunggal ini ditumbuhkan pada suhu 37°C ternyata 40% tanaman kehilangan ekspresi gen tersebut, dan 60% tanaman menghasilkan ekspresi transgen yang rendah. Rendahnya ekspresi transgen tidak terjadi pada tahap transkripsi namun terjadi pada tahap translasi. Tana man yang tidak mengekspresikan gen tersebut diduga karena mRNA tidak terbentuk disebabkan oleh promotor mengalami metilasi. Metilasi merupakan salah satu mekanisme regulasi gen pada tanaman terhadap suhu tinggi. Kemungkinan lain adalah mRNA terdegradasi akibat suhu tinggi. Pada tanaman yang ekspresi gennya rendah, mRNA yang terbentuk ternyata sarna dengan yang ditumbuhkan pada suhu normal 250 C, namun protein yang terbentuk rendah. Diduga mRNA ini sebagian tidak ditranslasi dan disimpan pada glanul-granul yang terbentuk karena cekaman suhu tinggi. Promotor 35SCaMV yang banyak digunakan untuk meregulasi transgen ternyata dapat terekspresi pada sel giant yang terbentuk akibat infeksi nematoda pada tanam·an. Bertioli at al. (1999) melaporkan bahwa gen GUS yang difusikan dengan promotor 35SCaMV setelah ditransfonnasi ke dalam tanaman tembakau ternyata mampu terekspresi pada sel giant yang terbentuk setelah terinfeksi nematoda puru akar (root-knot) Meloydogyne incognita dan nematoda kista (cyst) Globodera tabacum subsp. tabacum. S~ giant terbentuk karena diinduksi oleh nematoda G/obodera sp. dengan cara mitosis berulang tanpa sitokinesis sehingga menjadi multinukleat. Sementara nematoda puru akar membentuk sel giant melalui pembesaran ~ tanpa 50 mitosis. Set giant ini mengaLami proses metabolisme yang sangat aktif dengan banyak mitokondria dan retikulum endoplasmik serta vakuola yang keen, dan berfungsi sebagai surnber metabolit bagi nemat0d2_ Prcmotor 35SCaMV mengekspresikan gen GUS pada sel giant sangat kuat dan stabil. Gen GUS dibawah kendali promotor ini terekspresi secara terus-menerus pada sekJruh jaringan tanaman termasuk pada sel yang terinfeksi nematoda. 2.6.6 Sekuen DNA dari Gen Spesifik Sekuen DNA dari suatu gen pada organisme eukaryot terdiri-dari 2 bagian yaitu exon dan intran. Exon adalah sekuen yang menyandikan kodon-kodon asam amino penyusun suatu protein, sedangkan intran adalah sekuen DNA berulang yang tidak menyandikan kodon asam amino. Sekuen DNA dan geo organisme prokaryot seluruhnya merupakan kodon-kodon asam amino, sehingga dalam proses pasca transkripsi tidak mengalami intron splicing seperti pada gen-gen eukaryot (Robinson et a/.1993; Sullivan dan Green 1993). Proses pasca transkripsi tertuidap pra-mRNA dan organisme eukaryot sangat penting untuk menghasilkan mRNA matang yang stabil sebelum dilanjutkan ke proses translasi. Pada tahap ini pra-mRNA diberi tudung berupa penambahan gugus 7- methyl guanosin pada ujung 5', terjadi pemotongan intron (intron splicing) dan penggabungan exon, serta perberian poli A pada ujung 3'. Proses ini akan menghasilkan mRNA matang yang akan ditranspor ke sitoplasma (Robinson et a/. 1993; Ro1hnie 1996). Gen-gen yang berasal dari bakteri juga memiliki komposisi basa nukleotida yang berbeda dengan tanaman (disebut juga codon usage). Komposisi basa nukleotida yang berbeda mempengaruhi penggunaan kodon-kodon asam amino dominan. Perbedaan ini akan menurunkan ekspresi dan gen bakteri bila ditransformasi ke genom tanaman. Namun gen yang berasal dari satu tanaman belum tentu dapat terekspresi pada tanaman lain (Maize at a/.· 1994). Meins dan Kunz (1994) 51 melaporkan bahwa geo kitinase yang berasal dari tembakau setelah ditransformasi ke genom N. sy/vestris sebagian besar transforman mengalami silencing. Diduga silencing terjadi karena kodon-kodon dari geo tersebut yang bcrbeda dengan kodon yang domina" terdapat pada tanaman resipien. Pada tanaman yang menunjukkan ekspresi geo kitinase temyata ekspresinya bervariasi pada setiap tahap pertumbuhan. Pada benih semua mengekspresikan kitinase oamun pada umur 2-3 minggu 69% mengalami gene silencing dan 31%mengekspresikan geo kitinase. Tanaman yang mengekspresikan kitinase diperbanyak secara vegetatif, dan ternyata 27% bibit dihasilkan mengalami gene silencing. ~ng Pada kasus ini gene silencing terjadi diduga karena pengaruh lingkungan dan faldor yang tenibat dalam proses perkembangan tanaman. Kandungan G+C pada suatu organisme akan berpengaruh terhadap penggunaan kodon asam amino. Mycoplasma capricolum memiliki kandungan G+C sebanyak 25% dan setiap akhir suatu kodon pada gennya mengandung A, sedangkan pada Micrococcus luteus memiliki kandungan G+C sebanyak 75% kodonnya diakhiri oleh G atau C (Tate at al. 1996). dan setiap Diehn st al. (1996) melaporkan bahwa gen cry dari 8. thuringiensis mengadung G+C 34-38%, dan A+T sekitar 6266%. T anaman monokotil genomnya mengandung G+C sekitar 65% dan dikotil sekitar 45%. Bita gen cry ditransformasi ke dalam genom tanaman monokotil akan lebih menyerupai intron sehingga hasil transkripsi akan dipotong seperti mengalami proses intron splicing pada gen eukaryot. Kodon-kodon gen ini banyak mengandung A+ T yang jarang ditemukan pada tanaman, sehingga proses translasi akan berjalan lambat. Modifikasi gen cry dilakukan dengan mengganti nukleotida AfT dengan GIG terutama pada daerah ATTTA yang potensial sebagai signal poliadenilation (sekuen yang menyebabkan mRNA tidak stabil). Modifikasi yang dilakukan diusahakan tidak mengubah protein yang dihasilkan. Modifikasi dilakukan dengan mengganti AfT dengan G/C sehingga G+C dari 34% menjadi 65%. Gen yang telah dimodifikasi 52 ekspresinya menjadi 100 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak dimodifikasi jika ditransformasi ke tanaman kapas, dan 300 kali lebih tioggi pad3 tanaman kent<:'ng. Modifikasi juga dilakukan pada geo cry pada kodon-kodon dan AfT menjadi GlC dengan tidak mengubah a58m amino yang disandikan. Modifikasi dilakukan supaya mendekati kodon-kodon pada tanaman monokotil atau dikotil. Modifikasi dilakukan dengan metode site-<JifBcted mutagenesis. Geo yang telah dimodifikasi ioi dapat terekspresi pada tan!:Jman jagu'ng dan tembakau dengan konsentrasi toksin yang lebih tinggi. Hasil transkripsi geo yang tetah dimodifikasi ioi menjadi lebih tinggi dan mRNAnya stabil. Geo yang tidak dimodifikasi kaya aka" A dan U mengalami delesi dan menjadi tidak stabil. sehing~a rawan Hasil transkripsinya (mRNA) terpotong menjadi 3 bagian sementara yang dimodifikasi tetap utuh (Diehn et al. 1996). Adanya sekuen yang mirip signal poUadenUasi pada gen Cf}' menyebabkan pra-mRNA mengalami poUadenilasi tidak pada tempatnya dan menurunkan ekspresi gen tersebut. Gen cry yang talah dimodifikasi pada seluruh sekuennya mer.ghasilkan mRNA 5 kali 6ebih banyak dibandingkan yang tidak dimodifikasi, dan toksin yang dihasilkan konsentrasinya 50 kali lebih tinggi. Pada proses pasca transknpsi dari pra-mRNA terjadi proses pemberian adanosin (PoUA) pada ujung 3' setelah diberi tudung (capping). Sebagai signal untuk poliadenilasi pada tanaman umumnya adalah AAUAAA yang berada 10 sampai 30 bp dihulu situs terjadinya penambahan poliA. Gen-gen pada tanaman umumnya mempunyai lebih dari satu signal poliadenilasi. PoliA ini berperan melindungi mRNA dari ribonuklease disamping capping pada ujung 5', dan diduga berperan juga dalam proses transpor mRNA tersebut ke sitoplasma. Signal poliadenilasi yang mungkin terdapat pads tanaman adalah AAUGAA, AAAUGGAflA, AAUGGAAUG, (Robinson at al. 1993; Searfoss dan UUUGUA, Gillie 1993; UGUGUUUUUU, Rothnie 1996; dan UGUUGUG U dan Hunt 1997). Menurut Waner (2ooo) penambahan poIiA pada ujung 3' dan pra- mRNA 53 meningkatkan stabilitas dibandingkan yang mRNA dan meningkatkan tidak mendapatkan poliA, translasi sementara sampai 50 kali pemberian cappinq meningkatkan translasi sampai 24 kali. Signal poliA+ Transkripsi awal , AUG GU AG I stop ppp------..;.:.-....;,;.;.----.:.-~+ intron irIon eXOA 1 Pra-mRNA AUG m'GGpp~p------~ Pemberian capping dan poliA stop AG GU ________________ ___________________ AA ~ eXOD intron 1 mRNA eXOD Pembuaogan intron Stop AUG AAAAAA. cap 1 Ditranspor ke sitoplasma Gambar 3 Proses pasca transkripsi pada gen-gen dari tanaman sebelum ditranspor ke sitoplasma (Robinson at al. 1993) Rothnie (1996) melapor1<an bahwa tanaman mempunyai 2 daerah sekuen pengenalan dalam setiap gen sebagai signal poliA. Sekuen signal yang dekat dengan sekuen poliA disebut NUE (near upstream element). dan FUE (far upstream element). Mutasi yang dilakukan pada salah satu sekuen NUE yaitu AAAUGGAAA temyata tidak dapat menginaktifkan stgnal ini. Ttdak ada motif khusus pada sekuen FUE, hanya saja sekuennya kaya akan U dan UG, dan mutasi pada sekuen ini akan penur!-'nkan jumlah translasi. Gen zein dari tanaman jagung temyata memiliki 2 copy 54 sekuen AAUGAA didekat sekuen poliA. Bila 1 copy sekuen tersebut dimutasi maka copy yang lain akan bertindak sebagai signal poliA Bila nukleotitja G cimutasi maka proses pallA oleh protein PoliA Poiimerase (PAP) akan menurun drastis. Setelah pra-mRNA mendapat tambahan poliA pada ujung 3'. proses selanjutnya adalar. pemotongan intran dan penggabungan exon. Dalam proses pernotongan intron terjadi interaksi anlara sekuen intran pada pra-mRN:\ dengan ribonukeleoprotein nukleu5 sub unit keeil tipe U (UsnRNP= U-type small nuclear ribonucleoprotein partieJd). Pelekatan dari protein ini tepat pada ujung 5' dari intron pada sekuen GU dan ujung 3' oada sekuen AG seperti pada Gambar 3. Pe\ekatan protein dilanjutkan dengan pemotongan ujung 5' dari intron dan terjadi ikatan fosfodiester 5'·2' antara ujung 5' dari intron dengan 2'OH dari intron didekat ujung 3', sehingga terbentuk struktur seperti lingkaran. Pada tahap berikutnya akan terjadi pemotongan ujung 3' dari intron, dan lepas dari untain mRNA. Exon -exon yang terpotong akan terligasi membentuk mRNA matang yang siap diekspor ke sitoplasma (Robinson et al 1993; WlCkner 2000). Sullivan dan Green 1993; Rothnie. 1996; Searfoss and Sekuen konsensus dalam pemotongan dan pembentukan struktur lingkaran dari intron. berbeda antara tanaman tingkat tinggi dengan tanaman tingkat rendah seperti yeast, sehingga prosesing intron transgen yang berasal dari kingdom berbeda menjadi tidak efisien pada tanaman. Pada translasi, efisiensi proses translasi salah satunya dipengaruhi oleh kodon awal gen, yang melibatkan aktivitas RNA Polimerase 1\1 (Sturges et al. 1999). Gen- gen dari eukaryot umumnya memiliki kodon awal translasi adalah AUG, sementara pada prokaryot adalah AUU disamping AUG. Bila gen prokaryot dengan kodon awal AUU ditransformasi ke dalam genom tanaman maka efisiensi translasi akan rendah karena tidak dikenali oleh ribosom sub unit keei!. Selain kodon awal, basa nukleotida yang beracta pada posisi -3 bukan purin dan basa nukleotida yang mengikutl kodon awal bukan guanin maka effisiensi transtasl akan rendah (Tate et 81. 1996). Gen chiA 55 yang berasal dan balderi S. marcescens bila dimodifikasi pada sekuen disekitar kodon awal yaitu dari CAT ATG CG menjadi ~T A TG GC maka ekspresinya bisa mp.r1ingkat 6 kali (Taylor et al. 1987). Modifikasi ini memudahkan ribosom sub unit kecil mengenali kodon awal untuk memulai translasi. Kebanyakan asam amino memiliki lebih dari 1 jenis kocian, dan kodon yang dominan pada setiap organisme bervanasi. Kodon dominan iol Uerhubungan dengan tRNA. Kadon yang jarang digunakan umumnya terdapat pada 10 kodon awal suatu mRNA yang berhubungan dengan signal peptida untuk mengekspor protein ke sitoplasma. Perbedaan dalam penggunaan kodon pada tra~sgen dengan organisme resipien akan berpengaruh pada kecepatan el009a5i ..tan translasi dan ini akan menurunkan produksi protein tersebut. Rendahnya hasil translasi suatu mRNA juga (tapat disebabkan oleh penggunaan kodon stop yang tidak sesuai sehingga ribosome gagal mengenalinya. Ungkungan juga dapat menjadi faktor penentu tinggi rendahnya suatu protein ditranslasi (Sullivan dan Green 1993; Tate st a/. 1996). Translasi dan nbulosa 1,5 bifosfat karboksilase sub unit keeO (SSU) pada tanaman amarantus dipengaruhi oleh cahaya. Pada saat tanaman ini diletakkan dalam kondisi gelap selama 4 jam, translasi protein ini turun 10 sampai 20 kali, sernentara mRNA yang mengkode protein ini turun hanya 2 sampai 4 kali. Tanaman yang dipindahkan kedalam kondisi terang, translasi rneningkat 20 kali sedangkan mRNA hanya meningkat 2-4 kali. Translasi menjadi temambat karena mRNA tertahan pada polisom setama kondisi gelap (Sullivan dan Green 1993). Regulasi translasi juga terjadi sebagai respon terhadap pelukaan, seperti pada umbi kentang. Pada saat terjadi pelukaan pada umbi, mRNA yang terlibat dalam proses pengumbian hilang dari polisom dan diduga terjadi degradasi, dan pada saat yang bersamaan mRNA yang terinduksi oleh pelukaan ditranslasi dengan cepat (Crosby dan Vayda 1991), 56 Penggunaan kodon stop pada mRNA akan mempengaruhi hasil translasi. Kodon stop yanp UAG. Url"um dj~3mukan pada gen-gen tanaman adalah UAA, UGA. atau Pada organisme yang kandungan G+C tinggi pada genomnya lebih banyak memiliki kodon stop UGA. Nukleotida ke - 4 pada kodon stop juga berpengaruh terhadap efisiensi translasi. Pada orgunisme yang kandungan G+C pada genomnya tinggi nukleotida ke - 4 adalah G, sedangkan organsime yang A+ T tinggi adalah U (Tate et at. 1996). Menurut Gillie (1993) dan 748 gen pada kromosom inti dan tanaman yang dianalisis temyata 46% memiliki kodon stop UGA, 28% dengan UM, dan 26% dengan UAG. Pada tanaman dikotil 46% memilki kodon stop UAA, UGA sebanyak 36%, dan UAG sebanyak 18%. NUkleotKta ke-4 adalah C sebanyak 6%, dan A sebanyak 41 %. Proses terminasi pada tanaman tidak banyak diketahui. Pada virus PLRV (potato leaf roJlluteoviros) ditemukan adanya sekuen UUUAAAU setelah kodon stop. Oiduga sekuen ini dapat membentuk struktur stem and loop yang dapat membuat ribosom ter1epas dan mRNA, sehingga translasi tementi. 2.6.7 Metllasi DNA Gen Spesifik pada Tanaman Metilasi adalah penambahan grup metil pada cincin Citosin oleh enzim methyltransferase dan te~adi baik pada organisme prokaryot maupun eukaryot, namun yeast dan Drosophila tidak mengalami metilasi pada citosin. Metjlasi dapat berakibat gen mengalami silencing dan te~adi perubahan fenotipe yang disebut epigenetik. Epigenitik adalah suatu pola penurunan sitat yang berubah secara mitosis atau meiosis dan tidak disebabkan oleh perubahan sekuen DNA (Belluci et al. 2002). Metilasi memegang peranan yang cukup besar pada tanaman dalam pengaturan ekspreasi gen te~adinya yaitu seperti gen yang mengeksresikan jaringan tertentu, menekan rekombinasi homotog, dan diduga untuk melindungi genom dari masuknya DNA parasit atau DNA dari luar (Rtchards 1997). Pada tanaman tingkat tinggi citosin yang termetilasi pada karbon nomor 5 (m5 C) menjadi metiicitosin. Pada tanaman, nukleotida yang mengalami metilasi sekitar 57 30%. Gen-gen pada tanaman yang tidak termetilasi adalah gen-gen yang aktif ditranskrip~i SE;~rti gen A1 (dihydroflavanol reduktase), dan Adh1 (alcohol dehydrogenase) pada jagung. Metilas! citosin pada tanaman umumnya terbatas pada genom inti dan banyak terjadi pada s€"kuen DNA yang berulang (Antequera dan Bird 1999). Proses metilasi pada DNA (MTase). dikatalisis oleh Cytosine 5-methy/transferase Enzim MTase menpkatalisis transfer grup methyl dari cofactor ~adenosyl methionine ke posisi Cs . Sekuen yang umum termetilasi adalah CpG atau CpNpG. Salah satu gen yang terlibat sebagai MTase adalah gen MEn yang membuat metilasi pada sekuen CpG dan CpCpG pada arabidopsis (Hsu et al. 1999). Enzim MTase ini diduga sangat banyak pada jaringan meristematik. Bukti bahwa ekspresi gen dipengaruhi oleh metilasi DNA telah dilaporkan oleh Finnegan at 81. (1998) pada pembungaan tanaman arabidobsis. mengkode protein MADS-box adalah gen yang berperan Gen FLC yang sebagai represor pembungaan pada tanaman ini. Pada suhu dingin ekspresi gen ini sangat rendah dan terjadi demetilasi sehingga proses pembungaan dapat berlangsung. Ziberman at 81. (2004) melaporkan bahwa adanya siRNA (small interfering RNA) mendorong terjadinya metilasi pada DNA homologus. Gen ARGONAUTE4 (AG04) menyandikan siRNA yang berperan dalam metilasi gen endogenus pada beberapa lokus. Mutast yang dibuat pada gen ini temyata dapat menurunkan metilasi eNG (N = A, T, atau C) pada transgen AP1 turun dari 69% menjadi 30%, dan metilasi pada CG turun dan 94% menjadi 67%. Metilasi juga dapat terjadi pada transgen karena adanya virus melalui proses homology-dependenl (Jones el a/. 1999; Ratcliff .1 81. 1999) yang menyebabkan konsentrasi mRNA rendah. Jones at 81. (1999) melaporkan bahwa tanaman yang membawa gen yang menyandikan protein fburesen hijau (GFP= Green Fourescent , Protein) ditransformasi dengan virus PYX dari kentang yang membawa sebagian dari 58 promotor gen GFP. Homologi yang ada pada sekuen transgen dengan genom virus yang membawa sekuen promotor GFP menyebabkan te~adi RNA silencing pada transgen. RNA silencing diakibatkan o/eh terjadinya rnetilasi Dad", sekt.:an promotor GFP. Jika lana man yang membawa gen rbcS yang menyandikan protein Robisco endogenus diinokulasi dengan virus PVX temyata geo tersebut tidak mengalami metilasi karena tidak ada homologi diantara keduanya. Metilasi juga dapat terjadi pada sekuen gen yang ter1etak dKtepan dali kodon inis1a5i translasi. Meng et al. (2003) melaporkan bahwa promotor kompleks d~ri gen ubiquitin1 dan actin1 masing-masing membawa sekuen dari ujung 5' gen tersebut yang bukan merupakan kadan asam amino, dan sekuen ini dapat mengalami metilasi sehingga mempengaruhi ekspresi gen pada tarat pasca transkripsi. Gen bar yang diregulasi oleh kedua promotor ini mengalami silencing yang diakibatkan oleh metilasi pada daerah intron yang ter1etak pada ujung 3' dari promotor kompleks tersebut. 8ila sekuen exon dan intron dihilangkan temyata gen bar dapat terekspresi. Pada tanaman, mutasi spontan dapat te~adi karena adanya insersi transposon pada gen tertentu secara acak. Menurut Bellucci at a/. (2002) genom tanaman dikuasai oleh transposon sekitar 40-80% namun sedikft sekali yang mengalami mutasi. Transposon sebagian besar menyisip pada sekuen yang mengalami metilasi ling9i dan hampir tidak pemah tertranskripsi. Elemen transposon seperti S1, Ac, Mu, Spm ternyata dikontrol oleh metilasi. Metilasi yang intensif menyebabkan transposon tidak aktif. Menurut Mallory dan Vaucheret (2004) tanaman juga memiliki smallRNA, disebut sebagai microRNA, yang berukuran antara 21 mendorong metilasi. 24 nukleotida dan berperan MicroRNA ini akan membalut mRNA gen target pada daerah ORF sehingga proses translasi tidak dapat ber1angsung. Dalam hubungannya dengan pengaturan ekspresi melilasi DNA gen memegang peranan penting. gen-gen endogenus, Gen-gen yang terlibat dalam pembentukan endosperma pada tanaman jagung seperti gen zein, a-tubulin, dzr, dan 59 gen r memiliki alele yang diturunkan secara paternal dan maternal. Bila gen pada alele yang diturunkan secara maternal termetilasi maka alele yang patem131 ake!l mengalami demetilasi yang menyebabkan gen tersebut terakspre3i (Bellucci et al. 2002). Dalam hal ini te~adi pengaturan ekspresi gen secara seksual. Transgen yang terintegrasi pada tanaman transgenik dengan jumlah copy yang banyak sebagian besar mengalami gene silencing. Gene silencing ini terjadi diduga karena transgen terintegrasi dalam posisi berulang terbalik yang dapat menginduksi metilasi secara in trans sehingga tidak bisa tertranskripsi. Transgen dengan. copy tunggal juga dapat mengalami metilasi pada tanaman karena sekuen DNAnya berbeda 5angat signifikan dengan sekuen kromosom tempat gen itu terintegrasi sehingga dimetilasi oleh sistem pertahanan genomik tanaman (Bellucci et al. 2002).