PEMBERIAN MOBILISASI DINI TERHADAP LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI APENDIKTOMI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DI RUANG KANTIL 2 RSUD KARANGANYAR DI SUSUN OLEH : RUBEN EKA MULYA NIM. P12 109 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 PEMBERIAN MOBILISASI DINI TERHADAP LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI APENDIKTOMI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DI RUANG KANTIL 2 RSUD KARANGANYAR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH : RUBEN EKA MULYA NIM. P12 109 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i ii iii iv Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Lamanya Penyembuhan Luka Pasca Operasi Apendiktomi Pada Asuhan Keperawatan Ny. S di Ruang Kantil 2 RSUD Karanganyar “ . Dalam Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta, serta pembimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji satu yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. v 4. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku dosen penguji dua yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga Laporan kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 23 Mei 2014 Penulis vi HALAMAN PERSEMBAHAN Puji Tuhan dengan segala rendah hati saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dan saya persembahkan untuk orang yang kusayangi Ayah ku Joko Purnomo dan ibu ku tercinta endang wahyuning yang tiada henti-hentinya memberi doa restu, kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang yang sukses. Serta tidak lupa orang-orang yang aku sayangi Wahyu Fitriyana, Anisa Perdinant, Oktavia Narrila Wati, Siti Nurhidayah, Lailatul Mubarokah, Antonius Rangga, Ahmad Abror, Arief Widiatmoko, Romhat Adi Saputra Rita puspitasari, Radetya Prima, Novita, Risky ramadan, Afif alfianto, Fajar jatmiko serta alm. Herdi setia Pratama dan juga teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan kita lebih baik, bijaksna dan dewasa. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 kelas 3A dan 3B. Atiek Murhayati, S. Kep., Ns., M. Kep. terimakasih atas bimbingannya selama ini. Almamaterku tercinta vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ..................................................................... 3 C. Manfaat Penelitian ................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ......................................................................... 6 1. Pengertian Appendiks ....................................................... 6 2. Etiologi ............................................................................. 6 3. Klasifikasi Appendiksitis .................................................. 7 4. Manifestasi Klinik ............................................................ 8 5. Patofisiologi ...................................................................... 8 6. Penatalaksanaan ................................................................ 9 7. Komplikasi Appendisitis .................................................. 13 B. Asuhan Keperawatam Appendiktomi ...................................... 15 C. Mobilisasi ................................................................................ 25 D. Kerangka Teori ........................................................................ 27 E. Kerangka Konsep .................................................................... 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subyek aplikasi riset ................................................................. viii 29 B. Tempat dan waktu .................................................................... 29 C. Media dan alat yang digunakan ............................................... 29 D. Prosedur Tindakan .................................................................... 30 BAB IV LAPORAN KASUS BAB V A. Identitas Pasien ........................................................................ 31 B. Pengkajian ............................................................................... 31 C. Perumusan Diagnosa Keperawatan ......................................... 38 D. Intervensi Keperawatan ........................................................... 40 E. Implementasi Keperawatan .................................................... 42 F. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 47 PEMBAHASAN A. Pengkajian ............................................................................... 51 B. Perumusan Masalah ................................................................. 53 C. Intervensi ................................................................................. 59 D. Implementasi ........................................................................... 62 E. Evaluasi ................................................................................... 65 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 70 B. Saran ........................................................................................ 73 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori .......................................................................... 27 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 28 Gambar 3.1 Genogram ................................................................................... 31 x DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Usulan Judul Lampiran 3. Surat Pernyataan Lampiran 4. Lembar Konsultasi Lampiran 5. Lembar Look Book Lampiran 6. Format Pendelegasian Lampiran 7. Asuhan Keperawatan Lampiran 8. Jurnal Keperawatan xi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Insiden apendiksitis di negara maju lebih tinggi dari pada negara berkembang. Amerika menangani 11 kasus / 10.000 kasus apendisitis setiap tahun. Menutur data RSPAD Gatot subroto tahun 2008 jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis di indonesia adalah sekitar 32% dari jumlah populasi penduduk Indonesia (Depkes RI, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi pembuangan apendiks (apendektomi) adalah kurangnya atau tidak melakukan mobilisasi dini. Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Namun, bila terlalu dini dilakukan dengan tehnik yang salah, mobilisasi dapat mengakibatkan proses penyembuhan luka menjadi tidak efektif. Oleh karena itulah, mobilisasi harus dilakukan secara teratur dan bertahap. Diikuti dengan latian Range of Motion(ROM) aktif (Roper, 2002) 1 dan pasif 2 Marlita Sari (2010), meneliti tentang gambaran penatalaksanaan mobilisasi dini pada pasiean apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa mobilisasi dini dapat mengurangi rasa nyeri pasien, mengurangi waktu rawat di rumah sakit dan dapat mengurangi stres psikis pada pasien. Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan bergerak seseorang dapat mencegah kekakuan otot dan sendi, mengurangi rasa nyeri, menjaga aliran darah, memperbaiki metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka. Keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Israfi dalam Akhrita, 2011). Hal ini telah dibuktikan oleh wiyono dalam akhrita (2011) dalam penelitiannya terhadap pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa mobilisasi diperlukan bagi pasien pasca pembedahan untuk membantu mempercepat pemulihan usus dan mempercepat penyembuhan luka pasien. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis diruang kanthil 2 RSUD Karanganyar, terdapat 25 orang pasien yang mengalami pasca operasi apendiktomy. Penulis mendapatkan informasi bahwa dari 25 orang yang baru mengalami operasi apendisitis, 25 orang mengatakan bahwa mereka sangat takut untuk melakukan mobilisasi pasca operasi. Hal ini disebabkan karena pasien merasa sangat kesakitan saat bergerak pasca efek 3 anestesi operasi tersebut hilang. Disamping itu, pasien juga mengungkapkan kekhawatiran jahitan luka bekas operasi akan merenggang atau terbuka jika mereka melakukan mobilisasi pasca operasi. Mereka beranggapan mobilisasi dapat menyebabkan terjadinya ruam atau lecet pada bagian abdomen bagian bawah, kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, pusing dan susah bernafas, juga susah buang air besar maupun berkemih. Hal inilah yang menyebabkan banyak diantara mereka untuk lebih memilih diam atau tidak bergerak diatas tempat tidur. Informasi yang didapat dari perawat ruangan bedah kantil 2 bahwa, perawat di dalam ruangan tidak ada yang mengajarkan mobilisasi pada pasien post operasi. Berdasarkan latar belakang data yang didapat penulis, penulis mengaplikasikan penerapan mobilisasidini terhadap lamanya penyembuhan luka pada pasien pasca operasi appendiktomi. Berdasarkan latar belakang yang sudah tertulis diatas, maka penulis tertarik mengatasi luka pasca operasi appendiktomi dengan penerapan mobilisasi dini. B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Melaporkan pemberian mobilisasi dini pada asuhan keperawatan Ny. S dengan apendiktomi di RSUD Karanganyar 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan apendiktomi 4 b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny.S dengan apendiktomi c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan apekdiktomi d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan apendiktomi e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan apendiktomi f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka paca operasi apendiktomi C. Manfaat penulisan 1. Bagi penulis Menambah wawasan dengan pengalaman tentang konsep penyakit serta penatalaksanaannya dalam aplikasi melalui proses keperawatan dengan basis ilmu keperawatan dalam memberikan asuhan pada pasien dengan apendiktomi 2. Bagi pendidikan Sebagai wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang keperawatan pada pasien apendiktomi dimasa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan laporan kasus sejenis 3. Bagi profesi keperawatan Memberikan kontribusi dalam pengembangan keperawatan khususnya dalam bidang keperawatan bedah profesi 5 4. Bagi rumah sakit Sebagai evaluasi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama pada pasien apekdiktomi dan tindakan mobilisasi dini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori 1. Pengertian apendiks Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepatdi bawah katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Longgo dan Fauzi,2014). 2. Etiologi Terjadinya apendiksitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Ostruksi pada lumen apendiks biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hepeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid (Irga, 2007). 6 7 3. Klasifikasi apendiksitis Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi 2 yakni : a. Apendisitis akut dibagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul struktur lokal. Apendiksitis purulentadifusi yaitu sudah bertumpuk nanah. b. Apendiksitis kronis dibagi atas : apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua. Anatomi dan fisiologi appendiks merupakan organ yang kecil dan vastigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat seperti jari. a) Letak appendiks Apendiks terletak diujung sakrum kira-kira 2cm dibawah anterior ileo sakrum, bermuara dibagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yauitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. b) Ukuran dan isi appendiks. Panjang appendiks rata-rata 5-10 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. c) Posisi apendiks Laterosekal : dilateral kolon asendens. Didaerah inguinal: membelok kearah dinding abdomen Pelvis minor. 8 4. Manifestasi klinik Apendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari: mual, muntah dan nyeri yang hebat pada perut kanan bawah. Nyeri biasa secara mendadak dimulai diperut sebelah atas atau sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah keperut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah inin, penderita akan merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,838,30 C. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh disemua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan didaerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok (Irga, 2007). 5. Patofisiologi Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari fases) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. 9 6. Penatalaksanaan a. Apendiktomi Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberiakan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi. b. Laparatomi 1) Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara yaitu: a) Midline incision b) Paramedian, yaitu : sedikit ketepi dari garis tengah ( kurang lebih 2,5 cm ), panjang (12,5 cm) 10 c) Trasverse upper abdomen incision, yaitu : insisi dibagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy d) Transverse lower abdomen incision, yaitu : insisi melintang di bagian bawah kurang lebih 4 cm diatas anterior spinal iliaka, misalnya : pada operasi apendiktomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. 2) Tujuan perawatan post laparatomi : a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan. b. Mempercepat penyembuhan. c. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi. d. Mempertahankan konsep diri pasien. e. Mempersiapkan pasien pulang. 3) Indikasi a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / ruptur hepar. b. Peritonitis c. Perdarahan saluran pencernaan d. Sumbatan pada usus halus dan usus besar. e. Masa pada abdomen. 11 4) Latihan-latihan fisik Latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot tangan, menggerakan otot-otot kaki, latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semua dilakukan hari ke 2 post operasi. 5) Komplikasi a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan degan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli keparu-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif. b. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi. Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme, gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka yang memperhatikan aseptik dan antiseptik. 12 c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarya organ-organ dalam melalui insisi. d. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. 6) Proses penyembuhan luka a. Fase pertama Berlangsung sampai hari ke tiga. Batang leukosit banyak yang rusak / rapuh. Sel- sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka. b. Fase kedua Dari hari ke 3 sampai hari ke 14 pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringa baru tmbuh dengan kuat dan kemerahan. c. Fase ketiga Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali. 13 d. Fase keempat Fase terakhir penyembuhan akan menyusut dan mengkerut. 7) Pengembalian fungsi fisik Pengembalikan fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini 8) Mempertahankan konsep diri Gangguan konsep diri : body image dapat terjadi pada pasien post laparatomi karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi keperawatan terutama ditunjukan kepada pemberian suport psikologis, ajak pasien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perbahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah pasien. 7. Komplikasiapendisitis Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue. a. Luka adalah rusakan struktur dan fungsi anatomi normal akibat prosespatologis yang berasal dari internal dan mengenai organ teori (lazarus, et al 1994: dalam Potter dan Perry, 2006). Luka adalah kerusakan kontiyuitas kulit mukosa membran dan tulang atau organ 14 tubuh yang lain ketika luka timbul, berapa efek akan muncul seperti hilangnnya seluruh atau sebagaian fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995). Jenis luka berdasarkan lama waktu penyembuhan luka dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: 1) Luka akut adalah luka trauma yang biasannya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang dipikirkan. Contohnnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk. 2) Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasannya disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendesi untuk timbul kembali. Contohnnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus arteri (iskemi), penyakit vaskuler perifer ulkus dekubitus, neuropati perifer ulkus 15 B. Asuhan keperawatan appendiktomi 1. Pengkajian a. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku atau bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register. b. Lingkungan Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik dari pada tinggal dilingkungan yang kotor. c. Riwayat kesehatan dahulu 1) Keluhan utama Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri bersekitar umbilikus 2) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat operasi sebelumnya pada kolon 3) Riwayat kesehatan sekarang Sejak kapan keluhan dirasakasn, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dari hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan. d. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen. 16 2) Palpasi Pada daerah perut kana bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan terasa nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda rovsing(Rovsing sign). Tanda blumberg(blumberg sign)timbul apabila tekanan pada perut kiri di lepas perut kanan bawah akan terasa sakit. 3) Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika sat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika. 4) Uji psoas dan uji obturator Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian pada paha kanan di tahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada psoas mayor maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka 17 tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada apendisitispelvika (Akhyar Yayan, 2008). e. Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut (Doenges, 2005) adalah sebagai berikut : 1) Aktivitas / istirahat Gejala : Malaise 2) Sirkulasi Tanda : Takikardi 3) Eliminasi Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang). Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak ada bising usus. 4) Makanan/ cairan Gejala : Anoreksia Mual / muntah. 5) Nyeri / kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan teralokasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin. Batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). 18 Tanda perilaku berhati-hati : berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk tegak. 6) Pernafasan Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal 7) Keamanan Tanda : Demam (biasanya rendah) f. Diagnosa dan fokus intervensi 1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, pembentukan abses, prosedur invasif infisi bedah. Kriteria hasil: meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi, drainase purulen, eritema dan edema. Intervensi : a) Awasi tanda-tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Rasional : dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis b) Lihat insisi dan balutan. Catatan karakteristik drainase luka ataudrein (Bila dimasukan), adanya eritema. 19 Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. c) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna. Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi. d) Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada pasien atau orang terdekat. Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. e) Ambil contoh drainase bila diindikasikan Rasional : kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi. f) Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan perumbuhannyapada rongga abdomen. g) Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir. 20 2) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih, pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cairan dan elektrolit menjadi kuat. Kriteria hasil : kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik,tanda vital stabil dan secara individual keluaran urin adekuat. Intervensi : a) Awasi tekanan darah dan nadi Rasional : membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intra vaskuler b) Lihat membran mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler. Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler. c) Awasi masukan dan keluaran : catat warna urin atau konsentrasi, berat jenis. Rasional : penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan. d) Auskultasi bising usus,catat kelancaran flatus, gerakan usus. Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral. 21 e) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasional : menurunkan iritasi gaster atau muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. f) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindung bibir. Rasional : dehidrasi megakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. g) Pertahankan penghisapan gaster atau usus. Rasional : selang NGT biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. h) Berikan cairan iv dan elektrolit. Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi atau infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi hipovolemia. Dehidrasi dan darah, dapat mengakibatkan terjadi ketidak- seimbangan elektrolit. 3) Gangguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi : adanya insisi bedah Tujuan : nyeri berkurang atau hilang. 22 Kriteria hasil : klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang, klien rileks, mampu istirahat atau tidur dengan cepat. Intervensi : a) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses atau peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. b) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. c) Dorong dan ajarkan ambulasi dini. Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh : merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen. d) Berikan aktivitas hiburan. Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. e) Pertahankan puasa atau penghisapan NGT pada awal. Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster atau muntah. 23 f) Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk. g) Berikan kantong es pada abdomen. Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kompresi jaringan. 4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dengan tidak mengenal sumber informasi dan salah interpretasi informasi. Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi. Kriteria hasil : berpartisipasi dalam program pengobatan Intervensi : a) Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh : olahraga, seks, latihan menyetir. Rasional : memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah. b) Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema atau eritema luka, adanya drainase, demam. 24 Rasional : upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contohnya : peritonitis, lambatnya proses penyembuhan. c) Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik. Rasional : mencegah kelemahan, meningkatan penyembuhan dan perasaan sehat, mempermudah kembali ke aktivitas normal. d) Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan atau pengikat. Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan e) Berikan laksatif atau pelembek feses jika diinginkan dan hindari enema. Rasional : membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi (Doenges,2005). 25 C. Mobilisasi 1. Definisi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat (Mubarak dan Nurul C, 2007). Menurut, (Hidayat, 2006) mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat dan pentingnya untuk kemandirian suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik di sebut dengan imobilisasi. Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dan dapat mengakibatkan intruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, kehilangan fungsi motorik (Potter dan Perry, 2005). 2. Jenis mobilisasi Menurut,(Alimul, 2009) jenis mobilisasi di bedakan berdasarkan kemampuan gerakan yang dilakukan oleh seseorang yaitu: a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motorik dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang. b. Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara 26 bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh. 3. Tujuan mobilisasi dini Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca bedah, terutama atelektasis dan pneunomia hipostasis,mempercepat terjadinya buang air besar dan buang air kecil secara rasa nyeri pasca operasi (E.Oswari, 2005). Mobilisasi yang dilakukan untuk meningkatkan ventilasi, mencegah stastis drah dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka abdomen (Suzanne C, 2005). 4. Latian rentang gerak (ROM) Kemampuan sendi untuk melakukan pergerakan pada pasien berbeda sesuai dengan kondisi kesehatannya. Latihan rentang gerak merupakan gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu sagital, frontal, dan trasfersal (Potter dan Perry, 2006). Latian rentang gerak ini dilakukan pada masing-masing persendian dengan melakukan gerakan yang tidak membahayakan latihan ROM dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Latian ROM secara pasif merupakan latihan dimana perawat menggerakan persendian pasien sesuai dengan rentang geraknnya. Sedangkan latian ROM secara aktif adalah ROM yang dilakukan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat dan alat bantu. Perbedaan latian ROM pasif dan aktif bergantung pada tidaknya bantuan yang diberikan perawat pada pasien dalam melakukan ROM (Asmadi, 2009). 27 D. Kerangka teori Hiperplasia folikel limfot,felakit, benda asing, cacing, peradangan Obstruksi lumen apendiks Pembengkakan jaringan limfoid Peningkatan produksi mukus Bendungan pada dinding apendiks Peningkatan tekanan intraluminal sehingga menghambat saluran limfe yang mengeluarkan mukus Edema dan aslerasi apendiks Apendiks akut Luka post operasi kerusakan integritas kulit perawatan luka (penerapan mobilisasi dan perawatan luka bersih) kecepatan pemulihan luka mencegah perdarahan luka jahitan tampak baik meningkatkan meningkatkan kecepatan ventilasi sirkulasi tidak ada pus kulit tidak tampak kemerahan kulit cepat sembuh Gambar 2.1 Kerangka Teori 28 E. Kerangka konsep Kerusakan intergritas jaringan kulit Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penerapan mobilisasi dini BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek aplikasi riset Subjek dari aplikasi riset ini adalah penerapan mobilisasi dini terhadap lamanya penyembuhan luka pasca operasi apendiktomi B. Tempat dan waktu Aplikasi riset ini direncanakan telah dilakukan di rumah sakit pada tanggal 9-21 Maret 2015, tindakan dilakukan selama 3 hari C. Media dan alat yang digunakan Media: botol aqua di kasih air hangat Alat : LEMBAR OBSERVASI PENYEMBUHAN LUKA Tabel 3.1 lembar observasi (Potter Perry, 2005) NO MOBILISASI HARI KE 1 Hari ke 2 2 Hari ke 3 JAM TINDAKAN MOBILISASI Mobilisasi 1 pkl 10.10wib Mobilisasi 2 pkl 12.15wib Mobilisasi 3 pkl 14.00wib Mobilisasi 4 pkl 10.10wib Mobilisasi 5 pkl 12.00 Mobilisasi 6 pkl 14.00 KEMERAHAN KONDISI LUKA FASE INFLAMASI PENDARAHAN PUS KELEMBAPAN BENGKAK Luka belum di buka Belum di ketahui Belum di ketahui Belum di ketahui Belum di ketahui Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada 29 30 D. Prosedur tindakan Prosedur tindakan deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan mobilisasidini dengan lamanya penyembuhan post operasi apendiktomi. 1. Mengucapkan salam dan perkenalan diri 2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup ruangan atau tirai ruangan 4. Atur posisi pasien yang nyaman 5. Memberikan kompres air hangat di bagian sendi yang akan di gerakkan 6. Mengajarkan klien untuk mengerakkan ke dua kaki dan tungkai 7. Bantu posisi klien yang nyaman 8. Berpamitan dengan klien BAB IV LAPORAN KASUS Pada bab ini penulis menjelaskan tentang aplikasi jurnal Pemberian Mobilisasi Dini Secara Teratur Untuk Mempersingkat Waktu Penyembuhan Luka Post Operasi Appendiktomi Pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan post appendiktomi di ruang Kantil 2 RSUD Karangannyar. Asuhan keperawatan pada Ny. S meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi sesuai masalah keperawatan, implementasi yang telah dilakukan dan evaluasi. Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 08.30 WIB dengan menggunakan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. A. Identitas pasien Hasil pengkajian diperoleh data antara lain, nama klien Ny. S, usia 42 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Karanganyar, dirawat di RSUD Karangannyar dengan diagnosa medis post operasi appendiktomi, dan nomor registrasii xxxxx. Identitas penanggung jawabnya adalah Tn. S berusia 47 tahun, pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), bekerja sebagai buruh pabrik, alamat di Karanganyar, hubungan dengan pasien adalah suami. B. Pengkajian Keluhan utama klien saat dikaji nyeri pada abdomen kuadran 4, riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan 3 hari yang lalu tanggal 6 31 32 Maret 2015, perut bagian kanan bawah terasa nyeri, lalu pasien membeli obat di warung namun sakitnya tidak berkurang, lalu pada tanggal 10 Maret 2015 pasien dibawa ke RSUD Karanganyar pasien mengeluh badan lemas, mual, tidak nafsu makan, perut terasa perih dan perut terasa nyeri dengan TTV TD: 120/70 mmHg, RR:15 x/menit, N:80 x/menit, S: 37,7°C, di IGD mendapat terapi infus RL 20 tpm, ranitidin 2x1 amp, antrain 2x1 amp, lalu pasien dibawa kebangsal kantil 2 tanggal 10 jam 10.00 WIB, pasien mengatakan lemas, pola makan berkurang, mual-mual, lalu pasien diberi terapi obat cefotaksin 2x1 amp, metro 3x500 mg, ranitidi 1 amp, antrain 1 amp, infus RL 20 tpm, pada tanggal 10 Maret 2015 pasien di operasi jam 10.15 WIB selesaai jam 11.30 WIB, lalu di bawa kebangsal kantil 2, pemantauan TTV TD:110/70 mmHg, N:76 x/menit, S: 37,7°C, RR: 20 x/menit, pasien belum sadar penuh, kemudian pasien sadar jam 13.00 WIB, lalu pasien mendapatkan terapi obat injeksi ranitidin, antrain. Riwayat penyakit dahulu, klien mengatakan tidak mempuyai riwayat penyakit seperti DM dan klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit. 33 Pengkajian riwayat kesehatan keluarga Ny. S umur 42 tahun Gambar 3.1 Genogram Keterangan : : laki-laki : perempuan : pasien : tinggal dalam satu rumah : Meninggal Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya maupun keluarga klien tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat ventilasi, ada tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik. Hasil pengkajian menurut pola gordon, pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan 34 berharga, menurut klien sakit merupakan sesuatu yang tidak nyaman, apabila ada anggota keluarga yang sakit segera diperiksakan ke puskesmas atau dokter. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk, teh atau air putih, klien tidak memiliki keluhan dan makan satu porsi habis. Selama sakit klien makan 3x sehari dengan makanan yang disediakan rumah sakit nasi lembek, sayur, teh atau air putih, 1 porsi habis. Pola eliminasi BAB, baik sebelum sakit maupun selama sakit klien tidak memiliki keluhan. Klien BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak, bau khas, dan warna kuning kecokelatan. Pada pola eliminasi BAK, sebelum sakit klien mengatakan BAK 4-6x sehari ± 150cc sekali BAK dengan warna kuning jernih, bau amoniak, dan tidak ada keluhan. Selama sakit, klien BAK 1000cc per 24 jam, warna kuning kecoklatan, bau amoniak. Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (score 0). Selama sakit untuk makan atau minum, berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, toileting, pasien memerlukan bantuan orang lain (score 2). Sedangkan untuk ambulasi/ROM tergantung total (score 2). Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan bisa tidur 21.00 WIB sampai jam 04.30 WIB dan jarang tidur siang. Selama sakit pasienmengatakan tidak bisa tidur dan tidur sebentar-sebentar bangun kira- 35 kira 2-3 jam dalam 24 jam, pasien juga mengatakan suhu dilingkungan ruang panas.. Pola kognitif – perseptual sebelum sakit pasien sadar penuh, penglihatan dan pendengaran normal tidak menggunakan alat bantu. Selama sakit pasien sadar penuh penglihatan dan pendengaran normal tidak menggunakan alat bantu P: pasien mengatakan nyeri waktu bergerak, Q: nyeri seperti di tusuk-tusuk, R: nyeri pada bagian post operasiabdomen pada kanan bawah, S: skala nyeri 6, T: nyeri sewaktu-waktu 5 menit. Pola persepsi konsep diri, gambaran diri klien menerima dengan keadaan sakitnya saat ini, ideal diri klien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah agar bisa melakukan aktivitasnya kembali, harga diri klien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya, peran diri klien seorang ibu rumah tangga, sedangkan identitas diri klien berjenis kelamin perempuan dengan usia 42 tahun, bekerja sebagai wira swasta. Pola hubungan peran, pasien mengatakan sebelum sakit maupun selama sakit hubungannya dengan keluarga, saudara, tetangga-tetangganya baik dan tidak ada masalah. Pola seksual reproduksi, pasien berusia 42 tahun mempunyai suami dan mempunyai 2 anak. Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan bila mempunyai masalah selalu mengatakan kepada keluarga dan bermusyawarah untuk memecahkan masalah, dan selama sakit pasien mengatakan saat mengetahui masalah kesehatannya pasien merundingkan dengan keluarganya untuk segera melakukan penanganan lebih lanjut. 36 Pola nilai dan keyakinan, pasien beragama Islam selalu menjalankan sholat 5 waktu, tetapi selama sakit pasien mengatakan hanya bisa berdoa. Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan klien dengan kesadaran composmentis, TD(tekanan darah) 120/70 mmHg, nadi 80x/menit teraba kuat dan irama teratur, respirasi 15x/menit irama teratur, dan suhu 36,5°C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih tidak ada ketombe. Rambut kuat, hitam. Pada pemeriksaan mata, didapatkan data mata simetris kanan-kiri, fungsi penglihatan baik, konjungyiva tidak anemis, dan sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan hidung, bersih, tidak ada polip, dan tidak terdapat sekret. Mulut simetris, bersih, dan mukosa bibir lembab. Gigi sejajar dan bersih tidak ada lubang. Telinga simetris, tidak ada serumen, dan tidak mengalami gangguan pendengaran. Pada pemeriksaan leher, tidak terdapat pembesaran tyroid. Pada pemeriksaan fisik paru, didapatkan hasil Inspeksi : bentuk dada simetris, Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama, Perkusi : sonor, Auskultasi : suara vesikuler dan irama teratur. Pada pemeriksaan fisik jantung, didapatkan hasil Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, Palpasi : ictus cordis teraba kuat di SIC V, Perkusi : pekak, Auskultasi : Bunyi jantung I dan Bunyi jantung II sama, tidak ada suara tambahan, irama reguler. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil Inspeksi : terdapat luka post operasi pada kanan bawah kurang lebih 5 cm, tidak ada tanda infeksi pada luka post operasi, Auskultasi : bising usus 15x/menit, Perkusi : redup di 37 kuadran 1 dan tympani di kuadran 2, 3, 4, Palpasi : adanya nyeri tekan skala 6. Pada pemeriksaan genetalia, didapatkan hasil genetalia bersih dan tidak ada jejas, pemeriksaan rektum bersih, pada pemeriksaan ekstremitas bagian atas didapatkan hasil kekuatan otot tangan kanan dan kiri 5 (bergerak bebas), tangan kiri mampu bergerak bebas tetapi tangan kanan gerakan terbatas karena terpasang infus RL 20 tpm, perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill< 2 detik. Pada pemeriksaan ekstremitas bagian bawah diperoleh hasil kekuatan otot kaki kanan 5 (mampu bergerak), kekuatan kaki kiri 5 (mampu bergerak), perabaan akral hangat, tidak ada oedema, dan capilary refill< 2 detik. Selama di rawat di kantil 2 mendapatkan therapy infus RL 20 tpm untuk mengembalikan cairan elektrolit, injeksi cefotaxim 100 mg antibiotik, ranitidin 50 mg untuk mual muntah, antrain metamizole untuk anti nyeri dan demam. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015 diperoleh hasil: hemoglobin 13.1 g/dl (nilai normal 12.00-16.00), hematokrit 39.9% (nilai normal 37.00-47.00), leukosit 6.4 ribu/ul (nilai normal 5-10), trombosit 204 ribu/ul (nilai normal 150-300), eritrosit 4.35 juta/ul (nilai normal 4.005.00), MPV 5.2 fl (nilai normal 6.5-12.000), LDW 17.0 % (nilai normal 9.017.0), MCV 91.7 fl (nilai normal 82.0-92.0), MCH 30.1 pg ( nalai naormal 27.0-31.0), MCHC 32.8 g/dl (nilai normal 32.0-37.0), limfosit 38.0 % (nilai normal 25.0-40.0), monosit 6.0 % (nilai normal 3.0-9.0), limfosil 2.4 x10^3ul 38 (nilai normal 1.25-40), monosit 0.43 x10^3ul (nilai normal 0.30-1.00), gran 56.0 % (nilai normal 50.0-7.00), gran 3.6 x10^3ul (nilai normal 2.50-70.0), ROW 12.3 % (nilai normal 11.5-14.7), CT 03.30 menit (nilai normal 2.8), BT 02.0 menit (nilai normal 1-3), GDS 90 mg/dl (nilai normal 70-150), creatinin 0.99 mg/dl (nilai normal 0,5-09), ureum 29 mg/dl (nilai normal 10-50). Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 10 Maret 2015 kesan: pada waktu pemeriksaan USG abdomen tampak, MC burney gambaran proses sedang (appendiksitis sup akut), tidak tampak tanda-tanda infeltrat, tidak tampak tanda-tanda perfolasi. Selama dirawat di ruang Kantil 2, klien mendapat therapy infus RL 20 tpm untuk mengembalikan cairan elektrolit, injeksi cefotaxine 10 mg/2 jam untuk anti infeksi, dan injeksi ranitidine 50 mg/12 jam untuk pengobatan tukak lambung jangka pendek, injeksi antrain 10 mg/8 jam untuk anti nyeri dan demam. C. Perumusan diagnosa keperawatan Dari data pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data subyektif : pasien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah, P: pasien mengatakan nyeri perut kanan bawah karena luka post operasi, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri pada bagian post operasi abdomen kuadran 4, S: skala nyeri 6, T; nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit. Data obyektif: pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri, post operasi appendiktomi luka kurang lebih 10cm, 39 tidak ada pust, luka sedikit lembab, adannya kemerahan, berdasarkan penulisan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Data subyektif : pasien mengatakan untuk bergerak kesakitan, untuk membolak-balik posisi. Data obyektif : ambulasi pasien tampak hanya bisa miring kanan, kiri, ROM ekstremitas bawah gerak terbatas, berdasarkan penulisan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Data subyektif : pasien mengatakan sebelum sakit tidurnnya 7-8 jam perhari, selama sakit pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak tidur hanya 2-3 jam sehari, pasien juga mengatakan suhu dilingkungan ruang terasa panas , data obyektif : pasien tampak pucat, kantung mata hitam, berdasarkan penulisan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar. Data subyektif : pasien mengatakan lemah, untuk bergerakan karena nyeri diperut kanan bawah, data obyektif : pasien tampak lemah, hanya berbaring ditempat tidur, kulit lembab, kulit berwarna kemerahan pada abdomen kanan bawah, berdasarkan penulisan data di atas maka penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik. 40 D. Intervensi keperawatan Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nyeri bisa berkurang dengan kriteria hasil pasien tidak merasa nyeri,pasien tampak nyaman, nyeri teratasi, skala nyeri berkurang dari 6 menjadi 2. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada Ny. S untuk mengatasi nyeri adalah mengkaji TTV untuk mengetahui keadaan umum pasien, kaji nyeri (PQRST) dengan rasional nyeri merupakan respon subyektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian injeksi untuk mengurangi rasa nyeri dengan obat. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa keperewatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam di harapkan pasien mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri dengan kriteria hasil pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri, pasien mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan di lakukan pada Ny.S untuk mengatasi masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik adalah 41 mengkaji kemampuan pasien untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melaksanakan aktivitas, anjurkan mobilisasi pada pasien ROM aktif dan alih baring untuk memperlancar peredaran darah, berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya mobilisasi untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga, kolaborasi dengan tim medis dalam terapi obat cefotaxim 1000mg/12jam untuk memberikan terapi secara farmakologis, Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar, setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil, pasien tidur nyenyak 7-8 jam, raut wajah rileks dan tampak segar, kantung mata tidak hitam. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan di lakukan pada Ny.S untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan pola tidur adalah kaji pola tidur pasien untuk mengetahui kualitas tidur pasien, memberikan posisi yang nyaman (supinasi) untuk memberikan kenyamanan pada pasien, jelaskan kepada pasien tentang pola tidur saat sakit untuk menambah pengetahuan tentang pentingnya pola tidur, ajarkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan pada kaki atau punggung sebelum tidur untuk menambah kenyamanan pasien dan memperbaiki kualitas tidur. Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa kerusakan intergitas kulit, setelah 42 dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan kulit dengan kriteria hasil, klien mampu berpartisipasi dalam mencegah luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan, tidak terdapat luka dan tidak ada tanda-tanda infeksi. Intervensi atau rencana keperawatan yang akan di lakukan pada Ny.S untuk mengatasi masalah keperawatan kerusakan integritas kulit adalah observasi kulit akan adanya kemerahan untuk mengetahui tanda-tanda kerusakan intergitas kulit, mobilisasi pasien setiap 2jam sekali untuk mencegah terjadinya trauma dan kerusakan jaringan, anjurkan keluarga pasien untuk menjaga kulit pasien tetap bersih dan kering untuk menghindari terjadi kelembapan pada kulit, anjurkan pasien agar tetap besih dan kering untuk menjaga tetap bersih dan mencegah terjadinya intergitas pada kulit. E. Implementasi keperawatan Implementasi hari pertama hari Rabu 11 Maret 2015 pukul 11.15 WIB mengobservasi KU dan TTV dengan respon subyektif: pasien mengatakan mau untuk diperiksa, respon obyektif: TD: 120/90 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36°C Pukul 11.30 WIB mengobservasi pola nyeri respon subyektif: pasien mengatakan perutnnya nyeri seperti ditusuk-tusuk. P: pasien mengatakan nyeri waktu bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri pada post operasi abdomen pada kanan bawah, S: skala 6, T: nyeri sewaktu- 43 waktu durasi kurang lebih 5 menit, respon obyektif: pasien tampak tidak rileks menahan kesakitan. Pukul 11.45 WIB memberikan obat ranitidin 50 mg/12 Jam dan antrain respon subyektif : pasien mau diberikan obat, respon obyektif : injeksi masuk melalui iv tidak ada tanda-tanda infeksi. Pukul 12.00 WIB mengajarkan mobilisasi dini ROM ekstermitas bawah dan atas dengan respon subyektif: pasien mengatakan bersedia melakukan ambulasi dini respon obyektif pasien kooperatif. Pukul 12.15 WIB kaji pola tidur pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan tidur 2-3 jam/hari respon obyektif pasien terlihat lemas. Pukul 13.00 WIB memberikan posisi yang nyaman (supinasi) dengan respon subyektif pasien bersedia untuk di posisikan, respon obyektif pasien tampak nyaman. Pukul 13.15 WIB mengobservasi kulit akan adanya kemerahan respon subyektif pasien mengatakan bersedia di periksa, respon obyektif ada tanda-tanda kemerahan tidak ada luka di daerah punggung. Pukul 13.20 WIB mobilisasi npasien setiap 2 jam sekali respon subyektif pasien bersedia di posisikan 2 jam sekali, respon obyektif pasien tampak nyaman setelah di posisikan miring ke kiri tidak ada tanda-tanda kemerahan. Pukul 13.25 WIB menganjurkan pasien untuk mengunakan pakian yang longgar, respon obyektif pasien tampak mengerti atas anjuran perawat untuk menggunakan pakian yang longgar, Pukul 13.30 WIB menganjurkan keluarga pasien untuk menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering, 44 respon subyektif keluarga pasien tampak mengerti dan mengikuti anjuran perawat, respon obyektif keluarga pasien mengeringkan keringat pasien dengan tisu/sapu tangan. Implementasi hari kedua hari kamis 12 maret 2015 pukul 11.15 WIB mengobservasi keadaan umum dan TTV dengan respon subyektif: pasien mengatakan mau untuk diperiksa, respon obyektif: TD: 120/90 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36°C. Pukul 11.30 WIB mengobservasi pola nyeri respon subyektif: pasien mengatakan perutnya nyeri seperti ditusuktusuk . P: pasien mengatakan nyeri waktu bergerak, Q: nyeri seperti ditusuktusuk, R: nyeri pada post op abdomen pada kanan bawah, S: skala 4, T: nyeri sewaktu-waktu durasi kurang lebih 2-3 menit, respon obyektif: pasien tampak tidak rileks menahan kesakitan. Pukul 11.45 WIB memberikan obat ranitidin 50 mg/12 Jam dan antrain respon subyektif : pasien mau diberikan obat, respon obyektif : injeksi masuk melalui iv tidak ada tanda-tanda infeksi. Pukul 12.00 WIB mengajarkan mobilisasi dini ROM ekstermitas bawah dan atas dengan respon subyektif: pasien mengatakan bersedia melakukan ambulasi dini respon obyektif pasien kooperatif Pukul 12.15 WIB kaji pola tidur pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan tidur 2-3 jam/hari respon obyektif pasien terlihat lemas. Pukul 13.00 WIB memberikan posisi yang nyaman (supinasi) dengan respon subyektif pasien bersedia untuk di posisikan respon obyektif pasien tampak nyaman Pukul 13.15 WIB mengobservasi kulit akan adanya kemerahan 45 respon subyektif pasien mengatakan bersedia di periksa, respon obyektif ada tanda-tanda kemerahan tidak ada luka di daerah punggung. Pukul 13.20 WIB mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali respon subyektif pasien bersedia di posisikan 2 jam sekali, respon obyektif pasien tampak nyaman setelah di posisikan miring ke kiri tidak ada tanda-tanda kemerahan. Pukul 13.25 WIB menganjurkan pasien untuk mengunakan pakean yang longgar, respon obyektif pasien tampak mengerti atas anjuran perawat untuk menggunakan pakean yang longgar, Pukul 13.30 WIB menganjurkan keluarga pasien untuk menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering, respon subyektif keluarga pasien tampak mengerti dan mengikuti anjuran perawat, respon obyektif keluarga pasien mengeringkan keringat pasien dengan tisu/sapu tangan. Implementasi hari ke tiga pada hari jumat 13 maret 2015 pukul 11.15 WIB mengobservasi keadaan umum dan TTV dengan respon subyektif: pasien mengatakan mau untuk diperiksa, respon obyektif: TD: 120/90 mmHg, N: 80x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36°C Pukul 11.30 WIB mengobservasi pola nyeri respon subyektif: pasien mengatakan perutnnya nyeri seperti ditusuk-tusuk . P: pasien mengatakan nyeri waktu bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: nyeri pada post op abdomen pada kanan bawah, S: skala 2, T: nyeri sewaktu-waktu durasi kurang lebih 1-2 menit, respon obyektif: pasien tampak tidak rileks menahan kesakitan. 46 Pukul 11.45 WIB memberikan obat ranitidin 50 mg/12 Jam dan antrain respon subyektif : pasien mau diberikan obat, respon obyektif : injeksi masuk melalui iv tidak ada tanda-tanda infeksi. Pukul 12.00 WIB mengajarkan mobilisasi dini ROM ekstermitas bawah dan atas dengan respon subyektif: pasien mengatakan bersedia melakukan ambulasi dini respon obyektif pasien kooperatif. Pukul 12.15 WIB kaji pola tidur pasien dengan respon subyektif pasien mengatakan tidur 2-3 jam/hari respon obyektif pasien terlihat lemas. Pukul 13.00 WIB memberikan posisi yang nyaman (supinasi) dengan respon subyektif pasien bersedia untuk di posisikan respon obyektif pasien tampak nyaman Pukul 13.15 WIB mengobservasi kulit akan adanya kemerahan respon subyektif pasien mengatakan bersedia di periksa, respon obyektif ada tanda-tanda kemerahan tidak ada luka di daerah punggung. Pukul 13.20 WIB mobilisasi npasien setiap 2 jam sekali respon subyektif pasien bersedia di posisikan 2 jam sekali, respon obyektif pasien tampak nyaman setelah di posisikan miring ke kiri tidak ada tanda-tanda kemerahan. Pukul 13.25 WIB menganjurkan pasien untuk mengunakan pakean yang longgar, respon obyektif pasien tampak mengerti atas anjuran perawat untuk menggunakan pakean yang longgar. Pukul 13.30 WIB menganjurkan keluarga pasien untuk menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering, respon subyektif keluarga pasien tampak 47 mengerti dan mengikuti anjuran perawat, respon obyektif keluarga pasien mengeringkan keringat pasien dengan tisu/sapu tangan. F. Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan hari Rabu, 11 Maret 2015 pukul 15.00 WIB diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di lakukan evaluasi dcengan metode SOAP, pasien mengatakan perutnya seperti di tusuk-tusuk P: pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Q: seperti di tusuktusuk, R: nyeri pada perut kanan bawah post op app, S: sekala 6, T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 5 menit, pasien tampak tidak rilek menahan sakit, masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi observasi ku TTV, TD:120/70 mmHg, N:80x/menit R:24x/menit S:36°c, observasi skala nyeri, anjurkan tehnik relaksasi nafas dalam, kalaborasi dengan dokter injeksi analgesik (antrain 1000mg) Evaluasi keperawatan hari Rabu, 11 Maret 2015 pukul 15.00 WIB diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot di lakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan aktivitas terbatas, pasien tampak tidak bisa memenuhi kebutuhan mandirinya secara maksimal, masalah belum teratasi, planning lamjutkan intervensi, kaji kemampuan pasien, anjurkan mobilisasi pada pasien ROM aktif dan tirah baring miring kanan miring kiri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (cefotaxim 1000mg/12 jam) 48 Evaluasi keperawatan hari Rabu, 11 Maret 2015 pukul 15.00 WIB diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan tidur 2-3 jam,pasien juga mengatakan suhu dilingkungan ruang terasa panas, pasien terlihat lemas, masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi, kaji pola tidur, berikan posisi yang nyaman (supinasi), anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan dipunggung/ kaki sebelum pasien tidur. Evaluasi keperawatan hari Rabu, 11 Maret 2015 pukul 15.10 WIB diagnosa kerusakan intergritas berhubungan dengan mobilitas fisik dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnnya, masih ada kemerahan dipunggung dan tumit tidak ada luka, masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi observasi kulit akan adannya kemerahan, mobilisasi setiap 2 jam sekali. Evaluasi keperawatan hari Kamis, 12 Maret 2015 pukul 13.30 WIB diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di lakukan evaluasi dcengan metode SOAP, pasien mengatakan perutnya seperti di tusuk-tusuk P: pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Q: seperti di tusuktusuk, R: nyeri pada perut kanan bawah post op app, S: sekala 4, T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 2-3 menit, pasien tampak rilek, masalah teratasi sebagian dengan nyeri berkurang menjadi 4, planning lanjutkan intervensi observasi keadaan umum dan TTV, TD:120/70 mmHg, N:80x/menit 49 R:24x/menit S:36°C, observasi skala nyeri, anjurkan tehnik relaksasi nafas dalam, kalaborasi dengan dokter injeksi analgesik (antrain 1000mg) Evaluasi keperawatan hari Kamis, 12 Maret 2015 pukul 13.35 WIB diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot di lakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan sudah mampu melakukan latian walaupun belum maksimal, pasien tampak bisa melakukan aktivitas tapibelum maksimal, seperti duduk, masalah teratasi sebagian, planning lanjutkan intervensi, kaji kemampuan pasien, anjurkan mobilisasi pada pasien ROM aktif dan tirah baring miring kanan miring kiri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat (cefotaxim 1000mg/12 jam) Evaluasi keperawatan hari Kamis, 12 Maret 2015 pukul 13.40 WIB diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dilingkungan sekitar dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan tidur 4-5 jam,pasien juga mengatakan suhu dilingkungan ruang masih sedikit terasa panas pasien tampak lebih rileks dan segar, masalah teratasi sebagian, planning lanjutkan intervensi, kaji pola tidur, berikan posisi yang nyaman (supinasi), anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan dipunggung/ kaki sebelum pasien tidur. Evaluasi keperawatan hari Kamis, 12 Maret 2015 pukul 13.45 WIB diagnosa kerusakan intergritas berhubungan dengan mobilitas fisik dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, pasien tampak lebih nyaman dari 50 sebelumnnya, masih ada kemerahan dipunggung dan tumit tidak ada luka, masalah belum teratasi, planning lanjutkan intervensi observasi kulit akan adannya kemerahan, mobilisasi setiap 2 jam sekali. Evaluasi keperawatan hari Jum’at, 13 Maret 2015 pukul 13.40 WIB diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan nyeri sudah berkurang hanya terasa cekit-cekit, P saat gerak, Q cekit-cekit, R perut kanan bawah, S: nyeri 2, T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 1-2 menit, pasien tampak lebih tenang, dan rilkes, masalah tertasi dengan nyeri berkurang menjadi 2, wajah pasien tampak rilkes dan tenang, hentikan intervensi. Evaluasi keperwatan hari Jum’at, 13 Maret 2015 pukul 13.45 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik berhungan dengan penurunan kendali otot dilakukan evalusi dengan metode SOAP, pasien mengatakan sudah bisa duduk dan berdiri serta berjalan berlahan-lahan, pasien tampak mampu melakukan aktivitas yang ringan, hentikan intervensi. Evaluasi keperawatan hari Jum’at, 13 Maret 2015 pukul 13.50 WIB diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan sudah bisa tidur kurang lebih 7 jam,pasien juga mengatakan suhu dilingkungan ruang sudah tidak panas, pasien tampak rileks, kantung mata tidak hitam, masalah teratasi dengan tidur 7 jam, raut wajah tampak rileks, kantung mata tidak hitam, hentikan intervensi. Evaluais keperawatan hari Jum’at, 13 Maret 2015 pukul 13.55 WIB diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobolitas fisik 51 dilakukan evaluasi dengan metode SOAP, pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, pasien tampak lebih nyaman, tidak ada tanda kemerahan dipunggung dan kulit tidak ada luka, masalah teratasi, hentikan intervensi. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi jurnal pemberian mobilisasi dini secara teratur untuk mempersingkat waktu penyembuhan luka pasca operasi appendictomi Pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan post operasi appendiktomi di Ruang Kantil 2 RSUD karanggayar yang dilakukan pada tanggal 11 – Maret 2015 Penulis juga akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan post operasiappendiktomi. A. Pengkajian Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito, 2005). Pada tahap ini penulis menggunakan metode wawancara kepada keluarga dan pasien, metode observasi, metode studi dokumentasi yang mana penulis mengambil data dari catatan medis pasien. Dimana catatan medis tersebut berisi tentang riwayat kesehatan pasien, program terapi, dan data penunjang lainnya yang berhubungan dengan perkembangan kesehatan pasien. Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 10, Maret 2015 jam 08.30 WIB dibawa oleh keluarga dengan keluhan badan lemas, mual, tidak nafsu makan, perut terasa penuh dan terasa nyeri, saat di IGD dilakukan pemeriksaan TTV dengan TD 120/70 mmHg, RR 15x/menit, 52 53 80 x/menit, S 37,7 °C, dilakukan pemasangan infus RL 20 tmp, terapi injeksi ranitidin 30mg/8 jam, antrain 30mg/8 jam. Pada jam 10.00 WIB pasien dipindahkan kebangsal bedah kantil 2, kemudian pasien dibawa keruang operasi pada jam 11.00 WIB. Pada tanggal 11, Maret 20115 jam 11.00 WIB, mahasiswa melakukan pengkajian pada pasien dengan keluhan pasien mengatakan lemas, nyeri pada luka operasi appendiktomi, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, N 76 x/menit, RR 20 x/menit, S 37,6°C. Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga tidak ada penyakit keturunan atau menukar seperti hipertensi, asma, diabetes melitus, jantung. Penulis melakukan pengkajian pola kesehatan fungsional 11 fungsi gordon.Pengkajian yang penulis uraikan pola istirahat tidur pasien mengatakan tidak bisa tidur, tidurpun terbangun terus karena nyeri pada luka post appendiktomidi kuadran 4. Keluarga juga mengatakan baru pertama kali ini pasien menjalani operasi. Wajah pasien tampak lemas, tampak sayu, pasien tampak meringis kesehatan menahan sakit. Pengkajian pola aktivitas dan latihan didapatkan hasil aktivitas pasien seperti makan, minum, berpakain, mobilitas ditempat tidur, dibantu oleh kelurga, sekor aktifitas keluarga 2, sedangkan untuk toileting pasien terpasang dengan selang urine. Pola kognitif perceptual yang penulis uraikan yaitu (PQRST). P (Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (Quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang berarti lokasi 54 nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (Time) yang berarti awitan, durasi dan rangkaian nyeri (Prasetya, 2010). P (provocate) klien merasa nyeri pada perut kanan bawah. Klien mengatakan nyeri karena post appendiktomi, Q (quality) nyeri terasa seperti tertusuk benda tajam, R (regional) luka dibagian abdomen kanan bawah,S (skala) dengan skala nyeri 6, T (Time) nyeri muncul selama 5 menit setiap ada gerakan. Hasil pemeriksaan USG pada tanggal 10, Maret 2015 pada waktu pemeriksaan USG abdomen tampak, MC burney gambar proses sedang(appendiksitis sup akut), tidak tampak tanda-tanda inflaret, tidak tampak tanda-tanda perfolasi. B. Perumusan masalah Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial, atau proses kehidupan (Potter dan Perry, 2005). 1. Nyeri akut Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan agen cidera fisik: post operasiappendiktomi. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (intermational association for the study of pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intersitas ringan hingga 55 berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (Herman, 2012). Batasan karakteristik menurut (Herman, 2012) perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, laporan isarat, diaforesis, distraksi, mengekpresikan perilaku, masker wajah, sifat melindungi area nyeri, fokus menyempit, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, melaporkan nyeri secara ferbal, fokus pada nyeri sendi, gangguan tidur. Berdasarkan batasan data pendukung yang penulis temukan data subyektif: P (Provocate) yang berarti penyebab atau stimulus-stimulus nyeri, Q (Quality) yang berarti kualitas nyeri yang dirasakan, R (Region) yang berarti lokasi nyeri, S (Severe) yang berarti tingkat keparahan nyeri, T (Time) yang berarti awitan, durasi dan rangkaian nyeri, data obyektif : pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri post operasi apendiktomi. Batasan karakteristik yang dialami oleh Ny. S dengan apendiktomi pada diagnosa nyeri akut, sikap melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri secara verbal, gangguan tidur. Penulis merumuskan diagnosa keperawatan telah disesuaikan dengan (Hermand, 2012). Penulis mencantumkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik dengan alasan mengacu pada 56 pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah karena luka post operasi, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri pada bagian post operasiabdomen kuadran 4, skala 6, nyeri hilang timbul kurang lebih 5 menit setiap ada gerakan. Data obyektif: pasien tampak meringis kesakitan menahan nyeri post operasiappendiktomi. Batasan karakteristik nyeri akut menurut (Asuhan keperawatan nanda nic-noc, 2013) yaitu perubahan tekanan darah, sikap melindungi area nyeri, mengekpresikan perilaku (misal merengek, menangis, gelisah), laporan isyarat, indikasi nyeri yang diamati, sikap tubuh melindungi, melaporkan nyeri secara verbal. Berdasarkan data pengkajian sudah diperoleh data tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 76 x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 37,6 °C, tetapi penulis belum mencantumkan dianalisa data asuhan keperawatan, namun diagnosa keperawatan yang diangkat sudah tepat. Penulis mengangkat diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : post operasi appendiktomi, sebagai prioritas diagnosa utama karena yang dirasakan pasien jika tidak segera ditangani akan menganggu aktivitas pasien, dan kesembuhan pasien, selain itu juga diagnosa ini merupakan keluhan utama yang muncul pada pasien. 2. Gangguan pola tidur Diagnosa keperawatan : gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan rasa nyaman. Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (Hermand, 2012). 57 Batasan karakteristik gangguan pola tidur menurut (Herman, 2012). Yaitu meliputi : kurang puas tidur, keluhan verbal merasa kurang istirahat, penurunan kemampuan fungsi. Data subyektif pasien mengatakan sebelum sakit tidurnnya 7-8 jam perhari, selama sakit pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak tidur hanya 2-3 jam sehari, suhu sekitar terasa panas data obyektif pasien tampak pucat, kantung mata hitam. Penulis mengangkat diagnosa pola tidur berhubungan dengan gangguan suhu lingkungan sekitar karena antara teori dengan data pengkajian yang ditemukan oleh penulis telah sesuai sehingga diagnosa tersebut sudah tepat untuk diangkat sesui diagnosa. Penulis mengkat diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyaman sebagai diagnosa kedua karena mengacu pada teori Abraham maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia yang utama adalah kebutuhan fisiologis yang meliputi kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alve, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh, dan kebutuhan seksual. 58 3. Hambatan mobilitas fisik Diagnosa keperawatan : hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatas pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih akstremitas secara mandiri dengan terarah (Herman, 2012). Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik menurut (Herman, 2012) yaitu perilaku meliputi : kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan rentang gerak sendi, keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar. Penulis mencantumkan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan sulit untuk bergerak, sulit untuk memposisikan miring kanan, miring kiri, data obyektif pasien tampak lemas, sulit untuk bergerak, aktivitas dan latian dibantu oleh keluraga. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot karena antara teori dan data pengkajian yang ditemukan penulis telah sesuai, sehingga diagnosa tersebut sudah tepat untuk diangkat diagnosa. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, sebagai priotitas diagnosa ketiga karena mengacu pada teori Abraham maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia yang utama adalah kebutuhan fisiologis yang meliputi kebutuhan oksigen dan pertukaran 59 gas, kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi uirine dan alve, kebutuhan istirahat dan tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperatur tubuh, dan kebutuhan seksual. Berdasarkan diagnosa yang sudah diangkat penulis tidak mengalami hambatan dalam melakukan pengkajian pada pasien. 4. Kerusakan intergritas kulit Diagnosa keperawatan : kerusak intergritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik. Kerusakan intergritas kulit adalah perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis (Hermand, 2012). Batasan karakteristik kerusakan intergritas kulit menurut (Herman, 2012) yaitu kerusakan lipisan kulit, gangguan permukaan kulit. Penulis mencantumkan diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik dengan alasan mengacu pada pengkajian yaitu data subyektif pasien mengatakan lemah untuk bergerak karena nyeri diperut kanan bawah, data subyektif pasien tampak lemah hanya berbaring ditempat tidur kulit lembab, kulit berwarna kemerahan pada abdomen kanan bawah. . Penulis dapat mengangkat diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik karena antara teori dengan data yang ditemukan penulis telah sesuai sehingga diagnosa tersebut dapat diangkat. Penulis mengangkat diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis, sebagai prioritas diagnosa keempat 60 karenadidapatkan data dari pasien kulit pasien tampak kemerahan karena pasien berbaring terlalu lama maka dari itu harus ditangani untuk mencegah kelecetan pada punggung pasien agar tidak semakin parah. Diagnosa keperawatan yang tidak diangkat adalah resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi atau ruptur pada apendiks, pembentukan abses ; prosedur invasif infisi bedah. Hal tersebut karena pada data penunjang didapatkan hasil laboratorium lekosit dan hemoglobin dalam batas normal : leukosit 6,4 103/µl(5-10), trombosit 204103/µl(150-300). Selanjutnya kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan dengan tidak mengenal sumber informasi dan salah interpretasi informasi. C. Intervensi Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalh-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien, menurut (Nikmatur rohmah & Saiful walid, 2012). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencan tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing(Nikmatur rohmah & Saiful walid, 2012). Pembahasan dari 61 intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan : 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Pada kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selam 3x24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil pasien tidak merasa nyeri, pasien tampak nyaman, nyeri teratasi, skala nyeri berkurang dari 6 menjadi 2 (Hermand, 2012). Intervensi yang dilakukan kaji TTV dengan rasional untuk mengetahui keadaan pasien, kaji tingkatan nyeri dengan rasional untuk mengetahui skala nyeri, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat injeksi dengan rasioanl untuk mengurangi rasa nyeri dengan obat (Hermand, 2012) 2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar, Pada kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien tidak terganggu dengan kriteria hasil pasien tidur nyenyak 7-8 jam, raut wajah rileks segar, kantung mata tidak hitam (Hermand, 2012). Intervensi yang dilakukan yaitu kaji pola tidur pasien dengan rasioanal untuk mengetahui kualitas tidur pasien, memberikan posisi yang nyaman (supinasi) dengan rasional untuk memberikan kenyamanan pada pasien, jelaskan tentang pentingnnya pola tidur saat sakit dengan rasional untuk menambah pengetahuan pasien, ajarkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan pada kaki atau punggung 62 sebelum pasien tidur dengan rasional untuk menambah kenyamanan pasien dan memperbaiki kualitas tidur.(Hermand, 2012) 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kendali otot. Pada kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu melakukan aktifitas dan latian secara mandiri dengan kriteria hasil pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri, pasien mampi melakukan aktifitas dan latian secara mandiri (Hermand, 2012). Intervensi yang dilakukan adalah kaji kemampuan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melaksanakan aktivitas, ajarkan mobilisasi pada pasie ROM aktif dan alih baring dengan rasional untuk memperlancar peredaran darah, berikan edukasi kapada pasien dan keluarga tentang pentinggnya mobilisasi dengan rasional untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga, kolaborasi dengan tim medis dengan rasional untuk mempercepat penyembuhan (Hermand, 2012) 4. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik. Pada Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan kulit dengan kriteria hasil klien mampu berpatisipasi dalam mencegah luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan, tidak terdapat luka (Hermand, 2012) Intervensi yang dilakukan adalah observasi kulit akan adannya kemerahan dengan rasioanal untuk mengetahui tanda-tanda kerusakan intergritas kulit, mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali dengan rasional untuk mencegah terjadinnya trauma 63 dan kerusakan jaringan, anjurkan keluarga pasien untuk menjaga kulit pasien tetap bersih dan kering dengan rasional untuk menghindari terjadinnya kelembapan pada kulit, anjurkan pasien agar tetap bersih dan kering untuk mencaga agar tetap bersih dan kering dengan rasional untuk mencegah perubahan pada kulit (Hermand, 2012) D. Implementasi Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencari tujuan yang telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksana tindakan, serta menilai data yang baru, menurut (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2012). Pemberian informasi mengenai kondisi yang di alami pasien mampu menurunkan tingkat nyeri setelah operasi. Implementasi yang di lakukan kepada pasien selama 3 x 24 jam yaitu : 1. Diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu mengobservasi keluhan utama dan TTVuntuk mengetahui keadaan umum pasien jika dilakukan TTV penulis akan mengetahui keaadaan umum pasien(Potter dan Perry, 2005). mengobservasi pola nyeri, PQRST untuk mengetahui tindakan nyeri pasien, selain itu juga mengevaluasi respon pasien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi pasien adalah nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai 64 suatu yang nyata yang dapat diukur dan dijelaskanserta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Potter dan Perry, 2005). Mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam yaitu untuk menurunkan intensitas nyeri dan merilekkan kondisi pasien dan apabila tidak diajarkan relaksasi nafas dalam intensitas nyeri tidak berkurang pasien tidak rilek (Potter dan perry, 2005). Memberikan terapi farmakologismelalui intravena memberikan obat ranitidin 50mg, antrain50mg dengan golongan dan kandungan antiemetik dengan fungsi farmakologis yaitu anti mual dan muntah(Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009). Hari kedua dan ketiga pasien masih tetap mengobservasi nyeri dan menentukan skala nyeri pada pasien. Pada saat implementasi hari pertama penulis sulit mengaplikasikan karena pasien masih takut dibuka balutannya. 2. Diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar Tindakan keperawatan yaitu kaji pola tidur pasien, agar mengetahui kualitas tidur pasien (Potter dan Perry, 2005)memberikan posisi yang nyaman (supinasi), agar pasien dapat tertidur dengan nyenyak dan tidak bangun pada malam hari (Potter dan Perry, 2005)untuk diagnosa kedua ini sudah sesuai perencanaan. 65 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu mengajarkan mobilisasi dini ROM dan miring kanan, miring kiri untuk mengembalikan fungsi-fungsi otot dan meningkatkan kekuatan otot. Latihan rentang gerak merupakan gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh yaitu, sagital, frontal, dan transversal (Potter dan Perry, 2006). Latihan rentang gerak ini dilakukan pada masing-masing persendian dengan melakukan gerakan yang tidak membahayakan . Latihan ROM dapat dilakukan secara aktif dan pasif. Latihan ROM secara pasif merupakan latihan dimana perawat menggerakan persendian pasien sesuai dengan rentang geraknya. Sedangkan latihan ROM secara aktif adalah ROM yang dilakukan oleh pasien sendiri tanpa bantuan perawat dan alat bantu. Perbedaan latihan ROM pasif dan aktif bergantung pada ada tidaknya bantuan yang diberikan perawat pada pasien dalam melakukan ROM (Asmadi, 2009). Mobilisasi dini bertujuan untuk mengurangi komplikasi pasca bedah, terutama atelektasis dan pneumoniahipostasis, mempercepat terjadinya buang air besar dan buang air kecil secara rasa nyeri pasca operasi (E. Oswari, 2005). Mobilisasi yang dilakukan untuk meningkatkan ventilasi, mencegah stasis darah dengan meningkatkan kecepatan sirkulasi pada ekstremitas dan kecepatan pemulihan pada luka 66 abdomen (Suzanne, 2005).Untuk diagnosa ketiga ini sudah sesuai dengan perencanaan. 4. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi masalah keperawatan kerusakan integritas kulit adalah mengkaji kemampuan pasien dengan rasional untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melaksanakan aktivitas, mengajarkan mobilisasi pada pasien ROM aktif dan alih baring dengan rasional untuk memperlancar peredaran darah, memberikan edukasi kapada pasien dan keluarga tentang pentinggnya mobilisasi dengan rasional untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga (Hermand, 2012) Tujuan penulis melakukan tindakan mobolisasi dini pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post operasi appendiktomi bertujuan untuk mempercepat pemulihan luka pasca pembedahan. Hal ini sesuai dengan riset keperawatan yang telah dilakukan oleh (Elfarida, 2013) ada hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka post operasi appendik. Menurut penelitian (Elfarida, 2013) manfaat dari mobilisasi dini mengurangi rasa nyeri menjaga aliran darah, mengembalikan fungsi fisiologis organ-organ yang pada akhirnya dapat mempercepat penyembuhan luka. Menurut (Hermand, 2012) mobilisas dapat mempercepat penyembuhan luka karena adanya pergerakan akan meningkatkan 67 ventilasi, mencegah statis darah dengan meningkatkan sirkulasi sehingga akan mempercepat pemulihan luka pada abdomen. Penulis melakukan mobilisasi dini dengan cara melakukan latihan ROM aktif dilakukan dalam waktu 2 jam dalam satu hari pengelolaan. Hal ini sesuai dengan teori (Smezer dan Bare, 2008) menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan. Dalam latihan ROM aktif penulis melibatkan keluarga. E. Evaluasi Evaluasi yang di lakukan oleh penulis di sesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP (subyective, obyective, analisa, planning). (Dermawan, 2012) Setelah dilakukan tindakan keperawatan hari pertama, dilakukan evaluasi pada hari rabu 11 Maret 2015 jam 13.45dengan menggunakan metode SOAP pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen ciderafisik. Data subyektif pasien mengatakan nyeri. P: pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: pada perut kanan bawah post op appendiktomi, S: skala 6 , T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 5 menit. Data obyektif pasien tampak tidak rileks tampak menahan sakit, analisa, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi.Observasi keadaan 68 umum dan TTV, observasi skala nyeri, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi analgetik. Evaluasi pada hari rabu 11, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar. Data subyektif pasien mengatakan tidur 2-3 jam, data obyektif pasien terlihat lemah, assessment masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi. Kaji pola tidur, berikan posisi yang nyaman (supinasi), anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan dipunggung atau kaki sebelum pasien tidur. Evaluasi pada hari rabu 11, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Data subyektif pasien mengatakan aktivitas terbatas, data obyektif pasien tampak tidak bisa memenuhi kebutuhan mandirinnya secara maksimal, analisa, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi. Kaji kemampuan pasien, anjurkan mobilisasi pada pasien ROM aktif dan tirah baring miring kanan, miring kiri. Evaluasi pada hari rabu 11 Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis. Data subyektif pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, data obyektif pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnnya, analisa masalah teratasi sebagian, planning: lanjutkan intervensi. Observasi kulit adannya kemerahan, mobilisasi setiap 2 jam sekali. 69 Evaluasi hari kedua pada hari kamis 12, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Data subyektif pasien mengatakan nyeri. P: pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk, R: pada perut kanan bawah post operasiappendiktomi, S: skala 4 , T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 2-3 menit. Data obyektif pasien tampak tidak rileks tampak menahan sakit, analisa : masalah teratasi sebagian dengan nyeri berkurang menjadi 4, planning: lanjutkan intervensi.Observasi keadaan umum dan TTV, observasi skala nyeri, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian injeksi analgetik. Evaluasi pada hari kamis 12, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar. Data subyektif pasien mengatakan tidur 4-5 jam, data obyektif pasien tampak lebih rileks dan segar, analisamasalah teratasi sebagian, planning: lanjutkan intervensi. Kaji pola tidur, berikan posisi yang nyaman (supinasi), ajarkan kepada keluarga untuk memberikan pijatan dipunggung atau kaki sebelum pasien tidur. Evaluasi pada hari kamis 12, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot. Data subyektif pasien mengatakan mampu melakukan latihan walaupun belum maksimal, data obyektif pasien tampak bisa melakukan aktifitas tapi belum maksimal seperti duduk, analisa masalah teratasi sebagian, planning: lanjutkan intervensi. Kaji kemampuan pasien, ajarkan 70 mobilisasi pada pasien ROM aktif dan tirah baring miring kanan, miring kiri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat cefotaxim 1000mg. Evaluasi pada hari kamis 12, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis. Data subyektif pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, data obyektif pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnnya, analisa masalah teratasi sebagian, planning: lanjutkan intervensi. Observasi kulit adannya kemerahan, mobilisasi setiap 2 jam sekali. Evaluasi hari ketiga pada hari jumat 13, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik. Data subyektif pasien mengatakan nyeri. P: pasien mengatakan nyeri saat bergerak, Q: cekit-cekit, R: pada perut kanan bawah post operasiappendiktomi, S: skala 2, T: nyeri sewaktu-waktu kurang lebih 1-2 menit. Data obyektif pasien tampak tenang dan rileks, analisa masalah teratasi dengan nyeri berkurang menjadi 2 wajah pasien tampak rileks dan tenang, planning: hentikan intervensi. Evaluasi pada hari jumat 13, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan sekitar . Data subyektif pasien mengatakan sudah bisa tidur kurang lebih 7 jam, data obyektif pasien tampak lebih rileks dan segar, analisa masalah teratasi dengan tidur 7 jam, planning: hentikan intervensi. Evaluasi pada hari jumat 13, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan 71 kendali otot. Data subyektif pasien mengatakan sudah bisa duduk dan berdiri serta berjalan perlahan-lahan, data obyektif pasien tampak mampu melakukan aktivitas yang ringan, assessment masalah teratasi dengan latihan ringan, planning: hentikan intervensi. Evaluasi pada hari jumat 13, Maret 2015 dengan metode SOAP dengan diagnosa kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis. Data subyektif pasien mengatakan bersedia diposisikan mengikuti intruksi dari perawat, data obyektif pasien tampak lebih nyaman dari sebelumnnya, analisa masalah teratasi, planning: hentikan intervensi. Berdasarkan jurnal penelitian Nainggolan (2013) didapatkan hasil bahwa ada pengaruh pemberian mobilisasi dini untuk mempersingkat waktu penyembuhan pasca operasi appendiktomi. Dari hasil evaluasi penulis terlihat kasus Ny. S setelah diberikan mobilisasi dini intesitas luka sudah kering tidak ada kemerahan tidak ada pus, jahitan terlihat bagus. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi serta mengaplikasikan pemberian mobilisasi dini secara teratur untuk mempersingkat waktu penyembuhan luka pasca operasi appendiktomi pada asuhan keperawatan Ny. S diBangsal Kantil 2 RSUD karanganyar maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Pengkajian Hasil pengkajian keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah karena luka post operasi appendiktomi. Pasien juga mengatakan tidak dapat tidur, pasien merasa lemas dan sulit untuk menggerakan badan karena luka terasa nyeri. 2. Diagnosa keperawatan Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Ny. S adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan rasa nyaman, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kendali otot, berhubungan dengan faktor mekanis. 72 kerusakan intergritas kulit 73 3. Intervensi Perencanaan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam adalah memonitor TTV, mengkaji tingkat nyeri, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik. Pada diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan disekitar, dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah mengkaji pola tidur, memberikan posisi nyaman (supinasi), mejelaskan pentingnya tidur yang adekuat dan ajarkan kepada keluarga pijat pada kaki atau punggung sebelum tidur. Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot, dilakukan tindakan 3x24 jam adalah mengkaji kemampuan pasien dalam aktivitas, ajarkan mobilisasi pada pasien dengan rom aktif dan tirah baring, berikan edukasi pada pasien tentang pentingnya mobilisasi dan kolaborasi dengan dokter dengan tim medis. Dan pada diagnosa keempat kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis adalah observasi kulit adanya kemerahan, ajarkan mobilisasi setiap 2 jam sekali, anjurkan keluarga untuk menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering. 4. Implementasi Impementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa pertama mengkaji skala nyeri dengan lembar observasi, mengobservasi keadaan umum dan TTV, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, memberikan terapi obat antrain dan ranitidin. Diagnosa kedua gangguan pola tidur 74 berhubungan dengan suhu dilingkungan sekitar meliputi mengkaji pola tidur pasien, memberikan posisi nyaman (supinasi), menjelaskan pentingnya tidur yang adekuat, mengajarkan kepada keluarga untuk memberikan pijat pada kaki atau punggung pasien sebelum tidur. Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot meliputi mengkaji kemampuan aktivitas pasien, mengajarkan mobilisasi ROM aktif dan tirah baring pada pasien, memberikan edukasi pada pasien tentang pentingnya mobilisasi dan kolaborasi dengan tim medis. Diagnosa keempat kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis meliputi mengobservasi kulit pasien adanya kemerahan, mengajarkan mobilisasi pada pasien setiap 2 jam sekali, menganjurkan keluarga untuk menjaga kulit pasien agar tetap bersih dan kering. 5. Evaluasi Hasil evaluasi pada hari terakhir, pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan agen cidera fisik sudah teratasi intervensi dapat dihentikan. Diagnosa kedua gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu lingkungan disekitar sudah teratasi intervensi dapat dihentikan. Diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot sudah teratasi maka intervensi dihentikan. Diagnosa keempat kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik juga sudah teratasi dan intervensi dapat dihentikan pasien pulang. 75 6. Analisa Pemberian mobilisasi dini pada Ny. S dengan post operasi apendiktomi selama 3 hari pengelolaan efektif karena pasien mampu duduk tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka sehingga dapat disimpulkan pemberian mobilisasi dini mempercepat penyembuhan luka sudah sesuai dengan jurnal utama. B. Saran 1. Bagi pendidikan Diharapkan institusi mampu meningkatkan mutu pendidikan sehingga menghasilkan perawat yang profesional dan inovatif, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi appendiktomi. 2. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai untuk penyembuhan pasien, khususnya pasien dengan post operasi appendiktomi. 3. Bagi profesi keperawatan Diharapkan para perawat memiliki keterampilan dan tanggung jawab yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan, serta mampu menjalin kerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga pasien dalam 76 membantu proses penyembuhan pasienkhususnya pada pasien post operasi appendiktomi. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J., (2005). Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis edisi 6. Jakarta : ECG Depkes RI. 2009. Prioritas Kesehatan Indonesia tahun 2009. Jakarta: Depkes RI Ed. Herman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition and Clasification 2015-2017. EGC. Jakarta. Hidayat, A. (2009). Penghantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta. Salemba Medika ISO. (2010). Informasi Spesialite Obat Indonesia, Vol 46. Jakarta: PT ISFI L.Longso, Dan S. Fauci Anthony. 2014. Gastroenterologi dan hepatologi. Jakarta: EGC Muttaqin, Kumala Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, proses, dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika Morison, M. J.(2004). Manajemen luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Nainggolan, E. 2013. HUBUNGAN MOBILISASI DINI DENGAN LAMANYA PENYEMBUHAN LUKA PASCA OPERASI APENDIKTOMI. Jurnal keperawatan HKBP Belige, 1. (2). 98.105. Di akses tanggal 14 februari 2015 NANDA. 2014. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta EGC NIC-NOC. EGC, jakarta Perry dan Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep Proses dan Praktik, Voll 2, Ed 4. Editor Yulianti dkk. Jakarta: EGC Potter, P. A., & Perry, A. G. Buku ajar fundamental keperawatan. (2005). (Ed 4). Jakarta :ECG Sjamsuhidajat, dkk.2010. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC Sjamsuhudajat dan Jong De Wong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 2. Jakarta: EGC Smeltzer et al. (2010). Textbook of medical Philadelphia:lippincott Williams & wilkins 77 surgical nursing. 78 Wilkinson, M. Judith. 2007. Nursing Diagnosa Handbook With NIC Interquentions and NOC Outcomec. 7.Ed. EGC: Jakarta.