BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Agen Perubahan II. 1. 1 Pengertian

advertisement
BAB II
URAIAN TEORITIS
II. 1 Agen Perubahan
II. 1. 1 Pengertian Agen Perubahan
Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya
sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses
perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen
perubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni
membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang.
Menurut Soerjono Soekanto menyatakan, pihak-pihak yang menghendaki
perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang
yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan. (Soekanto, 1992:273)
Dalam rumusan Havelock (1973), agen perubahan adalah orang yang
membantu
terlaksananya
perubahan
sosial
atau
suatu
inovasi
berencana.(Nasution, 1990:37) Pengenalan dan kemudian penerapan hal-hal,
gagasan-gagasan, dan ide-ide baru tersebut yang dikenal dengan sebagai inovasi,
dilakukan dengan harapan agar kehidupan masyarakat yang bersangkutan akan
mengalami kemajuan. Agen perubahan juga selalu menanamkan sikap optimis
demi terciptanya perubahan yang diharapkan tadi. Segala sesuatu tidak akan
dengan mudahnya dirubah tanpa adanya sikap optimis dan kepercayaan terhadap
diri sendiri bahwa dapat melakukan perubahan tersebut.
Agen perubahan memimpin masyarakat dalam mengubah sistem sosial.
Dalam melaksanakannya, agen perubahan langsung tersangkut dalam tekanan-
Universitas Sumatera Utara
tekanan untuk mengadakan perubahan. Bahkan mungkin menyiapkan pula
perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Cara-cara
mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih
dahulu dinamakan rekayasa sosial (social engineering) atau sering pula
dinamakan perencanaan sosial (social planning) (Soekanto, 1992:273).
Suatu usaha perubahan sosial yang berencana tentu ada yang
memprakarsainya. Prakarsa itu dimulai sejak menyusun rencana, hingga
mempelopori pelaksanaannya.
II. 1. 2 Kualifikasi Agen Perubahan
Duncan dan Zaltman dalam Komunikasi Pembangunan:Pengenalan Teori
dan Penerapannya mengemukakan kualifikasi dasar agen perubahan, yakni tiga
yang utama di antara sekian banyak kompetensi yang mereka miliki. Yaitu:
1) Kualifikasi teknis, kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek
perubahan
yang
bersangkutan.
Misalnya
pengetahuan
dan
keterampilan pertanian bagi seorang penyuluh pertanian, pengetahuan
dan wawasan tentang pemberdayaan perempuan bagi penyuluh/tenaga
lapangan yang LSM tempat ia bekerja khusus menangani tentang
perempuan.
2) Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling
dasar dan elementer, yakni kemauan untuk mengalokasikan waktu
untuk
persoalan-persoalan
yang
relatif
menjelimet
(detailed).
Maksudnya para agen perubahan merupakan orang yang menyediakan
waktu dan tenaga mereka untuk secara sepenuh hati mengurus
masyarakat yang dibinanya.(Nasution, 1990:38)
Universitas Sumatera Utara
3) Hubungan antarpribadi. Suatu sifat yang paling penting adalah empati,
yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan
orang lain, berbagi akan perspektif dan perasaan mereka dengan
seakan-akan mengalaminya sendiri.
Seorang agen perubahan tidak dengan mudahnya mampu membuat
perubahan tanpa menanamkan karakteristik dalam dirinya sendiri agar dapat
menjadi panutan atau teladan terhadap sekelompok orang yang menjadi target
perubahannya. Seorang agen perubahan yang berhasil, menurut Havelock (1970)
memiliki karakteristik seperti berikut (Nasution, 1990:38):
1.
Agen perubahan harus memiliki nilai-nilai dan sikap mental (attitudes)
sebagai berikut:
a) Pertimbangan (concern) utamamya mengenai manfaat dari inovasi
bagi pengguna akhir (end user).
b) Pertimbangan
utama
mengenai
manfaat
inovasi
yang
disebarluaskannya bagi masyarakat secara keseluruhan.
c) Respek terhadap nilai-nilai yang dianut dengan teguh oleh pihak lain.
d) Kepercayaan bahwa perubahan harus menghasilkan sesuatu yang
terbaik bagi yang terbanyak (mayoritas).
e) Percaya bahwa masyarakat yang diubah mempunyai suatu kebutuhan,
dan juga hak untuk memahami mengapa perubahan dilakukan
(rationale) dan hak untuk berpartisipasi dalam memilih di antara
alternatif cara dan tujuan perubahan itu sendiri.
f)
Rasa yang kuat mengenai identitasnya sendiri dan upayanya untuk
menolong orang lain.
Universitas Sumatera Utara
g) Pertimbangan (concern) yang kuat untuk membantu tanpa menyakiti
perasaan, untuk membantu dengan resiko yang minimal untuk jangka
pendek dan jangka panjang bagi ketenangan masyarakat, baik sebagai
keseluruhan, maupun individu tertentu dalam masyarakat yang
bersangkutan.
h) Respek terhadap institusi-institusi yang ada sebagai pencerminan
concern yang sah terhadap batas ruang kehidupan orang, keamanan,
dan pengembangan identitas di balik diri masing-masing.
2.
Agen perubahan harus mengetahui hal-hal sebagai berikut (Nasution,
1990:39):
a) Bahwa individu-individu, kelompok, dan masyarakat merupakan
sistem-sistem terbuka yang saling berhubungan (open interrelating
systems).
b) Bagaimana peranannya yang lain cocok dengan konteks sosial yang
lebih luas dari perubahan.
c) Konsepsi-konsepsi alternatif mengenai peranannya sekarang dan
peranannya yang potensial di masa mendatang.
d) Bagaimana orang lain memandang peranannya.
e) Lingkup kebutuhan manusia, hubungan-hubungannya dan peringkat
prioritas yang mungkin dalam berbagai tahap pada lingkaran
kehidupan.
f.) Keseluruhan sumber-sumber (resources) dan cara untuk akses ke
sana.
Universitas Sumatera Utara
g) Mengapa orang dan sistem-sistem dapat berubah dan menolak
perubahan.
h) Pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan yang dibutuhkan oleh
seorang agen perubahan dan seorang pengguna sumber-sumber yang
efektif.
3.
Agen perubahan harus memiliki keterampilan berikut (Nasution, 1990:3940):
a.
Bagaimana mengembangkan dan memelihara hubungan proyek
perubahan dengan orang lain.
b.
Bagaimana membawa orang ke suatu konsepsi mengenai kebutuhan
dan prioritas mereka dalam hubungan dengan kebutuhan dan prioritas
orang lain.
c.
Bagaimana mengatasi kesalahpahaman dan konflik.
d.
Bagaimana membina jembatan nilai.
e.
Bagaimana menyampaikan kepada orang lain perasaan berdaya untuk
melaksanakan pembangunan.
f.
Bagaimana membina tim kerja sama (collaborative teams) untuk
perubahan.
g.
Bagaimana
mengorganisir
dan
melaksanakan
proyek-proyek
perubahan yang berhasil.
h.
Bagaimana menyampaikan kepada orang lain mengenai pengetahuan,
nilai-nilai dan keterampilan yang dimilikinya.
i.
Bagaimana menyadarkan masyarakat akan potensi yang tersedia dari
sumber-sumber (resources) mereka sendiri.
Universitas Sumatera Utara
j.
Bagaimana
mengembangkan
keterbukaan
masyarakat
untuk
menggunakan sumber-sumber, baik yang internal maupun yang
eksternal.
Agen perubahan akan lebih efektif jika mereka:
a) Merangsang berlangsungnya proses-proses pemecahan masalah di
kalangan klien.
b) Cukup pengetahuan mengenai proses penelitian dan pengembangan
yang menghasilkan solusi, sehingga mereka dapat membantu
mendorong proses ini agar berfungsi lebih konsisten dengan
kebutuhan klien.
c) Mampu membina komunikasi dan kolaborasi yang mungkin di antara
sistem-sistem klien dan di antara lembaga-lembaga perubahan.
d) Mampu menghubungkan klien tertentu dengan suatu jumlah lembagalembaga perubahan yang optimal, dan menghubungkan lembagalembaga perubahan tertentu dengan suatu jumlah klien yang optimal.
e) Bersedia mendengarkan ide-ide baru dengan telinga yang reseptif, tapi
kritis konstruktif.
f)
Mampu mengintrodusir sifat keluwesan ke dalam hubungan antara
klien dengan lembaga perubahan.(Nasution, 1990:38)
II. 1. 3 Peranan Agen Perubahan
Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan berfungsi sebagai mata
rantai komunikasi antardua (atau lebih) sisitem sosial. Yaitu menghubungkan
antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut. Hal itu tercermin
dalam peranan utama seorang agen perubahan yaitu(Nasution, 2004:129):
1) Sebagai
katalisator,
menggerakkan
masyarakat
untuk
mau
melakukan perubahan.
2) Sebagai pemberi pemecahan persoalan.
3) Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam proses
pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta member
petunjuk mengenai bagaimana
a. Mengenali dan merumuskan kebutuhan
b. Mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan
c. Mendapatkan sumber-sumber yang relevan
d. Memilih atau menciptakan pemecahan masalah
e. Menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan
masalah.
4) Sebagai penghubung
(linker)
dengan sumber-sumber
yang
diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Inti dari peranan agen perubahan dalam proses pembangunan masyarakat,
menurut O’Gorman (1978) adalah (Nasution, 2004:129):
1) mengidentifikasi tujuan, isu, dan permasalahan.
2) yaitu melakukan identifikasi dan pemanfaatan dari :
-
sumber-sumber
-
kepemimpinan
-
organisasi
Universitas Sumatera Utara
3) Menetapkan dan menegakkan prioritas, rencana dan pelaksanaan,
serta evaluasi yang dilakukan menurut urutan yang teratur agar
alternatif yang telah dipilih dapat membawa hasil yang diharapkan.
Keseluruhan peran agen perubahan dapat dikelompokkan menjadi peran
yang laten dan peran yang manifes. Peran yang manifes adalah yang kelihatan “di
permukaan” dalam hubungan antara agen perubahan dengan masyarakatnya, dan
merupakan peran yang dengan sadar dipersiapkan sebelumnya. Peran yang
manifes ini kelak merupakan bukti yang nyata baik bagi si agen maupun
masyarakat. Sedangkan peran yang laten merupakan peran yang timbul dari “arus
bawah” yang memberi petunjuk bagi si agen dalam mengambil tindakan-tindakan
yang dilakukannya.(Nasution, 2004:130-133)
II. 1. 4 Penyuluh sebagai Agen Perubahan
Sebagai komponen dari peristiwa komunikasi yang berlangsung pada saat
melakukan penyuluhan, seorang penyuluh adalah sumber atau komunikator.
Kemampuan berkomunikasi seorang penyuluh akan menjadi semakin penting
manakala dikaitkan dengan fungsinya sebagai agen perubahan. Penyuluh datang
ke tengah suatu masyarakat membawa sejumlah ide dan gagasan. Umumnya ide
dan gagasan tersebut mengandung hal-hal yang baru bagi masyarakat yang di
datanginya. Tujuan penyebarluasan ide dan gagasan itu adalah untuk melakukan
perubahan kehidupan masyarakat dari apa yang ada kini menuju keadaan yang
lebih baik lagi. Usaha perubahan tersebut termasuk ke dalam apa yang dikenal
sebagai perubahan sosial (social change). Oleh karena itulah para penyuluh, yakni
orang-orang yang mempelopori perubahan sosial disebut sebagai agen perubahan
(agent of change).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penyuluhan, syarat yang menentukan berhasil atau tidaknya
komunikasi yang dilakukan penyuluh, yaitu: faktor dipercaya atau tidaknya
seorang penyuluh di mata khalayaknya. Keadaan dipercaya oleh khalayak itulah
yang dimaksud dengan kredibilitas (credibility). Arti kredibilitas di sini adalah:
Keahlian (expertise),
dikemukakan,
secara
yakni kemampuan memahami permasalahan yang
benar;
dan
Kejujuran,
yakni
motivasi
untuk
mengkomunikasikan masalah yang disampaikan, tanpa dipengaruhi oleh sesuatu
keberpihakan (bias).
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), kredibilitas merupakan tingkat di
mana suatu sumber atau saluran komunikasi dipersepsikan oleh khalayaknya
sebagai seseorang yang terpercaya (trustworthy) dan berkompeten.(Nasution,
1990:30) Masyarakat akan lebih menerima pesan-pesan persuasif yang
disampaikan oleh seseorang yang mereka anggap memiliki kredibilitas yang
tinggi sebagai seorang agen perubahan dibanding yang lainnya. Mereka akan
membentuk persepsi mereka sendiri terhadap kredibilitas tadi.
Universitas Sumatera Utara
II. 2 Komunikasi Penyuluhan
II. 2.1 Pengertian Komunikasi Penyuluhan
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai. Dalam ‘bahasa’ komunikasi pernyataan dinamakan
pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator
(communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama
komunikan (communicatee).(Effendy, 2003:28)
Tujuan utama mempelajari komunikasi adalah untuk mengetahui
bagaimana efek komunikasi terhadap seseorang. Sedangkan Bungin (Bungin,
2006:35), mengatakan bahwa tujuan komunikasi adalah:

Perubahan Sikap

Perubahan Pendapat (Opinion Change)

Perubahan Perilaku (Behavior Change)

Perubahan Sosial
(Attitude Change)
(Social Change)
Komunikasi juga pasti terjadi dalam suatu penyuluhan. Komunikasi yang
terjadi adalah ketika tenaga lapangan sebagai komunikan memberi informasi atau
pengetahuan kepada anggota sebagai komunikan.
Dalam bahasa Indonesia, istilah penyuluhan berasal dari kata dasar “suluh”
yang berarti pemberi terang di tengah kegelapan. Penyuluhan memang diartkan
bermacam-macam. Samsudin (1977) menyebut penyuluhan sebagai suatu usaha
pendidikan non-formal yang dimaksudkan untuk mengajak orang sadar dan mau
melaksanakan ide-ide baru. Dari rumusan tersebut dapat diambil tiga hal yang
Universitas Sumatera Utara
terpenting, yaitu: pendidikan. Mengajak orang sadar dan ide-ide baru. Ketiga hal
itu memang senantiasa melekat dalam kegiatan penyuluhan, karena penyuluhan
pada hakekatnya merupakan suatu langkah dalam usaha mengubah masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik seperti yang dicita-citakan.(Nasution, 1990:7)
Claar et al. (1984) mengakui hal itu karena di banyak tempat penyuluhan
diartikan sebagai fungsi pemerintah yang memperluas (extending) berbagai
pelayanan kepada masyarakat, sekaligus melaksanakan peraturan-peraturan yang
berlaku, dan bahkan menegakkan kebijakan yang berkaitan dengan berbagai
bidang kemasyarakatan. Claar et al., (1984) membuat rumusan bahwa
penyuluhan merupakan jenis khusus pendidikan pemecahan masalah (problem
solving)
yang
berorientasi
mendemonstrasikan,
dan
pada
tindakan;
memotivasi,
tapi
yang
tidak
mengajarkan
melakukan
sesuatu,
pengaturan
(regulating) dan juga tidak melaksanakan program yang non-edukatif.(Nasution,
1990:7)
Pada hakekatnya, penyuluhan adalah suatu proses komunikasi. Proses
yang dialami komunikan sejak mengetahui, memahami, meminati dan kemudian
menerapkannya dalam kehidupan nyata adalah suatu komunikasi. Kegiatan
penyuluhan akan berhasil apabila kedua belah pihak sama-sama siap
melakukannya, baik penyuluh sebagai komunikator maupun orang yang disuluh
sebagai komunikan.
Penyuluhan merupakan suatu usaha menyebarluaskan hal-hal yang baru
agar masyarakat mau tertarik dan beminat untuk melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan penyuluhan tersebut, masyarakat dididik, diberi
pengetahuan, informasi-informasi dan kemampuan baru agar mereka dapat
Universitas Sumatera Utara
membentuk sikap dan berprilaku hidup menurut apa yang seharusnya. Selain itu,
dengan berbekal pengetahuan yang diperoleh melalui penyuluhan masyarakat
dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya sendiri.
II. 2.2 Unsur-unsur Komunikasi Penyuluhan
Penyuluhan merupakan suatu kegiatan pendidikan non-formal dalam
rangka mengubah masyarakat menuju keadaan yang lebih baik seperti yang dicitacitakan. Dalam upaya mengubah masyarakat tersebut, terdapat unsur-unsur
penyuluhan. Unsur-unsur penyuluhan yaitu semua unsur (faktor yang terlibat,
turut serta atau diikutsertakan ke dalam kegiatan penyuluhan, antara unsur yang
satu dengan unsur yang lainnya tidak dapat dipisahkan karena semuanya saling
menunjang
dalam satu
aktivitas).
Unsur-unsur
penyuluhan terdiri dari
(Kartasapoetra, 1994:44):
1. Penyuluh (Sumber)
2. Sasaran Penyuluhan
3. Metode Penyuluhan
4. Media Penyuluhan
5. Materi Penyuluhan
6. Waktu Penyuluhan
7. Tempat Penyuluhan
II. 2. 3 Perencanaan Komunikasi untuk Penyuluhan
Universitas Sumatera Utara
Perencanaan komunikasi dalam rangka melakukan kegiatan penyuluhan
sangat diperlukan karena pada dasarnya yang menjadi kepentingan dari kegiatan
ini adalah “sesuatu yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya”. Tujuan yang dimaksud adalah tujuan dari kegiatan
penyuluhan, dan tujuan komunikasi dari penyuluhan ini tentu merupakan satu
kesatuan dengan tujuan penyuluhan tersebut.
Dalam
melakukan
penyuluhan,
faktor
penyampaian
(baca:
pengkomunikasian) hal-hal yang disuluhkan adalah amat penting. Karena itu
penyuluhan menuntut dipersiapkannya lebih dahulu suatu disain, yang secara
terperinci dan spesifik menggambarkan hal-hal pokok berikut ini:
a. Masalah yang dihadapi
b. Siapa yang akan disuluh
c. Apa tujuan (objectives) yang hendak dicapai dari setiap kegiatan penyuluhan
d. Pendekatan yang digunakan
e. Pengembangan pesan
f. Metoda/ saluran yang digunakan
g. Sistem evaluasi yang “telah terpasang” atau “built-in” di dalam rencana
keseluruhan kegiatan yang dimaksud.(Nasution, 1990:11)
II. 3. 4 Masalah Komunikasi dalam Kegiatan Penyuluhan
Target atau sasaran dari kegiatan penyuluhan adalah sosok manusia
sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi di antara manusia terjalin melalui komunikasi, sehingga komunikasi
menjadi
suatu
hal
yang
sangat
penting
dalam
penyuluhan
(http://www.communication-learn.blogspot.com/2008/11/komunikasi-dalampenyuluhan.html).
Seorang penyuluh tidak dengan mudah dapat melakukan perubahan pada
anggotanya. Pembentukan sikap dan perubahan perilaku pada diri manusia terjadi
secara bertahap dan bukan seketika atau instan. Masalah komunikasi yang
menonjol dalam suatu kegiatan penyuluhan di antaranya (Nasution, 1990:14):

Kompetensi komunikasi yang seharusnya dimiliki oleh seorang
penyuluh
Penyuluhan diartikan sebagai usaha menyebarluaskan dan mendidik ide
dan cara baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Penyuluhan
dilakuakan oleh seorang penyuluh atau juga bisa disebut sebagai tenaga lapangan.
Faktor kredibilitas seorang penyuluh di mata khalayak dapat menentukan
kompetensi komunikasi seorang penyuluh.
Kompetensi komunikasi yang dimaksud dalam hal ini adalah sejumlah
kemampuan dasar dalam berkomunikasi yang harus dimiliki oleh seorang
penyuluh agar kegiatannya di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan dengan
sebaik-baiknya. Masyarakat juga dapat menerima pesan-pesan yang disampaikan
oleh penyuluh dengan mudah.
Kemampuan-kemampuan
berkomunikasi
yang
dipersyaratkan
bagi
seorang penyuluh antara lain:
4) Dapat menjangkau khalayak yang hendak disuluhnya, maksudnya
adalah si penyuluh secara fisik mempunyai akses untuk berhadapan
Universitas Sumatera Utara
dengan khalayak yang akan disuluhnya secara langsung. Penyuluh
memiliki kesempatan untuk tampil dihadapan khalayak yang akan
disuluhnya dengan cara yang meyakinkan agar kegiatan penyuluhan
dapat semakin berjalan dengan lancar.
5) Menguasai bahasa yang dimengerti oleh khalayak yang akan disuluh,
maksudnya adalah meskipun penyuluh berpendidikan tinggi dan
menguasai banyak bahasa tapi penyuluh juga harus mampu
menyesuaikan bahasa yang akan digunakan sebagai bahasa pengantar
penyuluhan. Hal ini bertujuan agar mereka dengan mudah mengerti
materi penyuluhan yang disampaikan oleh penyuluh. Tidak mungkin
menggunakan bahasa Inggris, sementara yang akan disuluh berasal
dari kelas bawah yang tidak mengecap pendidikan formal yang tinggu
seperti penyuluhnya.
6) Berpenampilan yang dapat diterima oleh khalayak, maksunya disini
adalah menyesuaikan penampilan dengan khalayak yang akan disuluh
agar tidak terjadi kesenjangan antara penyuluh dengan khalayak yang
akan disuluh.

Petugas penyuluhan sebagai agen perubahan
Pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah
orang yang mempelopori, menggerakkan, dan meyebarluaskan proses perubahan
tersebut. Dalam kepustakaan ilmu sosial mereka dikenal dengan sebutan agen
perubahan. Menurut Rogers dan Shoemaker, agen perubahan adalah petugas
professional yang mempengaruhi keputusan inovasi para anggota masyarakat
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan(Nasution, 1996:114).
Universitas Sumatera Utara
Penyuluh atau dalam penelitian ini disebut tenaga lapangan berperan
sebagai ujung tombak bagi kegiatan pengembangan masyarakat (Djamal,
2004:20). Dalam hal ini tenaga lapangan tidak hanya berperan sebagai fasilitator
dan katalisator, tapi juga sebagai motivator, dinamisator dan evaluator. Selain
memberikan dukungan dan dorongan, tenaga lapangan juga menjaga agar
kelompok mempertahankan kelangsungan kegiatan yang dilakukan untuk dapat
mengatasi masalahnya. Setelah baru membantu kelompok masyarakat agar dapat
mengukur dan menilai kemajuan-kemajuan yang telah mereka perbuat.
Seorang penyuluh juga harus mampu membawa perubahan pada orangorang yang diberinya penyuluhan. Berbagai informasi dan pengetahuan yang
diberikannya dapat membawa perubahan dalam hidup orang banyak.

Teknik atau metode komunikasi yang efektif bagi kegiatan
penyuluhan
Umumnya dalam berbagai kegiatan penyuluhan yang dilakukan selalu
melakukan teknik komunikasi tatap muka. Begitu juga dalam pelaksanaan
kegiatan penyuluhan di Yayasan untuk Perempuan Perkotaan Medan, selalu
menggunakan komunikasi secara langsung atau tatap muka. Penyuluh atau tenaga
lapangan secara langsung bertemu dengan anggota binaannya. Mereka secara
langsung bertemu berdiskusi dan melakukan kegiatan yang sudah terprogram
sebelumnya.
II. 3 Pemberdayaan Perempuan
Pergerakan pemberdayaan perempuan telah banyak terjadi sepanjang abad
20, seperti penghormatan akan hak-hak perempuan yang juga dianggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
hak asasi manusia. Titik sorotnya adalah perempuan yang kerap dianggap lugu
dan terutama korban konflik antar bangsa, begitupun menjadi korban kekerasan
dalam rumah tangga dan masyarakatnya. Perempuan dianggap sebagai makhluk
yang lemah dan selalu butuh pertolongan.
Kelahiran Kartini pada tahun 1879 merupakan awal pergerakan untuk
memberdayakan perempuan. Kartini mempelopori pemberdayaan perempuan.
Berusaha agar para perempuan dapat juga memperoleh kehidupan dan pendidikan
seperti para lelaki pada dasarnya untuk memperjuangkan penghapusan
kemiskinan dan kebodohan sehingga kualitas bangsa semakin meningkat.
Kesenjangan pembangunan bukan hanya dihadapi oleh masyarakat rentan
di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan. Kesenjangan juga kerap terjadi antara
kaum laki-laki dan perempuan (Djamal, 1994:14). Anggapan bahwa perempuan
hanya bertugas mengurus rumah tangga dan mengasuh anak telah menempatkan
perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan. Padahal hal tersebut tidak
sepenuhnya benar. Pada kenyataan justru banyak perempuan yang menjadi tulang
punggung rumah tangga. Hal ini dapat terlihat di daerah pedesaan.
Pemberdayaan (empowerment) merupakan serangkaian upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan memperluas akses terhadap suatu kondisi untuk
mendorong kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan kritis terhadap
perubahan) serta mampu berperan aktif dalam menentukan nasibnya sendiri,
melalui
penciptaan
peluang
yang
seluas-luasnya
agar
mampu
berpartisipasi.(www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf diakses 10
Maret 2009)
Universitas Sumatera Utara
Dikaitkan dengan pengertian pemberdayaan diatas, pemberdayaan
perempuan adalah serangkaian upaya untuk
meningkatkan
kemampuan
perempuan agar menjadi mandiri serta dapat berperan aktif dalam menentukan
keputusan-keputusan dalam hidupnya dan mampu berpartisipasi dalam peluangpeluang yang ada.
Pemberdayaan perempuan tidak begitu saja terjadi. Tapi juga melalui
pemikiran-pemikiran dan kongres-kongres yang membahas tentang bagaimana
kehidupan perempuan seharusnya. Soejatien Kartowijono, adalah seorang pelopor
diadakannya Kongres Perempuan Pertama di Yogyakarta pada tahun 1928.
Kongres ini membahas dan memperjuangkan kemajuan perempuan Indonesia
pada saat itu yang masih selalu dianggap lemah dan tidak pantas memperoleh
pendidikan
tinggi
seperti
layaknya
lelaki
dapatkan.
(http://www.anitatamansiswa.com/regulation/3/tahun/2008/bulan/08/tanggal/28/id
/5/tellmyfriends diakses 27 Juni 2009)
Pemberdayaan sebenarnya memiliki sifat yang spesifik dan unik , baik dari
aspek human capital-nya seperti program, seperti strategi dan pendekatanpendekatannya (Pembayun, 2009:145). Karena itu, sangat disayangkan apabila
para pemberdaya tidak dapat memaksimalkan dan mengoptimalkan kapital-kapital
tersebut dalam pelaksanaannya di masyarakat. Banyak kalangan yang masih
menganggap sepele terhadap program pemberdayaan. Ini disebabkan karena
program tersebut dipersepsikan sebagai suatu kegiatan yang tidak benar-benar
mengenmban sebuah program yang bisa menuntaskan masalah sosial termasuk di
dalamnya masalah perempuan, ekonomi, dan lingkungan manusia dengan utuh.
Universitas Sumatera Utara
Perempuan
sesungguhnya
adalah
sosok
yang
mandiri.
Dowling
mengatakan bahwa perempuan yang feminin adalah perempuan yang mandiri dan
dapat melepaskan diri dari rasa ketergantungan kepada laki-laki secara ekonomi.
Hanya dengan kemandirian, perempuan dapat dengan leluasa mentransformasikan
kemampuannnya kepada kaum perempuan lain untuk sama-sama maju dan
bermartabat (Pembayun, 2009:90). Jadi dengan kata lain, perempuan harus
mampu membuktikan kemandiriannya tidak hanya kepada kaum lelaki tapi juga
terhadap sesame perempuan agar dapat mengejar ketertinggalannya dari
perempuan lain yang telah lebih dulu maju.
Pemberdayaan
wanita
merupakan
upaya
penguatan
terhadap
ketidakberdayaan mereka agar mampu menolong diri sendiri, mandiri serta
mampu mengembangkan self reliance-nya. Self-reliance wanita, sebagai ibu
rumah tangga, tercermin pada usaha memaksimalisasi kemampuan mereka
mempersiapkan anak-anak untuk mampu memperoleh pekerjaan yang lebih baik
dari orangtuanya kelak, melalui pembekalan pendidikan dan ketrampilannya, di
samping pembinaan ahlak dan martabat mereka.Pemberdayaan perempuan adalah
membuat perempuan menjadi berdaya atau mempunyai daya dengan cara
mendorong, memotivasi, dan membangkitkan potensi yang dimiliki secara
optimal. Ada begitu banyak program dan aktivitas yang dilakukan baik melalui
program pemerintah, swasta atau masyarakat untuk membangkitkan perempuan
menjadi
lebih
berdaya
atau
berpotensi.(http://www.bpplsp-
reg2.info/produk.php?id=5 diakses 12 Maret 2009)
Universitas Sumatera Utara
Mengutip apa yang dikatakan oleh John Naisbitt dan Patricia Abudene
dalam bukunya Megatrends 2000, bahwa pada dasa warsa 1990-an dan menjelang
memasuki abad ke 21 merupakan dasa warsa yang sangat penting bagi kehidupan
perempuan. Perempuan tidak lagi hanya berurusan dengan dapur tapi juga dapat
mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Peranan perempuan akan semakin
menonjol dan dibutuhkan, baik sebagai sumber daya manusia, pemikir, maupun
sebagai pengambil keputusan, turut meningkatkan perhatian masyarakat terhadap
masalah
tersebut.(http://agusbwaceh.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-
perempuan.html diakses 18 Maret 2009)
Perubahan peran dan status perempuan umumnya disebabkan oleh
perkembangan masyarakat dan wilayah di lingkungannya. Perubahan masyarakat
tersebut makin dipacu oleh pertumbuhan ekonomi, akibat beralihnya sistem
perekonomian dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Perubahan tersebut
akan
berdampak
pada
perubahan
sosial
dan
budaya
masyarakatnya.
Perkembangan ekonomi dan sosial menimbulkan pembagian kerja antar jender
yang secara tradisional telah terbentuk sejak dulu.
Seperti yang Muhammad Yunus tuliskan dalam bukunya yang berjudul
“Bank Kaum Miskin Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan”
tentang kehidupan perempuan.
“Setelah padi dipanen, diperlukan tenaga buruh untuk mengirik gabah dari batangnya.
Pekerjaan monoton dan membosankan ini diberikan kepada buruh harian dengan upah
yang termurah. Merekalah kaum perempuan melarat yang jika tidak punya pekerjaan
akan mengemis. Berjam-jam, kaum perempuan miskin ini akan mengirik gabah dengan
kakinya, dan untuk menjaga badannya tegak lurus, mereka tumpukan tangan kurusnya ke
dinding di hadapannya. Sepanjang hari, 25 sampai 30 perempuan akan melakukan gerak
mengulir terus-menerus, membelitkan batang padi di sekitar kakinya untuk mengirik
gabah.”
Universitas Sumatera Utara
Gambaran kehidupan perempuan sarat dengan kemiskinan. Perempuan hanya
dianggap sebagai pekerja yang layak dengan upah termurah. Padahal sebenarnya
perempuan mampu melakukan lebih daripada itu.
Menurut Sumodiningrat, sedikitnya ada tiga aspek yang dicakup dalam
memaknai pemberdayaan wanita yakni:
4. Menciptakan kondisi yang kondusif yang mampu mengembangkan
potensi wanita.
5. Memperkuat potensi (modal) sosial wanita demi meningkat mutu
hidupnya.
6. Mencegah dan melindungi wanita, serta mengentaskan ketertindasan
dan
kemarginalan
segala
bidang
kehidupan
mereka.(www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf diakses
10 Maret 2009)
Perempuan dan lelaki pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama.
Keduanya memiliki tugas dan kewajiban yang sama terhadap Tuhan penciptanya,
terhadap sesama manusia dalam masyarakat serta sama-sama mendapat hak dan
wewenang sesuai dengan amal perbuatan dan kedudukannya.
Perempuan pada dasarnya memiliki peranan ganda dalam rumahtangga.
Peran ganda tersebut terimplikasi pada: (1) peran kerja sebagai ibu rumah tangga
(mencerminkan feminimine role), meski tidak langsung menghasilkan pendapatan,
secara produktif bekerja mendukung kaum pria (kepala keluarga) untuk mencari
penghasilan (uang); dan (2) berperan sebagai pencari nafkah (tambahan ataupun
utama). (www.pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/FAE25-2e.pdf diakses 10 Maret
2009)
Universitas Sumatera Utara
Perempuan mengalami kelaparan dan kemiskinan yang lebih hebat
daripada laki-laki.(Yunus, 2007:73) hal ini menjelaskan bahwa perempuan lebih
tanggap disbanding lelaki tentang kondisi keluarga. Tapi disisi lain, perempuan
tetap memperoleh perlakuan yang tidak pantas dari kaum lelaki. Seorang suami
bisa menceraikan istrinya kapan pun dia mau. Sementara apabila hal ini terjadi
istri dinggap sebagai sebuah aib an tidak dikehendaki oleh keluarganya sendiri.
Namun, terlepas dari hal tersebut, dalam bukunya yang sama Yunus perempuan
terbukti lebih cepat menyesuaikan diri dan lebih baik dalam proses membangun
kemandirian daripada laki-laki.(Yunus, 2007:74)
Pemberdayaan (empowerment) wanita diperlukan sebagai upaya untuk
peningkatan dan pengaktualisasian potensi diri mereka agar lebih mampu mandiri
dan berkarya, mengentaskan mereka dari keterbatasan pendidikan dan
ketrampilan, dan ketertindasan akibat perlakuan yang diskriminatif dari berbagai
pihak dan lingkungan sosial budaya. Diperlukan pula peningkatan daya serap dan
adopsi teknologi sebagai strategi pemberdayaan wanita dalam segala proses
pembangunan melalui peningkatan pendidikan, pembinaan dan pelatihan
keterampilan, teknologi tepat guna dan inovatif. Pemberdayaan wanita dicapai
melalui perlindungan terhadap tenaga kerja wanita, meningkatkan efektifitas
penyuluhan dan pelatihan, perbaikan regulasi, fasilitas, dan upah, serta
kesempatan kerja agar berimbang antar jender sebagai insentif dan keberpihakan
terhadap kaum wanita tani di perdesaan.
Kemampuan
anggota
masyarakat,
termasuk
perempuan,
untuk
memperoleh pengetahuan dan pendidikan harus semakin ditambah. Usaha
peningkatan
pendidikan
perempuan
merupakan
usaha
membantu
kaum
Universitas Sumatera Utara
perempuan agar mempunyai bargaining power dalam pengambilan keputusan.
Menurut Daud Joesoef, besar kecilnya kemampuan seseorang untuk mengambil
keputusan sendiri menentukan secara langsung derajat kebebasannya. Artinya,
usaha pendidikan perempuan membuat perempuan mendapat keahlian yang
membuatnya mampu untuk mandiri .
(http://agusbwaceh.blogspot.com/2009/02/pemberdayaan-perempuan.html diakses
18 Maret 2009)
Universitas Sumatera Utara
Download