Majalah Bisnis dan Iptek Vol.8, No. 1,Manajemen April 2015, 13-17 Soleha, Otonomi Daerah 2015 MANAJEMEN OTONOMI DAERAH Lilis Karnita Soleha STIE Pasundan Bandung Email: [email protected] Abstract Regional Autonomy opens great hopes for communities and local government, especially the feel for these aspirations are locked by a uniform pattern adopted pemrintah center. Regional autonomy make diversity, and local government and the community can take the best decisions for the region. But such expectations would be raw if it is not accompanied by changes in attitudes and paradigms. Dependence and helplessness facing the center, has created paradigam and mental attitude of certain patterns, which must be changed along with the flexibility to be more independent. Keywords: regional autonomy; management Abstrak Otonomi Daerah membuka harapan yang besar bagi masyarakat dan pemerintahan di daerah, terutama yang merasa selama ini aspirasinya terkunci oleh pola keseragaman yang dianut pemrintah pusat. Otonomi daerah memberi ruang terhadap keberagaman, dan pemerintah daerah bersama masyarakat dapat mengambil keputusan terbaik bagi daerahnya. Tetapi harapan seperti itu akan mentah jika tidak disertai perubahan sikap dan paradigma. Ketergantungan dan ketidakberdayaan menghadapi pusat, telah menciptakan paradigam dan corak sikap mental tertentu, yang harus dirubah seiring dengan keleluasaan untuk semakin mandiri. Kata kunci: otonomi daerah; manajemen Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 13 Soleha, Manajemen Otonomi Daerah 2015 Perubahan Dasar Perubahan-perubahan mendasar yang mengawal masa transisi otonomi daerah ditengarai oleh perubahan pola pemerintahan dari pola top down menjadi bottom up, dengan pelimpahan wewenang kepada pemerintahan kabupaten dan kota. Perubahan ini harus disambut oleh pemerintahan daerah dengan mengembangkan visi daerah sebagai basis untuk pemerintahan. Perubahan lain yang terjadi adalah jika dahulu kebijaksanaan ditentukan di atas dan pelaksanaan di bawah, pada masa pasca otonomi daerah, daerah mempunyai posi yang besar untuk menentukanm sendiri berbagi keputusan politis dan ekonomis. Demikian pula jika dahulu kompentensi yang dimiliki oleh punggwa pemerintah di daerah hanya terbatas mengikuti pola yang sudah ada, maka pada era otonomi daerah perlu didukung oleh kompetensi lain yang akan menjadi nilai tambah sebgai pelaksana pemerintahan di daerah. Dari sisi perilaku birokrasi jika terdapat perubahn yang mendasar. Jika apada masa lau berorientasi bagaimana mengikuti peraturan yang ada, atau menunggu petunjuk dari pusat, orientasi birokrasi harus ‘banting setir’ dengan memecahkan masalah/melayani, dan berorientasi pada lingkungan di daerah. Dengan pula orientasi pembanguan pada pembelanjaan anggaran menjadi orientasi pada keberhasilan. Diperlukan perubahan sudut pandang (paradigm shift) para pejabat dan pegawai pemerintah daerah untuk meresapi makna dari layanan publik (public services). Artinya para pegawai adalah ‘alat’ untuk melayani publik, dan bukan sebaliknya publik harus melayani mereka. Paradigma ini dapat menjadi landasan yang kuat bagi terciptanya good governance, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemandirian daerah berdasarkan prinsipprinsip transparansi, akuntabilitas (accountability), fairness, dan tanggung jawab. Prinsipprinsip ini berdiri sejajar dengan prinsip pembangunan ekonomi yang berkesinambungan (sustanaibility), terintegrasi, serta komprehensif. Artinya, kepala daerah sudah tidak boleh lagi berpikir untuk mencari bocoran proyek, dan selalu berpikir bagaiamana memberi nilai tambah bagi daerahnya. Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 14 Soleha, Manajemen Otonomi Daerah 2015 Manajemen Kemandirian Daerah Secara konseptual dalam membangun kemandirian daerah pasca otonomi daerah, harus mengacu kepada kaidah-kaidah perencanaan strategis, manajemen strategis, dan evaluasi strategis dalam rangka mengelola, dan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki daerah. Terdapat empat hal utama yang harus diperhatikan dalam menyusun Rencana Strategis Pembangunan, yaitu sistem informasi, manajemen tata ruang wilayah, sistem jaringan kerjasama, serta pedoman operasionalnya. Dalam sistem informasi pembangunan dilakukan kajian yang meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap potensi, kendala, peluang, dan tantangan pembangunan, berikut kajian terhadap potensi pengembangan sumber daya, tingkat produktifitas, kelayakan pengembangannya, serta kerangka waktunya. Dalam kajian ini sebaiknya juga meliputi informasi dan akses jaringan pemasaran sumber daya dalam lingkup lokal, regional, nasional, dan internasional. Perencanaan yang berkaitan dengan manajemen tata ruang wilayah akan bertumpu pada kajian yang meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang wilayah daratan, lautan, dan udara. Kecenderungan organisasi jejaring (network organization) yang melanda dunia bisnis juga patut diterapkan dalam organisasi pemerintah daerah. Kajian mengenai jejaring ini meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap sistem, pola/bentuk, dan mekanisme kerja sama yang dapat dilakukan oleh semua pihak, dalam lingkup lokal, regional, nasional, maupun internasional. Selanjutnya adalah masalah yang terkait dengan strategi implementasinya yang dituangkan dalam pedoman operasional pembangunan. Kajian ini meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap alokasi kegiatan produktif, kerangka waktu pengembangan, manajemen sistem kelembagaan dan kerja sama dalam jangka panjang, menengah, maupun pendek. Materi pokok yang terkandung dalam manajemen strategis meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap pengembangan sistem suprastruktur, infrastruktur, dan struktur pembangunan daerah, pengembangan sistem manajemen pemerintahan yang berorientasi Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 15 Soleha, Manajemen Otonomi Daerah 2015 pasar dan berjiwa wirausaha serta mampu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan global. Fungsi pemantauan dan penilaian pelaksanaan pembangunan dituangkan dalam sistem evaluasi strategis yang meliputi proses identifikasi dan analisis terhadap pengembangan indikator-indikator sosial dan ekonomi yang terukur dan mampu menilai secara obyektif kinerja pembangunan, sehingga dapat menjadi umpan balik yang obyektif dan akurat. Dalam implementasi konsep ini akan diwarnai oleh dinamika yang tinggi yang mengiringi pola perubahan yang cukup radikal, karena proses otonomi ini tidak melewati proses pentahapan yang seharusnya dilakukan. Dari sisi aturan pelaksanaan juga masih banyak yang ompong dan menimbulkan interprestasi yang beragam. Tak pelak situasi ini memendam potensi konflik yang tinggi. Konflik yang terjadi dapat bersifat vertikal antara daerah dan pusat, maupun konflik horisontal diantara daerah-daerah yang ada. Di sini peran Gubernur dalam posisi yang sangat penting untuk memanajemeni konflik. Secara vertikal Gubernur akan mempunyai peran ganda, di satu sisi harus menyampaikan aspirasi daerah ke pusat, di sisi yang lain harus menyampaikan pesan pusat ke daerah. Secara horisontal Gubernur harus mampu memanajemi konflik yang muncul antar Pemkab/Pemkot berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya. Dalam konteks ini Gubernur juga harus mempunyai kekuatan koordinatif, bukan saja untuk meredam potensi konflik, tapi juga agar terjadi sinergi antar daerah di kawasan yang dipimpinnya. Sejalan dengan potensinya, otonomi daerah juga menyimpan berbagai masalah yang harus diantisipasi dengan baik. Masa transisi harus dimanjemeni dengan baik, dan perubahan-perubahan cara pandang, sikap, dan budaya organisasi pemerintahan harsu dilakukan. Diantaranya dengan memompakan semangat entrepreunership, sebagai landasan memanajemeni otonomi daerah. Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 16 Soleha, Manajemen Otonomi Daerah 2015 REFERENSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 17