Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri dari Ekstrak Etanol dan

advertisement
Abstract
Kapehu (Guioa diplopetala) are often used as traditional medicine at East Sumba.
However, has not been much research about kapehu so that phytochemical compounds of
kapehu is unknown. This study aims to screen potentially bioactive, analyze the
antioxidant and antibacterial activity of kapehu, and the relationship between phenol,
tannin and flavonoids content with their antioxidant and antibacterial activity of kapehu.
The sample used in the form of 96% ethanol extract and methanol extract of the kapehu.
The extract obtained by maceration method. The result of phytochemical screening known
that kapehu contained some bioactive agents such as alkaloid, flavonoid,
terpenoid/steroid, tannin, saponin and antrakuinon. Analysis antioxidant activity with
DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil) method showed that methanol extract had higher
value of antioxidant than ethanol extract. Antioxidant capacity of methanol extract was
82,3275 mg AEAC/g and ethanol extract was 59,58 mg AEAC/g. Antimicrobial activity
with paper disk diffusion method showed that methanol extract from kapehu leaves
extract has antibacterial activity on Escherichia coli and Staphylococcus aureus. It could be
seen from the bacterial inhibition zone diameter of 6,1 mm for the bacteria Escherichia
coli and 5,7 mm for bacteria Staphylococcus aureus. While, ethanol extract from kapehu
leaves extract has not antibacterial activity. Phenol, flavonoid and tannin content have
correlation with their antioxidant and antimicrobial activity.
Key word : kapehu (Guioa diplopetala) leaves, antioxidant activity, antibacterial activity.
Pendahuluan
Tumbuhan kapehu (Guioa diplopetala) termasuk dalam filum Magnoliophyta, kelas
Magnoliopsida, ordo Sapindales dan suku Sapindaceae merupakan salah satu tumbuhan
yang tumbuh di daerah Sumba Timur (Astuti 1999) yang sering digunakan sebagai obat
tradisional. Pohon kapehu dapat mencapai tinggi 13 meter dengan diameter batang
sebesar 29 cm, berdaun majemuk menyirip dengan permukaan gundul, berbunga putih,
biji berwarna gelap dengan isi berwarna putih (Backer et al. 1963, 1965, 1968).
b
a
c
Gambar 1. a) Tumbuhan kapehu (Guioa diplopetala), b) buah kapehu, c) daun kapehu yang
tumbuh di Sumba (Dok. pribadi 2013).
1
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada sejumlah ekstrak tumbuhan yang
biasa digunakan sebagai obat tradisional, beberapa diantaranya berpotensi sebagai
sumber antioksidan dan antibakteri. Daun kapehu sering digunakan untuk proses
detoksifikasi, sedangkan di Riau daun kapehu digunakan sebagai obat patah tulang
(Polosakan dan Siagian 1999) yang dapat dijadikan indikasi kandungan antioksidan dan
antibakteri dalam tumbuhan tersebut. Sampai saat ini belum banyak penelitian mengenai
kandungan senyawa aktif (fitokimia), aktivitas antioksidan dan antibakteri tumbuhan
kapehu sehingga diperlukan penelitian mengenai tumbuhan ini.
Antioksidan adalah suatu senyawa yang mencegah dan memperlambat kerusakan
yang disebabkan oleh radikal bebas melalui penghambatan mekanisme oksidatif (Jaya
2012), sedangkan zat oksidan atau senyawa radikal bebas merupakan atom atau molekul
yang bersifat tidak stabil karena mempunyai satu atau lebih elektron tanpa pasangan,
sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini bersifat reaktif dan dapat
merusak jaringan. Senyawa antioksidan dapat menyebabkan oksidan atau senyawa
radikal bebas yang tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat menjadi stabil dan
kerusakan sel tubuh dapat dicegah (Nuraini 2007).
Aktivitas antioksidan dari suatu tumbuhan pada umumnya disebabkan oleh adanya
senyawa fenolik baik sebagai polifenol maupun fenol sederhana. Semakin besar
kandungan senyawa fenolik pada suatu tumbuhan maka semakin besar aktivitas
antioksidannya. Senyawa fenolik dapat berupa golongan flavonoid dan tanin yang
merupakan polifenol (Mohamad et al. 2012). Menurut Pratt dan Hudson (1990) ,
flavonoid sangat efektif digunakan sebagai antioksidan, begitu juga dengan tanin yang
dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Malangngi et al. 2012).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara kandungan
fenol, flavonoid, dan aktivitas antioksidan. Hasil penelitian Mohamad et al. (2012)
menunjukkan bahwa kandungan total fenol dari ekstrak etanol 70% 6 jenis tanaman obat,
yaitu, kumis kucing, tempuyung, sidaguri, jati belanda, sambiloto, dan kedaung tidak
memiliki korelasi dengan total flavonoidnya tetapi memiliki korelasi yang kuat dan searah
dengan aktivitas antioksidannya. Hal ini disebabkan karena aktivitas antioksidan tidak
hanya bergantung pada kandungan total fenol tetapi juga dipengaruhi oleh senyawa lain,
seperti asam ursolat, asam betulinat, dan asam oleat (Khamsah et al. 2006) atau
terpenoid seperti karotenoid (Pratt dan Hudson 1990).
Zat antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Nuraini 2007). Flavonoid dan tanin memiliki aktivitas
antibakteri. Menurut Noor et al. (2006) disebutkan bahwa flavonoid menyebabkan
terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom yang
disebabkan oleh interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Sifat lipofilik yang dimiliki
flavonoid menyebabkan senyawa ini dapat merusak membran sel bakteri. Kemudian,
senyawa tanin diduga berhubungan dengan kemampuannya dalam menginaktivasi
adhesin mikroba, enzim, dan protein transpor pada membran sel.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan fitokimia, aktivitas
antioksidan dan antibakteri serta korelasinya dengan kadar fenol, flavonoid, dan tanin
total dari ekstrak etanol dan metanol daun kapehu (Guioa diplopetala). Analisis
kandungan fitokimia menggunakan metode skrining fitokimia. Pengukuran aktivitas
2
antioksidan dilakukan menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl),
sedangkan aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram.
Bahan dan Metode
Preparasi Sampel Daun Kapehu
Berdasarkan Mohamad et al. (2012), daun kapehu diperoleh dari daerah Waingapu
kabupaten Sumba Timur pada bulan September tahun 2013. Daun dibersihkan dengan
air, lalu dikeringanginkan selama 6 jam, kemudian dikeringkan dengan oven selama 6 jam
pada suhu 40°C, selanjutnya dihaluskan dengan blender hingga berbentuk serbuk
kemudian disimpan dalam wadah.
Penentuan Kadar Air
Berdasarkan AOAC No 934.01 (1998), sebanyak 1 g serbuk tanaman dimasukkan
dalam cawan petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit.
Cawan petri yang telah berisi simplisia tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
selama 3 jam, didinginkan dalam deksikator, lalu ditimbang beratnya. Penimbangan
dilakukan sampai diperoleh berat tetap. Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
berat awal – berat akhir
Kadar air (% [b/b]) =
100%
berat awal
Skrining Fitokimia
Berdasarkan Harbone (1987) dan Depkes (1995) yang dimodifikasi Tarigan et al.
(2008), skrining fitokimia serbuk simplisia dengan metode uji tabung meliputi
pemeriksaan kandungan senyawa alkaloida, flavonoida, terpenoid/steroid, tanin, saponin
dan antrakuinon. Setiap pemeriksaan senyawa kimia dibuat dalam 3 kali ulangan.
Pemeriksaan Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam
klorida 2 N dan 9 ml akuades, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid dengan pereaksi
Bouchardat, Mayer dan Wagner. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes
pereaksi Bouchardat, Mayer dan Wagner. Reaksi positif dengan peraksi Bouchardat
ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat sampai hitam, dengan pereaksi
Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan menggumpal berwarna putih atau kuning,
pereaksi Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna coklat.
Pemeriksaan Flavonoid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram lalu ditambahkan 20 ml eter selama 2
jam, disaring melalui kertas saring kemudian dilakukan pemeriksaan flavonoid dengan
pereaksi H2SO4 pekat. Sedangkan untuk pemeriksaan flavonoid dengan pereaksi FeCl3 1%
dan NaOH 10%, serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram, ditambahkan 10 ml akuades
lalu disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoid dengan pereaksi NaOH 10%, FeCl3 1%
3
dan H2SO4 pekat. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan 2 ml etanol 95%, lalu ditambahkan
pereaksi NaOH 10%, FeCl3 1%, H2SO4 pekat. Reaksi positif dengan pereaksi NaOH 10%
ditandai dengan warna biru violet, dengan pereaksi FeCl3 1% ditandai dengan warna
hitam, dan dengan pereaksi H2SO4 pekat ditandai dengan hijau kekuning-kuningan.
Pemeriksaan Terpenoid/Steroid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia disari dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring
kemudian dilakukan pemeriksaan terpenoid/steroid. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah
dengan 2 tetes pereaksi Salkowsky (H2SO4 pekat). Reaksi positif ditandai dengan
terbentuk warna merah.
Pemeriksaan Tanin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram, disari dengan 10 ml akuades lalu
disaring. Filtrat diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2
ml dan ditambahkan dengan 1 – 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Reaksi positif
ditandai dengan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman.
Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10
menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan
adanya saponin.
Pemeriksaan Antrakuinon
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia disari dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring
kemudian dilakukan pemeriksaan antrakuinon. Filtrat sebanyak 10 ml ditambahkan
dengan 5 ml benzena kemudian ditambahkan 5 ml ammonia lalu dikocok. Reaksi positif
ditandai dengan warna merah.
Ekstraksi Sampel Daun Kapehu
Berdasarkan Macari et al. (2006), Serbuk simplisia yang diperoleh kemudian
diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% dan metanol selama 3 x 24
jam. Rasio perbandingan bobot sampel dan pelarut pengekstrak sebesar 1 : 13. Pelarut
diuapkan kemudian ditimbang untuk menentukan rendemen. Rendemen dihitung dengan
persamaan berikut :
berat awal – berat akhir
Rendemen (% [b/b]) =
100%
berat awal
Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Berdasarkan Blois (1958) dan Kubo et al. (2002), sebanyak 1 ml larutan DPPH 1 mM
(dalam metanol) dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ekstrak yang telah diencerkan (1 : 1
mg/ml metanol) lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah terisi larutan DPPH
(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) 1 mM hingga volume larutan tepat 5 mL. Larutan tersebut
4
didiamkan selama 30 menit di tempat gelap kemudian diukur absorbans pada λ 515,5 nm
dengan spektrofotometer UV-VIS. Pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Asam askorbat
dengan rentang nilai konsentrasi antara 12,5 – 200 mg/L digunakan dalam membuat
kurva kalibrasi dalam menentukan kapasitas antioksidan yang dinyatakan dalam miligram
Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity/gram serbuk kering (mg AEAC/g).
Penentuan Kadar Fenol Total
Berdasarkan McDonald et al. (2001), sebanyak 0,1 ml ekstrak yang telah diencerkan
(1 : 1 mg/ml metanol) ditambahkan 3,9 ml akuades dan 0,5 ml pereaksi Folin-Ciocalteu (1
: 10 dalam akuades). Larutan didiamkan selama 3 menit kemudian ditambahkan 2 ml
Na2CO3 20% dan diukur absorbansnya pada λ 756,5 nm dengan spektrofotometer UV-VIS.
Pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Asam galat dengan rentang nilai konsentrasi antara
12,5 – 200 mg/L digunakan dalam membuat kurva kalibrasi untuk menentukan kadar
fenol total. Kandungan fenol total dalam ekstrak etanol dan metanol dinyatakan sebagai
miligram ekuivalen asam galat/gram serbuk kering (mg EAG/g).
Penentuan Kadar Flavonoid Total
Berdasarkan Pourmorad et al. (2006), sebanyak 0,5 mL ekstrak yang telah diencerkan
(1 : 1 mg/ml metanol) ditambahkan dengan 1,5 mL etanol, 0,1 ml AlCl3 10%, 0,1 ml
natrium asetat 1 M, dan 2,8 ml akuades. Campuran larutan tersebut dibiarkan selama 30
menit, setelah itu diukur absorbansnya pada λ 417 nm dengan spektrofotometer UV-VIS.
Pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Kuersetin dengan rentang nilai konsentrasi antara
3,125 – 100 mg/L digunakan dalam membuat kurva kalibrasi untuk menentukan kadar
flavonoid total. Kandungan flavonoid total dalam ekstrak etanol dinyatakan sebagai
miligram ekuivalen kuersetin/gram serbuk kering (mg EK/g).
Penentuan Kadar Tanin Total
Berdasarkan Polshettiwar et al. (2007), sebanyak 0,1 ml ekstrak yang telah
diencerkan (1 : 1 mg/ml metanol) ditambahkan dengan 3,9 ml akuades dan 0,5 ml reagen
Folin-Denis dan divortex, ditambahkan dengan 2 ml Na2CO3 20% dan divortex lagi.
Absorbansi dibaca pada λ 760 nm dengan spektrofotometer UV-VIS setelah diinkubasi
selama 30 menit pada suhu kamar. Pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Asam tanat
dengan rentang nilai konsentrasi antara 12,5 – 200 mg/L digunakan dalam membuat
kurva kalibrasi untuk menentukan kadar tanin total. Kandungan total tanin dinyatakan
dalam miligram asam tanat/gram serbuk kering.
Uji Aktivitas Antibakteri
Berdasarkan Garriga et al. (1993), metode yang digunakan metode difusi cakram.
Biakan bakteri (Escherichia coli dan Staphylococcus aureus) dimasukkan ke dalam media
nutrient broth (NB) kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam untuk
peremajaan. Sebanyak 0,1 ml bakteri dalam NB dimasukkan ke dalam media nutrient
agar (NA) yang telah padat. Selanjutnya, kertas cakram yang telah diisi 20 µl ekstrak
etanol dan metanol dengan konsentrasi 400 mg/ml; 20 µl tetrasiklin dengan konsentrasi
0,5 mg/ml sebagai kontrol positif dan 20 µl metanol sebagai kontrol negatif diletakkan di
5
atas NA. Cawan petri yang berisi media NA diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam
kemudian diukur diameter hambatnya. Pengujian dilakukan 3 kali ulangan.
Analisis Data
Analisis statistik yang digunakan adalah pengujian analisis sidik ragam (ANOVA)
dengan program SPSS Software for Window Release 11.5. Homogenitas ragam (Uji
Levene) dan Normalitas (Uji Shapiro–Wilk) akan diperiksa sebelum analisis ragam. Uji
dilanjutkan dengan uji Tukey jika diperoleh pengaruh nyata terhadap perlakuan.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rendemen, kapasitas antioksidan,
fenol, flavonoid dan tanin total pada tiap ekstrak, serta untuk mengetahui perbedaan
signifikan dari rata - rata diameter daya hambat yang dibentuk masing - masing ekstrak
dan kontrol. Sedangkan untuk melihat hubungan - hubungan variabel fenol, flavonoid
atau tanin total terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri dianalisis dengan
menggunakan analisis korelasi Pearson. Korelasi bernilai 1 jika terdapat hubungan linier
yang positif, bernilai -1 jika terdapat hubungan linier yang negatif. Semakin dekat dengan
-1 atau +1, semakin kuat korelasi antara kedua variabel tersebut.
Hasil dan Pembahasan
Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif sehingga dapat diketahui senyawa yang
terkandung dalam daun tanaman kapehu (Guioa diplopetala). Hasil skrining fitokimia
terhadap daun kapehu yang telah dilakukan dengan menggunakan beberapa pereaksi
dicantumkan pada Tabel 1. sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia daun tanaman kapehu (Guioa diplopetala)
Kandungan Kimia
Alkaloid
Flavonoid
Terpenoid/steroid
Tanin
Saponin
Antrakuinon
Metode Pengujian
Bouchardat
Mayer
Wagner
NaOH 10%
FeCl3 1%
H2SO4 pekat
H2SO4 pekat
FeCl3 1%
Uji Forth
Uji Brontrager
Hasil
Endapan coklat tua
Endapan putih
Endapan coklat
Biru
Hitam
Hijau kekuningan
Hijau kemerahan
Hitam kehijauan
Terbentuk busa
Merah
Keterangan
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan : (+) = ada
Berdasarkan hasil pada Tabel 1., diketahui bahwa daun tanaman kapehu
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid, tanin, saponin dan
antrakuinon. Flavonoid dan tanin yang merupakan senyawa fenolik diketahui memiliki
aktivitas antioksidan dan antibakteri. Oleh karena itu, kadar fenol, flavonoid dan tanin
total yang terkandung dalam daun kapehu perlu diukur agar diperoleh hasil kuantitatif
dari senyawa – senyawa tersebut dan dapat dianalisis korelasi antara senyawa tersebut
dengan aktivitas antioksidan dan antibakteri.
6
Rendemen (%[b/b])
Rendemen
Ekstraksi daun kapehu dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pelarut
etanol 96% dan metanol. Rata - rata nilai rendemen dari ekstrak etanol sebesar 21,89%
sedangkan ekstrak metanol sebesar 37,83% (Gambar 1.). Hasil rendemen ini
menunjukkan bahwa kadar rendemen ekstrak metanol lebih tinggi daripada ekstrak
etanol. Pada analisis ragam rendemen terhadap ekstrak dihasilkan nilai yang berbeda
nyata antara ekstrak etanol dan ekstrak metanol (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa
jenis pelarut berpengaruh terhadap hasil rendemen ekstrak. Penentuan rendemen
berfungsi untuk mengetahui kadar metabolit sekunder yang terbawa oleh pelarut
tersebut namun tidak dapat menentukan jenis senyawa yang terbawa tersebut
(Ukieyanna 2012). Berdasarkan hasil rendemen terlihat bahwa metanol lebih banyak
membawa senyawa fitokimia dibanding dengan etanol.
Pelarut yang bersifat polar dapat mengikat komponen senyawa fenolik termasuk
flavonoid dan tanin. Metanol lebih polar dibandingkan dengan etanol. Senyawa yang
diikat oleh etanol lebih bersifat nonpolar dibandingkan senyawa yang terikat oleh
metanol (Purwanti 2009). Menurut Mohamad et al. (2012) senyawa fenolik yang
mempunyai gugus fungsi hidroksil yang banyak atau dalam kondisi bebas (aglikon) akan
menghasilkan kandungan fenolik total yang tinggi dan dapat berikatan dengan pelarut
yang bersifat polar.
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
21.89
± 5.21a
Etanol
37.83
± 3.95b
Metanol
Ekstrak daun kapehu
Gambar 2. Rata-rata rendemen ekstrak etanol dan metanol dari daun kapehu (Guioa diplopetala)
dalam %(b/b) (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata).
Kadar Total Fenol, Tanin dan Flavonoid
Pada Gambar 3., hasil pengukuran kadar total fenol, tanin dan flavonoid pada
ekstrak etanol dan metanol daun kapehu berbeda. Pada ekstrak metanol diperoleh kadar
total fenolik rata - rata sebesar 77,9298 mg ekuivalen asam galat/g serbuk kering lebih
besar daripada ekstrak etanol dengan kadar fenolik total rata-rata sebesar 18,5004 mg
ekuivalen asam galat/g serbuk kering. Pada pengukuran kadar total tanin, rata - rata
kadar tanin total pada ekstrak metanol sebesar 36,8212 mg ekuivalen asam tanat/g
serbuk kering yang juga lebih besar daripada ekstrak etanol dengan kadar total tanin ratarata sebesar 6,6936 mg ekuivalen asam tanat/g serbuk kering. Pada pengujian total
flavonoid, rata – rata total flavonoid ekstrak metanol sebesar 36,6699 mg EK/g serbuk
7
Kadar senyawa
kering sedangkan ekstrak etanol dengan kadar total flavonoid rata-rata sebesar 7,9579
mg EK/g serbuk kering.
Pada analisis ragam total fenol, tanin dan flavonoid terhadap ekstrak dihasilkan nilai
yang berbeda nyata antara ekstrak etanol dan ekstrak metanol (p<0.05). Perbedaan kadar
total fenol, tanin dan flavonoid pada kedua ekstrak menunjukkan bahwa senyawa fenolik
lebih banyak terekstrak pada ekstrak metanol daripada ekstrak etanol. Metanol lebih
polar dibandingkan dengan etanol. Sifat polar pada metanol dapat menarik senyawa
fenolik seperti tanin dan flavonoid yang memiliki gugus fungsi hidroksil dalam jumlah
yang banyak sehingga kadar total fenol, tanin dan flavonoid pada ekstrak metanol lebih
besar dibanding pada ekstrak etanol.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
77.9298
± 2,27b
36.8212
± 5,5d
18.5004
± 0,98a
Etanol
96%
6.6936
± 3,0c
Metanol
Total Fenol
Etanol
96%
36.6699
± 1,36f
7.9579
± 0,68e
Metanol
Total Tanin
Etanol
96%
Metanol
Total Flavonoid
Pengujian ekstrak daun kapehu
Gambar 3. Rata-rata kadar total fenol, tanin dan flavonoid ekstrak etanol dan metanol dari daun
kapehu (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata).
Kadar total fenol ekstrak etanol dan metanol daun kapehu pada penelitian ini diukur
dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteau. Folin-Ciocalteau adalah pereaksi
anorganik yang dapat membentuk larutan kompleks dengan senyawaan fenol. Warna
yang terbentuk dapat dideteksi oleh sinar tampak pada panjang gelombang 756,5 nm
(Mohamad et al. 2012). Prinsip dari metode ini adalah reduksi dari reagen sehingga
terbentuk kompleks warna biru yang dapat terukur secara spektrofotometri sinar
tampak. Pengukuran dilakukan dengan cara melihat kemampuan reduksi dari komponen
fenol dengan standar yang digunakan adalah asam galat (Pothitirat 2009).
Penentuan kandungan total fenolik daun kapehu menggunakan persamaan kurva
standar asam galat. Asam galat merupakan turunan dari asam hidroksibenzoat yang
tergolong asam fenol sederhana. Asam galat sebagai standar didasarkan atas substansi
yang stabil dan murni (Kusumaningati 2009). Asam galat yang merupakan senyawa
fenolik akan bereaksi dengan Folin-Ciocalteu sehingga terbentuk kompleks warna biru.
Penentuan kandungan total tanin dalam daun kapehu diuji dengan menggunakan
pereaksi Folin-Denis dan standar asam tanat. Asam tanat digunakan sebagai standar
pengukuran dikarenakan asam tanat merupakan senyawa polifenol yang bersifat murni
dan stabil (Kusumaningati 2009). Tanin dan asam tanat yang merupakan senyawa
8
golongan polifenol akan direaksikan dengan pereaksi Folin-Denis dan akan terjadi reaksi
reduksi fosfomolibdat menjadi molibdenum sehingga terbentuk warna biru yang dapat
dideteksi oleh sinar tampak pada panjang gelombang 760 nm (Kharismawati et al. 2009).
Pengukuran kandungan flavonoid total dari esktrak metanol dan ekstrak etanol
kapehu dilakukan berdasarkan keberadaan kuersetin di dalam ekstrak kapehu dengan
penambahan pereaksi alumunium klorida (AlCl3). Senyawa kuersetin yang merupakan
senyawaan flavonoid digunakan sebagai standar pengukuran. AlCl3 akan membentuk
ikatan kompleks dengan gugus hidroksil dari senyawaan flavonoid. Perubahan ini
diidentifikasi melalui absorbans pada daerah sinar tampak melalui alat spektofotometer
pada panjang gelombang 417 nm (Mohamad et al. 2012). Semakin banyak kandungan
senyawa flavonoid dalam suatu ekstrak maka secara visual warna kuning yang terbentuk
akan semakin pekat.
Kadar flavonoid total yang didapatkan pada penelitian ini adalah konstribusi dari
sebagian kelas senyawa flavonoid. Hal ini disebabkan karena menurut Apak et al. (2007),
metode pengujian dengan menggunakan AlCl3 memiliki kekurangan. AlCl3 juga dapat
mengkompleks beberapa kelompok dari flavonoid seperti flavon (krisin, apigenin, dan
luteolin) dan flavonol (kuersetin, mirisetin, morin, dan rutin) tetapi tidak dapat
mengkompleks golongan flavanon dan flavanonol.
Kapasitas Antioksidan (mg
ekuivalen asam askorbat/g serbuk
kering)
Aktivitas Antioksidan
Pada Gambar 5., hasil pengukuran kapasitas antioksidan pada ekstrak etanol dan
metanol daun kapehu berbeda. Rata - rata kapasitas antioksidan pada ekstrak metanol
sebesar 82,3275 mg ekuivalen asam askorbat/g serbuk kering yang juga lebih besar
daripada ekstrak etanol sebesar 59,58 mg ekuivalen asam askorbat/g serbuk kering. Pada
analisis ragam kapasitas antioksidan terhadap ekstrak dihasilkan nilai yang berbeda nyata
antara ekstrak etanol dan ekstrak metanol (p<0.05). Senyawa polar seperti senyawa
fenolik memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Mohamad et al. 2012), sehingga
metanol yang bersifat lebih polar dibandingkan etanol dapat menarik senyawa polar
dalam kapehu yang merupakan antioksidan misalnya seperti senyawa fenolik.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
82,3275
± 0,13b
59,5800
± 0,15a
Etanol
Metanol
Ekstrak daun kapehu
Gambar 4. Rata-rata kapasitas antioksidan ekstrak etanol dan metanol dari daun kapehu (Guioa
diplopetala) dalam mg ekuivalen asam askorbat/g serbuk kering (*Huruf yang berbeda
menunjukkan nilai yang berbeda nyata).
9
Keberadaan antioksidan akan menetralisasi radikal DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) dengan menyumbangkan elektron kepada DPPH, menghasilkan perubahan
warna dari ungu menjadi kuning. Penghilangan warna akan sebanding dengan jumlah
elektron yang diambil oleh DPPH sehingga dapat diukur secara spektrofotometri (Jaya
2012). Dekolorisasi radikal DPPH dapat terdeteksi pada panjang gelombang 517 nm
dengan larutan organik seperti metanol (Widyawati 2011). Pemilihan penggunaan
metanol pada penelitian ini bertujuan untuk mempertahankan kestabilan DPPH karena
metanol yang bersifat lebih polar dibandingkan etanol sebagai pelarut diharapkan lebih
dapat mempertahankan kestabilan DPPH (Farizal 2013). Larutan asam askorbat (vitamin
C) digunakan sebagai larutan standar. Vitamin C sebagai antioksidan standar yang
merupakan senyawa murni sehingga penghambatan radikal DPPH lebih efektif dengan
konsentrasi yang rendah (Ukieyanna 2012).
Korelasi Aktivitas Antioksidan dengan Komponen Fenolik
Hasil analisis korelasi aktivitas antioksidan dengan komponen fenolik ditunjukkan
pada Tabel 2 dan Tabel 3. Berdasarkan analisis korelasi tersebut didapatkan nilai korelasi
untuk kandungan total fenol, flavonoid dan tanin terhadap aktivitas antioksidan adalah
sebesar 0,947; 0,976; dan 0,918 pada ekstrak etanol, sedangkan pada ekstrak metanol
sebesar 0,945; 0,926; dan 0,934. Berdasarkan hasil tersebut terlihat korelasi antara total
fenol, flavonoid dan tanin dengan aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol maupun
metanol.
Tabel 2. Korelasi aktivitas antioksidan dengan komponen fenolik pada ekstrak etanol daun kapehu
(Guioa diplopetala) berdasarkan analisis korelasi Pearson
Pengujian
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
Kapasitas Antioksidan
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
1
0.997
0.994
0.947
0.997
1
0.982
0.918
0.994
0.982
1
0.976
Kapasitas
Antioksidan
0.947
0.918
0.976
1
Berdasarkan analisis korelasi, total fenol, flavonoid dan tanin dengan aktivitas
antioksidan pada ekstrak etanol dan metanol terlihat korelasi yang positif, tetapi tidak
signifikan. Pada ekstrak metanol, terlihat juga bahwa total fenol memiliki korelasi yang
signifikan dengan total tanin dan flavonoid yang membuktikan bahwa total fenol pada
daun kapehu berasal dari total tanin dan flavonoid.
Tabel 3. Korelasi aktivitas antioksidan dengan komponen fenolik pada ekstrak metanol daun
kapehu (Guioa diplopetala) berdasarkan analisis korelasi Pearson
Pengujian
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
Kapasitas Antioksidan
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
1
0.999*
0.999*
0.945
0.999*
1
1.000*
0.926
0.999*
1.000*
1
0.934
Kapasitas
Antioksidan
0.945
0.926
0.934
1
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
10
Secara umum telah diketahui bahwa senyawa fenolik (fenol sederhana atau
polifenol) berkorelasi tinggi dengan aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh suatu ekstrak
tumbuhan. Termasuk di dalam polifenol yaitu flavonoid, antosianin, dan tanin, sedangkan
untuk fenol sederhana seperti asam fenolat. Adanya hidrogen fenol yang dapat
menangkap radikal bebas menyebabkan mayoritas senyawa fenolik memiliki aktivitas
antioksidan. Gugus hidroksil dapat berfungsi sebagai penyumbang atom hidrogen ketika
bereaksi dengan senyawa radikal melalui mekanisme transfer elektron sehingga proses
oksidasi dihambat. Oleh karena itu, penentuan kadar senyawa fenolik di dalam suatu
ekstrak tumbuhan obat yang dievaluasi aktivitas antioksidannya perlu dilakukan
(Mohamad et al. 2012).
Diameter Daya Hambat (mm)
Aktivitas Antibakteri
Senyawa antimikroba ekstrak daun kapehu diuji aktivitasnya menggunakan metode
difui cakram terhadap dua jenis bakteri uji. Kedua bakteri uji tersebut adalah Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Efektifitas ekstrak dalam menghambat pertumbuhan
bakteri uji ditunjukkan oleh ukuran areal bening yang membentuk lingkaran di sekitar
kertas cakram sehingga dapat dihitung diameter penghambatannya (Nuraini 2007). Dari
hasil pengamatan pada diameter hambat terbentuk pada perlakuan ekstrak metanol dan
tetrasiklin sebagai kontrol positif, sedangkan pada perlakuan ekstrak etanol dan metanol
sebagai kontrol negatif tidak terbentuk diameter hambat.
Hal ini kemungkinan karena senyawa flavonoid dan tanin lebih banyak terkstrak pada
ekstrak metanol dibanding dengan ekstrak etanol sehingga pada ekstrak metanol
terbentuk diameter hambat. Menurut Noor et al. (2006) disebutkan bahwa flavonoid
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan
lisosom sedangkan senyawa tanin diduga berhubungan dengan kemampuannya dalam
menginaktivasi adhesin mikroba, enzim, dan protein transpor pada membran sel.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
19
± 0,00b
E.coli
S.aereus
12.3
± 2,89c
5.7
6.1
a
a
±1,45
±1.07
0
0
Ekstrak etanol
0
Ekstrak
metanol
Tetrasiklin
0
Metanol
Perlakuan
Gambar 5. Rata – rata diameter daya hambat ekstrak daun kapehu (Guioa diplopetala) terhadap
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (*Huruf yang berbeda menunjukkan nilai
yang berbeda nyata).
11
Menurut Nostro et al. (2000), diameter hambat minimum yang menunjukkan adanya
aktivitas antimikroba adalah ± 6 mm. Ekstrak metanol memiliki spektrum penghambatan
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli sebesar 6,1 mm dan
bakteri Staphylococcus aureus sebesar 5,7 mm, dapat dikatakan ekstrak metanol
menunjukkan adanya aktivitas antimikroba namun tidak memuaskan (Gambar 5.).
Menurut Ditjen POM (1995) diameter daya hambat yang memuaskan untuk suatu
senyawa antimikroba adalah 14 mm sampai 16 mm.
Setiap pelarut dengan sifat kepolarannya masing - masing akan melarutkan
komponen - komponen yang berbeda termasuk komponen yang aktif sebagai antibakteri.
Hasil pengamatan menunjukkan pelarut yang berbeda mempengaruhi keefektifan ekstrak
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa fenolik lebih banyak terekstrak pada
ekstrak metanol daripada ekstrak etanol sehingga ekstrak metanol memiliki spektrum
penghambatan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
bakteri Staphylococcus aureus (Gambar 6.).
1
2
a
3
4
1
3
a
2
a
4
b
Gambar 6. a) Uji aktivitas antibakteri daun kapehu terhadap Staphylococcus aureus. b) Eschericia
coli berdasarkan diameter daya hambat (1 : metanol sebagai kontrol negatif; 2 :
antibiotik tetrasiklin sebagai kontrol positif; 3 : ekstrak metanol; dan 4 : ekstrak
etanol).
Korelasi Aktivitas Antibakteri dengan Komponen Fenolik
Dari hasil uji aktivitas bakteri dengan metode difusi kertas cakram, diketahui bahwa
ekstrak metanol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak etanol tidak dapat menghambat pertumbuhan
dua jenis bakteri tersebut. Hasil analisis aktivitas antibakteri dengan komponen fenolik
korelasi pada ekstrak metanol ditunjukkan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Berdasarkan analisis
korelasi tersebut didapatkan nilai korelasi untuk kandungan total fenol, tanin dan
flavonoid terhadap aktivitas antibakteri adalah sebesar 0,926; 0,905; dan 0,914 pada
Staphylococcus aureus (Tabel 4.), sedangkan pada Escherichia coli sebesar 0,945; 0,961;
dan 0,955 (Tabel 5.).
12
Tabel 4. Korelasi aktivitas antibakteri dengan total fenol, flavonoid dan tanin pada Staphylococcus
aureus berdasarkan analisis korelasi Pearson
Pengujian
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
Aktivitas Antibakteri
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
1
0.999*
0.999*
0.926
0.999*
1
1.000*
0.905
0.999*
1.000*
1
0.914
Aktivitas
Antibakteri
0.926
0.905
0.914
1
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan analisis korelasi, total fenol, flavonoid dan tanin dengan aktivitas
antibakteri pada metanol terlihat korelasi yang positif, tetapi tidak signifikan baik itu
pengujian pada bakteri Escherichia coli maupun Staphylococcus aureus. Dari hasil
tersebut dapat dinyatakan bahwa aktivitas antibakteri daun kapehu berkorelasi dengan
kandungan total fenol, flavonoid dan tanin dalam daun kapehu, terlihat juga bahwa total
fenol memiliki korelasi yang signifikan dengan total tanin dan flavonoid yang
membuktikan bahwa total fenol pada daun kapehu berasal dari total tanin dan flavonoid.
Tabel 5. Korelasi aktivitas antibakteri dengan total fenol, flavonoid dan tanin pada Escherichia coli
berdasarkan analisis korelasi Pearson
Pengujian
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
Total Fenol
Total Tanin
Total Flavonoid
Aktivitas Anttibakteri
1
0.999*
0.999*
0.945
0.999*
1
1.000*
0.961
0.999*
1.000*
1
0.955
Aktivitas
Anttibakteri
0.945
0.961
0.955
1
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil skrining fitokimia daun kapehu (Guioa diplopetala) mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid, tanin, saponin dan antrakuinon. Rata rata kapasitas antioksidan pada ekstrak metanol daun kapehu sebesar 82,3275 mg
ekuivalen asam askorbat/g serbuk kering lebih besar dibanding dengan ekstrak etanol
sebesar 59,58 mg ekuivalen asam askorbat/g serbuk kering. Pada uji aktivitas antibakteri,
ekstrak metanol memiliki spektrum penghambatan yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dengan diameter daya hambat sebesar 6,1 mm dan
bakteri Staphylococcus aureus sebesar 5,7 mm, sedangkan ekstrak etanol tidak memiliki
spektrum penghambatan. Kandungan kadar fenol, flavonoid, dan tanin total berkorelasi
dengan aktivitas antioksidan dan antibakteri.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Kasmiyati,
S.Si., M.Si. sebagai pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi.
13
Pustaka
[AOAC] Association of Official AnalyticalnChemistry. 1998. Official Methods of Analysis of
AOAC International. Ed-16. Volume ke-2. Maryland: AOAC International.
Apak R, Güçlü K, Demirata B, Özyürek M, Çelik SE, Bektaşoğlu B, Berker KI, Özyurt D.
2007. Comparative evaluation of various total antioxidant capacity assay applied
to phenolic compounds with the CUPRAC assay. Molecules. 12:1496-1547.
Astuti IP. 1999. Upaya Konservasi Tiga Jenis Tumbuhan Hutan Berpotensi di Lahan Kering
Desa Pabera Manera, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur. UPT.
Balai Pengembangan Kebun Raya – LIPI Bogor.
Backer, C.A and R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1963. Flora of Java. Vol. 1. Groningen:
P.Noorhoof.
Backer, C.A and R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1965. Flora of Java. Vol. 2. Groningen:
P.Noorhoof.
Backer, C.A and R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1968. Flora of Java. Vol. 3. Groningen:
P.Noorhoof
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 896.
Farizal AN. 2013. Kandungan Total Fenolik, Total Flavonoid, Aktivitas Antioksidan dan Uji
Sitotoksisitas Pada Fraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn)
[Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Garriga M, Hugas M, Aymerich T, Monfort JM. 1993. Bacteriocinogenic Activity of
Lactobacili from Fermentation Sausage. Journal of Applied Microbiology. 7:142148.
Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons
Callispongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2:127-133.
Jaya IGNIP, Leliqia NPE, Widjaja INK. 2012. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH
Ekstrak Produk Teh Hitam (Camellia sinensis (L.) O.K.) dan Gambir (Uncaria
gambir (Hunter) Roxb) serta Profil Klt-Densitometernya. Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Bali.
Kharismawati M, Utami PI, Wahyuningrum R. 2009. Penetapan Kadar Tanin dalam Infusa
Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp)) secara Spektrofotometri
Sinar Tampak. Pharmacy. Vol.06 No. 01.
Kubo I, Masuda N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of deodecyl gallate. J.
Agric. Food Chem. 50: 3533-3539.
Kusumaningati RW. 2009. Analisa Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Secara In vitro [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Macari PdAT, Portela CN, Polhit AM. 2006. Antioxidant, cycotoxic, and UVBabsorbing
activity of Maytenus guyanensisi Klotzch (celastaceae) bark extracts. Acta
Amazonica. 36:513-518.
Malangngi LP, Sangi MS, Paendong JJE. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal
Mipa Unsrat. 1(1):5-10. [on line]. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php./jmuo.
[5 Juni 2013].
14
McDonald S, Prenzler PD, Autolovich M, Robards K. 2001. Phenolic Content and
Antioxidant Activity of Olive Extract. Food Chem. 73:73–84.
Mohamad R, Widyastuti N, Suradikusumah E, Darusman LK. 2012. Aktivitas Antioksidan,
Kadar Fenol dan Flavonoid Total dari Enam Tumbuhan Obat Indonesia. Trad.
Med. J. Vol. 18:29-34.
Nostro A, Germano MP, Angelo VD, Marino A, Cannatdli MA. 2000. Extraction Methods
and Bioautobiography for Evaluation of Medicinal Plant Antimicrobial Activity.
Italy: University of Messina.
Nuraini AD. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan Dari Biji Teratai
(Nymphaea pubescens Willd) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Palekahelu, Kasmiyati S. 2013. Skrining Fitokimia Tanaman Kapehu (Guioa diplopetala)
dari Kabupaten Sumba Timur [Laporan Kerja Praktik]. Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana.
Polosakan R, Siagian MH. 1999. Penelitian Berbagai Jenis Tumbuhan sebagai Tanaman
Obat Bengkak Sendi, Rheumatik, dan Patah Tulang di Pulau Singkep, Riau. Dalam
: Prosiding Seminar PERHIPBA Komisariat Jakarta.
Polshettiwar SA, Ganjiwale RO, Wadher SJ, Yeole PG. 2007. Spectrophotometric
Estimation of Total Tannin in Some Ayurvedic Eye Drop. Indian J. Pharma. Sci.
69: 574–576.
Pothitirat WC. 2009. Comparison of bioactive compounds content, free radical scavenging
and anti-acne inducing bacteria activities of extracts from the mangosteen fruit
rind at two stages of maturity. Fitoterapia. 442-447.
Pourmorad F, Hosseinimehr SJ, Shahabimajd N. 2006. Antioxidant activity, phenol, and
flavonoid contents of some selected Iranian medicinal plants. Afr J Biotechnol
5:1142-1145.
Prakash A, Rigelhof F, Miller E. 2007. Antioxidant Activity. [on line].
http://www.medallionlabs.com/Downloads/Antiox_acti_.pdf. Dipublikasikan 6
September 2010. [5 Juni 2013].
Pratt DE, Hudson BJR. 1990. Natural Antioxidants Not Exploited Commercially. Dalam:
Hudson, B. J. F. (ed), Food Antioxidants. , New York: Elsevier Applied Science. p
171-192.
Purwanti E. 2009. Profil Komponen Bioaktif Tanaman Kavakava (Piper methysticum, Forst,
F) dengan Pelarut Etanol dan Metanol, Naskah Publikasi. Fkip/ Jurusan
Pendidikan. Biologi. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.
Susan M. N., Masniari P., dan Titin Yulianti. 2006. Analisis Senyawa Kimia Sekunder dan
Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun Tanjung (Mimusops elengi L) terhadap
Salmonella typhi dan Shigella boydii. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner.
Tarigan JB, Zuhra CF, Sitohang H. 2008. Skrining Fitokimia Tumbuhan yang Digunakan oleh
Pedagang Jamu Gendong untuk Merawat Kulit Wajah di Kecamatan Medan
Baru. Jurnal Biologi Sumatera. 3(1): 1–6.
Ukieyanna E. 2012. Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolik, dan Flavonoid Total Tumbuhan
Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
15
Download