HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous daging sapi yaitu bakteriosin asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator yang terdiri atas bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, B. cereus, dan P. aeruginosa ATCC 27853. Karakteristik morfologis yang diamati meliputi bentuk dan susunan sel-sel bakteri secara mikroskopik, dilakukan dengan bantuan pewarnaan Gram. Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan kemurnian Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan cara untuk memastikan bahwa bakteri yang akan diuji merupakan kultur murni BAL hasil isolasi dengan mengetahui karakteristik masing-masing kultur berdasarkan sifat yang tampak pada setiap bakteri. Karakteristik tersebut berdasarkan profil fenotip seperti berdasarkan dinding sel bakteri melalui pewarnaan Gram serta bentuk dari masing-masing isolat BAL yang sudah diisolasi sebelumnya dari daging sapi yang beredar di Bogor (Hidayati, 2006). Morfologi Sel Konfirmasi bakteri uji yang selanjutnya diuji adalah morfologi sel. Sebanyak empat BAL dan lima bakteri patogen indikator dikarakterisasi berdasarkan morfologi selnya untuk mengetahui bentuk bakteri dari masing-masing isolat menggunakan mikroskop. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa berdasarkan bentuk morfologinya bakteri dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan batang (basil), bulat (kokus), dan golongan spiral. Hasil pengamatan morfologi sel empat isolat BAL yaitu 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 adalah bakteri dengan bentuk batang (basil) dengan susunan tunggal atau pendek. Isolat ini merupakan kelompok bakteri asam laktat genus Lactobacillus (Fardiaz, 1992). Menurut Buckle et al (2007), bakteri E. coli, Salmonella dan P. aeruginosa tergolong bakteri Gram negatif karena memiliki ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang, bergerak, dan bersifat fakultatif anaerob. Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram 18 positf dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk kokus dan berkelompok menyerupai buah anggur, tidak bergerak, dan tidak berspora (Holt et al., 1994). B. cereus juga merupakan bakteri Gram positif dengan ciri-ciri morfologi yaitu berbentuk batang dan merupakan bakteri gram positif yang memiliki spora (Ray, 2000). Karakteristik keempat isolat BAL dan bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta Bakteri Patogen Indikator Berdasarkan Uji Morfologi dan Pewarnaan Gram Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Bentuk dan Susunan L. plantarum 1A5 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 1B1 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 2B2 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek L. plantarum 2C12 Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 Negatif Batang tunggal dan berkoloni E. coli ATCC 25922 Negatif Berbentuk batang, bergerak S. aureus ATCC 25923 Positif Bulat tunggal dan berkoloni seperti buah anggur P. aeruginosa ATCC 27853 Negatif Batang, susunan tunggal dan berkoloni rantai pendek Positif Batang, susunan tunggal dan berkoloni serta terdapat kantung spora B. cereus Pewarnaan Gram merupakan metode uji untuk mengetahui makromolekul dinding sel setiap isolat bakteri uji dan bakteri indikator. Bakteri berdasarkan reaksi pewarnaan Gram dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Sebanyak empat isolat bakteri asam laktat dan lima bakteri patogen indikator dilakukan pengujian pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik morfologis dan kemurnian kultur bakteri yang digunakan. Karakteristik morfologis Lactobacillus sp. tergolong bakteri Gram positif yang mempunyai bentuk batang 19 bervariasi dari panjang dan ramping sampai kokobacilus pendek (Pelczar dan Chan, 2005). Hasil pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram secara mikroskopis dari bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. (A) (C) (B) (D) Gambar 1. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram L. plantarum : (A) L. plantarum 1A5; (B) L. plantarum 1B1; (C) L. plantarum 2B2; (D) L. plantarum 2C12 20 (A) (B) (C) (D) (E) Gambar 2. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri – Bakteri Patogen Indikator: (A) Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028; (B) E. coli ATCC 25922; (C) S. aureus ATCC 25923; (D) P. auruginosa ATCC 27853; (E) B. cereus 21 Hasil yang diperoleh berdasarkan pewarnaan Gram, ternyata bakteri L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta bakteri patogen indikator S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus yang digunakan merupakan bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan keenam bakteri ini tetap mempertahankan warna ungu Kristal violet meskipun telah diberi alkohol 95% dan zat warna lain yaitu safranin. Bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028, E. coli ATCC 25922 dan P. aeruginosa ATCC 27853 merupakan Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu Kristal violet setelah diberi alkohol 95% dan bakteri ini menyerap warna merah yang berasal dari zat warna safranin. Produksi Plantarisin Produksi plantarisin dilakukan dengan menggunakan inducer berupa kombinasi NaCl 1% dan yeast extract 3% dengan media pertumbuhan kultur menggunakan MRS broth. Tabel 3 menunjukkan kondisi pH awal dari supernatan bebas sel dan kondisi pH supernatan bebas sel yang telah dinetralkan menggunakan NaOH 1N. Berdasarkan nilai pH pada Tabel 3 supernatan antimikrob yang telah dihasilkan dari media produksi dengan inducer berada pada kondisi asam. Kondisi asam tersebut disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat. Asam organik tersebut mempunyai spektrum penghambatan yang luas terhadap mikroorganisme yaitu dengan cara menyerang dinding sel, membran sel, metabolisme enzim, sistem sintesis protein maupun secara genetik (Smid dan Gorris, 2007). Asam-asam organik yang terdapat di dalam supernatan antimikrob L. plantarum dapat menutupi aktivitas plantarisin yang terbentuk saat akan menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Asam-asam organik dihilangkan dengan cara dilakukan penambahan buffer (NaOH 1N) agar supernatan antimikrob tersebut mencapai pH 5,8 – 6,2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh asam organik yang terdapat pada supernatan antimikrob sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan kerja plantarisin yang terbentuk. Kondisi pH dari supernatan antimikrob L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 pada media MRS broth dapat dilihat pada Tabel 3. 22 Tabel 3. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel (pH awal) dan Supernatan Netral Plantarisin asal galur Lactobacillus plantarum pH awal pH setelah dinetralkan 1A5 4,01 ± 0,04 6,11 ± 0,34 1B1 3,94 ± 0,11 5,87 ± 0,12 2B2 4,00 ± 0,02 6,17 ± 0,31 2C12 3,98 ± 0,01 6,04 ± 0,16 Hasil uji antagonistik supernatan bebas sel asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 dari media produksi plantarisin terhadap masing-masing bakteri indikator disajikan secara lengkap pada Tabel 4. Uji antagonistik keempat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur. Tabel 4. Hasil Uji Antagonistik Supernatan Netral terhadap Bakteri Patogen Indikator Supernatan Bebas Sel asal Galur Lactobacillus plantarum Bakteri Patogen 1A5 1B1 2B2 2C12 Rata-rata ---------------------------------------------- (mm) -------------------------------------------S. aureus ATCC 25923 12,64 ± 0,12 12,78 ± 0,28 12,57 ± 0,38 11,08 ± 0,10 12,27 ± 0,80ab P. aeruginosa ATCC 27853 13,42 ± 1,03 13,10 ± 0,20 13,16 ± 0,15 11,23 ± 0,15 12,73 ± 1,01ab Salmonella ATCC 14028 13,15 ± 0,85 13,19 ± 0,09 13,15 ± 0,45 12,14 ± 1,00 12,91 ± 0,51ab E. Colli ATCC 25922 13,27 ± 0,32 13,31 ± 0,32 13,56 ± 0,04 12,33 ± 0,30 13,12 ± 0,54a Bacillus cereus 12,17 ± 0,15 12,23 ± 0,20 12,60 ± 0,22 11,79 ± 0,27 12,20 ± 0,33b Rata-rata 12,93 ± 0,52A 12,92 ± 0,43A 13,01 ± 0,42A 11,71 ± 0,55B 12,65 ± 0,40 Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip horizontal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap supernatan yang berbeda; Huruf superskrip vertikal yang berbeda menun- jukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap bakteri patogen yang berbeda Berdasarkan Tabel 4, supernatan bebas sel netral asal empat galur L. plantarum terhadap bakteri patogen indikator setelah diuji statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara jenis patogen dan jenis superanatan bebas sel. Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara supernatan bebas sel galur 1A5, 1B1 dan 2B2 23 dengan supernatan bebas sel galur 2C12. Supernatan bebas sel galur 2C12 menghasilkan rataan zona hambat yang paling rendah dibandingkan dengan supernatan asal galur lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa 2C12 kurang efektif digunakan untuk uji antagonistik terhadap kelima bakteri patogen indikator. Diameter zona hambat supernatan bebas sel juga dipengaruhi oleh jenis bakteri patogen indikator, terdapat perbedaan yang sangat nyata diameter zona hambat yang dihasilkan keempat supernatan antara bakteri E. coli ATCC 25922 dengan bakteri B. cereus. Pengamatan secara deskriptif menunjukkan bahwa supernatan asal empat galur L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri indikator Gram negatif (E. coli ATCC 25922, Salmonella enteriditis ser. Typhimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853). Hasil ini dikuatkan oleh pernyataan Smaoui et al. (2010) bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum sp. TN635 dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif (Salmonella enterica ATCC43972, Pseudomonas aeruginosa ATCC 49189, Hafnia sp. and Serratia sp.) dan Candida tropicalis R2 CIP203 yang termasuk jamur (fungi) patogen. Pengujian Konsentrasi Protein Plantarisin Plantarisin murni diperoleh dari beberapa tahapan, diantara tahapan yang digunakan yaitu tahap purifikasi. Tahap purifikasi terdiri atas purifikasi parsial yang menggunakan ammonium sulfat dan dialisis, serta purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation. Hasil dari tahapan purifikasi menggunakan ammonium sulfat disebut presipitat plantarisin dan hasil dari tahap dialisis disebut plantarisin kasar, sedangkan hasil dari purifikasi menggunakan kromatografi pertukaran kation disebut plantarisin murni. Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi protein dari presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, sehingga dapat dilihat perbedaan konsentrasi protein dari ketiga bentuk plantarisin tersebut. Pengujian protein ini menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang (λ) 280. Konsentrasi protein dari ketiga tahapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 24 Tabel 5. Konsentrasi Protein Plantarisin Asal L. plantarum pada Presipitat Plantarisin, Plantarisin Kasar dan Plantarisin Murni. Plantarisin asal galur L. plantarum Konsentrasi Protein Presipitat Plantarisin kasar plantarisin Plantarisin murni ----------------------------- (mg/ml) -----------------------------1A5 24,08 ± 0,50 56,65 ± 0,79 32,43 ± 1,80 1B1 24,61 ± 1,95 71,20 ± 0,90 37,22 ± 0,70 2B2 15,62 ± 2,79 44,60 ± 4,86 15,27 ± 1,64 2C12 3,41 ± 1,38 0,97 ± 0,13 10,65 ± 0,02 Berdasarkan Tabel 5, hasil kuantitatif presipitat plantarisin, plantarisin kasar dan plantarisin murni, secara deskriptif dapat dikatakan bahwa nilai rataan konsentrasi protein plantarisin kasar lebih tinggi dibandingkan presipitat plantarisin terhadap ketiga plantarisin asal galur L. plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2. Presipitat plantarisin merupakan hasil dari purifikasi parsial dengan konsentrasi yang tinggi namun masih mengandung garam mineral yang digunakan untuk mengendapkan protein. Proses dialisis atau proses pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada permukaan partikelpartikel protein sehingga dapat menghasilkan plantarisin kasar dengan konsentrasi protein yang lebih tinggi dari presipitat plantarisin (Day dan Underwood, 2002). Nilai konsentrasi protein plantarisin kasar galur L. plantarum 2C12 cenderung lebih rendah dari ketiga galur lainnya. Konsentrasi protein plantarisin kasar 2C12 mengalami penurunan setelah tahap dialisis. Hal ini dapat disebabkan masih terdapat pengaruh media MRSB di dalam presipitat plantarisin dan pada saat didialisis banyak yang keluar. Proses purifikasi plantarisin dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation akan menghasilkan sejumlah fraksi plantarisin murni yang konsentrasi proteinnya berbeda-beda. Fraksi dengan konsentrasi protein yang tidak terlalu tinggi dipilih sebagai sampel untuk melakukan pengujian karakterisasi plantarisin terhadap lamanya penyimpanan suhu dingin. Konsentrasi protein plantarisin murni jika dibandingkan dengan plantarisin kasar memiliki konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini disebabkan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh plantarisin kasar tidak hanya berasal dari plantarisin namun ada sumber 25 penghasil protein lain yaitu masih terdapat media MRSB yang memiliki kandungan pepton dan yeast extract. Konsentrasi protein keempat plantarisin murni yang diperoleh cukup tinggi, sehingga keempat plantarisin tersebut dapat digunakan untuk uji selanjutnya yaitu pengujian 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap ketahanan suhu dingin (10 °C). Pengaruh Lama Penyimpanan Plantarisin Murni Galur 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 melalui Aktivitas Penghambatan Antimikrob pada Suhu Dingin (10 °C) Aktivitas penghambatan keempat plantarisin asal galur L. plantarum selama 15 hari pada suhu 10 °C diamati untuk mengetahui stabilitas plantarisin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 selama penyimpanan suhu dingin. Stabilitas aktivitas penghambatan ditentukan melalui diameter zona hambat (berupa zona bening atau zona semu) yang dihasilkan terhadap kelima bakteri patogen indikator (S. aureus ATCC 25923, Salmonella enteritidis ser. Thyphimurium ATCC 14028, P. aeruginosa ATCC 27853, E. coli ATCC 25922 dan B. cereus). S. aureus ATCC 25923. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator S. aureus yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 °C) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap S. aureus ATCC 25923 pada Suhu Dingin (10 °C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 ------------------------------------ (mm) --------------------------------1A5 8,63 ± 0,45 9,40 ± 0,73 9,67 ± 1,45 10,10 ± 0,47 1B1 9,18 ± 1,11 8,81 ± 0,44 10,16 ± 1,79 9,98 ± 1,79 2B2 8,11 ± 0,53 8,84 ± 0,86 9,26 ± 0,79 9,70 ± 2,33 2C12 10,48 ± 0,92 6,93 ± 0,22 10,43 ± 0,92 8,52 ± 0,44 Rata-rata 9,10 ± 1,02ab 8,50 ± 1,08b 9,88 ± 0,52a 9,57 ± 0,72ab Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5 mm); Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05) Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri S. aureus ATCC 25923 dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh 26 berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat di sekitar sumur. Diameter zona hambat yang terbentuk berupa diameter zona semu. Menurut JimenezDiaz (1993), Diameter zona hambat dapat berupa diameter zona bening di sekeliling sumur yang menunjukkan sifat bakterisidal (membunuh bakteri) maupun diameter zona semu yang merupakan sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Berdasarkan analisis ragam, diameter zona hambat yang diperoleh tidak terdapat interaksi antara jenis plantarisin dengan umur simpan (P>0,05). Penghambatan bakteri S. aureus ATCC 25923 tidak dipengaruhi oleh jenis plantarisin yang berbeda. Hal ini disebabkan bakteri S. aureus ATCC 25923 merupakan bakteri Gram negatif, menurut Jimenez-Diaz (1993), bakteriosin merupakan protein atau peptida pada bakteri yang menunjukkan aksi bakterisidal ataupun bakteriostatik terhadap spesies yang umumnya berkerabat dekat. Plantarisin 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan umur simpan, sehingga dilakukan pengujian lanjut. Hasil pengujian lanjut menunjukkan bahwa penyimpanan pada hari ke-5 berbeda nyata terhadap S. aureus ATCC 25923 jika dibandingkan dengan hari ke-10. Perbedaan lamanya umur simpan keempat plantarisin asal galur L. plantarum mengalami penurunan aktivitas penghambatan pada penyimpanan selama lima hari, namun perpanjangan penyimpanan hingga 10 hari mampu mengembalikan aktivitas penghambatan plantarisin murni dengan menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda dengan H-0. Menurut Amanah (2011), penyimpanan 1 minggu pada suhu refrigerator menyebabkan FBS (filtrat bebas sel) L. acidophilus Y-01 mengalami penurunan aktivitas penghambatan yang sangat nyata, namun perpanjangan penyimpanan hingga 2 minggu mampu mengembalikan aktivitas penghambatan FBS L. acidophilus Y-01 dengan menghasilkan diameter zona hambat yang tidak berbeda dengan kontrol. Aktivitas plantarisin selama penyimpanan suhu dingin bersifat fluktuatif. Penyimpanan plantarisin selama 10 hari efektif digunakan untuk uji antagonistik terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 karena menghasilkan diameter zona hambat yang optimum. Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap 27 bakteri indikator Salmonella yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 °C) dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 pada Suhu Dingin (10 °C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 Rata-Rata --------------------------------------------- (mm) ------------------------------------------------- 1A5 8,70 ± 0,43 9,81 ± 1,11 9,97 ± 1,56 10,78 ± 3,90 9,82 ± 0,86 1B1 8,67 ± 0,47 8,53 ± 0,49 10,45 ± 3,42 10,57 ± 3,03 9,56 ± 1,11 2B2 8,94 ± 0,21 8,59 ± 1,20 9,33 ± 1,29 10,36 ± 3,63 9,31 ± 0,77 2C12 12,58 ± 4,75 7,04 ± 0,79 14,17 ± 1,23 9,03 ± 1,39 10,71 ± 3,25 Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5mm) Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 selama 15 hari pada suhu dingin, setelah diujikan pada bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat di sekitar sumur. Analisis yang digunakan yaitu non parametrik karena data tersebut tidak memenuhi uji asumsi, sehingga menggunakan Kruskal-Wallis. Hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil uji antagonistik, diameter zona hambat yang dihasilkan oleh plantarisin 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 dari penyimpanan H-0 sampai H-15 terhadap bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 masih mempunyai aktivitas antimikrob sehingga dapat dikatakan bahwa keempat plantarisin tersebut tetap stabil. Menurut Davis dan Stout (1971), rataan diameter zona hambat yang dihasilkan oleh plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 termasuk kategori sedang dan plantarisin 2C12 termasuk kategori kuat. Kategori sedang yaitu plantarisin memiliki aktivitas penghambatan yang sedang terhadap bakteri patogen indikator dilihat dari zona hambat yang dihasilkan. Kategori kuat yaitu plantarisin memiliki aktivitas penghambatan yang kuat terhadap bakteri patogen indikator dilihat dari zona hambat yang dihasilkan. Plantarisin yang paling efektif digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella enteritidis ser. Typhimurium ATCC 14028 yaitu 28 plantarisin 2C12 karena 2C12 menghasilkan rataan diameter zona hambat terbesar dan termasuk kategori kuat. P. aeruginosa ATCC 27853. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator P. aeruginosa yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 °C) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum selama Penyimpanan terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 pada Suhu Dingin (10 °C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 -------------------------------------- (mm) --------------------------------------1A5 8,49 ± 0,42 Aa 9,72 ±2,19 Aa 9,64 ± 1,12 Aa 9,20 ± 0,72 Aa 1B1 9,39 ± 1,45 Aa 8,49 ± 0,60 Aa 10,64 ± 1,58 Aa 8,91 ± 1,72 Aa 2B2 8,94 ± 0,30 Aa 8,73 ± 1,44 Aa 10,21 ± 1,10 Aa 8,69± 1,26 Aa 2C12 10,94 ± 1,88 Aac 6,34 ± 0,23 Ab 12,83 ± 4,02 Aa 8,67± 1,05 Abc Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara jenis plantarisin; Huruf superskrip (kecil) yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara umur simpan Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan yaitu jenis plantarisin yang berbeda dengan lamanya umur simpan terhadap bakteri indikator P. aeruginosa ATCC 27853. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan jenis plantarisin dengan menggunakan uji Tukey, plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 setelah mengalami penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah penyimpanan ketiga plantarisin tersebut dapat menggunakan salah satu umur simpan (H-0, H-5, H-10 atau H-15) untuk menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa ATCC 27853. Hal ini disebabkan plantarisin 1A5, 29 1B1, dan 2B2 tetap stabil selama penyimpnan 15 hari pada suhu dingin (10 ºC). Terdapat pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap plantarisin 2C12 selama penyimpanan 15 hari. Plantarisin 2C12 efektif digunakan sebagai antimikrob bakteri P. aeruginosa ATCC 27853 setelah mengalami penyimpanan selama 10 hari karena aktivitas 2C12 meningkat dan menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan umur simpan yang berbeda menggunakan uji Tukey, penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) pada keempat plantarisin terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah keempat umur simpan tersebut dapat digunakan untuk salah satu jenis plantarisin (1A5, 1B1, 2B2, atau 2C12) sebagai penghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa ATCC 27853. E. coli ATCC 25922. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri E. coli yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 °C) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. plantarum selama Penyimpanan terhadap E. coli ATCC 25922 pada Suhu Dingin (10 °C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 Rata-Rata --------------------------------------------- (mm) -----------------------------------------------1A5 9,40 ± 0,52 8,78 ± 0,61 9,89 ± 1,31 9,99 ± 2,59 9,52 ± 0,55ab 1B1 8,99 ± 0,91 8,30 ± 0,81 9,64 ± 0,65 9,70 ± 1,59 9,16 ± 0,66ab 2B2 8,45 ± 0,70 8,42 ± 1,23 9,63 ± 1,14 8,89 ± 2,22 8,85 ± 0,56b 2C12 11,71 ± 2,16 8,49 ± 0,57 12,70 ± 1,13 9,78 ± 1,08 10,67 ± 1,89a Rata-rata 9,64 ± 1,44AB 8,50 ± 0,20B 10,47 ± 1,49A 9,59 ± 0,48AB Keterangan : Besarnya diameter zona hambat tidak termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip horizontal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap umur simpan; Huruf superskrip vertikal yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap plantarisin yang berbeda Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur L. plantarum yaitu 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin, setelah diujikan pada bakteri E. coli dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. 30 Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Interaksi diantara kedua faktor perlakuan (umur simpan dan jenis plantarisin) tidak berpengaruh nyata, namun berpengaruh nyata terhadap umur simpan dan jenis plantarisin yang berbeda. Hasil yang diperoleh berdasarkan pengujian lanjut, keempat plantarisin asal galur L. plantarum yaitu terdapat perbedaan yang nyata antara plantarisin 2B2 dengan 2C12. Plantarisin 2C12 memiliki rataan diameter zona hambat paling besar, sehingga plantarisin 2C12 lebih efektif jika digunakan sebagai antimikrob terhadap bakteri E. coli ATCC 25922 dibandingkan ketiga plantarisin lainnya. Berdasarkan faktor perlakuan umur simpan, terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara H-5 dan H-10. Aktivitas keempat plantarisin setelah mengalami penyimpanan suhu dingin selama 10 hari menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar, sehingga plantarisin yang telah disimpan selama 10 hari efektif digunakan sebagai antimikrob terhadap bakteri E. coli ATCC 25922. B. cereus. Stabilitas aktivitas penghambatan plantarisin murni asal L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 terhadap bakteri indikator B. cereus yang disimpan selama 15 hari pada suhu dingin (10 °C) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Diameter Zona Hambat Plantarisin Asal Empat Galur L. Plantarum selama Penyimpanan terhadap B. cereus pada Suhu Dingin (10 °C) Plantarisin asal Galur L. plantarum Perlakuan H-0 H-5 H-10 H-15 ------------------------------------- (mm) ---------------------------------------1A5 9,26 ± 0,94 Aa 8,80 ± 0,68 Aa 10,43 ± 1,00 Aa 9,53 ± 1,94 Aa 1B1 9,91 ± 1,85 Aa 8,73 ± 1,12 Aa 9,65 ± 1,44 Aa 9,13 ± 1,45 Aa 2B2 8,28 ± 0,49 Aa 8,18 ± 0,61 Aa 9,24 ± 1,32 Aa 9,72 ± 2,98 Aa 2C12 11,13 ± 1,84 Aa 5,81± 0,18 Ab 11,50 ± 0,24 Aa 8,77 ± 1,13 Aab Keterangan : Besarnya diameter zona hambat sudah termasuk diameter lubang sumur (5mm); Huruf superskrip kapital yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara jenis plantarisin; Huruf superskrip (kecil) yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara umur simpan Penyimpanan plantarisin murni asal empat galur yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang disimpan pada suhu dingin selama 15 hari, setelah diujikan pada bakteri B. cereus 31 dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Hasil yang diperoleh berdasarkan uji antagonistik yaitu terdapat diameter zona hambat disekitar sumur. Berdasarkan analisis ragam, hasil yang diperoleh berbeda nyata (P<0,05) sehingga dilakukan pengujian lanjut. Terdapat interaksi antara kedua perlakuan yaitu jenis plantarisin yang berbeda dengan lamanya umur simpan terhadap bakteri indikator B. cereus. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan jenis plantarisin dengan menggunakan uji Tukey, plantarisin 1A5, 1B1 dan 2B2 setelah mengalami penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah penyimpanan ketiga plantarisin tersebut dapat menggunakan salah satu umur simpan (H-0, H-5, H-10 atau H-15) untuk menghambat pertumbuhan bakteri B. cereus. Hal ini disebabkan plantarisin 1A5, 1B1, dan 2B2 tetap stabil selama penyimpnan 15 hari pada suhu dingin (10 ºC). Terdapat pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap plantarisin 2C12 selama penyimpanan 15 hari yaitu pada H-15. Plantarisin 2C12 efektif digunakan sebagai antimikrob bakteri B. cereus setelah mengalami penyimpanan selama 10 hari karena aktivitas 2C12 meningkat dan menghasilkan diameter zona hambat yang paling besar. Pengujian berdasarkan pengaruh sederhana dari perlakuan umur simpan yang berbeda menggunakan uji Tukey, penyimpanan (H-0, H-5, H-10 dan H-15) memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) pada keempat plantarisin terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan. Implikasi dari pengujian pengaruh sederhana ini adalah keempat umur simpan tersebut dapat digunakan untuk salah satu jenis plantarisin (1A5, 1B1, 2B2, atau 2C12) sebagai penghambat pertumbuhan bakteri B. cereus. 32