BAB II KETENTUAN SIDANG TPKB 2.1 Kriteria Bangunan Kriteria

advertisement
BAB II
KETENTUAN SIDANG TPKB
2.1
Kriteria Bangunan
Kriteria bangunan atau bangun – bangunan yang harus dilakukan penilaian melalui sidang TPKB
adalah sebagai berikut :
a. Bangunan dengan ketinggian lebih dari 8(delapan) lantai
b. Bangunan yang menggunakan struktur khusus antara lain :
 Beton Pratekan
 Rangka ruang dengan bentang besar
 Baja dengan bentang besar
 Struktur yang tidak lazim baik bentang ataupun jenisnya
 Struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan sekitarnya
 Bangunan dengan basement lebih dari dua
c. Bangunan bertingkat yang memiliki basement dan didirikan di atas daerah reklamasi atau
memiliki potensi likuifaksi
d. Bangun-bangunan dengan ketinggian lebih dari 40(empat puluh) meter antara lain :
 Menara
 Tangki air
 Bangunan reklame
 Dan lainnya yang sejenis
2.2
Kelengkapan Berkas Permohonan Sidang TPKB
Kelengkapan Berkas Permohonan Sidang TPKB
a. Formulir Permohonan Sidang TPKB
b. Gambar arsitektur yang secara teknis sudah disetujui TPAK sebanyak 3(tiga) set
c. Laporan hasil penyelidikan tanah yang ditanda tangani pemegang IPTB Perencana Geoteknik
golongan A sebanyak 3(tiga) set
d. Perhitungan Struktur yang ditandatangani Perencana Struktur pemegang IPTB golongan A
sebanyak 5(lima) set
e. Gambar-gambar Struktur yang ditanda tangani Perencana Struktur pemegang IPTB golongan
A sebanyak 5(lima) set, paling sedikit terdiri dari :
1) Daftar gambar struktur
2) Gambar struktur panahan tanah (bila diperlukan)
3) Gambar rencana dewatering (bila diperlukan)
4) Gambar pondasi dengan detailnya
5) Gambar basement (bila ada), termasuk dinding penahan saat pelaksanaan
6) Metode pelaksanaan struktur bawah, khususnya basement
7) Gambar plat lantai dan denah lantai
8) Gambar balok dan kolom
9) Gambar core atau dinding geser (bila ada)
10) Gambar struktur atap
11) Gambar struktur baja (bila ada)
12) Gamabar detail sambungan / simpul yang penting untuk struktur baja
13) Gambar tangga dan ramp
f. Fotocopy IPTB Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik yang ditandatangani asli, dan
masih berlaku sesuai golongannya serta sudah dilegalisir oleh Dinas sebanyak 2(dua) lembar
g. Laporan Evaluasi Hasil Loading Test untuk pondasi yang ditandatangani perencana
Geoteknik Pemegang IPTB Golongan A sebanyak 3(tiga) set
2.3
Materi Perencanaan
a. Materi perncanaan struktur harus memenuhi ketentuan yang berlaku
b. Materi perencanaan struktur meliputi :
1) Materi struktur bawah
2) Materi struktur atas
3) Loading Test
c. Penyajian perencana struktur bangunan baik struktur atas ataupun struktur bawah harus dibuat
secara sistematis , jelas, lenkap dan memenuhi kriteria perencanaan struktur bangunan.
d. Perencanaan struktur bawah harus mengikuti aturan perencanaan pondasi dan analisis geoteknik.
e. Untuk perencanaan yang dilakukan oleh Konsultan Asing, maka partner local pemegang IPTB
wajib
menyusun penjelasan ringkas (executive summary) dalam bahasa Indonesia.
f. Pada perencanaan yang bersifat merubah dan atau menambag, perencana harus melampirkan
perhitungan lama sebagai dasar untuk mengetahui sejauh mana perubahan dan atau penambahan
atas perencanaan awal.
2.4
Dasar Perencanaan Struktur
a.
Perencanaan struktur harus didasarkan / mengacu pada peraturan dan standar teknis yang
berlaku di Indonesia
b.
Standar teknis struktur bangunan yang berlaku, antara lain :
1) Standar Nasional Indonesia SNI 03-1726-2002 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
untuk Bangunan Gedung
2) Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung
3) Standara Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung
4) Pedoman perencanaan pembebanan untuk Rumah dan Gedung S.K.B.I – 1.3.53.1987;UDC:
624.042
c. Apabila ketentuan /peraturan yang dibutuhkan sebagai dasar Perencanaan struktur tidak dapat
di Indonesia maka perencanaan dapat menggunakan peraturan dan standar Negara lain yang
sudah diakui secara onternational dan dapat dipertanggungjawabkan.
2.5
Perencanaan Struktur Bawah
Bahwa untuk perencanaan struktur bawah bangunan memerlukan data penyelidikan tanah
dengan analisis geoteknik yang memiliki IPTB meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Penyelidikan tnah dan analisis parameter tanah
b. Pengujian pompa air tanah
c. Interprestasi nasil percobaan pembebanan pondasi
d. Beberapa test khusus seperti seismic down-hole atau test seismic sejenisnya dan analisis
site-pacific response.
BAB III
PERENCANAAN FONDASI DAN ANALISIS GEOTEKNIK
3.1
Analisis Perencaan Fondasi dan analisis Geoteknik
3.1.1
Penyelidikan Tanah dan Analisis Parameter Tanah.
Penyelidikan tanah dan analilis parameter tanah perlu dilakukan untuk dasar perencanaan stuktur
bawah /fondasi dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik. Penyelidikan tanah
agar memperhatikan rencana bangunan gedung yang akan direncanakan sehingga dapat di tetapkan
jumlah dan kedalaman titik-titik bor serta jenis-jenis dan jumlah tes lapangan dan laboraturium yang
mencukupi untuk keperluan perencanaan fondasi,galian,dan struktur bawah. Penyelidikan tanah
dan analisis perlu memberikan cakupan dan informasi sebagai berikut :
a. Jumlah dan jenis tes minimal harus memenuhi ketentuan dalam peraturan daerah DKI
Jakarta no. 7 tahun 1991 tentang bangunan dalam wilayah DKI Jakarta namun demikian ,
TPKB dapat meminta pengujian khusus dan tambahan apabila di pandang perlu atau bila
menghadapi kondisi geoteknik maupun struktur khusus tertentu.
b. Cakupan penyelidikan tanah lapangan dan di laboraturium harus minimal mencakup
kedalaman 1,5 kali lebar lapak fondasi , atau kedalam fondasi tiang I tambah minimal 6m
bila mana di jumpai tanah keras atau minimal 1,5 X lebar telapak basement, juga sedikitnya
harus ada sati titik bor dengan kedalaman 1.5 X
lebar bangunan basement
gedung.pengujian di laboraturium harus mencakup pengujian CU triaxsial bilamana
dilakukan penggalian dan uji konsolidasi sampai 200 % tegangan rencana atas contoh yang
di ambil sampai kedalaman 1,5 X lebar telapak fondasi,atau 1,5 x lebak kelompok tiang
besar , atau 1,5 x lebar terkecil plat basement. Bilamana pengambilan contoh tanah
terganggu tidak dimungkinkan maka perlu dilakukan pengujian pressuremeter dan / atau
PCPT.
c. Untuk keperluan klasifikasi jenis tanah. Maka untuk lokasi (site) dengan kondisi setiap profil
dengan tanah kohesif lunak(Su < 25 kPa, wn >= 40%, Pl>20) yang ketetapannya lebih dari
3m, maka disarankan dilakukan test seismic downhole atau test seismic sejenis. Untuk
setiap seismic sejenis. Untuk setiap site yang tergolong jenis tanah khusus menurut SNI-031726-2002 (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang berpotensi mengalami
likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka harus dilakukan test seismic downhole
atau test seismic sejenis. Test seismic downhole atau test seismic sejenis ini harus dilakukan
sampai kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan
informasi profil kecepatan rambat gelombang besar (Vs).
d. Uji beban untuk mementukan daya dukung tanah dasar fondasi perlu dilakukan pada
alternatif pondasi Fondasi Plat/Fondasi Rakit. Uji pembebanan yang disyaratkan untuk ini
adalah dengan cara plate bearing test yang harus memenuhi standar ASTM.
e. Bilaman diperlukan, sesuai dengan yang ditetapkan kepala dinas, penyelidikan tanah juga
perlu mencakup pengujian pompa air tanah (pumping-test) pada lokasi dimana bangunan
akan dibangun.
f. Pengujian pompa air tanah sebagaimana dimaksud pada bagian 3.1.1(e), perlu memenuhi
persyaratan:
1) Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis struktur
bangunan bawah terkait, dan dilakukan dibawah tanggung jawab ahli geoteknik
yang memiliki izin Pelaku Teknis Bangunan.
2) Jenis dan detail pengujian pompa air tanah harus sesuai dengan kebutuhan untuk
struktur bangunan bawah terkait.
3) Pengujian dapat memberikan rekomendasi untuk system pekerjaan pengeringan
air(dewatering) yang mencakup sifat equifer, permebilitas, transmisivitas, dan
prakiraan debit dan head loss untuk kondisi dilokasi bangunan akan dibangun.
g. Profil dan analisis parameter tanah
h. Profil lapisan tanah perlu disiapkan dan analisis parameter tanah perlu dilakukan dalam
perencanaan galian tanah, fondasi, dan struktur bawah Perencana geotekni/struktur bawah
harus menunjukan bahwa parameter-parameter tanah yang digunakan representatif
mewakili lapisan-lapisan tanah yang ada.
i. Muka air tanah.
j. Daya dukung tanah yang mendukung fondasi
k. Jenis fondasi yang disarankan
l. Parameter tanah yang disarankan
m. Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka panjang
n. Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi tanah baik undrained
maupun drained.
3.1.2 Klasifikasi Jenis Tanah (Site) dan analisis Site-Specific Response
a. Perencana harus menyampaikan perhitungan yang jelas dan tegas mengenai klasifikasi Jenis
Tanah, sesuai SNI: 03-1762-2002 berdasarkan sedikitnya 2 parameter dinamik tanah yang
independen. Perencana harus menyampaikan profil lapisan-lapisan tanah sampai
kedalaman minimum 30 meter atau jika lebih sampai kedalaman maksimum pengeboran
perlu ditunjukan juga bahwa tidak ada kondisi lapisan tanah, kedalaman lebih dalam dari 30
meter yang dapat menyebabkan site menjadi masuk klasifikasi site yang lebih buruk.
b. Untuk bangunan gedung dengan jumlah lebih dari 50 lapis dan untuk site yang masuk
klasifikasi Jenis Tanah khusus menurut SNI-03-1762-2002 maka harus dilakukan test seismic
downhole atau test seismic sejenis dan analisis site-specific response untuk selanjutnya dari
hasil analisis ini direkomendasikan respon spectra desain
c. Untuk suatu site yang dipertimbangkan terklasifikasi antara lunak dan sedang, maka TPKB
dapat mengijinkan untuk dilakukannya analisis site-specific response. Analisis ini harus
dilakukan dengan metodologi yang sudah standard dan dilakukan dibawah tanggungjawab
ahli geoteknik yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan. Analisis ini perlu
mempertimbangkan berbagai kemungkinan karakteristik gerakan tanah dengan kandungan
frekuensi yang berbeda-beda yang dapat datang dan suatu sumber gempa jauh (far field
dari strike slips/shallow crustals). Sejumlah minimal 4 input-motion sesuai SNI-03-1762-2002
perlu digunakan dalam analisis. Respon spektra disain selanjutnya dapat direkomendasikan
dari hasil analisis ini.
3.2
Perencanaan Galian dan Stabilitas Lereng
a. Pada galian basement dalam, harus dilakukan perhitungan terinci mengenai keamanan
galian, bila dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai berikut :
1) Terdapat bangunan disekitar zona tekanan aktif tanah
2) Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand
3) Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau groun –
anchored wall
4) Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m
5) Kedalaman galian basement lebih dari 2 (dua) lapis basement
b. Untuk dapat melakukan perhitungan keamanan galian, test tanah harus dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Test triaksial harus dengan CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran
tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan total
dan tegangan efektif.
2) Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum sebesar
2(dua) kali beban maximum yang akan bekerja dan dengan mengakomodasi
peninjauan heave
3) Bagian/ daerah pengambilan contoh tanah minimal 1.50 kali lebar terkecil tapak
basement
4) Bila pengambilan “contoh tanah tak terganggu” tidak memungkinkan, maka perlu
dilakukan pressuremeter test
c. Angka keamanaan kemantapan lereng untuk analisis stabilitas galian tanah
1) Pada system galian terbuka, harus dilakukan analisis perhitungan terhadap kemantapan lereng
dengan anggapan keadaan tanah terdrainase(drained) atau keadaan terburuk yang mungkin
timbul dan factor keamanan (FK) keamanan untuk kemantapan lereng sementara diambil
minimal sebesar = 1,25 (untuk kondisi yang paling buruk) dan permanen sebesar = 2,0 Namun
demikian, dalam analisis masalah stabilitas galian tanah, FK ini dapat bervariasi tergantung
tingkat resiko yang ada dan perlu diperhatikan hal-hal berikut :
 Nilai FK harus mengantisipasi aspek adanya ancaman keselamatan di dalam galian dan adanya
hunian manusia atau bangunan disekitar galian, kemungkinan perbaikan, biaya perbaikan, serta
tingkat ketelitian dalam menentukan parameter kuat geser, termasuk faktor pengalaman tenaga
ahli bersangkutan
 Parameter tanah terkait yng dipakai dalam analisis stabilitas galian harus didasarka pada
parameter dari hasil uji triaxial CD atau CU dengan pengukuran tekanan air pori
2) Mengingat hal-hal tersebut di atas maka Nilai Minimum FK Statik Lereng Galian ditentukan
sesuai tabel 1 di bawah ini, di mana untuk beban gempa nilai FK tidak boleh lebih kecil dari 1-10
.
Tabel 1. Nilai Minimum Faktor Keamanan Statik Lereng Galian
Kondisi Lingkungan dan Risiko
Keandalan Parameter Tanah
Kurang
Cukup
Sifat Galian
Semetara
Tetap
Semetara
Tetap
Tidak ada hunian Manusia
1.30
1.50
1.25
1.50
atau bangunan di sekitar
Banyak Bangunan Disekitar
1.50
2.00
1.30
1.50
Catatan : Keandalan yang kurang dapat dikaitkan dengan kondisi tanah yang kompleks
dan data yang didapatkan tidak cukup konsisten serta test laboratorium yang dilakukan
kurang memadai untuk mendapatkan data yang cukup lengkap atas kondisi lapangan.
Keandalan yang cukup dapat diartikan dengan kondisi tanah yang seragam/uniform,
data tanah yang konsisten serta didapat dari test laboratorium yang memadai, serta
menggambarkan kondisi lapangan
Dalam keadaan gempa, FK tidak boleh lebih kecil dari 1.10 pada kondisi yang manapun .
d. Analisis struktur dinding penahan tanah
Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan akses tekanan air pori
terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin timbul harus meliputi :
1) Penjelasan system yang digunakan
2) Pemodelan dari sistem
3) Pembebanan (termasuk yang berhubungan dengan tahapan galian tanah)
4) Deformasi
5) Kehandalan strukturnya
Dengan FK untuk struktur dinding penahan tanah sementara diambil minimal 1.25(untuk
kondisi terburuk)dan permanen sebesar =2.0 .
e. Untuk system galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pille. Soldier-pile.
Diaphragm-wall, strut,tiebacks , rakers dan lain-lain, maka stabilitas galian harus ditinjau baik
terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya heaving, piping dan perubahan muka air
tanah untuk setiap tahapan pekerjaan galian. Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagianbagiannya termasuk strut, raker, atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dn
deformasi yang terjadi. Nilai minium FK Galian dengan Sistem Dinding Penahan, dapat dilihat
pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Galian Dengan Sistem Dinding Penahan
Item
Stabilitas(Umum)
(Global slope
stability)
Bottom Heave
pada level galian
fondasi
Bottom Heave
pada tahap
penggalian fondasi
Piping
f.
Faktor Keamanan
Kondisi Sementara
Kondisi Tetap
1.30
1.50
1.50
2.00
1.50
1.50
1.50
2.00
Keterangan
Parameter Tanah
diperoleh melalui
persyaratan yang
ditentukan oleh ahli
geoteknik
Analisis Heave pada galian
1) Pada galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukan analisis FK
terhadap heave, yaitu sehubungan dengan kemungkinan naiknya dasar galian, akibat
dilampauinya daya dukung tanah pada taraf dasar galian oleh bobot sendiri lajur tanah
selebar 0,707 B yang berbatasan dengan tepi lubang, ditambah dengan beban atas
(surcharge) dan dikurangi oleh tahanan geser sepanjang bidang batas lajur tanah, dimana B
adalah lebar galian(Lihat Bowles halaman 537).
2) Berhubungan dasar galian hanya hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relative
singkat, jika parameter drained digunakan dalam perhitungan faktor keamanan maka FK
minum dapat diambil sebesar 1.25. untuk analisis undrained FK minimum adalah tetap
sebesar 1.5 sesuai tabel 1.
g. Analisis “Blow-In” pada galian
untuk perencanaan galian pada dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukan
analisis FK terhadap “Blow-In” yaitu sehubungan dengan kemungkinan terdesaknya keatas
umbat tanah yang terbentuk diantara dinding-dinding penahan tanah, akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja ke atas pada dasar sumbat tanah. Berhubung dasar galian hanya akan
terbuka untuk jangka waktu yang relative singkat, FK yang tersedia cukup minimum 1.25
h. Untuk galian dengan dinding penahan galian berupa dinding sheetpile. Soldier piles atau
diaphgrama wall yang diperkuat dengan ground anchor. Maka perlu dilakukan analisis stabilitas
dan kekuatan elemen-elemen ini dengan ketentuan FK minimum dan uji Pembebanan sesuai
tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Rekomendasi Angka Keamanan Minimum untuk disain angker tunggal
Kategori Angker
Tendon
Angka Keamanan Minimum
Ground/Ground Grout/tendon atau
Interface
grout/encapsulatio
m interface
Angker sementara dengan umur
layan tidak lebih dari 6 bulan dan
1.40
2.00
keruntuhan tidak akan
mengakibatkan konsekuensi serius
dan tidak akan membahayakan
keselamatan publik
Angker sementara dengan umur
layanan tidak lebih dari 2 tahun
1.60
2.50
walau konsekuensi keruntuhan
serius, tetapi tidak akan
membahayakan keselamatan publik
tanpa cukup peringatan
Angka sebesar 2.0 dapat diberikan jika ada fullscale test lapangan.
Load Faktor
untuk Proof
Test
2.00
1.10
2.50
1.25
i.
System fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak diperkenankan mengakibatkan
kerusakan akibat stabilitas dan/atau deformasi tanah dilokasi sekitar bangunan yang akan
dibangun, baik selama masa layanan maupun selama masa pelaksanaan pembuatannya.
j.
Dampak dari system fondasi yang mencakup dampak pekrjaan penggalian, pekerjaan penahan
tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang, pemasangan dinding penahan tanah
beserta angkur dan elemen penahan lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua
elemen yang tercakup dalam system fondasi, harus dapat di batasi sehingga tidak
mengakibatkan kegagalan ataupun deformasi diluar batas yang diijinkan pada fasilitas
bangunan di sekitar lokasi.
k. Beban yang harus ditinjau pengaruhnya pada stabilitas galian dan penahan lateral, adalah
beban yang berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman galian.
l.
Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tekanan tanah lateral, pemboran tiang,
serta pekerjaan pengeringan air tanah, tidak dibolehkan mengakibatkan terjadinya beban yang
melampaui kapasitas semula atau deformasi di luar batas toleransi faslitas yang ada di sekitar
lokasi.
m. Bilaman dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bora tau tiang beton
bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban tarik yang mungkin akan
timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat sebagai akibat baerkurangnya
teganganvertical efektif.
n. Bilamana dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya, maka beban
tambahan akibat galian tersebut, harus di tambahkan dalam analisis system fondasi terhadap
beban lateral.
o. Analisis pemompaan air tanah(dewatering)
1) Perencanaan pekerjaan dewatering harus dilakukan oleh perencana geoteknik
perencana harus memperhatikan keamanan lingkungan dan memperhatikan urutan
pelaksanaan pekerjaan. Analisis dewatering perlu dilakukan berdasarkan parameterparameter disain dari suatu uji pemompaan (pumping test)
2) Analisi dewatering harus dapat mengungkapkan antara lain :




3)
Debit air tanah dan air hujan yang harus di pompa
Jumlah dan kapasitas pompa yang diperlukan
System dan jaringan pemompaan
Radius pengaruh pemompaan dan besarnya penurunan tanah yang terjadi akibat dewatering
Perencanaan dewatering tidak diperlukan bila perencana bias menyajikan bukti dari dasar-dasar
pertimabngannya dengan memperhatikan hasil penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan.
4) Dewatering yang digunakan tidak diperkenankan mengakibatkan kerusakan akibat stabilitas
dan/atau deformasi tanah dan/atau gangguan ketersediaan air bagi penduduk di lokasi sekitar
bangunan yang akan dibangun bilamana air buangan tidak dapat di salurkan dan dapat
mengakibatkan banjir di lokasi sekitar bangunan, harus disediakan penampungan sementara
5) Pengaruh turunya muka air akibat dewatering harus ditinjau pada seluruh area yang berada
dalam radius pengaruh yang ditetapkan dari uji pompa air tanah.
p. Gambar-gambar perencanaan struktur dinding penahan tanah harus meliputi :
1) Lay-out / denah dan potongan
2) Dimensi-dimensi struktur berikut sambungan batang penopang (struts) atau penopang miring
(inclined bracing), jangkar tanah (ground anchor) dengan struktur penahan tanah
3) Detail-detail yang diperlukan
3.3 Perencanaan Fondasi
3.3.1 Cakupan Perencanaan Fondasi yang Harus Dilakukan
a.
Penetapan parameter tanah untuk keprluan analisis dan disain fondasi
b.
Penetapan daya dukung fondasi dangkal dan fondasi dalam
c.
Penetapan penurunan sesaat dan penurunan konsolidasi dangkal. Fondasi dalam, fondasi tiang
rakit, atau kelompok fondasi dalam
d.
Pengaruh kelompok terhadap daya dukung deformasi
e.
Analisis detail kelompok tiang terhadap kombinasi beban axial, lateral, dan momen dengan
kombinasi static dan dinamik
f.
Penetapan konstanta pegas axial system fondasi dangkal, rakit, fondasi tiang, atau system tiang
rakit.
g.
Tekanan tanah latetal, static maupun seismik , serta akibat pekerjaan galian dan timbunan
h.
Interaksi antara tanah fondasi dan bangunan di atasnya, baik terhadap beban static dan dinamik
i.
Analisis debit untuk pekerjaan pengeringan air, serta pengaruhnya terhadap daya dukung dan
penurunan lokasi sekitar.
j.
Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah lunak (Su < 25 kPa, Pl > 20, wn
≥40%), tanah ekpansif, tanah urugan tinggi.
k.
Analisis likuifaksi untuk tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi
3.3.2
Konsep Disain Fondasi dan Beban Kapasitas pada Fondasi
a.
Semua unsur dan struktur fondasi direncanakan kekuatannya berdasarkan teori
kekuatan batas yang berlaku, memenuhi prinsip perencanaan kapasitas (capacity
design), yaitu dalam segala hal kapasitas struktur atas (kolom atau dinding geser )
tidak boleh lebih dari pada kapasitas system fondasinya , artinya struktur atas akibat
gempa kuat selalu harus mencapai kapasitasnnya lebih dahulu sebelum system
fondasinya gagal. Seperti halnya berlaku umum, juga disini momen kapasitas kolom
dan/atau dinding yang membebani fondasi, tidak perlu diambil lebih tinggi daripada
yang dihasilkan berdasarkan tulangan yang terpasang pada kolom dan/atau dinding
untuk memikul gaya dalam akibat gempa nominal x f2 (sesuai SNI-03-1762-2002)
b.
Selanjutnya sebagai pedoman, pada saat gempa kuat, kapasitas dari fondasi bias
diambil sebesar daya dukung ultimate (yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai
termiologi ultimate teknik fondasi)yang diverifikasi dengan hasil percobaan
pembebanan static
3.3.3
Pengaruh Gaya Gempa yang Diteruskan oleh Struktur Atas ke Fondasi
Pada prinsipnya struktur fondasi, termasuk basement, harus mempunyai kapasitas
lebih besar dari struktur atas. Dalam memperhitungkan pengaruh beban dari
struktur atas ke struktur basement dan fondasi., maka pengaruh beban dari struktur
atas akibat gempa nominal dikalikan f2 (sesuai SNI-03-1726-2002) tidak boleh
melampaui kapasitas ultimate(yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai
termiologi ultimate teknik fondasi) dari system fondasi. Untuk menjamin dapat
dipenuhinya hal ini, hubungan antara fondasi tiang dengan pile-cap agar
diperhatikan sehingga dapat berprilaku daktail.
3.4
Fondasi Telapak (Footing)
Disain fondasi telapak harus meliputi analisis sebagai berikut :
Tegangan Kerja pada bidang kontak dasar fondasi dengan tanah di bawahnya atas
pengaruh kombinasi beban
a. Tegangan geser pada bidang kontak dasar fondasi akibat beban lateral
b. Perhitungan balok penghubung(sloof) dan pengaruh differential settlement
c. Pengaruh uplift
d. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau
dinding geser.
3.5
Fondasi Rakit
Analisis Fondasi rakit harus meliputi analisis sebagai berikut :
a. Kelayakan pemodelan struktur rakit
b. Tegangan kerja yang timbul pada bulan kontak dasar fondasi dengan tanah di bawahnya
c. Perhitungan sloot dan plat fondasi
d. Perhitungan penurunan (settlement) elastis dan konsolidasi
e. Perhitungan uplift
f.
Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau
dinding geser
3.6
Fondasi Tiang
3.6.1
Disain Fondasi Tiang
Disain fondasi tiang harus meliputi analisis sebagai berikut
a. Distribusi beban pada masing-masing tiang
b. Daya dukung tiang fondasi
c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-biem terhadap differantal
settlement
d. Efek klompok tiang
e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang
f.
Langkah-langkah pengaman tiang pada keadaan ‘’ satu kolom satu tiang’’dan”satu
kolom dua tiang”
g. Settlement elastis konsolidasi
h. Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa
i.
Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan/atau dinding geser
j.
Sambungan tiang kecuali dengan system yang telah melalui serangkaian test
3.6.2 Penentuan Besar Daya Dukung dan Kapasitas Fondasi Tiang
Daya dukung ultimate (daya dukung = beban runtuh atau ultimate capacity) dan kapasitas
izin fondasi (kapasitas izin = maximum beban kerja atau allowable working load) dapat
ditetapkan secara konservatif sebagai berikut :
a. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan beban gravitasi saja, harus dihitung dengan
cara yang rasional berdasarkan parameter-parameter tanah hasil suatu penyidikan
tanah, dengan syarat bahwa ketika fondasi itu dibebani dengan 2 kali kapasitas izin
tersebut dalam uji pembebanan, fondasi itu masih menunjukan sifat-sifat elastik (tidak
mencapai keruntuhan). Kapasitas izin tersebut dapat juga ditentukan berdasarkan hasil
uji pembebanan, yaitu diambil sama dengan setengah dari beban percobaan yang masih
menunjukan perilaku fondasi yang bersifat elastic(tidak mencapai keruntuhan)
b. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan kombinasi beban gravitsi dan beban gempa
rencana adalah diperkenakan sebesar 1.5kali kapasitas izin pada pemikulan beban
gravitasi saja.
c. Kapasitas fondasi pada pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kuat,
adalah sebesar kapasitas ultimate fondasi (sesuai terminology teknik fondasi)
3.6.3 Faktor keamanan untuk Daya Dukung Tiang Fondasi
a. Saat ini TPKB –DKI tetap menggunakan prinsip beban kerja dengan faktor keamanan
(FK), karena karena untuk penerapan LRFD akan sangat banyak hal yang perlu
dipertimbangkan. Saat ini para ahli geoteknik belum sepakat dalam peerapan LRFD
secara meluas.
b. Besar FK adalah sesuai dengan angka-angka pada Tabel 4 berikut, dan FK ini merupakan
FK untuk mendapatkan kapasitas izin fondasi tiang, kapasitas fondasi iang didapat
dengan membagi daya dukung ultimate dengan FK perlu diingat bahwa FK ini adalah
faktor keamanan global.
c. Dalam perencanaan harus diperhatikan bahwa kapasitas izin fondasi tiang diatas masih
harus dibandingkan lagi dengan kapasitas izin fondasi tiang yang berkaitan dengan
settlement bangunan.
d. Perencanaan boleh mengajukan besaran FK yang berbeda dengan yang dijelaskan
diatas, asalkan jelas disampaikan analisis yang menunjukan parameter-parameter yang
digunakan, baik tingkat resiko, kondisi pelaksanaan, pengembalian beban, importance
faktor, untuk bangunan, dll dan bilamana TPKB-DKI bisa menerima penjelasan dan
besar-besaran yang di ajukan, setelah mempertimbangkan ketinggian bangunan,
penghuni dan lingkungannya.
e. Untuk jangka panjang perlu dievaluasi faktor-faktor risiko yang tercakup dalam besaran
angka keamanan yang sekarang disepakati (umunya besarnya=2.50 ) dan hasil evaluasi
tadi diharapkan bisa menjadi dasar dalam menetukan besar angka yang harus
diterapkan pada bangunan-bangunan besar / khusus dengan memperhatikan tingkat
resiko (apakah 10-3), sidat beban, tingkat pelaksanaan (workmanships), importance
factor, dll. Dari evaluasi dan langkah-langkah sersebut diatas, diharapkan upaya
melangkah kepada penerapan LRFD bisa menjadi lebih jelas untuk diuji coba
penggunaanya.
Tabel 4. Faktor Keamanan untuk Fondasi Tiang.
Metode Menentukan Daya
Dukung
Teoritis atau empiris +
loading test statik
Kondisi Beban
1. Beban Tetap, Beban Hidup,
dan tekanan air
2. Beban Tetap, Beban Hidup
Gempa, Rencana dan
Banjir 50th
Teoritis atau empiris + uji
PDA
1. Beban Tetap, Beban Hidup,
dan Tekanan Air
2. Beban Tetap, Beban Hidup
Gempa, Rencana dan
Banjir
Teoritis atau empiris,
tanpa uji beban static, dan
tanpa uji PDA
1. Beban Tetap, Beban Hidup,
dan Tekanan Air
2. Beban Tetap, Beban Hidup
Gempa, Rencana dan
Banjir
Faktor Kemanan Umum
Tekanan
Tarik
2.50
2.50
1.50
1.50
3.00
3.00
2.00
2.00
3.50
3.50
2.25
2.25
Banjir Rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode 50tahunan.
(**) PDA = Pile Driving Analyzer
3.6.4
Reduksi Kapasitas Tiang Fondasi untuk Kelompok Fondasi TiangKapasitas
tiang fondasi dalam kelompok fondasi tiang baik untuk beban aksial maupun lateral,
harus direduksi oleh perencana dengan meninjau kondisi-kondisi
a. Kondisi lapisan tanah
b. Julmlah tiang fondasi
c. Dimensi tiang
d. Konfigurasi tiang
e. Jarak antara tiang
f.
Panjang tiang
g. Kondisi pembebanan static dan non-statik
3.6.5
Tiang bor yang Dilaksanakan dengan Sistem Wash-boring
Jenis tiang fondasi ini harus dikatagorikan sebagai tipe tiang Strauss, dalam menentukan
daya dukung izin, tiang ini harus menggunakan angka keamanan minimal 4,0 Sedang
dalam pelaksanaannya tetap harus dilakukan uji pembebanan tiang sesuai ketentuan
yang berlaku.
3.6.6 Fondasi Tiang-Rakit (Pile-Raft)
a. Disain fondasi tiang-rakit(pile-raft) perlu meliputi analisis sebagai berikut :
1) Distribusi beban pada masing-masing tiang
2) Daya dukung Fondasi tiang-rakit
3) Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap differential settlement
4) Efek klompok tiang
5) Pengaruh beban lateral pada kepala tiang
6) Settlement elastic dan konsolidasi
7) Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa
8) Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan/atau dinding geser
9) Sambungan tiang kecuali dengan system yang telah melalui serangkaian test.
b. Penguunaan system fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan fondasi rakit
diperkenakan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut :
1) Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction-pile)
2) 75% beban yang bekerja pada fondasi harus ditahan oleh daya dukung izin salah satu sistim dari
sistim gabungan tadi baik oleh fondasi tiang atau oleh fondasi rakit.
3) Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban yang dipikulkan pada
rakit tidak boleh lebih besar dari 25% dari beban total yang ada. Kecuali dapat didukung atau
dibuktikan dengan suatu analisis detail inetraksi tanah, tiang, rakit yang rasional
4) Distribusi gaya-gaya yang masuk kesistim fondasi tiang dan fondasi rakit harus dilakukan dengan
metode numeric yang rasional
5) Pada pengunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang permanen, maka
perencana harus bisa menunjukan bahwa pada saat tiang tidak dibutuhkan, tiang tersebut harus
sudah gagal terlebih dahulu.
6) Penurunan bangunan yang menggunaka sistim fondasi tiang rakit tidak boleh lebih dari 15cm,
kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa struktur bangunan mampu mendukung
penurunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan.
Besaran ini bisa dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negative pada
bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnnya.
7) Bilamana dianggap perlu, pada penggunaan system fondasi rakit-rakit, DP2B bila diminta untuk
dilakukan pelaksanakan instrumentasi pada system fondasi ini untuk mengamati prilaku system.
Instrumentasi ini agar direncanakan oleh Konsultan Perencana dan disampaikan untuk
mendapat persetujuan TPKB-DKI.
c. Untuk desain fondasi tiang-rakit, perencana harus melakukan analisis detail menggunakan
metoda numerik yang rasional untuk mendapatkan distribusi gaya. Gaya-gaya yang masuk ke
fondasi tiang dan fondasi rakit metoda numerik dengan pemodelan reaksi tanah dan tiang
dengan pegas-pegas yang reprentatif yang dapat menunjukan prilaku tegangan dan deformasi
system fondasi tiang-rakit dapat digunakan. Saat ini , tersediannya software yang dapat
memodelkan interaksi system soil tiang rakitsecara lebih rasional dengan menggunakan
continuum model tanah nonlinear, maka analisis dengan mengunakan pendekatan interakti
system tanah-tiang-rakit ini dapat digunakan.
3.7 Elevasi Perencanaan Muka Air Tanah
Dalam memperhitungkan gaya uplift maximum pada perencaan system fondasi dan basement
perencana wajib memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kondisi air permukaan
b. Jenis lapisan tanah
c. Tinggi muka air tanah maximum dengan memperhatikan lluktuasi muka air tanah
selama usia rencana
d. Kondisi bangunan ataupun pelaksanaan bangunan.
3.8
Penurunan Bangunan
Perencana harus melakukan analsis/perhitungan penurunan (settlement) bangunan
baik untuk jangka waktu pendek (penurunan elastic/immediate) maupun janhka
waktu panjang(penurunan konsolidasi). Dalam perhitungan penurunan bangunan
pengaruh dari beban bangunan-bangunan disampingnya harus diperhitungkan
interaksi sebagai pedoman, penurunan jangka panjang hendaknya dibatasi sampai
maksimum 15cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukan bahwa struktur bangunan
mampu mendukung penrunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan
pengaruh pada lingkungan sedangkan penurunan diferensial antara 2titik pada denah
bangunan tidak memberikan sudut lebih dari 1:300
3.9
Subgrade Modulus
Pengunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau pressure metertest atau dari analisis penurunan (immediate dan konsolidasi) harus dilakukan dengan
penyesuain berdasarkan pertimbangan dimensi konstruksi fondasi. Kondisi lapisan
tanah, dan beban yang bekerja proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi
hingga tercapai konvergensi subgrade modulusyang digunakan dengan subgrade
modulus dari deformasi yang didapat.
3.10
Perhitungan Konstanta Pegas Tanah atau Sistem Fondasi
Perencana harus meyampaikuan perhitungan konstanta pegas dari tanah atau system
fondasi untuk perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, rakit/tiang, dan lantai
basement. Perhitungan konstanta pegas ini harus memperhitungkan besarnya baik
total maupun beda settlement (immediate dan konsolidasi) yang telah dihitung dari
kondisi lapisan-lapisan tanah dan system fondasi. Perencana juga harus
memperhatikan distribusi nilai konstanta pegas pada areal large pile-cap atau rakit
sebagai konsukuensi dari adanya beda settlement tersebut. Dengan demikian untuk
suatu system large pile-cap atau rakit, dishing-effect termodelkan secara
representative. Untuk perhitungan detail struktur lare pile-cap, atau rakit yang
menggunakan pegas sebagai reaksi tanah atau system tanah-fondasi tiang, maka
proses iterasi untuk memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan yang didapatkan
dari hasil perhitungan penurunan dan yang didapatkan dari hasil perhitungan
penurunan dan yang didapatkan dari hasil perhitungan struktur dengan pegas-pegas.
Dengan tersedianya software yang dapat memodelkan interaksi system tanah-tiangrakit secara lebih rasional dengan menggunakan continuum model tanah non-linear,
maka analisis dengan menggunakan pendekatan interaksi system tanah-tiang-rakit ini
dapat dilakukan untuk dapat memberikan tingkat akurasi yang baik.
3.11
Hubungan Pile dengan Pile-Cap
Perencana harus menunjukan perilaku dan kekuatan hubungan pile dengan pile-cap
mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi bebang lateral nominal gempa
dikalikan f2(sesuai SNI-03-1926-2002), gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan
tersebut harus mampu ditahan oleh tulangan yang ada.
3.12 Kombinasi tipe fondasi pada Satu Kolom
Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal pada
pendukung suatu kolom sedapakat mungkin dihindrarkan. Hal ini dapat dilakaukan bila
digunakan analisis yang rasional dan dapat dibuktikan dengan teori yang bisa
dipertanggungjawabkan serta didukung data-data yang sesuai baik jenis dan metode
pengetestannya. Selain itu kondisi-kondisi ekstrim harus ditinjau, dan untuk mengurangi
pengaruh ketidakpastian maka perlu dilakukan langkah-langkah yang agak konveratif.
3.13 Analisis Basement
Analisis basement harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Didnding basement, kuhususnya terhadap tekanan lateral statik dan seismic
b. System pemukul dinding basement, khususnya terhadap tekanan keatas
c. System pemikul lanatai basement :
d. Analisis dan desain pile-cap, tie-beam, atau rakit (raft) dan lantai basement berdasarkan
informasi deformasi atau konstanta pegas tanah atau system tanah fondasi.
e. Kemantapan basement secara keseluruhan, apakah diperlukan bobt pengeimbang uplift
dan/atau momen guling akibat gempa.
3.14 Tekanan Tanah pada Dinding Basement
a. Tekanan tanah kondisi static :
1) Tekanan tanah pada dinding basement harus diperhitungkan berdasarkan keadaan
terburuk selama masa layanan bangunan, yakni minimal sebesar tekanan tanah “at rest”
Ko(dengan parameter tanah kondisi drained untuk tanah lempung jauh) tekanan tanah aktif
hanya boleh diperhitungkan pada konstruksi; dalam hal ini berlaku bagi konstruksi penahan
tanah sementara.
2) Tekanan tanah pasif boleh diperhitungkan menahan dorongan akibat tinggi tanah
yang berbeda dua sisi penahan tanah,hanya apabila system fondasi dan struktur dapat
mengakomodasi deformasi lateral yang diperlukan untuk membangun tekanan tanah pasif
tersebut.
b. Tekanan Tanah Akibat Gempa
1) Pengaruh dempa pada dinding basement harus diperhitungkan dengan
menggunakan tekanan tanah dengan beban gempa sesuai klasifikasi site SNI-03-1726-2002.
Beban gempa yang digunakan adalah bebna yang telah memperhitungkan adanya ampilifikasi
seismik dari batuan dasar (baserock) ke level dinding basement. Tekan ini tidak perlu melebihi
tekanan pasif tanah pada kondisi gempa. Metode analisi yang digunakan harus yang rasional
dan mempunyai rujukan yang layak, serta memperhitungkan kondisi lingkungan distribusi
beban lateral akibat gempa yang umumnya lebih besar pada level atas basement dan
menurun sebagai fungsi kedalaman basement perlu diterpakan untuk perhitungan struktur
basement ini. Beban gempa yang digunakan harus sesuai dengan beban struktur atas dan bila
digunakan LRFD (Load Ressistence Factor Design)untuk struktur atas, maka besaran tekanan
lateral kerja tadi boleh direduksi dengan membagi beban struktur atas tadi dengan faktor
beban yang sesuai dalam analisis struktur atas.
2) Tekanan air pada dinding dan dasar basement harus ditetapkan berdasarkan tinggi
muka air maksimum yang mungkin terjadi selama masa layanan bangunan yang akan dibuat
dalam menetapkan tinggi muka ia maksimum harus dipertimbangkan adanya air permukaan
dari aliran airhujan dan banjir, jenis lapisan tanah, kondisi bangunan serta pelaksanaan
bangunan bilamana tidak dapat ditunjukan dengan data yang akurat dan analisis yang
lengkap, maka muka air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir dilokasi proyek, dengan
catatan elevasi tersebut tidak boleh lebih rendah dari permukaan tanah sebelum bangunan ini
dibuat.
3.15 Analsis Tanah Khusus
a. Desain fondasi tiang harus meliputi analisis sebagai berikut. Untuk struktur bangunan
yang memiliki sifat khusus seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansi, tanah urugan
tinggi dan lapisan tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi seperti lahan reklamasi
maka perencana harus menyampaiakan analisis tanah khusus dan analisis potensi
likuifaksi dan tehnik perbaikan tanah atau eknik penanggulangannya
b. Bagaiamana dalam lapisan tanah 30m paling atas terdapat uraian pasir jenuh, maka
harus ada analisis potensi likuifaksi serta system fondasi harus diperhitungkan terhadap
beban likuifaksi dan sebaran rateral (rateral spread)
c. Bilamana gedung yang akan dibangun mempunyai periode getar panjang diatas 2detik,
dan bila mana dalam lapisan tanah 30m paling atas terdapat lapisan lempung lunak (SU<
50 kPa) dengan ketebalan lebih dari 3m, maka system fondasi harus dianalisis terjadinya
interaksi tanah-fondasi dan struktur
3.16
Analisis Detail Elemen-Elemen System Fondasi
a. Analisis serta analisis detail dimensi elemen dan system fondasi termasuk struktur
penahan tanah lateral. Harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin dan
beban khusus baik dari struktur atas maupun terhadap tekanan tanah, beban air
banjir, dan beban lain yang dilimpahkan, pada system fondasi tersebut. Hasil analisis
harus bisa menunjukan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi dan
deformasi tanahtidak melampaaui batas yang berlaku
b. Bilamana letak elemen system fondasi cukup dekat (jarak horizontal masih 1 order
of magnitude dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi tersebut
harus diperhitungkan dalam analisis, dengan mencakup pegaruh non-linearitas serta
pengaruh non-elastik
c. Anailisis serta analisis detail dimensi elemen dan system fondasi termasuk struktur
penahan tanah lateral harus dilakukan, dengan menggunakan cara-cara yang lazim
dalam praktek dan dilakukan dibawah tanggungjawab ahli yang memiliki SIPTB.
d. Sambungan antara elemen tiang fondasi dan plat, balok, dan kepala tiang harus
memenuhi persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja pada
sambungan tersebut secara khusus, sambungan tersebut harus mampu menahan
beban gempa kuat, dan memenuhi persyaratan daktilitas
e. Tiang atau plat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan
memperhitungkan faktor korosi
f.
Detail penulangan fondasi tiang harus memenui persyaratan dalam aturan tentang
konstruksi beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan distribusi beban
kerja sepanjang dinding tiang.
3.17 Perhitungan Dengan Program Komputer
a. Bila analisis geoteknik untuk desain fondasi, system penahan galian, dinding
bersemen, atau interaksi tanah-struktur menggunakan program computer, maka
perlu ada penjelasan yang baik mengenai program yang digunakan, yang meliputi
asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan parameter-parameter tanah
yang digunakan . program-program yang sudam umum digunakan untuk analisis
pondasi fondasi dan geoteknik ini antara lain adalah APILE, LPILE, SHAFT, GROUP,
SLOPE/W, SIGMA/W, SEEP/W, PALXIS, SETTLE/G, SAFE.
b. Asumsi atauun penyerdahanaan yang digunakan dalam pemodelan struktur harus
dijelaskan.
c. Input komputer perlu disertakan dalam pengajuan izin . output hasi perhitungan
computer harus disertakan dan diberikan penjelasan lengkap mengenai hasil
perhitungan computer tersebut yang dijadikan sebagai dasar untuk desain.
3.18
Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah
Gambar-gambar desain fondasi harus disiapkan dan dimasukan ke TPKB
sesuai dengan perhitungannya. Gembar-gambar desain yang perlu
dimasukan terutaina detail-detailyang penting perlu diperiksa, misalnya
jarak tiang, tulang pur (pile-cap) dan stek tulangan kolom yang harus sesuai
jumlahnya dengan jumlah tulangan kolom yang dibutuhkan. Gambargambar desain fondasi /struktur bawah ini harus meliputi :
a. Lay-out denah dan potongan
b. Jarak antar tiang
c. Tulangan poer (pile-cap) dan tie-beam
d. Tulanagan dinding penahan/dinding basement
e. Detail-detail yang perlu
f.
Hubungan dengan lantai atau dinding basement
BAB IV
LAPORAN UJI PEMBEBANAN TIANG FONDASI
4.1
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Umum
pembebanan yang perlu dilakukan :
1) Percobaan pada phase pendahuluan atau sebelum peleksanaan, sebagai dasar perencanaan
untuk penentuan daya dukung fondasi yang dilakukan pada saat sebelum perencanaan
dilaksanakan atau sebagai konfirmasi kebenaran dasar perencanaan. Lokasinya dipilih
sedemikian rupa pada kondisi tanah yang relative terburuk dilapangan.
2) Uji pembebana pada phase pelaksaan, sebagai pembuktian besarnya daya dukung rencana
pada system fondasi, struktur penahan tanah dan bagian struktur bangunan terpenuhi.
Lokasinya dipilih pada yang paling krusial dan pelakasanaan yang relative paling
mencurigakan/nilai pelaksanaan terburuk.
apabila hasil uji pembebanan tidak memenuhi daya dukung dalam perencanaan maka perlu
diadakan peninjaun kembali perencanaan berdasarkan hasil uji pembebanan tersebut.
prosedur dan interprestasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM
edisi terakhir.
Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditantangani oleh tenaga ahli serta dievaluasi oleh
perencana struktur untuk selanjutnya disampaikan ke Dinas.
Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana
Uji pembebanan pendahuluan seperti pada 5.1.1 a, tidak diperlukan jika kondisi meyakinkan
atau angka keamanan (FK) daya dukung fondasi cukup tinggi.
4.2
Uji Pembebanan Pada Fondasi Tiang
a. uji pemebebanan pada system fondasi tiang disyaratkan terhadap perencana struktur bangunan
yang mempunyai kriteria sebagai berikut :
1) Untuk seluruh struktur bangunan sedang dan tinggi
2) Untuk struktur bangunan rendah apabila beban kerja fondasi tiang lebih besar atau sama
dengan 70% dari daya dukung tiang yang diijinkan.
b. Jumlah tiang percobaan beban aksial tekan adalah sebagai berikut :
1) Untuk fondasi tiang bor (bored pile) minimum satu tiang percobaan untuk setiap 75 tiang
yang ukuran penampangnya sama .
2) Untuk fondasi tiang (drive pile) minimum satu tiang percobaan untuk 100 tiang yang ukuran
penampangnya sama.
3) Untuk fondasi tiang yang jumlahnya kurang dari 75 dan/atau fondasi tiang pancang yang
jumlahnya kurang dari 100, maka minimal 1 tiang percobaan dilakukan setiap ukuran
penampang yang sama.
c. Tambahan dari ketentuan tersebut diatas adalah, bahwa uji pembebanan aksial harus
dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai berikut, kecuali desain fondasi dengan S.F. min
=4
N ≤ 1000; Ntest = 1,0% * N
N ≤ 3000; Ntest = 0,8% * N
N ≤ 6000; Ntest = 0,5% * N
N ≤ 8000; Ntest = 0,4% * N
Dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi dan 60%
bisa pada sebelum tahap konstruksi. Untuk semua fondasi tiang yang dijelaskna pada butir
4.6.5 (yang dilaksanakan dengan wah-boring dan strauss-pile) pelaksanaan uji pembebanan
aksial tetap harus dilakukan walaupun menggunakan S.F = 4.
d. Besar beban percobaan pada pelaksanaan uji pembebanan tiang yang bersifat used-pile (used
pile tiang yang akan mejadi bagian dari fondasi bangunan) adalah 200% daya dukung rencana
untuk memikul beban gravitasi untuk uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk
memikul beban lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana.
e. Batasan deformasi pada 200% pembebanan rencana:
1) 25mm untuk tiang dengan diameter max 80cm
2) 4% diameter untuk tiang > 80cm.
f.
Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dan pembebanan 200% tidak
boleh melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam pedoman yang ada.
g. Untuk kondisi-kondisi khusus, misalnya pada tiang bor diameterbesar dengan pangjang > 30m,
dimana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK yang tinggi atau ada
provisi penurunan tambahan, maka pelaksanaan instrumented pile test sangat dianjurkan untuk
kondisi ini.
h. Evaluasi hasil pelaksanaan loading test harus dilakukan dengan minimal 3cara yang rasionil,
dimana hasil yang digunakan tidak boleh diambil dari hasil yang maximum.
i.
Bila hasil uji pembebanan menunjukan kapasitas ultimate fondasi kurang dari 250% * beban
rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan daya dukung ultimate fondasi hasil uji
pembebanan ini. Nilai kapasitas ultimate ini tidak boleh terlampaui dari reaksi kefondasi akibat
beban struktur atas pada saat gempa kuat, sesuai konsep dalam butir 4.2.3 sedang pile yang
dalam loading test dinyatakan gagal masih bisa digunakan, bila hasil setelah dievaluasi
menunjukan bahwa tiang tersebut bukand end bearing pile dan jika ternyata kegagalannya
bukan karna struktur tiang itu sendiri. Untuk itu harus dilakuka PIT(Pile Integrity Test) dahulu
untuk memastikannya. Hasil pelaksanaan uji pembebanan (loading test) harus dievaluasi oleh
perencana dengan menggunakan sedikitnya 3(tiga) cara yang umum di gunakan di DKI.
j.
Jumlah tiang percobaan arah horizontal (lateral) adalah minimal 1 tiang percobbaan untuk
setiap tiang yang ukuran penampangnya sama.
Ditentukan jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10% dari jumlah test total(test aksial dan
lateral) sebagaimana ditentukan dalam Bab penentuan jumlah test aksial tiang; dengan
ketentuan tambahan sebagai berikut :
1) Minimum satu lateral test harus dilaksanakan
2) Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proportional pada tiap dimensi tiang
yang berbeda
Test ini harus dilakukan pada bangunan-bangunan yang menggunakan tiang fondasi, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1) Semua bangunan yang tidak menggunakan basement.
2) Oada bangunan dengan basement dan menggunakan fondasi tiang, dimana tiang – tiang
fondasi digunakan untuk menah gaya lateral.
3) Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horizontal rencana > V
(=C*I/R)* beban aksila rencana pada fondasi yang bersangkutan Dimana V,C,I,R adalah
faktor-faktor koefisien penentuan besar gaya geser rencana sesuai ketentuan SNI-031726-2002.
4) Bila terdapat basement lebih dari 2(dua) lapis, dan hasil analisis menunjukan bahwa
daya dukung lateral keseluruhan sistim fondasi dibagi faktor keamanan masih melebihi
beban lateral yang bekerja, maka tidak diperluka n uji pembebanan lateral
Prosedur test harus mengikuti :
1) Prodedur standard dari ASTM D-3996-81, total pembebanan 200% beban izin rencana.
2) Kondisi test adalah dengan free-head
Beban Rencna awal harus didasarkan pada perhitungan analisis yang disesuaikan dengan
parameter tang, sifat dan jenis pile, kekuatan pile, dan formula beserta faktor keamanan
yang harus digunakan.
Pergeseran maksimum kepala tiang pada pelaksanaan test(kondisi free-head) harus
memenuhi besaran-besaran =
1) 10mm pada beban 100% beban rencana
2) 25mm pada beban 200% beban rencana
Berhasil atau tidaknya suatu uji pembebanan lateral adalah ditentukan dari besaran
deformasi lateral. Bila deformasi lateral lebih kecil dari 10mm pada pembebanan 100%
beban lateral rencana atau lebih kecil dari 25mm cm pada pembebanan 200% beban lateral
rencana dan tidak terjadi kegagalan structural pada tiang fondasi, maka test lateral tersebut
dinyatakan berhasil.
Bila pada kondisi beban 200% beban rencana deformasi yang disyaratkan tidak terpenuhi,
maka dapat dilakukan penyesuaian dengan menggunakan kurva beban-defleksi, serta
syarat-syarat batas yang ada, sedemikian rupa sehingga deformasi pada beban rencana masi
kurang dari 10mm dan faktor keamanan minimum yang ada masih memenuhi syarat.
Pada kodisi sesungguhnya, bisa diperkenakan pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari
batasan diatas pada kondisi gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas, dengan catatan
tidak terjadi plastifikasi pada fondasi tiang. Pada peninjauan ini perlu dilakukan analisis
detail tiang lateral dengan seksama dan menunjukan pengaruh-pengaruh kondisi reduksi
kelompok dan kondisi fixity sebenarnya. Pada analisis lateral tiang kelompok ini disarankan
menggunaka program computer yang telah memperhitungkan sifat nonlinear tanah (seperti
menggunaka kurva p-y dan reduksi kelompok sesuai konfigurasi fondasi tiang yang ada)
k. Dalam hal jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dan 4 tiang percobaan maka
maskismal dua dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk percobaan beban horizontal
l.
Percobaan beban arah horizontal harus dilaksanakan pada kepala tiang yang direncanakan (cutoff level)
m. Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya dibenarkan untuk dipakai sebagai
pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada butir 5 2 b dengan jumlah
maksimal 25% dari yang disyaratkan. Yang lainnya, yaitu 75%nya tetap harus mmpergunakan
system pemebebanan statik. Dari antara tiang uji tersebut diatas, harus terdapat tiang yang di
uji secara statik dan PDA
Hasil PDA harus dikorelasikan dengan hasil uji static dengan memperhatikan bahwa PDA belum
dapat dianggap sepenuhnya mengganti uji beban statik.
Pada proyek-proyek dimana terdapat jumlah tiang yang sangat besar. Sehingga angka jumlah
tiang percobaan sejumlah 1% dari jumlah tiang pancang (atau 1,33% untuk jenis tiang bor)
menjadi suatu jumlah yang besar, dalam hal ini diijinkan adannya pengurangan jumlah tiang
yang harus ditest, dengan syarat bahwa ada sejumlah tiang yang ditest rangkap. Artinya
disamping mengalami uji pembebanan aksial biasa juga mengalami non destructive testing
lainya sebagai bahan korelasi sehubunga dengan itu. TPKB mengijinkan metoda dengan PDA
sebagai metoda testing kedua tadi, tetapi dengan suatu ketetapan bahwa PDA ini belum dapat
menggantikan sepenuhnya percobaan beban konvensional. Pada uji pembebanan yang
direkomendasikan dengan metoda PDA, maka jumlah tiang yang harus ditest dapat dikurang
25% kemudian, dari 75% yang harus mengalami uji pembebanan aksial static ini pada
sepertiganya dilakukan testing dengan PDA sebagai bahan perbandingan. Jadi, jumlah
percobaan seluruhnya tetap 1% dari jumlah tiang pancang (atau 1,33% dari jumlah tiang bor)
seluruhnya
n. Percobaan beban aksial tarik dilaksanakan apabila dianggap perlu
Percobaan beban aksial tarik perlu dilakukan untuk tiang fondasi yang direncanakan terhadap
beban tarik. Untuk tiang tarik, minimum satu tiang percobaan untuk setiap 100 tiang yang
ukuran penampangnya sama dengan minimal 1 tiang percobaan. Uji pemebebanan tarik ini
merupakan bagian dari persyaratan jumlah uji pembebanan yang ditetapkan pada ketentuan
menegnai persyaratan jumlah uji pembebanan aksial tiang
o. Dalam melakukan percobaan tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan tarik
maupun pembebanan lateral, prosedur pelaksanaan test harus mengikuti ketentuan dalam S.N.I
menegnai uji pembebanan tiang. Bila terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam S.N.I ini, maka
bisa di gunakan prosedur yang sesuai dari A.S.T.M dan bila tetap tidak terdapat dalam A.S.T.M
bisa di gunakan prosedur dari British standard (B.S)
p. Percobaan Beban Pada Struktur Dinding Penahan Tanah
Percobaaan beban pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan pada struktur yang di
gunakan jangkar (Ground Anchor). Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang
bagian ujung kabel jangkar yang di grouting (Bond Length) dan dari jenis tanah dibagian itu hasil
percobaan ini harus di periksa dari segi prosedur percobaannya dan dari interpretasi hasilnya.
Dalam hal ini baik prosedur maupun interpretasi hasilnya harus mengikuti standart A.S.T.M
edisi terakhir atau standart yang setara misalnya British Standard. Proof test perlu dilakukan
untuk setiap Ground Anchor sampai beban level tertentu sesuai rekomendasi pedoman ini
BAB V
PERENCANAAN STRUKTUR
5.1 Kriteria Perencanaan
Pada bagian awal laporan perhitungan struktur harus di sampaikan hal-hal yang menjadi dasar
dalam perencanaan struktur yang di sampaikan dimana terutama yang harus dijelaskan a.l.:
a. Ukuran dan tinggi bangunan-bangunan berikut jumlah lapis tiap bangunan dan juga ada atau
tidak adanya basement
b. Batasan-batasan hal atau kondisi yang di rencanakan termasuk lingkup perencanaan yang di
lakukan/ di laporkan
c. Penggunaan bangunan
d. Perarturan-peraturan yang di pergunakan
e. Sistem struktur penahan beban gravitasi
f.
Sistem struktur penahan pengaruh gravitasi
g. Mutu material
h. Metode dan asumsi pada perhitungan
i.
Program komputer yang di pergunakan
j.
Penjelasan mengenai jenis tanah
k. Jenis fondasi yang di pergunakan
l.
Dan lain-lain hal yang di anggap perlu untuk disampaikan agar bisa dimengerti mengenai
perencanaan yang di lakukan
m. Perhitungan struktur sekunder (yang mempunyai pengaruh signifikan dan bisa
membahayakan publik)
5.2 Penjelasan langkah perhitungan struktur
a. Langkah perencanaan yang telah dilakukan agar dijelaskan baik menyangkut asumsi yang
diambil, penentuan taraf penjepitan lateral, dan hal-hal lain yang dipandang penting untuk
diketahui TPKB
b. Pada perhitungan yang menggunakan program komputer agar dijelaskan data input ataupun
output yang disertakan.
c. Agar di terangkan secara ringkas mengenai kelengkapan perhitungan detail yang ada.
d. Asumsi pada perhitungan fondasi dan kelengkapan agar disampaikan ringkasan nya
5.3
Sistem Struktur
a. Gambar-gambar denah struktur (Struktur layout) agar disertakan pada laporan
perhitungan struktur baik untuk pengajuan izin struktur bawah ataupun izin
struktur atas
b. Pada denah struktur agar jelas menunjukan jarak-jarak dimensi element struktur
sumbu-sumbu bangunan, Dll.
c. Semua jenis material yang di pergunakan untuk semua element struktur utama agar
dijelaskan.
d. Untuk struktur baja, agar tipe struktur, sambungan dan asumsi titik-titik hubungan
antar batang-batang diberikan penjelasan.
e. Sistem fondasi agar dijelaskan secara umum saat penyampaian berkas struktur
5.4
Pembebanan
a.
Agar dijelaskan peraturan beban yang dipakai terutama beban-beban yang akan
berpengaruh besar pada struktur, dan agar mengacu pada ketentuan dalam bab 3.4 sebagai
suatu besaran minimal
b.
Kombinasi pembebanan yang harus dihitung atau ditinjau harus mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku sebagai mana disebutkan pada bab 3.4
c.
Besar dan jenis pembebanan vertikal yang menjadi dasar pembebanan pada tiap lantai agar
dijelaskan, begitu juga penganbilan reduksi beban hidup yang digunakan baik untuk portal,
kolom dan fondasi, serta saat peninjauan kondisi gempa
d.
Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual yang ada di
masyarakat pengguna bangunan dan juga lingkungan nya
e.
Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada bab 3.4 dan 6.8
f.
Pengaruh angin selain mengacu pada bab 3.4 juga agar ditinjau dengan peraturan dari
negeri lain yang pengaruh beban angin nya besar. Terutama dalam memperhitungkan
pembesaran angin pada bangunan-bangunan yang tinggi sekali dan juga pada strukturstruktur sekunder yang bisa membahayakan pengguna bangunan masyarakat sekitarnya
ketentuan pada pasal 69 agar diperhatikan
g.
Beban tekanan tanah dan tekanan air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam
perhitungan struktur agar turut diperhitungkan saat merencanakan struktur termasuk saat
terjadi gempa
5.5
Ketentuan tentang material dan penampang
a. Perencana wajib menyampaikan data-data utama dari perencanaan struktur beton yang
ada, meliputi:
1) Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya
2) Mutu baja tulangan untuk tiap element struktur beton.
3) Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan struktur agar
mengikuti nilai pada peraturan beton (SNI-03-2847-2002)
4) Agar dijelaskan asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan, apakah
balok persegi dengan plat sebagai element shell, balok T atau lain nya
b. Untuk penggunaan struktur baja, agar dijelaskan tentang:
1) Mutu material batang-batang (Element/ member)
2) Mutu alat penyambung baik baut, las, stud, plat sambungan, Dll
c. Pada struktur yang menggunakan struktur kayu yang direncanakan dengan mengikuti
peraturan konstruksi kayu Indonesia yang berlaku, dan agar disampaikan data utamanya:
1) Kelas kuat dan kelas awet kayu yang dipakai
2) Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai
3) Tipe/ jenis detail sambungan yang diterapkan
d. Dalam modelisasi dan analisis struktur baik untuk statik maupun dinamik analisis, elastisitas
modulus beton senantiasa diambil sesuai dengan pasal 10.5 butir 1 SNI-03-2847-2002
modulus elastisitas baja struktural dapat diambil sesuai pasal 5.1.3 SNI-03-1729-2002;
sedang untuk struktur kayu agar mengikuti ketentuan peraturan konstruksi kayu Indonesia
yang berlaku
e. Dalam hal slab lantai daerah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok senantiasa
dihitung sebagai balok T atau L terkecuali bilamana dalam modelisasi dan analisa struktur,
element slab dimodel kan dengan element cangkang (Shell) atau plat lentur (Plate bending)
potongan balok dapat dimodelkan sebagai persegi panjang.
5.6
Perhitungan dengan program komputer
a. Bila menggunakan program komputer yang belum dikenal secara umum,
ataupun program yang dikembangkan sendiri maka harus disampiakan
penjelasan tentang program tersebut baik mengenai prinsip yang dipakai,
kriteria penggunaan batasan-batasan, pembuktian dengan program yang bisa
dikatakan sudah baku seperti ETABS, SAP, SAFE, GT-STRUDL, SANS, Dll
b. Asumsi ataupun penyederhanaan yang digunakan didalam pemodelan
struktur harus dijelaskan
c. Penomoran-penomoran identifikasi element-element kolom, bentang/ bay,
dinding/ wall, Dll. Yang menjadi data input programpada perhitungan utama
harus disampaikan
d. Tampak 3-D dari struktur utama dan denah/ plan/ layout tiap lantai serta
beberapa elevasi yang penting keluaran program komputer agar dilampirkan
juga beberapa data utama dalam bentuk print out agar disampaikan, meliputi
penampang element-element struktur, Dll.
e. Asupan atau input komputer dengan dilengkapi dengan informasi utamanya
seperti pemodelan, pembebanan dan lainnya wajib disertakan dalam
pengajuan izin bila diperlukan TPKB bisa meminta data input dalam bentuk
data elektronik
f. Output hasil perhitungan komputer harus disertakan untuk bagian-bagian
yang penting-penting dann mewakili keswluruhan struktur, dengan diberikan
ringkasannya (summary). Unutk elemen-elem pokok wajib disampaikan
dengan jelas. Untuk elemen-elemen sekunder sperti plat, balok anak tangga;
sejauh tidak terdapat hal-hal yang istemewa cuckup resume hasil dan data
utama yang disertakan. Untuk, elemen sekunder yang bersifat khusus,
perencana struktur wajib manyamapaiakan laporan perhitungan lengkap.
g. Reaksi-reaksi pada fondasi akibat pemebebanan tetap dan sementara agar
disampaikan meliputi reaksi vertikal, lateral dan momen.
5.7
Perhitungan Pengaruh Beban Gravitasi
a. Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban
gravitasi minimal besarnya sebagaimana ditentukan dalam pedoman
perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung S.K.B.I1.3.53.1987;UDC: 624.042
b. Bebanbeban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual
dan kebiasaan yang ada dimasyarakat pengguna bangunan yang
direncanakan, dan juga lingkungannya.
c. Besar dan jenis pembebanan gravitasi yang menjadi dasar pembebanan
pada tiap lantai agar dijelaskan dan dirinci baik beban mati maupun beban
hidupnya. Begitu juga agar dijelaskan pengambilan reduksi beban hidup
yang digunakan baik untuk portal, kolom dan fondasi, serta saat
peninjauan kondisi gempa.
5.8
Perhitungan Pengaruh Gempa
a. Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan agar mengacu pada
peraturan gempa yang berlaku, dalam hal ini standar nasional indonesia SNI
03-1726-2002 : tatacara perencanaan pertahanan gempa untuk bangunan
gedung ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa
seperti: wilayah gempa, faktor R(angkar reduksi beban gempa), faktor jenis
tanah, dan faktor keutamaan : agar disampaikan. Demikian juga besar berat
tiap lantai, geser tingkat, gaya pertingkat, dan juga peninjauan eksentrisitas
tambahan. Simpangan tingkat dan antartingkat agar diperiksa sesuai
peraturan. Bila mana perlu nilai R harus diperiksa lagi setelah perhitungan
pengaruh gaya gempa besarnya beban gempa sangat ditentukan oleh
tingkat daktilitas sistem struktur demikian pula agar pengaruh P-Δ ditinjau.
b. Dalam menentukan faktor reduksi gempa R agar mengacu kepada peraturan yang ada
dimana dapat ditentukan dengan dua cara:
1) Faktor reduksi gempa R ditentukan oleh tingkat daktilitas dan sistem yang dipilih.
Besarnya R dari sistem tunggal atau ganda senantiasa dapat ditentukan pasal 4.3 SNI03-1726-2002 khususnya tabel 3 tenang daktilitas struktur bangunan, sepanjang
tingkat daktilitas yang dipilih sesuai dengan tingkat pendetailan yang dilakukan
sebagaimana diataur didalam SNI-03-2847-2002 atau SNI-03-1917-2002
2) Penentuan nilai R representative dari sistem struktur yang terdiri dan beberapa
susbsistem tunggal dalam arrah gempa yang ditinjau dapat juga ditentukan dengan
cara rata-rata berbobot sesuai pasal 4.3.5 persamaan (7) dengan demikian nilai R
representative untuk struktur 3/D juga ditentukan dengan nilai rata-rata berbobot
dari faktor reduksi gempab untuk dua arah sumbu koordinat orthogonal, dengan gaya
geser dasar masing-masing arah sebagian besaran pembobotnya sebagaimana
ditentukan dalam pasal 7.1.2, persamaan (29) tingkat pendetailan dari setiap
subsistem harus sesuai dengan nilai R dari masing-masing sub sistem sesuai tabel 3
pada SNI 03-1726-2002.
c. Analisis dinamik harus dilakukan bila struktur termasuk tipe struktur bangunan yang
harus dihitung dengan melakukan analisis dinamik bagaimana diharuskan oleh
peraturan gempa yang berlaku dalam hal ini standar nasional indonesia SNI 03-17262002 : tatacara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung.
Data-data perhitungan analisis dinamik yang harus disampaikan a.l :
1) Faktor-faktor utama dalam penentuan besar gaya gempa, meliputi: wilayah gempa,
faktor R (angka reduksi beban gempa) faktor jenis tanah dan faktor keutamaan
2) Penentuan masa bangunan
3) Penembahan eksentrisitas rencana pada beban lateral sesuai ketentuan peraturan
gempa
4) Kontrol hasil analisis dinamik dimana ragam fundamental tidak dominan dalam rotasi
5) Kontrol waktu getar fundamental
6) Modal mass participation untuk seluruh mode yang ditinjau, nilainya harus lebih besar
dari 90%
7) Plot gaya geser tingkat baik hasil penentuan statik, hasil analisis dinamik, geser tingkat
nominal yang digunakan pada perencanaan sebagai tindak lanjut dari analisis dinamik
8) Kontrol simpangan antar tingkat pada kondisi layan dan kondisi ultimate
9) Kontrol nilai R bila diperlukan
d. Ketentuan dalam peraturan perencanaan tahan gempa indonesia untuk gedung
menegenai kombinasi gaya gempa dengan 30% gaya gempa pada arah tegak lurusnya
tetap harus diikuti. Ccara-cara lain yang lebih konserpatif boleh dipergunakan
e. Untuk kondisi khusus diaman bangunan mempunyai denah yang tidak beraturan atau
tidak orthogonal, maka diperkenankan melakukan analisis penagruh gempa dengan
perhitungan 3-Dimensi dimana dikerjakan gaya gempa darim satu arah saja tanpa
kombinasi dari arah tegak lurusnya. Dalam hal ini harus dilakukan perhitungan
penngaruh gempa dengan berbagai arah gaya gempa(di putar-putar) tanpa perlu
meninjau gabungan pengaruh gempa 100% pada arah yang ditinjau bersamaan
dengan 30% dari arah tegak lurusnya. Sedang mengenai tambahan eksentrisitas tetap
harus dilakukan
Pengaruh gempa pada bangunan-bangunan yang tinggi agar juga memperhatikan
penagruh pada struktur-struktur sekunder yang biasa membahayakan manusia,
antaralain pada kulit bangunan (cladding, panel perctak, dll) ataupun elemen nonstruktur lain yang bisa membahayakan penggunan bangunan dan lingkungan
sekitarnya.
5.9
Beban Angin
a. Pengaruh angin untuk bangunan-bangunan yang rendah bisa mengacu pada bab
pada pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung SKBI –
1.3.53.1987;UDC:624.042
3.4
b. Disadari bahwa ketentuan yang berlaku tetnang pembebanan angina yang ada disusun
pada masa yang lama sekali dimana bangunan tinggi masih sedikit sekali dan ketentuan
yang ada tidak memadai untuk kondisi-kondisi bangunan-bangunan yang sangat tinggi.
c. Untuk bangunan-bangunan tinggi penagruh angin selain mengacu kepada bab 3.4, juga
agar ditinjau dengan peraturan dari negeri lain yang maju dalam riset mengenau
pengaruh beban angina seperti UBC, ASCE, BS. Hal-hal utama dalam memperhitungkan
pengaruh angina adalah pembesaran angina pada tiap ketinggian kondisi medan
sekitar bangunan arah gust factor koefisien tekan/hisap yang sesuai, dll
d. Beban angin dasar pada ketinggian 10m (basic wind speed) untuk penggunaan
peraturan lain tadi agar diambil minimal 33m/d (fastest 1mile speed sesuai UBC ‘97)
e. Penagruh angin pada bangunan-bangunan yang tinggi terutama agar ditinjau pada
perencanaan kulit bangunan (cadding, panel pracetak, dll)
f.
Wind tunnel test dianjurkan untuk dilakukan pada bangunan-bangunan yang tingginya
lebih dari 200m. test ini terutama untuk penentuan besar gaya angin, flexibilitas
bangunan. Tekanan angin untuk perencanaan cladding (kulit bangunan). Response
pada lantai-lantai atas gedung, dan pengaruh pada pedestrian sekitar bangunan
5.10
Struktur Beton
a. Perencanaan struktur beton dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur
atas harus memenuhi ketentuan pada standar nasional Indonesia SNI 03-2847-2002
tatacara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung
b. Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk juga terjadi
perubahan-perubahannya
c. Penggunaan mutu baja untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas mutu baja dengan
tegangan leleh 400MPa khususnya pada penggunaan untuk elemen-elemen yang bisa
mengalami pelelehan pada saat terjadi gempa, sesuai ketentuan pada standar nasional
idonesia SNI 03-2847-2002 : tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan
gedung
d. Pada perhitungan elemen-elemen struktur beton bertulang agar diberikan penjelasan
mengenai langkah atau metode yang dipakai. Hasil perhitungan untuk semua kondisi
pembebanan yang sesuai peraturan-peraturan yang ada juga harus disampaikan untuk
bagian elemen-elemen struktur yang khusus seperti pur/pile-cap, dinding penahan, dll ;
sekema atau gambar dari elemen yang dihitung agar dijelaskan, termasuk
menyampaikan sekema dan penjelasan potongan ataupun lainnya yang ditinjau
e. Untuk struktur utama bangunan tinggi, prinsip-prinsip capacity design harus digunakan
hasil perhitungan yang menunjukan hal tersebut agar disampaikan
f.
Perencanaan dinding geser harus memperhatikan kondisi dimana dinding geser tidak
hancur terhadap geser terlebih dahulu dibanding terhadap momen ; tapi dalam segala
hal kuat geser nominal dinding geser tidak perlu lebh besar dan gay geser ultimate
yang terjadi setelah beban gempa dikalikan faktor f2 sesuai dalam SNI 03-1729-2002.
g. kontrol pertemuan balok kolom(beam colom joints) untuk kondisi tipical agar
disampaikan
h. untuk bangunan dengan panjang denah bangunan lebih dari 120m pengaruh temperature harus
diperhitungkan, dan perhitungan nya harus disampaikan
5.11
Struktur dengan beton pratekan
a. Perencanaan struktur beton pratekan dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur
atas harus memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002: tata cara
perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung
b. Untuk struktur yang menggunakan system pratekan agar disampaikan mencakup hal-hal pokok,
antara lain:
1) System yang dipakai apakah bonded/ unbounded, internal ataukah external prestressing
2) Penggunaan struktur beton pratekan unbonded dalam struktur bangunan diizinkan.
3) Penentuan besar gaya pratekan, persentase tegangan pada kabel pratekan terhadap tegangan
ultimate tensile stress (UTS), besar gaya pratekan efektif dan besar gaya pratekan awal (intial)
4) Tahapan prestressing (Stage Off prestressing) Agar dijelaskan berikut perhitungan kontrolnya
(Bila ada atau diperlukan)
5) Control penampang balok/ slab pratekan terhadap gaya-gaya yang terjadi termasuk efek gaya
dalam sekunder akibat ratekan harus disampaikan perhitungan nya. Dalam hal struktur
menggunakan balok beton pratekan, maka harus ditinjau kombinasi beban dengan turut
meninjau akibat gaya pratekan dalam bentuk beban pengganti. Struktur balok pratekan dan juga
kolom kemudian di cek kekuatan nya dengan loading combination: 1.2Md + 1.6Ml + 1.0Ms;
1.2Md + 1.0Ml + 1.0Ms ± E; 0.9Md + 1.0Ms ± E, dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya
pratekan
6) Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertical lainnya harus
diperhitungkan, termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan (Stage Off Prestressing)
7) Dalam hal digunakan lantai beton pracetak pratekan pada gedung-gedung tinggi maka harus
dipasang cukup tulangan jangkar pada masing-masing tumpuan nya untuk memindahkan gaya
geser diaphragm dan harus ada topping (Pengecoran beton) dengan tulangan negative
secukupnya diatas nya.
5.12
Struktur baja
a. Perencaan struktur baja dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas harus
memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002: tata cara
perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung
b. Mutu material baja yang digunakan agar dijelaskan: Termasuk alat penyambung baik baut, las,
stud, plat penyambung, Dll
c. Peraturan-peraturan luar yang digunakan bila suatu ketentuan tidak tercakup dalam peraturan
Indonesia agar dijelaskan disampaikan copy bagian yang bersangkutan dari ketentuan tadi.
d. Metode perhitungan struktur agar dijelaskan dengan baik
e. Control elemen struktur harus disampiakna baik untuk balok, struktur penahan tarik, atupun
elemen yang menahan beban axsial dan lentur, dan lain yang penting sebagai bagian dari
struktur utama
f.
Perhitungan titik-titik sambungan yang umum harus disampaikan, dan juga titik hubungan yang
mempunyai resiko keamanan bangunan dan publik
g. Gambar detail sambungan dan detail tipikal harus disampaikan, demikian juga titik sambungan
yang mempunyai potensi membahayakan keselamatan pengguna bangunan dan public
5.13
Detail-detail Khusus
a. Gambar untuk pengajuan izin struktur cukup bagian-bagian yang bersfiat umum yang bisa
mencerminkan kondisi struktur hasil perencanaan yang ada gambar-gambar yang bersifat
sangat detail tidak perlu disampaikan
b. Detail-detail penting yang bisa membahayakan struktur harus disampaikan gambar dan
perhitungan nya sebagai contoh:
1) Pertemuan angkur pada balok beton pratekan dengan kolom beton tepi bangunan
2) Pengangkuran struktur baja yang merupakan struktur yang berat ke fondasi ataupun elemen
struktur beton utama.
3) Lain-lain yang dianggap mempunyai resiko tinggi
5.14
Gambar rencana struktur
a. Gambar rencana yang diajukan untuk permohonan izin struktur atas harus jelas di beri nomor
gambar, mempunyai ukuran yang baik untuk diberlakukan sebagai gambar pelaksanaan,
dilengkapi daftar gambar dan standar detailing yang digunakan
b. Skala gambar yang digunakan harus mengikuti norma atupun standar gambar yang lazim dan
memadai untuk bisa menjelaskan tujuan dari gambar tersebut
c. Cara penggambaran struktur harus mengikuti norma ataupun standar penggambaran; sedang
penyederhanaan gambar yang bisa membuat perbedaan interpretasi isi gambar tidak
diperkenakan
d. Gambar detail yang bersifat umum seperti sambungan struktur baja tipikal, pertemuan struktur
baja dan beton, dan detail khusus yang bisa berpengaruh pada keamanan harus disertakan
e. Gambar struktur yang disampaikan harus berupa blue print dengan dilipat menjadi seukuran
folio, kwarto, atau A4
5.15
Percobaan Beban pada bagian struktur
a. Uji pembebanan pada bagian struktur disyaratkan apabila:
1) Adanya keragu-raguan terhadap kebenaran asumsi-asumsi yang diambil
2) Tidak dapat dihitung dengan tepat, karena menggunakan system baru yang belum lazim dipakai
dan tidak dapat dibuktikan dengan perhitungan.
3) Terjadi hal-hal yang kurang memenuhi syarat saat dilaksanakan dan diperkirakan bisa
membahayakan atau diragukan kekuatan ataupun kekakuannya
b. Prosedur percobaan beban pada bagian struktur tersebut diatas harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari dinas sebelum pelaksanaan nya dimulai, dan hasil pelaksanaan nya
harus dilaporkan kepada dinas
5.16
Perencanaan struktur sekunder
Struktur sekunder harus direncanakan kuat untuk memikul beban-beban yang
mungkin terjadi pada struktur sekunder tersebut, selama bangunan digunakan
KETENTUAN TAMBAHAN
PERATURAN KEPALA DINAS
PENATAAN DAN PENGAWASAN BANGUNAN
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA
NOMOR 50 TAHUN 2007
TENTANG
PEDOMAN PERENCANAAN STRUKTUR DAN GEOTEKNIK BANGUNAN
a. Struktur sekunder berupa dinding pengaman (parapet) penahan beban kendaraan
direncanakan dengan ketentuan:
1) Pembebanan ditetapkan sebagai beban terpusat sebebsar 2700kg yang
bekerja pada titik pusat tumbukan pada ketinggian 46cm dari permukaan
lantai pada elemen dengan luas minimum 30cm X 30cm
2) Faktor beban ditetapkan adalah sebebsar 1.6
3) Apabila menggunakan struktur beton bertulang, ketebalan minimum
dinding sebesar 15cm
4) Apabila menggunakan angkur/ dynabolt pada struktur baja, maka kekuatan
angkur/ dynabolt yang terpasang harus memiliki kekuatan 1,2 kali lebih kuat
dari kekuatan nominal.
5) Diwajibkan membuat carstopper minimal setinggi 15cm dengan jarak antara
carstopper minimal dapat menahan 2 (dua) roda kendaraan/ mobil
6) Untuk dinding pengaman kendaraan truck dan bus harus ditinjau khusus
b. Struktur sekunder berupa hand rail direncanakan dengan mengambil beban kerja
terbesar yang akan terjadi antara beban terpusat sebesar 90kg pada puncak
hand rail atau beban merata sebesar 75kg/ M pada sembarang arah serta harus
ditinjau sekurang-kurangnya pada 2 (dua) arah salib sumbu.
Download