BAB II KETENTUAN SIDANG TPKB 2.1 Kriteria Bangunan Kriteria bangunan atau bangun – bangunan yang harus dilakukan penilaian melalui sidang TPKB adalah sebagai berikut : a. Bangunan dengan ketinggian lebih dari 8(delapan) lantai b. Bangunan yang menggunakan struktur khusus antara lain : Beton Pratekan Rangka ruang dengan bentang besar Baja dengan bentang besar Struktur yang tidak lazim baik bentang ataupun jenisnya Struktur yang mempunyai potensi membahayakan lingkungan sekitarnya Bangunan dengan basement lebih dari dua c. Bangunan bertingkat yang memiliki basement dan didirikan di atas daerah reklamasi atau memiliki potensi likuifaksi d. Bangun-bangunan dengan ketinggian lebih dari 40(empat puluh) meter antara lain : Menara Tangki air Bangunan reklame Dan lainnya yang sejenis 2.2 Kelengkapan Berkas Permohonan Sidang TPKB Kelengkapan Berkas Permohonan Sidang TPKB a. Formulir Permohonan Sidang TPKB b. Gambar arsitektur yang secara teknis sudah disetujui TPAK sebanyak 3(tiga) set c. Laporan hasil penyelidikan tanah yang ditanda tangani pemegang IPTB Perencana Geoteknik golongan A sebanyak 3(tiga) set d. Perhitungan Struktur yang ditandatangani Perencana Struktur pemegang IPTB golongan A sebanyak 5(lima) set e. Gambar-gambar Struktur yang ditanda tangani Perencana Struktur pemegang IPTB golongan A sebanyak 5(lima) set, paling sedikit terdiri dari : 1) Daftar gambar struktur 2) Gambar struktur panahan tanah (bila diperlukan) 3) Gambar rencana dewatering (bila diperlukan) 4) Gambar pondasi dengan detailnya 5) Gambar basement (bila ada), termasuk dinding penahan saat pelaksanaan 6) Metode pelaksanaan struktur bawah, khususnya basement 7) Gambar plat lantai dan denah lantai 8) Gambar balok dan kolom 9) Gambar core atau dinding geser (bila ada) 10) Gambar struktur atap 11) Gambar struktur baja (bila ada) 12) Gamabar detail sambungan / simpul yang penting untuk struktur baja 13) Gambar tangga dan ramp f. Fotocopy IPTB Perencana Struktur dan Perencana Geoteknik yang ditandatangani asli, dan masih berlaku sesuai golongannya serta sudah dilegalisir oleh Dinas sebanyak 2(dua) lembar g. Laporan Evaluasi Hasil Loading Test untuk pondasi yang ditandatangani perencana Geoteknik Pemegang IPTB Golongan A sebanyak 3(tiga) set 2.3 Materi Perencanaan a. Materi perncanaan struktur harus memenuhi ketentuan yang berlaku b. Materi perencanaan struktur meliputi : 1) Materi struktur bawah 2) Materi struktur atas 3) Loading Test c. Penyajian perencana struktur bangunan baik struktur atas ataupun struktur bawah harus dibuat secara sistematis , jelas, lenkap dan memenuhi kriteria perencanaan struktur bangunan. d. Perencanaan struktur bawah harus mengikuti aturan perencanaan pondasi dan analisis geoteknik. e. Untuk perencanaan yang dilakukan oleh Konsultan Asing, maka partner local pemegang IPTB wajib menyusun penjelasan ringkas (executive summary) dalam bahasa Indonesia. f. Pada perencanaan yang bersifat merubah dan atau menambag, perencana harus melampirkan perhitungan lama sebagai dasar untuk mengetahui sejauh mana perubahan dan atau penambahan atas perencanaan awal. 2.4 Dasar Perencanaan Struktur a. Perencanaan struktur harus didasarkan / mengacu pada peraturan dan standar teknis yang berlaku di Indonesia b. Standar teknis struktur bangunan yang berlaku, antara lain : 1) Standar Nasional Indonesia SNI 03-1726-2002 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung 2) Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung 3) Standara Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002 : Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung 4) Pedoman perencanaan pembebanan untuk Rumah dan Gedung S.K.B.I – 1.3.53.1987;UDC: 624.042 c. Apabila ketentuan /peraturan yang dibutuhkan sebagai dasar Perencanaan struktur tidak dapat di Indonesia maka perencanaan dapat menggunakan peraturan dan standar Negara lain yang sudah diakui secara onternational dan dapat dipertanggungjawabkan. 2.5 Perencanaan Struktur Bawah Bahwa untuk perencanaan struktur bawah bangunan memerlukan data penyelidikan tanah dengan analisis geoteknik yang memiliki IPTB meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Penyelidikan tnah dan analisis parameter tanah b. Pengujian pompa air tanah c. Interprestasi nasil percobaan pembebanan pondasi d. Beberapa test khusus seperti seismic down-hole atau test seismic sejenisnya dan analisis site-pacific response. BAB III PERENCANAAN FONDASI DAN ANALISIS GEOTEKNIK 3.1 Analisis Perencaan Fondasi dan analisis Geoteknik 3.1.1 Penyelidikan Tanah dan Analisis Parameter Tanah. Penyelidikan tanah dan analilis parameter tanah perlu dilakukan untuk dasar perencanaan stuktur bawah /fondasi dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab ahli geoteknik. Penyelidikan tanah agar memperhatikan rencana bangunan gedung yang akan direncanakan sehingga dapat di tetapkan jumlah dan kedalaman titik-titik bor serta jenis-jenis dan jumlah tes lapangan dan laboraturium yang mencukupi untuk keperluan perencanaan fondasi,galian,dan struktur bawah. Penyelidikan tanah dan analisis perlu memberikan cakupan dan informasi sebagai berikut : a. Jumlah dan jenis tes minimal harus memenuhi ketentuan dalam peraturan daerah DKI Jakarta no. 7 tahun 1991 tentang bangunan dalam wilayah DKI Jakarta namun demikian , TPKB dapat meminta pengujian khusus dan tambahan apabila di pandang perlu atau bila menghadapi kondisi geoteknik maupun struktur khusus tertentu. b. Cakupan penyelidikan tanah lapangan dan di laboraturium harus minimal mencakup kedalaman 1,5 kali lebar lapak fondasi , atau kedalam fondasi tiang I tambah minimal 6m bila mana di jumpai tanah keras atau minimal 1,5 X lebar telapak basement, juga sedikitnya harus ada sati titik bor dengan kedalaman 1.5 X lebar bangunan basement gedung.pengujian di laboraturium harus mencakup pengujian CU triaxsial bilamana dilakukan penggalian dan uji konsolidasi sampai 200 % tegangan rencana atas contoh yang di ambil sampai kedalaman 1,5 X lebar telapak fondasi,atau 1,5 x lebak kelompok tiang besar , atau 1,5 x lebar terkecil plat basement. Bilamana pengambilan contoh tanah terganggu tidak dimungkinkan maka perlu dilakukan pengujian pressuremeter dan / atau PCPT. c. Untuk keperluan klasifikasi jenis tanah. Maka untuk lokasi (site) dengan kondisi setiap profil dengan tanah kohesif lunak(Su < 25 kPa, wn >= 40%, Pl>20) yang ketetapannya lebih dari 3m, maka disarankan dilakukan test seismic downhole atau test seismic sejenis. Untuk setiap seismic sejenis. Untuk setiap site yang tergolong jenis tanah khusus menurut SNI-031726-2002 (site dengan kondisi tanah pasir lepas jenuh yang berpotensi mengalami likuifaksi, tanah sangat lunak yang tebal, dsb), maka harus dilakukan test seismic downhole atau test seismic sejenis. Test seismic downhole atau test seismic sejenis ini harus dilakukan sampai kedalaman minimal 30 meter dari permukaan tanah asli untuk mendapatkan informasi profil kecepatan rambat gelombang besar (Vs). d. Uji beban untuk mementukan daya dukung tanah dasar fondasi perlu dilakukan pada alternatif pondasi Fondasi Plat/Fondasi Rakit. Uji pembebanan yang disyaratkan untuk ini adalah dengan cara plate bearing test yang harus memenuhi standar ASTM. e. Bilaman diperlukan, sesuai dengan yang ditetapkan kepala dinas, penyelidikan tanah juga perlu mencakup pengujian pompa air tanah (pumping-test) pada lokasi dimana bangunan akan dibangun. f. Pengujian pompa air tanah sebagaimana dimaksud pada bagian 3.1.1(e), perlu memenuhi persyaratan: 1) Dilaksanakan sesuai dengan standar praktek yang lazim untuk jenis struktur bangunan bawah terkait, dan dilakukan dibawah tanggung jawab ahli geoteknik yang memiliki izin Pelaku Teknis Bangunan. 2) Jenis dan detail pengujian pompa air tanah harus sesuai dengan kebutuhan untuk struktur bangunan bawah terkait. 3) Pengujian dapat memberikan rekomendasi untuk system pekerjaan pengeringan air(dewatering) yang mencakup sifat equifer, permebilitas, transmisivitas, dan prakiraan debit dan head loss untuk kondisi dilokasi bangunan akan dibangun. g. Profil dan analisis parameter tanah h. Profil lapisan tanah perlu disiapkan dan analisis parameter tanah perlu dilakukan dalam perencanaan galian tanah, fondasi, dan struktur bawah Perencana geotekni/struktur bawah harus menunjukan bahwa parameter-parameter tanah yang digunakan representatif mewakili lapisan-lapisan tanah yang ada. i. Muka air tanah. j. Daya dukung tanah yang mendukung fondasi k. Jenis fondasi yang disarankan l. Parameter tanah yang disarankan m. Parameter tanah untuk analisis penurunan bangunan jangka pendek dan jangka panjang n. Parameter tanah untuk analisis dinding penahan tanah untuk kondisi tanah baik undrained maupun drained. 3.1.2 Klasifikasi Jenis Tanah (Site) dan analisis Site-Specific Response a. Perencana harus menyampaikan perhitungan yang jelas dan tegas mengenai klasifikasi Jenis Tanah, sesuai SNI: 03-1762-2002 berdasarkan sedikitnya 2 parameter dinamik tanah yang independen. Perencana harus menyampaikan profil lapisan-lapisan tanah sampai kedalaman minimum 30 meter atau jika lebih sampai kedalaman maksimum pengeboran perlu ditunjukan juga bahwa tidak ada kondisi lapisan tanah, kedalaman lebih dalam dari 30 meter yang dapat menyebabkan site menjadi masuk klasifikasi site yang lebih buruk. b. Untuk bangunan gedung dengan jumlah lebih dari 50 lapis dan untuk site yang masuk klasifikasi Jenis Tanah khusus menurut SNI-03-1762-2002 maka harus dilakukan test seismic downhole atau test seismic sejenis dan analisis site-specific response untuk selanjutnya dari hasil analisis ini direkomendasikan respon spectra desain c. Untuk suatu site yang dipertimbangkan terklasifikasi antara lunak dan sedang, maka TPKB dapat mengijinkan untuk dilakukannya analisis site-specific response. Analisis ini harus dilakukan dengan metodologi yang sudah standard dan dilakukan dibawah tanggungjawab ahli geoteknik yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan. Analisis ini perlu mempertimbangkan berbagai kemungkinan karakteristik gerakan tanah dengan kandungan frekuensi yang berbeda-beda yang dapat datang dan suatu sumber gempa jauh (far field dari strike slips/shallow crustals). Sejumlah minimal 4 input-motion sesuai SNI-03-1762-2002 perlu digunakan dalam analisis. Respon spektra disain selanjutnya dapat direkomendasikan dari hasil analisis ini. 3.2 Perencanaan Galian dan Stabilitas Lereng a. Pada galian basement dalam, harus dilakukan perhitungan terinci mengenai keamanan galian, bila dijumpai salah satu atau lebih kondisi sebagai berikut : 1) Terdapat bangunan disekitar zona tekanan aktif tanah 2) Kondisi tanah adalah lempung lunak dan/atau loose uncemented sand 3) Kondisi pelaksanaan pembangunan yang menggunakan open-cut dan/atau groun – anchored wall 4) Bila dilakukan penurunan muka air tanah lebih dari 3.00 m 5) Kedalaman galian basement lebih dari 2 (dua) lapis basement b. Untuk dapat melakukan perhitungan keamanan galian, test tanah harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Test triaksial harus dengan CU (Consolidated Undrained) dengan pengukuran tekanan air pori, sehingga didapatkan parameter kuat geser kondisi tegangan total dan tegangan efektif. 2) Test konsolidasi harus dilakukan dengan memberikan beban minimum sebesar 2(dua) kali beban maximum yang akan bekerja dan dengan mengakomodasi peninjauan heave 3) Bagian/ daerah pengambilan contoh tanah minimal 1.50 kali lebar terkecil tapak basement 4) Bila pengambilan “contoh tanah tak terganggu” tidak memungkinkan, maka perlu dilakukan pressuremeter test c. Angka keamanaan kemantapan lereng untuk analisis stabilitas galian tanah 1) Pada system galian terbuka, harus dilakukan analisis perhitungan terhadap kemantapan lereng dengan anggapan keadaan tanah terdrainase(drained) atau keadaan terburuk yang mungkin timbul dan factor keamanan (FK) keamanan untuk kemantapan lereng sementara diambil minimal sebesar = 1,25 (untuk kondisi yang paling buruk) dan permanen sebesar = 2,0 Namun demikian, dalam analisis masalah stabilitas galian tanah, FK ini dapat bervariasi tergantung tingkat resiko yang ada dan perlu diperhatikan hal-hal berikut : Nilai FK harus mengantisipasi aspek adanya ancaman keselamatan di dalam galian dan adanya hunian manusia atau bangunan disekitar galian, kemungkinan perbaikan, biaya perbaikan, serta tingkat ketelitian dalam menentukan parameter kuat geser, termasuk faktor pengalaman tenaga ahli bersangkutan Parameter tanah terkait yng dipakai dalam analisis stabilitas galian harus didasarka pada parameter dari hasil uji triaxial CD atau CU dengan pengukuran tekanan air pori 2) Mengingat hal-hal tersebut di atas maka Nilai Minimum FK Statik Lereng Galian ditentukan sesuai tabel 1 di bawah ini, di mana untuk beban gempa nilai FK tidak boleh lebih kecil dari 1-10 . Tabel 1. Nilai Minimum Faktor Keamanan Statik Lereng Galian Kondisi Lingkungan dan Risiko Keandalan Parameter Tanah Kurang Cukup Sifat Galian Semetara Tetap Semetara Tetap Tidak ada hunian Manusia 1.30 1.50 1.25 1.50 atau bangunan di sekitar Banyak Bangunan Disekitar 1.50 2.00 1.30 1.50 Catatan : Keandalan yang kurang dapat dikaitkan dengan kondisi tanah yang kompleks dan data yang didapatkan tidak cukup konsisten serta test laboratorium yang dilakukan kurang memadai untuk mendapatkan data yang cukup lengkap atas kondisi lapangan. Keandalan yang cukup dapat diartikan dengan kondisi tanah yang seragam/uniform, data tanah yang konsisten serta didapat dari test laboratorium yang memadai, serta menggambarkan kondisi lapangan Dalam keadaan gempa, FK tidak boleh lebih kecil dari 1.10 pada kondisi yang manapun . d. Analisis struktur dinding penahan tanah Analisis struktur dinding penahan tanah dengan anggapan keadaan akses tekanan air pori terdrainase (drained) atau keadaan terburuk yang mungkin timbul harus meliputi : 1) Penjelasan system yang digunakan 2) Pemodelan dari sistem 3) Pembebanan (termasuk yang berhubungan dengan tahapan galian tanah) 4) Deformasi 5) Kehandalan strukturnya Dengan FK untuk struktur dinding penahan tanah sementara diambil minimal 1.25(untuk kondisi terburuk)dan permanen sebesar =2.0 . e. Untuk system galian yang menggunakan dinding penahan seperti sheet-pille. Soldier-pile. Diaphragm-wall, strut,tiebacks , rakers dan lain-lain, maka stabilitas galian harus ditinjau baik terhadap bahaya kelongsoran global maupun bahaya heaving, piping dan perubahan muka air tanah untuk setiap tahapan pekerjaan galian. Kekuatan elemen-elemen dinding dan bagianbagiannya termasuk strut, raker, atau ground anchor harus mampu menahan tegangan dn deformasi yang terjadi. Nilai minium FK Galian dengan Sistem Dinding Penahan, dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Nilai Minimum Faktor Keamanan Galian Dengan Sistem Dinding Penahan Item Stabilitas(Umum) (Global slope stability) Bottom Heave pada level galian fondasi Bottom Heave pada tahap penggalian fondasi Piping f. Faktor Keamanan Kondisi Sementara Kondisi Tetap 1.30 1.50 1.50 2.00 1.50 1.50 1.50 2.00 Keterangan Parameter Tanah diperoleh melalui persyaratan yang ditentukan oleh ahli geoteknik Analisis Heave pada galian 1) Pada galian dengan dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukan analisis FK terhadap heave, yaitu sehubungan dengan kemungkinan naiknya dasar galian, akibat dilampauinya daya dukung tanah pada taraf dasar galian oleh bobot sendiri lajur tanah selebar 0,707 B yang berbatasan dengan tepi lubang, ditambah dengan beban atas (surcharge) dan dikurangi oleh tahanan geser sepanjang bidang batas lajur tanah, dimana B adalah lebar galian(Lihat Bowles halaman 537). 2) Berhubungan dasar galian hanya hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relative singkat, jika parameter drained digunakan dalam perhitungan faktor keamanan maka FK minum dapat diambil sebesar 1.25. untuk analisis undrained FK minimum adalah tetap sebesar 1.5 sesuai tabel 1. g. Analisis “Blow-In” pada galian untuk perencanaan galian pada dinding penahan tanah, pada dasar galian harus dilakukan analisis FK terhadap “Blow-In” yaitu sehubungan dengan kemungkinan terdesaknya keatas umbat tanah yang terbentuk diantara dinding-dinding penahan tanah, akibat tekanan hidrostatik yang bekerja ke atas pada dasar sumbat tanah. Berhubung dasar galian hanya akan terbuka untuk jangka waktu yang relative singkat, FK yang tersedia cukup minimum 1.25 h. Untuk galian dengan dinding penahan galian berupa dinding sheetpile. Soldier piles atau diaphgrama wall yang diperkuat dengan ground anchor. Maka perlu dilakukan analisis stabilitas dan kekuatan elemen-elemen ini dengan ketentuan FK minimum dan uji Pembebanan sesuai tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Rekomendasi Angka Keamanan Minimum untuk disain angker tunggal Kategori Angker Tendon Angka Keamanan Minimum Ground/Ground Grout/tendon atau Interface grout/encapsulatio m interface Angker sementara dengan umur layan tidak lebih dari 6 bulan dan 1.40 2.00 keruntuhan tidak akan mengakibatkan konsekuensi serius dan tidak akan membahayakan keselamatan publik Angker sementara dengan umur layanan tidak lebih dari 2 tahun 1.60 2.50 walau konsekuensi keruntuhan serius, tetapi tidak akan membahayakan keselamatan publik tanpa cukup peringatan Angka sebesar 2.0 dapat diberikan jika ada fullscale test lapangan. Load Faktor untuk Proof Test 2.00 1.10 2.50 1.25 i. System fondasi dan/atau struktur penahan lateral tidak diperkenankan mengakibatkan kerusakan akibat stabilitas dan/atau deformasi tanah dilokasi sekitar bangunan yang akan dibangun, baik selama masa layanan maupun selama masa pelaksanaan pembuatannya. j. Dampak dari system fondasi yang mencakup dampak pekrjaan penggalian, pekerjaan penahan tekanan tanah lateral, pemancangan dan pemboran tiang, pemasangan dinding penahan tanah beserta angkur dan elemen penahan lateral terkait, dan pekerjaan pengeringan air, serta semua elemen yang tercakup dalam system fondasi, harus dapat di batasi sehingga tidak mengakibatkan kegagalan ataupun deformasi diluar batas yang diijinkan pada fasilitas bangunan di sekitar lokasi. k. Beban yang harus ditinjau pengaruhnya pada stabilitas galian dan penahan lateral, adalah beban yang berada pada jarak dari tepi galian sebesar minimal sama dengan kedalaman galian. l. Dalam hal pekerjaan penggalian, pekerjaan penahan tekanan tanah lateral, pemboran tiang, serta pekerjaan pengeringan air tanah, tidak dibolehkan mengakibatkan terjadinya beban yang melampaui kapasitas semula atau deformasi di luar batas toleransi faslitas yang ada di sekitar lokasi. m. Bilaman dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiang bora tau tiang beton bertulangnya, maka tiang yang ada harus ditinjau terhadap beban tarik yang mungkin akan timbul akibat naiknya permukaan tanah sebagai akibat sebagai akibat baerkurangnya teganganvertical efektif. n. Bilamana dilakukan penggalian pada lokasi yang sudah ada fondasi tiangnya, maka beban tambahan akibat galian tersebut, harus di tambahkan dalam analisis system fondasi terhadap beban lateral. o. Analisis pemompaan air tanah(dewatering) 1) Perencanaan pekerjaan dewatering harus dilakukan oleh perencana geoteknik perencana harus memperhatikan keamanan lingkungan dan memperhatikan urutan pelaksanaan pekerjaan. Analisis dewatering perlu dilakukan berdasarkan parameterparameter disain dari suatu uji pemompaan (pumping test) 2) Analisi dewatering harus dapat mengungkapkan antara lain : 3) Debit air tanah dan air hujan yang harus di pompa Jumlah dan kapasitas pompa yang diperlukan System dan jaringan pemompaan Radius pengaruh pemompaan dan besarnya penurunan tanah yang terjadi akibat dewatering Perencanaan dewatering tidak diperlukan bila perencana bias menyajikan bukti dari dasar-dasar pertimabngannya dengan memperhatikan hasil penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan. 4) Dewatering yang digunakan tidak diperkenankan mengakibatkan kerusakan akibat stabilitas dan/atau deformasi tanah dan/atau gangguan ketersediaan air bagi penduduk di lokasi sekitar bangunan yang akan dibangun bilamana air buangan tidak dapat di salurkan dan dapat mengakibatkan banjir di lokasi sekitar bangunan, harus disediakan penampungan sementara 5) Pengaruh turunya muka air akibat dewatering harus ditinjau pada seluruh area yang berada dalam radius pengaruh yang ditetapkan dari uji pompa air tanah. p. Gambar-gambar perencanaan struktur dinding penahan tanah harus meliputi : 1) Lay-out / denah dan potongan 2) Dimensi-dimensi struktur berikut sambungan batang penopang (struts) atau penopang miring (inclined bracing), jangkar tanah (ground anchor) dengan struktur penahan tanah 3) Detail-detail yang diperlukan 3.3 Perencanaan Fondasi 3.3.1 Cakupan Perencanaan Fondasi yang Harus Dilakukan a. Penetapan parameter tanah untuk keprluan analisis dan disain fondasi b. Penetapan daya dukung fondasi dangkal dan fondasi dalam c. Penetapan penurunan sesaat dan penurunan konsolidasi dangkal. Fondasi dalam, fondasi tiang rakit, atau kelompok fondasi dalam d. Pengaruh kelompok terhadap daya dukung deformasi e. Analisis detail kelompok tiang terhadap kombinasi beban axial, lateral, dan momen dengan kombinasi static dan dinamik f. Penetapan konstanta pegas axial system fondasi dangkal, rakit, fondasi tiang, atau system tiang rakit. g. Tekanan tanah latetal, static maupun seismik , serta akibat pekerjaan galian dan timbunan h. Interaksi antara tanah fondasi dan bangunan di atasnya, baik terhadap beban static dan dinamik i. Analisis debit untuk pekerjaan pengeringan air, serta pengaruhnya terhadap daya dukung dan penurunan lokasi sekitar. j. Analisis untuk tanah yang mempunyai sifat khusus, seperti tanah lunak (Su < 25 kPa, Pl > 20, wn ≥40%), tanah ekpansif, tanah urugan tinggi. k. Analisis likuifaksi untuk tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi 3.3.2 Konsep Disain Fondasi dan Beban Kapasitas pada Fondasi a. Semua unsur dan struktur fondasi direncanakan kekuatannya berdasarkan teori kekuatan batas yang berlaku, memenuhi prinsip perencanaan kapasitas (capacity design), yaitu dalam segala hal kapasitas struktur atas (kolom atau dinding geser ) tidak boleh lebih dari pada kapasitas system fondasinya , artinya struktur atas akibat gempa kuat selalu harus mencapai kapasitasnnya lebih dahulu sebelum system fondasinya gagal. Seperti halnya berlaku umum, juga disini momen kapasitas kolom dan/atau dinding yang membebani fondasi, tidak perlu diambil lebih tinggi daripada yang dihasilkan berdasarkan tulangan yang terpasang pada kolom dan/atau dinding untuk memikul gaya dalam akibat gempa nominal x f2 (sesuai SNI-03-1762-2002) b. Selanjutnya sebagai pedoman, pada saat gempa kuat, kapasitas dari fondasi bias diambil sebesar daya dukung ultimate (yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai termiologi ultimate teknik fondasi)yang diverifikasi dengan hasil percobaan pembebanan static 3.3.3 Pengaruh Gaya Gempa yang Diteruskan oleh Struktur Atas ke Fondasi Pada prinsipnya struktur fondasi, termasuk basement, harus mempunyai kapasitas lebih besar dari struktur atas. Dalam memperhitungkan pengaruh beban dari struktur atas ke struktur basement dan fondasi., maka pengaruh beban dari struktur atas akibat gempa nominal dikalikan f2 (sesuai SNI-03-1726-2002) tidak boleh melampaui kapasitas ultimate(yang dimaksud ultimate dalam hal ini sesuai termiologi ultimate teknik fondasi) dari system fondasi. Untuk menjamin dapat dipenuhinya hal ini, hubungan antara fondasi tiang dengan pile-cap agar diperhatikan sehingga dapat berprilaku daktail. 3.4 Fondasi Telapak (Footing) Disain fondasi telapak harus meliputi analisis sebagai berikut : Tegangan Kerja pada bidang kontak dasar fondasi dengan tanah di bawahnya atas pengaruh kombinasi beban a. Tegangan geser pada bidang kontak dasar fondasi akibat beban lateral b. Perhitungan balok penghubung(sloof) dan pengaruh differential settlement c. Pengaruh uplift d. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding geser. 3.5 Fondasi Rakit Analisis Fondasi rakit harus meliputi analisis sebagai berikut : a. Kelayakan pemodelan struktur rakit b. Tegangan kerja yang timbul pada bulan kontak dasar fondasi dengan tanah di bawahnya c. Perhitungan sloot dan plat fondasi d. Perhitungan penurunan (settlement) elastis dan konsolidasi e. Perhitungan uplift f. Perhitungan kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan atau dinding geser 3.6 Fondasi Tiang 3.6.1 Disain Fondasi Tiang Disain fondasi tiang harus meliputi analisis sebagai berikut a. Distribusi beban pada masing-masing tiang b. Daya dukung tiang fondasi c. Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-biem terhadap differantal settlement d. Efek klompok tiang e. Pengaruh beban lateral pada kepala tiang f. Langkah-langkah pengaman tiang pada keadaan ‘’ satu kolom satu tiang’’dan”satu kolom dua tiang” g. Settlement elastis konsolidasi h. Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa i. Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan/atau dinding geser j. Sambungan tiang kecuali dengan system yang telah melalui serangkaian test 3.6.2 Penentuan Besar Daya Dukung dan Kapasitas Fondasi Tiang Daya dukung ultimate (daya dukung = beban runtuh atau ultimate capacity) dan kapasitas izin fondasi (kapasitas izin = maximum beban kerja atau allowable working load) dapat ditetapkan secara konservatif sebagai berikut : a. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan beban gravitasi saja, harus dihitung dengan cara yang rasional berdasarkan parameter-parameter tanah hasil suatu penyidikan tanah, dengan syarat bahwa ketika fondasi itu dibebani dengan 2 kali kapasitas izin tersebut dalam uji pembebanan, fondasi itu masih menunjukan sifat-sifat elastik (tidak mencapai keruntuhan). Kapasitas izin tersebut dapat juga ditentukan berdasarkan hasil uji pembebanan, yaitu diambil sama dengan setengah dari beban percobaan yang masih menunjukan perilaku fondasi yang bersifat elastic(tidak mencapai keruntuhan) b. Kapasitas izin pada fondasi untuk pemikulan kombinasi beban gravitsi dan beban gempa rencana adalah diperkenakan sebesar 1.5kali kapasitas izin pada pemikulan beban gravitasi saja. c. Kapasitas fondasi pada pemikulan kombinasi beban gravitasi dan beban gempa kuat, adalah sebesar kapasitas ultimate fondasi (sesuai terminology teknik fondasi) 3.6.3 Faktor keamanan untuk Daya Dukung Tiang Fondasi a. Saat ini TPKB –DKI tetap menggunakan prinsip beban kerja dengan faktor keamanan (FK), karena karena untuk penerapan LRFD akan sangat banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Saat ini para ahli geoteknik belum sepakat dalam peerapan LRFD secara meluas. b. Besar FK adalah sesuai dengan angka-angka pada Tabel 4 berikut, dan FK ini merupakan FK untuk mendapatkan kapasitas izin fondasi tiang, kapasitas fondasi iang didapat dengan membagi daya dukung ultimate dengan FK perlu diingat bahwa FK ini adalah faktor keamanan global. c. Dalam perencanaan harus diperhatikan bahwa kapasitas izin fondasi tiang diatas masih harus dibandingkan lagi dengan kapasitas izin fondasi tiang yang berkaitan dengan settlement bangunan. d. Perencanaan boleh mengajukan besaran FK yang berbeda dengan yang dijelaskan diatas, asalkan jelas disampaikan analisis yang menunjukan parameter-parameter yang digunakan, baik tingkat resiko, kondisi pelaksanaan, pengembalian beban, importance faktor, untuk bangunan, dll dan bilamana TPKB-DKI bisa menerima penjelasan dan besar-besaran yang di ajukan, setelah mempertimbangkan ketinggian bangunan, penghuni dan lingkungannya. e. Untuk jangka panjang perlu dievaluasi faktor-faktor risiko yang tercakup dalam besaran angka keamanan yang sekarang disepakati (umunya besarnya=2.50 ) dan hasil evaluasi tadi diharapkan bisa menjadi dasar dalam menetukan besar angka yang harus diterapkan pada bangunan-bangunan besar / khusus dengan memperhatikan tingkat resiko (apakah 10-3), sidat beban, tingkat pelaksanaan (workmanships), importance factor, dll. Dari evaluasi dan langkah-langkah sersebut diatas, diharapkan upaya melangkah kepada penerapan LRFD bisa menjadi lebih jelas untuk diuji coba penggunaanya. Tabel 4. Faktor Keamanan untuk Fondasi Tiang. Metode Menentukan Daya Dukung Teoritis atau empiris + loading test statik Kondisi Beban 1. Beban Tetap, Beban Hidup, dan tekanan air 2. Beban Tetap, Beban Hidup Gempa, Rencana dan Banjir 50th Teoritis atau empiris + uji PDA 1. Beban Tetap, Beban Hidup, dan Tekanan Air 2. Beban Tetap, Beban Hidup Gempa, Rencana dan Banjir Teoritis atau empiris, tanpa uji beban static, dan tanpa uji PDA 1. Beban Tetap, Beban Hidup, dan Tekanan Air 2. Beban Tetap, Beban Hidup Gempa, Rencana dan Banjir Faktor Kemanan Umum Tekanan Tarik 2.50 2.50 1.50 1.50 3.00 3.00 2.00 2.00 3.50 3.50 2.25 2.25 Banjir Rencana yang perlu diperhitungkan adalah banjir periode 50tahunan. (**) PDA = Pile Driving Analyzer 3.6.4 Reduksi Kapasitas Tiang Fondasi untuk Kelompok Fondasi TiangKapasitas tiang fondasi dalam kelompok fondasi tiang baik untuk beban aksial maupun lateral, harus direduksi oleh perencana dengan meninjau kondisi-kondisi a. Kondisi lapisan tanah b. Julmlah tiang fondasi c. Dimensi tiang d. Konfigurasi tiang e. Jarak antara tiang f. Panjang tiang g. Kondisi pembebanan static dan non-statik 3.6.5 Tiang bor yang Dilaksanakan dengan Sistem Wash-boring Jenis tiang fondasi ini harus dikatagorikan sebagai tipe tiang Strauss, dalam menentukan daya dukung izin, tiang ini harus menggunakan angka keamanan minimal 4,0 Sedang dalam pelaksanaannya tetap harus dilakukan uji pembebanan tiang sesuai ketentuan yang berlaku. 3.6.6 Fondasi Tiang-Rakit (Pile-Raft) a. Disain fondasi tiang-rakit(pile-raft) perlu meliputi analisis sebagai berikut : 1) Distribusi beban pada masing-masing tiang 2) Daya dukung Fondasi tiang-rakit 3) Perhitungan poer dan tie-beam khususnya kekuatan tie-beam terhadap differential settlement 4) Efek klompok tiang 5) Pengaruh beban lateral pada kepala tiang 6) Settlement elastic dan konsolidasi 7) Gaya angkat (uplift) oleh tekanan hidrostatik atau gaya cabut oleh pengaruh gempa 8) Kapasitas fondasi yang harus dibuat lebih kuat dari kolom dasar dan/atau dinding geser 9) Sambungan tiang kecuali dengan system yang telah melalui serangkaian test. b. Penguunaan system fondasi yang merupakan gabungan antara fondasi tiang dan fondasi rakit diperkenakan dengan memperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut : 1) Tiang fondasi yang digunakan bersifat tiang friksi (friction-pile) 2) 75% beban yang bekerja pada fondasi harus ditahan oleh daya dukung izin salah satu sistim dari sistim gabungan tadi baik oleh fondasi tiang atau oleh fondasi rakit. 3) Dalam analisis rakit bertiang, dalam hal kepentingan fondasi tiang, beban yang dipikulkan pada rakit tidak boleh lebih besar dari 25% dari beban total yang ada. Kecuali dapat didukung atau dibuktikan dengan suatu analisis detail inetraksi tanah, tiang, rakit yang rasional 4) Distribusi gaya-gaya yang masuk kesistim fondasi tiang dan fondasi rakit harus dilakukan dengan metode numeric yang rasional 5) Pada pengunaan tiang fondasi yang tidak berfungsi sebagai fondasi tiang permanen, maka perencana harus bisa menunjukan bahwa pada saat tiang tidak dibutuhkan, tiang tersebut harus sudah gagal terlebih dahulu. 6) Penurunan bangunan yang menggunaka sistim fondasi tiang rakit tidak boleh lebih dari 15cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukkan bahwa struktur bangunan mampu mendukung penurunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan. Besaran ini bisa dilampaui apabila dapat dibuktikan tidak akan terjadi hal-hal negative pada bangunan tersebut sendiri maupun terhadap lingkungan sekitarnnya. 7) Bilamana dianggap perlu, pada penggunaan system fondasi rakit-rakit, DP2B bila diminta untuk dilakukan pelaksanakan instrumentasi pada system fondasi ini untuk mengamati prilaku system. Instrumentasi ini agar direncanakan oleh Konsultan Perencana dan disampaikan untuk mendapat persetujuan TPKB-DKI. c. Untuk desain fondasi tiang-rakit, perencana harus melakukan analisis detail menggunakan metoda numerik yang rasional untuk mendapatkan distribusi gaya. Gaya-gaya yang masuk ke fondasi tiang dan fondasi rakit metoda numerik dengan pemodelan reaksi tanah dan tiang dengan pegas-pegas yang reprentatif yang dapat menunjukan prilaku tegangan dan deformasi system fondasi tiang-rakit dapat digunakan. Saat ini , tersediannya software yang dapat memodelkan interaksi system soil tiang rakitsecara lebih rasional dengan menggunakan continuum model tanah nonlinear, maka analisis dengan mengunakan pendekatan interakti system tanah-tiang-rakit ini dapat digunakan. 3.7 Elevasi Perencanaan Muka Air Tanah Dalam memperhitungkan gaya uplift maximum pada perencaan system fondasi dan basement perencana wajib memperhitungkan hal-hal sebagai berikut : a. Kondisi air permukaan b. Jenis lapisan tanah c. Tinggi muka air tanah maximum dengan memperhatikan lluktuasi muka air tanah selama usia rencana d. Kondisi bangunan ataupun pelaksanaan bangunan. 3.8 Penurunan Bangunan Perencana harus melakukan analsis/perhitungan penurunan (settlement) bangunan baik untuk jangka waktu pendek (penurunan elastic/immediate) maupun janhka waktu panjang(penurunan konsolidasi). Dalam perhitungan penurunan bangunan pengaruh dari beban bangunan-bangunan disampingnya harus diperhitungkan interaksi sebagai pedoman, penurunan jangka panjang hendaknya dibatasi sampai maksimum 15cm, kecuali dapat dibuktikan atau ditunjukan bahwa struktur bangunan mampu mendukung penrunan maksimum yang terjadi dan tidak akan menimbulkan pengaruh pada lingkungan sedangkan penurunan diferensial antara 2titik pada denah bangunan tidak memberikan sudut lebih dari 1:300 3.9 Subgrade Modulus Pengunaan besaran subgrade modulus dari plate bearing test atau pressure metertest atau dari analisis penurunan (immediate dan konsolidasi) harus dilakukan dengan penyesuain berdasarkan pertimbangan dimensi konstruksi fondasi. Kondisi lapisan tanah, dan beban yang bekerja proses analisis harus dilakukan dengan proses iterasi hingga tercapai konvergensi subgrade modulusyang digunakan dengan subgrade modulus dari deformasi yang didapat. 3.10 Perhitungan Konstanta Pegas Tanah atau Sistem Fondasi Perencana harus meyampaikuan perhitungan konstanta pegas dari tanah atau system fondasi untuk perencanaan detail, tie-beam, pile-cap, rakit/tiang, dan lantai basement. Perhitungan konstanta pegas ini harus memperhitungkan besarnya baik total maupun beda settlement (immediate dan konsolidasi) yang telah dihitung dari kondisi lapisan-lapisan tanah dan system fondasi. Perencana juga harus memperhatikan distribusi nilai konstanta pegas pada areal large pile-cap atau rakit sebagai konsukuensi dari adanya beda settlement tersebut. Dengan demikian untuk suatu system large pile-cap atau rakit, dishing-effect termodelkan secara representative. Untuk perhitungan detail struktur lare pile-cap, atau rakit yang menggunakan pegas sebagai reaksi tanah atau system tanah-fondasi tiang, maka proses iterasi untuk memenuhi kompatibilitas distribusi penurunan yang didapatkan dari hasil perhitungan penurunan dan yang didapatkan dari hasil perhitungan penurunan dan yang didapatkan dari hasil perhitungan struktur dengan pegas-pegas. Dengan tersedianya software yang dapat memodelkan interaksi system tanah-tiangrakit secara lebih rasional dengan menggunakan continuum model tanah non-linear, maka analisis dengan menggunakan pendekatan interaksi system tanah-tiang-rakit ini dapat dilakukan untuk dapat memberikan tingkat akurasi yang baik. 3.11 Hubungan Pile dengan Pile-Cap Perencana harus menunjukan perilaku dan kekuatan hubungan pile dengan pile-cap mempunyai daktilitas yang baik, dimana pada kondisi bebang lateral nominal gempa dikalikan f2(sesuai SNI-03-1926-2002), gaya-gaya dalam yang terjadi pada hubungan tersebut harus mampu ditahan oleh tulangan yang ada. 3.12 Kombinasi tipe fondasi pada Satu Kolom Penggunaan tipe fondasi dalam yang dikombinasikan dengan tipe fondasi dangkal pada pendukung suatu kolom sedapakat mungkin dihindrarkan. Hal ini dapat dilakaukan bila digunakan analisis yang rasional dan dapat dibuktikan dengan teori yang bisa dipertanggungjawabkan serta didukung data-data yang sesuai baik jenis dan metode pengetestannya. Selain itu kondisi-kondisi ekstrim harus ditinjau, dan untuk mengurangi pengaruh ketidakpastian maka perlu dilakukan langkah-langkah yang agak konveratif. 3.13 Analisis Basement Analisis basement harus mencakup hal-hal sebagai berikut : a. Didnding basement, kuhususnya terhadap tekanan lateral statik dan seismic b. System pemukul dinding basement, khususnya terhadap tekanan keatas c. System pemikul lanatai basement : d. Analisis dan desain pile-cap, tie-beam, atau rakit (raft) dan lantai basement berdasarkan informasi deformasi atau konstanta pegas tanah atau system tanah fondasi. e. Kemantapan basement secara keseluruhan, apakah diperlukan bobt pengeimbang uplift dan/atau momen guling akibat gempa. 3.14 Tekanan Tanah pada Dinding Basement a. Tekanan tanah kondisi static : 1) Tekanan tanah pada dinding basement harus diperhitungkan berdasarkan keadaan terburuk selama masa layanan bangunan, yakni minimal sebesar tekanan tanah “at rest” Ko(dengan parameter tanah kondisi drained untuk tanah lempung jauh) tekanan tanah aktif hanya boleh diperhitungkan pada konstruksi; dalam hal ini berlaku bagi konstruksi penahan tanah sementara. 2) Tekanan tanah pasif boleh diperhitungkan menahan dorongan akibat tinggi tanah yang berbeda dua sisi penahan tanah,hanya apabila system fondasi dan struktur dapat mengakomodasi deformasi lateral yang diperlukan untuk membangun tekanan tanah pasif tersebut. b. Tekanan Tanah Akibat Gempa 1) Pengaruh dempa pada dinding basement harus diperhitungkan dengan menggunakan tekanan tanah dengan beban gempa sesuai klasifikasi site SNI-03-1726-2002. Beban gempa yang digunakan adalah bebna yang telah memperhitungkan adanya ampilifikasi seismik dari batuan dasar (baserock) ke level dinding basement. Tekan ini tidak perlu melebihi tekanan pasif tanah pada kondisi gempa. Metode analisi yang digunakan harus yang rasional dan mempunyai rujukan yang layak, serta memperhitungkan kondisi lingkungan distribusi beban lateral akibat gempa yang umumnya lebih besar pada level atas basement dan menurun sebagai fungsi kedalaman basement perlu diterpakan untuk perhitungan struktur basement ini. Beban gempa yang digunakan harus sesuai dengan beban struktur atas dan bila digunakan LRFD (Load Ressistence Factor Design)untuk struktur atas, maka besaran tekanan lateral kerja tadi boleh direduksi dengan membagi beban struktur atas tadi dengan faktor beban yang sesuai dalam analisis struktur atas. 2) Tekanan air pada dinding dan dasar basement harus ditetapkan berdasarkan tinggi muka air maksimum yang mungkin terjadi selama masa layanan bangunan yang akan dibuat dalam menetapkan tinggi muka ia maksimum harus dipertimbangkan adanya air permukaan dari aliran airhujan dan banjir, jenis lapisan tanah, kondisi bangunan serta pelaksanaan bangunan bilamana tidak dapat ditunjukan dengan data yang akurat dan analisis yang lengkap, maka muka air tanah harus diletakkan pada elevasi banjir dilokasi proyek, dengan catatan elevasi tersebut tidak boleh lebih rendah dari permukaan tanah sebelum bangunan ini dibuat. 3.15 Analsis Tanah Khusus a. Desain fondasi tiang harus meliputi analisis sebagai berikut. Untuk struktur bangunan yang memiliki sifat khusus seperti tanah sangat lunak, tanah ekspansi, tanah urugan tinggi dan lapisan tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi seperti lahan reklamasi maka perencana harus menyampaiakan analisis tanah khusus dan analisis potensi likuifaksi dan tehnik perbaikan tanah atau eknik penanggulangannya b. Bagaiamana dalam lapisan tanah 30m paling atas terdapat uraian pasir jenuh, maka harus ada analisis potensi likuifaksi serta system fondasi harus diperhitungkan terhadap beban likuifaksi dan sebaran rateral (rateral spread) c. Bilamana gedung yang akan dibangun mempunyai periode getar panjang diatas 2detik, dan bila mana dalam lapisan tanah 30m paling atas terdapat lapisan lempung lunak (SU< 50 kPa) dengan ketebalan lebih dari 3m, maka system fondasi harus dianalisis terjadinya interaksi tanah-fondasi dan struktur 3.16 Analisis Detail Elemen-Elemen System Fondasi a. Analisis serta analisis detail dimensi elemen dan system fondasi termasuk struktur penahan tanah lateral. Harus dilakukan terhadap gaya gravitasi, gempa, angin dan beban khusus baik dari struktur atas maupun terhadap tekanan tanah, beban air banjir, dan beban lain yang dilimpahkan, pada system fondasi tersebut. Hasil analisis harus bisa menunjukan bahwa daya dukung kapasitas masih mencukupi dan deformasi tanahtidak melampaaui batas yang berlaku b. Bilamana letak elemen system fondasi cukup dekat (jarak horizontal masih 1 order of magnitude dengan kedalaman fondasi), interaksi antara elemen fondasi tersebut harus diperhitungkan dalam analisis, dengan mencakup pegaruh non-linearitas serta pengaruh non-elastik c. Anailisis serta analisis detail dimensi elemen dan system fondasi termasuk struktur penahan tanah lateral harus dilakukan, dengan menggunakan cara-cara yang lazim dalam praktek dan dilakukan dibawah tanggungjawab ahli yang memiliki SIPTB. d. Sambungan antara elemen tiang fondasi dan plat, balok, dan kepala tiang harus memenuhi persyaratan terhadap semua beban yang mungkin bekerja pada sambungan tersebut secara khusus, sambungan tersebut harus mampu menahan beban gempa kuat, dan memenuhi persyaratan daktilitas e. Tiang atau plat fondasi yang terbuat dari baja, harus dibuat dengan memperhitungkan faktor korosi f. Detail penulangan fondasi tiang harus memenui persyaratan dalam aturan tentang konstruksi beton, serta harus ditetapkan dengan memperhitungkan distribusi beban kerja sepanjang dinding tiang. 3.17 Perhitungan Dengan Program Komputer a. Bila analisis geoteknik untuk desain fondasi, system penahan galian, dinding bersemen, atau interaksi tanah-struktur menggunakan program computer, maka perlu ada penjelasan yang baik mengenai program yang digunakan, yang meliputi asumsi-asumsi yang digunakan, gambar pemodelan parameter-parameter tanah yang digunakan . program-program yang sudam umum digunakan untuk analisis pondasi fondasi dan geoteknik ini antara lain adalah APILE, LPILE, SHAFT, GROUP, SLOPE/W, SIGMA/W, SEEP/W, PALXIS, SETTLE/G, SAFE. b. Asumsi atauun penyerdahanaan yang digunakan dalam pemodelan struktur harus dijelaskan. c. Input komputer perlu disertakan dalam pengajuan izin . output hasi perhitungan computer harus disertakan dan diberikan penjelasan lengkap mengenai hasil perhitungan computer tersebut yang dijadikan sebagai dasar untuk desain. 3.18 Gambar-gambar Perencanaan Fondasi/Struktur Bawah Gambar-gambar desain fondasi harus disiapkan dan dimasukan ke TPKB sesuai dengan perhitungannya. Gembar-gambar desain yang perlu dimasukan terutaina detail-detailyang penting perlu diperiksa, misalnya jarak tiang, tulang pur (pile-cap) dan stek tulangan kolom yang harus sesuai jumlahnya dengan jumlah tulangan kolom yang dibutuhkan. Gambargambar desain fondasi /struktur bawah ini harus meliputi : a. Lay-out denah dan potongan b. Jarak antar tiang c. Tulangan poer (pile-cap) dan tie-beam d. Tulanagan dinding penahan/dinding basement e. Detail-detail yang perlu f. Hubungan dengan lantai atau dinding basement BAB IV LAPORAN UJI PEMBEBANAN TIANG FONDASI 4.1 a. b. c. d. e. f. Umum pembebanan yang perlu dilakukan : 1) Percobaan pada phase pendahuluan atau sebelum peleksanaan, sebagai dasar perencanaan untuk penentuan daya dukung fondasi yang dilakukan pada saat sebelum perencanaan dilaksanakan atau sebagai konfirmasi kebenaran dasar perencanaan. Lokasinya dipilih sedemikian rupa pada kondisi tanah yang relative terburuk dilapangan. 2) Uji pembebana pada phase pelaksaan, sebagai pembuktian besarnya daya dukung rencana pada system fondasi, struktur penahan tanah dan bagian struktur bangunan terpenuhi. Lokasinya dipilih pada yang paling krusial dan pelakasanaan yang relative paling mencurigakan/nilai pelaksanaan terburuk. apabila hasil uji pembebanan tidak memenuhi daya dukung dalam perencanaan maka perlu diadakan peninjaun kembali perencanaan berdasarkan hasil uji pembebanan tersebut. prosedur dan interprestasi hasil uji pembebanan harus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM edisi terakhir. Hasil uji pembebanan harus dibuat dan ditantangani oleh tenaga ahli serta dievaluasi oleh perencana struktur untuk selanjutnya disampaikan ke Dinas. Besarnya beban pada uji pembebanan minimal 200% dari beban rencana Uji pembebanan pendahuluan seperti pada 5.1.1 a, tidak diperlukan jika kondisi meyakinkan atau angka keamanan (FK) daya dukung fondasi cukup tinggi. 4.2 Uji Pembebanan Pada Fondasi Tiang a. uji pemebebanan pada system fondasi tiang disyaratkan terhadap perencana struktur bangunan yang mempunyai kriteria sebagai berikut : 1) Untuk seluruh struktur bangunan sedang dan tinggi 2) Untuk struktur bangunan rendah apabila beban kerja fondasi tiang lebih besar atau sama dengan 70% dari daya dukung tiang yang diijinkan. b. Jumlah tiang percobaan beban aksial tekan adalah sebagai berikut : 1) Untuk fondasi tiang bor (bored pile) minimum satu tiang percobaan untuk setiap 75 tiang yang ukuran penampangnya sama . 2) Untuk fondasi tiang (drive pile) minimum satu tiang percobaan untuk 100 tiang yang ukuran penampangnya sama. 3) Untuk fondasi tiang yang jumlahnya kurang dari 75 dan/atau fondasi tiang pancang yang jumlahnya kurang dari 100, maka minimal 1 tiang percobaan dilakukan setiap ukuran penampang yang sama. c. Tambahan dari ketentuan tersebut diatas adalah, bahwa uji pembebanan aksial harus dilaksanakan untuk semua jenis fondasi sebagai berikut, kecuali desain fondasi dengan S.F. min =4 N ≤ 1000; Ntest = 1,0% * N N ≤ 3000; Ntest = 0,8% * N N ≤ 6000; Ntest = 0,5% * N N ≤ 8000; Ntest = 0,4% * N Dimana N = jumlah tiang, dan minimal 40% test dilakukan pada tahap konstruksi dan 60% bisa pada sebelum tahap konstruksi. Untuk semua fondasi tiang yang dijelaskna pada butir 4.6.5 (yang dilaksanakan dengan wah-boring dan strauss-pile) pelaksanaan uji pembebanan aksial tetap harus dilakukan walaupun menggunakan S.F = 4. d. Besar beban percobaan pada pelaksanaan uji pembebanan tiang yang bersifat used-pile (used pile tiang yang akan mejadi bagian dari fondasi bangunan) adalah 200% daya dukung rencana untuk memikul beban gravitasi untuk uji beban aksial, dan 200% kali daya dukung rencana untuk memikul beban lateral akibat gravitasi dan akibat beban gempa rencana. e. Batasan deformasi pada 200% pembebanan rencana: 1) 25mm untuk tiang dengan diameter max 80cm 2) 4% diameter untuk tiang > 80cm. f. Deformasi permanen yang terjadi setelah dilakukan unloading dan pembebanan 200% tidak boleh melewati suatu nilai yang ditetapkan dalam pedoman yang ada. g. Untuk kondisi-kondisi khusus, misalnya pada tiang bor diameterbesar dengan pangjang > 30m, dimana penggunaan daya dukung ujung bawah tiang diterapkan dengan FK yang tinggi atau ada provisi penurunan tambahan, maka pelaksanaan instrumented pile test sangat dianjurkan untuk kondisi ini. h. Evaluasi hasil pelaksanaan loading test harus dilakukan dengan minimal 3cara yang rasionil, dimana hasil yang digunakan tidak boleh diambil dari hasil yang maximum. i. Bila hasil uji pembebanan menunjukan kapasitas ultimate fondasi kurang dari 250% * beban rencana, maka pile masih bisa digunakan dengan daya dukung ultimate fondasi hasil uji pembebanan ini. Nilai kapasitas ultimate ini tidak boleh terlampaui dari reaksi kefondasi akibat beban struktur atas pada saat gempa kuat, sesuai konsep dalam butir 4.2.3 sedang pile yang dalam loading test dinyatakan gagal masih bisa digunakan, bila hasil setelah dievaluasi menunjukan bahwa tiang tersebut bukand end bearing pile dan jika ternyata kegagalannya bukan karna struktur tiang itu sendiri. Untuk itu harus dilakuka PIT(Pile Integrity Test) dahulu untuk memastikannya. Hasil pelaksanaan uji pembebanan (loading test) harus dievaluasi oleh perencana dengan menggunakan sedikitnya 3(tiga) cara yang umum di gunakan di DKI. j. Jumlah tiang percobaan arah horizontal (lateral) adalah minimal 1 tiang percobbaan untuk setiap tiang yang ukuran penampangnya sama. Ditentukan jumlah test lateral dari tiang fondasi adalah 10% dari jumlah test total(test aksial dan lateral) sebagaimana ditentukan dalam Bab penentuan jumlah test aksial tiang; dengan ketentuan tambahan sebagai berikut : 1) Minimum satu lateral test harus dilaksanakan 2) Sisa jumlah test lateral harus didistribusi secara proportional pada tiap dimensi tiang yang berbeda Test ini harus dilakukan pada bangunan-bangunan yang menggunakan tiang fondasi, dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Semua bangunan yang tidak menggunakan basement. 2) Oada bangunan dengan basement dan menggunakan fondasi tiang, dimana tiang – tiang fondasi digunakan untuk menah gaya lateral. 3) Pada bangunan dengan tiang fondasi yang mempunyai beban horizontal rencana > V (=C*I/R)* beban aksila rencana pada fondasi yang bersangkutan Dimana V,C,I,R adalah faktor-faktor koefisien penentuan besar gaya geser rencana sesuai ketentuan SNI-031726-2002. 4) Bila terdapat basement lebih dari 2(dua) lapis, dan hasil analisis menunjukan bahwa daya dukung lateral keseluruhan sistim fondasi dibagi faktor keamanan masih melebihi beban lateral yang bekerja, maka tidak diperluka n uji pembebanan lateral Prosedur test harus mengikuti : 1) Prodedur standard dari ASTM D-3996-81, total pembebanan 200% beban izin rencana. 2) Kondisi test adalah dengan free-head Beban Rencna awal harus didasarkan pada perhitungan analisis yang disesuaikan dengan parameter tang, sifat dan jenis pile, kekuatan pile, dan formula beserta faktor keamanan yang harus digunakan. Pergeseran maksimum kepala tiang pada pelaksanaan test(kondisi free-head) harus memenuhi besaran-besaran = 1) 10mm pada beban 100% beban rencana 2) 25mm pada beban 200% beban rencana Berhasil atau tidaknya suatu uji pembebanan lateral adalah ditentukan dari besaran deformasi lateral. Bila deformasi lateral lebih kecil dari 10mm pada pembebanan 100% beban lateral rencana atau lebih kecil dari 25mm cm pada pembebanan 200% beban lateral rencana dan tidak terjadi kegagalan structural pada tiang fondasi, maka test lateral tersebut dinyatakan berhasil. Bila pada kondisi beban 200% beban rencana deformasi yang disyaratkan tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan penyesuaian dengan menggunakan kurva beban-defleksi, serta syarat-syarat batas yang ada, sedemikian rupa sehingga deformasi pada beban rencana masi kurang dari 10mm dan faktor keamanan minimum yang ada masih memenuhi syarat. Pada kodisi sesungguhnya, bisa diperkenakan pergeseran kepala tiang yang lebih besar dari batasan diatas pada kondisi gempa kuat atau beban kapasitas struktur atas, dengan catatan tidak terjadi plastifikasi pada fondasi tiang. Pada peninjauan ini perlu dilakukan analisis detail tiang lateral dengan seksama dan menunjukan pengaruh-pengaruh kondisi reduksi kelompok dan kondisi fixity sebenarnya. Pada analisis lateral tiang kelompok ini disarankan menggunaka program computer yang telah memperhitungkan sifat nonlinear tanah (seperti menggunaka kurva p-y dan reduksi kelompok sesuai konfigurasi fondasi tiang yang ada) k. Dalam hal jumlah tiang percobaan beban aksial lebih besar dan 4 tiang percobaan maka maskismal dua dari jumlah tersebut dapat dipakai untuk percobaan beban horizontal l. Percobaan beban arah horizontal harus dilaksanakan pada kepala tiang yang direncanakan (cutoff level) m. Percobaan dengan PDA (Pile Driving Analyzer) hanya dibenarkan untuk dipakai sebagai pembanding dari percobaan beban aksial yang disyaratkan pada butir 5 2 b dengan jumlah maksimal 25% dari yang disyaratkan. Yang lainnya, yaitu 75%nya tetap harus mmpergunakan system pemebebanan statik. Dari antara tiang uji tersebut diatas, harus terdapat tiang yang di uji secara statik dan PDA Hasil PDA harus dikorelasikan dengan hasil uji static dengan memperhatikan bahwa PDA belum dapat dianggap sepenuhnya mengganti uji beban statik. Pada proyek-proyek dimana terdapat jumlah tiang yang sangat besar. Sehingga angka jumlah tiang percobaan sejumlah 1% dari jumlah tiang pancang (atau 1,33% untuk jenis tiang bor) menjadi suatu jumlah yang besar, dalam hal ini diijinkan adannya pengurangan jumlah tiang yang harus ditest, dengan syarat bahwa ada sejumlah tiang yang ditest rangkap. Artinya disamping mengalami uji pembebanan aksial biasa juga mengalami non destructive testing lainya sebagai bahan korelasi sehubunga dengan itu. TPKB mengijinkan metoda dengan PDA sebagai metoda testing kedua tadi, tetapi dengan suatu ketetapan bahwa PDA ini belum dapat menggantikan sepenuhnya percobaan beban konvensional. Pada uji pembebanan yang direkomendasikan dengan metoda PDA, maka jumlah tiang yang harus ditest dapat dikurang 25% kemudian, dari 75% yang harus mengalami uji pembebanan aksial static ini pada sepertiganya dilakukan testing dengan PDA sebagai bahan perbandingan. Jadi, jumlah percobaan seluruhnya tetap 1% dari jumlah tiang pancang (atau 1,33% dari jumlah tiang bor) seluruhnya n. Percobaan beban aksial tarik dilaksanakan apabila dianggap perlu Percobaan beban aksial tarik perlu dilakukan untuk tiang fondasi yang direncanakan terhadap beban tarik. Untuk tiang tarik, minimum satu tiang percobaan untuk setiap 100 tiang yang ukuran penampangnya sama dengan minimal 1 tiang percobaan. Uji pemebebanan tarik ini merupakan bagian dari persyaratan jumlah uji pembebanan yang ditetapkan pada ketentuan menegnai persyaratan jumlah uji pembebanan aksial tiang o. Dalam melakukan percobaan tiang fondasi baik untuk test pembebanan aksial tekan dan tarik maupun pembebanan lateral, prosedur pelaksanaan test harus mengikuti ketentuan dalam S.N.I menegnai uji pembebanan tiang. Bila terdapat hal-hal yang tidak terdapat dalam S.N.I ini, maka bisa di gunakan prosedur yang sesuai dari A.S.T.M dan bila tetap tidak terdapat dalam A.S.T.M bisa di gunakan prosedur dari British standard (B.S) p. Percobaan Beban Pada Struktur Dinding Penahan Tanah Percobaaan beban pada struktur dinding penahan tanah harus dilakukan pada struktur yang di gunakan jangkar (Ground Anchor). Beban jangkar yang diizinkan ini tergantung pada panjang bagian ujung kabel jangkar yang di grouting (Bond Length) dan dari jenis tanah dibagian itu hasil percobaan ini harus di periksa dari segi prosedur percobaannya dan dari interpretasi hasilnya. Dalam hal ini baik prosedur maupun interpretasi hasilnya harus mengikuti standart A.S.T.M edisi terakhir atau standart yang setara misalnya British Standard. Proof test perlu dilakukan untuk setiap Ground Anchor sampai beban level tertentu sesuai rekomendasi pedoman ini BAB V PERENCANAAN STRUKTUR 5.1 Kriteria Perencanaan Pada bagian awal laporan perhitungan struktur harus di sampaikan hal-hal yang menjadi dasar dalam perencanaan struktur yang di sampaikan dimana terutama yang harus dijelaskan a.l.: a. Ukuran dan tinggi bangunan-bangunan berikut jumlah lapis tiap bangunan dan juga ada atau tidak adanya basement b. Batasan-batasan hal atau kondisi yang di rencanakan termasuk lingkup perencanaan yang di lakukan/ di laporkan c. Penggunaan bangunan d. Perarturan-peraturan yang di pergunakan e. Sistem struktur penahan beban gravitasi f. Sistem struktur penahan pengaruh gravitasi g. Mutu material h. Metode dan asumsi pada perhitungan i. Program komputer yang di pergunakan j. Penjelasan mengenai jenis tanah k. Jenis fondasi yang di pergunakan l. Dan lain-lain hal yang di anggap perlu untuk disampaikan agar bisa dimengerti mengenai perencanaan yang di lakukan m. Perhitungan struktur sekunder (yang mempunyai pengaruh signifikan dan bisa membahayakan publik) 5.2 Penjelasan langkah perhitungan struktur a. Langkah perencanaan yang telah dilakukan agar dijelaskan baik menyangkut asumsi yang diambil, penentuan taraf penjepitan lateral, dan hal-hal lain yang dipandang penting untuk diketahui TPKB b. Pada perhitungan yang menggunakan program komputer agar dijelaskan data input ataupun output yang disertakan. c. Agar di terangkan secara ringkas mengenai kelengkapan perhitungan detail yang ada. d. Asumsi pada perhitungan fondasi dan kelengkapan agar disampaikan ringkasan nya 5.3 Sistem Struktur a. Gambar-gambar denah struktur (Struktur layout) agar disertakan pada laporan perhitungan struktur baik untuk pengajuan izin struktur bawah ataupun izin struktur atas b. Pada denah struktur agar jelas menunjukan jarak-jarak dimensi element struktur sumbu-sumbu bangunan, Dll. c. Semua jenis material yang di pergunakan untuk semua element struktur utama agar dijelaskan. d. Untuk struktur baja, agar tipe struktur, sambungan dan asumsi titik-titik hubungan antar batang-batang diberikan penjelasan. e. Sistem fondasi agar dijelaskan secara umum saat penyampaian berkas struktur 5.4 Pembebanan a. Agar dijelaskan peraturan beban yang dipakai terutama beban-beban yang akan berpengaruh besar pada struktur, dan agar mengacu pada ketentuan dalam bab 3.4 sebagai suatu besaran minimal b. Kombinasi pembebanan yang harus dihitung atau ditinjau harus mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku sebagai mana disebutkan pada bab 3.4 c. Besar dan jenis pembebanan vertikal yang menjadi dasar pembebanan pada tiap lantai agar dijelaskan, begitu juga penganbilan reduksi beban hidup yang digunakan baik untuk portal, kolom dan fondasi, serta saat peninjauan kondisi gempa d. Beban-beban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual yang ada di masyarakat pengguna bangunan dan juga lingkungan nya e. Pembebanan untuk pengaruh gempa agar mengacu kepada bab 3.4 dan 6.8 f. Pengaruh angin selain mengacu pada bab 3.4 juga agar ditinjau dengan peraturan dari negeri lain yang pengaruh beban angin nya besar. Terutama dalam memperhitungkan pembesaran angin pada bangunan-bangunan yang tinggi sekali dan juga pada strukturstruktur sekunder yang bisa membahayakan pengguna bangunan masyarakat sekitarnya ketentuan pada pasal 69 agar diperhatikan g. Beban tekanan tanah dan tekanan air yang bisa mempengaruhi besar gaya-gaya dalam perhitungan struktur agar turut diperhitungkan saat merencanakan struktur termasuk saat terjadi gempa 5.5 Ketentuan tentang material dan penampang a. Perencana wajib menyampaikan data-data utama dari perencanaan struktur beton yang ada, meliputi: 1) Mutu beton dan batas-batas bila ada yang berbeda mutunya 2) Mutu baja tulangan untuk tiap element struktur beton. 3) Ketentuan tentang penampang retak yang digunakan pada perhitungan struktur agar mengikuti nilai pada peraturan beton (SNI-03-2847-2002) 4) Agar dijelaskan asumsi bentuk penampang balok yang digunakan pada perhitungan, apakah balok persegi dengan plat sebagai element shell, balok T atau lain nya b. Untuk penggunaan struktur baja, agar dijelaskan tentang: 1) Mutu material batang-batang (Element/ member) 2) Mutu alat penyambung baik baut, las, stud, plat sambungan, Dll c. Pada struktur yang menggunakan struktur kayu yang direncanakan dengan mengikuti peraturan konstruksi kayu Indonesia yang berlaku, dan agar disampaikan data utamanya: 1) Kelas kuat dan kelas awet kayu yang dipakai 2) Mutu dan jenis alat penyambung yang dipakai 3) Tipe/ jenis detail sambungan yang diterapkan d. Dalam modelisasi dan analisis struktur baik untuk statik maupun dinamik analisis, elastisitas modulus beton senantiasa diambil sesuai dengan pasal 10.5 butir 1 SNI-03-2847-2002 modulus elastisitas baja struktural dapat diambil sesuai pasal 5.1.3 SNI-03-1729-2002; sedang untuk struktur kayu agar mengikuti ketentuan peraturan konstruksi kayu Indonesia yang berlaku e. Dalam hal slab lantai daerah atau dua arah dengan balok, maka kekakuan balok senantiasa dihitung sebagai balok T atau L terkecuali bilamana dalam modelisasi dan analisa struktur, element slab dimodel kan dengan element cangkang (Shell) atau plat lentur (Plate bending) potongan balok dapat dimodelkan sebagai persegi panjang. 5.6 Perhitungan dengan program komputer a. Bila menggunakan program komputer yang belum dikenal secara umum, ataupun program yang dikembangkan sendiri maka harus disampiakan penjelasan tentang program tersebut baik mengenai prinsip yang dipakai, kriteria penggunaan batasan-batasan, pembuktian dengan program yang bisa dikatakan sudah baku seperti ETABS, SAP, SAFE, GT-STRUDL, SANS, Dll b. Asumsi ataupun penyederhanaan yang digunakan didalam pemodelan struktur harus dijelaskan c. Penomoran-penomoran identifikasi element-element kolom, bentang/ bay, dinding/ wall, Dll. Yang menjadi data input programpada perhitungan utama harus disampaikan d. Tampak 3-D dari struktur utama dan denah/ plan/ layout tiap lantai serta beberapa elevasi yang penting keluaran program komputer agar dilampirkan juga beberapa data utama dalam bentuk print out agar disampaikan, meliputi penampang element-element struktur, Dll. e. Asupan atau input komputer dengan dilengkapi dengan informasi utamanya seperti pemodelan, pembebanan dan lainnya wajib disertakan dalam pengajuan izin bila diperlukan TPKB bisa meminta data input dalam bentuk data elektronik f. Output hasil perhitungan komputer harus disertakan untuk bagian-bagian yang penting-penting dann mewakili keswluruhan struktur, dengan diberikan ringkasannya (summary). Unutk elemen-elem pokok wajib disampaikan dengan jelas. Untuk elemen-elemen sekunder sperti plat, balok anak tangga; sejauh tidak terdapat hal-hal yang istemewa cuckup resume hasil dan data utama yang disertakan. Untuk, elemen sekunder yang bersifat khusus, perencana struktur wajib manyamapaiakan laporan perhitungan lengkap. g. Reaksi-reaksi pada fondasi akibat pemebebanan tetap dan sementara agar disampaikan meliputi reaksi vertikal, lateral dan momen. 5.7 Perhitungan Pengaruh Beban Gravitasi a. Besar beban yang dipergunakan dalam perencanaan pengaruh beban gravitasi minimal besarnya sebagaimana ditentukan dalam pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung S.K.B.I1.3.53.1987;UDC: 624.042 b. Bebanbeban yang diperhitungkan harus memperhatikan juga kondisi aktual dan kebiasaan yang ada dimasyarakat pengguna bangunan yang direncanakan, dan juga lingkungannya. c. Besar dan jenis pembebanan gravitasi yang menjadi dasar pembebanan pada tiap lantai agar dijelaskan dan dirinci baik beban mati maupun beban hidupnya. Begitu juga agar dijelaskan pengambilan reduksi beban hidup yang digunakan baik untuk portal, kolom dan fondasi, serta saat peninjauan kondisi gempa. 5.8 Perhitungan Pengaruh Gempa a. Perencanaan pengaruh gempa pada struktur bangunan agar mengacu pada peraturan gempa yang berlaku, dalam hal ini standar nasional indonesia SNI 03-1726-2002 : tatacara perencanaan pertahanan gempa untuk bangunan gedung ketentuan-ketentuan pokok dalam penentuan besar gaya gempa seperti: wilayah gempa, faktor R(angkar reduksi beban gempa), faktor jenis tanah, dan faktor keutamaan : agar disampaikan. Demikian juga besar berat tiap lantai, geser tingkat, gaya pertingkat, dan juga peninjauan eksentrisitas tambahan. Simpangan tingkat dan antartingkat agar diperiksa sesuai peraturan. Bila mana perlu nilai R harus diperiksa lagi setelah perhitungan pengaruh gaya gempa besarnya beban gempa sangat ditentukan oleh tingkat daktilitas sistem struktur demikian pula agar pengaruh P-Δ ditinjau. b. Dalam menentukan faktor reduksi gempa R agar mengacu kepada peraturan yang ada dimana dapat ditentukan dengan dua cara: 1) Faktor reduksi gempa R ditentukan oleh tingkat daktilitas dan sistem yang dipilih. Besarnya R dari sistem tunggal atau ganda senantiasa dapat ditentukan pasal 4.3 SNI03-1726-2002 khususnya tabel 3 tenang daktilitas struktur bangunan, sepanjang tingkat daktilitas yang dipilih sesuai dengan tingkat pendetailan yang dilakukan sebagaimana diataur didalam SNI-03-2847-2002 atau SNI-03-1917-2002 2) Penentuan nilai R representative dari sistem struktur yang terdiri dan beberapa susbsistem tunggal dalam arrah gempa yang ditinjau dapat juga ditentukan dengan cara rata-rata berbobot sesuai pasal 4.3.5 persamaan (7) dengan demikian nilai R representative untuk struktur 3/D juga ditentukan dengan nilai rata-rata berbobot dari faktor reduksi gempab untuk dua arah sumbu koordinat orthogonal, dengan gaya geser dasar masing-masing arah sebagian besaran pembobotnya sebagaimana ditentukan dalam pasal 7.1.2, persamaan (29) tingkat pendetailan dari setiap subsistem harus sesuai dengan nilai R dari masing-masing sub sistem sesuai tabel 3 pada SNI 03-1726-2002. c. Analisis dinamik harus dilakukan bila struktur termasuk tipe struktur bangunan yang harus dihitung dengan melakukan analisis dinamik bagaimana diharuskan oleh peraturan gempa yang berlaku dalam hal ini standar nasional indonesia SNI 03-17262002 : tatacara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung. Data-data perhitungan analisis dinamik yang harus disampaikan a.l : 1) Faktor-faktor utama dalam penentuan besar gaya gempa, meliputi: wilayah gempa, faktor R (angka reduksi beban gempa) faktor jenis tanah dan faktor keutamaan 2) Penentuan masa bangunan 3) Penembahan eksentrisitas rencana pada beban lateral sesuai ketentuan peraturan gempa 4) Kontrol hasil analisis dinamik dimana ragam fundamental tidak dominan dalam rotasi 5) Kontrol waktu getar fundamental 6) Modal mass participation untuk seluruh mode yang ditinjau, nilainya harus lebih besar dari 90% 7) Plot gaya geser tingkat baik hasil penentuan statik, hasil analisis dinamik, geser tingkat nominal yang digunakan pada perencanaan sebagai tindak lanjut dari analisis dinamik 8) Kontrol simpangan antar tingkat pada kondisi layan dan kondisi ultimate 9) Kontrol nilai R bila diperlukan d. Ketentuan dalam peraturan perencanaan tahan gempa indonesia untuk gedung menegenai kombinasi gaya gempa dengan 30% gaya gempa pada arah tegak lurusnya tetap harus diikuti. Ccara-cara lain yang lebih konserpatif boleh dipergunakan e. Untuk kondisi khusus diaman bangunan mempunyai denah yang tidak beraturan atau tidak orthogonal, maka diperkenankan melakukan analisis penagruh gempa dengan perhitungan 3-Dimensi dimana dikerjakan gaya gempa darim satu arah saja tanpa kombinasi dari arah tegak lurusnya. Dalam hal ini harus dilakukan perhitungan penngaruh gempa dengan berbagai arah gaya gempa(di putar-putar) tanpa perlu meninjau gabungan pengaruh gempa 100% pada arah yang ditinjau bersamaan dengan 30% dari arah tegak lurusnya. Sedang mengenai tambahan eksentrisitas tetap harus dilakukan Pengaruh gempa pada bangunan-bangunan yang tinggi agar juga memperhatikan penagruh pada struktur-struktur sekunder yang biasa membahayakan manusia, antaralain pada kulit bangunan (cladding, panel perctak, dll) ataupun elemen nonstruktur lain yang bisa membahayakan penggunan bangunan dan lingkungan sekitarnya. 5.9 Beban Angin a. Pengaruh angin untuk bangunan-bangunan yang rendah bisa mengacu pada bab pada pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung SKBI – 1.3.53.1987;UDC:624.042 3.4 b. Disadari bahwa ketentuan yang berlaku tetnang pembebanan angina yang ada disusun pada masa yang lama sekali dimana bangunan tinggi masih sedikit sekali dan ketentuan yang ada tidak memadai untuk kondisi-kondisi bangunan-bangunan yang sangat tinggi. c. Untuk bangunan-bangunan tinggi penagruh angin selain mengacu kepada bab 3.4, juga agar ditinjau dengan peraturan dari negeri lain yang maju dalam riset mengenau pengaruh beban angina seperti UBC, ASCE, BS. Hal-hal utama dalam memperhitungkan pengaruh angina adalah pembesaran angina pada tiap ketinggian kondisi medan sekitar bangunan arah gust factor koefisien tekan/hisap yang sesuai, dll d. Beban angin dasar pada ketinggian 10m (basic wind speed) untuk penggunaan peraturan lain tadi agar diambil minimal 33m/d (fastest 1mile speed sesuai UBC ‘97) e. Penagruh angin pada bangunan-bangunan yang tinggi terutama agar ditinjau pada perencanaan kulit bangunan (cadding, panel pracetak, dll) f. Wind tunnel test dianjurkan untuk dilakukan pada bangunan-bangunan yang tingginya lebih dari 200m. test ini terutama untuk penentuan besar gaya angin, flexibilitas bangunan. Tekanan angin untuk perencanaan cladding (kulit bangunan). Response pada lantai-lantai atas gedung, dan pengaruh pada pedestrian sekitar bangunan 5.10 Struktur Beton a. Perencanaan struktur beton dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas harus memenuhi ketentuan pada standar nasional Indonesia SNI 03-2847-2002 tatacara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung b. Mutu beton dan baja tulangan yang digunakan agar dijelaskan, termasuk juga terjadi perubahan-perubahannya c. Penggunaan mutu baja untuk tulangan pokok dibatasi sampai kelas mutu baja dengan tegangan leleh 400MPa khususnya pada penggunaan untuk elemen-elemen yang bisa mengalami pelelehan pada saat terjadi gempa, sesuai ketentuan pada standar nasional idonesia SNI 03-2847-2002 : tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung d. Pada perhitungan elemen-elemen struktur beton bertulang agar diberikan penjelasan mengenai langkah atau metode yang dipakai. Hasil perhitungan untuk semua kondisi pembebanan yang sesuai peraturan-peraturan yang ada juga harus disampaikan untuk bagian elemen-elemen struktur yang khusus seperti pur/pile-cap, dinding penahan, dll ; sekema atau gambar dari elemen yang dihitung agar dijelaskan, termasuk menyampaikan sekema dan penjelasan potongan ataupun lainnya yang ditinjau e. Untuk struktur utama bangunan tinggi, prinsip-prinsip capacity design harus digunakan hasil perhitungan yang menunjukan hal tersebut agar disampaikan f. Perencanaan dinding geser harus memperhatikan kondisi dimana dinding geser tidak hancur terhadap geser terlebih dahulu dibanding terhadap momen ; tapi dalam segala hal kuat geser nominal dinding geser tidak perlu lebh besar dan gay geser ultimate yang terjadi setelah beban gempa dikalikan faktor f2 sesuai dalam SNI 03-1729-2002. g. kontrol pertemuan balok kolom(beam colom joints) untuk kondisi tipical agar disampaikan h. untuk bangunan dengan panjang denah bangunan lebih dari 120m pengaruh temperature harus diperhitungkan, dan perhitungan nya harus disampaikan 5.11 Struktur dengan beton pratekan a. Perencanaan struktur beton pratekan dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas harus memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-2847-2002: tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung b. Untuk struktur yang menggunakan system pratekan agar disampaikan mencakup hal-hal pokok, antara lain: 1) System yang dipakai apakah bonded/ unbounded, internal ataukah external prestressing 2) Penggunaan struktur beton pratekan unbonded dalam struktur bangunan diizinkan. 3) Penentuan besar gaya pratekan, persentase tegangan pada kabel pratekan terhadap tegangan ultimate tensile stress (UTS), besar gaya pratekan efektif dan besar gaya pratekan awal (intial) 4) Tahapan prestressing (Stage Off prestressing) Agar dijelaskan berikut perhitungan kontrolnya (Bila ada atau diperlukan) 5) Control penampang balok/ slab pratekan terhadap gaya-gaya yang terjadi termasuk efek gaya dalam sekunder akibat ratekan harus disampaikan perhitungan nya. Dalam hal struktur menggunakan balok beton pratekan, maka harus ditinjau kombinasi beban dengan turut meninjau akibat gaya pratekan dalam bentuk beban pengganti. Struktur balok pratekan dan juga kolom kemudian di cek kekuatan nya dengan loading combination: 1.2Md + 1.6Ml + 1.0Ms; 1.2Md + 1.0Ml + 1.0Ms ± E; 0.9Md + 1.0Ms ± E, dimana Ms adalah momen sekunder akibat gaya pratekan 6) Pengaruh pratekan pada kolom-kolom ataupun elemen struktur vertical lainnya harus diperhitungkan, termasuk pengaruh dari pentahapan pratekan (Stage Off Prestressing) 7) Dalam hal digunakan lantai beton pracetak pratekan pada gedung-gedung tinggi maka harus dipasang cukup tulangan jangkar pada masing-masing tumpuan nya untuk memindahkan gaya geser diaphragm dan harus ada topping (Pengecoran beton) dengan tulangan negative secukupnya diatas nya. 5.12 Struktur baja a. Perencaan struktur baja dalam perhitungan struktur untuk pengajuan izin struktur atas harus memenuhi ketentuan pada Standar Nasional Indonesia SNI 03-1729-2002: tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung b. Mutu material baja yang digunakan agar dijelaskan: Termasuk alat penyambung baik baut, las, stud, plat penyambung, Dll c. Peraturan-peraturan luar yang digunakan bila suatu ketentuan tidak tercakup dalam peraturan Indonesia agar dijelaskan disampaikan copy bagian yang bersangkutan dari ketentuan tadi. d. Metode perhitungan struktur agar dijelaskan dengan baik e. Control elemen struktur harus disampiakna baik untuk balok, struktur penahan tarik, atupun elemen yang menahan beban axsial dan lentur, dan lain yang penting sebagai bagian dari struktur utama f. Perhitungan titik-titik sambungan yang umum harus disampaikan, dan juga titik hubungan yang mempunyai resiko keamanan bangunan dan publik g. Gambar detail sambungan dan detail tipikal harus disampaikan, demikian juga titik sambungan yang mempunyai potensi membahayakan keselamatan pengguna bangunan dan public 5.13 Detail-detail Khusus a. Gambar untuk pengajuan izin struktur cukup bagian-bagian yang bersfiat umum yang bisa mencerminkan kondisi struktur hasil perencanaan yang ada gambar-gambar yang bersifat sangat detail tidak perlu disampaikan b. Detail-detail penting yang bisa membahayakan struktur harus disampaikan gambar dan perhitungan nya sebagai contoh: 1) Pertemuan angkur pada balok beton pratekan dengan kolom beton tepi bangunan 2) Pengangkuran struktur baja yang merupakan struktur yang berat ke fondasi ataupun elemen struktur beton utama. 3) Lain-lain yang dianggap mempunyai resiko tinggi 5.14 Gambar rencana struktur a. Gambar rencana yang diajukan untuk permohonan izin struktur atas harus jelas di beri nomor gambar, mempunyai ukuran yang baik untuk diberlakukan sebagai gambar pelaksanaan, dilengkapi daftar gambar dan standar detailing yang digunakan b. Skala gambar yang digunakan harus mengikuti norma atupun standar gambar yang lazim dan memadai untuk bisa menjelaskan tujuan dari gambar tersebut c. Cara penggambaran struktur harus mengikuti norma ataupun standar penggambaran; sedang penyederhanaan gambar yang bisa membuat perbedaan interpretasi isi gambar tidak diperkenakan d. Gambar detail yang bersifat umum seperti sambungan struktur baja tipikal, pertemuan struktur baja dan beton, dan detail khusus yang bisa berpengaruh pada keamanan harus disertakan e. Gambar struktur yang disampaikan harus berupa blue print dengan dilipat menjadi seukuran folio, kwarto, atau A4 5.15 Percobaan Beban pada bagian struktur a. Uji pembebanan pada bagian struktur disyaratkan apabila: 1) Adanya keragu-raguan terhadap kebenaran asumsi-asumsi yang diambil 2) Tidak dapat dihitung dengan tepat, karena menggunakan system baru yang belum lazim dipakai dan tidak dapat dibuktikan dengan perhitungan. 3) Terjadi hal-hal yang kurang memenuhi syarat saat dilaksanakan dan diperkirakan bisa membahayakan atau diragukan kekuatan ataupun kekakuannya b. Prosedur percobaan beban pada bagian struktur tersebut diatas harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari dinas sebelum pelaksanaan nya dimulai, dan hasil pelaksanaan nya harus dilaporkan kepada dinas 5.16 Perencanaan struktur sekunder Struktur sekunder harus direncanakan kuat untuk memikul beban-beban yang mungkin terjadi pada struktur sekunder tersebut, selama bangunan digunakan KETENTUAN TAMBAHAN PERATURAN KEPALA DINAS PENATAAN DAN PENGAWASAN BANGUNAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN STRUKTUR DAN GEOTEKNIK BANGUNAN a. Struktur sekunder berupa dinding pengaman (parapet) penahan beban kendaraan direncanakan dengan ketentuan: 1) Pembebanan ditetapkan sebagai beban terpusat sebebsar 2700kg yang bekerja pada titik pusat tumbukan pada ketinggian 46cm dari permukaan lantai pada elemen dengan luas minimum 30cm X 30cm 2) Faktor beban ditetapkan adalah sebebsar 1.6 3) Apabila menggunakan struktur beton bertulang, ketebalan minimum dinding sebesar 15cm 4) Apabila menggunakan angkur/ dynabolt pada struktur baja, maka kekuatan angkur/ dynabolt yang terpasang harus memiliki kekuatan 1,2 kali lebih kuat dari kekuatan nominal. 5) Diwajibkan membuat carstopper minimal setinggi 15cm dengan jarak antara carstopper minimal dapat menahan 2 (dua) roda kendaraan/ mobil 6) Untuk dinding pengaman kendaraan truck dan bus harus ditinjau khusus b. Struktur sekunder berupa hand rail direncanakan dengan mengambil beban kerja terbesar yang akan terjadi antara beban terpusat sebesar 90kg pada puncak hand rail atau beban merata sebesar 75kg/ M pada sembarang arah serta harus ditinjau sekurang-kurangnya pada 2 (dua) arah salib sumbu.