PANDANGAN ATAS SEKITARKU - 28 Gunung Sinabung dan daerah sekitarnya, dekat kota Berastagi Tanpa diduga, dan sepertinya tidak memberi tanda-tanda terlebih dahulu, tiba-tiba di hari Minggu [15 September 2013] dini hari gunung yang berada di ujung jajaran Bukit Barisan ini meletus, menyebabkan hujan abu pada daerah sekitarnya yang berada pada sisi timur, dan pengungsian segera dilakukan. Arah angin yang berubah-ubah, menyebabkan debu tersebar lebih luas ke daerah sekitar puncak Sinabung. Dan menyusul pada hari ini, [16 September 2013] Gunung Marapi, Sumatra Barat, juga turut menyemburkan abu vulkanik. Dan sebelum ini, banyak gunung berapi di bagian Indonesia Timur, baik di selatan maupun di utara, juga menunjukkan kegiatan vulkaniknya, dalam berbagai bentuk, mulai dari getaran atau gempa vulkanik, keluarnya gas-gas tertentu melalui fumarol berupa uap air, gas CO2, H2S, SO2, dan bahkan uap belerang [solfatara] seperti yang bisa di temui. Memang gunung berapi memiliki sifat dan perilaku masing-masing. Tidak sama. dari: ke: tanggal: perihal: rudi arif <[email protected]> [email protected] 15 September 2013 07.45 [sinergi-ia-itb] Gunung Sinabung Meletus Tanpa Early Warning Mbah Rono, Kira-kira apa yang jadi penyebab terlambatnya early warning dari pemerintah terkait dengan meletusnya Sinabung? Kabarnya pada saat meletus 20 pendaki sedang ke puncak Sinabung... http://news.detik.com/read/2013/09/15/063158/2359008/10/sinabung-meletus-warga-bingung-mengapa-tidak-ada-earlywarning-apapun?9911012 Dear Mas Rudi Arif, Sejak 7 Oktober 2010, Gunungapi Sinabung dinyatakan dalam status Waspada, dalam status Waspada, masyarakat agar tdk beraktivitas dalam radius 2 km dari puncak Sinabung. Warning kita dalam 4 tahapan: Normal, Waspada, Siaga dan Awas. Apa sejak 10 Oktober 2010 tdk ada warning? jika yang dimaksud Warning adalah meramal Kapan dan berapa besar letusan G Sinabung, manusia dengan IPTEK nya tdk mungkin bisa. Knp begitu lama Sinabung "menyandang gelar Warning Waspada? Krn aktivitasnya fluktuatif, bisa se waktu2 meletus, namun jika masyarakat ada di luar 2 km dari puncak akan selamat. Apa ini bukan Warning. Ini Warning yg sangat Early, menurut kami loh. Tapi jika Early Warning disamakan kita harus memberikan ramalan, "Kapan dan berapa besar letusan Sinabung", lah itu saya tdk mungkin bisa. 14 Sept 2013 pkl 2:56 Sinabung meletus, material pijar sampai maksimum 1 (satu) km dari titik letusan, maka jika masyarakat mengikuti Warning kita, akan selamat. Abu tipis yg merupakan produk letusan tersebar bergantung arah angin, debu ini dalam jaran 3 km dr Sinabung hanya kurang dr 2 mm. Terkait dgn 20 orang pendaki, komentar saya sbb: Orang mau makan saja, selalu bertanya, ini makanannya asin, pedas or manis, disesuaikan dgn kebutuhan dan selera. Lah ini wong mau naik gunungapi aktif kok gak cari informasi, bagai mana tingkat aktivitasnya dan sampai dmn pendakian boleh dilakukan. Serep berapa nyawa mereka. Contoh, latihan militer saja ada komunikasi antar kita-Pemda-TNI. Pendakian gunungapi, biasa disebut orang spt wisata "minat khusus", harus scr khusus pula pendaki "berbekal (fisik dan mental) dan pengetahuan". Minimal mampir ke Pos G Sinabung tanya aktivitas dan minta frekwensi komunikasi jika sewaktu-waktu ada perubahan bisa disampaikan. Mendaki gunungapi bukan jalan asal2an dan bukan asal jalan2, Dari penjelasan diatas, apa G Sinabung gebleg tdk mau mengerti ada rombongan mau naik gunungapi, atau para pendaki yang tdk mau tau, yg penting Sinabung hrs ikuti kemauan para pendaki, tdk boleh tiba2 meletus walau dlm status Waspada. Sosialisasi kpd masyarakat sekitar G Sinabung kita lakukan secr intensif, melalui tokoh2 masyarakat utamanya melalui gereja dan masjid2. Masyarakat lbh tahu dari pada wartawan media manapun. Terbukti saat ada film yg ditayangkan Kompas TV, seolah masyarakat sdh hidup Harmoni dgn Sinabung. Sejak awal "saya suka media", maka setiap krisis gunungapi, saya memilih menghindari baca or nonton media. Demikian saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf bila tdk berkenan. Salam hormat Surono/Mbah Rono FI76 Itulah sebuah pertanyaan di milis, yang ditanggapi langsung oleh mBah Rono, mantan Kepala PVMGB Puncak Gunung Sinabung dari jauh dan dari dekat Sebelum ini, tepat tiga tahun lalu Gunung Sinabung sempat batuk-batuk, setelah tidur sekian lama sejak letusannya di awal tahun 1600-an, melebihi lama tidurnya Ashabul Kahfi. Berbeda dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah yang akhir-akhir ini sering terbangun hanya berselang sekitar 4 tahunan. Negeri kita, yang terletak di ujung barat Cincin Api tersebut, memiliki banyak sekali gunung berapi, dan bahkan beberapa buah merupakan pemegang rekor kelas dunia, seperti Gunung Tambora [10-04-1815], Gunung Krakatao [1883], Gunung Agung [1963] dan tentunya Gunung Toba yang bermetamorfosa menjadi Danau Toba setelah meletus puluhan ribu tahun silam, yang kini sedang mengadakan Festival Danau Toba. Gunung api Sinabung secara administratif terletak di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, secara geografis terletak pada posisi 3o 10’ LU, 98o 23,5’ BT dengan ketinggian 2460 meter di atas permukaan laut, berbentuk strato. Dan beginilah letak berbagai gunungapi di wilayah kita. Serem kah? Sebagian besar wilayah kita berada dalam rangkaian Cincin Api tersebut, kecuali wilayah Kalimantan dan Sulawesi Selatan Bisa dikatakan, bahwa sebagian besar rakyat Indonesia ini hidup di tengah-tengah gunung berapi, dan seyogyanya bersahabat dan akrab dengan keberadaannya. Tetapi, seperti kutipan disamping foto mBah Rono [julukan yang diberikan setelah wafatnya mBah Marijan, pada letusan Merapi yang lalu], mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi [PVMBG] yang biasanya selalu muncul bila ada gunung yang menggeliat, apalagi bangun, “Masyarakat Kita Kaget Dengan Gunungnya Sendiri”. Karena tidak kenal dan tidak akrab dengan tetangga atau jirannya, maka kita seringkali terkejut atas perilakunya. Jika anak-anak Jepang [negeri yang sering diguncang gempa] semenjak usia dini sudah diperkenalkan dengan berbagai prosedur dan tata cara penyelamatan diri bila terjadi gempa, dan seringkali dilatihkan di sekolah, sehingga upaya penyelamatan diri tersebut seakan telah menjadi gerakan reflek dari mereka sampai dewasa. Bukankah negeri kita juga sering diguncang gempa [terutama dalam 10 tahun terakhir ini], dan juga menggeliat dan meletusnya berbagai gunung berapi yang ada. Pengetahuan mengenai gempa dan kegunung-apian, seingatku dulu sudah diajarkan sejak SMP dalam pelajaran ilmu bumi [sekarang geografi], tetapi sepertinya hanya kita pelajari agar bisa menjawab soal yang diberikan oleh guru atau ketika ujian nasional, tanpa maksud untuk memahaminya guna bekal hidup. Dan betapa sedikit anak bangsa yang berminat untuk secara khusus mempelajarinya secara serius, walau banyak lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan keilmuan tersebut. Mungkin kurang menarik ya. Bukan termasuk jurusan favorit untuk dimasuki oleh para lulusan SMA kita pada setiap tahun ajaran baru. Dan anda bisa memperoleh informasi tentang kegunung-apian seperti itu dari http://www.volcano.si.edu/ seperti di halaman berikut ini, dari gunung yang juga meletus beberapa hari silam. http://www.volcano.si.edu/ The twin volcanoes Lokon and Empung, rising about 800 m above the plain of Tondano, are among the most active volcanoes of Sulawesi. Lokon, the higher of the two peaks ( whose summits are only 2.2 km apart), has a flat, craterless top. The morphologically younger Empung volcano has a 400-m-wide, 150-m-deep crater that erupted last in the 18th century, but all subsequent eruptions have originated from Tompaluan, a 150 x 250 m wide double crater situated in the saddle between the two peaks. Historical eruptions have primarily produced small-to-moderate ash plumes that have occasionally damaged croplands and houses, but lava-dome growth and pyroclastic flows have also occurred. A powerful eruption column rises above Galunggung volcano in October 1982. Intermittent explosive eruptions had taken place since the start of the eruption on April 5, accompanied by pyroclastic flows and lahars that caused much devastation. More than 40,000 persons were evacuated during the eruption. Photo by Ruska Hadian, 1982 (Volcanological Survey of Indonesia). Dan inilah informasi tentang Gunung Sinabung Upaya yang dilakukan oleh pihak kementerian, perguruan tinggi dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pertemuan Cities on Volcano 8 ini, sangatlah patut diacungin jempol. Tetapi bagaimana dengan sambutan masyarakat, khususnya para ilmuwan? Karena sepertinya, tenggat waktu pemasukan makalahnya diundur, yang biasanya karena belum banyaknya makalah yang masuk. Cities on Volcanoes 8 Date : September 9-13, 2014 Venue : Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia Sesungguhnya peran jajaran Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menyebarkan berbagai pengetahuan mengenai hidup secara harmoni dengan gunung api yang ada di sekitarnya [dan juga gempa] sangatlah penting, misalnya melalui muatan lokal [mulok] yang ada sebagai bagian pengajaran mengenal lingkungan hidup mulai dari tingkatan SD hingga SMA. Mungkin juga sudah ada, hanya saya yang tidak tahu. Diharapkan, dengan diakrabinya masalah dinamika bumi oleh anak-anak kita, maka akan timbul minat untuk mempelajari lebih lanjut dan bahkan untuk berprofesi dalam bidang tersebut. Alih profesi masih mungkin bukan? Seperti mBah Rono yang pendidikan strata-1 nya adalah Fisika. Walaupun untuk masing-masing gunung-api pemerintah telah membangun pos pengamatan secara permanen dengan berbagai kelengkapannya, tetapi informasi mengenai suatu letusan atau aktifitas kegunung-apian tidaklah menyebar secepat terjadinya gempa yang umumnya terjadi secara mendadak di tempat yang tidak diduga. Kita dengan cepat dapat memperoleh informasi mengenai waktu kejadian, lokasi episentrum, kedalaman pergerakan lempeng yang terjadi, serta besarnya gempa yang disampaikan dalam skala Richter atau skala lainnya. Untuk letusan gunung api, juga ada skala besarnya letusan yang diperkirakan berupa banyaknya volume erupsi tersebut, dengan skala VEI [Volcanic Explosivity Index] yang juga berskala logaritmis seperti skala Richter, disertai dengan informasi mengenai tingginya semburan serta bentuk material yang dimuntahkan. Misalnya letusan Gunung Tambora yang terjadi di awal abad ke XIX, dan insya Allah tidak lama lagi akan kita peringati 200 tahun letusan tersebut, yang memiliki VEI sebesar 7 dengan volume material yang dimuntahkan melebihi 100 km3. Lebihnya berapa tidak tahu. Konon sampai 150 km3 , muntahan material tersebut dapat dipakai mengurug de Grote Postweg [Jalan Deandles antara Anyer - Panarukan, yang 1000 km] dengan lebar 50 meter dan tinggi 3 meter. Hanya dalam waktu beberapa saat saja. Eruptions Country Location Year Column height (km) Volcanic Explosivity Index 79 30 5 >2,000 Fatalities Vesuvius Italy Mediterranean Tambora Indonesia Pacific Ring of Fire 1815 43 7 >71,000 Krakatoa Indonesia Pacific Ring of Fire 1883 36 6 36,600 Pinatubo Philippines Pacific Ring of Fire 1991 34 6 1,202 [7] Source: Oppenheimer (2003), and Smithsonian Global Volcanism Program for VEI. [28] Kalau Gunung Tambora, yang letusannya adalah yang terbesar selama sejarah adanya manusia, seperti itu, bagaimana dengan letusan Gunung Toba? Letusan Gunung Toba lebih besar [yaitu EVI 8], tetapi terjadi ketika belum lahirnya Nabi Adam a.s. [~75.000 tahun silam], jadi tidak dimasukkan hitungan atau tabel di atas. Dari sumber http://hvo.wr.usgs.gov/ , agar kita bisa membayangkannya diceritakan bahwa Muntahan lahar dan letusan menutupi sekitar luasan 20.000 km2 dengan ketebalan di dekat kawah setebal 600 meter [bukan sentimeter lho], dengan debu berjatuhan di seluruh negara ASEAN; Ketebalan debu 15 sentimeter menutupi seluruh anak benua India [bukan saja negara India, lho]; Volume material yang dimuntahkan adalah 2.800 km3 [dua ribu delapan ratus kilometer kubik] atau hampir 19 kali muntahan Gunung Tambora [1815], atau 230 kali muntahan Gunung Krakatau [1883]; dan yang paling mengerikan adalah Tertutupnya langit sehingga menyebabkan tidak sampainya cahaya matahari ke permukaan bumi, yang berkibatnya punahnya beberapa makhluk, termasuk yang seperti manusia. Tanpa gejala yang bisa dimonitor oleh pemantau, Selasa 17 September 2013, jam 12:10 tadi, Gunung Sinabung kembali meletus. Semoga dinamika alam ini tidak menimbulkan korban jiwa, dan korban berupa meteri dapat diminimumkan. Dan hari Rabu dinihari juga masih menyemburkan abu vulkanik. Masihkah akan berlanjut kegiatan gunung yang baru menggeliat ini? Dan sepertinya masih akan berlanjut. Entah sampai kapan. Semoga tidak berlama-lama, sehingga para pengungsi dapat segera kembali ke kampung halaman, dan melakukan kegiatan seperti sebelumnya, dan mendpati tanah pertaniannya semakin subur. Beberapa waktu yang lalu, di paruh pertama Agustus 2013 ini, juga meletus suatu gunung di daerah Nusa Tenggara Timur, yang bernama Gunung Rokatendo, di Pulau Paluweh yang hanya memiliki lebar sekitar 8 km saja. Gunung ini merupakan gunung dengan kakinya ada dalam laut. Sehingga keseluruhan pulau itu adalah bagian dari lereng gunung tersebut. Seperti Gunung Krakatau. Walau tinggi diatas permukaan laut hanya 875 meter, tetapi kalau diukur dari kakinya, mencapai 3000 m lebih. Kalau dilihat dari dasarlaut, maka ini merupakan suatu gunung yang besar dan tinggi, tetapi kalau dilihat dari permukaan laut, sepertinya gunung kecil. Walau begitu, gunung ini termasuk cabe-rawit. Karena beberapa kali meletus dengan skala EVI sebesar 3 [> 0.1 km3 atau > 100.000.000 m3], yaitu pada tahun 1650+50, lalu pada 4 Agustus 1928 dan terakhir pada 9 Januari 1973. Dan konon letusan pada tahun 1928 tersebut merupakan yang terbesar, bahkan menyebabkan tanah longsor [atau guguran lahar] yang menyebabkan tsunami, bahkan kubah lavanyapun menjadi bergeser. Lihatlah curamnya bibir pantai, yang bisa anda lihat dari perubahan warna air laut di salah satu pantai di pulau tersebut. Ada yang menulis Paluweh, Palue, dan ada juga yang menyebut Rokatendo. Langa Cua, Pulau Paluweh [Palue] - Sikka Flores, NTT Gambar pada 3 Agustus 2013 [sebelum] Gambar pada 4 September 2013 [sesudah] Begitulah keadaan pulau Paluweh ini, dimana Gunung Rokatenda berada, [atau terbalik ya, karena sesungguhnya gunungnya lebih besar dari pulaunya], antara sebelum dan sesudah letusan tersebut. Coba perhatikan, di foto 3 Agustus terlihat daerah tertutup abu bulkanik, tetapi di foto sebulan sesudahnya daerah itu sudah ijo royo-royo. Apa habis diguyur hujan. Dan terlihat daerah muntahan lahar yang baru. Itulah beberapa foto dari keadaan gunung api ini selama kegiatannya di tahun 2013. Memang hanya ada beberapa ratus penduduk, tetapi mengungsikannya harus melewati lautan yang dalam. Tugas BNPB, berat. Kalau masih belum menemukan lokasinya, ini ada peta dari Google yang lebih besar. Ada kota Ende dan Maumere, serta Gunung Egon yang kalau tidak salah juga aktif. Dash-line di timur Paluweh itu apa artinya? Ayo mengenali lebih dekat lagi gunung-gunung kita, dan hidup akrab dengan mereka yang juga masih hidup, walau kadang tertidur cukup lama, sehingga dikira sudah mati. Letusan gunung berapi, pada saat terjadi dirasakan sebagai suatu bencana yang mengubah kesetimbangan kehidupan yang ada, dan bahkan menimbulkan kerugian materi yang tiada terkira, apalagi bila sampai ada korban jiwa. Dalam jangka menengah dan panjang, malah justru membawa kesuburan pada lahan sekitar serta memberikan suplai material batuan dan pasir yang diperlukan masyarakat dalam memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup mereka. Berapa banyak gedung dan prasarana lain yang dibangun dengan menggunakan material dari Gunung Galunggung, Gunung Merapi, Gunung Semeru dan lain sebagainya. Semoga menggeliatnya sang cicit setelah tidur panjang sekitar 400 tahun, tidak akan mengusik dan membangunkan sang opung yang sudah terlelap selama puluhan ribu tahun. Akankah sang opung terbangun? Wa Allahu a’lam. Kalaupun terbangun, semoga tidak sekuat ketika masa mudanya dahulu. Apakah danau-danau yang ada di sepanjang punggung Bukit Barisan tersebut, juga merupakan hasil metamorfosa seperti Gunung Toba yang menjadi Danau Toba. Dari utara ada Danau Laut Tawar, Danau Toba, Danau Maninjau, Danau Singkarak, Danau Dibawah, Danau Diatas, Danau Gunung Tujuh, Danau Kerinci, dan Danau Ranau. Dan mungkin banyak lagi yang lebih kecil ukurannya. Fa biayyi alaa’i Rabbikuma tukadzdzibaan. ان ِ َ فَ ِبأ ِ َى َء َاَلٓ ِء َر ِب ُك َما تُك َِذب Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Saifuddien Sjaaf Maskoen