6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Bell Gredler dalam Winaputra (2007:1.5) menyatakan bahwa belajar adalah “proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap“. Kemampuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Dengan belajar tindakan perilaku siswa akan berubah ke arah yang lebih baik. Berhasil baik atau tidaknya belajar tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal, eksternal dan pendekatan belajar. a) Faktor internal adalah faktor dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi aspek fisiologis (kondisi tubuh dan panca indera), dan aspek psikologis antara lain: intelegensi dalam, sikap misalnya dalam beradaptasi dengan teman, bakat dalam mengerjakan soal, minat dalam mengikuti pelajaran serta punya kemauan besar untuk belajar dan mempunyai motivasi untuk belajar baik individu maupun dalam kelompok. b) Faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa meliputi faktor lingkungan sosial (guru, teman, masyarakat, dan keluarga) dan faktor lingkungan non-sosial (gedung, sekolah, tempat tinggal, alat belajar, cuaca dan waktu belajar Untuk mendapatkan pengertian yang objektif tentang belajar, maka dibawah ini beberapa pendapat ahli psikologi, khususnya ahli psikologi pendidikan tentang balajar sebagai berikut: Gagne dalam Purwanto (2008:82) mengatakan bahwa “belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dan waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah mengalami situasi tadi”, sedangkan Higgard dan Sanjaya (2007:53) mengatakan bahwa belajar adalah “proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam 6 7 laboratorium maupun di lingkungan alamiah”. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan.Sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku”. Djamarah dan Zain (2002:28), menjelaskan belajar adalah “proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan” artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan seseorang dalam proses perubahan tingkah laku yang merupakan hasil pengalaman sendiri, latihan dan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sendiri yang berlangsung sepanjang hayat, mulai dari masa bayi hingga akhir hayat. 2.1.2 Hasil belajar Hasil belajar merupakan suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar (Nasution dalam Iskandar, 2009:128). Amirin dan Irawan (2000:43), mengatakan “hasil belajar adalah kemajuan yang diperoleh seseorang dalam segala hal akibat dan belajar”. Seseorang yang mempelajari suatu melalui proses pembelajaran telah mernperoleh hasil dan apa yang telah dipelajarinya, hasil maksimal yang diperoleh inilah yang dikatakan hasil belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:95) “hasil belajar merupakan hasil dan suatu intruksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Hasil belajar menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan yang diaplikasikan dalam bentuk penilaian dalam rangka memberikan pertimbangan apakah tujuan pendidikan tersebut tercapai. Penilaian hasil belajar tersebut dilakukan terhadap proses belajar mengajar untuk mengetahui tercapainya tidaknya tujuan pengajaran dalam hal penguasaan bahan pelajaran oleh siswa, selain itu penilaian tersebut dilakukan untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru. Dengan kata lain rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak hanya disebabkan oleh kurang berhasilnya guru mengajar. Sudjana (2001:82), mengatakan “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Bloom dalam Sudjana (2001:82) secara garis besar membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu : 8 a) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dan enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sentesis, dan evaluasi. b) Ranah efektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dan lima aspek yakni, penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. c) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dan enam aspek yakni, gerakan refleksi, ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukur yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuatan pada materi perkalian. 2.1.3. Pengertian Matematika 2.1.3.1 Belajar matematika Istilah matematika berasal dari kata latin Mathematica yang diambil dari bahasa Yunani mathematike yang artinya bertalian dengan pengetahuan. Asal katanya mathema yaitu ilmu, dan pada hakekatnya matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan struktur-struktur dan hubunganyan yang teratur menurut aturan yang logis. Ide-ide dan struktur dalam matematika merupakan konsep abstrak yang tersusun secara hieraskis dan deduktif, Hamri (2004:6). Menurut Jujun S (2007:190) “matematika merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi”. Matematika sebagai bahasa merupakan bahasa yang mengembangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Hudoyo dalam Aisyah (2007:4) menyatakan bahwa “matematika berkenaan dengan ide atau gagasan-gagasan, aturan-aturan, hubungan-hubugan yang diatur secara logissehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak”. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logik”. Menurut Subarinah dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:9), “matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari stuktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya”. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep dan mencari hubungan antar konsep dan stukturnya. 9 Matematika sebagai ilmu yang berkenaan dengan ide-ide berupa konsep abstrak yang tersusun secara teratur yang penalaranya deduktif. Sehingga belajar matematika memerlukan suatu kegiatan mental yang tinggi yang harus dilakukan secara berharap dan berkesinambungan. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan evaluasi berupa tes, yang dimaksudkan adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam studi tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan seorang siswa. Hasil belajar matematika adalah merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses belajar matematika dilihat dari segi perubahan dan segi kemajuan yang telah terjadi pada kognitif, afektif dan keterampilan yang ditemukan melalui evaluasi tertentu. Dari uraian di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang sudah terstuktur dan tertata rapi yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang di lambangkan dengan simbol-simbol yang tumbuh dan berkembang melalui proses pemikiran manusia guna untuk kepentingan sehari-hari. 2.1.3.2 Karakteristik pembelajaran matematika a) Pembelajaran Matematika dilakukan secara berjenjang. Dimulai dari konsep sederhana bergerak ke konsep yang lebih sukar. Berawal dari hal konkret bergerak ke semi konkret beralih ke semi abstrak dan berakhir pada abstrak. b) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Konsep baru diperkenalkan dengan mengaitkannya pada konsep yang telah dipahami peserta didik. Hal ini merupakan prinsip ”Belajar Bermakna” atau belajar dengan pemahaman. Konsep baru merupakan perluasan dan pendalaman konsep sebelumnya. c) Pembelajaran Matematika menekankan penggunaan pola deduktif Yaitu memahami suatu konsep melalui pemehaman definitif umum kemudian ke contoh-contoh. Di sekolah dasar ditempuh pola pendekatan induktif yaitu mengenal konsep melalui contoh-contoh. Hal ini disebabkan alasan psikologis yaitu peserta didik sekolah dasar masih pada tingkat berpikir konkret. 10 d) Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi Yaitu suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan sebelumnya yang sudah dianggap benar. 2.1.3.3 Tujuan pembelajaran matematika Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : a) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.3.4 Ruang lingkup pembelajaran matematika Mata pelajaran matematika di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut : a) Bilangan b) Geometri dan pengukuran c) Pengolahan data 2.1.3.5 Pendekatan pembelajaran matematika a) Pendekatan Belajar Aktif Pendekatan belajar aktif adalah pembelajaran yang menekankan aktivitas peserta didik secara fisik, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang maksimal, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. 11 b) Pendekatan Terpadu Pendekatan terpadu dimaksudkan agar peserta didik dapat mengetahui konsep dari beberapa mata pelajaran yang dapat memberikan pengertian kebermaknaan dari konsep yang bersangkutan. Pengertian kebermaknaan nilah yang dapat menyebabkan peserta didik memahami suatau konsep secara mantap. c) Pendekatan kontruktivisme Pendekatan matematika secara kontruktivisme merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran di kelas melalui tiga fase yaitu fase ekplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Melalui tiga fase tersebut peserta didik dibimbing membentuk pemahamannya.Selanjutnya peserta didik dikatakan memahami matematika secara bermakna apabila ia memahami secara konseptual dan prosedural. Kebermaknaan pemahaman tersebut akan dapat dicapai melalui pembelajran konstrutifis. d) Pendekatan Realistik Pendekatan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi peserta didik, menekankan ketrmapilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara indvidual maupun kelompok. 2.1.4 Metode Pembelajaran Kumon Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah dirumuskan yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. 12 Menurut Sudjana (2005:76) metode pembelajaran adalah, “cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan Sutikno (2009:88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”. Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman (2004 : 165), “guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar”. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, memvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya. Sesuai dengan pengertian-pengertian di atas maka peneliti menggunakan Motode Pembelajaran Kumon. Metode pembelajaran Kumon merupakan suatu metode belajar dari Jepang dan dikembangkan pertama kali oleh Toru Kumon, seorang guru matematika SMU yang pada awalnya ingin membantu pelajaran matematika anaknya yang waktu itu masih duduk di kelas 2 SD. ”Kumon adalah sistem belajar yang memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang memungkinkan anak menggali potensi dirinya dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal” (Miftahul Huda, 2013 : 189). Kumon tidak hanya membentuk kemampuan akademik saja, akan tetapi juga membentuk karakter yang positif dan life-skills (ketrampilan hidup) yang akan berguna bagi masa depan anak. Metode pembelajaran Kumon menggunakan bahan pelajaran berupa lembar kerja yang disusun sedemikian rupa secara sistematis dan small step yang berisi materi pelajaran. Bahan pelajarannya dirancang sehingga siswa dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, bahkan memungkinkan bagi siswa untuk memperlajari bahan pelajaran di atas tingkatan kelasnya di sekolah. 13 Metode pembelajaran Kumon yang diberikan secara perorangan pada tingkatan dan porsi yang tepat akan mengembangkan kemampuan matematika siswa. Selain itu belajar dalam waktu yang singkat dan rutin setiap harinya, maka dalam diri siswa akan terbentuk kemampuan berkonsentrasi, ketangkasan kerja, kemampuan berpikir, kebiasaan belajar dan rasa percaya diri yang merupakan dasar untuk mempelajari hal-hal lainnya. Metode Kumon bukan hanya meningkatkan penguasaan matematika, tapi juga berbagai kemampuan belajar pada siswa, mulai dari konsentrasi dan ketangkasan kerja, semangat kebiasaan belajar mandiri, kebiasaan belajar setiap hari. Bila ia bisa menyelesaikan soal latihan matematika dari sekolah dengan cepat, maka ia bisa menggunakan sisa waktu untuk mempelajari ilmu lain. Dalam penerapannya Lukman (2008) merinci metode kumon ini kedalam 8 tahap, yaitu : a) mula-mula, guru menyajikan konsep dan siswa memperhatikan penyajian tersebut b) kemudian siswa mengambil buku saku yang telah disediakan, menyerahkan lembar kerja PR yang sudah dikerjakannya di rumah, dan mengambil lembar kerja yang telah dipersiapkan guru untuk dikerjakan siswa pada hari tersebut c) siswa duduk dan mulai mengerjakan lembar kerjanya, karena pelajaran diprogram sesuai dengan kemampuan masing-masing, biasanya siswa dapat mengerjakan lembar kerja tersebut dengan lancar d) setelah selesai mengerjakan, lembar kerja diserahkan kepada guru untuk diperiksa dan diberi nilai. Sementara lembar kerjanya dinilai, siswa berlatih dengan alat bantu belajar e) setelah lembar kerja selesai diperiksa dan diberi nilai, guru mencatat hasil belajar hari itu pada “Daftar Nilai”. Hasil ini nantinya akan dianalisa untuk penyusunan program belajar berikutnya f) bila ada bagian yang masih salah, siswa diminta untuk membetulkan bagian tersebut hingga semua lembar kerjanya memperoleh nilai 100. Tujuannya, agar siswa menguasai pelajaran dan tidak mengulangi kesalahan yang sama g) jika siswa sampai mengulang 5 kali, maka guru melakukan pendekatan kepada siswa dan menanyakan tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi 14 h) setelah selesai, siswa mengikuti latihan secara lisan. Sebelum pulang, guru memberikan evaluasi terhadap pekerjaan siswa hari itu dan memberitahu materi yang akan dikerjakan siswa pada hari berikutnya. Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran Kumon adalah sistem belajar yang memberikan program belajar secara perseorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang memungkinkan siswa menggali potensi dirinya dan mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Selain itu, pembelajaran Kumon adalah pembelajaran yang mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaknya yaitu: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing. Akan tetapi metode pembelajaran Kumon juga memiliki kelemahan antara lain : a) metode Kumon cenderung membosankan dan monoton karena aktifitas siswa hanya diberi latihan secara terus menerus b) tidak semua siswa dalam satu kelas memiliki kemampuan yang sama c) anak belajar secara perorangan sehingga dimungkinkan tumbuh rasa individualisme d) kedisiplinan kumon kadang membuat anak-anak menjadi tidak kreatif. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan Nama Peneliti Judul Hasil Hasil Penelitian Elsa Frida Siburian Meningkatkan Belajar Pembelajaran menggunakan (2012) Siswa Melalui Variasi Metode Metode Kumon: Kumon Pada Mata Pelajaran - Meningkatkan ketuntasan Matematika Kelas IV SD Swasta belajar dari semula hanya GKPS Menteng II Medan Tahun 31,81% menjadi 81,81%. Ajaran 2011/2012. - Meningkatkan nilai rerata dari 46,36 menjadi 85,45. 15 Ema Fitriya Penerapan Metode Kumon untuk Pembelajaran menggunakan Meningkatkan (2011) Motivasi dan Metode belajar Kumon: Kemampuan Siswa Kelas III dalam Menyelesaikan Soal - Meningkatkan belajar siswa motivasi terhadap Pembagian Bersusun di MI pembelajaran matematika Terpadu Ar Roihan Lawang. menjadi 93% ketuntasan belajar menjadi 93%. - Meningkatkan nilai rerata menjadi 92,00. Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian tindakan kelas memiliki tujuan dan fungsi tertentu. Tujuan dari adanya kajian penelitian yang relevan yaitu : membantu peneliti untuk menyelesaikan masalah penelitiannya dengan mengacu pada teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Sedangkan fungsinya antara lain : (1) mengetahui sejarah masalah penelitian, berdasarkan sejarah masalah yang berkaitan dengan masalah penelitiannya, peneliti akan mendapatkan informasi tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, aspek-aspek yang telah diteliti, prosedur-prosedur yang telah diterapkan, hasil dan hambatan yang ditemukan di dalam penelitian, dan perbedaan antara masalah yang hendak dipecahkan dengan masalah-masalah yang sudah dipecahkan orang lain. (2) membantu memilih prosedur penyelesaiaan masalah penelitian, prosedur-prosedur yang telah diterapkan oleh para peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitiannya, peneliti dapat memilih prosedur yang cocok atau membuat prosedur baru berdasarkan kajian tentang kelebihan dan kekurangan dari prosedurprosedur yang ada. (3) memahami latar belakang teori masalah penelitian, peneliti dapat memetakan kedudukan masalah penelitiannya ke dalam perspektif cakupan pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat membantu peneliti dalam menjelaskan pentingnya penelitan itu dilakukan serta dampak dari hasil penelitiannya. (4) mengetahui manfaat penelitian sebelumnya, peneliti dapat memperkirakan manfaat hasil penelitian yang akan dilaksanakannya. 16 (5) menghindari terjadinya duplikasi penelitian, pengkajian pustaka dapat menghindari duplikasi penelitian. Dalam batas-batas tertentu suatu penelitian boleh merupakan duplikasi dari penelitian lain, sepanjang penelitian yang akan dilaksanakan memiliki tujuan berbeda untuk melengkapi hasil penelitian sebelumnya atau mempunyai alasan yang kuat untuk meragukan hasil penelitian sebelumnya (bukan plagiat), dan (6) memberikan pembenaran alasan pemilihan masalah penelitian, Kajian pustaka harus berfungsi sebagai kajian secara kritis tetapi singkat tentang kekhususan, manfaat dan kelemahan dari penelitian sebelumnya (bukan sekadar senara teori atau hasil penelitian yang relevan saja), sehingga peneliti dapat memberikan pembenaran tentang pentingnya masalah tersebut diteliti. 2.3. Kerangka Pikir Kondisi Awal TINDAKAN Pembelajaran belum menggunakan Metode Kumon Pembelajaran sudah menggunakan Metode Kumon Hasil belajar siswa rendah SIKLUS I SIKLUS II Kondisi Akhir Diduga pembelajaran Matematika menggunakan Metode Kumon dapat meningkatkan hasil belajar matematika Gambar 2.1 Kerangka Pikir 17 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir, diduga penggunaan Metode Pembelajaran Kumon dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 semester 1 SD Negeri Jrakahpayung 01 Kecamatan Tulis Kabupaten Batang tahun pelajaran 2013/2014.