Perilaku Literasi Visual di Kalangan Pencinta

advertisement
Perilaku Literasi Visual di Kalangan Pencinta Komik di Surabaya
Oleh:
SAHAL FATAH
ABSTRAK
Perkembangan media hiburan saat ini sangatlah pesat. Berbagai media hiburan telah banyak
bermunculan mulai yang tradisional hingga yang modern. Salah satu media hiburan yang digemari
oleh berbagai umur saat ini adalah komik. Tetapi tidak hanya dipandang sebagai media hiburan saja
komik juga telah memberi dampak positif lain bagi orang yang membacanya salah satunya adalah
memberi kemampuan literasi visual. Literasi visual merupakan suatu kemampuan untuk
memanipulasi berbagai bentuk visual. Penelitian ini akan mengkaji tentang gambaran literasi visual
di kalangan pencinta komik di Surabaya. Terutama di kalangan anggota Komunitas Komik Bungkul
Surabaya. Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku literasi visual di
kalangan pencinta komik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perilaku berpikir secara
visual para anggota komunitas sering merasakan berpikir secara visual ketika mereka membaca buku
terutama berbagai buku hiburan. Dalam perilaku belajar secara visual ketika menggunakan gambar
sebagai media pembelajaran mereka sering menggunakan berbagai gambar yang dimengerti oleh
orang yang mereka terangkan untuk menerangkan (34%). Sedangkan perilaku komunikasi secara
visual mereka paling sering menggunakan media gambar-gambar komik sebagai alat untuk
berkomunikasi mereka (38,8%).
Kata kunci: literasi visual, komunitas komik
ABSTRAC
The development of entertainment media is currently very rapid. Various entertainment media
have begun to emerge that many traditional to modern. One of the entertainment media favored by
various age today is comics. But it is not only seen as an entertainment medium of comics also have
other positive impacts for those who read one of which is to give a visual literacy skills. Visual literacy
is the ability to manipulate a variety of visual forms. This study will examine about the picture visual
literacy among lovers of comics in Surabaya. Especially among community members Comics
Bungkul Surabaya. The focus of this research is to describe the behavior of visual literacy among
lovers of comics. The results of this study indicate that the behavior of visual thinking community
members often feel visually thinking when they read the book, especially a variety of entertainment
books. In visual learning behavior when using an image as a learning medium they often use a variety
of images that are understood by the people they explained to explain (34%). While visual
communication behaviors they most often use the media images of comics as a tool to communicate
them (38.8%).
Keyword: visual literacy, comic community
1
PENDAHULUAN
Saat ini, begitu banyak media hiburan yang berkembang dan dapat dinikmati di manapun,
kapan pun, dan oleh berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari anak-anak hingga dewasa.
Banyak kalangan yang beranggapan bahwa berbagai media tersebut berfungsi sebagai hiburan
semata dan hanya dipergunakan untuk kesenangan. Namun, ternyata terdapat juga fungsi lain
dari berbagai media hiburan tersebut. Misalnya sebagai media edukasi atau pendidikan. Salah
satu contohnya adalah komik. Definisi dari komik sendiri adalah suatu bacaan yang menonjolkan
gambar sebagai pembawa cerita utamanya dan menggunakan balon-balon kata sebagai penjelas
dari gambar dan alur ceritanya. Sedangkan menurut Lestari dkk (2009:12) komik merupakan
bentuk seni yang menggunakan gambar – gambar yang tidak bergerak yang disusun sedemikian
rupa sehingga membentuk jalan cerita. Menurut definisi di atas dapat di simpulkan bahwa komik
merupakan sebuah karya yang mengutamakan gambar sebagai media untuk menyampaikan
informasi.
Terdapat berbagai manfaat yang di dapat dari membaca komik salah satunya adalah
literasi. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Juan Necochea dalam Krashen (2004:109)
yang mengemukakan bahwa komik memiliki kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan
literasi pada seseorang. Bahkan menurut Gillenwater (2009:33) komik dapat meningkatkan
literasi seseorang terutama literasi visual. Menurut Gillenwater (2009:34) Hal ini dikarenakan
komik merupakan salah satu media yang efektif dan memiliki hubungan yang saling melengkapi
antara cetak dan gambar (ekspresi). Literasi visual merupakan sebuah kemampuan “untuk
mengerti dan menggunakan gambar, memasukkan kemampuan berpikir, mempelajari, dan
mengekspresikan semua hal yang ada dalam diri seseorang dalam bentuk gambar” Braden &
Hortin dalam Eisenberg (2004). Sedangkan menurut Tiemensma (2009:12) literasi visual
merupakan suatu kemampuan yang digunakan untuk menafsirkan makna ilustrasi dari berbagai
jenis media bacaan terutama gambar. Jadi literasi visual merupakan seperangkat kemampuan
untuk membaca terutama gambar kemudian menafsirkannya kembali dalam bentuk gambar.
Fokus penelitian dalam jurnal ini adalah peneliti ingin mengetahui gambaran tentang prilaku
literasi visual di kalangan anggota komunitas komik di Surabaya, khususnya komunitas komik
Bungkul Surabaya.
Menurut Moore dan Dwyer (1994:101) dalam bukunya mengemukakan bahwa
kemampuan literasi visual terdiri tiga konstruksi dasar yaitu berpikir , belajar dan komunikasi
secara visual. Berpikir secara visual atau visual thinking merujuk pada kemampuan untuk
mengorganisasikan gambar disekitarnya seperi bentuk, garis, warna, tekstur dan komposisi”
Wileman (1980:160). Kemampuan berpikir secara visual meliputi metaphoric thinking, right
brain/lift brain  mental nodes, visualization  source of imegery Moore dan Dwyer
(1994:103).
Kemampuan belajar secara visual atau visual learning ini merujuk pada kemampuan
penguasaan dan konstruksi pengetahuan sebagai hasil dari interaksi gejala-gejala visual” Moore
dan Dwyer (1994:103). Kemampuan ini meliputi design of materials, Research on learning, read
pictures. Kemampuan komunikasi secara visual atau visual communication seperi “kemampuan
untuk menggunakan simbol-simbol visual untuk menerjemahkan ide dan menyampaikan arti”
Moore dan Dweyer (1994:108). Kemampuan ini meliputi art, aesthetics, media.
2
METODE PENELITIAN
Tujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu literasi visual
di kalangan pencinta komik di Surabaya dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Hal
ini di karenakan menurut Sofian Effendi dan Tukiran 2012 “penelitian deskriptif dimaksudkan
untuk menggambarkan dengan cermat fenomena tertentu” dan untuk mengetahui informasi dari
responden secara luas Sugiono (2013:27). Peneliti memilih metode penelitian deskriptif karena
peneliti ingin menggambarkan perilaku literasi visual di kalangan komunitas pencinta komik
khususnya di Surabaya.
Lokasi penelitian merupakan tempat di mana suatu penelitian akan dilakukan Lokasi
penelitian yang akan digunakan oleh peneliti adalah di Surabaya lebih tepatnya komunitas pencinta
komik yang ada di Surabaya selain itu alasan lain peneliti mengambil lokasi di Surabaya juga
karena di Surabaya terdapat sebuah komunitas pencinta komik yang tetap konsisten mengajarkan
semua hal tentang komik mulai dari cara menggambar hingga cara membuat komik, komunitas ini
adalah KKBS (komunitas komik Bungkul Surabaya).
Populasi menurut Sugiono (2013:8) pengertian populasi dalam penelitian kualitatif dan
kuantitatif sangat berbeda. Dalam penelitian kuantitatif, populasi di definisikan sebagai suatu
wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya.
Pada penelitian kali ini populasi dari obyek yang akan di teliti oleh peneliti adalah anggota
Komunitas Komik Bungkul Surabaya yang berjumlah 200 orang.
Populasi dari penelitian yang ini adalah anggota komunitas pencinta komik di Surabaya
dengan teknik pengambilan sampel tidak secara acak, atau Non Random dengan teknik insidental
sampling. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa faktor yang menghalangi peneliti mengambil
sampel secara acak dan menurut Sugiono (2013:126) teknik pengambilan stempel dengan
insidental sampling di gunakan jika peneliti menemui beberapa faktor yang tidak memungkinkan
peneliti mengambil sampel secara acak. Definisi dari insidental sampling menurut Sugiono
(2013:126) insidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dalam hal ini
bertemu di tiga di komunitas di gunakan oleh peneliti sebagai sampel, bila di pandang orang yang
di temui cocok sebagai sumber data. Jumlah populasi yang akan diteliti adalah 200 orang anggota
KKBS dan karena peneliti bertemu dengan 67 orang maka sampel yang di ambil oleh peneliti
sebanyak 67 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Perilaku Literasi Visual
Menurut Braden & Hortin dalam Eisenberg (2004:7) literasi visual merupakan sesuatu
kemampuan untuk berpikir, memahami, mempelajari, dan mengekspresikan semua hal yang ada
di dalam diri seseorang dengan menggunakan gambar. Sedangkan menurut Tiemensma (2009:12)
literasi visual merupakan suatu kemampuan untuk memahami dan menerjemahkan berbagai jenis
bacaan yang memiliki bentuk visual. Moore dan Dwyer (1994:101) dalam bukunya
mengemukakan bahwa kemampuan literasi visual terdiri tiga konstruksi dasar yaitu Berpikir
secara visual atau visual thinking, belajar secara visual atau visual learning,dan komunikasi secara
visual atau visual communication.
3
1. Perilaku Berpikir Secara Visual atau visual thinking
Arnheim dalam Masrchal B. Eisenberg (2004:7) mendefinisikan berpikir visual sebagai
sebuah kesatuan persepsi dan konsepsi yang menuntut kemampuan untuk melihat bentuk visual
sebagai gambar. Sedangkan Wileman dalam Eisenberg (2004:8) menyatakan bahwa berpikir
secara visual merupakan kemampuan untuk mengatur gambaran mental untuk memahami dan
mengartikan berbagai bentuk visual seperti warna, tekstur, garis komposisi dll.
Hal yang berbeda di ungkapkan oleh Robert H. McKim dalam Moore dan Dwyer (1994:104)
yang mendefinisikan belajar visual sebagai suatu kegiatan yang meliputi tiga hal yaitu interaksi
melihat, menggambar dan membayangkan gambar tersebut. Sedangkan Moore dan Dwyer
(1994:101) sendiri dalam bukunya menggambarkan berpikir secara visual di bangun di atas tiga
dasar yaitu metaphoric thinking, right brain/lift brain  mental nodes, visualization  source of
imegery
a. Visualisasi
David M. Moore dan Francis M. Dwyer (1994:105) mengemukkan bahwa berpikir secara
visual juga mengacu pada visualisasi atau penggambaran ide dan gagasan melalui gambar.
Sehingga Visualization  source of imagery merupakan suatu kemampuan yang memungkinkan
seseorang untuk dapat mengubah segala ide dan gagasannya dalam bentuk gambaran, sehingga
ketika dia akan melakukan ide itu ia telah dapat menjalankan rencana tersebut sesuai rencana dan
menyebabkan tingkat keberhasilan rencana tersebut meningkat.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa responden sering mewakilkan ide dan gagasan
mereka ke dalam bentuk manusia. Karena bentuk manusia merupakan bentuk yang mudah. Mereka
dapat melakukannya di manapun, bahkan ketika pelajaran berlangsung, mereka dapat merubah ide
pembelajaran mereka menjadi bentuk gambar manusia untuk mengingatnya.
Selain itu peneliti juga menemukan tentang perilaku yang di lakukan oleh para anggota
komunitas sehingga ide menggambar mereka muncul. Dimana sebagian besar dari responden 37
orang (55,2%) menyatakan bahwa ide mereka muncul tidak di pengaruhi oleh kegiatan yang
mereka lakukan. Hal ini didasarkan pada yang di kemukakan oleh Arnheim (1974) yang berkata
bahwa ide sering kali datang dengan tak terduga bahkan seorang seniman dapat mendapatkan ide
gambar ketika di rumah sakit jiwa.
b. Berpikir Metaforis
Arnheim dalam Eisenberg (2004:8) menggambarkan berpikir visual sebagai berpikir
metaforis, yaitu kesatuan persepsi dan konsepsi yang menuntut kemampuan untuk melihat bentuk
visual sebagai gambar (gambar, tanda-tanda dan simbol). Artinya berpikir metaforis merupakan
kemampuan untuk mengubah semua hal yang di lihatnya menjadi bentuk gambar atau bentuk
visual yang lain seperti warna atau simbol visual lain yang berbeda dari bentuk aslinya tanpa
mengubah isi.
Dalam penelitian ini sebanyak 45 orang responden (65%) berpikir secara metaforis ketika
membaca buku. Mereka dapat merasakan dan membayangkan dalam bentuk gambar di kepala
4
mereka tentang semua yang ada di dalam buku yang mereka baca. Mereka dapat meresakan dan
membayang tentang semua hal yang ada dalam buku yang sedang mereka baca apalagi jika buku
yang mereka baca tersebut menggambarkan dengan detail suasana dan perasaan yang ada di
dalamnya.
Kemudian peneliti juga menemukan tentang jenis buku yang paling sering dibaca, jenis
buku yang sering menyebabkan hal tersebut adalah buku – buku hiburan seperti komik dan novel.
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa responden
sebenarnya dapat membayangkan semua jenis buku. Namun yang paling mudah mereka
bayangkan adalah media hiburan terutama komik. Bahkan untuk komik, mereka sangat terbantu
dengan adanya gambar pada komik. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Tiemesma
(2009), menurutnya buku-buku terutama yang memiliki gambar di dalamnya sangat mudah untuk
dibayangkan dan dipahami karena gambar-gambar yang ada di dalamnya selalu membantu
seseorang untuk membentuk bayangan di dalam pikirannya.
c. Gambaran mental (mental nodes)
Moore dan Dwyer (1994:104) menyatakan bahwa berpikir secara visual melibatkan begitu
banyak kemampuan untuk memanipulasi gambaran mental dan hubungan antara kemampuan
sensorik (otak kiri) dan emosional (otak kanan). Artinya kemampuan belajar secara visual atau
lebih tepatnya right brain/lift brain  mental nodes merupakan suatu kemampuan untuk merubah
semua hal yang di rasakan dan pikirkan menjadi bentuk visual sehingga seseorang yang memiliki
kemampuan ini dia dapat menceritakan semua hal yang ia pernah pikirkan dan alami dan
menggambarkannya.
Dalam penelitian ini menunjukkan perasaan yang mereka gambarkan dapat mereka jadikan
berbagai kisah seperti kisah bahagia, cinta, sedih dan persahabatan. Perilaku inilah yang justru
sering mereka gunakan untuk mengekspresikan perasaan mereka, yang kemudian mereka
mengubah perasaan tersebut saat kegiatan menggambar atau membuat sebuah cerita sehingga
orang lain mengerti apa yang mereka rasakan.
Selain itu peneliti juga menemukan bahwa perilaku mengubah perasaan dari responden
yang paling sering mereka ungkapkan menjadi bentuk gambar adalah semua perasaan seperti
perasaan jengkel atau mengejek, sedih dan senang dan hal itu di kemukakan oleh 36 responden
(53,7%). Mereka selalu mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan mengubahnya dalam
bentuk gambar atau cerita bergambar dan perasaan itu melingkupi semua jenis perasaan tanpa
terkecuali namun hal ini juga bergantung apa faktor kesibukan mereka jika sibuk mereka terkadang
hanya membuat abar yang mewakili perasaan mereka. Hal ini di dasarkan juga pada perkataan
Moore dan Dwyer (1994) yang mengatakan orang yang memiliki kemampuan literasi visual dapat
mengungkapkan semua persenan atau emosi mereka baik itu gembira, sedih dan berbagai emosi
lainnya dalam bentuk visual seperti gambar. Hal senada juga di ungkapkan Arnheim (1974:105)
dalam bukunya yang menceritakan tentang Picaso yang dapat mengungkapkan perasaan tenangnya
melalui sebuah karya seni yang menggambarkan seseorang yang berjalan dengan menggunakan
salah satu kakinya sedangkan kakinya yang lain terseret.
2. Perilaku Belajar Secara Visual atau visual learning
Menurut Moore dan Dwyer (1994:107) belajar secara visual berarti belajar dari gambar
dan media. Sedangkan menurut Eisenberg (2004:8) menyatakan bahwa istilah belajar secara visual
merujuk pada efek dari rangsangan visual pada obyek yang memiliki tujuan pembelajaran yang
5
spesifik, yang dahulunya menggunakan istilah disain pesan kemudian menjadi “instruction
design”. Sedangkan Menurut Moore dan Dwyer (1994:107) menggambarkan belajar secara visual
sebagai suatu kemampuan yang memuliki tiga unsur dasar yaitu membaca gambar, belajar dari
media visual dan disain materi.
a. Membaca Gambar
Moore dan Dwyer (1994:107) mengatakan bahwa di masa lalu istilah “membaca gambar”
atau “belajar dari gambar” sering digunakan untuk merujuk pada belajar secara visual. Artinya
belajar secara visual juga dapat di artikan kemampuan untuk membaca berbagai gambar yang di
berikan. Dapat juga disimpulkan bahwa read pictures atau membaca gambar juga bisa di artikan
kemampuan untuk dapat membaca berbagai gambar yang ia lihat baik itu gambar yang membentuk
cerita maupun gambar yang tidak memiliki keterangan. Jika dalam kehidupan sehari-hari
membaca gambar ini dapat di gunakan untuk membantu pengguna jalan untuk membaca berbagai
rambu-rambu lalu lintas yang sebagian besar berbentuk gambar.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan sebagian besar responden 34 orang (50,7%)
menyatakan bahwa mereka dapat membaca dan menerjemahkan gambar yang mereka lihat dengan
baik dan gambar yang dapat mereka baca dan terjemahkan adalah semua jenis gambar baik itu
gambar yang ada di hadapan mereka seperti gambar tanpa keterangan (lukisan, peta buta, ramburambu lalu lintas), gambar dengan keterangan seperti kurva, diagram, bagan hingga gambar yang
mudah di mengerti dan banyak keterangan seperti komik, cerita.
Selain itu peneliti juga menemukan juga tentang jenis gambar yang dapat responden baca
dan ceritakan kembali dan sebagian besar responden atau sebanyak 36 orang (53,7%) menyatakan
bahwa mereka paling dapat menerjemahkan gambar-gambar yang membentuk cerita seperti komik
dan cerita bergambar
b. Belajar dari media visual
Moore dan Dwyer (1994:107) mengatakan bahwa “belajar dari gambar” juga sering
digunakan untuk merujuk pada belajar secara visual. Jadi Research on learning merupakan
kemampuan untuk belajar menggunakan media visual. Sehingga orang yang mampu belajar secara
visual ia mampu dan memiliki kemampuan untuk belajar dengan menggunakan media visual.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa sebagian besar dari responden 24 orang
(35%) ketika mereka di beri gambar untuk pembelajaran oleh guru atau pemateri apapun
bentuknya mereka selalu mengerti. Walaupun jika gambar yang di berikan bagus atau tidak.
Sedangkan untuk gambar yang paling sering mereka mengerti ketika di beri materi oleh guru atau
pemateri sebagian besar responden yang berjumlah 39 orang menjawab semua jenis gambar baik
itu gambar, kurva, bagan, gambar tanpa keterangan (seperti peta buta, lukisan, ilustrasi) ataupun
lainnya.
Di lain pihak peneliti juga menemukan tentang gambar sering digunakan oleh guru atau
pemateri untuk menerangkan dan sering dapat di mengerti oleh para responden dan sebagian besar
responden 39 orang (58,2%) menyatakan bahwa mereka selalu mengeri dengan semua gambar
yang di gunakan dan di berikan oleh pemateri atau guru untuk menerangkan baik itu berupa kurva,
diagram, bagan, gambar abstrak bahkan makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan yang di kemukakan
oleh Moore dan Dwyer (1994:107) yang mengatakan bahwa orang yang memiliki literasi visual ia
dapat belajar dari berbagai jenis gambar atau media visual lainnya.
6
c. Disain Materi
Menurut Dwyer dalam Moore dan Dwyer (1994:107) yang mengatakan bahwa belaja
secara visual juga bisa berarti penelitian pada disain visual untuk pengajaran. Artinya Design of
materials dapat juga berarti orang yang memiliki kemampuan ini ia dapat mendisain berbagai
materi, seperti meteri pembelajaran sehingga materi yang di pergunakan untuk presentasi menjadi
bentuk lain dengan media visual atau gambar, sehingga orang yang membaca dan melihat meteri
tersebut mudah dalam memahami materi.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan perilaku anggota komunitas ketika mendisain
materi mereka menggunakan gambar apapun sesuai kemampuan pemahaman orang yang mereka
beri materi dan yang dapat melakukan demikian sebanyak 48 orang (71,6%). Sehingga materi yang
mereka terangkan atau mereka berikan kepada orang lain dapat dimengerti oleh orang tersebut dan
gambar yang sering mereka gunakan untuk menerangkan gambar tersebut adalah berbagai gambar
yang dapat dimengerti oleng orang yang sedang mereka beri materi gambar tersebut seperti kurva,
bagan, karikatur dan gambar sesuai bentuk asli dari bentuk yang ingin mereka terangkan.
Selain itu peneliti juga menemukan perilaku anggota komunitas tentang jenis gambar yang
paling sering mereka gunakan untuk memberi materi. Sebagian besar dari responden
mengungkapkan bawa ketika mereka menerangkan materi, mereka sering menggunakan gambar
yang mereka sesuaikan dengan kemampuan dari orang yang mereka beri materi sehingga orang
yang mereka beri materi dapat mengerti dengan mudah tentang yang mereka terangkan dan tidak
terjadi kesalahpahaman makna antara mereka dan orang yang sedang membutuhkan penjelasan
mereka dan yang menjawab demikian sebanyak 34 orang (34%). di atas didasarkan pada perkataan
dari Arnheim. Arnheim (1974) mengatakan dalam pendidikan kedokteran setiap pengejar di sana
menggunakan berbagai media visual seperti gambar, boneka hingga organ yang di awetkan atau
bentuk visual yang lain yang sekiranya dapat mempermudah anak didiknya dalam memahami dan
membayangkan bagaimana bentuk dan cara kerja dari organ tubuh manusia.
3. Perilaku Komunikasi Secara Visual atau visual communication
Wileman dalam Moore dan Dwyer (1994:108) mendefinisikan komunikasi secara visual
sebagai upaya yang dilakukan untuk menggunakan berbagai simbol-simbol visual untuk
mengekpresikan idenya dan untuk mengajarkan seseorang untuk memasuki atau keluar dari
“pendidikan formal”. Jika pada umumnya komunikasi hanya bertukar pesan namun pada
komunikasi secara visual juga memerlukan pertukaran makna. Moore dan Dwyer (1994:108) juga
mengemukakan bahwa komunikasi secara visual meliputi art atau seni, media dan estetika.
a. Seni atau Art
Art atau seni sehingga orang yang memiliki kemampuan visual dapat membuat berbagai
seni seperti gambar untuk dapat mengutarakan semua hal yang telah ia pikirkan, rasakan dan
pelajar, karena menurut Moore dan Dwyer (1994:108) dalam bukunya seni sangatlah penting
dalam berkomunikasi karena dalam komunikasi secara visual yang ingin disampaikan bukan
hanya pesan tapi juga makna.
7
Dalam penelitian ini peneliti menemukan seni yang sering di gunakan oleh responden
untuk menyampaikan pesan dan sebagian besar responden yaitu 26 orang (38,8%) menyatakan
bahwa mereka paling sering menyatakan atau menyampaikan pesan dengan menggunakan
gambar-gambar komik. Hal ini dikarenakan menurut mereka komik lebih muda di buat dan lebih
muda dipahami oleh orang lain sehingga orang tersebut lebih mengeri maksud dari maksud
mereka. Selain itu hal ini juga berdasarkan pada jurnal yang ditulis oleh Marie dan Wiliams (2008),
di mana ia mengungkapkan bahwa menggunakan media visual seperti komik dapat meningkatkan
pemahaman seseorang untuk memahami informasi atau pesan yang di berikan.
Namun dalam temuan selanjutnya para responden menyatakan hal yang sedikit berbeda,
sebagian besar responden 34 orang (50,7%) menyatakan karya seni yang paling baik yang mereka
buat untuk mengirim pesan adalah sketsa. Menurut hasil wawancara mengapa seni membuat sketsa
mereka lebih bagus daripada ketika mereka menggunakan komik karena mereka lebih sering
membuat sketsa daripada membuat komik, mereka dapat membuat sketsa di manapun namun
mereka tidak dapat memungkiri jika menggunakan sketsa saja maksud dari informasi, cerita atau
makna yang mereka berikan pada sketsa tersebut sering kali tidak dapat dimengerti oleh orang lain
yang melihatnya.
b. Media
Moore dan Dwyer (1994:108) komunikasi visual juga berarti menggunakan media visual
dengan simbol visual untuk mengekspresikan ide dan menyampaikan makna karena berinteraksi
secara kritis dengan simbol media massa merupakan aspek yang penting dalam literasi visual. Dari
definisi tersebut dapat juga di artikan bahwa orang yang memiliki kemampuan komunikasi secara
visual di di tuntut untuk mampu menggunakan berbagai media visual untuk menggunakan simbolsimbol media masa untuk mengungkapkan segala gambaran dari ide dan gagasannya sehingga
orang lain dapat memahami ide dan gagasan yang ia miliki.
Di dalam penelitian ini peneliti menemukan sebagian besar responden yaitu sebanyak 29
orang (43,3%) dari total responden menyatakan bahwa mereka dapat menggunakan semua media
visual seperti komputer, HP, internet dan kertas untuk menyampaikan pesan mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa para responden yang merupakan anggota dari Komunitas Komik Bungkul
Surabaya dapat menggunakan berbagai media visual untuk menyampaikan informasi dan tidak
hanya terbatas pada kertas.
Namun peneliti juga menemukan dari kesemua media yang ada dan dapat di gunakan oleh
responden yang merupakan anggota komunitas, media visual yang paling mereka kuasai adalah
media manual seperti kertas, alat tulis dan alat warna yang menjawab demikian sebanyak 55,2
orang (55,2%). Hai ini dikarenakan menurut mereka kertas merupakan media visual yang paling
efisien dan dapat di bawa ke manapun sehingga mereka dapat melakukan kegiatan menggambar
atau latin menggambar di manapun dan kapanpun mereka ingin mewujudkan ide atau
menyampaikan formasi yang ingin mereka sampaikan kepada reng lain.
c. Estetika
Menurut Moore dan Dwyer (1994:108) mengatakan bahwa komunikasi visual tidak hanya
digunakan untuk menyampaikan pesan tetapi juga makna. Sehingga untuk itu di butuhkan estetika.
Aesthetics atau estetika merupakan sebuah kemampuan untuk menilai baik - buruknya sebuah seni
atau karya sehingga makna dari seni atau karya tersebut dapat tersampaikan. Di mana orang yang
mampu berkomunikasi secara visual diharuskan memiliki estetika karena dalam membuat karya
8
seni seperti gambar, karya dengan kenyamanan dilihat akan menyebabkan informasi yang di
sampaikan dapat di pahami dengan baik. Di dalam bidang estetika kemampuan estetika sering kali
tidak dapat di rasakan oleh orang yang bersangkutan tetapi oleh orang yang melihat karyanya, jika
karya dari orang tersebut dinyatakan bagus atau nyaman untuk di lihat maka orang tersebut dapat
di sebut memiliki estetika yang baik.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan sebagian besar dari responden menyatakan
bahwa sisi karya mereka yang paling sering di puji oleh orang lain adalah sisi kenyamanan di lihat
oleh orang lain atau dapat juga disebut estetika dan yang menjawab demikian sebanyak 34 orang
(50,7%). Selain itu peneliti juga menemukan jenis gambar atau karya dari responden yang di
gunakan untuk menyampaikan pesan dan memiliki nilai estetika yang paling bagus yaitu karya
manusia dengan jumlah responden yang menjawab demikian sebanyak 26 orang (38,8%).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat dipaparkan oleh peneliti seperti berikut:
 Bahwa para anggota komunitas memiliki berbagai perilaku literasi visual yaitu:
1. Perilaku berpikir secara visual: pada prilaku berpikir secara visual para responden sering
mengungkapkan perasaan dalam bentuk visual, mereka juga mengubah ide mereka dalam
bentuk visual.
2. Perilaku belajar secara visual: mereka selalu mengerti ketika di beri materi pembelajaran
dengan media visual, ketika mendisain materi mereka selalu menyesuaikan dengan
pemahaman dari orang yang mereka akan beri materi, mereka juga dapat membaca dan
menerjemahkan semua jenis gambar seperti kurva, tabel dll.
3. Perilaku komunikasi secara visual: sebagian besar responden senang menyampaikan pesan
dengan menggunakan komik, selia itu mereka juga sering menggunakan media visual
seperi komputer, Hb dan berbagai media visual lainnya untuk menyampaikan pesan, dan
juga mereka sering menggunakan gambar manusia untuk menyampaikan pesan.
Referensi :








Tiemesma, Leone. 2009 : Visual Literacy: to Comic or Not ? Promoting Literacy Pushing
Comic. Milan: IFLA
Eisenberg, Michael B.2004 : Information Literacy : Essential Skill for the Information Age.
London : Libraries Unlimited
Gillenwater, Cary. 2009. Lost Literacy: How Grapic Novels Can Recover Visual Literacy In
The Literacy Classroom (Oct volume 37, on 2)
Krashen, Stephen D. 2004 : The Power of Reading : Insights from the Research. London :
Libraries Unlimited
Lestari, Suci; Sukma; Putri C; dan Yuniarti. 2009 : Media Grafis : Media Komik. Bandung :
Universitas Pendidikan Indonesia
Moore, David; Francis, M; dan Dwyer, M. 1994 : Visual Literacy : A Spectrum of Visual
Learning. Engelewood Cliffs, NJ : Educatonal Technology Publications.
Sugiono. 2013 : Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan Kombinasi. Bandung :
Alfabeta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2010 : Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta : Kencana Prenada Group.
9
Download