BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Isu-isu polutan pabrik, pencemaran dan degradasi lingkungan adalah poin pembicaraan utama di dunia saat ini. Pemanasan global dan perubahan iklim dunia memperingatkan masyarakat dunia untuk melindungi dunia dari bencana tersebut. Kondisi yang terus berjanjut ini menyebabkan peningkatan keprihatinan pemerintah, pengamat lingkungan, pemegang saham, kreditur dan tuntunan masyarakat. Hal ini mengakibatkan tekanan berat yang dihadapi perusahaan untuk beroperasi dengan cara yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan dituntut memberikan informasi tentang kinerja dan kebijakan lingkungan, program yang dilakukan serta resiko lingkungan mereka didalam laporan tahunan. Dengan demikian, perusahaan mulai secara sukarela melaporkan kinerja lingkungan mereka dan pengungkapan informasi lingkungan telah menjadi dimensi penting dari sistem informasi akuntansi (Akbas, 2014). Menurut Oba et al. (2012), secara global perusahaan-perusahaan diminta untuk memasukkan masalah lingkungan dalam operasi bisnis dan interaksinya dengan para pemangku kepentingan. Perusahaan tidak bisa lagi mengabaikan masalah dalam masyarakat dimana mereka beroperasi. Kontrak sosial ini telah demikian melembaga antara organisasi dan lingkungan sehingga membuat tanggung jawab lingkungan mendikte perusahaan. Manajemen dibebani dengan tanggung jawab yang menggabungkan efek dari kegiatan operasional di 1 lingkungan dalam pengambilan keputusan. Aspek lingkungan dari tanggung jawab sosial telah menimbulkan minat yang besar dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah usaha sadar diperlukan untuk membuat perusahaan lebih responsif terhadap masalah tanggung jawab lingkungan. Terlepas dari upaya yang dilakukan didalam negeri untuk menangani masalah-masalah lingkungan, degradasi lingkungan tetap menjadi masalah terbesar di Indonesia. Akuntan tidak bisa lagi menutup matanya dengan efek isu-isu lingkungan akuntansi, manajemen bisnis, sistem pengungkapan dan akhirnya diwajibkan adanya efek bottom line terhadap keuangan. Perlindungan lingkungan dan keterlibatan potensi akuntan menjadi subjek umum diskusi antara akuntan di seluruh dunia. Saat ini, akuntan diharapkan untuk mengambil peran proaktif dalam proses perlindungan lingkungan dengan munculnya liberalisasi, menghilangkan hambatan perdagangan membuatnya logis bahwa biaya kerusakan lingkungan akibat kegiatan industri harus diinternalisasikan dalam rekening perusahaan, itulah sebabnya akuntansi dan pelaporan lingkungan sangat penting saat ini. Akuntansi memiliki peran penting dalam pengungkapan tanggung jawab lingkungan entitas yang berbeda apakah industri, jasa komersial dan disemua tingkatan baik mikro maupun makro. Akuntansi prihatin dengan pencapaian tujuan baru seperti mengukur dan mengevaluasi dampak lingkungan potensial atau aktual dari proyek dan organisasi. Tujuan-tujuan baru sangat penting karena memungkinkan banyak pengguna untuk mengambil keputusan pembangunan yang berbeda secara ekonomi dan berwawasan lingkungan (Bassey et al., 2013). Akuntansi 2 bertanggung jawab untuk mengukur, mengevaluasi dan pengungkapan kinerja lingkungan dalam laporan keuangan atau lampirannya. Tidak diragukan lagi bahwa pengukuran kinerja lingkungan tergantung pada sistem akuntansi tetapi membutuhkan data, selain data akuntansi konvensional, seperti rasio polusi. Isu lingkungan mungkin tidak benar-benar akurat, tetapi, ekonom dan akuntan harus memberikan perkiraan terbaik, sesuai dengan tingkat pengetahuan, dan teknik yang digunakan (US Environmental Protection Agency (EPA), 1995 dalam Bassey et al., 2013). Tanggung jawab lingkungan merupakan suatu gagasan pentingnya tanggung jawab dan kepedulian perusahaan yang diwujudkan melalui program-program yang memiliki nilai-nilai sosial dan keberpihakan terhadap lingkungan. Selain itu, merupakan salah satu elemen pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI. Saat ini perusahaan diharapkan untuk mengatasi dampak operasi mereka terhadap lingkungan dan masyarakat pada umumnya (Innocent et al., 2014). Ini dapat dilakukan dengan berinvestasi pada sektor-sektor ramah lingkungan, menjaga keseimbangan eksploitasi sumber daya alam, pengolahan /daur ulang limbah, menaikkan pengeluaran-pengeluaran lingkungan (biaya lingkungan) serta cara lain guna menjaga keseimbangan lingkungan dan sejenisnya. Dan perusahaan perlu menunjukkan komitmen mereka terhadap pelestarian, pemeliharaan dan pemulihan sumber daya alam yang digunakan atau gangguan dalam proses produksi yang mereka gunakan serta mengungkapkan informasi tentang interaksi entitas dengan lingkungan. 3 Pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) merupakan pengungkapan informasi yang berkaitan dengan lingkungan hidup didalam laporan perusahaan dan merupakan alat manajerial bagi perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan dengan masyarakat sekitar perusahaan (Suratno et al., 2006). Terjadi peningkatan signifikan dari waktu ke waktu jumlah perusahaan yang menyediakan pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan mereka dan media komunikasi lainnya dalam dua dekade terakhir (Suttipun, et al. 2012). Pengungkapan tanggung jawab lingkungan dipandang sebagai wujud akuntabilitas perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan (Ghozali, 2007). Pengungkapan lingkungan penting, karena memberikan informasi kinerja lingkungan dan pengaruhnya terhadap pasar modal. Investor dan pemangku kepentingan lain harus menggunakan informasi lingkungan dalam pengambilan keputusan mereka. Terdapat peningkatan bukti kegunaan informasi lingkungan untuk analisis posisi keuangan perusahaan serta untuk tujuan lainnya, misalnya dimasukkan dalam dana etis atau indeks keberlanjutan (Garcia et al., 2013). Beberapa negara telah mulai mengembangkan pengungkapan wajib dalam persyaratan pelaporan. Namun, pengungkapan lingkungan disebagian besar negara-negara berkembang masih sangat bergantung pada inisatif pelaporan sukarela entitas (Uwuigbe, 2012). Alasan utama mengembangkan pengungkapan lingkungan adalah peningkatan peraturan lingkungan dan tekanan berbagai pihak untuk udara bersih, air bersih dan lain-lain, peningkatan resiko lingkungan dan keinginan perusahaan 4 untuk meningkatkan citra atau manfaat keuntungan finansial dengan menggunakan perkembangan jenis pengungkapan (Garcia et al., 2013). Ini diperlukan manajemen perusahaan untuk mempertimbangkan implikasi lingkungan dari semua keputusan internal manajemen mereka dan setiap inisiatif yang telah dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut dan disisi lain untuk mempertahankan gambaran tanggung jawab sosial. Lingkungan adalah sumber daya signifikan bagi banyak perusahaan, dan harus dikelola secara efisien untuk kepentingan perusahaan dan masyarakat. Melindungi lingkungan adalah tanggung jawab sosial dan komitmen perusahaan terhadap stakeholder. Penurunan asimetri informasi stakeholder dan pengembangan citra tanggung jawab sosial tercapai melalui pelaporan lingkungan. Semua pihak harus berperan aktif untuk melestarikan dan menjaga lingkungan. Perusahaan diharapkan untuk memainkan peran paling aktif sejak kegiatan mereka telah membahayakan lingkungan hidup. Selain itu, perusahaan juga memiliki lebih banyak sumber daya untuk melakukan kegiatan pelestarian. Pedoman Global Reporting Initiative (GRI) memberikan prinsip-prinsip dan indikator yang rinci pertanggungjawaban untuk perusahaan. melaporkan semua Pedoman pelaporan aspek kinerja dan keberlanjutan GRI dikembangkan melalui proses yang melibatkan banyak pihak membawa peningkatan dramatis dalam praktik pelaporan perusahaan. Pedoman internasional GRI yang digunakan secara luas ini menjamin komparabilitas, merupakan salah satu dari 11 prinsip pelaporan GRI utama. Perbandingan antar laporan memungkinkan para pemangku kepentingan mengidentifikasi dan membedakan 5 antara praktik terbaik dan terburuk dan membantu praktek benchmarking terbaik antara kelompok sejenis. Versi keempat dari pedoman GRI yang diterbitkan pada Mei 2013 memfasilitasi lebih banyak perusahaan untuk menerbitkan laporan pertanggungjawaban perusahaan. Penggerak utama pedoman GRI adalah: globalisasi, tata kelola perusahaan, akuntabilitas, kewarganegaraan, kebijakan nasional, konvensi internasional dan lain-lain. Semua ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara keberlanjutan dan pelaporan keuangan termasuk peraturan akuntansi, manajemen risiko keuangan dan manajemen aset tidak berwujud. Lebih lanjut, mereka mengharapkan pedoman GRI menuai manfaat seperti: meningkatkan hubungan dengan para pemangku kepentingan; pengurangan volatilitas dan ketidakpastian harga saham; membangun citra merek, dan penciptaan keunggulan kompetitif. Laporan tahunan (annual report) perusahaan merupakan salah satu media yang digunakan untuk mengungkapkan setiap informasi, kebijakan dan keputusan yang diambil dengan mempertimbangkan dampak lingkungan. Selain itu, laporan keuangan dijadikan sebagai media untuk menilai pertanggungjawaban manajemen (accountability) dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Para pengguna potensial mempertimbangkan bahwa laporan tahunan lebih penting daripada sumber lain dari informasi dalam rangka memahami kinerja lingkungan perusahaan (Garcia et al., 2003). Pelaporan non-keuangan ini secara umum telah diakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2009) paragraf ke-14 yang jelas menyatakan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang industri yang menghasilkan limbah harus bertanggung jawab 6 dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar dan sukarela mengungkapkannya. Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan pengungkapan tanggung jawab lingkungan perusahaan. Suttipun et al. (2012) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan dan profitabilitas merupakan faktor yang dianggap sebagai atribut perusahaan yang memiliki hubungan dengan tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan. Akbas (2014) mengemukakan lima karakteristik perusahaan yang mempengaruhi tingkat pengungkapan lingkungan perusahaan, yaitu: ukuran, leverage, profitabilitas, keanggotaan industri dan usia. Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan besar harus bertanggung jawab lebih mengenai pengungkapan lingkungan karena memiliki dampak yang lebih besar dari lingkup sosial mengingat perusahaan besar memiliki stakeholder yang lebih banyak dibandingkan perusahaan kecil (Ikbal, 2012). Perusahaan besar mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil akibat tekanan dan tuntutan stekeholder untuk melakukan pertanggung jawaban sosial dan lingkungan. Pengungkapan lingkungan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan. Dengan mengungkapan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, perusahaan dalam jangka panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin mereka mampu untuk menginvestasikan sumber daya mereka ke teknologi 7 lingkungan perusahaan dan manajemen yang ramah lingkungan. Mereka cenderung lebih peduli dengan reputasi dan citra lingkungan perusahaan. Pada saat yang sama pemangku kepentingan eksternal menuntut kinerja sosial lingkungan perusahaan yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan besar lebih rentan terhadap pertanyaan dari para pemangku kepentingan kelompok karena mereka sangat terlihat oleh kelompok eksternal dan lebih rentan terhadap efek samping diantara mereka (Uwuigbe, 2012). Selain ukuran perusahaan, profitabilitas juga mempengaruhi pengungkapan lingkungan. Cohen et al. (1997) menyatakan bahwa perusahaan yang membuat pengungkapan lingkungan, secara efektif mengurangi polusi serta menggunakan metode produksi yang lebih efisien, dengan demikian mendapatkan keuntungan yang kompetitif. Alasan untuk pengaruh profitabilitas pada keterbukaan informasi sukarela jelas. Perusahaan yang menguntungkan memiliki insentif untuk membedakan diri dari perusahaan yang kurang menguntungkan dalam rangka untuk meningkatkan modal pada istilah terbaik yang tersedia. Salah saru caranya adalah melalui keterbukaan informasi sukarela. Hipotesis teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan terikat kontrak sosial tertulis dalam masyarakat di mana mereka beroperasi. Kegagalan untuk mematuhi legitimasi mereka akan mengancam kinerja dan kelangsungan hidup perusahaan. Akbas (2014) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih menguntungkan mungkin memiliki dana yang cukup untuk mengkompensasi biaya pengungkapan lingkungan. Ia juga menyatakan bahwa perusahaan dengan resio profitabilitas yang tinggi dapat mengungkapkan informasi lebih banyak untuk mencengah 8 perhatian negatif berasal dari kelebihan profitabilitas dan meningkatkan kredibilitas mereka diantara investor. Oleh karena itu, perusahaan yang lebih menguntungkan diharapkan untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan yang lebih suka rela dari perusahaan non-menguntungkan. Namun hubungan antara kinerja keuangan perusahaan dan pengungkapan lingkungan perusahaan ini bisa dibilang salah satu isu paling kontroversial belum diselesaikan (Choi, 1998). Studi empiris telah memperkirakan bahwa perusahaan besar dan menguntungkan, serta mereka yang tercantum dalam industri yang memiliki potensi dampak yang lebih besar pada lingkungan (industri sensitif), cenderung untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan yang lebih jauh (Gray et al., 2001 dalam Garcia et al., 2003). Faktor lain diduga mempengaruhi pengungkapan lingkungan adalah leverage. Leverage memberikan gambaran mengenai stuktut modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu hutang. Semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak hutang, maka manejer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibanding laba dimasa depan (Juhmani, 2014). Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit melakukan pengungkapan lingkungan supaya dapat melaporkan laba sekarang yang lebih tinggi. Menuntut Akbas (2014), hutang (leverage) perusahaan meningkat, permintaan pemantauan informasi investor juga meningkat dalam rangka untuk menjaga informasi tentang kinerja operasi perusahaan, termasuk kinerja lingkungan. Selain itu, disarankan agar perusahaan dengan leverage yang 9 lebih tinggi lebih untuk meningkatkan volume pengungkapan perusahaan untuk mengurangi biaya agensi. Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage ditunjukkan dalam beberapa penelitian empiris dan mendapatkan hasil yang beragam. Penelitian Suttipun et al. (2012), menggunakan analisis isi dengan menghitung jumlah kata dalam versi bahasa Thailand yang dibagi menjadi 22 tema berbeda. Dari 50 perusahaan Thailand yang terdaftar selama Juni-Juli 2011 yang dianalisis, 44 perusahaan (88%) menyediakan pengungkapan lingkungan di situs web mereka dan 48 perusahaan (96%) mengungkapkan informasi lingkungan dalam laporan tahunan mereka pada 31 Desember 2010. Jadi, ditemukan bahwa sejumlah besar perusahaan memberikan informasi lingkungan mereka lebih banyak melalui laporan tahunan dari pada website. Penelitian lainnya terhadap 75 perusahaan yang terdaftar di Stock Exchange Thailand (SET), Suttipun et al. (2012) menemukan bahwa ada hubungan positif antara jumlah pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan Thailand dan ukuran perusahaan. Namun profitabilitas tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan pengungkapan. Penelitian Akbas (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dan signifikan secara statistik dengan tingkat pengungkapan lingkungan. Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan leverage tidak berpengaruh signifikan, yang menunjukkan bahwa rasio hutang terhadap ekuitas tidak ada hubungannya dengan tingkat pengungkapan lingkungan. Dalam hasil penelitiannya, Clarkson et al. (2008) menemukan bahwa variabel leverage secara signifikan positif berhubungan dengan pengungkapan lingkungan 10 perusahaan. Ia menunjukkan bahwa tekanan debtholders pada perusahaan untuk mengungkapkan hal yang berkaitan dengan lingkungan bertujuan untuk menilai kewajiban potensial dimasa depan. Selain itu, perusahaan besar mengungkapkan lebih, sesuai dengan rendahnya biaya produksi informasi mereka. Namun Connors et al. (2011) menemukan hasil yang berbeda, yakni leverage memiliki koefisien korelasi yang negatif terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan. Penelitian tentang environmental disclosure menjadi penting dinegara berkembang dimana kerusakan lingkungan hidup menjadi problem utama dalam pembangunan bangsa. Meskipun telah ada regulasi yang meminta perusahaan untuk menyajikan informasi lingkungan dalam laporan keuangan sebelum tahun 2012, tetapi itu bersifat sukarela. Walaupun sejak 1 Agustus 2012, pemerintah menerapkan Peraturan Pemerintah Kep-431/BL/2012 yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar harus melaporkan kegiatan sosial dan lingkungan dalam laporan keuangan mereka (Rusmanto et al., 2015). Dengan melaporkan kedua aspek baik keuangan maupun non keuangan oleh perusahaan, maka diharapkan para pembaca laporan keuangan dapat memiliki informasi yang lebih komprehensif mengenai kinerja perusahaan dan keberlanjutan mereka. Namun itu bukan tugas yang mudah bagi perusahaan untuk mencatat dan melaporkan kebijakan, program dan biaya pada kegiatan sosial maupun lingkungan dalam laporan keuangan mereka. Berdasarkan latar belakang masalah dan keberagaman hasil penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk mengamati kembali kemampuan perusahaan dalam memenuhi persyaratan 11 pemerintah untuk melaporkan kegiatan sosial dan lingkungan mereka, terutama yang ditentukan oleh faktor karakteristik perusahaan. Dengan demikian, penelitian ini fokus pada Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Leverage terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan pada perusahaan manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : a. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (environmental disclosure)? b. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (environmental disclosure)? c. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (environmental disclosure)? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (environmental disclosure). 12 2) Untuk mengetahui pengungkapan apakah informasi profitabilitas lingkungan berpengaruh perusahaan terhadap (environmental disclosure). 3) Untuk mengetahui apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan informasi lingkungan perusahaan (environmental disclosure). 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1) Bagi perusahaan, agar dapat digunakan sebagai acuan dalam pendekatan lingkungan dan kesadaran akan pentingnya melakukan tanggung jawab sosial dalam bidang lingkungan. 2) Bagi masyarakat (investor, konsumen, agen dan lain-lain) agar dapat digunakan untuk menambah pemahaman akan pentingnya kebijakan lingkungan yang diambil suatu perusahaan sebagai tanggung jawab bersama. 3) Bagi akademisi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam masalah yang berhubungan dengan kinerja ekonomi berdasarkan environmental disclosure. 13