BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Landasan Teori a. Agency Theory (Teori Keagenan) Jensen dan Meckling (1974) dalam Istanti (2009) menyatakan bahwa masalah agensi dapat memburuk apabila presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh manajer sedikit. Jensen dan Meckling menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manager (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Teori ini merupakan dasar yang digunakan perusahaan memahami corporate governance. Teory keagenan membahas hubungan antara manajemen dengan pemegang saham, di mana yang dimaksud dengan principal adalah pemegang saham dan agent adalah manajemen ( Belkaoui, 1993: 127). Dalam kepentingan teori agency sendiri, masing-masing principal memiliki individu memiliki kepentingan untuk mendapatkan laba yang maksimal sedangkan agen memiliki untuk memaksimalkan kebutuhan ekonomi. untuk menghindari konflik antara principal dengan agen 10 sebaiknya agen melakukan 11 pengungkapan informasi yang relevan. Selain itu, agen juga memiliki kewajiban untuk mengelola perusahaan sesuai dengan keinginan principal. Kontrak antara manajer dan pemilik menimbulkan masingmasing pihak memiliki hak dan tanggung jawab dalam proses pengelolaan perusahaan. Manajer berkewajiban untuk menjalankan dan mengoperasikan perusahaan secara bertanggung jawab serta melaporkannya kepada pemilik secara berkala, lengkap, dan terbuka atas apa saja yang telah dilakukan dan bersedia menerima pengawasan dan pengarahan dari pemilik. Manajer berhak untuk menerima penghargaan yang telah dijanjikan pemilik atas kinerja dan prestasinya. Sedangkan pemilik berkewajiban untuk memperhatikan dan memberi penghargaan, bonus atau imbalan kepada manajer, serta berhak untuk melakukan pengawasan dan pengendalian, meminta laporan pertanggung jawaban, mengganti manajemen dengan orang yang lebih mampu bila manajemen dinilai tidak dapat melaksanakan tugas, dan menerima return yang layak dari modalnya sehingga kesejahteraannya meningkat. Jensen dan Meckling (1976) dalam Istanti (2009) menyatakan permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen adalah: 12 1. Moral hazard, yaitu permasalahan muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. 2. Adverse selection, yaitu suatu keadaan di mana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun agent. Jensen dan Meckling (1976) dalam Istanti (2009) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. b. Positive Accounting Theory (PAT) Teori akuntansi positif (PAT) menjelaskan fenomena akuntansi yang diamati berdasarkan pada alasan-alasan yang menyebabkan 13 terjadinya suatu peristiwa. Positive Accounting Theory (PAT) bertujuan untuk menjelaksan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan tertentu. Penjelasan dan prediksi dalam PAT didasarkan pada proses kontrak (contracting process) atau hubungan keagenan antara manajer dengan pihak lain seperti investor, kreditor, auditor, BAPEPAM, dan pemerintah (Chariri dan Ghozali, 2011). Laporan keuangan sebenarnya merupakan cermin perilaku oportunis seseorang yang menyusun laporan keuangan tersebut (Sulistyanto, 2008). Baik buruknya kinerja yang disajikan dalam laporan keuangan akan dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan penyusunnya, bukan kinerja perusahaan yang sesungguhnya. Ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan (Watt dan Zimmerman, 1990 dalam Chariri dan Ghozali, 2011). 1. Hipotesis Rencana Bonus (Bonus plan hypothesis) Manajemen perusahaan dengan rencana bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima. Konsep ini menjelaskan bahwa bonus yang yang dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak hanya memotivasi manajer untuk bekerja dengan lebih baik tetapi 14 juga memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba agar selalu nampak telah mencapai tingkat kinerja sesuai kontrak akan mendapatkan bonus (Sulistyanto, 2008). Manajer memainkan angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan hingga bonus itu selalu didapatkannya. Ketika kinerja perusahaan berada di bawah syarat untuk memperoleh bonus, maka manajer akan melakukan mengatur dan mengelola laba agar dapat mencapai tingkat yang memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus. Sebaliknya, jika kinerja yang diperoleh manajer jauh di atas jumlah yang disyaratkan untuk mendapatkan bonus, manajer akan mengelola dan mengatur laba agar laba yang dilaporkan menjadi tidak terlalu tinggi. Manajer juga akan mengakui sebagian laba pada periode mendatang untuk memastikan di periode mendatang dia tetap akan memperoleh bonus.Hal ini mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda, yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus padahal seharusnya manajer tidak berhak atas bonus tersebut karena tidak mencapai target. 2. Hipotesis Hutang/Ekuitas (Debt/Equity Hypothesis) Debt/Equity Hypothesis menyatakan makin tinggi rasio antara hutang dan ekuitas, makin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikan laba. Manajer memilih metode akuntansi yang dapat menaikan laba untuk dapat 15 melonggarkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis. Makin tinggi batasan kredit, makin besar juga kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Laba merupakan indikator kemampuan perusahaan untuk dapat menyelesaikan kewajiban hutangnya. Karena itu manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutang yang jatuh tempo tahun ini dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Upaya ini dilakukan agar dana untuk menyelesaikan kewjiban hutang tersebut dapat digunakan untu keperluan lain. Kreditor sebagai pihak yang menggunakan informasi laba sebagai dasar pengambilan keputusan akan memperoleh informasi yang salah. Informasi laba yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya ini sangat merugikan. Karena menyebabkan keputusan yang diambil kreditor salah atau tidak tepat. 3. Hipotesi Biaya Politik (Political Cost Hypothesis) Hipotesis ini menyatakan perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periode dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan merupakan variabel proksi dari aspek politik. Perusahaan besar biasanya memiliki biaya politik besar. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian. 16 Tiga hipotesis tersebut menukjukkan bahwa teori positif mengakui adanya 3 hubungan keagenan (1) antara manajemen dengan politik, (2) antara manajemen dengan kreditur, (3) antara manajemen dengan pemerintah. Masalah agency muncul disebabkan karena adanya asimetri informasi antara agent dan principal, dimana agent lebih banyakmempunyai informasi dibandingkan principal, sehingga menyebabkan adanya moral hazard. Beberapa regulasi dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan dunia usaha. Salah satunya undang-undang perpajakan yang mengatur jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan berdasarkan laba yang diperoleh selama periode tertentu. Dengan adanya undang-undang tersebut maka jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan tergantung dari jumlah laba yang diperolehnya. Perusahaan dengan laba tinggi akan dikenai pajak lebih besar. Kondisi ini yang menyebabkan manajer cenderung untuk mengelola laba dan mengaturnya dalam jumlah tertentu sehingga pajak yang harus dibayarkan tidak terlalu tinggi. Manajer tidak ingin kewajiban pajak yang harus ditanggung terlalu besar sehingga membebani perusahaan. 17 2. Manajemen Laba (Earning Management) a. Definisi Manajemen Laba Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi didefinisikan sebagai pembedaan antara pendapatan yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut (Chariri dan Ghozali, 2001). Manajemen laba merupakan suatu fenomena dimana manajer dapat memilih kebijakan akuntansi suatu standar dengan maksud memaksimalkan kesejahteraan mereka atau meningkatkan nilai perusahaan (Scott, 1999 dalam Julia Halim, 2005). Scott (1999) dalam Julia Halim (2005) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat 18 perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Healy dan Wahlen (1999) dalam I Gusti (2011) menyatakan manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan sehingga menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi mempengaruhi hasil kontrak yang perusahaan atau untuk menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Secara umum manajemen laba didefinisikan sebagai upaya yang disengaja oleh manajer untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Aktivitas ini dapat mengelabuhi stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan (Sulistyanto, 2008). b. Teknik Earnings Management Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan keuangan Scott (2000) dalam Yulia (2007), yaitu: 1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva 19 tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2. Mengubah metode akuntansi Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus. 3. Menggeser periode biaya atau pendapatan Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland, 1993), mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi berikutnya, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain. c. Strategi Earnings Management Menurut Subramanyam dan Wild (2010), terdapat tiga jenis strategi manajemen laba, yaitu sebagai berikut: 1. Meningkatkan Laba Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini memungkinkan peningkatan laba 20 selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil disbanding akrual kini, sehingga dapat meningkatkan laba. kasus yang terjadi adalah perusahaan malaporkan laba yang lebih tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang, selain itu, perusahaan dapat melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan membalik akrual sekaligus pada satu saat pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali dilaporkan ‘dibawah laba bersih” (below the line), sehingga dipandang tidak terlalu relevan. 2. Big Bath Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (seringkali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga malaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya. Oleh karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak keuangannya. Hal ini memberikan kesempatan untuk meningkatkan laba di masa depan. 21 3. Perataan Laba Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup ridak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau ‘baik” laba dan kemudian malaporkan laba ini saat periode buruk. d. Mekanisme Manajemen Laba Menurut Subramanyan dan Wild (2010), terdapat dua metode utama manajemen laba, yaitu: 1. Pemindahan Laba Pemindahan laba merupakan manajemen laba dengan memindahkan laba dari satu period eke periode lainnya. Pemindahan laba dapat dilakukan dengan mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan atau beban. Bentuk manajemen laba ini biasanya menyebabkan dampak pembalik pada satu atau beberapa periode masa depan, seringkali satu periode berikutnya. Untuk alasan ini, pemindahan laba sangat berguna untuk perataan laba. 2. Manajemen Laba melalui Klasifikasi Laba juga dapat ditentukan dengan secara khusus mengklasifikasi beban dan pendapatan pada bagian tertentu laporan laba rugi. Bentuk umum dari manajemen laba melalui 22 klasifikasi adalah memindahkan beban di bawah garis, atau melaporkan beban pada pos luar biasa dan tidak berulang, sehingga tidak dianggap penting oleh analis. 3. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total aset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar aset maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Perusahaan yang berukuran besar biasanya memiliki peran sebagai pemegang kepentingan yang lebih luas. Hal ini membuat berbagai kebijakan perusahaan besar akan memberikan dampak yang besar terhadap kepentingan publik dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut harus melaporkan kondisinya lebih akurat. Ukuran perusahaan dapat diukur dengan beberapa cara antara lain dengan menjumlahkan aktiva kemudian hasilnya di-log-kan (Gu dkk, 2005). Selain itu dapat juga diukur dengan perhitungan market capitalization (Halim dkk, 2005), dimana merupakan nilai pasar total dari 23 perusahaan yang dihitung dengan menggunakan harga pasar terbaru dikalikan jumlah saham (Walsh, 2004). Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat earnings management yang lebih rendah daripada perusahaan berskala kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena untuk mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala kecil mempunyai tingkat earnings management yang lebih tinggi. 4. Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasional perusahaannya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Perusahaan yang telah lama berdiri, memiliki pengalaman yang lebih banyak dibandingkan perusahaan yang baru memulai usahanya. Selain itu perusahaan juga memiliki nama dimata masyrakat tentang perusahaan tersebut. Selain itu perusahaan yang telah lama berkembang juga mempunyai strategi untuk menghadapi persaingan dan untuk tetap bisa survive dimasa depan. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat manajemen laba yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. 24 5. Leverage Leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi semua kewajiban dengan ekuitasnya. Dengan demikian Leverage menunjukkan resiko yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modalnya sendiri untuk membiayai investasinya, salah satunya untuk pembelian aktiva. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin besar pula investasi yang didanai dari pinjaman. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini sama dengan rasio sovabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran kewajibannya jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Perusahaan yang tidak sovabel yaitu perusahaan yang total utangnya lebih besar dari total asetnya. Rasio ini juga menyangkut struktur keuangan perusahaan, struktur keuangan adalah bagaimana perusahaan mendanai aktivitasnya. Biasanya, aktivitas perusahaan didanai dengan hutang jangka pendek dan modal pemegang saham. Menurut Brigham (2009:101) seberapa jauh perusahaan menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu: 1. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan, 25 2. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor. 3. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage) Semakin besar utang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang dilakukan oleh kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen laba berkorelasi secara negatif dengan rasio utang terhadap total aktiva. 6. Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Pertumbuhan perusahaan pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor eksternal, internal, dan pengaruh iklim industri lokal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya karena penggunaan 26 hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut membayar bunga secara teratur. Pertumbuhan perusahaan yang cepat maka semakin besar kebutuhan dana untuk ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk ekspansi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan beberapa cara, misalnya dengan melihat pertumbuhan penjualannya. Pengukuran ini hanya dapat melihat pertumbuhan perusahaan dari aspek pemasaran perusahaan saja. Selain itu pengukuran juga dapat dilakukan dengan melihat pertumbuhan laba operasi perusahaan, laba bersih perusahaan dan pengukuran yang terakhir ialah melalui pengukuran pertumbuhan modal sendiri. Dengan melihat itu semua, kita dapat melihat seberapa efisienkah perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya. B. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu pernah dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap manajemen laba, di antaranya adalah: 27 1. I Gusti Ayu (2011) I Gusti Ayu (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh dewan komisaris, proporsi dewan, komite audit, reputasi auditor, ukuran perusahaan dan pertumbuhan perusahaan terhadap manajemen laba pada seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2006-2008. Proses penentuan sampel dalam penelitiannya menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria tertentu. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hanya dewan komisaris, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan perusahaan yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2. Juan Manuel San Martin Reyna (2012) Reyna (2012) melakukan penelitian mengenai sebuah studi empiris pemeriksaan struktur kepemilikan, manajemen laba dan peluang pertumbuhan di pasar Meksiko. Data sampel dari 90 perusahaan yang terdaftar Meksiko selama periode 2005-2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan, komposisi dan leverage memainkan peran ganda: mengurangi manajemen laba ketika tidak ada proyek-proyek investasi, tetapi dampak positif di hadapan peluang pertumbuhan. 3. Nelson M Waweru and George K. Riro (2013) Waweru dan Riro (2013) melakukan penelitian mengenai tata kelola perusahaan, karakteristik perusahaan, dan manajemen laba di 28 perekonomian yang terlihat di negara berkembang, Kenya. Data yang diperoleh dari 148 perusahaan diperoleh dari laporan tahunan dari 37 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Nairobi (NSE). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan, dewan komposisi dan karakteristik tata kelola perusahaan mempengaruhi manajemen laba oleh perusahaan yang terdaftar Kenya. 4. Nur Azlina (2010) Nur Azlina (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh dewan direksi, leverage, persentase saham yang ditawarkan ke public, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007. Hasil dari dari penelitiannya menunjukkan bahwa hanya ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap manajemen laba. 5. Nurhasanah (2014) Nurhasanah (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh leverage, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan asuransi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada perusahaan asuransi tahun 2009-2012. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel independen leverage, ukuran perusahaan dan umur perusahaan secara simultan (bersama-sama) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 29 6. Rice, Agustina (2012) Rice, Agustina (2012) melakukan penelitian mengenai analisa faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan manajemen laba pada perusahaan indeks kompas 100 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Variabel yang digunakan yaitu earning power, leverage, kepemilikan institusional dan nilai perusahaan. Dengan 27 sampel perusahaan yang digunakan. Hasil dari penelitian, secara simultan, earning power, leverage, kepemilikan institusional dan nilai perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Secara parsial, leverage berpengaruh signifikan negative terhadap manajemen laba, sedangkan earning power, dan nilai perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 7. Yulia Fransiska (2007) Yulia Fransiska (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, leverage, dan nilai penawaran saham terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang melakukan IPO pada tahun 2000 sampai dengan 2005 di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dengan menggunakan sampel sebanyak 21 perusahaan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap manajemen laba adalah variabel nilai penawaran saham (proceeds) perusahaan. 30 Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. 1. Nama Peneliti & Tahun Penelitian I Gusti Ayu (2011) Desain Penelitian (Variabel & Metode Penelitian) Variabel dependen: Manajemen Laba Variabel independen: Dewan komisaris, Proporsi dewan, Komite audit, Reputasi auditor, Ukuran perusahaan, dan Pertumbuhan perusahaan, 2. Juan Reyna (2012) Variabel dependen: Earning Management Variabel independen: Ownership structure, board and leverage Ownership structure, composition and size of board and leverage play a dual role: reduce the earnings management when there are no investments projects, but impact positively in presence of growth opportunities. 3. Nelson Waweru and Riro (2013) Variabel dependen: Earning Management Variabel independen: corporate governance characteristic (Ownership structure, Independence of the Audit Committee and Board Composition) and firm specific characteristics (Firm size, Firm Performance and Leverage) Ownership structure and Board Composition were the main corporate governance characteristics influencing earnings management by Kenyan listed Companies. 4. Nur Azlina (2010) Variabel dependen: Earning Management Variabel independen: dewan direksi, leverage, persentase saham yang ditawarkan kepublik, dan ukuran perusahaan. Variabel Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. 5. Nurhasanah (2014) Variabel dependen : Manajemen Laba Variabel independen: Leverage, Ukuran Perusahaan, dan Umur Perusahaan. Variabel Leverage, Ukuran Perusahaan dan Umur Perusahaan secara simultan tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Secara parsial variabel Leverage, Ukuran Perusahaan,Umur Perusahaan tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. 6. Rice, (2012) Agustina Variabel dependen: Manajemen Laba Variabel independen: Earning power, Leverage, Kepemilikan Institusional, dan Nilai Perusahaan. Secara simultan, earning power, leverage, kepemilikan institusional dan nilai perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Secara parsial, leverage berpengaruh signifikan negative terhadap manajemen laba, sedangkan earning power, dan nilai perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 7. Yulia (2007) Fransiska Variabel dependen: Manajemen laba Variabel independen: Ukuran perusahaan, Umur perusahaan, Leverage, dan Nilai penawaran saham. Variabel yang paling berpengaruh terhadap manajemen laba adalah variabel nilai penawaran saham (proceeds) perusahaan. Sumber : Dari beberapa jurnal Hasil Penelitian Dewan komisaris, ukuran perusahaan, dan pertumbuhan perusahaan yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 31 C. Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan alur pemikiran penulisan dalam memberikan penjelasan kepada orang lain. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar biasanya memiliki peran sebagai pemegang kepentingan yang lebih luas. 2. Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasional perusahaannya. 3. Leverage Leverage menunjukkan resiko yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan hutang yang dimiliki oleh perusahaan. 4. Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan Perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. Untuk memudahkan analisis dan menguji hipotesis, maka dapat digambarkan dalam suatu bagan kerangka berfikir yang disajikan sebagai berikut: 32 Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian Ukuran perusahaan Ha1 Umur Perusahaan Ha2 Manajemen Laba Leverage Ha3 Pertumbuhan Perusahaan Ha4 D. Hipotesis 1. Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Manajemen Laba Faktor pertama yang diuji pengaruhnya terhadap manajemen laba adalah ukuran perusahaan. Dalam penelitian Halim (2005) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat mempengaruhi manajemen laba dimana semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin besar juga kesempatan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Selain itu semakin besar ukuran perusahaan, maka perusahaan juga semakin dituntut untuk memenuhi ekpektasi investor yang tinggi. Menurut Watts dan Zimmerman (1990) dalam Halim (2005) memaparkan the political cost hypothesis. Hipotesis ini menyatakan bahwa ukuran perusahaan digunakan sebagai pedoman biaya politik 33 dan biaya politik akan meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan risiko perusahaan. Dalam teori ini perusahaan yang besar memiliki motivasi untuk melakukan manajemen laba dengan menurunkan laba guna menurunkan biaya politik. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Ukuran perusahaan berpengruh terhadap Manajemen Laba 2. Umur Perusahaan berpengaruh terhadap Manajemen Laba Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Semakin lama umur perusahaan, semakin bayak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat manajemen laba yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dalam penelitian Zulia Muhardani dkk (2013) menemukan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan sebagai berikut: H2 : Umur Perusahaan berpengaruh terhadap Manajemen Laba 3. Leverage berpengaruh terhadap Manajemen Laba Leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi semua kewajiban dengan ekuitasnya. Dengan demikian 34 Leverage menunjukkan resiko yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti menggunakan modalnya sendiri untuk membiayai investasinya, salah satunya untuk pembelian aktiva. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin besar pula investasi yang didanai dari pinjaman. Semakin besar utang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang dilakukan oleh kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan manajemen laba semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen laba berkorelasi secara negatif dengan rasio utang terhadap total aktiva. Penelitian yang dilakukan oleh Lobo dan Zhou (2001) dalam Veronica (2003) menemukan bahwa rasio utang berkorelasi secara negatif dengan manajemen laba. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Leverage berpengaruh terhadap Manajemen Laba 4. Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap Manajemen Laba Pada tahap pertumbuhan, perusahaan telah memperoleh pangsa pasar dan mengalami peningkatan penjualan. Laba perusahaan pada tahap ini lebih besar dibandingkan tahap sebelumnya. Perusahaan berkewajiban membayar pajak yang jumlahnya ditentukan oleh laba yang dilaporkan. Semakin besar laba yang dilaporkan, maka semakin besar pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Manajer 35 cenderung selalu berusaha untuk memilimalisasi kewajiban- kewajibannya termasuk kewajiban untuk membayar pajak. Dengan demikian perusahaan yang tingkat pertumbuhannya meningkat akan cenderung melakukan manajemen laba dengan tujuan untuk meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar kepada pemerintah. Hasil Gu dkk (2005) juga menyatakan hubungan yang positif antara growth dengan manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka penelitian ini memprediksi pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap Manajemen Laba