KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERHADAP

advertisement
KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERHADAP SOLIDARITAS
MASYARAKAT
(Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu)
Disusun Oleh:
Nama: HAMMIDAH
NIM: 106032201087
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
ABSTRAK
Di Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal
yang menjadi bagian dari budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot.
Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat desa Lelea. Kata
Ngarot berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya membersihkan diri dari noda dan dosa
akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Pelaksanaan
tradisi Ngarot sangat erat kaitannya dengan proses solidaritas masyarakat yang berkembang
di desa Lelea, antara tradisi Ngarot dengan tingkat solidaritas dalam suatu masyarakat
ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral
sehingga menciptakan rasa solidaritas yang kuat.
Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, atau
mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melakukan
penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dampak dari tradisi Ngarot jelas
sangat positif, selain masyarakat mengesampingkan segala kepentingan pribadi,
masyarakat juga dengan sifat sosial yang mereka miliki merasa tradisi Ngarot
adalah barang berharga masyarakat desa Lelea hingga mereka dengan secara
sukarela membantu dan melestarikan tradisi Ngarot. Dengan adanya tradisi Ngarot
tersebut perubahan-perubahan solidaritas sosial yang diakibatkan dari kehidupan
modernitas baik dari faktor tingkat pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya
hidup dan tingkat sosial, maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri
maupun kelompoknya seakan tidak berlaku dalam tradisi masyarakat desa Lelea,
dilihat masih terus dilaksanakannya ritual tradisi Ngarot.
Ritual tradisi Ngarot perlu tetap dipertahankan dan dilestarikan oleh
masyarakat Lelea, karena melihat fungsi sosial dari ritual tradisi Ngarot yang positif
yang menjadi wahana untuk saling bekerjasama antar penduduk setempat sehingga
dapat menciptakan kerukunan dan solidaritas antar mereka selain itu hal ini
merupakan suatu identitas sebagai orang Indramayu yang mempunyai tradisi
tersendiri yang harus dipelihara.Perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan
ritual tradisi Ngarot, jadi tidak sekedar melestarikan warisan nenek moyang semata,
masyarakat Desa Lelea juga perlu melihat apakah ritual tradisi Ngarot tersebut benar
adanya atau melenceng pada hukum agama dan tatanan sosial yang berkembang di
masyarakat.
KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERIIADAP SOLIDARITAS
MASYARAKAT
( STUDIKASUSTRADISI NGAROTDI DESALELEA INDRAMAYTI)
Skripsi
DiajukanKepadaFakultasllrnu Sosialdan lknu Poiitik Untuk Memenuhi
Persyaratan
MenempuhGelarSarjanallrnu Sosial(S.Sos)
Oleh
rlArlmfpArr
NIM: 106032201087
Di BawahBimbingan
J
Prof. Dr. M. Bambaw Prancwo
NIP.15t)170055
JURUSANSOSIOLOGI
FAKT]LTASILMU SOSIALDAN ILMU POLITIK
ISLAM NEGERI SYARTTHIDAYATULLAII
TINTVERSITAS
JAKARTA
20rl
-
PENGESAIIAN PAMTIA UJIAN
Skripsi berjudul KONTRIEUSI TRADISI LOKAL TERIIADAP SOLIDARITAS
MASYARAKAT (STUDI KASUS TRADISI NGAROT DI DESA LELEA
IIYDRAMAYU) telah diujikan dalam sidangmunaqasyahFakultasIlmu Sosialdan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 18 Agustus 2011. Sicipsi ini telah diterirna
sebagaisalah satu syaratmemperolehgelar Sa{ana Sosia! (S.Sos)pada ProgramStudi
Sosiologi.
2011
Jakart+l8 Agustus
SidangMunaqasyah
SekertarisMerangkapAnggota
Ketua MerangkapAnggota
W
Dr. Zulkifli
1 004
NrP.196608
13199103
I t6 t997032 002
PengujiIl
PengujiI
DLAIk'fii
I 001
l9 200912
NrP.197701
13199103
i 004
NIP. 196508
Pcmbimbing
N-
-l
Prof. Dr. M. BambangPranoyaq
NIP. 15017005s
LEMBAR PERNYATAAN
bahwa:
Denganini sayamenyatakan
1. Skripsi ini merupakanhasil asli sayayang diajukanuntuk memenuhisalah
satu persyaratanmemperolehgelar strata I di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semuasumberyaxg sayagunakandalampenulisanini telah sayacantumkan
sesuaidenganketentuanyangberlakudi LIIN Syarif HidayatullahJakarta'
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau
merupakanhasiljiplakan dari karyaoranglain, makasayabersediamenerima
sanksiyangberlakudi UIN SyarifHidayatullahJakarta'
2011
Agustus
1817
: Ifammidah
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Ilahi, atas berkah dan rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat beriring salam juga penulis
persembahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Dengan perlahan tapi pasti, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
skripsi ini guna untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Sosial di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam bidang Sosiologi.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada yang mulia Ibunda (Hj.
Mamduha) dan Ayahanda (H. Abdul Ajid) sebagai tanda bakti seorang anak.
Terima kasih yang sangat juga saya persembahkan untuk kakanda (MUH.
Nasirudin dan MOCH. Ansor). Mereka yang selalu memberikan bantuan baik
moril dan materil serta doa yang tiada putusnya, yang menjadi motivasi terbesar
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu proses
penyelesaian skripsi ini. Terutama sekali kepada yang terhormat :
1.
Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendi, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta,
i
2.
Bapak Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahannya sehingga terselesaikannya skripsi
ini.
3.
Ibu Dzuriatun Toyibah, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA, Tim DPS
(Dewan Pertimbangan Skripsi) atas segala arahan dan masukannya.
4.
Bapak Dr. Zulkifli dan Saifudin Asrori, M.Si, selaku tim penguji pada sidang
munaqasah tanggal 18 Agustus 2011.
5.
Joharotul Jamilah, Msi, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
7.
Bapak H. Edy Iriana, Sekertaris Desa Lelea dan masyarakat desa Lelea yang
telah banyak meluangkan waktunya membantu penulis dalam mengumpulkan
data-data.
8.
Teman-teman angkatan 2006 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
9.
Untuk teman dan sahabatku Ba’arvah Kahfina, Azharina Rizqi, Siti Syofah,
Rahmi Garnasih, phanca W. R, dan Muh. Al Aufar yang selalu membantu
dan bersenda gurau bersama. Pengalaman bersama terlalu berharga
dilewatkan bersama kalian.
10. Sahabat-sahabatku Nila Paragusta, Rani Agni, Rohmatan, dan Anah
Mayawati atas waktu dan tempat berbagi bersama.
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalm
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya yang masih jauh dari kata
sempurna. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan karya
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
berkepentingan. Terima kasih
Ciputat,
Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………..…………
i
DAFTAR ISI……………………………………………….……..…..…
iv
BAB I
1
: PENDAHULUAN………………………….…..……...
A. Latar Belakang Masalah………………….……….... 1
B. Tinjauan Pustaka……………………...….………...
4
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah…….....……... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………….….......….. 11
BAB II
E. Metodologi Penelitian…………………….………..
12
F. Sistematika Penulisan……………………………...
14
: KAJIAN TEORI ……………………..………...………
17
A. Tradisi Lokal.............................................................
17
1.
Pengertian Tradisi..……………………………
17
2.
Fungsi Tradisi…………………………………. 19
B. Solidaritas sosial…………………………………… 21
1. Pengertian Solidaritas Sosial………………….. 21
BAB III
2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial.…………….
23
C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial…………..
25
: GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN……..
28
1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan
Lelea Indramayu…………………………………… 28
2. Keadaan Penduduk………………………………...
30
a. Bidang Sosial………………………………….. 32
b. Bidang Ekonomi………………………………. 34
c. Bidang Pendidikan………………………….....
iv
36
d. Bidang Agama……………………………...…
BAB IV
39
: ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI LOKAL
TRADISI NGAROT TERHADAP SOLIDARITAS
MASYARAKAT………………………………………
41
A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot …………………
41
1. Sejarah Tradisi Ngarot………………………….
41
2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara
Tradisi Ngarot…………………………………..
44
a. Persiapan Pelaksanaan……………………..
44
b. Pelaksanaan Prosesi Upacara
Tradisi Ngarot……………………………..
46
B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot………….
48
C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan
Sosial Masyarakat.………………….……..………
50
D. Dampak Tradisi Ngarot Terhadap Solidaritas
BAB V
Masyarakat Desa Lelea….……...…………………
55
: PENUTUP………………..……………………………
58
A. Kesimpulan………………………………………….. 58
B. Saran………………………………………………
60
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
61
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat, yakni
kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang
meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling
berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan
untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.1
Sedangkan dalam kamus sosiologi, tradisi diartikan sebagai adat istiadat dan
kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara.2
Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan
dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebendaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.3 Berkaitan dengan kebudayaan, Bangsa Indonesia pada hakikatnya
memiliki kekayaan budaya yang sangat heterogen, karena corak masyarakatnya
yang multi etnis, agama, kepercayaan, dan lain sebagainya. Di Kabupaten
Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari
budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot.
1
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459
3
Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar ed., ke 4, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), h. 189
2
1
Tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat desa Lelea berhubungan
erat dengan leluhur mereka, Ki Buyut Kapol yang dianggap sebagai ahli fikir,
pemersatu kawula muda dan generasi tua. Kepeduliannya terhadap pemudapemudi desa ditunjukkan dengan memberikan lahan sawah untuk belajar bercocok
tanam, hingga para pemuda pemudi tersebut memiliki keterampilan sehingga dia
kemudian diangkat menjadi tokoh masyarakat yang disegani.4
Yang menarik dari tradisi Ngarot ini adalah peserta pemuda-pemudi
diharuskan perawan dan perjaka. Sang perawan memakai kebaya, selendang, dan
perhiasan emas, selain itu sebagai tutup kepala dihiasi berbagai jenis bungabungaan seperti kenanga, melati, cempaka, dan kembang kertas. Lalu jejaka
memakai baju komboran hitam dan celana pangsit. Dalam prosesinya tradisi
Ngarot diiringi oleh kesenian tradisional seperti seni topeng, ronggeng ketuk, reog
dan juga sampyong.5
Para pemuda pemudi peserta Ngarot akan diserahi tugas pekerjaan dalam
pembangunan di bidang pertanian, dalam bentuk turun ke sawah, bekerja dan
mengolah sawah bersama-sama, bergotong-royong saling bahu membahu secara
sukarela. Tujuan dari tradisi Ngarot tersebut adalah untuk membina pergaulan
yang sehat, memupuk rasa persatuan dan kesatuan di kalangan para pemuda dan
masyarakat. Dengan tradisi demikian diharapkan pemuda dan masyarakat mampu
hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan di antara
mereka.
4
H.A. Dasuki, sejarah Indramayu, (Indramayu: Depdikbud, 1977), h. 323
5
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, Upacara Adat Ngarot,
(Indramayu, 2004), h. 7
2
Rasa solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan
atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas
menekankan pada keadaan hubungan antara individu dan kelompok dan
mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai
moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari
hubungan
bersama
akan
melahirkan
pengalaman
emosional,
sehingga
memperkuat hubungan antara mereka. Solidaritas semacam ini dapat bertahan
lama dan jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah
kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut
sebagai solidaritas mekanik.6
Solidaritas mekanik menurut Durkheim didasarkan pada kesadaran
kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan hingga individualitas
masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator yang jelas dalam solidaritas mekanik
adalah ruang lingkup dan hukum yang menekan.7
Melihat keterikatan antara tradisi lokal dengan tingkat solidaritas dalam
suatu masyarakat, seperti uraian diatas, ikatan utama suatu masyarakat adalah
kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa
solidaritas yang kuat. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik dan mencoba
mengangkatnya dalam sebuah skripsi, yakni Kontribusi Tradisi Lokal
6
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang
(Jakarta: PT. Gramedia, 1998) h. 182.
7
Ibid., h. 183
3
Terhadap Solidaritas masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea
Indramayu).
B. Tinjauan Pustaka
1. Hosnor Chotimah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, membahas skripsi tentang “Ritual Tradisi Nyadar dan
Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” 8
Dalam skripsinya Hosnor Chotimah membahas bagaimana Ritual Tradisi
Nyadar terbentuk dan bagaimana prosesi pelaksanaannya. Adapun tradisi nyadar
merupakan adat istiadat untuk mengingatkan kembali warga Pinggirpas
khususnya atas jasa-jasa “Anggasuto” yakni leluhur yang pertama kali
menemukan garam di daerah Pinggirpas Madura. Selain itu membahas tentang
pelaksanaannya yang terjadi sebanyak tiga kali dalam setahun. Menurut Hosnor
tradisi Nyadar merupakan bentuk penghormatan pada Anggasuto yang dianggap
sebagai leluhur dan memberikan kehidupan yang layak bagi Desa Pinggirpas yang
awalnya tidak memiliki potensi apapun karena pinggirpas adalah daerah pesisir
pantai yang tandus. Dengan penghormatan diyakini desanya akan selalu diberi
keberkahan sehingga sangat memberikan pengaruh dan dampak positif bagi warga
pinggirpas baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan agama.
Chotimah sangat menekankan penelitiannya pada ritual tradisinya, namun
keadaan masyarakatnya maupun sosiologisnya tidak dilakukan secara mendalam,
8
Hosnor chotimah, “Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga
Desa Pinggirpas di Madura” (Skripsi, fakultas Ushuludin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007).
4
sedangkan metodologi yang digunakan adalah dengan memakai penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif.
2. Nunung Nurhamidah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menulis skripsi tentang “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai
Selatan ( Studi Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran)”.9
Dalam skripsi ini, Nunung Nurhamidah membahas tentang tradisi ritual
hajat laut pantai selatan yang diadakan tiap tahun di Desa Pananjung
Pangandaran. Tradisi ritual hajat Laut pantai selatan ini merupakan penghormatan
bagi Nyi Ratu Roro Kidul yang dianggap sebagai penguasa Laut Pantai Selatan.
Nurhamidah mencoba mengkaitkannya dengan agama yang banyak dianut oleh
masyarakat Pananjung yaitu Islam, apakah tradisi tersebut bertolak belakang
dengan ajaran agama Islam. Dia membahas juga tentang etos yang khas dan
menarik baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya dan sifat kekerabatannya.
Namun pemaparannya lebih banyak dilihat dari segi agama di bandingkan dari
segi sosiologisnya.
Metodologi yang digunakannya menggunakan penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Walaupun bertentangan dengan ajaran agama namun peneliti
berharap tradisi ritual hajat laut pantai selatan ini tetap dilestarikan melihat dari
segi budaya dan pariwisatanya.
9
Nunung Nurhamidah, “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi Kasus Di Desa
Pananjung Pangandaran), (Skripsi, Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2006).
5
3. Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan Sekaten
(Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan
Gondomanan Yogyakarta). Skripsi Ina Indrawati Sosiologi Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.10
Dalam skripsinya Indrawati menjelaskan tentang sekaten yang merupakan
perayaan yang dirayakan oleh masyarakat di sekitar keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat Yogyakarta dan Kraton Surakarta Hadiningrat Solo. Perayaan
Sekaten dilaksanakan tanggal 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan maulid
nabi Muhammad SAW. Sebelum puncak pelaksanaan yang ditandai dengan
ditempatkannya gamelan kraton di depan masjid Agung, diselenggarakan pasar
malam di alun-alun utara kraton. Pada acara puncak masyarakat baik dari dalam
kota maupun luar kota, memperebutkan gunungan yang telah diberi doa oleh amir
masjid Agung. Gunungan tersebut terdiri dari hasil pertanian.
Dalam penelitian ini Indrawati tidak memaparkan tentang dampak sosial
dari aktivitas Ritual dari perayaan sekaten terhadap masyarakat, baik dari segi
ekonomi, sosial maupun budaya. Dia hanya memaparkan tentang pengalaman
keagamaannya saja. Metode yang digunakan penulis adalah metode lapangan
(field research).
4. Tradisi Nyumbang Dalam Masyarakat Desa Tamantirto ditulis oleh : Ari
Prasetiyo, FISIP-UI Program Studi : Ilmu Sosiologi Tahun : 2003.
10
Ina Indrawati “Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan
Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan
Yogyakarta)” (Skripsi, Fakultas Filsafat dan Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
6
Dalam masyarakat Desa Tamantirto, terdapat suatu bentuk gotong-royong
yang disebut dengan tradisi nyumbang yang dilaksanakan ketika ada warga
masyarakat
yang mengadakan
hajatan/selamatan.
Hubungan
timbal-balik
(reciprocity) yang terjadi dalam tradisi nyumbang tersebut dimaksudkan sebagai
bentuk tolong-menolong dengan alasan adanya kepentingan yang sama dalam
hidup bermasyarakat, yang mana sebenarnya mereka sadar bahwa hidup mereka
tergantung pada orang lain. Hubungan timbal.-balik ini berlangsung terusmenerus, silih-berganti, berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Seiring dengan perkembangan jaman tentulah akan diikuti oleh
perkembangan atau perubahan dari kebudayaan suatu masyarakat, begitu juga
dengan tradisi nyumbang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti
menangkap adanya perubahan berkaitan dengan tradisi tersebut, yaitu bahwa
tradisi nyumbang berubah menjadi semacam kewajiban yang mau tidak mau harus
dilaksanakan oleh masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut,
penelitian ini membahas mengenai bagaimana sistem tukar-menukar dalam tradisi
nyumbang yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tamantirto sebagai suatu
masyarakat transisi, mengapa masyarakat Desa Tamantirto masih mau
melaksanakan tradisi nyumbang walaupun mereka sudah merasa keberatan
dengan tradisi nyumbang, bagaimana perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat Desa Tamantirto, apa pengaruh perubahan sosial masyarakat tersebut
terhadap tradisi nyumbang yang berlaku pada masyarakat Desa Tamantirto, serta
7
ada persamaan dan perbedaan antara sistem tukar-menukar yang terjadi dalam
potlatch11 dan tradisi nyumbang.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teori
pertukaran. Inti dari teori pertukaran adalah bahwa manusia merupakan mahluk
yang mencari keuntungan (benefit) dan menghindari biaya (cost). Sistem tukarmenukar yang terjadi dalam tradisi nyumbang juga mengingatkan kita pada
penelitian yang dilakukan oleh Marcel Mauss mengenai potlatch yaitu sistem
tukar-menukar yang terjadi dalam masyarakat kuno/arkaik. Untuk itu, penelitian
ini juga akan membahas mengenai persamaan serta perbedaan antara potlatch dan
tradisi nyumbang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) terhadap
informan serta pengamatan langsung di lapangan. Informan-informan tersebut
mewakili warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat Desa
Tamantirto. Dalam rangka lebih memperkuat basil wawancara mendalam, juga
dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang perwakilan
masyarakat baik laki-laki atau perempuan, masing-masing kelompok berjumlah
enam orang. Selain itu, penelitian ini juga didukung dengan data-data sekunder
berupa studi literatur/dokumentasi.
11
Potlatch adalah sebuah upacara festival yang dilakukan oleh masyarakat adat dari Pacific
Northwest Coast. Kata potlacth berasal dari Jargon Chinook , yang berarti "memberikan" atau
"hadiah." Pada pertemuan potlatch, keluarga atau keturunan pemimpin host tamu di rumah
keluarga mereka dan memegang suatu hari raya bagi tamu mereka Tujuan utama dari potlatch
adalah re-distribusi dan timbal balik dari kekayaan. Di sadur tanggal 16 Maret 2011
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Potlat
ch
8
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata telah terjadi perubahan
berkaitan dengan tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang yang pada hakekatnya
merupakan bentuk tolong-menolong antar warga masyarakat yang tentunya
didasari oleh perasaan ikhlas serta azas sukarela, ternyata tradisi nyumbang
tersebut berubah menjadi suatu kewajiban yang mau tidak mau harus
dilaksanakan atau dipenuhi, sehingga muncul kesan adanya unsur keterpaksaan.
Hal tersebut diperparah lagi dengan banyaknya hajatan/selamatan yang
mengiringi daur hidup kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat aktivitas
sumbang menyumbang. Dengan adanya tradisi nyumbang tersebut ternyata malah
memberatkan serta merepotkan masyarakat. Akan tetapi, walaupun tradisi tersebut
memberatkan masyarakat, sangatlah susah untuk merubahnya. Hal tersebut antara
lain disebabkan oleh adanya kontrol sosial yang kuat berupa gunjingan serta
penilaian negatif bagi warga masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi
nyumbang, juga sangat berkaitan dengan gengsi atau martabat. Temuan lain
adalah adanya hubungan persamaan antara tradisi nyumbang dan potlatch.12
Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi Kontribusi Tradisi Lokal
Terhadap Solidaritas Masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea
Indramyu) mencoba meneliti bagaimana proses tradisi yang setiap tahunnya
dilaksanakan, selain itu akan dibahas aspek sosiologis dari tradisi Ngarot tersebut
apakah memiliki pengaruh terhadap berlangsungnya tradisi dan ketika tradisi
12
Ari Prasetiyo, Tradisi nyumbang dalam masyarakat desa Tamantirto, (FISIP-UI
Program studi : Ilmu Sosiologi 2003). http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/ Di sadur
tanggal 08-12-2010
9
mulai luntur apakah aspek sosiologisnya akan tetap berlangsung dan terjaga.
Aspek sosiologis tersebut saya tekankan pada nilai solidaritas masyarakatnya,
apakah dengan adanya tradisi masyarakat masih mampu hidup bersama-sama dan
mampu bergotong royong jika dihadapkan pada pengaruh modernisasi yang
didukung oleh kemajuan tekhnologi yang pesat sehingga informasi dari kota
menuju desa sangat cepat, sedangkan karakteristik masyarakat kota cenderung
bersifat individualis. Apakah teori solidaritas mekanik yang didasarkan pada
kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan tidak bisa
berkembang di dalam masyarakat desa Lelea bisa berlaku.
Di lihat dari skripsi dan penelitian diatas, tidak banyak yang melakukan
penelitian tentang tradisi yang dikaitkan dengan solidaritas masyarakat. Skripsi
Hosnor Chotimah dan Nunung Nurhamidah lebih menenkankan pada prosesi
tradisinya saja sedangkan aspek sosiologisnya hanya dibahas sangat sedikit,
bahkan Nunung Nurhamidah lebih mengaitkan ke aspek agama. Skripsi Ina
Indrawati yang membahas tentang perayaan sekaten lebih membahas pada aspek
keberagamaannya, berbeda dengan penelitian etnografi dari Ari Prasetyo yang
membahas tentang tradisi nyumbang di desa Tamantirto, Ari Prasetyo banyak
sekali mengaitkan tradisi dengan aspek-aspek sosiologis seperti hubungan timbal
balik masyarakat, perubahan sosial dan kontrol sosial.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, untuk menghindari pembahasan yang melebar
dan untuk mempermudah penulisan, maka dalam skripsi ini penulis membatasi
10
masalah pada hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Ngarot dan solidaritas
masyarakat.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh tradisi Ngarot terhadap solidaritas masyarakat di Desa
Lelea Indramayu?
2. Bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah
1.
Untuk mengetahui pengaruh tradisi Ngarot terhadap tingkat solidaritas
masyarakat di Desa Lelea Indramayu.
2.
Mengetahui bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot.
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan
dan menambah literatur ilmu pengetahuan tentang Tradisi Ngarot di desa Lelea
Indramayu bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
11
E. Metodologi Penelitian
1. Metodologi Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan untuk
menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam
penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode
deskriptif. Kualitatif di sini, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari si pelaku yang sedang diamati. Di
samping itu teknik pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah mengambil
studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan
sosial termasuk manusia didalamnya.13
Kirk dan Millir mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan kepada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.14
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dari masyarakat desa Lelea Kabupaten
Indramayu adalah :
b. Kepala Desa Lelea yaitu Bapak Warson
c. Ketua Pelaksana upacara tradisi Ngarot yaitu Bapak H. Edy Iriana
13
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
1997),h. 3
14
Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3
12
d. Pamong Desa yaitu Bapak SAGI
e. Warga yaitu Bapak Kaswara
f. Warga yaitu Bapak WARKAN
g. Warga yaitu Bapak SARDIAN
h. Warga yaitu Ibu Ida
3.
Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi, untuk mengamati dan mengumpulkan data tentang proses upacara
Ngarot serta pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat Desa Lelea
Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
b. Wawancara adalah suatu mengajukan pertanyaan langsung kepada informan
atau narasumber tentang bagaimana proses upacara tradisi Ngarot serta
pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan dipersiapkan lebih dahulu dan diarahkan kepada informasiinformasi untuk topik yang akan digarap.15
Adapun model wawancara yang penulis akan gunakan adalah wawancara
bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara
terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang
hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.16
15
Gorys Keraaf, Komposisi, (NTT: Nusa Indah, 1994)h. 161
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
1998) cet. Ke-2, h.145-146.
16
13
4.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dengan analisis data secara kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun penelitian
kepustakaan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, sehingga data itu dapat
dimengerti. Dengan demikian penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan
kepada orang lain. Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih di lapangan
dan setelah data terkumpul. Peneliti menganalisis data-data sepanjang penelitian
dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penulisan. Data-data
tersebut bisa berupa informasi-informasi dari masyarakat setempat, tokoh
masyarakat dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam teknik penulisan skripsi, pedoman yang penulis
kedepankan adalah sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah yang telah
tertulis pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
diterbitkan oleh Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, terdiri dari lima bab, yang setiap bab terdiri
dari beberapa sub bab, yaitu:
Penulisan skripsi ini diawali dengan bab I yang berisikan Pendahuluan
yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penelitian, dan kajian teori tentang pengertian
Tradisi, pengertian solidaritas, bentuk-bentuk solidaritas dan sistematika
penulisan.
14
Sedangkan dalam bab II membahas tentang kajian teori tradisi Ngarot dari
dinas pendidikan kabupaten Indramayu, kemudian dari segi pengertian tradisi
yang dikutip dari buku, diantaranya kamus sosiologi, dan dari Van Peursen. Teori
sosiologi Emilie Durkheim tentang solidaritas Mekanik dan solidaritas Organik.
Berbeda halnya dengan bab II yang lebih mengarah pada kajian-kajian
teoritis, dalam bab III menjelaskan tentang gambaran umum masyarakat Lelea,
dilihat dari letak geografis dan keadaan masyarakatnya; baik bidang sosial, bidang
ekonomi ataupun bidang agama.
Adapun inti atau isi pembahasan secara keseluruhan dapat dilihat dalam
bab IV Analisis kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat meliputi
studi kasus di desa Lelea Indramayu yakni gambaran umum tradisi ngarot
menjelaskan bagaimana terjadinya tradisi Ngarot yang berkaitan dengan
permohonan agar diberi kelancaran pada awal musim tanam padi di wilayah Lelea
Indramayu. Pembahasan selanjutnya tentang prosesi dan pelaksanaan tradisi
Ngarot dimana pelaksanaan tradisi Ngarot pada bulan Desember, minggu ketiga
dan jatuh pada hari rabu dan wajib dilaksanakan pada tiap tahunnya. Adapun inti
pelaksanaannya terbagi atas beberapa tahapan pertama peserta dikumpulkan di
rumah kepala desa, kedua setelah para peserta berkeliling desa dikumpulkan di
balai desa kemudian tahapan terakhir prosesi penyerahan peralatan pertanian
kepada para kasinoman. Lalu pembahasan tentang tujuan dan manfaat tradisi
ngarot yang memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat. Pembahasan
yang terakhir yaitu pengaruh dan dampak dari pelaksanaan tradisi ngarot terhadap
solidaritas sosial masyarakat desa Lelea Indramayu, selain mempererat ikatan
15
kekerabatan antar warga masyarakat juga memiliki nilai-nilai yang sama atau
kewajiban moral untuk memenuhi harapan bersama.
Dan tulisan ini diakhiri dengan bab V yang menjelaskan tentang
kesimpulan dan saran daripada penulisan kajian skripsi ini. Penulis menyarankan
agar tradisi Ngarot ini tetap dilestarikan karena memiliki potensi pariwisata selain
itu perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi
tidak sekedar melestarikan warisan nenek moyang semata.
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tradisi Lokal
1. Pengertian Tradisi
Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai
segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang. 1 Tradisi dalam kamus
antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat magisreligius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau
perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.2 Sedangkan dalam kamus sosiologi,
diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat
dipelihara.3
Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun
dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala
kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang
tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan
obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup
pula.4 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah dan kebiasaankebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru
dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 1088
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4
3
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459
4
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi (Jakarta: Gramedia, 1983), h. 3
2
17
keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang
dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.5
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki
pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa tata kemasyarakatan
keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada
generasi berikutnya. Sering proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama
sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim
dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada
kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah misalnya yang dipakai
dengan sendirinya pada dasarnya diambil dari sejarah yang panjang tetapi bila
tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa
kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan
hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi
tujuan dalam dirinya sendiri.6
Tradisi (al-thurats) sendiri bila mengutip Hassan Hanafi merupakan
khazanah kejiwaan (makhzun al-nafs) yang menjadi pedoman dan peranti dalam
membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat
material dan imaterial yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran
yang progresif dan transformatif. Karena itu, ada penghargaan, pembelaan,
bahkan pembakuan atas tradisi.7
5
Van Peursen, Sosiologi Kebudayaan (Jakarta: Kanisius, 1976), h.11
Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Vol 6.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve) h. 3608
7
Zuhairi Misrawi, Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda NU,(Jakarta:
Kompas, 2004), h. 40
6
18
Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat
berubah sepanjang zaman. Di bawah pengertian serba tetap inilah timbul adat
tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit
dari satu ke lain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar
dan pengertian yang serba tetap.8
2. Fungsi Tradisi
Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin
“tradition”, yang artinya kabar, penerusan.9 Hal ini atau isi sesuatu yang
diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan,
keyakinan dan lain sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya
pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa
dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana halhal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja.
Memang, tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi.
Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat
setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan
masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera
merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan
sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam
masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram
8
9
Muhammad Quthub, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,(Bandung: Mizan, 1984), h. 16
Ensiklopedia Indonesia, Jilid 6, h, 3608
19
dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya
secara mutlak.
Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam
tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk
upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya,
sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan
kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Nottingham sebagai berikut:
1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat
ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya
menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif
berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama
bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, kemungkinan agama memasukkan pengaruh saklar ke
dalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.
2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang
lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi pada saat yang
sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih
dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih diisi
oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain,
pada aktifitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya
mendukung masalah istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam
masyarakat menempatkan fokusnya utamanya pada pengintergasian
tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai
konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota
masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalahmasalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler
semakin meluas.10
10
Elizabeth k. Nottingham Agama dan Mayarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama,
Terjemahan Abdul Muis Naharong, Penerbit (Jakarta CV. Rajawali, , 1985), h, 31
20
Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat, tradisi merupakan
sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat. Tradisi bukan hanya
sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan,
tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting.
B. Solidaritas Sosial
1. Pengertian Solidaritas Sosial
Secara terminologis kata “solidaritas” berasal dari bahasa latin solidus
“solid”. Kata ini dipakai dalam sistem sosial yang berhubungan dengan integritas
kemasyarakatan melalui kerjasama dan keterlibatan yang satu dengan yang
lainnya. Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat berimplikasi pada
kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dalam hukum Romawi
dikatakan bahwa solidaritas menunjuk pada idiom “semua untuk masing-masing
dan masing-masing untuk semua”. Tidak jauh dari hukum Romawi, bangsa
Prancis mengaplikasikan terminologi solidaritas pada keharmonisan sosial,
persatuan nasional dan kelas dalam masyarakat. Begitupun di Inggris kata
solidaritas
bermakna
keterpaduan
suatu
kelompok
interest
dan
dan
tanggungjawab.11
Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antar individu
dan atau kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasarkan
pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh
pengalaman bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual
11
M. Zainudin Daula, Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia,
(Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek Kerukunan Hidup Umat
Beragama, 2001) h. 35
21
yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu
mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsesus terhadap
prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.12
Istilah lain yang juga memiliki arti yang sama dengan solidaritas adalah
“asabiah”. Dalam karakteristik tertentu konsep asabiah sering diartikan juga
sebagai keketatan hubungan seseorang dengan golongan atau grupnya dan
berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya serta ta’asub terhadap prinsipprinsipnya. Sedangkan T. Kemiri menerangkan bahwa konsep “asabiah” itu
merupakan konsep nasionalisme dalam arti yang luas. Sementara itu, konsep
asabiah tersebut oleh Mukti Ali diterjemahkan sebagai solidaritas sosial.13
Secara sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok, dengan
pengertian manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Di manapun
manusia berada dia pasti memerlukan bantuan dari orang lain, secara alami
manusia akhirnya terbentuk bermacam-macam kelompok sosial (social group)
diantara individu manusia mulai dari terkecil sampai yang terbesar. Aneka ragam
kelompok tersebut dapat terwujud dalam keluarga, organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Dengan adanya bermacam-macam
kelompok maka terciptalah aneka hubungan antar individu satu dengan yang
lainnya, menurut Von Wiese, ada empat macam hubungan dalam masyarakat
12
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z Lawang
(Jakarta: PT. Gramedia,1998) h. 35.
13
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Ahmadi Toha, (Jakarta Pustaka
Firdaus, 2000) h.50
22
yang bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori, keempat tipe hubungan
tersebut adalah sebagai berikut:14
1. Hubungan yang sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif (alasan
atas mana suatu tindakan diambil) dan penyelenggaraan atau tindakan
bersatu padu.
2. Hubungan yang tidak sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif dan
tindakan bertentangan.
3. Hubungan terbuka, ialah hubungan yang tidak tertutup oleh hubungan
yang lain atau tiada terdapat hubungan lain yang disembunyikan.
4. Hubungan berkedok, yaitu hubungan yang sifatnya tidak tegas karena
tertutup dengan adanya hubungan yang lain sehingga menutup maksud
hubungan yang sebenarnya.
2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan masyarakat di mana
keteraturan dan keseimbangan hidup setiap individu masyarakat telah terjalin.
Dilihat dari struktur masyarakatnya, jenis solidaritas yang ada pada masyarakat
menurut durkheim dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni solidaritas
mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu
kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas kepercayaankepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada setiap
anggota warga masyarakat, suatu solidaritas yang tergantung pada individu-
14
Hasan shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1993) h. 97
23
individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola
normatif yang sama pula.15
Berbeda dengan tipikal solidaritas mekanik, yakni solidaritas organik
adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang
tinggi akibat dari adanya spesialisasi dalam hal pembagian kerja. Kuatnya
solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat restitutif
(memulihkan). Hukum restitutive ini berfungsi untuk mempertahankan dan
melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu
yang terspesialisasi.16
Ibnu khaldun yakin bahwa motor penggerak di belakang jatuh bangunnya
peradaban adalah ashabiyyah. Dalam ruang lingkup metodologinya, ashabiyyah
merupakan kunci alat analisanya. Secara harfiah, ashabiyyah berarti rasa
kelompok (group feeling), solidaritas kelompok, dan kesadaran kelompok. Bagi
Ibnu khaldun, ashabiyyah merupakan bentuk rasa pertemanan (an associative
sentiment): menyatunya tujuan dan masyarakat untuk kepentingan-kepentingan
sosial, ekonomi dan orang-orang, walaupun tidak ada pengorganisasian secara
sosial dan politik ia tetap bisa bertahan.17
Faktor-faktor yang membentuk ashabiyyah menurut Ibnu Khaldun yaitu:
a. Kekuasaan, potensi dan keefektivan ashabiyyah sampai yang
sedemikian besar, tergantung pada bagaimana kekuasaan itu diatur
15
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, h. 183
Ibid, h. 184
17
M. Amin Nurdin, Mengerti Sosiologi Pengantar Konsep-Konsep Sosiologi,(Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), h. 182-183
16
24
dalam masyarakat dan kemampuan orang-orang yang memegang
kekuasaan dalam menyatukan kesatuan kelompok.
b. Pimpinan, pemimpin mampu memberi inspirasi bagi orang-orang dan
kebijaksanaan terhadap orang-orang mampu menentukan perluasan
ashabiyyah.
c. Agama, Ibnu Khaldun menilai agama dan kekuatan ideologi mampu
menyatukan pikiran dan tindakan diantara penganutnya. Selain itu
agama juga sebagai faktor yang kuat untuk individu bersosialisai.18
C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial
Suatu tradisi yang berkembang di suatu wilayah tertentu merupakan
representasi budaya yang memiliki fungsi aktual sebagai wahana untuk
membangun karakter, mengembangkan solidaritas dan mendukung kebudayaan.
Kesuksesan upacara yang dilaksanakan dalam tradisi di dukung oleh nilai-nilai
sosial dan kebersamaan masyarakat didalamnya, selama masyarakat masih
bersifat saling menolong dan bergotong royong dalam menangani permasalahan
yang menjadi kepentingan bersama.
Persoalan solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang
dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep
solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya
integrasi sosial (social integration) dan kekompakan sosial. Secara sederhana,
fenomena solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar
individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan
18
M. Amin Nurdin, Mengerti Sosiologi Pengantar Konsep-Konsep Sosiologi,(Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), h.185-187
25
yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.19
Suatu kelompok masyarakat dapat menjadi kuat ikatan solidaritasnya bila
memiliki kesamaan agama, suku, budaya, kepentingan, dan falsafah hidup.
Solidaritas juga bisa terjadi bila semua anggota kelompok masyarakat dilibatkan
dalam kegiatan yang mengharuskan mereka berinteraksi dan bekerjasama untuk
mencapai satu tujuan yang sama.20 Hal tersebut sesuai dengan solidaritas mekanik
Emile Durkheim yang dicirikan dengan kesadaran kolektif atau solidaritas
kelompok yang kuat. Saat solidaritas mekanik menjadi basis utama bagi persatuan
sosial, kesadaran kolektif seutuhnya menutupi kesadaran individu dan oleh karena
itu individu-individu itu dianggap memiliki identitas yang sama.
Solidaritas mekanik masyarakat desa Lelea dibuktikan dengan adanya rasa
saling memiliki dan mencoba memperbaiki kekurangan dari setiap pelaksanaan
upacara tradisi ngarot, dengan alasan masyarakat sebagian besar memiliki
pekerjaan yang sama sebagai petani dengan gotong royong dan sukarela selalu
melaksanakan dan melestarikan kebudayaan. Masyarakat sangat dipercaya akan
upacara tradisi ngarot akan membawa keberkahan bagi masyarakat di dalamnya.
Pengalaman emosional seperti ini yang membuat solidaritas masyarakat tetap
terjaga dan sifat individual seakan tidak bisa berkembang di dalamnya.
19
Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi
Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986) h. 81-125
20
Ayu Wijayanti, “Solidaritas Sosial Ethnis TIONGHOA Dalam Pelaksanaan Upacara
Perkawinan, Kelahiran, dan Kematian di Kota Bengkulu (Studi Tentang Masyarakat Keturunan
Tionghoa di Kampung Cina, Kelurahan Malabero Kecamatan Teluk SIgara, Kota Bengkulu)”,
Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Bengkulu, 2010 disadur dari
http://library.unib.ac.id/koleksi/Ayu%20Wijayanti-FISIP-Des2010.pdf , Tanggal 31 Mei 2011
26
Seringkali kita terjebak dalam pemahaman yang kurang tepat dalam
menafsirkan kebudayaan tradisi. Kebudayaan tradisi sering kita klaim sebagai
sesuatu yang statis, mistis dan mitologis. Kita sering tidak menyadari, kebudayaan
tradisi pun berkembang meskipun sangat lambat dan dalam kurun waktu yang
lama. Kita juga sering beranggapan, bahwa kebudayaan tradisi dan kebudayaan
yang modern; yang lama dan yang baru sebagai fenomena yang lain sama sekali.
Kita sering tidak menyadari pula bahwa yang baru adalah kelanjutan atau
penyempurnaan dari yang lama.
Tradisi merupakan kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif sebuah
masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu memperlancar
perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak
menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama
di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan
mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan
hidup manusia akan menjadi biadab.21
Dengan kesadaran kolektif dalam menjalankan suatu tradisi, masyarakat
desa Lelea mampu mengembangkan potensi tradisi yang di dalamnya banyak
mengandung makna kebersamaan, saling tolong menolong hingga tingkat
solidaritas masyarakat kuat.
21
Johanes Mardimin, Jangan Tangisi Tradisi,(Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 12-13
27
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini, penulis mencoba menggambarkan objek kajian penelitian
untuk memberikan penjelasan awal mengenai objek kajian yang berkaitan dengan
judul skripsi ini. Baik itu berdasarkan letak geografisnya maupun keadaan
masyarakatnya.
Setelah penulis mengamati secara langsung kondisi daerah penelitian,
yakni desa Lelea, dapat digambarkan bahwa desa ini memiliki tipologi daerah
yang terdapat banyak persawahan. Persawahan ini menghasilkan padi bahkan
menjadi salah satu lumbung padi untuk daerah Indramayu. Hal ini pula yang
melatarbelakangi adanya tradisi Ngarot. Dengan demikian letak Geografis Desa
Lelea sangat mempengaruhi bidang-bidang kehidupan masyarakat Lelea, baik itu
dari bidang sosial, pendidikan, ekonomi, maupun agama. Oleh karenanya penulis
akan menguraikan hal tersebut berikut ini.
1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu
Secara administratif Desa Lelea termasuk ke dalam Kecamatan Lelea.
Kecamatan Lelea terdiri dari 11 desa, yakni desa Tunggal Payung, desa Tugu,
desa Tempel, desa Pengauban, desa Telagasari, desa Langgengsari, desa taman
Sari, desa Lelea, desa Cempeh, dan desa Tempel Kulon.
28
Desa Lelea adalah salah satu desa di Kecamatan Lelea, Desa Lelea terletak
di pesisir pantai utara Indramayu berjarak 504 Km dari kota Jakarta, dari Kota
Bandung sebagai Ibukota Provinsi berjarak 184 Km, desa Lelea memiliki luas
wilayah 460.154 Ha. Dengan batasan-batasan sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Desa Larangan Kec. Lohbener
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Desa Pengauban Kec. Lelea
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Desa Tamansari kec. Lelea
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Desa Cempeh Kec. Lelea
Secara geografis desa Lelea terdiri dari Tanah Sawah 406.015 Ha, dan
Tanah Darat 54.139 Ha. Tanah darat terdiri dari perumahan/bangunan,
pemakaman, tegalan/kebun, termasuk juga jalan raya, lapangan olah raga, tempattempat ibadah (masjid dan mushola), dan sarana pendidikan. Sedangkan yang
termasuk tanah sawah merupakan sawah tadah hujan.
Desa Lelea memilki tiga Rw dan delapan belas Rt, pemerintahan desa
memiliki struktur organisasi dan tata kerja Desa Lelea adalah sebagai berikut :
Kuwu ( Kepala Desa), Jurutulis (Sekretaris Desa), Bendahara, Tata Usaha,
Kliwon, Lurah Desa, Raksa Bumi (pengurus Sawah), Lebe (Pengurus pernikahan),
dan Bekel (Kepala Blok). Dapat dilihat pada bagan struktur organisasi di bawah
ini.
29
Struktur Organisasi
Desa Lelea Indramayu
Kepala Desa (Kuwu)
Jurutulis
(Sekertaris Desa)
Raksa Bumi
(Pengurus Sawah)
Lebe
(Pengurus
Pernikahan)
Bendahara
Kliwon
Tata Usaha
Lurah
Desa
Bekel
Secara topografi keadaan topografis desa Lelea adalah daerah pantai landai
dengan ketinggian 12 m dari permukaan laut. Desa Lelea beriklim tropis dengan
kelembaban (RH) 80%. Curah hujan rata-rata 137mm/bulan. Dengan curah hujan
terbasah 364 mm/bulan, dan curah hujan terkering 35 mm/bulan. Bulan kering
rata-rata per tahun jatuh pada bulan Desember sampai Februari, dengan suhu
minimum 24°C- 27°C.1
2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Lelea bulan Desember 2010 adalah 4.240 jiwa,
2.109 laki-laki, 2.131 perempuan. Gambaran lebih rinci mengenai keadaan
penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :
1
Data Monograft, Desa lelea, Kecamatan Lelea, Indramayu, Bulan Desember -2009
30
Tabel 1
Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin
NO
Jenis Kelamin
Jumlah
%
1
Laki-Laki
2.109 Jiwa
49,75
2
Perempuan
2.131 Jiwa
50,25
JUMLAH
4.240 Jiwa
100
Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010
Gambaran data penduduk berdasarkan usia desa Lelea Indramayu dapat
dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2
Jumlah Penduduk Desa Lelea
Berdasarkan Usia tahun 2010
NO
Usia
Jumlah
%
1
0–9
tahun
620 orang
14,62
2
10 – 19 tahun
733 orang
17,29
3
20 – 29 tahun
775 orang
18,29
4
30 – 39 tahun
475 orang
11,2
5
40 – 49 tahun
662 orang
15,61
6
50 – 58 tahun
450 orang
10,61
7
>59 tahun
525 orang
12,38
JUMLAH
4.240 orang
100
Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010
31
Berikut ini adalah penjelasan data penduduk desa Lelea berdasarkan usia,
usia 0 – 9 tahun sampai dengan usia lebih dari 59 tahun. Usia 0-9 tahun sebanyak
620 orang, usia 10-19 tahun sebanyak 733 orang, usia 20 – 29 sebanyak 775
orang, usia 30 – 39 tahun sebanyak 475 orang, usia 40 – 49 tahun sebanyak 662,
usia 50 – 58 tahun sebanyak 450 orang, dan usia lebih dari 59 tahun sebanyak 525
orang.
Mengenai keadaan penduduk di Desa Lelea, penulis akan mencoba
menguraikannya dari beberapa bidang kehidupan penduduk setempat berikut ini:
a.
Bidang Sosial
Keterikatan masyarakat desa Lelea antara warga satu dengan warga
lainnya masih sangat kental, keterikatannya itu ditandai dengan tetap
berlangsungnya tradisi ngarot yang melibatkan banyak pihak, selain pemerintah
desa, warga juga turut berpartisipasi atas tradisi tersebut.
Kesan masyarakat Indramayu yang suka tawuran seakan terkikis karena
masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya hidup rukun, tenang dan tentram.
Penulis melihat adanya kesan antar masyarakat yang saling tolong menolong,
gotong royong dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, tingkat
solidaritasnya sangat tinggi diantara warga. Selain itu segala bentuk acara yang
ada di masyarakat desa pasti selalu memberikan sumbangan berbentuk beras,
mulai dari menikah, tujuh bulanan, melahirkan, hingga khitanan.
Walaupun masyarakat Desa Lelea sudah mulai mengalami perubahan
menuju arah modernisasi namun masyarakat Lelea masih berpegang teguh pada
32
adat istiadat desa yang berlaku. Satu sama lain saling mengenal, sifat
individualisme masyarakat tidak berlaku, jika terjadi masalah masyarakat
berusaha menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Hal ini tercermin dalam
persiapan pelaksanaan tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lelea.
Mulai dari pelaksanaan mengenai penetapan waktu pelaksanaan, melakukan
koordinasi antara pihak pemerintah Desa Lelea dengan masyarakat, karena
terlaksananya tradisi harus ada kerjasama diantara keduanya.
Untuk mendukung tugas pemerintahan, desa Lelea memiliki fasilitas
umum yaitu Kantor Pemerintahan Desa 1 buah, Posyandu 7 buah, Poskamling 7
buah. selain itu sarana dalam bidang pendidikan desa Lelea memiliki 2 Taman
Kanak-kanak/MDA, 2 Sekolah SD, 1 sekolah SMP. Lebih jelas dapat diuraikan
dalam tabel 4 dibawah ini :
Tabel 3
Fasilitas Umum Desa Lelea
NO
Fasilitas Umum
Jumlah Bangunan
1.
Kantor Pemerintahan
1 buah
2.
Posyandu
7 buah
3.
Poskamling
7 buah
4.
Taman kanak-kanak/MDA
2 buah
5.
SD
2 buah
6
SMP
1 buah
Jumlah
20 buah
Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010
33
Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan dalam bidang sosial,
masyarakat Desa Lelea merasakan adanya pemersatu dan satu tujuan yaitu
menyukseskan acara tahunan yaitu Tradisi Ngarot. Dengan suksesnya Tradisi
Ngarot masyarakat dengan suka rela bergotong-royong, bekerjasama, dan
solidaritas yang diberikan oleh warga sangat tinggi. Oleh karena itu dengan
adanya Tradisi Ngarot dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas
terhadap sesama tetap terjaga diantara warga Desa Lelea.
b. Bidang Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat Desa Lelea secara umum lebih banyak
mengandalkan sektor pertanian yaitu tanam padi. Pola perekonomian masyarakat
Desa Lelea bergantung pada tanah yang mereka miliki, hasil dari pengolahan
tanah yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat yaitu dikonsumsi dan
dijual untuk biaya hidup mereka sehari-hari hal ini terjadi secara turun temurun.
Tersedianya hamparan sawah yang menjadi faktor utama masyarakat lebih
mengandalkan dalam sektor pertanian, di samping itu keahlian dan pendidikan
yang relatif rendah menjadikan sawah sebagai mata pencaharian yang utama.
Berikut ini akan ditunjukkan data mata pencaharian penduduk Desa Lelea pada
tabel 5 :
Tabel 4
Mata pencaharian Warga Desa Lelea
NO
NAMA PEKERJAAN
1
Petani/Pemilik Sawah
2
Jasa
JUMLAH
%
1.428
44,85
810
25,44
34
3
Buruh Tani
530
16,64
4
Pedagang
340
10,68
5
PNS
57
1,79
6
POLRI/TNI
19
0,60
3.184
100
Jumlah
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel diatas menjelaskan Petani/pemilik sawah terdapat 1.767 orang,
pedagang sebanyak 579 orang, Buruh Tani 769 orang, PNS 59 orang, POLRI/TNI
19 orang dan Jasa sebanyak 1.049. Hal diatas membuktikan Petani/Pemilik sawah
sangat mendominasi dikarenakan masyarakat yang memiliki sawah secara turun
temurun dan sangat jarang sekali diperjual belikan. Pedagang menempati posisi
kedua setelah Petani karena mereka yang tidak memiliki keterampilan atau lahan
sawah. Sedangkan PNS dan POLRI/TNI jumlahnya sangat sedikit. Hal ini
menandakan masyarakat belum merasa tertarik pada bidang pekerjaan formal,
tenaga-tenaga guru dan petugas pemerintahan desa pun diisi orang dari luar desa
Lelea.
Adapun pendapatan perkapita masyarakat Desa Lelea berdasarkan data
statistik pada tahun 2009 adalah Rp. 1.000.000 perkapita, dengan produksi padi
sebagai sumber utama masyarakat Desa Lelea. Bila dibandingkan antara
Petani/pemilik sawah dan Buruh tani.
Sektor jasa dan perdagangan pun ikut menunjang perekonomian warga
Desa Lelea, karena Desa Lelea termasuk daerah strategis dilewati oleh banyak
35
desa lainnya dan juga karena terdapat pasar tradisonal yang paling besar
dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Lelea. Hal ini merupakan
keuntungan bagi warga desa karena warga yang tidak memiliki lahan sawah dan
keterampilan dalam bidang pertanian maupun lainnya bisa berdagang.
Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Lelea
menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bersifat formal, kedua
informal dan ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal
mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti
PNS dan POLRI/TNI. Lalu perekonomian yang bersifat informal yaitu Pedagang
dan Jasa, kemudian yang bersifat tradisional adalah Petani dan Buruh Tani.
c.
Bidang Pendidikan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya, Penyelenggaraan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di
Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Pemerintah menginginkan pendidikan merata hingga mencapai desa-desa maupun
dusun-dusun terpencil, hingga pemerintah membuat program pendidikan wajib
belajar 9 tahun. Berkaitan dengan program pendidikan yang digalakkan oleh
negara yaitu pendidikan wajib belajar 9 tahun.
36
Walaupun letak desa Lelea jauh dari pusat kota namun kesadaran
masyarakat akan pendidikan yang lebih atas sangat tinggi. Masyarakat sudah
menyadari pentingnya pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rincian tabel 6
berikut:
Tabel 5
Data Penduduk Menurut Pendidikan
NO
PENDIDIKAN
JUMLAH
%
1
Tidak Sekolah
884
20,85
2
Tidak Tamat SD
540
12,74
3
Tamat SD
1220
28,77
4
Tamat SMP
809
19,08
5
Tamat SMA
734
17,31
6
Tamat Akademi/Perguruan Tinggi
53
1,25
4.240
100
Jumlah
sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel 6 menjelaskan tentang Data Penduduk menurut Pendidikan, Tidak
Sekolah sebanyak 884 Jiwa, yang Tidak Tamat SD 540 Jiwa, Tamat SD 1220
Jiwa, Tamat SMP 809 Jiwa, sedangkan Tamat SMA 734 Jiwa dan Tamat
Akademi/Perguruan Tinggi 53 Jiwa
Masyarakat Desa Lelea setidaknya memiliki 53 orang yang telah lulus
dari Perguruan Tinggi maupun Akademi, dan 734 orang yang melanjutkan ke
tingkat SMA. Namun banyak warga Desa Lelea yang masih buta huruf khususnya
37
di kalangan orang tua dan lanjut usia, karena keterbatasan ekonomi hingga banyak
yang tidak tamat SD bahkan tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Untuk
melihat komposisi pendidikan berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 7 berikut:
Tabel 6
Data Komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia
NO
USIA
JUMLAH
%
1
00-03 Tahun
248
5,85
2
04-06 Tahun
429
10,11
3
07-12 Tahun
574
13,54
4
13-15 Tahun
431
10,17
5
16-18 Tahun
482
11,37
6
19 Tahun ke atas
2.076
48,96
Jumlah
4.240
100
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel 7 menjelaskan Data komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia, 00-03
Tahun sebanyak 248 Jiwa, 04-06 Tahun sebanyak 429 Jiwa, 07-12 Tahun
sebanyak 574 Jiwa, 13-15 Tahun 431 Jiwa, 16-18 Tahun sebanyak 482 Jiwa, 19
Tahun keatas 2.076 Jiwa. Banyaknya usia 19 Tahun ke atas menandakan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tinggi.
Di Kecamatan Lelea khususnya Desa Lelea pendidikan formal belum
tersedia dengan lengkap, bagi warga yang ingin melanjutkan sekolah ke tingkat
38
SMA maupun Akademi harus pergi ke kabupaten yang jaraknya cukup jauh dan
harus ditempuh dengan kendaraan. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan
banyaknya anak-anak mengalami putus sekolah.
d. Bidang Agama
Jika dilihat dari keberagamaan Masyarakat desa Lelea mayoritas
masyarakatnya menganut agama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam
namun kegiatan Agamanya kurang menonjol dilihat dari sedikitnya kegiatan
keagamaan yang dilakukan oleh warganya. Perlu pula dikemukakan meskipun
agama Islam sangat mendominasi perkembangan agama di desa ini namun
pengaruh agama Hindu-Budha masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari
masyarakat yang sering menyediakan kemenyan pada malam Jumat dan sesajensesajen lainnya.
Mengenai sarana peribadatan tercatat di Desa Lelea terdapat masjid 1 buah
dan mushola 10 buah. Selain itu terdapat Taman Pendidikan Agama dan Majlis
Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya sore hari yaitu
ba’da Ashar dan setelah Sholat Magrib. Sarana Ibadah dapat dilihat tabel 8
berikut:
Tabel 8
Sarana Ibadah
NO
1
Sarana Ibadah
Masjid
Jumlah
1 buah
39
2
Mushola
10 buah
Jumlah
11 buah
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama
dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam
menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum.
Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi
integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim
di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai
peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk
mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu
generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya
aturan masyarakat yang bersangkutan”.2
2
Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah : Machmun Husein, (Yogyakarta : PT.
Tiara Wacana Yogya, 1995), h.65.
40
BAB IV
ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL (TRADISI
NGAROT) TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot
Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot
merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan
sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk
penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol.
Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan
menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini
dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di
dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan
menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :
1. Sejarah Tradisi Ngarot
Setelah
penulis
mengadakan
penelitian
langsung
ke
lapangan,
sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa
dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot
sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan
sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk
melaksanakannya.1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan
1
Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot
Desa Lelea”, Lelea, tanggal 28 April 2011
41
masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur
mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya
sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah
kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan
sawah dengan luas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk
berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya,
sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),
ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka
yang sedang berlatih mengolah sawah itu.
Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi
Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100
m2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk
berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya,
sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),
ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka
yang sedang berlatih mengolah sawah itu.2
Pemberian sawah seluas 26.100 m2 tersebut, disambut baik oleh pemuda
dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan
menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan
jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku
Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen
2
Wawancara Pribadi dengan Bapak Sardian, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011
42
padi harus jatuh di hari rabu.3 Sebelum turun ke sawah Ki Buyut Kapol sengaja
mengumpulkan para pemuda-pemudi di kediamannya yang telah disediakan
berbagai macam makanan dan minuman untuk memberikan semangat sebelum
tiba kegiatan pengolahan dan penanaman sawah.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak H. Edy masyarakat percaya
upacara Adat Ngarot dimulai sejak abad 17 M sekitar tahun 1686, diawali ketika
Kepala Desa pertama Cangga Wrena turun tahta, masyarakat desa Lelea secara
sukarela mengangkat Ki Buyut Kapol menjadi Kepala Desa yang kedua. Sejak
itulah upacara adat Ngarot yang awalnya dilaksanakan di rumah Ki Buyut Kapol
pindah ke Balai Desa Lelea hingga sekarang.4
Pada masa pemerintahan Ki Buyut Kapol selama kurun waktu 25 tahun,
pelaksanaan upacara Ngarot tidak pernah terputus dan keadaan ekonomi
masyarakat yang semula miskin mulai berangsur-angsur mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik. Setelah Ki Buyut Kapol turun tahta dari jabatan Kepala
Desa, pemerintahan kemudian digantikan oleh Dawi. Ia memberikan amanat agar
tanah yang diberikan untuk masyarakat digunakan sebagaimana mestinya dan
upacara tradisi Ngarot harus tetap dilaksanakan tanpa memungut biaya. Sebagai
pengganti biaya diambil dari hasil tanah kasinoman (tanah Ki Buyut Kapol),
hingga sekarang tradisi Ngarot tetap berlangsung dengan meriah.
Menurut Bapak Sagi salah satu sesepuh sekaligus pamong desa, tradisi
Ngarot ini pantang sekali dilanggar, kalau sampai dilanggar selain melupakan
jasa-jasa Ki Buyut Kapol yang telah mengangkat perekonomian dengan
3
Wawancara Pribadi dengan Bapak Warkan, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011
Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Edy, “SekDa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot”, Lelea,
tanggal 28 April 2011
4
43
memberikan keterampilan, masyarakat juga percaya akan terjadi marabahaya yang
menimpa terhadap proses pengolahan sawah mereka, seperti pengairan yang sulit
yang mengakibatkan sawah menjadi gagal panen.
Menurut Bapak Warson sebagai Kepala Desa di desa Lelea, perbedaan
pelaksanaan tradisi Ngarot tahun sekarang dengan jaman dulu, tradisi Ngarot
sebelum tahun 1980 pelaksanaannya masih sangat bermakna dan masyarakat
mengerti akan makna dibalik pelaksanaannya, berbeda dengan sekarang
masyarakat sebagian besar hanya melihat dari keramaian karena disertai dengan
pasar malam tanpa mengetahui makna sesungguhnya dari pelaksanaan tradisi
Ngarot tersebut.
Menurut H. Edy Iriana selaku ketua umum perayaan ritual Ngarot 2010,
tradisi Ngarot pasti dilaksanakan pada tiap tahunnya, selain sudah memiliki biaya
dari sawah kasinoman seluas 26.100 m2 , hingga tidak memiliki pengaruh dari
keadaan ekonomi masyarakat, selain itu tradisi Ngarot juga termasuk dalam
kebudayaan lokal yang harus dilestarikan dan menjadi bagi pariwisata lokal
maupun mancanegara.
2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot
a. Persiapan Pelaksanaan
Tradisi Ngarot dilaksanakan pada minggu ketiga di bulan Desember pada
tiap tahunnya. Sebelum menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya
sebanyak dua kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan
pelaksanaan upacara tradisi Ngarot.
44
1. Musyawarah pertama mengumpulkan para pamong, lembaga desa
seperti LMD (Lembaga Masyarakat Desa) dan LKMD (Lembaga
Keamanan Masyarakat Desa), tokoh masyarakat dan tokoh pemuda
untuk menetapkan waktu, hari, dan tanggal pelaksanaan upacara.
2. Musyawarah yang kedua Kepala Desa mengumpulkan pemuda-pemudi
calon peserta upacara tradisi Ngarot untuk menetapkan corak dan
warna pakaian para pemuda-pemudi hingga tiap tahunnya acara tradisi
Ngarot selalu dengan warna pakaian yang berbeda tiap tahunnya.
Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan pada hari rabu, minggu ketiga
di bulan Desember penentuan pelaksanaan waktu tersebut sudah menjadi hal
yang baku dan tidak bisa berubah. Sebelum penulis membahas praktik ritual
tradisi Ngarot, terlebih dahulu penulis akan membahas beberapa persyaratan
khusus sebelum diadakannya ritual tradisi Ngarot dan harus dipatuhi oleh
masyarakat, yaitu :
1. Peserta tradisi Ngarot harus pemuda-pemudi yang masih perjaka dan
perawan. Masyarakat sangat percaya dan taat dalam melaksanakan aturan
tidak tertulis ini, jika pesertanya tidak perawan maka hiasan yang dikenakan
oleh sang perawan dan perjaka akan layu dan pucat.
2. Sebelum acara tradisi Ngarot dilaksanakan masyarakat Desa Lelea beserta
Pamong Desa mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan dalam
acara Ngarot, seperti benih, kendi berisi air putih, cangkul, pupuk, ruas
bambu kuning.
45
3. Mempersiapkan pengiring pesta Ngarot seperti tanjidor, genjring, gong,
gamelan lalu seni tari ronggeng ketuk.
Adapun persiapan tradisi Ngarot peserta tradisi Ngarot sebelum pawai
keliling hingga perbatasan desa, sang pemudi dihias secantik mungkin dengan
berbalut pakaian kebaya, selendang dan kain batik, selain itu kepala sang pemudi
dihias dengan bunga-bungaan seperti bunga kenanga, melati, mawar dan kantil,
serta diberi perhiasan mulai dari kalung, gelang dan cincin agar tampil lebih
menarik, menurut Bapak Sarkan perhiasan yang digunakan untuk membuktikan
tingkat kekayaan orangtua peserta. Berbeda dengan sang pemuda hanya memakai
pakaian komboran dan tutup kepala dari kain saja. Adapun warna pakaian yang
digunakan sepenuhnya ditentukan oleh Kepala Desa.
b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot
Sebelum pawai dimulai peserta tradisi Ngarot berkumpul terlebih dahulu
di kediaman Kepala Desa. Kemudian Sebelum melaksanakan ritual tradisi Ngarot
para pemuda-pemudi yang sudah berdandan dan tampil menarik tersebut
melakukan pawai dan keliling hingga ke perbatasan desa, adapun susunan peserta
pawai tradisi Ngarot tersebut adalah barisan terdepan yaitu Kepala Desa dan Istri,
lalu Pamong Desa, para Pemuda-pemudi kemudian berjalan diiringi alunan musik
seperti tanjidor dan genjring namun karena perkembangan jaman diberi tambahan
alat musik organ. Pawai berakhir di Balai Desa, ketika memasuki Balai Desa
disambut oleh penabuh gamelan yang sudah dipersiapkan di pendopo Balai Desa.
Kemudian sebagai bentuk penghormatan dipersembahkan sebuah tarian yaitu
46
tarian Jipang kepada sang Raja Desa yaitu Kepala Desa. Selain itu Kepala Desa
diberi taburan beras kuning.
Semua peserta Ngarot masuk aula Balai Desa. Sambil duduk berhadaphadapan dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni tradisional tari
Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita dengan pasangan pria. Menurut
warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para
jejaka dan gadis saling berpandang-pandangan. prosesi ngabibita inilah yang
membuat para peserta mendapatkan jodohnya hingga tradisi Ngarot juga terkenal
juga sebagai tradisi mencari jodoh sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak
Kaswara yang bekerja sebagai pegawai BUMN.5
Setelah selesai pawai keliling desa Lelea, berkumpul di balai desa acara
inti tradisi Ngarot diawali dengan laporan panitia yang berhubungan dengan
pelaksanaan tradisi, dilanjutkan sambutan Kepala Desa, kemudian penyerahan
seperangkat alat pertanian secara simbolis oleh Kepala Desa dan pamong
melakukan prosesi ritual, susunan acaranya sebagai berikut :
a. Pembukaan
b. Pembacaan Sejarah Singkat Ngarot
c.
Sambutan Kepala Desa Lelea
d.
Prosesi Penyerahan Peralatan Pertanian dari Para Kasinoman yaitu
sebagai berikut :
1. Penyerahan Benih oleh Kuwu (Kepala Desa) artinya :
Untuk
ditanam sehingga dapat hasil panen yang melimpah.
5
Wawancara Pribadi dengan Kaswara, “Pegawai BUMN”, Lelea tanggal 28 April 2011
47
2. Penyerahan Kendi berisi air putih oleh Ibu Kepala Desa artinya : Air
tamba (air obat) dan penyubur tanarnan padi.
3. Penyerahan pupuk oleh Tua Desa artinya :
Agar tanaman padi
tetap subur dan hasil panen yang melimpah.
4. Penyerahan Cangkul oleh Raksa Bumi (Pamong pengurus sawah
dan tanah desa) artinya : Agar mengolah sawah dengan sempurna.
5. Penyerahan Ruas Bambu Kuning. Daun Andong dan Kelararas
Daun Pisang oieh Lebe (Pamong yang mengurusi pernikahan)
artinya : Agar tanaman padi terhindar dari serangan hama.
Selesai acara inti, secara simbolis Kepala Desa memukul gong sebagai
peresmian pesta tradisi Ngarot dimulai. Setelah gong dipukul dilanjutkan dengan
tari topeng diiringi dengan gamelan, kemudian disediakan lagi hiburan ronggeng
ketuk dan tanjidor. Kemudian pemuda pemudi dipersilahkan bersama-sama joged
hingga sore hari. Malam harinya hingga menjelang subuh selain disediakan
hiburan tarian-tarian tradisional juga disajikan pula pagelaran wayang.
Masyarakat sangat antusias pada upacara tradisi Ngarot, karena tradisi
Ngarot ini merupakan hiburan setahun sekali. Warga bisa sepuasnya menikmati
pertunjukan kesenian tradisional, seperti tari topeng, tarlingan dan wayang kulit.
Setiap tahun acara tradisi Ngarot ini tidak pernah sepi penonton bahkan kadang
hampir seluruh warga hadir ke Balai Desa.
B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot
Tradisi Ngarot memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat, agar
muda-mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah
48
laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya timur. Ngarot adalah suatu
metode atau cara untuk menggalang dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan
dikalangan para pemuda dan pemudi sebelum mengolah dan menanam padi di
mulai.6
Dalam melaksanakan tradisi Ngarot bagi masyarakat desa Lelea
sebenarnya hanya bentuk ritual syukuran para petani menjelang masa tanam padi.
Selain itu tradisi ngarot mempunyai manfaat menambah rasa syukur terhadap
Tuhan yang maha esa atas keberkahan pada lahan persawahan yang akan
dikerjakan dan juga untuk menghormati jasa Ki Buyut Kapol yang telah
menyumbagkan sawahnya dijadikan lahan untuk belajar segala bentuk proses
menanam padi hingga panen tiba. Dilibatkannya muda - mudi dalam tradisi ini
adalah sebagai wujud regenerasi masyarakat agraris. Harapannya, tentu saja agar
kaum muda - mudi melanjutkan budaya agraris yang sudah turun temurun di desa
Lelea. Selain itu masyarakat desa Lelea menyepakati jika tradisi Ngarot tidak
dilaksanakan akan terjadi marabahaya terhadap proses pengolahan sawah seperti
pengairan yang sulit hingga menyebabkan gagal panen.
Tradisi Ngarot ini dilakukan oleh semua kalangan warga desa. Baik itu
memang warga yang bertempat tinggal di desa atau wilayah lain maupun warga
yang bertempat tinggal di desa lain tapi asli orang Lelea atau mempunyai garis
keturunan orang Lelea. Hal itu bertujuan dengan adanya tradisi Ngarot walaupun
6
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, Upacara Adat Ngarot,
(Indramayu, 2004), h. 55
49
mereka berada jauh dari desa Lelea namun tetap mengingat asal usulnya dan tetap
menjalin tali silaturahmi dengan kerabatnya.
C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat
Tradisi Ngarot selain memberi manfaat terhadap masyarakat Lelea untuk
menambah rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa juga memberikan pengaruh
diantaranya sebagai berikut :
1. Dalam bidang sosial, tradisi ngarot memberikan pengaruh pada adanya
ikatan sosial yang terjalin antar warga desa Lelea dan sekitarnya.
Secara sosiologis menurut fitrahnya manusia adalah makhluk yang
suka hidup berkelompok dengan pengertian bahwa manusia dalam
hidupnya senantiasa memerlukan bantuan orang lain. Untuk itulah
kemudian manusia selain mkhluk individu, manusia juga makhluk
sosial. Terdorong oleh kedudukannya yang kodrati sebagai makhluk
sosial maka manusia tidak dapat hidup seorang diri. Dimanapun
manusia berada dia pasti memerlukan orang lain.
Sebagaimana yang terdapat dalam tradisi Ngarot, Sebelum
menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya sebanyak dua
kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan
pelaksanaan
upacara
tradisi
Ngarot,
musyawarah
pertama
mengumpulkan para pamong, lembaga desa seperti LMD (Lembaga
Masyarakat Desa) dan LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa),
tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk menetapkan waktu, hari,
50
dan tanggal pelaksanaan upacara. Musyawarah yang kedua Kepala
Desa mengumpulkan pemuda-pemudi calon peserta upacara tradisi
Ngarot untuk menetapkan corak dan warna pakaian para pemudapemudi hingga tiap tahunnya acara tradisi Ngarot selalu dengan warna
pakaian yang berbeda tiap tahunnya, semuanya ini menuntut adanya
solidaritas sosial yang utuh dan kuat di antara para tokoh setempat dan
warga desa Lelea umumnya. Sehingga hal ini akan meminimalisir
terjadinya konflik atau pertentangan atau pertentangan antar individu.
Konflik terjadi sebagai akibat adanya perbedaan paham dan
kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya
jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial diantara mereka yang
bertikai tersebut.
Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu
dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan
dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam
masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan
pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.
Solidaritas semacam ini dapat bertahan lama dan jauh dari bahaya
konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah kepercayaan
bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut sebagai
solidaritas mekanik.7
7
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT.
Gramedia, 1998) h. 182
51
2. Dalam bidang ekonomi, diadakannya pesta ngarot selalu dibarengi
dengan penyelenggaraan pasar malam sejak minimal 2 minggu
sebelum pesta inti tradisi ngarot dimulai. Hal tersebut digunakan bagi
sebagian warga untuk berdagang, bagi warga asli penduduk desa Lelea
mereka menjual buah salak pondoh, buah nanas, sate, dan empal. Dan
warga asli penduduk Lelea yang berdagang dagangannya selalu terjual
habis. Selain itu masyarakat selalu percaya jika selalu diadakan pesta
tradisi ngarot hasil sawah selalu berlimpah dan bagus.
Selain itu tradisi Ngarot berpengaruh pada pendapatan ekonomi
dalam usaha pertanian masyarakat setempat yakni masyarakat Lelea.
Masyarakat desa Lelea yang bertani padi sangat menyakini dengan
diadakannya tradisi Ngarot akan berpengaruh pada proses keberhasilan
atas hasil padi yang akan mereka dapatkan. Sebagian besar masyarakat
Lelea bekerja di sektor pertanian sehingga menjadikan sawah sebagai
mata pencaharian utama masyarakat desa Lelea.
Selain menjadi penggarap sawah, para petani yang memiliki
modal yang cukup memiliki usaha sambilan dengan menjadi
pengumpul hasil panen, kemudian menggiling sendiri di pabrik
penggilingan padi dan menjualnya dalam bentuk beras kemudian di
kirim baik ke pasar besar maupun ke pasar kecil.
3. Dalam bidang agama, tradisi ngarot memberi pengaruh pada
kehidupan kerukunan umat khususnya masyarakat Lelea yang
beragama Islam. Di mana Islam mengajarkan untuk saling tolong52
menolong dan memupuk rasa persaudaraan antar sesama. Dengan
demikian bisa kita lihat arti dari kerukunan yang menurut Mulder, kata
“rukun” adalah berada dalam selaras, tenang, dan tentram tanpa
perselisihan dan pertentangan, bersatu untuk saling membantu satu
sama lainnya. Kerukunan dalam konteks Mulder, bisa diartikan
sebagai sikap toleransi dimana sikap dasar yang memungkinkan
sebuah agama berdampingan dengan agama lain ataupun memberikan
keleluasan terhadap kelompok lain.8
Kesan masyarakat Indramayu yang suka melakukan tindakan
anarki seperti tawuran antar warga dan tawuran antar desa seakan
terkikis atas adanya upacara tradisi ngarot ini. Masyarakat memiliki
tanggung jawab untuk menyukseskan berjalannya upacara tradisi
ngarot tersebut.
Menurut O’dea, agama berfungsi sebagai kontrol sosial,
dimana para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknya terikat batin kepada tuntutan ajaran tersebut, baik secara
pribadi maupun kelompok. Ajaran agama dianggap sebagai norma
sehingga agama berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu
atau kelompok karena :
a. Agama secara instansi merupakan norma bagi pengikutnya.
8
Miels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1986), h.39
53
b. Agama sebagai dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang
bersifat propetis (kenabian).9
4. Dalam bidang budaya, kehidupan manusia dalam budayanya adalah
suatu hal yang rumit dan kompleks, sehingga menarik untuk
dibicarakan. Di satu pihak manusia imanen di dalamnya, artinya ia
hidup dan bertumbuh dalam suatu lingkungan budaya yang
melingkupinya. Ia bersikap dan berperilaku berdasarkan ikatan dan
norma-norma atau asas-asas yang berlaku dalam budayanya. Dalam
mengembangkan kebudayaan manusia melakukan penilaian terhadap
budaya, cara masyarakat menilai, nilai sebagai konsep ukuran, serta
klaim penilaian yang dihasilkan adalah bagian dari budaya 10, dimana
masyarakat yang dilahirkan di desa Lelea dan berkembang menjadi
dewasa di daerah tersebut secara sadar maupun tidak sadar menilai
tradisi Ngarot yang berkembang menjadi penting dan sakral. Sejak
kanak-kanak masyarakat desa Lelea ditanamkan ajaran penting dan
berharganya pelaksanaan tradisi Ngarot pada kehidupan warga desa.
Selain itu tradisi Ngarot juga berpengaruh kepada Dinas Pariwisata
Daerah yang menjadikan tradisi Ngarot sebagai ciri khas daerah.
Tradisi Ngarot juga termasuk sebagai kekayaan budaya nasional serta
menjadi objek wisata baik untuk wisatawan lokal maupun asing. Tentu
budaya yang memiliki ciri khas akan menjadi kebanggaan bagi
masyarakat, khususnya masyarakat desa Lelea.
9
Thomas F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal, (Jakarta : CV. Rajawali, 1987), h.52
Johanes Mardimin, Jangan Tangisi Tradisi,(Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 47-49
10
54
D. Dampak Tradisi Ngarot terhadap Solidaritas Masyarakat Desa Lelea
Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilainilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran
(role expectation). Sebab itu prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi :
saling membantu, saling peduli, bisa bekerjasama, saling membagi hasil panen,
dan bekerjasama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan
maupun tenaga dan sebagainya.
Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada masyarakat kita secara terus
menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya akan tetapi
karena dinamika budaya tidak ada yang statis, terjadilah beberapa perubahan
secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang merubah adalah modernisasi
yang telah mempengaruhi tradisi solidarits sosial. Selain itu perubahan
solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
(a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat
berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai
manusia,
(b) perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup kadang-kadang
menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota keluarga,
(c) Sikap egoistik, bila seseorang individu terlalu mementingkan diri
sendiri dan keluarganya, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat.11
Menurut Ibu Ida, sebagai warga pendatang melihat rasa solidaritas
masyarakat desa Lelea sangat tinggi, dilihat dari sifat kebersamaan, saling
11
Zulkarnaen Nasution, Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial Masyarakat Desa Transisi,
http://berkarya.um.ac.id/?p=2089, disadur tanggal 30 mei 2011
55
membantu, saling tolong menolong ketika akan dilaksanakan kegiatan ritual
tradisi Ngarot. Masyarakat satu dengan yang lain dengan sukarela memberikan
iuran hanya untuk kekurangan biaya demi kelancaran acara.12
Sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Warkan, warga juga seperti
memiliki kewajiban untuk mengirim hantaran berupa makanan seperti empal,
sate, dan juga buah-buahan. Dalam hal ini warga mengutamakan memberi
hantaran makanan kepada mereka yang dianggap paling dekat dan paling
membantu dalam kehidupan mereka. Yang sangat menarik bagi lelaki (Perjaka)
yang memiliki pinangan atau tunangan, maka mereka pasti memberikan
hantaran makanan tersebut terhadap calon pinangannya melebihi porsi hantaran
makanan daripada ke sanak famili lainnya.13
Dengan adanya tradisi Ngarot tersebut perubahan-perubahan solidaritas
sosial yang diakibatkan dari kehidupan modernitas baik dari faktor tingkat
pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup dan tingkat sosial,
maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri maupun kelompoknya
seakan tidak berlaku dalam tradisi masyarakat desa Lelea, dilihat masih terus
dilaksanakannya ritual tradisi Ngarot.
Sesuai dengan Solidaritas mekanik menurut Durkheim, solidaritas seperti
itu didasarkan pada kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan
kebersamaan hingga individualitas masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator
yang jelas dalam solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan hukum yang
menekan. Masyarakat yang memiliki hubungan antara individu dan atau
12
13
Wawancara pribadi dengan Ibu Ida, “Ibu Rumah Tangga”, Lelea, Tanggal 28 April 2011
Wawancara Pribadi dengan Bapak Warkan, “Petani”, Lelea, Tanggal 28 April 2011
56
kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.14 Sehingga rasa
saling membantu, saling berbagi, saling peduli dan bekerjasama tetap terjaga
dengan tujuan utama akan terlaksananya tradisi yang merupakan agenda tahunan.
Dampak dari tradisi Ngarot jelas sangat positif, selain masyarakat
mengesampingkan segala kepentingan pribadi, masyarakat juga dengan sifat
sosial yang mereka miliki merasa tradisi Ngarot adalah barang berharga
masyarakat desa Lelea hingga mereka dengan secara sukarela membantu dan
melestarikan tradisi Ngarot.
14
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT.
Gramedia, 1998) h. 182-183
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh tradisi Ngarot terhadap solidaritas masyarakat di Desa Lelea
Indramayu di antaranya adalah:
a. Dalam bidang sosial, tradisi ngarot memberikan pengaruh pada adanya
ikatan sosial yang terjalin antar warga desa Lelea dan sekitarnya.
b. Dalam bidang ekonomi, memiliki tambahan penghasilan dari hasil
berdagang selama pelaksanaan upacara tradisi Ngarot.
c. Dalam bidang agama, tradisi ngarot memberi pengaruh pada
kehidupan kerukunan umat khususnya masyarakat Lelea yang
beragama Islam. Di mana Islam mengajarkan untuk saling tolongmenolong dan memupuk rasa persaudaraan antar sesama.
d. Dalam bidang budaya, tradisi Ngarot berpengaruh kepada Dinas
Pariwisata Daerah yang menjadikan tradisi Ngarot sebagai ciri khas
daerah.
2. Proses dan pelaksanaan upacara Ngarot
Dalam sejarahnya ritual tradisi Ngarot merupakan tradisi yang sudah lama
ada dan dilaksanakan tiap tahun oleh masyarakat desa Lelea. Sedangkan
58
dalam praktiknya mereka mempunyai peraturan-peraturan yang harus
dilaksanakan sebelum menyelenggarakan upacara tradisi Ngarot seperti
acara musyawarah Kepala Desa, Pamong Desa serta masyarakat untuk
menetapkan waktu pelaksanakan, mencatat para peserta Ngarot yang
masih perjaka dan perawan, memberikan sesaji dan lain sebagainya.
Dalam segi waktu biasanya masyarakat setempat melaksanakannya sekali
dalam satu tahun atau tepat pada bulan Desember minggu ketiga dan jatuh
pada hari Rabu. Dan tujuan diadakannya tradisi Ngarot tersebut tiap
tahunnya adalah untuk melestarikan kebudayaan dan menghormati aturanaturan yang sudah berjalan lama di Desa Lelea.
Tradisi Ngarot yang diselenggarakan setiap tahun oleh masyarakat Lelea
telah menjadi satu kewajiban yang harus dilaksanakan. Ritual tradisi
Ngarot juga dapat dijadikan sarana untuk saling mengenal, saling
menolong, serta saling tenggang rasa antara individu satu dengan yang
lainnya. Hal seperti ini merupakan suatu proses dialog yang positif
diantara mereka.
Adapun pendapat para wisatawan baik lokal maupun asing, tokoh agama,
dan masyarakat setempat, mereka pada umumnya mengungkapkan bahwasanya
ritual tradisi Ngarot merupakan salah satu kebudayaan yang wajib dilestarikan.
Selain itu tradisi Ngarot merupakan salah satu wujud rasa syukur terhadap segala
nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
59
B. Saran
1. Ritual tradisi Ngarot perlu tetap dipertahankan dan dilestarikan oleh
masyarakat Lelea, karena melihat fungsi sosial dari ritual tradisi Ngarot yang
positif yang menjadi wahana untuk saling bekerjasama antar penduduk
setempat sehingga dapat menciptakan kerukunan dan solidaritas antar mereka
selain itu hal ini merupakan suatu identitas sebagai orang Indramayu yang
mempunyai tradisi tersendiri yang harus dipelihara.
2. Perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi
tidak sekedar melestarikan warisan nenek moyang semata, masyarakat Desa
Lelea juga perlu melihat apakah ritual tradisi Ngarot tersebut benar adanya
atau melenceng pada hukum agama dan tatanan sosial yang berkembang di
masyarakat.
60
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (cet.
Ke-2). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ariyono dan Aminudin Siregar. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademika
Pressindo
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu. 2004 Upacara Adat
Ngarot. Indramayu.
Jhonson Doyle Paul. 1998. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z.
Lawang . Jakarta: PT. Gramedia.
Dasuki H.A.. 1977. sejarah Indramayu. Indramayu: Depdikbud.
Keraaf Gorys. 1994. Komposi. NTT: Nusa Indah.
Khaldun Ibnu. 2000. Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Ahmadi Toha, Jakarta
Pustaka Firdaus.
Chotimah Hosnor. 2007. Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi
Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura, Skripsi Program
Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurhamidah Nunung. 2006. Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi
Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran), Skripsi Fakultas Ushuludin
dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Indrawati Ina. 2008. Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam
Perayaan Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan
Ngupasan kecamatan Gondomanan Yogyakarta, Skripsi Fakultas Filsafat
dan Ushuludin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ari Prasetiyo. 2003. Tradisi nyumbang dalam masyarakat desa Tamantirto,
FISIP-UI
Program
studi
:
Ilmu
Sosiologi.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/ Di sadur tanggal 08-122010.
O’dea Thomas F. 1987. Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal. Jakarta : CV.
Rajawali.
Peursen Van. 1976. Sosiologi Kebudayaan, Jakarta: Kanisius.
Poerwadarminta W.J.S.. 1985 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
R. Scharf. Betty. 1995. Kajian Sosiologi Agama, penterjemah : Machmun Husein,
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
61
Rendra. 1983. Mempertimbangkan Tradisi, Jakarta: Gramedia
Soekanto Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Shadily Hassan. Ensiklopedia Indonesia, Vol 6, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Shadily Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta.
Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden. 1986. Durkheim dan Pengantar
Sosiologi Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Meleong. Lexy J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Quthub Muhammad.1984. Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,Bandung:
Mizan,.
Nurdin M. Amin. 2006. Mengerti Sosiologi Pengantar Konsep-Konsep Sosiologi.
Jakarta: UIN Jakarta Press.
Nottingham Elizabeth k. Religion and society, terjemahan abdul muis naharong,
Jakarta: cv. Rajawali, , 1985
Daula M. Zainudin. 2001. Mereduksi Eskalasi Konflik Antar Umat Beragama di
Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Proyek
Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Miels Mulder. 1986. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Mardimin Johanes. 1994. Jangan Tangisi Tradisi. Yogyakarta: Kanisius.
Drs. Slamet Subekti dan Dra. Sri Indrahti. 2006. Upacara Tradisi Sedekah Laut
Sebagai Media Membangun Solidaritas Sosial : Kasus Pada Masyarakat
Nelayan Desa Bojomulyo Juwana Kabupaten Pati, Penelitian Sosial
Budaya Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
Zuhairi Misrawi. 2004. Menggugat Tradisi Pergulatan Pemikiran Anak Muda
NU. Jakarta: Kompas.
Nasution Zulkarnaen. Konflik dan Lunturnya Solidaritas Sosial Masyarakat Desa
Transisi, disadur dari http://berkarya.um.ac.id/?p=2089, Tanggal 30 mei
2011
Ayu Wijayanti. 2010. Solidaritas Sosial Ethnis TIONGHOA Dalam Pelaksanaan
Upacara Perkawinan, Kelahiran, dan Kematian di Kota Bengkulu (Studi
Tentang Masyarakat Keturunan Tionghoa di Kampung Cina, Kelurahan
Malabero Kecamatan Teluk SIgara, Kota Bengkulu), Penelitian Fakultas
Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Bengkulu. disadur dari
http://library.unib.ac.id/koleksi/Ayu%20Wijayanti-FISIP-Des2010.pdf,
Tanggal 31 Mei 2011
62
DEPARTEMENAGAMA
{.INIVERSITAS
ISLAM NEGERI( UTN)
SYARIFHIDAYATULLAHJAKARTA'
FAKUUIASILMU SOSIALDAN ILMU POLITIK
Jl. Kertamulti, PisangarqCipuiat 15419Jakarh Selatan
Nomor : Un.O1/F.lllpp.00.g/
/20t1
Lampiran: I (Satu)Proposal
Skripsi
Hal
: Bimbingan
Skripsi
Wcbsite: ;www.uiajkt.ac.id;Bmail : [email protected]
Jakart4 !7 Januari2}ll
Kepadayth
Prof. Dr..Bambangpranowo
A
Assalamu'alaikum
Wr Wb,
11 .
Bersamaini kami kirimkankepadasaudara
sebuahproposalskripsi
MahasiswaIlmu SosialdanIImu Politik(Fisip)uriv syarifniJavaturrarr
Jakarta.
Nama
No. Pokok
Fak/Jur
JudulSkripsi
Hammidah
t06032201087
Ilmu SosialdanIlmu PolitiVsosiologi
Kontribusitradisilocalterhadapsoridaritasmasyarakat( studi
Kasustradisingarotdi desaLeleaIndramayu
).
Penuhharapankami kiranyaBapaMbu berkenanmembimbing
mahasiswa
tersebutdalampembuatan
danpenyelesaian
tulisanilmiahnyaiminimalduabulan
danmaksimalsatutahun).
Atas kesedianBapaMbu,
seberumnya
kami mengucapkan
terimakasih.
Wassalamu'alaikum
Wr. Wb
t-
PRESENSI KONSULTASI BIMBINGAN SKIPSIMAHASIS
WA
Nama
No. Pokok
Falc/Jur
JudulSkripsi
Pembimbing
Hammidah
t06032201087
Ilmu SosialdanIlrnupolitik/Sosiologi
Kontribusihadisilocalterhadap
solidaritas
masyarakat
( studi
Kasustradisingarotdi desaLeleaIndramayu
).
pranowo
Prof.Dr. Bambang
Materi yang Dikonsultasi
,yHr, 8',8 t ,h /3d O
otlslt
o/rll
,li /',
*,tr
h
Qo,na'BJf th
X"l U
/6.4./^R. /n6.n'*
f+ua ,*e Ka F
,/1Ul* n'&
.f,4
/d / /'a-.1t+r/ra+a-Z^
-l/
k v
8",( 7
AV'=)
\ry
trir-.0:n*-'1o.trr"Zr<^
'3/,*5
17 lanuari20ll
9 199003
I 001
ffi,
LSYT
I(EMENTERTAN
AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERT (UIN '
SYAR.IF HIDAYATULLATI JAI(ARTA
FAI(IILT,.\S ILMU SOSIAL DAN ILMU PO LITIK
lrlrFl
Jl. Kertamukti, Pisangan,Ciputat 15419 JakartaSelatan
4102013
Fax'021-7
4702013,
215, 747Q5969,7
Telp.02I -74705
Website : www.u injki.ao.id; E-mail : fisip-uin@yahoo'c'rm
{dg}|:h'(3'J9.,!@
Notrtor
[.artrlriratr
Ha!
Jakarta,24 Februari2011
: Urr.()l / F.1'l/ KM.(t1.3/ 253/ 2011
:SkriPsi
: PemohonanPerrelitiarr
I(epadaYth.
(1l-
Jakarta
Assalamtt'alaikumWr, Wb.
Dekan Fakultas IImu sosial dan Ilnru Politik (FISIP) UIN Syarif
FiiCayatullahJakarta,denganini menerangkanbalwva:
Hammidah
Nrrma
indramayu, 15 Novernber1986
Tempat,Tanggallahir
1.06032201087
NIM
Alainat
Jl. Bumi Raya 38 Duren Sa'rvit,
JakartaTimur:
081804625558
H.P./'tetp.
acialah benar mahasiswa (FISIP) Universitas Islan-r Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Program Studi Sosiologi, senrcsterX tahun
akadenrik 20'IA/20'II,clan bemraksuclmelaksanal:atrPenelitian Skripsi,
dengan judul slcripsi "I(ontribusi Tradisi Lokal T'erhaclapSolidaritas
Maiyaralcat (Shdi KasusTradisi Ngarot di Desa Lelea Inclrarnayu)."
karni ucapkan
Dc:rrikian, atas perhatian dan kerjasama Siauclar,r,
tenma kasili.
!Vassalarr..
A.n. Dekan
Bagian Administrasi,
I{iram,lvIM '3.{
1.002
199103
Tembusan:
l)ekan (sebagailaporan)
PEMERINTAII KABUPATEN INDRAMAYU
KECAMATAIY LELEA
DESA LELEA
Alamnt : JL. Balai DesatreleaKecamatanklea Kabupaten Indramayu
45261
Indramayu,28 April 201I
Nomor
Lampiran
Perihal
:205/Ds-20llNV201l
t t;* *tr., / Wawancara
Kepada
Yth, Hammidah
Jl. Bumi Raya38
Duren-SawitJakartaTimur
Di
Tempat
Berdasarkan surat permohonan Pembantu Dekan Bidang Akademik
Fakultas llmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasIslam Negeri (UIN) Syarif
HidayatullahJakartaNomor : Un.01/F.1llftl.0t,.3l253l20ll tanggal23 Februari
2011 perihalsebagaimana
tersebutpadapokoksuratdiatas.
Setelah dipelajari pada prinsipnya kegiatan tcrsebut dapat dilaksanakan
dalam rangka penulisan skripsi dengan judul "Kontribusi Tradisi Lokal
Terhadap Solidaritas Masyarakat ( Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lela
fndramayu)t' denganketentuansebagaiberikut :
1. Memperhatikanmasalahketertibanumum dan keamanan
sesuaiprosedurirencanayang
2.- Tidekmenyimpang dari ketentuan-ketentuan
'
telah ditentukan/ditetapkan.
3. Setelah selesai kegiatan agar melaporkan hasilnya kepada Kepala Desa
Lelea.
4. Surat ijin ini akan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi apabila
menyimpangdari ketentuanyang berlaku.
mestinya.
Demikian untuk dipergunakansebagaimana
Hasil wawancara
Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011
Nama
: Kaswara
Usia
: 36 Tahun
Pekerjaan
: BUMN (Karyawan PJKA)
1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?
Bagi saya Ngarot adalah adat istiadat yang dilakukan tiap tahun, pesta tani
yang dilakukan sebelum musim tanam padi. Lalu pesertanya muda-mudi yang
masih perawan dan perjaka kemudian pawai dengan kuwu (Kepala Desa)
keliling sampai perbatasan desa. Ramai banget mbak.
2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya?
Ya, karena acara ini ramainya melebihi Lebaran selain itu banyak pedagang
yang sudah ada 2 minggu sebelum acara puncaknya yaitu saat mengiring para
muda-mudi yang dihias dengan cantik dan ganteng.
3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi
Ngarot?
Yang saya ketahui pesta Ngarot hanya sekedar ramai-ramai desa ajah mbak,
selebihnya yah hanya adat istiadat.
4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?
Kalau upacaranya dan ritualnya bagi saya tidak memiliki manfaat apa-apa
mbak, tapi dengan adanya acara tradisi Ngarot ini keluarga yang jauh bisa
datang hanya untuk memeriahkan hingga silaturahmi bisa selalu terjalin,
karena keluarga yang jauh-jauh datang kan bawa anak yang sudah muda-mudi
maka sering juga yang dapat jodoh dan sampai menikah.
5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda?
Senang mbak, seluruh warga desa semuanya keluar ke jalan dari yang kecil
sampai yang sudah nenek-nenek juga, cuma mau liat pawai ajah.
6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?
Bagus mba, Solidaritas itu kan saling bergotong royong, suka tolong
menolong. Yah pokonya yang saling membantu kan mba.Sekarang hidup
masyarakat tanpa ada perselisihan apalagi tawuran-tawuran.
7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada solidaritas
masyarakat?
Yang saya lihat seh berpengaruh mbak, tapi karena saya bukan asli orang lelea
jadi tidak tahu pasti mbak.
8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
bidang sosial?
Sesama tetangga neh mba misalkan besoknya pawai hari ini tuh ibu-ibu masakmasak lalu saling tukeran makanan apa ajah, semampunya kalau engga anak
menantu ngirim makanan atau buah-buahan ke rumah orang tuanya.
9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?
Kata orang sini seh, nyawahnya susah, misalkan airnya susah hingga hasil
panennya jelek.
Hasil wawancara
Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011
Nama
: SAGI
Usia
: 71 Tahun
Pekerjaan
: Kepala Blok (Pamong Desa)
1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?
Menurut saya adat desa yang sudah bertahun-tahun dilakukan.
2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya?
Ya, karena saya pamong.
3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi
Ngarot?
Yang saya ketahui pesta Ngarot dulunya itu hanya sekedar minum-minum di
rumah orang yang kaya tapi ga punya anak, makanya tanah itu disuruh
digarap sama anak-anak muda untuk belajar.
4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?
Banyak mba, tanjidor, tari topeng hidup.
5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda?
Senang mbak, ada pasar malam, ada orsel juga.
6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?
Apa ya mbak, saya ga ngerti.
7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada
solidaritas masyarakat?
Pokonya neh mba rame banget, keluarga yang jauh datang.
8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
bidang sosial?
Kurang tahu saya.
9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?
Gak boleh hilang mbak, nanti masyarakatnya demo.
Hasil wawancara
Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011
Nama
: WARKAN
Usia
: 38 Tahun
Pekerjaan
: Petani
1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?
Pesta muda-mudi yang pesertanya harus perjaka dan perawan, acara ngarot
itu jatuhnya harus Rabu. Pesta sebelum tanam dan yang mengawali itu harus
muda-mudi.
2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya?
Pasti, saya pernah jadi peserta 7 kali.
3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi
Ngarot?
Dulunya acara Ngarot itu minuman, sinoman. Yang mengawali itu seorang
kaya Ki Buyut Kapol yang tidak memiliki anak. Lalu di teruskan oleh kuwu
(Kepala Desa) selanjutnya.
4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?
Manfaatnya tuh ya untuk rame-rame, biar sawahnya itu bagus.
5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda?
Senang mba, apalagi saya sambil dagang, barang yang di dagang itu pasti
habis.
6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?
Bagus mba,
di tambah lagi ada acara ngarot sebelum diadakan ngarot masyarakat itu
urunanan biaya kekurangan dari tanah sawah warisan dan rembukan siapa
saja peserta lalu warna baju peserta, rame banget mbak.
7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada
solidaritas masyarakat?
Pengaruh mbak,
Selama ngarot masyarakat tidak pernah ada keributan, yang ribut itu malah
orang luar desa Lelea, pengunjungnya.
8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
bidang sosial?
Saling berkirim makanan, musyawarah bareng dengan kepala desa, pokonya
kalau tidak ada ngarot pasti masyarakatnya cuek-cuek mbak.
9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?
Ada, jika tidak dilaksanakan padinya hasil padinya jelek.
Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011
Nama
: IDA
Usia
: 41 Tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?
Ngarot itu adat istiadat, Pesta muda-mudi. intinya acara mau tanam padi,
merayakan kegembiraan tanam padi.
2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya?
Saya cuma ikut rame-ramenya ajah mbak
3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi
Ngarot?
Saya engga tahu pasti mbak, yang tahu pasti seh yang udah sepuh, kaya
kuwunya. Kan saya mah mba bukan petani suami saya anggota TNI seh mba.
4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?
Manfaat seh mba gak ada, yah cuma rame-rame ajah.
5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda?
Senang mbak, kan rame banget.
6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?
Masyarakatnya sangat bergotong royong, apalagi dengan adanya acara Ngarot
masyarakat dengan sukarela mengeluarkan tenaga maupun biaya tanpa pamrih
hanya untuk membuat acara ini berhasil.
7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada solidaritas
masyarakat?
Sangat mbak.
8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
bidang sosial?
Silaturahmi, sebelum acara selalu ada musyawarah di Balai Desa.
9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?
Engga masalah, kan tiap tahun dilakukan jadi sudah tahu. Tapi klo orang tani
mungkin pengaruh mbak.
Hari/tanggal : Kamis / 28 April 2011
Nama
: SARDIAN
Usia
: 38 Tahun
Pekerjaan
: Petani
1. Apa yang anda ketahui mengenai tradisi Ngarot?
Ngarot itu adat istiadat, Pesta muda-mudi. intinya acara mau tanam padi,
merayakan kegembiraan tanam padi. Tapi pesertanya tidak boleh janda klo
janda pasti bunga dikepalanya layu.
2. Apakah anda mengikuti tradisi Ngarot setiap tahunnya?
Ikut, saya dulu pernah ikut jadi pesertanya 3 kali
3. Apa yang melatarbelakangi anda untuk mengikuti prosesi pelaksanaan tradisi
Ngarot?
Ki Buyut Kapol yang memulainya, sampai sekarang banyak yang nyekar ke
balai Desa ke peninggalan Ki Buyut Kapol ada irus, kayu, gerabah.
4. Apakah Manfaat tradisi Ngarot bagi anda?
Keluarga jadi ngumpul datang ke Desa Lelea. Terus desa Lelea jadi rame
banyak pengunjung dari luar daerah, banyak mahasiswa yang neliti bahkan
ada turis dari mancanegara juga datang mbak.
5. Ketika acara tradisi Ngarot dilaksanakan bagaimana kesan anda?
Senang sekali mba, saya juga ngikuti sambil berjualan.
6. Bagaimana solidaritas masyarakat Desa Lelea?
Masyarakatnya rukun, kekeluargaan semakin erat.
7. Apakah menurut anda ketika acara tradisi Ngarot berpengaruh pada
solidaritas masyarakat?
Sangat mbak, masyarakat saling berkumpul, bersuka ria bersama-sama,
berjoget.
8. Bentuk kegiatan sosial apa saja yang dilaksanakan oleh masyarakat dalam
bidang sosial?
Saling berkirim makanan, kerja bakti membersihkan jalan, saluran air.
9. Apakah ada pengaruh jika tradisi tidak dilaksanakan oleh masyarakat?
Wah sangat pengaruh mbak, hasil taninya jelek dan sering terjadi bencana.
Download