Perkembangan Ekonomi Makro

advertisement
Laporan Ekonomi Bulanan
Edisi September 2005
Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia
Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO
JETRO Expert: Yojiro OGAWA
Indikator Ekonomi
Indikator
1. PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp Triliun)
2. Pertumbuhan PDB (%)
2001
1,443.0
2002
1,506.1
2003
1,579.6
2004
2005
1,660.60 864.3 (2)
3.83
4.38
4.88
5.13
5.86 (2)
12.55
10.03
5.06
6.40
5.09 (4)
6.9
4.7
4.0
2.9
2.5 (1)
5. Total Ekspor (US$ Billion)
56.3
57.0
55.6
69.7
6. Ekspor Nonmigas (US$ Billion)
43.7
44.9
43.1
54.10 31.76 (2)
7. Total Impor (US$ Billion)
31.0
31.2
29.5
46.20 28.37 (2)
8. Impor Nonmigas (US$ Billion)
25.5
24.8
22.6
34.60 20.48 (2)
9. Neraca Perdagangan (US$ Billion)
25.4
25.8
26.1
23.50 12.21 (2)
127.8
138.3
136.5
199.7 193.6 (5)
a. Arti Sempit (M1)
177.7
191.9
207.6
253.80
b. Arti Luas (M2)
844.1
883.9
911.2
1,033.5 1073.7 (3)
12. Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp Triliun)
809.1
845.0
866.3
965.11,013.3 (3)
13. Kredit Perbankan (Rp Triliun)
307.6
365.4
411.7
553.6 622.6 (3)
a. SBI 1 Bulan
17.6
12.9
8.1
7.40
8.71 (6)
b. Deposito 1 Bulan
16.1
12.8
7.7
6.40
6.98 (3)
c. Kredit Modal Kerja
19.2
18.3
15.8
13.40 13.36 (3)
d. Kredit Investasi
17.9
17.8
16.3
14.10 13.65 (3)
10,400
8,940
8,330
- Domestik (Rp Triliun)
58.8
25.3
16.0
- Asing (US$ Billion)
15.1
9.7
6.2
17. IHSG BEJ
392.0
424.9
742.5
1,000.2 1,088.0 (7)
18. Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp Triliun)
239.3
268.4
411.7
679.9 804.5 (5)
3. Inflasi (%)
4. Neraca Transaksi Berjalan (US$ Billion)
10. Uang Primer (Rp Triliun)
40.6 (2)
11. Uang Beredar (Rp Triliun)
267.6 (3)
14. Suku Bunga (persen per tahun)
15. Rupiah/US$ (Kurs Tengah Bank Indonesia)
9,355
9,970 (7)
16. Persetujuan Investasi
36.80 31.52 (4)
10.30
Sumber: BPS, BI, dan BEJ
1) Januari - Maret 2005
4) Januari - Juli 2005
6) Posisi 10 Agustus 2005
2) Januari - Juni 2005
5) Posisi Juli 2005
7) Posisi 19 Agustus 2005
3) Posisi Juni 2005
6.64 (4)
Perkembangan Ekonomi Indonesia
Analisa Bulanan
September 20005
Setelah Bank Indonesia menaikkan BI rate dari 8,5 persen, kemudian 9 persen,
dan terakhir menjadi 10 persen -- sebagai sinyal kenaikan suku bunga perbankan - dan pemerintah menjelaskan langkah fiskal akan menaikkan harga BBM beserta
program kompensasinya, gejolak pasar valuta asing sedikit mereda. Kurs rupiah
yang sempat terpuruk hampir mendekati Rp12.000 per dollar AS, kembali
menguat ke level sekitar Rp 10.000 per dollar AS pada pertengahan September
lalu. Namun tidak cukup kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap rupiah dan
terhadap fundamental perekonomian secara keseluruhan menyebabkan rupiah
kembali melemah, dan pada 29 September 2005 kurs tengah rupiah kembali
berada di level Rp 10.415.
Grafik 1
Rp/US$
Kurs Tengah Rupiah & Indeks Harga Saham Gabungan
Januari 2005 - 29 September 2005
8 ,0 0 0
1,3 0 0
8 ,5 0 0
1,2 0 0
9 ,0 0 0
1,10 0
9 ,5 0 0
1,0 0 0
900
10 ,0 0 0
10 ,5 0 0
10,415
800
R up i ah/ U S$
700
11,0 0 0
I HSG
600
24-Sep-05
8-Sep-05
22-Aug-05
3-Aug-05
18-Jul-05
30-Jun-05
14-Jun-05
27-May-05
10-May-05
20-Apr-05
4-Apr-05
16-Mar-05
25-Feb-05
7-Feb-05
19-Jan-05
3-Jan-05
11,5 0 0
Terjadinya kelangkaan BBM menjelang kenaikan harga komoditas ini pada 1
Oktober 2005, dan kembali meningkatnya harga minyak dunia, merupakan dua
faktor penting lain yang juga berpengaruh pada melemahnya rupiah akhir-akhir
ini. Ditambah dengan naiknya kembali suku bunga The Fed dan menguatnya
nilai dollar AS di pasar uang internasional, maka rangsangan untuk memburu
dollar AS semakin besar. Apalagi menjelang akhir tahun kebutuhan akan mata
uang tersebut untuk pembayaran utang luar negeri korporasi juga meningkat.
Sejauh ini belum terlihat lagi kebijakan strategis pemerintah untuk mengatasi
pelemahan rupiah yang kembali terjadi. Setelah menaikkan giro wajib minimum
(GWM) yang dikaitkan dengan tingkat loan to deposits ratio (LDR), adanya
pelarangan kebijakan margin trading rupiah terhadap semua mata uang asing, dan
pemberlakuan intervensi swap valuta asing, Bank Indonesia dapat dikatakan
sudah memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk menjaga stabilitas rupiah.
Selayaknya, seluruh komponen kebijakan uang ketat tersebut, yang ditujukan
untuk mengurangi unsur spekulasi cukup efektif mengurangi laju depresiasi
rupiah, namun nampaknya masalah krebilitas lebih memegang peranan penting.
Terus melemahnya rupiah dan turunnya kembali indeks harga saham di pasar
modal menjelang akhir September ini menunjukkan bahwa kredibilitas
pemerintah memang sedang dipertaruhkan.
Laju Inflasi
Naiknya harga BBM di saat akan memasuki bulan Ramadhan jelas bukanlah
kebijakan yang bijaksana yang diambil pemerintah. Kebijakan yang tidak populer
tersebut dipastikan akan berdampak pada semakin menurunnya kesejahteraan
masyarakat, di saat daya beli sudah begitu rendah. Meskipun diikuti pemberian
subsidi kompensasi kepada rakyat miskin, namun kemungkinan besar hal tersebut
tidak berimbang dengan beban yang akan ditanggung akibat kenaikan harga
BBM. Apalagi jaminan bahwa subsidi langsung kepada rakyat miskin akan
sampai pada sasarannya juga sangat diragukan. Besar kemungkinan dampak
subsidi langsung tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat miskin tidak
sesuai dengan yang diharapkan, karena efektivitasnya sangat diragukan.
Meskipun lebih rendah dari angka inflasi bulan Juli 2005, namun inflasi bulan
Agustus 2005 yang mencapai angka sebesar 0,55 persen menyebabkan laju inflasi
kumulatif Januari – Agustus 2005 mencapai hampir 5,7 persen, jauh di atas angka
inflasi pada periode yang sama tahun 2003 dan 2004, yaitu masing-masing sekitar
2,1 persen dan 3,8 persen. Sedangkan tingkat inflasi year on year (Agustus 2005
terhadap Agustus 2004) mencapai sebesar 8,3 persen.
Dengan naiknya harga BBM per 1 Oktober ini, maka bayangan akan naiknya
harga barang-barang telah meningkatkan ekpektasi inflasi yang tinggi di kalangan
masyarakat, terutama pada triwulan keempat tahun 2005 ini. Akan banyaknya
perayaan hari raya keagamaan dalam sisa tiga bulan ke depan, dan kondisi
ekonomi makro yang masih kurang kondusif, maka laju inflasi pada triwulan IV
2005 diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2004 yang rata-rata
mencapai 0,8% per bulan. Oleh karena itu untuk keseluruhan tahun 2005, laju
inflasi yang diperkirakan akan berada dalam kisaran 8,5% - 9,5%, merupakan
target optimis dengan mempertimbangan serangkaian catatan terkait dengan
kenaikan harga BBM.
Grafik 2
Inflasi Kumulatif (%)
2003 - 2005 (Januari - Agustus)
7
5.66
6
5
Kumulatif 2004
3.78
Kumulatif 2005
%
4
3
2.11
2
Kumulatif 2003
1
December
November
October
September
August
July
June
May
April
March
February
January
0
Tingkat Suku Bunga
Mengikuti tren suku bunga tinggi di Amerika Serikat, Bank Indonesia tidak punya
pilihan lain selain turut menaikkan tingkat suku bunga dalam negeri. Suku bunga
SBI jangka waktu 1 bulan yang dewasa ini sudah berada di level 10 persen per
tahun, dipastikan akan terus meningkat sejalan dengan rencana Bank Indonesia
menaikkan kembali BI rate untuk mengantsipasi kenaikan nflasi akibat kenaikan
harga BBM dalam negeri.
Seperti diketahui, pada 20 September 2005 Federal Reserve menaikkan suku
bunga The Fed untuk ke-11 kalinya sejak pertengahan tahun 2004 lalu. Suku
bunga The Fed naik sebesar 25 basis poin sehingga menjadi 3,75 persen, dan
diiringi sinyal akan kenaikan lebih lanjut suku bunga ini sesuai dengan kondisi
perekonomian Amerika Serikat. Posisi ini merupakan level tertinggi suku bunga
The Fed sejak tahun 2001. Selain karena memang tren suku bunga tinggi yang
masih diperlukan AS, kebijakan ini juga merupakan respons atas kondisi
perekonomian AS aktual. FOMC menilai bahwa meski dampak badai Katrina
terhadap perekonomian AS hanya sebentar dan dampak Topan Rita tidak seperti
yang dikhawatirkan, namun anggaran belanja negara AS, tingkat produksi, dan
lapangan tenaga kerja dalam jangka pendek tetap mengalami gangguan yang
serius terhadap kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Dengan kecenderungan naiknya suku bunga The Fed, maka BI Rate dan suku
bunga SBI akan terus berada pada tren yang juga meningkat. Dampak signifikan
atas kebijakan ini adalah naiknya suku bunga deposito dan suku bunga kredit.
Namun jika perbankan merasa keberatan dengan kenaikan suku bunga kredit,
maka memperbesar fee based income akan menjadi salah satu pilihan yang dapat
dilakukan untuk mempertahankan tingkat keuntungan bank. Dengan pilihan
tersebut, maka turunnya net interest margin dapat dikompensasi oleh kenaikan fee
based income. Andaipun dilakukan penyesuaian tingkat suku bunga kredit, hal
tersebut juga tidak akan dilakukan secepat kenaikan tingkat suku bunga deposito.
Kenaikan tingkat suku bunga kredit yang cepat akan berpotensi memperbesar non
performing loan serta undisbursed loan, dua hal yang sangat dihindari oleh
kalangan perbankan.
Meskipun kenaikan suku bunga dalam negeri akan menjadi pil pahit bagi
perekonomian nasional, namun hal itu memang harus ditelan jika pemerintah
tidak ingin kembali ketinggalan momentum penting. Pengalaman di bulan
Agustus lalu terlalu berharga untuk tidak menjadi pelajaran, ketika rupiah
mengalami fluktuasi mengkhawatirkan akibat keterlambatan respons otoritas
moneter terhadap kenaikan suku bunga The Fed. Apalagi pada saat yang sama
pemerintah selaku otoritas fiskal tidak mampu menjawab kekhawatiran investor
terhadap kenaikan harga minyak mentah internasional. Sehingga hal itu semakin
memperburuk posisi rupiah.
Tabel 1
Perubahan Suku Bunga The Fed Tahun 2005
Tanggal
2-Februari
22-Maret
4-Mei
30-Juni
10- Agustus
20-Sep
Suku Bunga Fed Fund (%)
2.50
2.75
3.00
3.25
3.50
3.75
Sumber: Dari berbagai sumber
Perkembangan ekspor dan Impor
Dengan nilai ekspor yan hampir mencapai US$ 7 milyar pada bulan Juli 2005,
maka selama periode Januari – Juli 2005 nilai ekspor Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 25,9 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya,
yaitu dari US$ 37,80 milyar menjadi US$ 47,56 milyar. Dalam hal ini ekspor
migas meningkat sebesar 19,7 persen dari US$ 8,69 milyar menjadi US$ 10,4
milyar, sementara peningkatan ekspor non migas mencapai 27,7 persen dari US$
29,12 milyar menjadi US$ 37,18 milyar.
Nilai Ekspor, Januari - September 2005
(Juta US$)
50
45
40
35
US$ Juta
30
25
37.1788
Non-migas
Migas
29.115
20
15
10
8.6877
10.3987
5
0
Jan-Juli 2004
Jan-Juli 2005
Note : Ekspor total naik sekitar 25,9%.
Bersamaan dengan itu, pada periode yang sama, lagi-lagi nilai impor mencatat
kenaikan yang lebih tinggi dari kenaikan ekspor. Selama Januari-Juli 2005 nilai
impor mencapai US$ 33,2 milyar atau naik 31,9 persen dari nilai impor periode
yang sama tahun 2004 yang sebesar US$ 25,2 milyar. Pada periode tersebut
peningkatan impor migas mencapai 55,6 persen dari US$ 6,05 milyar menjadi
US$ 9,42 milyar, sedangkan impor non migas meningkat sebesar 24,4 persen dari
US$ 19,1 milyar menjadi US$ 23,76 milyar. Dengan perkembangan ini, maka
neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus yang cukup berarti, yaitu
sekitar US$ 22,4 milyar, dimana surplus migas tercatat sebesar US$ 4,3 milyar
dan surplus non migas hampir mencapai US$ 18,1 milyar.
Dilihat dari golongan penggunaan barang, maka selama periode itu impor barang
modal tetap menunjukkan kenaikan impor tertinggi. Dengan kenaikan impor
bahan baku sebesar 31,8 persen dan impor barang modal sebesar 38,8 persen
maka hal tersebut merupakan refleksi dari kenaikan realisasi investasi pada sektor
produksi riil, yang diperkirakan sudah semakin meningkat kegiatannya akhirakhir ini. Dan dengan kenaikan impor yang sangat berarti pada kedua jenis
golongan barang tersebut, agaknya cukup beralasan untuk memperkirakan
pertumbuhan ekonomi nasional akan mencapai sekitar 5,5% pada tahun 2005 dan
6% pada tahun 2006, apabila krisis nilai tukar rupiah tidak berkembang menjadi
krisis ekonomi.
This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy
any securities. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure
that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All
opinions and estimates included in this report constitute our judgement as of this date and are subject to change without notice. This document is for the
information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.
Download