manajemen pelaksanaan kolaborasi tb-hiv di

advertisement
616
Ind
p
MANAJEMEN PELAKSANAAN
KOLABORASI TB-HIV
DI INDONESIA
DIREKORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2012
1
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
KATA PENGANTAR
Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia, termasuk
yang tercepat di kawasan Asia, sementara jumlah kasus Tuberkulosis (TB) masih
menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat terbanyak di dunia. Epidemi HIV di
Indonesia merupakan tantangan bagi keberhasilan penanggulangan TB. Berdasarkan
data kasus HIV/AIDS dari Kementerian Kesehatan tahun 2010, menunjukkan bahwa
TB merupakan infeksi penyerta tersering pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu
sebesar 49%. Pada tahun 2006 dilaksanakan survei sero prevalens di Yogyakarta dengan
hasil angka prevalens HIV sebesar 2% di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi
Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar
14%. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan epidemi TB dengan HIV/AIDS sangatlah
besar. Untuk itu, kolaborasi kegiatan kedua program ini merupakan suatu keharusan agar
mampu menanggulangi kedua penyakit tersebut secara efektif dan efisien.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/ menkes/
SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan
HIV, kegiatan kolaborasi TB-HIV menjadi bagian dari upaya pengendalian TB dan HIV/
AIDS. Pelaksanaan kolaborasi TB-HIV perlu diperluas cakupan dan kualitasnya sehingga
masyarakat yang terdampak oleh kedua penyakit ini memperoleh pelayanan yang
menyeluruh, berkualitas dan berkesinambungan. Kementerian Kesehatan menerbitkan
buku “Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia” yang merupakan
penjabaran dari Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
sehingga upaya penyediaan pelayanan TB-HIV yang standar dan sejalan dengan Kebijakan
nasional dapat terpenuhi.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku pedoman ini
baik secara individual ataupun kelembagaan, Kami sampaikan penghargaan dan ucapkan
terima kasih sebesar-besarnya atas kerja keras dan sumbangan yang diberikan. Segala
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pedoman ini pada edisi mendatang
sangat diharapkan.
Jakarta, September 2011
Direktur Jenderal PP dan PL,
Kementerian Kesehatan RI
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K),
MARS, DTM&H, DTCE
i
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR KONTRIBUTOR
Pengarah
: Prof. dr. Tjandra Y Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE
Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM
Penanggung jawab : Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH
Dr. Siti Nadia Tarmizi, MEpid
Kontributor
:
1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Phd
2. Dr. Nani Rizkiyati, M. Kes.
(Dit Jen P2M & PL)
3. Dr. Asik Surya, MPPM (Dit Jen P2M & PL)
4. Dr. Triya Dinihari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 5. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
6. Dr. Endang Budi Hastuti (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
7. Dr. Vanda Siagian (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
8. Dr. Endang Lukitosari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
9. Dr. Novayanti (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
10. Dr. Ratih Pahlesia, Sp.P (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
11. Dr. Joan Tanumihardja (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
12. Sulistyo, SKM, M. Epid
(Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
13. Munziarti, SKM, MM. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
14. Suwandi, SKM, M. Epid. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
15. Surjana, SKM, M.Kes
(Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
16. Rudi Hutagalung, BSc
(Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
17. S.T Patty, SKM
(Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
18. Yoana Anandita
(Dit Jen P2M & PL, Subdit TB)
19. Nurjanah, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
20. Dr. Nurhalina Afriana (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
21. Victoria Indrawati, SKM, MSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
22. Dr. Indri Oktaria Sukmaputri (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
23. Dr. Ainor Rasyid
(Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS)
24. Dr. Janto Lingga, SpP (WHO)
25. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI 360)
26.
Dr. Niken (FHI 360)
27. Dr. Tiara Mahatmi Nisa, MS (FHI 360)
28. Rini Palupy, SKM (FHI 360)
29. Dr. Sri Retna Irawati, Sp. A (KNCV)
30. Dr. Carmelia Basri, M. Epid (Konsultan TB)
31. Dr. Franky Loprang (Konsultan TB)
32. Dr. Hedy Sampurno, MPH (Master Trainer TB)
ii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
iii
AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome
AKMS
Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
ART
Antiretroviral Therapy = terapi antiretroviral
ARV
Obat Antiretroviral
BAPPEDA
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BAPPEKO
Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota
BP4/B-BKPM
Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai (Besar) Kesehatan Paru
Masyarakat
BTA
Basil Tahan Asam
DOTS
Directly Observed Treatment Shortcourse (terapi yang diawasi
langsung)
DPRD
ELISA
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Enzyme Linked Immunosorbent Assay
ESO
Fasyankes
Gerdunas-TB
Efek Samping Obat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Gerakan Terpadu Nasional TB
HAART
Highly Active Antiretroviral Therapy (ART)
HIV
Human Immunodeficiency Virus = virus penyebab AIDS
IDU
Injecting Drug User (pengguna NAPZA suntik)
IMS
Infeksi Menular Seksual
IO
Infeksi Oportunistik
JEMM TB
Joint External Monitoring Mission TB
KDS
Kelompok Dukungan Sebaya
Kepatuhan
Terjemahan dari adherence yaitu kepatuhan dan kesinambungan
berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas
kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat
KGB
Kelenjar Getah Bening
KIA
Kesehatan Ibu dan Anak
KIE
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Komli
Komite Ahli
KPAN/KPAD
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan
AIDS Daerah
KTIP
Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan
KTS
Konseling dan Tes HIV Sukarela
Lapas
Lembaga Pemasyarakatan
LJSS
Layanan Jarum Suntik Steril
LPLPO
Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat
LSL
Laki Suka Lelaki
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR
Multi Drug Resistant MIS
Management Information System
M&E/MONEV
Monitoring dan Evaluasi
MTCT
Mother-To-Child Transmission (of HIV); penularan HIV dari ibu ke
anak
NAPZA
Narkotik, Alkohol, Psikotropik dan Zat Adiktif lainnya
Kebal obat
iv
OAT
Obat Anti Tuberkulosis
ODHA
Orang Dengan HIV AIDS
Ormas
Organisasi Masyarakat
PCR
Polymerase chain reaction (reaksi rantai polimerasi)
PDP
Perawatan Dukungan dan Pengobatan
Penasun
Pengguna NAPZA Suntikan
PITC
Provider Initiated Testing and Counseling
PMO
Pengawasan Minum Obat
PMTCT
Prevention Of Mother-To-Child Transmission = pencegahan
penularan dari ibu ke anak
POKJA
Kelompok Kerja
PPK
Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol
PPP
Profilaksis Pascapajanan = post exposure prophylaxis
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
v
PTRM
Program Terapi Rumatan Metadon
RNA
Ribo Nucleic Acid
RS
Rumah Sakit
Rutan
Rumah Tahanan
SCM
Supply Chain Management
SDM
Sumber Daya Manusia
SGOT
Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT
Serum Glutamic Pyruvate Transaminase
SOP
Standar Operational Procedure
TB
Tuberkulosis
Toga
Tokoh Agama
Toma
Tokoh Masyarakat
VCT
Voluntary Counseling and Testing (tes HIV secara sukarela disertai
dengan konseling)
Waria
Wanita pria
WHO
World Health Organization
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................................................
DAFTAR KONTRIBUTOR.........................................................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH....................................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................
i
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................. 1
B. DASAR HUKUM.................................................................................................................................. 3
C.TUJUAN.................................................................................................................................................3
D. SASARAN............................................................................................................................................... 3
E. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 4
BAB II KOLABORASI PROGRAM......................................................................................................................
A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI.....................................................................................................
B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV..........................................................................
C. PELAKSANAAN KOLABORASI.........................................................................................................
D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV................................................................................................
5
5
5
6
7
BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV................................................................................................
A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................
B. MEKANISME PERENCANAAN .....................................................................................................
C. PENGEMBANGAN PELAYANAN ..................................................................................................
11
11
11
12
BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ......................................................................... 15
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................... 15
KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ............................................................................ 16
KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SETIAP JENJANG LAYANAN ....................................... 16
PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI .................................................................... 16
MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA ..................................................................................... 17
MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB ........................................................................... 18
ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN ..................................................................................... 23
BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................ 37
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 37
vi
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B.
C.
D.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS TB-HIV. ............................................................ 37
STANDARISASI KETENAGAAN ............................................................................................. 39
PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA ............................................ 44
BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK ..................................................................................................................
A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................
B. JENIS-JENIS LOGISTIK ................................................................................................................
C. SIKLUS MANAJEMEN ...................................................................................................................
45
45
45
46
BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS) ......................................
A. BATASAN DAN TUJUAN ..........................................................................................................
B. STRATEGI AKMS .......................................................................................................................
C. KELOMPOK SASARAN AKMS .................................................................................................
D. KEGIATAN AKMS .......................................................................................................................
E. KELUARAN AKMS TB-HIV ........................................................................................................
47
47
47
48
49
53
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI .................................................................................................... 55
A.
B.
C.
D.
E.
F.
BATASAN DAN TUJUAN .............................................................................................................
INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ......................................................................
SURVEILANS. ................................................................................................................................
PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ...............................
MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV ......................................
VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV .......................................................................
55
56
57
60
65
70
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................118
Daftar Tabel
Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes.........................................................16
Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan
pengobatannya ........................................................................................................................................ 20
Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC.................................................................................................... 28
Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB............................................. 32
Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV diFasyankes38
Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes...................................... 40
Tabel 7. Alur Pemilih Metode Surveilans........................................................................................................ 59
vii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Daftar Gambar
Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS ....................................................................................
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV................
Gambar 3. Skema Luaran AKMS........................................................................................................................
Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV ............................................................................................
28
35
53
69
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.. 91
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek ............................................................................................ 92
Lampiran 3. Obat ARV dan IO ........................................................................................................................... 103
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS ............................................................................................................................ 104
viii
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menunjukkan pengaruhnya terhadap
peningkatan epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah
kasus TB di masyarakat. Epidemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB
dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa
keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan
penyebab utama kematian pada orang dengan HIV/ AIDS (ODHA). Kolaborasi kegiatan bagi
kedua program merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit
tersebut secara efektif dan efiisien.
Pada triwulan pertama 2007 dilaksanakan external review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint
external Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia. Keduanya merekomendasikan
perlu dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan segera disusun Kebijakan Nasional
Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia.
Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun
secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009
sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia
diperkirakan terdapat 186.000 ODHA (132.000-287.000). Penggunaan jarum suntik
merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual
(42%). Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah
1
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di
Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi
epidemi meluas pada beberapa Provinsi.
Meskipun secara Nasional terdapat perkiraan prevalens HIV diantara pasien TB sebesar
3% (WHO TB Global Report 2008) tetapi sampai saat ini belum ada angka Nasional yang
menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB. Hasil studi tentang sero prevalens yang
dilaksanakan di Provinsi Yogyakarta (2006) menunjukkan angka prevalens HIV sebesar 2%
di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur
sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Berdasarkan Laporan Triwulan II tahun 2011
infeksi HIV dan Kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menunjukkan bahwa TB
merupakan infeksi oportunistik terbanyak yaitu sekitar 50% dari kasus AIDS.
Pada tingkat Dunia, berbagai upaya penanggulangan dilakukan untuk merespons dampak koinfeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB
Partnership telah mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV
yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan
kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai
sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program
AIDS. Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta
(2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang
merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan
ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara,
Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali,
Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua).
Berdasarkan hasil uji coba dan pengalaman beberapa daerah yang telah melaksanakan
kegiatan kolaborasi TB-HIV maka Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia no: 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi
Pengendalian Penyakit TB dan HIV. Pedoman tersebut merupakan kebijakan secara umum
tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV karena itu diperlukan
pedoman lebih lanjut dalam operasionalnya baik dalam aspek manajemen program maupun
aspek tatalaksana klinis.
2
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B. DASAR HUKUM
Buku manajemen pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia berlandaskan pada:
1. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS.
2. UU Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.
3. Kepmenkes No. 1507/Menkes/SK/V/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV
dan AIDS secara sukarela (VCT).
4. Kepmenkes No 832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan RS Rujukan ODHA dan standar
pelayanan rumah sakit rujukan ODHA dan satelitnya.
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
6. UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI.
9. Kepmenkes No 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang
Dengan HIV AIDS (ODHA).
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/Menkes/Per/III/2011 tentang
Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011 – 2014.
C. TUJUAN
Buku pedoman ini ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di
Indonesia sesuai dengan standar dan kebijakan Nasional kolaborasi TB-HIV.
D. SASARAN
Sasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada mereka yang bertanggung
jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan kolaborasi TB-HIV pada
tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), antara
lain:
1. Manajer Program
2. Pengelola Program
3. Petugas di Fasyankes
4. Institusi terkait seperti Lapas/Rutan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi
Penanggulangan AIDS Provinsi/Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota (KPAN/
KPAP/KPAK), Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Komli
Gerdunas-TB), mitra donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
TB dan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
3
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
E. RUANG LINGKUP
Buku pedoman ini membahas aspek manajemen kegiatan kolaborasi TB HIV. Ruang lingkup
pembahasan meliputi prinsip kolaborasi, perencanaan kolaborasi, pengorganisasian
pelayanan, penyiapan sumber daya program (SDM, sarana, prasarana dan biaya), mobilisasi
sosial, surveilans program, monitoring dan evaluasi program.
4
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB II
KOLABORASI PROGRAM
A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI
Keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV sangat tergantung pada kerjasama antar komponen
dengan membangun kemitraan pada semua tingkatan sehingga tiap komponen perlu
menyadari prinsip-prinsip kolaborasi.
Prinsip kolaborasi adalah sebagai berikut:
1. Berjalan secara fungsional dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah, tetapi menyatu
dengan kegiatan program TB dan program HIV yang sudah berjalan.
2. Menjadi bagian dari penguatan sistem pelayanan yang sudah berjalan.
3. Memberikan manfaat yang dapat menunjang kedua program.
4. Sarana berbagi informasi dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan pasien.
5. Menjadi tanggung jawab bersama.
6. Membangun komitmen bersama dalam mencapai tujuan.
7. Kesetaraan dan keterbukaan serta saling mendukung.
8. Kepatuhan terhadap ketentuan yang sudah disepakati.
B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV
Tujuan umum dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah untuk mengurangi beban TB dan
HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini.
Tujuan khusus dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah:
5
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS.
2. Menurunkan beban TB pada ODHA.
3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB.
C. PELAKSANAAN KOLABORASI
Kolaborasi TB-HIV terdiri dari serangkaian kegiatan yang perlu dilaksanakan di semua tingkat
manajemen maupun pelayanan kesehatan.
Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional adalah sebagai
berikut:
A. Mekanisme kolaborasi
A.1 Membentuk kelompok kerja (POKJA) TB-HIV di semua lini
A.2 Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB
A.3 Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV
A.4 Melaksanakan monitoring dan evaluasi
B. Menurunkan beban TB pada ODHA
B.1 Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya
B.2 Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus
(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya/
NAPZA, tempat kerja)
C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
C.1 Menyediakan konseling dan tes HIV
C.2 Pencegahan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS)
C.3 Pengobatan preventif dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik (IO)
lainnya
C.4 Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
Pada tingkat pengambil keputusan, kolaborasi lebih banyak ditekankan pada komitmen
dan kerjasama lintas sektoral sedangkan pada tingkat pelaksana pelayanan kesehatan lebih
ditekankan pada penyediaan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu.
6
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV
Koordinasi kolaborasi TB-HIV dilaksanakan dengan cara:
1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) TB-HIV
Kelompok kerja dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota prioritas
yang beranggotakan unsur-unsur penentu kebijakan dan unit teknis yaitu:
a. Program TB,
b. Program AIDS,
c. Bina Upaya Kesehatan (BUK)
d. Pakar/Ahli TB dan HIV dari Organisasi Profesi,
e. KPAN/KPAP/KPAK,
f. Gerdunas TB,
g. WHO, Perwakilan LSM dan donor,
h. Instansi Pemerintahan terkait (Kemensos, Kemenhukham, Kemennakertrans)
Tugas dan peran Pokja di tingkat Pusat adalah:
a. Mengembangkan strategi TB-HIV berdasarkan kebijakan Nasional, menyusun
Rencana Strategis Nasional dan rencana kerja,
b. Menyusun pedoman, bahan AKMS dan bahan pelatihan,
c. Memobilisasi sumber daya dan dana serta peningkatan kapasitas,
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan sesuai dengan indikator yang telah
ditetapkan.
Tugas dan peran Pokja di tingkat Daerah adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Menyusun rencana kerja,
Menentukan penanggungjawab setiap kegiatan,
Menetapkan mitra kerjanya,
Menetapkan target untuk Provinsi atau kabupaten/kota tersebut,
Meningkatkan jumlah dan kemampuan SDM sesuai kebutuhan,
Memonitor dan mengevaluasi kegiatan.
Melengkapi Pokja/Forum Komunikasi di atas bila diperlukan dapat dibentuk tim yang
padu di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang terdiri atas Tim Directly
Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy (DOTS), Tim HIV dan unsur manajemen.
Secara rinci tim tersebut terdiri dari:
7
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Wadir Pelayanan/Komite Medik (RS), Kepala Puskesmas
Dokter
Perawat
Petugas laboratorium
Petugas farmasi
Konselor
Manajer kasus
Kelompok dukungan
Petugas pencatatan dan pelaporan
Tugas tim di tingkat Fasyankes :
a. Melakukan koordinasi pelayanan TB dan pelayanan HIV.
b. Menyelenggarakan pelayanan PDP yang komprehensif bagi pasien TB-HIV termasuk
pelayanan konseling tes HIV, PPK untuk infeksi oportunistik, dll.
c. Membangun dan memperkuat sistem rujukan internal dan eksternal di antara
pelayanan TB dan HIV serta unit terkait lainnya.
d. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai standar.
e. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.
f. Melakukan promosi komunikasi perubahan perilaku dan membangun dukungan
masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV.
2. Koordinator kolaborasi TB-HIV
Koordinator kolaborasi TB-HIV pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota
adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.
Tugas Koordinator:
a. Mengkoordinasikan Pokja, memfasilitasi pertemuan regular dan mengatur jadual
termasuk membuat laporan rapat.
b. Mengkoordinasikan rencana pengembangan sumber daya untuk TB-HIV.
c. Mendukung pelaksanaan kolaborasi TB-HIV sesuai dengan rencana kerja.
d. Mengkoordinasikan supervisi TB-HIV.
e. Memonitor kegiatan TB-HIV, memastikan tersedianya data TBHIV, analisis dan
memberikan umpan balik secara berjenjang.
Di tingkat Fasyankes, Pimpinan Fasyankes harus menunjuk seorang Koordinator TB-HIV
8
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Unit Konseling dan Tes HIV (KT HIV)
dan atau PDP. Khusus Puskesmas, Pimpinan Puskesmas dapat sebagai koordinator
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Tugas Koordinator sebagai berikut:
a. Memfasilitasi koordinasi pelayanan TB dan HIV, termasuk membangun dan
memperkuat sistim rujukan internal dan eksternal di antara pelayanan TB dan HIV
serta unit terkait lainnya.
b. Mengkoordinasi pencatatan dan pelaporan termasuk umpan balik rujukan antar
unit.
c. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi.
d. Memastikan terlaksananya kegiatan promosi, komunikasi perubahan perilaku dan
membangun dukungan masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV di masing-masing unit
terutama di unit DOTS.
9
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
10
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB III
PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV
A. BATASAN DAN TUJUAN
Perencanaan bersama TB-HIV adalah perencanaan secara bersama-sama dengan melibatkan
unsur-unsur terkait yang dilaksanakan secara periodik pada setiap tingkat. Program TB
dan Program HIV AIDS telah menyiapkan perencanaan sesuai dengan bidangnya sebelum
melakukan perencanaan bersama TB-HIV.
Dalam Perencanaan program TB dan program HIV AIDS harus mencakup kolaborasi TB-HIV
dengan mempertimbangkan tingkat epidemi HIV di daerah tersebut.
Tujuan perencanaan bersama TB-HIV adalah:
1. Tersusunnya perencanaan kolaborasi TB-HIV secara terintegrasi sesuai dengan arah
kebijakan nasional kolaborasi TB-HIV.
2. Memantapkan kolaborasi TB-HIV di tingkat pengelola program dan penyedia pelayanan
agar kegiatan lebih efisien dan efektif.
3. Memperjelas pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur.
B. MEKANISME PERENCANAAN
Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV memerlukan perencanaan yang strategis dan disusun
bersama agar kolaborasi dapat berjalan secara sistematis dan terpadu. Perencanaan disusun
secara berjenjang dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan kemampuan sumber daya dan kondisi spesifik wilayah.
11
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Perencanaan strategis ini menjelaskan tujuan, target, kegiatan, pembiayaan, monitoring
dan evaluasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. Perencanaan strategis
ini merupakan rujukan dalam menyusun rencana tahunan masing-masing program yang
diimplementasikan secara terpadu.
Dalam menyusun perencanaan strategis kolaborasi TB-HIV mempertimbangkan hal-hal
berikut ini :
1. Penyusunan rencana strategis kolaborasi TB-HIV meliputi:
a. Analisis beban ganda epidemi TB-HIV.
b. Dilakukan pengkajian mengenai situasi dan kondisi epidemi TB dan HIV termasuk
pencapaian program lima tahun terakhir (Lampiran 1) termasuk juga data-data TBHIV yang meliputi jumlah kasus TB-HIV, jenis kelamin, usia, asal wilayah, pekerjaan,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
dll.
c. Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan program pengendalian TB
dan HIV/AIDS. Aspek yang perlu diidentifikasi pada kedua program meliputi:
– Sumber daya manusia (jumlah, jenis, kategori, kompetensi, dll).
– Sistem pelayanan TB dan HIV.
– Sistem informasi manajemen kesehatan yang sudah ada.
– Finansial (biaya/anggaran masing-masing program).
– Metode (pedoman, rencana masing-masing program, sistem, kebijakan, dll).
– Sarana dan prasarana (fasilitas, alat, obat, reagen, bahan logistik lain), termasuk
jumlah, jenis dan kemampuan Fasyankes.
– Promosi dan mobilisasi (komitmen pemerintah dan mitra, jejaring kerjasama,
keterlibatan sektor terkait, LSM, donor, dan mitra lain).
Menentukan isu-isu strategis kolaborasi TB-HIV baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota.
Menentukan tujuan kolaborasi TB-HIV.
Menentukan jenis kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Menentukan anggaran kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Menentukan indikator dan target kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Mekanisme pencatatan dan pelaporan kegiatan Kolaborasi TB-HIV.
Melakukan monitoring dan evaluasi kolaborasi TB-HIV.
C. PENGEMBANGAN PELAYANAN
Pengembangan kolaborasi TB-HIV dilakukan dengan membentuk jejaring antar unit pelayanan
yang sudah ada atau mengembangkan layanan yang diperlukan untuk kolaborasi TB-HIV.
12
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Sesuai Kebijakan Nasional TB-HIV maka pelaksanaan pelayanan TB-HIV maupun
pengembangannya mengacu pada tingkat epidemi HIV/ AIDS seperti di bawah ini:
Rendah
Prevalens HIV dalam suatu sub-populasi tertentu belum melebihi 5%
Terkonsentrasi
Prevalens HIV secara konsisten lebih dari 5% di subpopulasi tertentu
dan
Prevalens HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu hamil
Meluas
Prevalens HIV lebih dari 1 % di populasi umum atau ibu hamil
Sesuai dengan tingkat epidemi diatas maka:
1. Provinsi dengan epidemi HIV yang meluas, kegiatan kolaborasi TB-HIV dilaksanakan
pada:
a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.
b. Semua Rumah Sakit DOTS.
c. Semua Puskesmas.
d. Rutan dan Lapas dan panti rehabilitasi pengguna NAPZA suntik (penasun) yang
memiliki Fasyankes.
2.Provinsi dengan epidemi HIV terkonsentrasi dan rendah, kegiatan kolaborasi TB-HIV
dilaksanakan pada:
a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV.
b. Rumah Sakit DOTS, kolaborasi dikembangkan secara bertahap.
c. Puskesmas dengan kriteria tertentu:
– Di Kabupaten/Kota yang memiliki layanan KT HIV.
– Besarnya masalah TB (misalnya Notification Rate >100 per 100.000 penduduk).
d. Rutan/lapas dan panti rehabilitasi penasun yang memiliki unit pelayanan kesehatan.
13
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
14
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB IV
KOLABORASI TB-HIV DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN
A. BATASAN DAN TUJUAN
Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes merupakan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dari
tingkat Pusat. Oleh karena mekanisme dan tujuan dari kegiatan ini sama maka pada bab
ini hanya membahas masalah-masalah teknis seperti tugas dan tanggung jawab dari
berbagai tingkat Fasyankes.
Kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes bertujuan untuk menjamin kesinambungan
perawatan pasien yang berkualitas, yang pada akhirnya akan mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat infeksi ganda dan masalah resistensi obat.
B. KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES
Ada dua pilihan bentuk model layanan kolaborasi TB-HIV yang dapat diterapkan, yaitu:
a. Model Layanan Paralel
Yaitu layanan TB dan layanan HIV yang berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang
sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem
rujukan yang disepakati.
15
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
b. Model Layanan Terintegrasi
Yaitu layanan TB dan layanan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
Kombinasi dari kedua model layanan di atas dapat diterapkan di satu wilayah Kabupaten/
Kota. Sebagai contoh: di sebuah Kabupaten memiliki RS yang mempunyai layanan TBHIV terintegrasi, di samping itu juga terdapat sarana KT HIV mandiri yang berada dalam
jejaring dengan layanan TB di Puskesmas atau RS.
C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES
Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes dapat dilihat pada
tabel di halaman berikut ini berikut ini:
Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes
Tempat layanan
Kegiatan TB-HIV
Layanan di masyarakat,
keluarga/kelompok
masyarakat yang terkena
dampak TB dan atau
HIV (layanan yang dapat
dilakukan oleh organisasi
masyarakat, LSM,
organisasi keagamaan,
kegiatan kesehatan di
masyarakat)
•• KIE untuk TB, HIV, IMS
Puskesmas, klinik
Pemerintah maupun
Swasta, dan Dokter
Praktek Swasta yang
sudah terlatih TB-HIV
•• Layanan atau rujukan KT HIV
•• Promosi kondom
•• Penyuluhan gizi dan dukungan pangan
•• Dukungan psikologis
•• Pengawasan minum obat TB oleh masyarakat
•• Pengawasan minum obat Antiretroviral (ARV) jika
memungkinkan
•• Perawatan paliatif dan fase terminal di komunitas/
rumah
•• Penawaran tes HIV dengan konseling oleh petugas
•• Penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB
•• Penemuan kasus TB yang lebih intensif dan
pengobatannya
•• Promosi kondom
•• Terapi IMS dengan pendekatan sindrom dan/atau
laboratorium sederhana
•• Tatalaksana infeksi oportunistik terkait HIV dengan
pendekatan sindrom dan perawatan paliatif
16
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tempat layanan
Kegiatan TB-HIV
•• Penyiapan pasien untuk terapi ARV dan pemantauan
pasien ARV yang kondisinya telah stabil
•• Skrining TB di layanan Konseling dan Tes HIV dan bagi
semua ODHA
•• Terapi pencegahan kotrimoksasol untuk mengurangi
kesakitan dan kematian ODHA dengan atau tanpa TB
•• Pengendalian infeksi
•• Pencatatan dan pelaporan
•• Pertemuan TB-HIV koordinasi internal Fasyankes (diskusi
klinis, perencanaan, monev)
Rumah sakit kelas C yang
petugasnya telah dilatih
TB-HIV
•• Layanan jarum suntik steril
•• Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya
•• Semua yang di atas
•• Diagnosis dan terapi penyakit terkait HIV
•• Perawatan paliatif pasien rawat inap
•• Terapi ARV lini I
•• Penatalaksanaan kasus TB rujukan
•• Akses pemeriksaan foto toraks pada terduga TB dengan
BTA negatif dan kecurigaan/ konfirmasi infeksi HIV
•• Menjamin keamanan darah transfusi
Rumah sakit kelas A dan
B yang petugasnya sudah
dilatih TB-HIV
•• Semua di atas
•• Terapi ARV lini I dan II
•• Penatalaksanaan kasus TB rujukan RESISTAN OBAT
D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI
Penerapan kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat layanan meliputi layanan untuk:
a. Membentuk mekanisme kolaborasi di tingkat layanan.
a. Membentuk badan koordinasi pelaksanaan TB-HIV efektif di tingkat layanan (dijelaskan di
Bab II Kolaborasi Program).
b. Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB (dijelaskan di Bab VIII Monev).
17
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
c. Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV (dijelaskan di Bab III Perencanaan
Bersama TB-HIV).
d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (dijelaskan di Bab VIII mengenai Monev).
b. Menurunkan beban TB pada ODHA
a. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya.
b. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus
(Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja).
c. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
a. Menyediakan KT HIV.
b. Pencegahan HIV dan IMS.
c. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan IO lainnya.
d. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV.
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kegiatan pada butir B dan C.
E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA
1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menurunkan angka kematian karena TB pada ODHA
dan kelompok perilaku berisiko tinggi terkena HIV. Kegiatan intensifikasi penemuan
kasus TB dimulai dari skrining TB dan dilanjutkan dengan penegakan diagnosis dan
pengobatannya.
Kegiatan dalam Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya meliputi:
a. Skrining TB pada ODHA
Skrining TB harus dilakukan secara rutin pada semua klien dan ODHA yang datang di
layanan KT HIV dan PDP dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana
untuk mengidentifikasi secara dini pasien TB yaitu:
– batuk lebih dari 2 minggu
– demam
– kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas
– pembesaran kelenjar getah bening > 2 cm
– berkeringat malam tanpa aktifitas
18
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Skrining dilakukan oleh Konselor, Manajer kasus atau Perawat dan harus dilakukan
pada semua ODHA setelah KT HIV (konseling post tes) secara berkala selama pelayanan
HIV termasuk sebelum memulai Antiretroviral Therapy (ART) atau selama pemberian
ART. Skrining TB juga harus dilakukan pada kontak serumah, pada klien/kelompok
dengan risiko HIV dan pada kondisi khusus seperti di rutan/lapas. Berkaitan dengan
prevalens TB yang tinggi di antara penasun (Injecting drug users/IDU), pelayanan
harm reduction dan Pusat rehabilitasi harus melakukan skrining TB secara rutin dan
segera merujuk ke Fasyankes. Diagnosis TB dan diagnosis HIV harus sesuai Pedoman
Nasional yang berlaku. Sebelum memulai ART, semua ODHA harus dipastikan status
TB-nya, bila ternyata juga menderita TB maka penatalaksanaannya sesuai tatalaksana
klinis TB-HIV.
Mitra pelaksanaan kegiatan tersebut adalah layanan bagi kelompok risiko tinggi
(Penasun, Waria, LSL, PS), Fasyankes di Lapas dan Rutan, kelompok ODHA, sarana
layanan IMS, layanan KIA.
Langkah kegiatan skrining:
1) Menentukan mitra untuk penemuan kasus misalnya: Lapas, LSM, kelompok
ODHA, kelompok dukungan dan layanan IMS.
2) Kesepakatan mekanisme rujukan antara layanan KT HIV dengan unit DOTS yang
memudahkan pasien.
b. Diagnosis TB pada ODHA
1. Akses pemeriksaan mikroskopis dahak
Suspek TB yang ditemukan di KT HIV dan atau PDP serta mitra lainnya harus
diperiksa sesegera mungkin oleh Dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi
(termasuk akses untuk pemeriksaan mikroskopis dahak dan foto toraks) sehingga
diagnosis TB dapat ditegakkan lebih cepat. Untuk itu, perlu dibangun jejaring
dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis dahak.
– Layanan paralel: membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk penegakan
diagnosis TB dan pengobatannya.
– Layanan terintegrasi: Unit KT HIV dan atau PDP menegakkan diagnosis TB
sesuai dengan standar termasuk penentuan tempat yang memenuhi syarat
untuk pengumpulan sediaan dahak.
19
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Pemeriksaan foto toraks suspek TB BTA negatif
Diagnosis TB pada ODHA merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian
karena pada umumnya ODHA dengan infeksi TB menunjukkan hasil Basil
Tahan Asam (BTA) negatif. Oleh karena itu, suspek TB pada ODHA dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif, harus segera mendapatkan pemeriksaan foto toraks.
Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB
pada ODHA khususnya dalam mempersingkat waktu supaya diagnosis TB tidak
terlambat.
Pada ODHA rawat jalan dengan hasil BTA negatif maka akses pemeriksaan
foto toraks direkomendasikan pada kunjungan kedua tanpa menunda sampai
didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA yang ketiga sedangkan pada pasien
yang sakitnya lebih parah atau pasien rawat inap maka pemeriksaan foto toraks
dilakukan segera pada saat pasien masuk RS bersamaan dengan upaya diagnostik
lainnya.
Pada daerah terpencil dan tidak mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks
maka diagnosis TB pada ODHA dilakukan sesuai dengan pedoman nasional.
c. Pengobatan TB pada ODHA
Orang dengan HIV/AIDS dari layanan KT HIV dan atau PDP yang didiagnosis TB harus
segera mendapatkan pengobatan dengan OAT. Obat anti TB dapat diberikan di unit
DOTS maupun di Unit KT HIV dan atau PDP yang terintegrasi dengan pelayanan TB.
Dalam merujuk ODHA dengan TB perlu dipastikan bahwa Fasyankes yang dituju
sudah menerapkan strategi DOTS dan siap menerima rujukan dari unit KT HIV dan
atau PDP. Unit KT HIV dan atau PDP juga diharapkan memiliki kemampuan dalam
tatalaksana TB termasuk dalam hal logistik, pencatatan dan pelaporan. Pengobatan
TB pada ODHA mengacu pada Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TBHIV.
Langkah penerapan kolaborasi
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penerapan kolaborasi TB-HIV
dalam kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya pada ODHA:
—— menentukan Fasyankes atau mitra mana yang akan dilibatkan dalam penerapan
kolaborasi TB-HIV.
—— membangun sistem rujukan yang disepakati.
20
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
—— memfasilitasi pengembangan kapasitas Fasyankes yang akan melaksanakan
kolaborasi TB-HIV termasuk pelatihan dan bimbingan/supervisi.
Setelah kegiatan di atas telah dilaksanakan maka pelaksanaan kegiatan kolaborasi di
tingkat layanan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya
No
1
Penerapan Kolaborasi
Jenis
Kegiatan
Skrining
Unit DOTS
Unit Konseling dan Tes HIV/PDP
—— Kesepakatanuntuk
melakukan kolaborasi
—— Kesepakatan untuk melakukan
kolaborasi
—— Mengembangkan sistem
rujukan setempat
—— Mengembangkan sistem
rujukan setempat
—— KIE
—— Mengidentifikasi suspek TB pada
setiap kunjungan
—— Menerima rujukan kasus TB
—— Melaksanakan pencatatan
dan pelaporan
—— Mendiagnosis TB atau merujuk
jika tidak ada sarana diagnosis
TB
—— Melaksanakan pencatatan dan
Pelaporan
2
Pemeriksaan
Mikroskopis
Dahak
—— Memahami protap
diagnosis TB pada ODHA
—— Memahami protap diagnosis TB
pada ODHA
—— Melaksanakan pemeriksaan
mikroskopis dahak rujukan
dari Konseling dan Tes HIV/
PDP
—— Penyediaan sarana dan
prasarana pemeriksaan
mikroskopis dahak (bila
memungkinkan)
—— Memberikan bimbingan
teknis tentang kualitas
pemeriksaan dahak kepada
petugas laboratorium
unit Konseling dan Tes
HIV dan atau PDP yang
melaksanakan pemeriksaan
mikroskopis sendiri
—— Penyegaran bagi petugas
laboratorium
—— Melaksanakan pencatatan dan
Pelaporan
—— Melaksanakan pencatatan
dan pelaporan
3
21
Pemeriksaan
foto toraks
—— Memahami pentingnya
pemeriksaan foto toraks
untuk diagnosis TB pada
ODHA
—— Membangun jejaring dengan
Fasyankes yang mempunyai
sarana pemeriksaan foto
toraks untuk diagnosis TB
—— Melaksanakan pencatatan
dan pelaporan
—— Melaksanakan pencatatan dan
Pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
4
Jenis
Kegiatan
Akses OAT
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS
—— Menerima rujukan untuk
pemberian OAT
—— Tatalaksana efek samping
OAT
—— Bimbingan dan supervisi
—— Tatalaksana defaulters,
mangkir
Unit Konseling dan Tes HIV/PDP
oPemberian OAT
oTatalaksana efek samping OAT
oTatalaksana defaulters, mangkir
oMembangun jejaring dengan Unit
DOTS untuk pengobatan bila tidak
mampu
oPencatatan dan pelaporan TB-HIV
—— Pencatatan dan pelaporan
TB-HIV
2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan,
panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja)
Pasien TB yang menular dapat dijumpai juga di sarana layanan HIV. Besar sekali
kemungkinan pasien TB ini menularkan kuman TB ke pasien lain atau kepada petugas
kesehatan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko penularan TB maka pengendalian
infeksi TB harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan terutama pada tempat
tertentu yang rawan HIV, seperti: layanan KT HIV, layanan PDP, rutan/lapas dan panti
rehabilitasi NAPZA. Upaya khusus ini harus dilakukan secara bersama dengan memperluas
kolaborasi TB-HIV. Layanan DOTS di Fasyankes KT HIV dan atau PDP akan meningkatkan
kemungkinan ODHA kontak dengan pasien BTA positif.
Upaya pengendalian infeksi akan menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap
pasien TB dan HIV. Upaya ini harus mempertimbangkan berbagai faktor yang memberikan
manfaat terbaik bagi layanan, pasien dan masyarakat.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan:
– Tingkat risiko penularan.
– Penjelasan kepada pasien tentang penularan penyakit.
– Kesadaran layanan kesehatan tentang pentingnya kewaspadaan universal.
– Upaya pemisahan suspek TB atau pasien TB BTA positif dengan pasien lain. Pemisahan
ini harus lebih diperhatikan di unit KT HIV/PDP yang memberikan layanan DOTS
(misalnya: pemisahan ruang tunggu atau waktu yang berbeda, ventilasi yang baik).
Pada panti rehabilitasi NAPZA dan rutan/lapas, yang biasanya dengan prevalens HIV lebih
tinggi daripada masyarakat umum, TB menyebar dengan lebih mudah karena lingkungan
22
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
yang padat, ventilasi yang buruk, lamanya terpapar dan terbatasnya layanan kesehatan.
Di tempat-tempat ini, diterapkan skrining gejala TB secara berkala, memperkuat jejaring
rujukan layanan DOTS dan memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan
TB fase intensif.
Setiap pasien yang diduga atau didiagnosis TB Resistan Obat harus mendapat perlakuan
khusus dalam layanan HIV karena risiko penularan yang lebih berbahaya dan risiko
kematian yang tinggi.
Pencegahan Pengendalian infeksi TB dan Kewaspadaan Standar mengacu pada buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB dan/atau buku Kewaspadaan
standar.
F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB
Salah satu tujuan dari kolaborasi TB-HIV adalah menurunkan beban HIV pada pasien TB.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi
pintu masuk bagi pasien TB menuju akses pencegahan dan pelayanan HIV sehingga dengan
demikian pasien tersebut mendapatkan pelayanan yang komprehensif.
Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan layanan konseling dan tes HIV untuk pasien TB.
2. Pencegahan HIV dan IMS.
3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan IO lainnya.
4. Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV.
Kegiatan-kegiatan pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi atau rendah pada
prinsipnya adalah sama kecuali pada kegiatan nomor satu, yaitu menyediakan layanan KT HIV
untuk pasien TB. Perincian mengenai perbedaannya seperti uraian di bawah ini:
Menyediakan layanan KT HIV untuk pasien TB
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui status HIV-nya dan mereka akan
mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan umum. Konseling dan tes HIV merupakan
pintu masuk yang penting bagi pasien TB untuk mendapatkan pelayanan HIV.
Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB:
a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas
23
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
—— Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan KT HIV secara rutin.
—— Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalens HIV pada pasien TB > 5%, KT HIV
harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB.
—— Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan
TB sehingga jika ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat
ditawarkan kembali setelah pemberian informasi HIV AIDS.
b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi
—— Dilakukan pengkajian faktor risiko menggunakan formulir skrining (kuesioner)
pada setiap pasien TB .
—— Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk KT HIV (oleh petugas TB atau
dirujuk ke unit KT HIV).
Kriteria penilaian untuk menawarkan tes HIV pada pasien TB:
1) Faktor risiko HIV (pasien atau pasangan)
– Penasun,
– Pekerja Seks (Wanita, Pria termasuk Waria dan Lelaki Seks Lelaki),
– Berganti-ganti pasangan,
– Riwayat Infeksi Menular Seksual,
– Jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, misalnya: orang yang karena pekerjaannya
berpindah-pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna wisma, pekerja bar/salon,
– Riwayat transfusi darah dan produk darah.
2) Penilaian klinis HIV
– Kematian pasangan akibat penyakit kronik,
– Kandidiasis oral, diare kronik dan penurunan berat badan secara drastis
(>
10%).
3) Penilaian klinis TB
– Kasus sulit (komplikasi) atau tidak adanya respons terhadap pengobatan,
– Pasien TB yang dirawat inap,
– Pasien TB ekstra paru,
– Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif dan ada keraguan dalam penilaian faktor
risiko HIV maka menjadi alasan kuat untuk menawarkan KT HIV karena sebagian
besar kasus TB-HIV ditemukan dengan hasil pemeriksaan dahak BTA negatif.
Jika ditemukan salah satu kriteria tersebut di atas maka pasien TB tersebut ditawarkan
untuk tes HIV.
24
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Konseling dan tes HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:
Provider-initiated HIV testing and counselling (PITC= Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi
Petugas Kesehatan /KTIPK) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT= KT HIV Sukarela/
KTS).
A.1. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/
Provider Initiated Testing and Counseling (PITC))
Provider Initiated Testing and Counseling merupakan layanan Tes dan Konseling atas
Inisiasi Petugas Kesehatan yang terintegrasi di Fasyankes. Provider Initiated Testing
and Counseling dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat
ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang
menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS (seperti di atas) maka
petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling
HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis.
Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan
kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu, perlu memberikan informasi yang
cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani
tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konfidensialitas
terjaga, terhubung dengan rujukan ke PDP yang memadai.
Provider Initiated Testing and Counseling dilaksanakan tidak dengan cara mandatori
atau wajib. Prinsip 3 C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R
(reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya.
Tujuan utama KTIPK/PITC adalah agar petugas kesehatan dapat membuat
keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak
mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya
ART.
Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi:
1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV.
2. Memeriksa tanda-tanda IO lain pada kasus TB.
3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan
dan tato permanen.
4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani
25
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
tes.
5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan.
6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya.
7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada setiap akhir layanan.
KIE
Kontak awal antara petugas dan pasien
Petugas memberikan KIE kepada pasien
(dapat dilakukan secara berkelompok atau
per-orangan) dengan menggunakan alat
bantu audio visual
�
�
Poster
Brosur
Bersedia tes HIV
(dengan Informed consent)
(
Rujuk ke Tes Cepat HIV
Tes Cepat HIV dilakukan di laboratorium
� Petugas mengindentifikasi faktor risiko yang
tampak termasuk memeriksa tanda-tanda IO lain
� Petugas memberikan informasi mengenai kaitan
TB dengan HIV
� Petugas memprakasai tes HIV pada pasien TB
yang berisiko
Pasien menolak Tes HIV
Petugas mengulang informasi tentang pentingnya
tes HIV. Bila masih menolak juga:
� Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KT HIV
� Pada kunjungan TB berikutnya diulangi informasi
tentang pentinya tes HIV
Petugas menyampaikan hasil tes kepada
pasien
Rujuk ke klinik KT HIV bila pasien tetap menolak
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat
Pasien dengan hasil tes HIV negatif
� Petugas menyampaikan hasil tes negatif
� Berikan pesan tentang pencegahan HIV
� Sarankan kepada pasien dan pasangannya
untuk ke klinik KT HIV untuk konseling
pencegahan HIV lebih lanjut (termasuk
saran untuk tes ulang)
�
�
�
�
Pasien dengan hasil Tes HIV Positif
Petugas informasikan hasil tes HIV positf
Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi
hasil tes
Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
Informasikan cara pencegahan penularan kepada
pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV
Rujuk ke PDP
Rujuk ke klinik KT HIV
Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat
Inform Petugas informasikan hasil tes HIV positf
Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes
Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV
Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan,
sarankan untuk tes HIV di KT HIV
� Pastikan sumber dukungan yang ada di masyarakat
� Pasien tetap harus dirujuk ke Konseling dan Tes HIV untuk
konseling perubahan perilaku
�
�
�
�
Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS
26
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
A.2. Pendekatan KT HIV atas inisiasi klien atau yang disebut KT HIV Sukarela (KTS)
Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien (KTS) ini merupakan salah satu strategi
kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/
AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi
pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko
dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya.
Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih
aman.
Perbandingan antara KTS dan KTIPK adalah seperti tabel berikut ini:
Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC
Tolok Ukur
Pasien/Klien
KT HIV Sukarela
—— Datang ke klinik khusus untuk
KT HIV
—— Berharap dapat pemeriksaan
—— Pada umumnya asimtomatis
—— Datang ke klinik karena
penyakit terkait HIV misalnya
pasien TB/ suspek TB
—— Tidak bertujuan tes HIV
—— Tes HIV diprakarsai oleh
petugas kesehatan
berdasarkan indikasi
Petugas
kesehatan/
Konselor
Konselor terlatih baik petugas
kesehatan maupun bukan
petugas kesehatan
Petugas kesehatan yang dilatih
untuk memberikan konseling
dan edukasi
Tujuan utama KT
HIV
Penekanan pada pencegahan
penularan HIV melalui pengkajian faktor risiko, pengurangan
risiko, perubahan perilaku dan
tes HIV serta peningkatan kualitas
hidup
Penekanan pada diagnosis HIV
untuk penatalaksanaan yang
tepat bagi TB-HIV dan rujukan ke
PDP
Pertemuan Pra
tes
—— Konseling berfokus klien
—— Secara individual
—— Kedua hasil baik positif maupun
negatif, sama pentingnya
untuk diketahui pasien karena
pentingnya upaya pencegahan
dan peningkatan kualitas
hidup
27
Konseling dan tes atas inisiasi
petugas kesehatan
—— Petugas kesehatan
memprakarsai tes HIV kepada
pasien yang terindikasi
—— Diskusi dibatasi tentang
perlunya menjalani tes HIV
—— Perhatian khusus untuk yang
hasil-nya HIV positif dengan
fokus pada perawatan medis
dan upaya pencegahan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tolok Ukur
Tindak lanjut
KT HIV Sukarela
—— Klien dengan hasil HIV positif
dirujuk ke layanan PDP dan
dukungan lain yang ada di
masyarakat
—— Konseling pembukaan status
pada pasangan dan keluarga
—— Klien dengan hasil negatif
penekanan pada mempertahankan perilaku aman
Konseling dan tes atas inisiasi
petugas kesehatan
—— Perawatan pasien HIV positif
berkoordinasi dengan
petugas TB dan rujukan ke
layanan dukungan lain yang
ada di masyarakat
—— Klien dengan hasil negatif
penekanan pada penanganan
penyakit yang diderita
Dalam menginisiasi konseling HIV, perlu juga dilakukan skrining IMS pada pasien TB
dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana. Pasien TB dengan gejala
IMS harus segera diterapi atau dirujuk ke sarana layanan IMS serta dianjurkan untuk
melakukan KT HIV.
Selain IMS perlu juga skrining tentang penyalahgunaan NAPZA karena di Indonesia
merupakan faktor risiko penting untuk infeksi HIV. Kolaborasi dapat dikembangkan dengan
klinik penyedia layanan pengurangan dampak buruk seperti Layanan Jarum Suntik Steril
(LJSS) dan atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi para penasun.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan kolaborasi di Layanan KT HIV
bagi pasien TB:
- Sarana layanan TB dapat berupa sarana layanan TB DOTS di Puskesmas ataupun di RS,
sementara sarana layanan KT HIV dapat berlokasi di RS, Puskesmas atau klinik KT HIV
mandiri yang dikelola LSM.
- Kegiatan kolaborasi tersebut dapat terlaksana apabila strategi DOTS di wilayah Kab/
Kota telah diterapkan dan terdapat layanan tes HIV di wilayah tersebut.
- Konseling dan tes HIV secara sukarela merupakan pintu masuk untuk layanan PDP
HIV termasuk pengobatan ARV. Hal ini berlaku juga bagi pasien TB.
- Layanan KT HIV dapat diberikan di layanan TB yang sudah memiliki kemampuan
untuk KT HIV atau melalui rujukan internal ataupun eksternal.
- Penanggung jawab kolaborasi ini adalah petugas Unit DOTS dengan mitra utama
Unit KTS dan atau PDP.
28
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Pencegahan HIV dan IMS
Petugas di unit DOTS di RS dan Puskesmas harus memberikan KIE kepada pasien TB
mengenai HIV. Pada saat memberikan layanan pada pasien TB merupakan peluang yang
baik dalam memberikan KIE tentang HIV. Kegiatan KIE harus dilaksanakan secara berkala.
Materi KIE HIV/AIDS pada pasien TB adalah sebagai berikut:
– Ko-infeksi TB-HIV; pesan harus terfokus pada kemungkinan ko-infeksi TB-HIV,
ketersediaan layanan TB dan HIV serta manfaat dan pentingnya KT HIV bagi pasien
TB.
– Pencegahan HIV menggunakan strategi ABCD (A: abstinence/puasa seks, B: Be
faithfull/bersikap saling setia, C: Condom/Kondom dan D: Drug/tidak menggunakan
NAPZA suntik).
– Promosi kondom sebagai upaya untuk pencegahan IMS harus ditekankan di pelayanan
DOTS. Pasien TB harus diskrining untuk gejala IMS. Mereka dengan gejala IMS harus
ditangani dan dirujuk ke layanan IMS.
– Pasien penasun harus dirujuk ke unit pengurangan dampak buruk NAPZA suntik dan
layanan terapi rumatan metadon.
Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan pengobatan IO lainnya
Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan
pencegahan dengan kotrimoksasol relatif aman dan harus diberikan sesuai dengan
Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP.
Pengobatan pencegahan kotrimoksasol diindikasikan bagi:
– Semua pasien TB dengan HIV (+).
– ODHA dewasa dan remaja (usia > 13 tahun) pada tahap penyakit simtomatis (stadium
klinis 2, 3, atau 4).
Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
1) Perawatan
Human Immunodeficiency Virus merupakan penyakit kronik yang akan dialami
seumur hidup ODHA. Seperti halnya penyakit kronik yang lain maka HIV memerlukan
perawatan dan pemantauan status kesehatannya secara berkesinambungan.
Perawatan komprehensif berkesinambungan adalah perawatan yang dilakukan
secara holistik dan terus menerus melalui sistem jejaring yang bertujuan memperbaiki
dan memelihara kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan komprehensif
29
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti
aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan
rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisis, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual
individu termasuk perawatan paliatif.
2) Dukungan
Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses
layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari
kelompok sebaya. Kelompok dukungan sebaya (KDS) dan organisasi kemasyarakatan
dapat berperan serta dalam membangun jejaring antara unit layanan kesehatan dan
kelompok dukungan lain yang ada di masyarakat terkait kolaborasi TB-HIV.
Kelompok tersebut dapat berperan dalam hal:
– Penjaringan suspek TB – HIV dan rujukan pasien.
– Perawatan ODHA dengan TB di rumah maupun di masyarakat.
– Penyiapan pasien untuk pengobatan terutama kesiapan kepatuhan dan
pemantauannya.
– Mendorong Fasyankes agar dapat memberikan layanan yang lebih user
friendly/bersahabat.
– Menjadi media penyampai informasi kesehatan.
– Pelaksanaan pengendalian infeksi TB-HIV di kelompoknya maupun di
Fasyankes.
Semua kegiatan di atas menjadi tanggung jawab bersama baik unit DOTS maupun
layanan KT HIV/PDP.
3) Pengobatan
Pasien TB dengan HIV positif diberikan OAT dan Pengobatan ARV untuk mengurangi
angka kesakitan dan kematian dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan
ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana komplikasi
yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV. Sedangkan untuk pengobatan TB bisa
didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di dalam unit PDP.
Pengobatan ARV dimulai di RS sedangkan persiapannya dapat dilaksanakan oleh
Puskesmas termasuk didalamnya penyiapan kepatuhan, pemberian PPK dan
pengobatan IO yang sederhana.
Petugas TB perlu mendapatkan pelatihan atau pengenalan tentang tatalaksana HIV
dan terapi ARV termasuk dukungan kepatuhan pasien terhadap ARV.
Agar lebih jelas, kegiatan-kegiatan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB
dapat dilihat pada tabel berikut:
30
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB
No
1
Jenis
Kegiatan
KT HIV
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS
Unit PDP HIV
—— Penyiapan protap dan kuesioner
penilaian faktor risiko HIV
(termasuk skrining IMS dan
pengunaan NAPZA, berkolaborasi
dengan unit terkait)
—— Penyiapan protap dan
kuesio-ner penilaian
faktor risiko HIV
(termasuk skrining IMS
dan pengunaan NAPZA,
berkolabo-rasi dengan
unit terkait)
—— Pada semua pasien TB dilakukan
penilaian faktor risiko dengan
kuesio-ner yang ada dan yang
teridentifikasi memiliki faktor
risiko ditawarkan KT HIV
—— Pada daerah epidemi HIV meluas
semua pasien TB langsung
ditawari untuk menjalani KT HIV
—— Petugas memberikan informasi
HIV dan menawarkan KT HIV
kepada pasien TB
—— Melaksanakan pencatatan dan
pelaporan
—— Semua klien KT HIV
(yang datang sendiri
atau dari unit DOTS)
ditanyakan gejala IMS
dan penggunaan NAPZA
—— Pasien IMS dirujuk
ke unit IMS, pasien
pengguna NAPZA
dirujuk ke PTRM atau
program LJSS
—— Konselor melakukan KT
HIV kepada pasien TB
—— Melaksanakan
pencatatan dan
pelaporan
2.
Pencegahan
HIV dan IMS
—— Pemberian KIE Pencegahan
HIV dan IMS termasuk promosi
kondom
—— Pemberian KIE
Pencegahan HIV dan
IMS termasuk promosi
kondom
3.
PPK
—— Pemberian PPK pada pasien TBHIV
—— Pemberian PPK pada
pasien TB-HIV
—— Pemantauan efek samping PPK
—— Pemantauan efek
samping PPK
—— Melaksanakan pencatatan dan
pelaporan
31
—— Melaksanakan
pencatatan dan
pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
4.
Jenis
Kegiatan
PDP HIV
Penerapan Kolaborasi
Unit DOTS
—— Unit DOTS membina PMO untuk
melaksanakan dukungan biopsikososial di rumah dan masyarakat
—— Memfasilitasi pertemuan berkala
dengan PMO
—— Menerima informasi hasil
pantauan KD tentang kepatuhan
menelan obat
—— Memberikan informasi kepada KD
untuk mengenal efek samping
obat
—— Menerima laporan dari KD tentang
pasien yang tidak mengambil obat
sesuai jadual (termasuk defaulter)
dan menindaklanjuti.
—— Kesepakatan untuk melakukan
kolaborasi
—— Mengembangkan sistem rujukan
setempat
—— Mengidentifikasi kriteria klinis
pasien TB-HIV untuk mendapatkan
ARV
—— Merujuk pasien ke Unit PDP untuk
mendapatkan ARV
—— Memantau pasien yang mendapatkan OAT dan ARV termasuk
efek samping obat dan Immune
reconsti-tution inflammatory
syndrome (IRIS)
Unit PDP HIV
—— Merujuk pasien
ke kelompok
dukungan (KD) untuk
pendampingan
—— Memberikan bimbingan
teknis kepada KD
sehubungan perawatan
di rumah dan masyarakat
—— Kesepakatan untuk
melakukan kolaborasi
—— Menerima rujukan dari
unit DOTS
—— Menyiapkan dan
melaksanakan terapi
ARV sesuai Pedoman
Nasional pada pasien TBHIV termasuk penyiapan
kepatuhannya,
—— Memantau pasien yang
mendapatkan OAT dan
ARV
—— Memantau resistensi
obat HIV
—— Melaksanakan
pencatatan dan
pelaporan
—— Melaksanakan pencatatan dan
pelaporan
32
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN
Rujukan pada kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan meliputi rujukan antar unit di satu
Fasyankes (misalnya dari unit TB ke unit KT HIV) dan rujukan antar Fasyankes (misalnya dari
Puskesmas ke RS) secara timbal balik hingga ke tingkat komunitas.
1. Pasien TB dengan HIV Positif
Pasien TB dapat dilayani di Puskesmas atau unit DOTS di RS.
– Apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke RS rujukan ARV
untuk mempersiapkan dimulainya pengobatan ARV.
– Sebelum merujuk pasien ke layanan PDP, Puskesmas/unit DOTS RS dapat membantu
dalam melakukan persiapan agar pasien patuh selama mendapat pengobatan ARV.
– Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi dijumpai reaksi
atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka pasien dapat dirujuk kembali
ke Puskesmas/unit RS DOTS untuk meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap
diberikan oleh tim PDP.
2. Orang dengan HIV AIDS dengan TB
Pintu masuk ke layanan HIV adalah sarana layanan KT HIV (KTS). Perawatan, dukungan
dan pengobatan HIV di Indonesia dikembangkan di RS rujukan ARV yang merupakan
layanan kesehatan sekunder atau tersier.
– Semua ODHA diskrining gejala dan tanda TB. Skrining dapat dilakukan oleh Konselor,
Perawat atau Dokter di layanan KT HIV dan atau PDP.
– Jika dijumpai ODHA dengan suspek TB, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosis TB. Jika di layanan KT HIV dan atau PDP tidak ada sarana
diagnostik TB, segera rujuk ODHA ke unit DOTS.
– ODHA yang terdiagnosis TB harus segera diobati dengan OAT dapat dilakukan di unit
DOTS Puskesmas atau RS maupun di layanan PDP.
– Unit KT HIV dan atau PDP dapat memantau kemajuan pengobatan TB dengan
bantuan unit DOTS.
33
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV
UPK TB DOTS
PDP HIV
Suspek TB
Berisiko HIV
Diagnostik TB
KTS HIV
TB (+)?
Tidak
Bukan TB
Kembali ke
PDP HIV
Prevalensi
HIV tinggi?
Konseling
perubahan perilaku
Gejala
TB? [a]
Tidak
Tidak
Ya
Layak
ART?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Bersedia
KTS?
Terapi TB
Pemeriksaan
tindak lanjut
setiap 3-6 bulan
Terapi TB tahap
intensif lengkap?
Default
tracing
Catatan:
Kembali ke
UPK TB
(terapi TB)
Ulang KTS
6 bulan lagi
ART dapat
ditunda? [b]
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Berisiko
HIV?
Ya
HIV (+)?
Ya
Tidak
Ya
Ya
Lengkapi
Terapi TB
ART
OAT + ART
Alur pasien dari Unit DOTS
Alur pasien dari Fasyankes PDP HIV
Catatan :
[a]
Skrining TB pada ODHA disertai juga dengan skrining IO yang lain dan dilakukan
pada setiap kunjungan
[b]
34
Indikasi Pemberian ART sesuai dengan pedoman nasional program pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB V
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam
memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan dan bertujuan
untuk menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap
yang diperlukan sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan kegiatan kolaborasi.
Pengembangan SDM dalam program kolaborasi TB-HIV merujuk kepada pengertian yang
mengarah kepada peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, pemanfaatan
pada pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dan pembinaan yang berkesinambungan.
B. STANDARISASI KETENAGAAN
Ketenagaan dalam program pengendalian TB dan HIV memiliki standar dalam hal jumlah
dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. Dalam
pelaksanaannya sangat tergantung pada ketersediaan SDM di Fasyankes pelaksana tersebut.
Oleh karena itu, dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak selalu harus menambah tenaga baru
tetapi dapat memanfaatkan ketenagaan yang sudah ada. Pelaksana kegiatan kolaborasi TBHIV melekat pada masing-masing program di setiap tingkat administrasi. Adapun penjelasan
secara rinci mengenai SDM tersebut di masing-masing tingkat administrasi adalah sebagai
berikut:
35
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Koordinator kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV.
2. Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes pada prinsipnya dilakukan
oleh masing-masing petugas TB dan petugas HIV. Pimpinan Fasyankes perlu membentuk
Pokja TB-HIV yang dipimpin oleh seorang Koordinator.
Di tingkat Puskesmas, Kepala Puskesmas dapat menjadi Koordinator pelaksanaan kegiatan
kolaborasi TB-HIV. Rincian tugas Tim TB-HIV di Fasyankes dapat dilihat pada Bab II.
Berdasarkan hal tersebut maka standar ketenagaan pada masing-masing Fasyankes
ditentukan sebagai berikut:
Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di
Fasyankes
Model Kolaborasi
Paralel
Fasyankes
Layanan Konseling
dan Tes HIV/PDP
DOTS
(Puskesmas,
Klinik, dst)
(RS Kelas C, RS
Kab/Kota, RS
Swasta)
36
Terintegrasi
DOTS-Konseling dan
Tes HIV/PDP
–
1 Dokter
– 1 Perawat
– 1 Petugas Lab
–
Konselor
– Dokter
– Perawat
– Petugas Lab
– Manajer Kasus
–
–
–
–
2 Dokter Umum
– 2 Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam dan Spesialis
Anak)
– 2 Perawat
– 1 Petugas Lab
– 1 Farmasi
– 1 Petugas
pencatatan dan
pelaporan
Konselor
– Dokter Umum
– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam)
– Perawat
– Petugas Lab
– Manajer Kasus
– Farmasi
– Petugas pencatatan
dan pelaporan
Konselor
– Dokter
– Perawat
– Petugas Lab
– Manajer Kasus
Konselor
– Dokter Umum
– Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam dan Anak)
– Perawat
– Petugas Lab
– Manajer Kasus
– Farmasi
– Petugas pencatatan
dan pelaporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
(RS Kelas B
atau A,
RS Nasional,
Provinsi dan
pendidikan)
–
2 Dokter Umum
– 4 Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam,Paru,Patklin/
Mikrobiologi, Anak)
– 3 Perawat
– 1 Petugas Lab
– 1 Farmasi
– 1 Petugas
pencatatan dan
pelaporan
–
–
–
–
–
–
–
–
Konselor
Dokter Umum
Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam,Paru,Patklin/
Mikrobiologi, Anak)
Perawat
Petugas Lab
Manajer Kasus
Farmasi
Petugas pencatatan
dan pelaporan
–
–
–
–
–
–
–
–
Konselor
Dokter Umum
Dokter Spesialis
(Spesialis Penyakit
Dalam, Paru, Anak,
Obsgin, Bedah, Kulit
dan Kelamin)
Perawat
Petugas Lab
Manajer Kasus
Farmasi
Petugas pencatatan
dan pelaporan
C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS PELAKSANA KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV.
Tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar pengembangan kompetensi sumber daya
petugas terkait pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Secara umum tugas dan fungsi ini
menjabarkan tugas pokok dan fungsi yang telah berjalan di masing-masing program pada
setiap tingkatan.
Tugas pokok dan fungsi bagi pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota telah dibahas pada bab II.
37
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes.
LAYANAN TB
LAYANAN HIV AIDS
Dokter
Tugas:
•• Menjaring suspek TB
Dokter
Tugas:
•• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIVAIDS
•• Mendiagnosis TB (menentukan
klasifikasi dan tipe pasien)
•• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
•• Memberikan pengobatan TB
(menentukan jenis paduan)
•• Memberikan penyuluhan
•• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi
ODHA
•• Memberikan penatalaksanaan awal bagi ODHA
•• Merujuk ODHA ke spesialis yang terkait jika
diperlukan.
•• Menentukan PMO
•• Mengisi kartu pengobatan pasien
TB
•• Memonitor dan mengevaluasi
hasil pengobatan TB
•• Merujuk pasien TB jika diperlukan
•• Menilai faktor risiko HIV pada
pasien TB dan bila perlu
merujuknya ke klinik KT HIV
•• Memberikan umpan balik hasil
diagnosis TB pada ODHA yang
dirujuk dari layanan KT HIV dan
atau PDP
Dokter Spesialis
Tugas :
•• Mendiagnosis TB
•• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk
pemeriksaan HIV jika pemeriksaan tersebut tidak
tersedia
•• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk
pemeriksaan HIV
•• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
•• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
TB
•• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien
TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan
pengobatan pasien TB tersebut.
Dokter Spesialis
Tugas:
•• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIV/
AIDS
•• Memberikan pelayanan
kegawatdaruratan bagi TB
•• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik
•• Memberikan penatalaksanaan
menyeluruh bagi pasien TB
•• Memberikan pelayanan kegawatdarurat-an bagi
ODHA
•• Merujuk pasien TB ke spesialis
lain bila diperlukan.
•• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi
ODHA
•• Mengisi kartu pengobatan pasien
TB
•• Merujuk ODHA ke spesialis lain bila diperlukan.
•• Menilai faktor risiko HIV pada
pasien TB dan bila perlu
merujuknya ke klinik KT HIV
•• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
TB
•• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART
•• Memberikan umpan balik hasil
diagnosis TB pada ODHA yang
dirujuk dari KT HIV PDP
38
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
LAYANAN TB
LAYANAN HIV AIDS
•• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien
TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan
pengobatan pasien TB tersebut.
Konselor
Tugas:
•• Memberikan informasi HIV/AIDS yang benar dan
akurat
•• Melakukan konseling HIV/AIDS sebelum dan
sesudah tes
•• Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil
konseling
•• Melakukan koordinasi dengan layanan
pencegahan, dukungan dan perawatan di
masyarakat dan unit pelayanan terkait
•• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
TB
•• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien
TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan
pengobatan pasien TB tersebut
Perawat
Tugas:
•• Melakukan asuhan keperawatan
•• Membantu Dokter untuk mengisi
kartu pengobatan pasien TB
•• Melakukan pencatatan dan
pelaporan (Register pasien)
Perawat
Tugas:
•• Melakukan asuhan keperawatan bagi ODHA baik
di RS maupun perawatan di rumah
•• Membantu Dokter untuk mengisi ikhtisar
perawatan HIV dan ART
•• Mengenali keadaan gawat darurat dan
memberikan pelayanan dasar kegawat-daruratan
bagi ODHA
•• Memberikan penyuluhan
•• Membuat permintaan
pemeriksaan dahak
•• Menentukan PMO atau menjadi
PMO
•• Memonitor hasil pengobatan
•• Melakukan pelacakan kasus
mangkir
•• Memberikan terapi dengan benar sesuai instruksi
Dokter.
•• Memonitor perkembangan keadaan umum ODHA
•• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan
bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis
TB
•• Menilai faktor risiko HIV pada
pasien TB dan bila perlu
merujuknya ke klinik KT HIV
39
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
LAYANAN TB
LAYANAN HIV AIDS
•• Memberikan umpan balik hasil
diagnosis TB pada ODHA yang
dirujuk dari KT HIV/PDP
Petugas Laboratorium
Tugas:
•• Pengumpulan dahak
•• Pemeriksaan mikroskopis dahak
Petugas Laboratorium
Tugas:
•• Mengambil sampel darah dan melakukan
pemeriksaan HIV sesuai SOP
•• Mencatat hasil pemeriksaan
laboratorium
•• Melakukan sesuai SOP
•• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium
•• Melakukan pemantapan mutu
internal dan eksternal
•• Melakukan rujukan spesimen ke laboratorium
rujukan sesuai instruksi Dokter.
•• Melakukan pemantapan mutu internal dan
eksternal
Petugas Pencatatan dan Pelaporan
Tugas:
•• Melakukan pencatatan sesuai dengan format baku yang ditetapkan secara Nasional
•• Melakukan pelaporan sesuai dengan alur pelaporan yang ditetapkan
•• Tugas ini dapat dirangkap oleh petugas yang lain
Apoteker/petugas farmasi
Tugas:
•• Melakukan konseling minum obat
•• Melakukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat
•• Menghitung perencanaan dan permintaan obat
•• Memantau efek samping obat dan kepatuhan minum obat
Konselor
Tugas:
•• Membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium
•• Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV
•• Memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV
Manajer Kasus
Tugas:
•• Memberikan dan mengorganisasi dukungan dan pendampingan bagi ODHA dan
keluarganya secara biopsikososial
•• Mendukung kepatuhan ODHA agar teratur berobat
•• Memastikan ODHA mendapat akses pelayanan kesehatan
•• Memberdayakan ODHA agar mandiri
•• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk
diagnosis TB
40
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA
Peningkatan kemampuan dan ketrampilan SDM pelaksana kegiatan kollaborasi TB-HIV
dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis.
1. Pelatihan
Pelatihan dalam kolaborasi TB-HIV mengacu pada pelatihan program TB maupun program
HIV/AIDS yang ada. Secara umum konsep pelatihan tersebut meliputi:
a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training).
b. Pelatihan dalam tugas (in service training) dibedakan menjadi:
1) Pelatihan dasar program (initial training). Pelatihan dasar program dapat dilakukan
dengan cara:
– Pelatihan dasar,
– Pelatihan ulangan (retraining) dan
– Magang (on the job training).
2) Pelatihan lanjutan (advanced training) .
Pelatihan dilaksanakan berdasarkan tugas pokok dan fungsi tenaga sesuai tingkat
pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV:
a. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas TB.
b. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas di layanan KT HIV dan atau PDP.
2. Bimbingan Teknis
Bimbingan Teknis adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi petugas yang
dilakukan secara langsung dapat berupa: observasi, diskusi, bantuan teknis, pemecahan
masalah dan rekomendasi.
Di samping bimbingan teknis secara umum dilakukan juga bimbingan klinis (clinical
mentoring) bagi petugas yang dilatih Konseling dan Tes HIV/PDP oleh tenaga klinis
terlatih yang ditunjuk oleh program.
Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat administrasi yang
tertinggi sampai ke tingkat terendah (unit pelaksana teknis).
Agar bimbingan teknis efektif dan mencapai tujuannya maka bimbingan teknis harus
direncanakan dengan baik dengan memperhatikan frekuensi kunjungan dan unit yang
akan dikunjungi. Pada keadaan tertentu misalnya kinerja petugas masih kurang baik,
frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan.
Persiapan bimbingan teknis sangat diperlukan supaya pelaksanaan dapat berjalan lancar
dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
41
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a.
b.
c.
d.
Penyiapan daftar tilik yang akan digunakan saat bimbingan teknis (Lampiran 2).
Pengumpulan informasi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi.
Penjadualan kegiatan.
Pemberitahuan dan kesepakatan waktu dengan petugas yang akan dibimbing.
Pada setiap akhir kegiatan diberikan umpan balik hasil bimbingan kepada petugas yang
dibimbing dan pimpinannya. Umpan balik tersebut disampaikan secara lisan (pada saat
pelaksanaan bimbingan teknis) dan secara tertulis (dalam bentuk laporan bimbingan
teknis) yang disampaikan kemudian.
42
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VI
MANAJEMEN LOGISTIK
A. BATASAN DAN TUJUAN
Manajemen logistik adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi dalam menjamin
ketersediaan logistik baik dalam jumlah maupun kualitas untuk mendukung operasional
program.
Penyediaan logistik untuk kebutuhan pelayanan TB-HIV memerlukan perlakuan dan perhatian
secara spesifik terutama obat-obatan (OAT, ARV dan obat IO).
Dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai manajemen logistik secara umum sedangkan
untuk hal yang lebih rinci mengacu pada pedoman manajemen logistik masing-masing
program.
B. JENIS-JENIS LOGISTIK
Jenis logistik yang dipersiapkan meliputi:
43
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Program HIV AIDS
Jenis logistik
Program TB
Puskesmas/Satelit
RS ARV
Rumah Sakit
Obat
OAT
Kotrimoksasol
ARV, Kotrimiksasol dan
beberapa obat IO yang lain
(lihat lampiran 3)
Alat dan
bahan
diagnostik
Sarana
pemeriksaan
mikroskopis
dahak, biakan
dan uji kepekaan
Sarana
pemeriksaan Rapid
test HIV
Sarana pemeriksaan Rapid
test HIV,
ELISA, Flowcytometer (untuk
pemeriksaan CD4), PCR unit
(untuk pemeriksaan PCR-RNA
HIV/Viral load)
Pencatatan
pelaporan
•• Formulir TB
01, 02, 03, 04,
05, 06, 09, 10
•• Formulir VCT
•• Ikhtisar perawatan HIV
& ART, Register Pra ART,
Register ART, Laporan
Bulanan Perawatan HIV &
ART
•• Formulir
rujukan
kolaborasi TB
HIV
•• Formulir
Penilaian
faktor risiko
HIV
•• Formulir
laporan 17
variabel
kolaborasi
TB-HIV
Bahan KIE
Poster, leaflet dan
lembar balik
•• Formulir PITC
•• Formulir
skrining gejala
dan tanda TB
•• Buku bantu
kolabo-rasi TBHIV
•• Formulir
laporan 17
variabel
kolaborasi TBHIV
Poster, leaflet dan
lembar balik
•• Formulir VCT
•• Formulir PITC
•• Formulir skrining gejala
dan tanda TB
•• Buku bantu kolaborasi
TB-HIV
•• Formulir laporan 17
variabel kolaborasi TB-HIV
Poster, leaflet dan lembar
balik
C. SIKLUS MANAJEMEN
Siklus manajemen meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV, pengelolaan
logistik TB mengacu pada pedoman pengelolaan logistik Program TB demikian pula untuk
pengelolaan logistik HIV/AIDS mengacu pada buku manajemen Program Pengendalian HIV/
AIDS Supply Chain Management (SCM).
44
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VII
ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN
MOBILISASI SOSIAL (AKMS)
A. BATASAN DAN TUJUAN
Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS) adalah suatu konsep sekaligus kerangka
kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan
memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan kolaborasi TB-HIV. Sehubungan dengan itu
AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang
dirancang secara sistematis dan dinamis.
Tujuan AKMS dalam kolaborasi TB-HIV adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat
dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri dalam penanggulangan TB-HIV.
B. STRATEGI AKMS
Ada tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial.
1. Advokasi
Merupakan upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi Pimpinan, Pembuat/Penentu
Kebijakan dan Keputusan dalam penyelenggaraan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan dapat
dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi, memberikan
laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya sesuai dengan situasi dan
kondisi masing-masing unit.
45
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Komunikasi
Merupakan proses penyampaian pesan atau gagasan (informasi) yang disampaikan
secara lisan dan atau tertulis dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media
dengan harapan terdapatnya pengaruh timbal balik.
Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas
penjangkau, masyarakat) maupun kelembagaan (Petugas kesehatan baik TB maupun HIV,
Konselor). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama
dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima.
Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa.
Pengemasan materi pesan bisa berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat
lampiran 4).
3. Mobilisasi Sosial
Merupakan kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat dengan keterpaduaan
elemen Pemerintah dan non Pemerintah sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan
secara kolektif dengan menggunakan sumber daya yang ada dan membangun solidaritas
untuk mengatasi masalah.
Dalam kolaborasi TB-HIV kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kampanye,
penyuluhan kelompok, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan konseling.
C. KELOMPOK SASARAN AKMS
1. Pengambil keputusan di berbagai tingkat administrasi (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda, Badan Perencanaan Pembangunan
Kota/Bappeko, dll.).
2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang dapat
mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TB-HIV (penyedia layanan, lintas sektor,
Tokoh agama/Toga, Tokoh Masyarakat/Toma, Ormas dan media massa).
3. Kelompok ODHA.
4. Kelompok Pasien TB.
5. Kelompok yang terkena dampak TB-HIV.
46
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
D. KEGIATAN AKMS
1. Pengorganisasian
Pelaksanaan AKMS TB-HIV dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada
mulai dari tingkat Fasyankes, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kementerian Kesehatan.
Dalam pelaksanaan AKMS harus melibatkan:
a. Pengelola program di berbagai tingkatan baik di Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
Kegiatan AKMS dalam Pengendalian TB merupakan kegiatan Program TB baik di
setiap tingkatan yang masing-masing berperan dalam mengelola kegiatan.
Peran:
1) Memfasilitasi kegiatan AKMS TB termasuk menyertakan topik TB-HIV.
2) Mengelola jaringan kemitraan di masing-masing tingkatan.
3) Membimbing dan berkoordinasi dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
pelaksanaan kegiatan.
4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
b. Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi Lokal;
Selain peranan pengelola program, AKMS memerlukan dukungan dan bermitra
dengan sebuah Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi. Tanpa kemitraan kegiatan
AKMS tidak dapat berjalan.
Peran:
1) Mendukung Pemerintah dalam pelaksanaan AKMS di wilayah kerjanya sesuai
dengan keahlian dan kemampuannya.
2) Mendukung Pemerintah sebagai advokator.
3) Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota ataupun Fasyankes serta mitra lain yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan.
4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.
c. Media;
47
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Kita tidak dapat secara efektif memerangi TB jika masyarakat tidak merasa ini
merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama. Oleh karena itu,
diperlukan dukungan media dalam menyampaikan pesan kepada seluruh target baik
Pemerintah, masyarakat dan pasien TB.
Peran:
1) Menyebarkan informasi yang benar mengenai TB maupun HIV.
2) Mendorong terjadinya perubahan pandangan masyarakat, pemegang kebijakan,
pihak swasta tentang pengendalian TB di wilayahnya melalui penyebaran
informasi tentang TB maupun HIV.
3) Menjadikan TB dan HIV menjadi agenda publik dengan secara berkesinambungan
memberitakan tentang TB dan HIV.
d. Masyarakat, termasuk mereka yang terkena dampak TB dan HIV;
Masyarakat baik mereka yang sakit maupun orang yang terkena dampak TB
maupun HIV bukan hanya sebagai obyek namun mereka dapat juga berperan dalam
mengendalian perkembangan TB di masyarakat. Mereka merupakan informan yang
tepat yang dapat menyampaikan pesan tentang TB maupun HIV karena mereka
mempunyai pengalaman nyata.
Peran:
1) Berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pencegahan, gejala, tempat
pemeriksaan dan pencarian pengobatan yang benar.
2) Mendukung pasien TB dan ODHA dalam menjalankan pengobatannya.
3) Mendukung kelompok sebaya dalam menjalankan pengobatannya dan mengatasi
permasalahan yang muncul selama pengobatan.
e. Pemegang Kebijakan Internal dan Lintas Sektoral
Komitmen politik merupakan bagian utama dari strategi DOTS. Untuk itu peranan
pemegang kebijakan sangatlah penting dalam program ini.
Peran:
Mendukung pelaksanaan Pengendalian TB terutama yang terkait dengan area
kerjanya.
48
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Pelaksanaan
Keberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama
lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien.
Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan AKMS:
1) Mengidentifikasi dan melibatkan lintas sektor, lintas program, Kelompok ODHA,
kelompok pasien TB, mitra dan media.
2) Menilai dan membangun kapasitas dan sumber daya.
3) Menetapkan peran dan tanggung jawab.
4) Menjalin kemitraan.
5) Membuat dan mengelola anggaran.
PENDEKATAN
AKMS
Advokasi
Komunikasi
TUJUAN
Meningkatkan pemahaman para
pengambil kebijakan tentang
pengaruh
TB-HIV
terhadap
masalah kesehatan dan ekonomi
wilayahnya
dengan
tujuan
pengendalian TB (termasuk TBHIV) menjadi prioritas Pemerintah
•• Meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang TB
•• Mengurangi stigma terhadap TB /
HIV dan TB-HIV
•• Meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang TB
•• Mengurangi stigma terhadap TB
/ HIV dan TB-HIV dengan melibat
aktifkan pasien TB dan ODHA
•• Membantu petugas kesehatan
mengidentifikasi kasus TB
•• Mendorong masyarakat agar mencari
KEGIATAN
a. Seminar, Pertemuan
Dengar Pendapat
b.Penyebaran Media Cetak
(Leaflet, Factsheet, Warta
dll)
c. Peringatan Hari TB Sedunia,
Hari AIDS Sedunia, Hari
Kesehatan Nasional
•• Memformulasikan pesan
komunikasi yang tepat
sesuai dengan latar budaya,
pendidikan masayarakat
•• Kampanye media melalui
televisi, radio, koran dll
•• Pendistribusian materi KIE
kepada masyarakat
•• Pelatihan Komunikasi
Interpersonal dan Konseling
bagi Petugas Kesehatan dan
Konselor
pelayanan TB-HIV yang tepat
49
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Mobilisasi Sosial
•• Meyakinkan pada masyara-kat
bahwa TB dapat disem-buhkan
•• Mendorong orang yang sakit TB
untuk mendapat-kan pengobatan
yang tepat
•• Menyediakan materi KIE yang
dapat digunakan oleh konselor
•• Mendorong pasien TB
menjalankan pengobatan sampai
tuntas
•• Menjangkau populasi khusus seperti
penghuni rutan/lapas, masyarakat
urban, pekerja dll
•• Penyebaran informasi TB
dan HIV melalui berbagai
kegiatan masyarakat seperti
pertemuan rutin bulanan,
arisan, pengajian dll
•• Pelibatan kelompok ODHA
dan kelompok pasien
dalam memberi edukasi
pada kelompoknya
•• Pelibatan kader dalam
penyebaran informasi seperti
penyuluhan, kunjungan
rumah dll
3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb)
Kolaborasi TB-HIV tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan tetapi
membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu,
perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronikasi berbagai program dan kegiatan
baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya.
Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit
dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan
pengawasan kolaborasi TB-HIV.
Kolaborasi TB-HIV dapat diperkuat dengan:
1. Komitmen politik di seluruh tingkatan.
2. Kegiatan advokasi dan komunikasi kolaborasi TB-HIV yang disusun dengan baik,
direncanakan bersama untuk memastikan sasaran dan isi pesan tepat.
3. Pengembangan bersama strategi komunikasi dan mobilisasi sosial TB-HIV ditujukan
pada kebutuhan individu dan pasien serta masyarakat yang terkena dampak HIV/
AIDS dan TB.
4. Memasukkan pesan HIV pada KIE TB dan sebaliknya.
E. KELUARAN AKMS TB-HIV
1. Terdapatnya peningkatan dukungan kebijakan, pendanaan dan sumber daya lain
oleh berbagai pihak dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV.
2. Peningkatan opini publik yang mendukung kegiatan kolaborasi TB-HIV.
50
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TBHIV.
Secara skematis luaran AKMS dapat digambarkan seperti di bawah ini:
Gambar 3. Skema Luaran AKMS
Advokas i
Pem erintah
m emprioritask an
k egiata nTB-HIV
Kec ukupan logistik
dan sum ber day a la in
Peny ediaan
la y ananbermutu
Monit oring
Komunik as i
M asy arak at
m engerti
tenta ngTB-H IV
Stigm a
berk urang
Penemuan/ diagnos a
secara dinidan
pengobatan yang tepat
Nak es ,
mas yarakat
mem berik an
duk ungandan
perawatan
mem adai
Penc aria n la y anan
ole h suspek / orang
beris ik o
Mobil isas i
sos ia l
51
Partis ip as imas yarakat
dalam penanggula ngan
TB-HIV
Kemandirian
mas yarakat dan
li ngk ungany ang
menduk ung
Penurunan
k as us
Penin gkatan
jumlah
m as y arak at
y ang bebas
TB dan HIV
Nilai dan praktek
budaya s ehat oleh
pemerintah dan
m as yarak at
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
52
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
A. BATASAN DAN TUJUAN
Monitoring dan Evaluasi (M&E) TB-HIV diperlukan dalam manajemen kolaborasi program
TB-HIV untuk menilai keberhasilan dan menjamin efektifitas serta efisiensi penggunaan
sumber daya sehingga dapat diupayakan perbaikan dan peningkatan kegiatan secara terus
menerus.
Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap kinerja program dan layanan dengan
cara menganalisis baik masukan (input), proses dan luaran (output) secara berkala dan terus
menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang
telah direncanakan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Cara monitoring
dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas
pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data
monitoring. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya
setahun sekali. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana pencapaian tujuan dan target yang
telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator.
Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.
53
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa
indikator yang tercantum seperti di bawah ini:
1. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV
a. Terbentuknya kelompok kerja/forum komunikasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di semua
lini.
b. Tersedianya data TB-HIV di semua tingkat dan sudah dilaporkan.
c. Terselenggaranya perencanaan bersama kegiatan kolaborasi TB-HIV.
d. Jumlah Fasyankes yang menyediakan layanan TB-HIV.
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan kolaborasi TB-HIV.
2. Penurunan beban TB pada ODHA
a. Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik PDP yang dikaji status TB
b. Proporsi ODHA yang didiagnosis TB diantara ODHA yang telah dikaji status TB-nya.
c. Proporsi ODHA yang mendapatkan pengobatan TB diantara ODHA yang telah
terdiagnosis TB.
d. Proporsi Fasyankes yang mempunyai kebijakan pengendalian penyakit infeksi (PPI)
TB
3. Penurunan beban HIV pada pasien TB
a. Proporsi pasien TB yang dites HIV.
b. Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasilnya tercatat dalam register TB
c. Proporsi pasien TB yang dites HIV dengan hasil tes HIV positif.
d. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
e. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB.
54
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
4. Indikator Hasil Pengobatan TB pada Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
a. Angka konversi
b. Angka kesembuhan
c. Angka keberhasilan pengobatan TB
C. SURVEILANS HIV DI ANTARA PASIEN TB
Surveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data secara
sistematik, analisis, interpretasi dan diseminasi data penyakit untuk kepentingan tindakan
kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian serta untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalens infeksi HIV di
antara pasien TB. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya
penanggulangan TB, prevalens HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif
dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangat
penting dalam upaya meningkatkan komitmen pelayanan komprehensif (terpadu) dari
perawatan dan dukungan HIV AIDS termasuk pengobatan antiretroviral (ART) pada pasien
TB dengan HIV positif.
1. Metode Surveilans
Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB yaitu:
a. Surveilans berdasar data rutin.
Dalam kondisi daerah dengan prevalens HIV tinggi pada populasi umum, tes HIV
pada pasien TB untuk keperluan diagnosis dilakukan lebih sering. Hal ini disebabkan
pilihan pengobatan dan perawatan infeksi HIV meningkat, dengan demikian tes
diagnosis HIV pada pasien TB dilakukan secara rutin pada pasien TB kecuali jika
mereka menolak di tes.
Data dikumpulkan dari layanan rutin pasien TB yang dilakukan tes HIV. Data rutin
dari layanan tersebut di atas merupakan sistim terbaik untuk memperoleh informasi
meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya pasien TB yang
kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak
untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin interpretasinya
55
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
kurang akurat.
b. Surveilans berdasar survei periodik (khusus)
Survei ini merupakan survei sero-prevalens HIV yang dilakukan secara potong
lintang/cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili
suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus
dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei dilakukan secara unlinked
anonymous, dilakukan secara berkala dengan selang waktu 2-3 tahun. Hasil survei ini
dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin.
Survei sero prevalens periodik (khusus) dapat juga merupakan metode surveilans
dalam mengukur prevalens HIV di antara pasien TB yang dapat memberikan estimasi
pointprevalence HIV di antara pasien TB yang cukup tepat. Survei ini bermanfaat pada
keadaan dimana prevalens sebelumnya tidak diketahui dan sebagai kajian situasi
awal.
Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk
dilaksanakan.
c. Surveilans Sentinel
Merupakan surveilans yang dilaksanakan di lokasi yang terpilih. Lokasi sentinel pada
umumnya dipilih karena lokasi tersebut dapat dipertimbangkan mewakili populasi
yang lebih besar. Sebagaimana survei periodik, sistem survailans sentinel juga
dilakukan secara unlinked anonymous.
Penetapan Fasyankes DOTS sebagai lokasi pelaksanaan surveilans sentinel harus
sesuai pedoman yang berlaku yaitu pada tempat, waktu dan metode yang sama
(buku Pedoman Nasional Surveilans Sentinel HIV).
Sistem tersebut sangat berguna jika tidak memungkinkan untuk memeriksa semua
kasus karena pendekatan kesehatan masyarakat yang akan ditindaklanjuti bukanlah
untuk menjawab masalah secara individu.
Metode surveilans ini bertujuan memberikan informasi yang lebih sistematik dan
lebih akurat serta mampu memberikan estimasi point prevalence HIV di antara pasien
TB. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil dari
surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu, juga sangat berguna untuk melihat
kecenderungannya (trend).
56
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tabel 7. Alur Pemilihan Metode Surveilans
KRITERIA
I. Keadaan epidemi HIV
MELUAS(Generalized)
II. Keadaan epidemi HIV
TERKONSENTRASI
(Concentrated)
III. Keadaan epidemi HIV
RENDAH (Low Level)
METODE SURVEILANS YANG DIANJURKAN
Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.
dan
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus)
untuk mengkalibrasi data dari testing HIV rutin.
Data dari tes HIV rutin pada pasien TB.
atau
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus)
didaerah pelaksanaan dimana tingkat HIV tidak diketahui
(data rutin belum ada). Surveilans ini dapat dipakai untuk
mengkalibrasi data testing HIV rutin.
Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus)
2. Manfaat Surveilans HIV Di Antara Pasien TB Berdasarkan Tingkat Epidemi HIV
a. Pada semua keadaan prevalens HIV
– Untuk menginformasikan target kebutuhan sumber daya dan rencana kegiatan
bagi pasien koinfeksi TB-HIV serta monitoring efektifitas kegiatan tersebut.
– Untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan, profesional dan
masyarakat umum terhadap situasi tersebut.
– Untuk menilai perlunya kerja sama antara program HIV AIDS dan TB dalam rangka
perumusan dan pelaksanaan strategi TB-HIV secara bersama.
– Untuk memberikan informasi tentang epidemi HIV AIDS dan dampaknya pada
pasien TB.
– Untuk mengetahui besarnya kebutuhan ART pada pasien TB.
b. Keadaan epidemi HIV terkonsentrasi atau meluas
– Untuk menilai dampak epidemi HIV pada pasien TB.
– Untuk memonitor efektifitas strategi bersama yang ditujukan untuk mengurangi
beban TB-HIV.
57
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
c. Keadaan epidemi HIV rendah
Untuk mengingatkan program TB dan HIV AIDS terhadap besarnya masalah HIV
sehingga dapat melakukan perubahan yang tepat untuk program, seperti membangun
metode surveilans yang lebih sistematik atau membuat strategi bersama.
D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi yaitu pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan berguna untuk mendapatkan data kegiatan.Kemudian data
tersebut diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.
Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan
dalam pengolahan dan analisis.
Data kolaborasi TB-HIV dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan
dengan menggunakan satu sistem yang baku. Laporan kolaborasi TB-HIV terdiri atas variabel
TB dan variabel HIV. Laporan tersebut harus dilaporkan oleh petugas TB dan petugas HIV tiap
3 bulan mulai dari Fasyankes, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat Pusat.
Formulir Pencatatan dan pelaporan TB dan HIV dijelaskan berikut ini.
a. Formulir Pencatatan dan Pelaporan di Fasyankes
Fasyankes (Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:
a. HIV
−− Formulir KT HIV Sukarela (KTS)
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Konselor di
layanan KTS.
– Formulir Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP)
Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Petugas
kesehatan di layanan kesehatan.
- Formulir Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART)
58
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Adalah formulir yang berisi informasi pasien yang dicatat untuk semua pasien HIV
yang terdaftar di layanan PDP. Formulir ini terdiri dari dua halaman yaitu:
1) Halaman pertama berisi informasi ringkasan identifikasi penting, sosiodemografi,
klinis dan pengobatan.
2) Halaman dua berbentuk tabel yang berisi data kunjungan follow up pasien.
– Buku Register Pra ART
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan belum memulai ART di layanan PDP.
– Buku Register ART
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir
ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam
perawatan dan sudah memulai ART di layanan PDP.
– Formulir Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART
Adalah formulir pendokumentasian indikator utama mengenai akses perawatan
HIV, akses ke ART dan kesinambungan ART di layanan PDP yang dilakukan oleh
Petugas HIV.
b. TB
– Buku Daftar Suspek yang Diperiksa Dahak SPS (TB.06)
Adalah buku yang berisi tentang suspek TB yang diperiksa dahak SPS yang
dilaksanakan di Fasyankes.Di dalam buku tersebut juga berisi nomor sediaan dahak
untuk diisi pada formulir TB.05.
– Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05)
Adalah formulir permohonan pemeriksaan dahak yang terdiri dari dua bagian:
1) Bagian atas berisi identitas suspek atau pasien TB dan nomor sediaan dahak untuk
dikirmkan ke bagian laboratorium.
2) Bagian bawah berisi hasil pemeriksaan dahak yang diisi oleh petugas laboratorium
untuk dikembalikan ke bagian yang merujuk.
59
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
– Buku Register Laboratorium TB (TB.04)
Adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan dahak suspek dan dahak ulang pasien TB
(follow up) di laboratorium TB yang melakukan pewarnaan dan pembacaan sediaan
dahak.
– Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)
Adalah kartu pengobatan pasien yang mendapat pengobatan TB, terdiri dari dua
bagian:
1) Bagian depan, berisi data pasien, riwayat pengobatan, hasil pemantauan
pemeriksaan dahak dan pemantauan pengobatan tahap awal.
2) Bagian belakang, berisi pemantauan pengobatan tahap lanjutan, data HIV, dan
status akhir pengobatan pasien.
– Kartu identitas pasien TB (TB.02)
Adalah kartu berisikan perjanjian pengambilan obat dan pemeriksaan dahak ulang
untuk pegangan pasien.
– Buku Register TB UPK (TB.03 UPK)
Adalah buku rekapitulasi dari seluruh data pengobatan pasien (TB.01), terdiri dari
empat rangkap:
1) Lembar 1 berwarna putih digunakan sebagai pertinggal di Fasyankes.
2) Lembar 2 berwarna merah muda digunakan sebagai laporan penemuan pasien
ke Kabupaten/Kota.
3) Lembar 3 berwarna kuning digunakan sebagai laporan konversi dahak ulang
pasien ke Kabupaten/Kota.
4) Lembar 4 berwarna hijau digunakan sebagai laporan hasil akhir pengobatan
pasien ke Kabupaten/Kota.
– Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09)
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk/pindah pasien yang masih dalam
pengobatan ke Fasyankes yang dirujuk baik dalam satu Kabupaten maupun antar
Kabupaten/Kota atau antar Provinsi. Formulir ini terdiri dari dua bagian:
60
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1) Bagian atas diisi oleh Fasyankes yang merujuk untuk dikirimkan ke Fasyankes
yang dirujuk.
2) Bagian bawah diisi oleh Fasyankes yang menerima rujukan untuk kemudian
dikirim kembali ke Fasyankes yang merujuk sebagai informasi pasien sudah
diterima.
– Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10)
Adalah formulir yang berisi hasil akhir pengobatan pasien yang dirujuk/dipindah ke
Fasyankes yang merujuk/memindahkan.
c.
TB-HIV
– Formulir rujukan kolaborasi TB-HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk pasien TB dari unit DOTS ke Unit KTS/
PDP atau klien dari Unit KTS/PDP ke Unit DOTS. Formulir ini terdiri dari dua rangkap,
yaitu :
1) Lembar 1 (berwarna putih) diisi oleh unit yang merujuk kemudian dikirimkan ke
unit yang dirujuk (unit DOTS atau KTS/PDP). Lembaran ini terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian atas yang berisi identitas dan alasan rujukan dan bagian bawah yang
berisi jawaban rujukan yang berisi hasil untuk dikirimkan kembali ke bagian yang
merujuk.
2) Lembar 2 (berwarna hijau) merupakan salinan dari lembar 1 dan lembar pertinggal
unit yang merujuk.
- Formulir skrining gejala dan tanda TB
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai gejala dan tanda TB pada ODHA di
layanan PDP.
– Formulir Penilaian faktor risiko HIV
Adalah formulir yang digunakan untuk menilai faktor risiko HIV pada pasien TB di
layanan DOTS.
– Buku bantu kolaborasi TB-HIV
61
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Adalah buku yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan dan pengobatan
TB pada ODHA di layanan PDP. Buku bantu ini berisi data yang digunakan untuk
membantu pengisian laporan dalam rangka kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian
HIV. Untuk memudahkan proses pembuatan laporan pencapaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV di bagian HIV sudah disediakan dalam bentuk elektronik beserta petunjuk
penggunaannya.
– Laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV
Adalah laporan berisikan variabel yang berkaitan dengan capaian kegiatan kolaborasi
TB-HIV dalam rangka menurunkan beban TB pada ODHA dan beban HIV pada TB.
b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan
sebagai berikut:
a. TB
– Register TB Kabupaten (TB.03).
– Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07).
– Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08).
– Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11).
– Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang
Kabupaten (TB.12).
– Laporan OAT (TB.13).
b. HIV/AIDS:
– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Kab/Kota-8A).
c . Kolaborasi TB-HIV
– Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.
c. Pencatatan dan Pelaporan di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai
berikut:
62
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
a. TB
– Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Hasil Pengobatan per Kabupaten/Kota..
– Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang Provinsi per Kabupaten/Kota.
– Rekapitulasi Laporan OAT per Kabupaten/Kota.
b. HIV/AIDS:
– Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Prov-8A).
c . Kolaborasi TB-HIV
−− Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV.
D. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV
a. Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan TB-HIV di Fasyankes
a. Model layanan Terintegrasi
Pada model ini, layanan TB dan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes.
1) Pasien ODHA
—— Semua ODHA dinilai apakah menunjukkangejala dan tanda TB dengan
menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya dicatat di
kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
—— Mereka yang menunjukkan gejala dan tanda TB dicatat di buku daftar suspek
TB (TB 06), untuk kemudian dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan
mikroskopis dahak, dll).
—— Jika hasil pemeriksaan positif TB, pengobatan diberikan di unit layanan
terintegrasi ini dengan menggunakan OAT sesuai dengan program TB dan
dicatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01), TB03 UPK serta di Iktisar
Perawatan HIV dan ART.
—— Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara
berkala pada setiap kunjungan.
63
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
—— Pengobatan ART dan follow up pasien juga diberikan di unit ini dan dicatat di
Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
2) Pasien TB
—— Semua pasien TB dinilai apakah memiliki faktor risiko HIV (tinggal di daerah
dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai
gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor
risiko HIV. Pasien TB yang memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh
petugas. Jika pasien tidak menolak, petugas memberikan informasi
mengenai HIV atau melakukan pra-test HIV kemudian mengisiformulir
KTS/KTIPdan TB01 di bagian layanan KT HIV sukarela pada kolom tanggal
dianjurkan dan tanggal pra-tes konseling.
—— Sebelum merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan HIV, petugas mengisi
formulir rujukan ke laboratorium.
—— Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas mengisi hasil tes HIV
di formulir KTIP/KTS dan TB01 di kolom tempat tes, tanggal tes, hasil tes serta
tanggal pasca tes konseling.
—— Jika hasil tes HIV positif, petugas mulai mengisi di iktisar perawatan HIV dan
ART kemudian diisikan ke register pra-ART. Petugas melakukan tatalaksana
TB dan HIV sesuai dengan pedoman.
—— Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk konseling dan
tes HIV ulang. Petugas melakukan tatalaksana TB sesuai dengan pedoman.
b. Model Layanan Paralel
Pada model ini,layanan TB dan layanan HIV berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang
sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem
rujukan yang disepakati.
1) Pasien TB di Unit DOTS
—— Semua pasien TB di Unit DOTS dinilai apakah menunjukkan faktor risiko
HIV (tinggal di daerah dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku
berisiko, mempunyai gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan
formulir penilaian faktor risiko HIV. Pasien TB yang menunjukkan faktor
risiko ditawarkan KT HIV oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan KT HIV
64
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
mengunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV. Jika pasien TB dirujuk ke KT
HIV, maka KT HIV harus memberikan umpan balik hasil tes HIV ke unit DOTS.
—— Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas di layanan DOTS
mencatat hasilnya di Formulir TB01 dan Register TB03 UPK.
—— Pasien dengan hasil tes HIV positif dirujuk ke layanan PDP di RS rujukan ARV.
—— Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan
mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk KT HIV ulang.
—— Pengobatan pasien TB tetap dilanjutkan oleh tim DOTS dan petugas TB di
unit DOTS mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan register TB03
UPK.
2) Klien di Layanan KT HIV
—— Semua klien di layanan KT HIV dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Mereka
yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan
formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis
TB (pemeriksaan dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus
diberitahukan ke layanan KT HIV.
—— Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK.
—— Petugas di layanan KTS tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko
HIV.Dengan terdapatnya window period, pertimbangkan KT HIV ulang.
—— Jika dilakukan KT HIV ulang dan hasilnya positif HIV maka pengobatan
TB dilakukan di unit DOTS dan penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di
layanan PDP.
3) ODHA di Layanan PDP
—— Semua ODHA di layanan PDP dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda
TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya
dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
Orang dengan HIV AIDS yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk
dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan
penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Hasil
pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan PDP.
—— Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh
petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan
65
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
PDP mencatat pengobatan TB pasien di Iktisar Perawatan HIV dan ART.
Petugas di layanan PDP dapat ikut memantau dan berkoordinasi dengan
unit DOTS mengenai pengobatan TB pasien, juga melakukan tatalaksana
selanjutnya untuk ODHA. Hasil follow-up selama pasien di dalam perawatan
HIV/ART dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up).
—— Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara
berkala pada setiap kunjungan.
Fasyankes TB dan HIV membuat laporan triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TBHIV. Fasyankes TB akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Fasyankes HIV akan membuat laporan
Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA.
Fasyankes TB dan HIV akan mengumpulkan Laporan tersebut paling lambat tanggal
5 setiap awal triwulan berikutnya.
1. Mekanisme Pelaporan Kolaborasi TB-HIV di Tingkat Kabupaten/Kota
Pengelola program TB (Wasor) bertanggungjawab untuk pengumpulan data yang berasal
dari Fasyankes TB sesuai mekanisme pencatatan dan pelaporan yang berlaku dalam
program TB. Sedangkan pengelola program HIV bertanggungjawab untuk pengumpulan
data yang berasal dari PDP sesuai dengan mekanime pelaporan yang berlaku dalam
program HIV.
Pengelola Program HIV merekap laporan HIV di formulir Laporan Triwulan Pencapaian
Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA dari Fasyankes dan
dipindahkan ke Formulir Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penuruanan beban TB pada ODHA. Hasil rekapitulasi tersebut diserahkan ke
Pengelola Program TB (Wasor).
Demikian pula Pengelola Program TB (Wasor) merekap laporan TB di formulir Laporan
Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB dari
Fasyankes dan dipindahkan ke Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan
Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB.
Selanjutnya Pengelola Program TB (Wasor) mengirimkan laporan kolaborasi yang terdiri
dari dua formulir (Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – Penuruanan
beban HIV pada TB dan Laporan formulir Laporan Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi
TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB) ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan diketahui
dan tandatangi oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit (P2) paling lambat tanggal 10
pada awal triwulan berikutnya.
66
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Mekanisme pelaporan Kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi dalam hal ini Pengelola Program TB (Wasor) dan Pengelola
Program HIV akan menerima yaitu:
—— Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV Penurunan Beban HIV pada TB dan
—— Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV – Penurunan Beban TB pada
ODHAdari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 3 bulan.
Pengelola Program TB (Wasor) merekap data dari Kabupaten/Kota dan laporan tersebut
diketahui dan ditandatangi oleh Kepala Bidang P2 kemudian dikirimkan ke Direktur
PPML yang ditembuskan ke Subdit TB dan Subdit HIV paling lambat tanggal 15 setiap
awal triwulan berikutnya.
Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV
67
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
E. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV
Pelaporan kolaborasi TB-HIV terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV
dari unit TB dan bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV.
1. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit TB
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari TB terdiri dari 10 variabel. Pelaporan ini mengikuti
perhitungan kohort hasil pengobatan TB dan dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan
TB (TB 08). Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB
berasal dari pasien yang terdaftar selama triwulan 1 (Januari – Maret) 2010.
Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam
tabel berikut ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.
a. Data pasien TB yang terdaftar
No
Variabel
1
Jumlah pasien
TB yang
tercatat
1.1
68
Jumlah pasien
TB yang
tercatat dan
HIV positif
sebelum
pengobatan TB
Definisi
Operasional
Jumlah seluruh
pasien TB yang
ditemukan dan
tercatat pada
triwulan yang
dilaporkan
Jumlah seluruh
pasien TB yang
ditemukan dan
tercatat pada
triwulan yang
dilaporkan,
dimana pasien TB
Sumber
Data
1.TB 01
2.TB 03
UPK
1.TB 01
2.TB 03
UPK
Cara Mendapatkan data
Di kartu pasien TB01, data
tersebut terdapat dibagian
depan kartu dengan melihat
bulan pertama kali pasien
mendapatkan OAT tanpa
melihat pasien tersebut ODHA
atau bukan ODHA.
Untuk mendapatkan data
di buku register TB03 UPK,
dilakukan dengan cara
menghitung seluruh pasien
yang tercatat di register TB03
UPK, tanpa melihat apakah
pasien TB tersebut adalah
ODHA atau bukan ODHA.
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di bagian
belakang kartu dengan tulisan
Riwayat tes HIV, dengan hasil
riwayat tes HIV adalah Reaktif.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
tersebut sudah
HIV positif terlebih
dahulu sebelum
dilakukan
pengobatan TB
Dibuku register TB03
UPK, data tersebut dapat
dikumpulkan dengan
menghitung seluruh pasien
TB pada kolom riwayat tes
HIV (kolom 36) dengan hasil
tes reaktif (informasinya
bersumber dari rekapitulasi
kartu pasien TB01)
b. Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Variabel no. 2 sampai dengan no.6 untuk menghasilkan angka-angka kegiatan tes HIV
pada pasien TB yang bukan ODHA, dimana kumpulan pasien TB ini merupakan bagian
dari pengurangan variabel no.1 dan no 1.1
No
Variabel
2.
Jumlah pasien
TB yang tercatat
dalam triwulan
tersebut dan
di-tawarkan/
dian-jurkan tes
HIV (KTIP/KTS)
selama pengobatan TB
3.
69
Jumlah pasien
TB yang tercatat
dalam triwulan
tersebut dan
Definisi
Operasional
Sumber
Data
Jumlah seluruh
1. TB 01
pasien TB yang
2. TB 03
tercatat pada
UPK
triwulan yang
dilaporkan yang
ditawarkan untuk
tes HIV baik melalui
KTIP maupun
KTS dalam masa
pengobat-an TB.
Jumlah seluruh
1. TB 01
pasien TB yang
2. TB 03
tercatat pada
UPK
triwulan yang
dilakukan dilaporkan
yang mendapatkan
Cara Mendapatkan data
Menghitung seluruh pasien
TB yang tercatat pada
triwulan yang dilaporkan
dan ditawarkan untuk tes
HIV, dapat dihitung dari
Kartu Pasien TB01 atau buku
register TB 03 UPK.
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan
tes sukarela di kolom Tgl
Dianjurkan.
Dibuku register TB 03 UPK,
data tersebut didapat
dengan menghitung tulisan
tanggal di kolom pasien
dianjurkan test HIV (kolom
37).
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan tes
sukarela di kolom Tgl Pre tes
Konseling.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
Variabel
konseling HIV
selama masa
pengobatan TB
4.
5.
6.
70
Definisi
Operasional
Sumber
Data
konseling pre tes
3. Form VCT
HIV (KTS) atau
4. Form
mendapatkan
KTIP
pemberian informasi
awal HIV (KTIP)
selama dalam masa
pengobatan TB.
Jumlah
pasien TB
yang tercatat
dalam triwulan
tersebut dan
dilakukan
tes HIV
selama masa
pengobat-an
TB
Jumlah seluruh
pasien TB yang
tercatat pada
triwulan yang
dilaporkan yang
dilakukan tes
HIV selama masa
pengobat-an TB.
Jumlah pasien
TB yang
tercatat dalam
triwulan
tersebut
yang hasil tes
HIV tercatat
selama
pengobatan
TB
Jumlah seluruh
pasien TB yang
tercatat pada
triwulan yang
dilaporkan yang
melakukan tes HIV
selama pengobatan
TB dan hasil tesnya
diketa-hui dan
dicatat di Kartu
Pengobatan Pasien
TB
Jumlah pasien
TB yang
tercatat dalam
triwulan
tersebut
dengan
Jumlah seluruh
pasien TB yang
tercatat pada
triwulan yang
dilaporkan yang
2. TB 01
3. TB 03
UPK
4. Form
VCT
5. Form
KTIP
1. TB 01
2. TB 03
UPK
3. Form
KTIP
4. Form
Jawaban
rujukan
dari klinik
DOTS
atau KTS/
PDP
1. TB 01
2. TB 03
UPK
3. Form
KTIP
Cara Mendapatkan data
Dibuku register TB03 UPK,
data tersebut didapat
dengan menghitung tulisan
tanggal di kolom tanggal pre
tes konseling (kolom 38)
Catatan: Untuk KTIP, tanggal
pre tes konseling sama
dengan tanggal pemberian
informasi.
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan tes
sukarela di kolom Tgl. tes
Dibuku register TB03 UPK,
data tersebut didapat
dengan menghitung tulisan
tanggal di kolom tanggal tes
HIV (kolom 40)
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan tes
sukarela di kolom Hasil tes,
baik hasilnya reaktif, non
reaktif, atau indeterminate.
Dibuku register TB 03 UPK,
data tersebut didapat
dengan menghitung tulisan
yang ada di kolom hasil tes
(kolom 41)
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di kotak
layanan konseling dan tes
sukarela di kolom Hasil tes
dengan hasil reaktif.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
Variabel
hasil tes HIV
positif selama
pengobatan
TB
Definisi
Operasional
Sumber
Data
melakukan tes HIV
4. Form
selama pengobatan
jawaban
TB dan hasil tesnya
rujukan
adalah reaktif
dari klinik
DOTS
atau KTS/
PDP
Cara Mendapatkan data
Pada buku register TB 03
UPK, data tersebut didapat
dengan menghitung tulisan
R (berarti reaktif ) yang ada
di kolom hasil tes (kolom
41)
c. Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif
Variabel no 7 sampai dengan no 9 untuk menghasilkan data pengobatan yang
didapatkan oleh pasien TB yang juga HIV, baik status HIV nya diketahui sebelum masa
pengobatan TB atau diketahui selama masa pengobatan TB.
No
7.
8.
71
Variabel
Jumlah Pasien
Ko-infeksi TB
HIV
Jumlah Pasien
Ko-infeksi
TB HIV yang
mendapatkan
ART
Definisi
Operasional
Sumber
Data
Jumlah pasien
1. TB 01
ko-infeksi TB-HIV
2. TB 03
yang tercatat
UPK
pada triwulan
yang dilaporkan,
yang mendapat
pengobatan TB,
baik ODHA yang
didiagnosis TB
atau Pasien TB
yang hasil tes
HIV-nya reaktif.
Angka variabel
ini merupakan
penjumlahan
variabel no 1.1
dan no 6
Jumlah pasien
1. TB 01
ko-infeksi TB-HIV
2. TB 03
yang tercatat
UPK
pada triwulan
yang dilaporkan
Cara Mendapatkan data
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat: (1) di bagian
belakang kartu dengan tulisan
Riwayat tes HIV, dengan hasil
riwayat tes HIV adalah Reaktif,
dan (2) di kotak layanan
konseling dan tes sukarela di
kolom Hasil tes dengan hasil
reaktif.
Pada buku register TB 03 UPK,
data tersebut didapat dengan
menghitung tulisan R (berarti
reaktif ) yang ada di kolom hasil
tes pada bagian riwayat tes
HIV (kolom 36) dan hasil tes di
bagian layanan KT HIV Sukarela
(kolom 41)
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di bagian
belakang kartu di kotak
Layanan PDP di kolom tanggal
mulai ART.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
Variabel
Definisi
Operasional
Sumber
Data
, yang mendapat
pengobatan TB
dan ART
9
Jumlah pasien
ko-infeksi
TB HIV yang
mendapatkan
PPK
Jumlah pasien
1. TB 01
ko-infeksi TB-HIV
2. TB 03
yang tercatat
UPK
pada triwulan
yang dilaporkan,
yang mendapat
pengobatan TB
dan PPK
Cara Mendapatkan data
Pada buku register TB 03 UPK,
data tersebut didapat dengan
menghitung tulisan tanggal
di kolom tanggal mulai ART
(kolom 45)
Dikartu pasien TB01, data
tersebut terdapat di bagian
belakang kartu di kotak
Layanan PDP di kolom tanggal
mulai PPK.
Pada buku register TB 03 UPK,
data tersebut didapat dengan
menghitung tulisan tanggal
di kolom tanggal mulai PPK
(kolom 44)
6. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV
Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit HIV terdiri dari 10 variabel.Pelaporan ini
melaporkan kegiatan kolaborasi di Unit HIV 3 bulan yang lalu. Contoh: saat ini bulan April
2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV di unit HIV berasal dari pasien HIV yang berkunjung
selama triwulan I (Januari – Maret) 2011.
Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel
di bawah ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran.
No
1
Variabel
Jumlah
ODHA yang
berkunjung ke
PDP
Definisi
Operasional
Jumlah ODHA
yang mengunjungi
layanan PDP pada
satu triwulan
Sumber Data
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV
Cara Mendapatkan data
Menghitung seluruh ODHA
yang datang selama 1
triwulan di buku bantu koinfeksi TB-HIV
Catatan :
ODHA yang berkunjung
dalam triwulan dihitung 1
orang, walaupun ODHA
tersebut datang berkali-kali
72
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
2
Variabel
Jumlah ODHA
yang dikaji
status TB nya
Definisi
Operasional
Jumlah ODHA
yang pada saat
kunjungan
terakhir di
triwulan tersebut
dikaji status TB nya.
Hasil dari Kajian
Status TB:
•• Tulis angka 1 “
Tidak ada tanda
gejala” apabila
hasilnya tidak
memiliki tanda
dan gejala TB
•• Tulis angka
2 “Suspek”
apabila hasilnya
menunjukan ada
tanda dan gejala
TB (kemungkinan
terinfeksi TB)
•• Tulis angka
3 “Dalam
terapi” apabila
ODHA yang
datang sedang
menjalani terapi
TB
73
Sumber Data
Cara Mendapatkan data
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB0HIV
Melihat pengkajian status
TB di Ikhtisar Perawatan
(ringkasan 9 kolom status
TB).
Seorang
ODHA
dikatakan dikaji status TB
nya apabila kolom status
TB di Ikhtisar Keperawatan
terisi angka 1 s/d 3.
•• Ikhtisar
perawatan
Pindahkan
informasi
tersebut pada Buku Bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“Kaji status TB”. Bila di
ikhtisar Keperawatan tidak
terisi angka, maka pindah
informasi tersebut pada
Buku Bantu Ko-infeksi TBHIV dengan menuliskan
angka 4.
Lalu hitung ODHA yang
di kolom “Kaji status TB”
yang mempunyai angka
1,2, dan 3 saat kunjungan
terakhir di triwulan yang
dilaporkan
Contoh:
ODHA
datang
dan
dilakukan kajian status
TB di bulan Januari dan
Februari, tapi ketika datang
di bulan Maret tidak
dilakukan kajian status TB.
Maka ODHA tersebut tidak
dihitung sebagai ODHA
yang dikaji status HIV nya
dalam triwulan tersebut.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Definisi
Operasional
No
Variabel
Sumber Data
Cara Mendapatkan data
3
Jumlah ODHA
dengan suspek
TB
Jumlah ODHA yang •• Buku bantu
pernah berkunjung
ko-infeksi
ke PDP pada satu
TB-HIV
triwulan yang sama •• Ikhtisar
yang hasil kajian
perawatan
status TB nya adalah
Suspek (2).
Jumlah ODHA Suspek
TB
didapat
dengan
menghitung ODHA yang
statusnya 2 “Suspek TB”
yang terdapat di Buku
Bantu ko-infeksi TB-HIV
kolom “kaji status TB”.
4
Jumlah
ODHA yang
diperiksa dahak
mikroskopis
Jumlah ODHA yang •• Buku bantu
pernah berkunjung
ko-infeksi
ke PDP pada satu
TB-HIV.
triwulan yang sama •• Ikhtisar
yang
diperiksa
perawatan
dahak mikroskopis.
Melihat hasil pemeriksaan
Lab di Ikhtisar Perawatan
(ringkasan 9 kolom hasil
Lab). Status ODHA diperiksa
dahak mikroskopis apabila
kolom hasil Lab diisi dengan
keterangan BTA (+) atau (-).
Pindahkan
informasi
tersebut pada Buku bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“Pemeriksaan Sputum”
5
Jumlah
ODHA yang
didiagnosis TB
Paru BTA (+)
Jumlah ODHA yang
baru didiagnosis
TB paru BTA (+) dan
ODHA yang sedang
dalam pengobatan
karena TB paru
BTA (+) pada satu
triwulan yang sama
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Melihat status TB ODHA
pada Ikhtisar Perawatan di
ringkasan 9 (variabel hasil
lab) dan hasil lab adalah
BTA (+), atau ringkasan 7
(variabel klasifikasi TB) dan
klasifikasi TB yang dipilih
adalah TB paru dengan
catatan TB paru BTA positif.
Di pencatatan Ikhtisar
Perawatan ringkasan 7, pada
klasifikasi TB paru sebaiknya
selalu ditambahkan catatan
tipe TB paru: BTA positif
atau BTA negatif.
Pindahkan
informasi
tersebut pada Buku Bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB Paru BTA positif”, lalu
hitung di kolom tersebut
yang menjawab ya.
74
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
6
Variabel
Jumlah
ODHA yang
didiagnosis TB
Paru BTA (-)
Definisi
Operasional
Jumlah ODHA yang
baru didiagnosis
TB paru BTA (-)
foto toraks paru
mendukung TB dan
ODHA yang sedang
dalam pengobatan
karena TB paru
BTA (-) pada satu
triwulan yang sama
Sumber Data
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Cara Mendapatkan data
Melihat status TB ODHA
pada Ikhtisar Perawatan di
ringkasan 9 (variabel hasil
lab) dan hasil lab adalah
BTA (-), atau ringkasan 7
(variabel klasifikasi TB) dan
klasifikasi TB yang dipilih
adalah TB paru dengan
catatan TB paru BTA
negatif.
Di pencatatan Ikhtisar
Perawatan ringkasan
7, pada klasifikasi TB
paru sebaiknya selalu
ditambahkan catatan tipe
TB paru: BTA positif atau
BTA negatif.
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku Bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB Paru BTA negatif”, lalu
hitung di kolom tersebut
yang menjawab ya.
7
75
Jumlah
ODHA yang
didiagnosis TB
Ekstraparu
Jumlah ODHA yang
baru didiagnosis
TB ekstraparu
dan ODHA yang
sedang dalam
pengobatan karena
TB ekstraparu pada
satu triwulan yang
sama
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Melihat di Ikhtisar
Keperawatan ringkasan 7
(variabel klasifikasi TB) dan
klasifikasi TB yang dipilih
adalah TB ekstraparu
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“TB ekstraparu”, lalu hitung
di kolom tersebut yang
menjawab ya.
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
Variabel
8
Jumlah ODHA
yang mendapat
pengobatan TB
Definisi
Operasional
Jumlah ODHA
yang mendapatkan
pengobatan TB ada
satu triwulan yang
sama
Sumber Data
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Cara Mendapatkan data
Melihat status TB ODHA
pada Ikhtisar Perawatan di
ringkasan 9 variabel status
TB (Status TB 3 – dalam
terapi) dan ringkasan 7
variabel tanggal mulai
terapi TB.
Status ODHA yang
mendapat pengobatan TB
apabila masa pengobatan
TB masih dalam satu
triwulan pelaporan
Pindahkan informasi
tersebut pada Buku bantu
ko-infeksi TB-HIV kolom
“OAT”. Hitung ODHA yang
kolom OAT nya terdapat
tulisan “ya”
9
Jumlah ODHA
yang mendapat
pengobatan TB
dan ART
Jumlah ODHA
yang mendapatkan
pengobatan TB
dan ART pada satu
triwulan yang sama
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Melihat status TB ODHA
pada Ikhtisar Perawatan
di ringkasan 9 variabel
status TB (Status TB 3 –
dalam terapi) dan variabel
obat ARV dan dosis yang
diberikan.
Pindahkan informasi
tersebut kedalam Buku
bantu ko-infeksi TB-HIV
ke kolom OAT dan ART.
Kemudian hitung ODHA
yang mendapatkan OAT
dan ART di satu triwulan
pelaporan.
76
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
No
Variabel
10
Jumlah ODHA
yang mendapat
pengobatan TB
dan PPK
Definisi
Operasional
Jumlah ODHA
yang mendapatkan
pengobatan TB
dan PPKpada satu
triwulan yang sama
Sumber Data
•• Buku bantu
ko-infeksi
TB-HIV.
•• Ikhtisar
perawatan
Cara Mendapatkan data
Melihat status TB ODHA
pada Ikhtisar Perawatan
di ringkasan 9 variabel
status TB (Status TB 3 –
dalam terapi) dan variabel
profilaksis kotrimoksazol.
Pindahkan informasi
tersebut kedalam Buku
bantu ko-infeksi TB-HIV
ke kolom OAT dan PPK.
Lalu hitung ODHA yang
mendapatkan OAT dan PPK
di satu triwulan pelaporan.
Format pelaporan TB-HIV untuk HIV khusus di triwulan 4 melaporkan dua (2) data yaitu data
triwulan 4 dan data selama setahun. Data selama setahun bukan merupakan penjumlahan
data dari triwulan 1 sampai triwulan 4 mengingat bahwa seorang ODHA dapat berkunjung
berkali-kali di setiap triwulan pelaporan.Oleh karena itu, data selama setahun merupakan
perhitungan dari setiap ODHA terkait dengan kegiatan TB-HIV nya selama satu tahun.
77
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
78
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
:
:
Jenis kelamin
Parut BCG
Jelas
L
Default
Lain-lain, Sebutkan
1
2
3
4
5
tablet/hr
Kategori-2
Kombipak
6
7
8
9
10
Streptomicin
Kategori anak
KDT (FDC)
11 12 13 14 15
mg/hr
Sisipan
BB (kg)
Sebutkan __________
Lain-lain
Pindahan
Gagal
Tipe Pasien
Hasil Pemeriksaan Dahak
Tanggal
Tanggal
No. Reg. Lab
BTA*)
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda “garis lurus menyambung” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah.
Bulan
4 KDT (FDC)
Kategori-1
I. TAHAP INTENSIF :
Jenis Obat : :
Extra Paru
Lokasi : ____________
26 27 28 29 30 31
Keterangan
0 (awal)
2
3
4
5/6
7/8
AP
*) Tulislah 1+, 2+, 3+ atau Neg sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak
Bulan ke
_____________________
Kambuh
UPK Swasta
(untuk hasil pemeriksaan lain, misalnya rontgen, Biopsi, Kultur item,
skoring TB anak, dll)
______________________________________________________________
______________________________________________________________
______________________________________________________________
Pemeriksaan kontak serumah :
No.
Nama
L/P
Umur
Tanggal Pemeriksaan
Hasil
1. ___________________
____ _____ __________________
_____
2. ___________________
____ _____ __________________
_____
3. ___________________
____ _____ __________________
_____
4. ___________________
____ _____ __________________
_____
5. ___________________
____ _____ __________________
_____
Catatan :
Baru
Paru
UPK Pemerintah
Inisiatif pasien
Dirujuk oleh :
Anggota masyarakat
Meragukan
tahun
Pernah diobati lebih dari 1 bulan
Tidak ada
Umur :
Klasifikasi Pasien
Belum pernah/ kurang dari 1 bulan
P
TB.01
Nama Unit Pelayanan Kesehatan :
__________________
Tahun : _______
No. Reg. TB.03 UPK : ____________
No. Reg. TB.03 Kab. : ____________
KARTU PENGOBATAN PASIEN TB
______________________
Telp. '______________
__________________________________________
______________________
Telp. '______________
__________________________________________
Riwayat pengobatan sebelumnya :
:
:
:
:
Nama Pasien
Alamat Lengkap
Nama PMO
Alamat Lengkap PMO
PENANGGULANGAN TB NASIONAL
(Lembar Muka)
TB.01
Lampiran Formulir Pencatatan TB
79
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1
2
3
4
5
tablet/hr
Kategori-2
6
7
8
9
tablet/hr
Lengkap
Pindah
Sembuh
Gagal
HASIL AKHIR PENGOBATAN :
(tulis tanggal dalam kotak yang sesuai)
Meninggal
Default
CATATAN :
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
_____________________________________________________________
Tempat Tes
Tgl. Tes
Hasil Tes
R
* Hasil test ditulis dengan kode :
R = Reaktif (Positif)
NR = Non Reaktif (Negatif)
Tgl. Mulai PPK
I
Tgl. Post Tes
Konseling
NR
Keterangan
I = Indeterminate
Tgl. Mulai ART
Layanan PDP (Perawatan, Dukungan & Pengobatan)
Tgl. Rujukan PDP
Tgl. Dianjurkan
Layanan Konseling dan Test Sukarela
Ya
Tidak
______/______/_______
Tgl. Pre Tes
Konseling
Riwayat tes HIV
:
Tgl tes HIV terakhir :
Hasil* :
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Ethambutol
Kategori anak
Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan.
Berilah tanda “garis lurus putus-putus sesuai hari minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah.
Bulan
2 KDT (FDC)
Kategori-1
Berilah tanda √ pada kotak yang sesuai jenis paduan obat yang diberikan.
II. TAHAP LANJUTAN
(Lembar belakang)
TB.02
(Lembar Muka)
80
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
(Lembar Belakang)
81
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.04
82
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB. 03
TB.04
84
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.05
PROGRAM TB NASIONAL
TB.05
FORMULIR PERMOHONAN LABORATORIUM TB UNTUK PEMERIKSAAN DAHAK
Nama UPK
:
No.Telp.:
Nama tersangka/pasien
:
Umur
Jenis kelamin
Alamat lengkap
:
:
Kab/Kota
:
Propinsi
:
L
tahun
P
Alasan pemeriksaan:
 Diagnosa
Klasifikasi penyakit
 Follow up
Paru
1. Akhir tahap awal
Ekstraparu
Lokasi :
2. Akhir sisipan
3. 1 bulan sebelum AP
No. identitas sediaan
4. Akhir pengobatan (AP)
(sesuai dengan TB.06)
No.Reg.TB kab/kota:
/
/
Tgl.pengambilan dahak terakhir:
Tgl.pengiriman sediaan
Tanda tangan pengambil sediaan
Secara visual dahak tampak:
Nanah lendir :
S
Bercak darah :
S
Air liur :
S
P
P
P
S
S
S
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
No. Register Lab. (sesuai dengan TB.04) :
Tanggal Pemeriksaan
Spesimen dahak *
A (Sewaktu)
Hasil **
+++
++
+
1-9 ***
Neg
B (Pagi)
C (Sewaktu)
*) Diisi sesuai kode huruf sesuai identitas sediaan
**) Beri tanda rumput pd hasil yg sesuai
***) Isi dengan jumlah BTA yang ditemukan
Diperiksa oleh
Tanda tangan pemeriksa,
(………………………………)
85
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
86
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
(2)
No
(1)
(3)
(4)
Nama
Lengkap
Tersangka
Pasien
(5)
L
(6)
P
Umur
(7)
Alamat
Lengkap
(8)
A
(9)
B
(10)
C
Tanggal
Pengambilan
Dahak
(11)
Tanggal
Pengiriman
Sediaan
Dahak ke
Lab
(12)
Tanggal
Hasil
Diperoleh
A
(14)
B
(15)
C
Hasil
Pemeriksaan
(13)
TB.06
(16)
No
Reg
Lab
(17)
Bila didiagnosis
TB, Tulis
Tanggal
Pembuatan
Kartu
TB.01
(18)
No
Reg
ART
(19)
Status
HIV
Bulan …………………… Tahun ………..
DAFTAR TERSANGKA PENDERITA (SUSPEK) YANG DIPERIKSA DAHAK SPS
(20)
Keterangan
Catatan:
1. Tanggal didaftar : diisi dengan tanggal pengambilan dahak Sewaktu yang pertama.
2. No. Identitas sediaan dahak ditulis dengan : No kode Kab (14) / no urut UPK/RS (31)-kode Poli paru (1) / No urut (121) sesuai no pada kolom 1.
3. A = Slide dahak sewaktu pertama ; B = Slide dahak pagi ; C = Slide dahak sewaktu kedua
4. No: Isi nomor urut 3 digit, dimulai dengan 001 pada setiap permulaan tahun.
5. Nomor Identitas Sediaan Dahak : Tulis sesuai dengan Form TB.05
6. Tanggal Pengiriman Sediaan Dahak ke Lab = diisi sama dengan tanggal didaftar.
7. Tanggal Hasil Diperoleh : diisi dengan tanggal terakhir pemeriksaan.
8. Hasil Pemeriksaan : Tulis hasil pembacaan sediaan sesuai kolomnya, neg untuk negatif dan 1+, 2+ dst. untuk hasil positif. A untuk A untuk dahak sewaktu pertama, B untuk dahak pagi, dan C untuk
dahak sewaktu kedua.
9. Nomor Reg. Lab : Tulis No. Register Lab sesuai dengan form TB.04 yang ada pada TB.05 bagian bawah (hasil pemeriksaan Lab).
10. No. Reg ART : Tulis No. Register ART
11. Status HIV : Tulis NR = bila Non Reaktif (Negatif); RR = Repeated Reaktif (2 x reaktif), IR = Initial Reaktif (1 x reaktif); 3TR = 3 x.
Tanggal
didaftar
No.
Identitas
Sediaan
Dahak
PROGRAM TB NASIONAL
TB.06
TB.09
PROGRAM TB NASIONAL
TB.09
FORMULIR RUJUKAN / PINDAH PASIEN TB
Nama instansi pengirim
:
Telp.
Nama instansi yang dituju
:
Telp.
Nama pasien
:
Jenis kelamin
:
Alamat lengkap
:
No Reg TB Kab/Kota
:
Tanggal mulai berobat
:
L
P
Umur
-
Jenis Paduan OAT:
thn
Klasifikasi/Tipe Pasien:
Kategori 1
Kasus baru (BTA positif)
Kategori 2
Kasus Kambuh/Default/Gagal
Kategori Anak
Lain-lain (a.l. Kronik)
Lain-lain, sebutkan:
Kasus baru (BTA negatif / Rontgen pos)
Pindahan
Jumlah dosis (obat) yg sudah diterima:
Tahap awal
:
dosis
Tahap lanjutan
:
dosis
Pemeriksaan ulang dahak terakhir:
Tanggal
:
-
-
Hasil
, Tgl.
(
)
UNTUK DI ISI DAN DIKEMBALIKAN KE UNIT PENGIRIM:
Nama pasien
:
Jenis kelamin
:
Tgl. pasien melapor :
No Reg TB Kab/Kota:
L
P
-
Umur
thn
-
Nama Unit Pelayanan Kesehatan (tempat berobat baru)
Telp.
, Tgl.
(
87
)
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
TB.10
PROGRAM TB NASIONAL
TB.10
FORMULIR HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PINDAHAN
Nama pasien
:
Jenis kelamin
:
Alamat lengkap
:
(sesuai dgn TB.09)
L
P
Umur
thn
(sesuai dgn TB.09)
No Reg Kab/Kota asal pasien
:
(sesuai dgn TB.09)
Tgl. mulai berobat di tempat asal :
Jenis Paduan OAT:
-
-
(sesuai dgn TB.09)
Klasifikasi/Tipe Pasien:
Kategori 1
Sembuh
Kategori 2
Pengobatan lengkap
Kategori Anak
Default
Lain-lain, sebutkan:
Gagal
Pindah
Meninggal
Keterangan:
, Tgl.
(
)
Kepada Yth.
di
88
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Umur : .............. tahun/bulan
Tempat:
Status Pekerjaan
Pernah menerima
ART?
1. Ya 2 Tidak
Faktor Risiko
0-Tidak bekerja
1-Bekerja
Pendidikan
Nama
Hub
ART
ya/tdk
No.Reg.Nas.
Tempat ART dulu: 1. RS Pem 2. RS Swasta 3.PKM
Nama, dosis ARV & lama penggunaannya:
Jika ya: 1. PMTCT 2. ART 3. PPP
Umur
HIV
+/-
Status pernikahan
□ Menikah □ Belum menikah □ Janda/Duda
(Pilih salah satu)
3. Riwayat Keluarga
4. Riwayat terapi antiretroviral
1-Heteroseksual
2-Homoseksual
3-Biseksual
4-Perinatal
5-Transfusi Darah
6-NAPZA suntik
7-Lain2, uraikan ……..
0-Tidak sekolah
1-SD
2-SMP
3-SMU
4-Akademi
5-Universitas
(Pilih salah satu)
2. Riwayat Pribadi
Nama klinik sebelumnya: ......................................... Tgl Rujuk Masuk (RM): .................................
1. Tanpa ART; 2. Dengan ART
□ Pasien dirujuk masuk dari klinik lain:
(Beri tanda x dan/atau lingkari untuk yang sesuai, untuk yang lainnya diuraikan)
8-Lainnya, uraikan ……………………………
3-Rawat Inap, 4-Praktek Swasta, 5-Jangkauan (IDU, PSK, LSL, ...........), 6-LSM, 7-Datang sendiri
Entry point : 1-KIA 2-Rawat Jalan (TB, Anak, Penyakit Dalam, IMS, lainnya ……….),
Tanggal konfirmasi tes HIV +:
Alamat dan no. Telp. PMO:
Riwayat Alergi Obat
Tgl
BB
Status
Fungsional
1 = Kerja,
2 = Ambulatori,
3 =Baring
Jumlah CD4
(CD4 % pd
anak2)
Substit
usi
Switch
Stop
Restart
Alasan
Lain-lain
Nama rejimen baru
SUBSTITUSI dalam lini-1, SWITCH ke lini -2, STOP
6. Terapi Antiretroviral (ART)
Stad
WHO
(hh/bb/tt)
Tgl. Kunjungan terakhir:
Tgl:
Gagal follow-up (> 3 bulan)
Rujuk Keluar
Klinik: baru
Tgl. meninggal dunia:
8. Akhir Follow-up
(hh/bb/tt)
Tgl. selesai terapi TB:
No Reg.TB Kabupaten/Kota:_____________
Nama sarana kesehatan:_______________
Meninggal dunia
1. Baru
2. Kambuh
3 Default
4. Gagal
Kabupaten: ____________________
Tempat pengobatan TB:
Tgl. mulai terapi TB :
2. Kategori II
3. Kategori anak
2. TB ekstra paru: lokasi…………….
Tipe TB
1. Kategori I
Rejimen TB
1. TB paru
Klasifikasi TB (pilih)
7. Pengobatan TB selama perawatan HIV
6 stok obat habis, 7 kekurangan biaya, 8 keputusan pasien lainnya, 9 lain-lain
Alasan STOP: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 gagal pengobatan, 4 adherens buruk, 5 sakit/MRS,
Alasan hanya untuk SWITCH: 8 gagal pengobatan secara klinis, 9 gagal imunologis, 10 gagal virologis
alasan lain (uraikan)
Alasan SUBSTITUSI/SWITCH: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 risiko hamil, 4 TB baru, 5 Ada obat baru, 6 stok obat habis, 7
5 - .....................
4 - TDF+3TC+EFV
3 - TDF+3TC+NVP
2 - AZT+3TC+EFV
1 - AZT+3TC+NVP
Nama rejimen ART
orisinal
Setelah 24 bulan ART
Setelah 12 bulan ART
Setelah 6 bulan ART
Saat mulai ART
Memenuhi syarat medis
utk ART
Kunjungan pertama
(hh/bb/tt)
Tang
gal
5. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
(Disisipkan dalam rekam medis pasien dan disimpan di Instalasi Rekam Medis)
Hubungannya dgn pasien: ..........................................................................................
Nama Pengawas Minum Obat (PMO) :
Jenis kelamin : □ L □ P
...............................................
No. Register Nasional:
1. Data Identitas Pasien
IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ART)
IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN ART
TERAPI ARV
89
Halaman 1
Lampiran Formulir HIV
Nama : .....................................
No Register :
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Tgl.
followup
3
BB
(kg)
& TB
untuk
anak
1. Kerja,
2. Ambulatori
3. Baring
Status
Fungsional
4
Stad.
WHO
5
(ya/tdk)
atau
metode
KB
6
Hamil
Infeksi
oportunistik
(Kode)
7
Obat untuk IO
8
Status
TB
9
Obat ARV dan
dosis yg diberikan
11
1 (>95%),
2 (80-95%),
3 (<80%)
12
Adherence ART
13
Efek
samping
ART
(Kode)
Jumlah
CD4
14
Hasil
Lab
15
Ya/Tidak/
Tidak ada
16
Diberikan
kondom
Efek samping: Tuliskan > 1 kode − R=Ruam kulit; Mua=mual; Mun=Muntah; D=Diare; N=Neuropati; Ikt=Ikterus; An=Anemi;
Ll=Lelah; SK=Sakit kepala; Dem=Demam; Hip=Hipersensitifitas; Dep=Depresi; P=Pankreatitis; Lip=Lipodistrofi;
Ngan=Mengantuk; Ln=Lain2− Uraikan
Infeksi Oportunistik: Tuliskan > 1 kode − Kandidiasis (K); Diare cryptosporidia (D); Meningitis cryptocococal (Cr); Pneumonia
Pneumocystis (PCP); Cytomegalovirus (CMV); Penicilliosis (P); Herpes zoster (Z); Herpes simpleks (S); Toxoplasmosis (T);
Hepatitis (H); Lain2-uraikan.
Dosis per hari
Profilaksis
kotrimoksazol
10
9. FOLLOW-UP PERAWATAN PASIEN & TERAPI ANTIRETROVIRAL
Tanggal: Tulis tanggal kunjungan yang sebenarnya sejak kunjungan pertama perawatan HIV
Adherence ART: Periksalah adherence dgn menanyakan apakah pasien melupakan dosis obat. Tuliskan perkiraan tingkat adherence, misalnya 1
(>95%) = < 3 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 2 (80-95%) = 3 - 12 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 3 (< 80%) = >12 dosis lupa diminum dlm 30 hari.
Status TB: 1. Tdk ada gejala/tanda TB; 2. Suspek TB (rujuk ke klinik DOTS atau pemeriksaan sputum); 3. Dalam terapi TB
Rencana
tgl.
kunjungan
y.a.d.
Petunjuk dan kode:
2
IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN ART
TERAPI
(Follow
ARV up)
90
1
Halaman 2
Rujuk ke
spesialis
atau MRS
17
Nama : .....................................
No Register :
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
91
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
92
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
93
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Buku Bantu Ko-­‐infeksi TB-­‐HIV 58
Fasyankes HIV
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban TB pada ODHA
Provinsi
:
Kabupaten/Kota :
Tanggal pelaporan :
Fasyankes :
Triwulan :
No
Variabel
1
Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2
Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3
Jumlah ODHA yang suspek TB
4
Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
8
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10
Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK
Tahun
Jumlah
dalam
triwulan
Jumlah
dalam
setahun *
* Cara menghitung jumlah dalam setahun dapat dilihat pada panduan penghitungan variabel TB-HIV di
Unit HIV. Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui
94
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Kabupaten/Kota
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban TB pada ODHA
Provinsi
:
Kabupaten/Kota :
Tanggal pelaporan :
Jumlah Fasyankes :
Triwulan :
No
Variabel
1
Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2
Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3
Jumlah ODHA yang suspek TB
4
Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
8
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10
Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK
Tahun
Jumlah
dalam
triwulan
Jumlah
dalam
setahun *
*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui
95
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Provinsi
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban TB pada ODHA
Nama Provinsi
:
Jumlah Kabupaten/Kota :
Jumlah Fasyankes
:
Tanggal pelaporan :
Triwulan :
No
Variabel
1
Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2
Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3
Jumlah ODHA dengan suspek TB
4
Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis langsung
5
Jumlah ODHA yang BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks
6
Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (+)
7
Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (-)
8
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
9
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
10
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
Tahun
Jumlah
dalam
triwulan
Jumlah
dalam
setahun *
*Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4.
Mengetahui
96
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ……….
Bulan………………. s/d ……………….
Provinsi
:_________________
Kabupaten/Kota :_________________
No
Fasyankes DOTS : _________________
Tanggal Pengumpulan Laporan : _________________
Variabel
Jumlah
1
Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1
Jumlah pasien TB yang tercatat dengan status HIV positif sebelum
pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
2
ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan
3
konseling HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes
4
HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV
5
tercatat selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV
6
positif selama pengobatan TB
Data Pengobatan Pasien TB yang HIV positif
7
Jumlah pasien TB yang HIV positif
8
Jumlah pasien TB yang HIV positif dan mendapatkan ART
9
Jumlah pasien TB yang HIV positif dan menerima PPK
Mengetahui
97
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ……….
Bulan………………. s/d ……………….
Provinsi
:_________________
Kabupaten/Kota :_________________
No
1
Jumlah Fasyankes DOTS : _______
Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______
Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________
Variabel
Jumlah
Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
2
ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan
3
konseling HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes
4
HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV
5
tercatat selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV
6
positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7
Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
8
Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART
9
Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK
Mengetahui
98
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV
Penurunan beban HIV pada pasien TB
Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ……….
Bulan………………. s/d ……………….
Provinsi
:_________________
Jumlah Fasyankes DOTS
: _______
Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______
Tanggal Pengumpulan Laporan
: _______________
No
1
Variabel
Jumlah
Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan
2
ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan
3
konseling HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes
4
HIV selama masa pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV
5
tercatat selama pengobatan TB
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV
6
positif selama pengobatan TB
Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB
7
Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV
8
Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART
9
Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK
Mengetahui
99
Pembuat Laporan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran Formulir Pencatatan TB-­‐HIV 100
55
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran Formulir Pencatatan TB-HIV
Lampiran 1.
Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.
Data TB
Data HIV
•• Kasus TB menurut tipe
•• Hasil pengobatan TB menurut tipe
•• Data kasus TB pada usia tertentu
•• Angka Multi-drug resistant (MDR) TB
- Kasus MDR primer
- Pengunjung klinik Antenatal
- Pasien HIV dengan TB
- Donor darah
- Kasus MDR sekunder
•• Proporsi kasus TB yang HIV positif
•• Prevalensi penyakit terkait HIV pada
pasien TB
•• Persepsi masyarakat tentang hubungan
antara TB dan HIV
•• Persepsi masyarakat tentang pengobatan
TB pada ODHA
•• Riset Operasional
•• Angka HIV dapat diperoleh antara lain dari:
- Data surveilans sentinel
- Pengunjung klinik IMS
- Kunjungan RS
- Penasun
- Penerimaan baru TNI dan Polri
- Jika memungkinkan ada kohort distribusi usia
sebagai indikator insiden pada remaja
•• Jumlah kasus AIDS
•• Jumlah layanan Konseling dan Tes HIV
•• Jumlah pasien yang mengakses layanan
Konseling dan Tes HIV
•• Pengetahuan, perilaku, dan kebiasaan
masyarakat terkait cara penularan dan
pencegahan HIV
•• Pengalaman program perawatan di rumah
•• Pendekatan multi-sektoral
•• Riset Operasional
101
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek
DAFTAR TILIK
SUPERVISI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV
DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN
I. DATA DASAR
A. Data Umum UPK
1.
Nama UPK
2.
Alamat
3.
No. Telpon/fax/email
4.
Kab/Kota
5.
Propinsi
6.
Nama Direktur/Kepala UPK
7.
Petugas/Pejabat yang ditemui
(nama, tugas/kedudukan, no telp)
8.
Yang melakukan supervisi
Jabatan & Instansi)
9.
Tanggal Kunjungan
(Nama,
B. Sumber daya dalam kegiatan TB-HIV
1. Jumlah petugas yg dilatih TB-HIV
No.
UNIT HIV
1
Dokter
2
Perawat/
paramedis
3
Laboratorium
4
Konselor
5
Petugas
pencatatan/
pelaporan
6
Farmasi
Jumlah
tenaga
Jumlah
yang
masih
aktif
Jenis pelatihan dan tahun dilatih
VCT
IMAI
CST
TBHIV
PMTCT
Lab
HIV
Farmasi
ARV
MK
RR
ARV
IMS
KETERANGAN:
102
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
UP
No.
Jumlah
tenaga
UNIT DOTS
Jumlah yang
masih aktif
Jenis pelatihan dan tahun dilatih
DOTS
VCT
TB-HIV
Ya
Tidak
Keterangan
1) Reagensia
£
£
2) Pot dahak
£
£
3) Kaca sediaan (slide)
£
£
4) Kotak slide/slide box
£
£
5) Obat anti TB (OAT)
£
£
a) Program
£
£
b) Non-program (sumber
lain)
£
£
6) Formulir/register TB
£
£
7) Formulir rujukan ke VCT
£
£
1.
Dokter
2.
Perawat/paramedis
3
Laboratorium
4
Petugas pencatatan/
pelaporan
5
Lain-lain (apoteker,
dll)
Keterangan:
2. Logistik TB-HIV
Apakah tersedia:
1. Logistik TB
8) KIE TB-HIV
£
Ya
103
£
Tidak
Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1. Logistik HIV
2. Sumber
pendanaan untuk
pengadaan
logistik obat dan
lab?
1) Reagensia
£
£
2) Obat ARV
£
£
3) OAT
£
£
4) Kotrimoksazol
£
£
5) Obat IO lain
£
£
6) Formulir/register HIV
£
£
7) Kondom
£
£
8) Formulir Skrining Gejala TB
£
£
9) Formulir/register TB
£
£
10) KIE TB-HIV
£
£
£ APBD1/Propinsi
£
£ APBD2/Kab/Kota
£ APBN/Pusat
£ Bantuan luar negeri: ________
£ Swadana
£
£
£
£
£
£
£
£
104
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
II. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV di UPK
A.
Manajemen Kolaborasi TB-HIV
A.
Membangun Mekanisme kolaborasi
1.
Tim/pokja untuk kegiatan TB-HIV
1.1
Apakah sudah terbentuk tim?
Ya
Tidak
Keterangan
Kapan tahun dibentuknya
Tim dan apakah ada SK?
(Lampirkan jika ada)
a.Tim HIV (Tuliskan nama petugas
yang terlibat di Tim HIV. Tuliskan juga
telepon/HP/email, untuk memperlancar
komunikasi)
b.Tim TB
Tuliskan nama petugas yang
terlibat di Tim TB. Tuliskan
juga telepon/HP/email, untuk
memperlancar komunikasi
c.Tim TB-HIV
Tuliskan nama petugas
yang terlibat di Tim TB-HIV.
Tuliskan juga telepon/HP/
email, untuk memperlancar
komunikasi
Bila tidak, jelaskan alasannya?
Dan kapan rencana akan
dibentuk?
1.2
Apakah ada koordinator TB-HIV?
Jika ya, sebutkan siapa?
1.3
Apakah pembentukan tim TB-HIV
didukung dengan SK Direktur/Kepala
UPK/Kepala Dinas Kesehatan setempat?
Jika ya, lampirkan SK nya.
1.4
Apakah ada uraian tugas secara tertulis
untuk setiap anggota tim TB-HIV?
Jika ya, lampirkan.
2
Melaksanakan surveilans TB-HIV
2.1
Apakah ada dokumen/catatan atau
laporan mengenai kasus pasien TB dengan
HIV di unit TB?
Untuk detailnya, cek silang
dengan dokumen yang ada di
poliklinik.
2.2
Apakah ada dokumen/catatan atau
laporan mengenai kasus ODHA dengan IO
TB di unit Layanan HIV?
Untuk detailnya, cek silang
dengan dokumen yang ada di
poliklinik.
105
Ya
Tidak
Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
3
Mengadakan perencanaan bersama TB-HIV
3.1.
Apakah ada pertemuan kolaborasi TB-HIV secara
berkala?
Lihat notulensi pertemuan.
3.2
Apakah ada rencana kerja TB-HIV?
Lihat dokumen tertulis
mengenai rencana kerja TBHIV
3.3
Apakah ada alokasi anggaran dari UPK untuk
kegiatan TB-HIV (misalnya untuk logistik mis.
obat, reagen, untuk pelatihan dan pertemuan
berkala, dll)
4
Monitoring dan evaluasi
4.1
Apakah dilakukan monitoring bersama
mengenai kegiatan TB-HIV?
Siapa saja yang terlibat?
Apakah dilakukan evaluasi kegiatan TB-HIV
secara berkala?
Siapa saja yang terlibat?
4.2
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Keterangan
Keterangan
Frekuensi monitoring?
Frekuensi monitoring?
B. Manajemen Pelayanan TB-HIV
B.
Menurunkan beban tuberkulosis pada ODHA
1.
Intensifikasi penemuan kasus TB dan
pengobatannya
1.1
Apakah semua ODHA dilakukan skrining
TB (ditanyakan tentang gejala TB)?
Ya
Tidak
Keterangan
Tanyakan kriteria apa
saja yang dipakai untuk
menentukan suspek TB pada
ODHA.
Apakah menggunakan Form
skrining TB?
1.2
Apakah semua ODHA dengan gejala TB
(suspek TB) dilakukan pemeriksaan dahak
SPS secara mikroskopis ?
1.3
Siapa yang meminta untuk dilakukan SPS?
a. Unit TB?
b. Unit HIV?
1.4
106
Apakah dilakukan pemeriksaan dahak di
sini?
Jika tidak, dirujuk kemana?
........................................................
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
1.5
Apakah semua ODHA yang suspek TB
dengan hasil BTA negatif dilakukan
pemeriksaan foto toraks?
1.6
Apakah ada metode diagnostik lain yang
digunakan untuk TB ekstra paru?
Histopatologis : £
Biakan
:£
Lain-lain
:£
TB ekstra paru yang sering
dijumpai pada ODHA
misalnya TB kelenjar limfe,
TB milier, TB meningitis. TB
dengan efusi pleura atau
perikardium.
1.7
Apakah semua ODHA yang sakit TB
mendapatkan pengobatan TB sesuai
strategi DOTS (paduan dan lama
pengobatan)?
Sebutkan paduan OAT yang
diberikan.
1.8
Di unit mana OAT diberikan?
Jika sebagian ODHA
diberikan OAT di unit DOTS
dan sebagian di unit HIV,
tuliskan dalam kolom
“keterangan”.
a. Unit DOTS
b. Unit HIV
1.9
Dari mana OAT didapat?
a. Dari Program (Dinkes)
b. Askes
c. Pasien beli sendiri
d. Lain-lain
1.10
Apakah pada ODHA dengan TB dilakukan
juga pemantauan pengobatan TB nya?
Kalau ya setiap berapa lama
Kalau tidak, jelaskan
alasannya
Catatan: Pemantauan kemajuan
pengobatan TB adalah dengan
memeriksa dahak SP pada akhir
fase intensif, sebulan sebelum AP,
AP.
Jika awalnya pasien TB dengan BTA
(-), kemungkinan besar akan tetap
negatif pada pemeriksaan akhir
fase intensif. Pada ODHA dengan
TB baik yang BTA (+) maupun BTA
(-) perlu dipantau juga secara klinis
misalnya berat badannya, nafsu
makan, keluhan lain yang dialami
selama pengobatan TB, dll
107
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2
Pengendalian infeksi TB di di UPK
2.1
Apakah ada tim atau
pengendalian infeksi di UPK?
2.2
Apakah pengendalian infeksi TB
termasuk di dalamnya?
2.3
Apakah ada protap tertulis
pengendalian infeksi TB?
Jika ya,
lampirkan.
2.4
Apakah suspek/pasien TB diberikan
edukasi mengenai etika batuk baik
secara langsung maupun dengan
menyediakan materi KIE mengenai
etika batuk?
Lakukan
observasi
2.5
Apakah UPK menyediakan masker/
tisue untuk suspek/pasien TB?
Lakukan
observasi
2.6
Apakah suspek/pasien TB dipisahkan
ruang tunggunya dari pasien lainnya?
Lakukan
observasi
2.7
Apakah ada tempat/ruang khusus
untuk mengumpulkan dahak?
Lakukan
observasi
2.8
Apakah dilakukan skrining gejala
TB secara berkala kepada petugas
kesehatan?
2.9
Apakah ruang tunggu pasien memiliki
ventilasi yang baik?
2.10
Apakah ruang layanan TB dan HIV
memiliki?
komisi
Ya
Tidak
Keterangan
Lakukan
observasi dan
lampirkan
dokumennya
Lakukan
observasi
a. ventilasi alami
b. ventilasi mekanis misalnya exhaust
fan dan kipas angin
108
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
C
Menurunkan beban HIV pada pasien tuberkulosis
1
Konseling dan testing HIV
1.1
Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV
meluas:
Ya
Tidak
Keterangan
•• Apakah semua pasien TB dilakukan
konseling dan test HIV
Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV
terkonsentrasi:
•• Apakah pasien TB yang mempunyai
faktor risiko HIV dilakukan konseling
dan test HIV
1.2
1.3
Apakah menggunakan Form Penilaian
faktor risiko HIV pada pasien TB?
Jika ya, lampirkan,
Jika tidak, kriteria apa saja yang
digunakan untuk menentukan
pasien TB yang dilakukan
konseling dan testing HIV?
Di mana konseling HIV dilakukan?
a. Unit TB
b. Unit HIV
c. Dirujuk ke tempat lain? .........................
1.4
Di mana testing HIV dilakukan?
a. Unit TB
b. Unit HIV
c. Laboratorium UPK
c. Dirujuk ke tempat lain ......................
2
Mempromosikan cara pencegahan HIV
Ya
Tidak
Keterangan
2.1
Apakah pasien TB diberikan informasi
mengenai HIV, IMS & NAPZA?
Observasi
2.2
Siapa yang memberikan informasi?
Observasi
a. petugas TB
b. petugas HIV
109
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2.3
2.4
3
3.1
Apakah tersedia kondom di unit TB?
Adakah alat bantu/materi KIE TB-HIV,
IMS, NAPZA?
Melaksanakan terapi pencegahan
dengan kotrimoksasol
Observasi
Observasi
Ya
Tidak
Apakah pasien TB-HIV mendapat
pengobatan profilaksis dengan
kotrimoksazol?
Keterangan
Jika sebagian, kriteria pasien
yang seperti apa yang
diberikan kotrimoksazol?
a. Semua
b. Sebagian
Jika tidak, apa alasannya?
c. Tidak sama sekali
3.2
Di unit mana kotrimoksazol diberikan?
a. Unit DOTS
b. Unit HIV
4
Memberikan perawatan,
dukungan dan pengobatan HIV/
AIDS
Ya
Tidak
Keterangan
4.1
Apakah dalam menangani pasien
TB-HIV unit DOTS (di Puskesmas/RS)
berkoordinasi atau merujuk ke unit
PDP/RS ARV?
Jelaskan seperti apa?
4.2
Apakah semua pasien TB-HIV memulai
pengobatan ARV sesuai pedoman
nasional?
Catatan: Indikasi medis (CD4
dan stadium klinis) dan non
medis (kesiapan minum obat,
kepatuhan,
PMO,
support
group, akses ARV, dll)
4.3
Apakah pasien TB-HIV yang layak
mendapatkan ARV diberikan paduan
ARV sesuai pedoman nasional?
4.4
Apakah efek samping pemberian
bersama OAT dan ARV telah
diinformasikan sebelum pengobatan
dimulai?
110
Bila tidak, jelaskan alasannya
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
4.5
Apakah
dilakukan
pemantauan
pengobatan pada semua pasien TBHIV
Kalau ya setiap berapa lama
Kalau tidak, jelaskan alasannya
Catatan: TB (akhir fase intensif,
sebulan sebelum AP, AP). HIV
(setiap bulan untuk evaluasi
klinis, minimal 6 bulan sekali
untuk CD4nya)
III. SURVEILANS TB-HIV
1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV
a. UNIT DOTS.
1
Jenis format yang ada di UPK
Ya
a.
TB 01 (dengan info HIV)
b.
TB 02
c.
TB 03 UPK (dengan info HIV)
d.
TB 04
e.
TB 05
f.
TB 06
g.
TB 09
h.
TB 10
i.
Lain-lain:
Diisi
lengkap
Tersedia
Tidak
Ya
Diisi benar
Tidak
Ya
Tidak
-Form Penilaian faktor risiko HIV
-Form rujukan ke VCT
Ya
111
Tidak
Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2
3
Apakah dilakukan supervisi dan registrasi/
validasi data TB secara rutin (termasuk
mengenai data pasien TB yang HIV positif )?
-Siapa saja yang melakukan?
Apakah ada umpan balik kepada petugas
UPK mengenai kinerja program TB dan
kegiatan kolaborasi TB-HIV?
Lihat dokumen umpan balik
-Cek silang dengan form
lainnya
b. UNIT HIV
1.
112
Jenis format yang tersedia
di unit HIV
a.
Register konseling
b.
Register Pra-ART
c.
Ikhtisar perawatan HIV
d.
Kartu pasien
e.
Register ART
f.
Register Pemberian Obat ARV
g.
Register Stok
(Farmasi)
h.
Formulir Rujukan
i.
Laporan Bulanan
j.
Laporan Kohort
Obat
Tersedia
Diisi lengkap
Diisi benar
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
ARV
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
k.
Lain-lain:
- Form skrining gejala TB
- Form rujukan ke unit DOTS
- TB01
- TB02
- TB03 UPK
- TB04
- TB05
- TB06
- TB09
- TB10
2.
Laporan bulanan disampaikan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi £
Dinas Kesehatan Kabupaten £
Subdit AIDS & PMS £
Dit Bina Yanmed Spesialistik£
Lain2 £
Ya
3.
Apakah dilakukan supervisi dan validasi data HIV
secara rutin (termasuk data ODHA yang TB)?
Tidak
Keterangan
- Siapa saja yang
melakukan?
- Cek silang dengan
form lainnya
4.
113
Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK
mengenai kinerja program HIV dan kegiatan
kolaborasi TB-HIV?
Lihat dokumen umpan
balik
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
2. Data hasil kegiatan TB-HIV 6 Bulan Terakhir
No
UNIT DOTS
Jumlah
1
Jumlah pasien TB yang tercatat
1.1
Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif
sebelum pengobatan TB
Keterangan
Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV
2
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/
KTS) selama pengo-batan TB
3
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa
pengobatan TB
4
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa
pengobat-an TB
5
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama
pengobatan TB
6
Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan
tersebut dengan hasil tes HIV positif selama
pengobatan TB
Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif
7
Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV
8
Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan
ART
9
Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan
PPK
No
114
UNIT HIV
Jumlah
1
Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP
2
Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya
3
Jumlah ODHA dengan suspek TB
4
Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis
5
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+)
6
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-)
7
Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu
Keterangan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
8
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB
9
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART
10
Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK
Semua pasien TB-HIV, perlu dilakukan pemantauan hasil pengobatan TB nya.
Hasil Pengobatan TB
No
1
Pasien TB-HIV yang mengalami konversi
Jumlah
Keterangan
- TB01
- TB03 UPK
2
Hasil pengobatan pasien TB-HIV
- TB01
- TB03 UPK
a. Sembuh
b. Pengobatan lengkap
c. Gagal
d. Default (Putus berobat)
e. Pindah
f.
115
Meninggal
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 3. Obat ARV dan IO
No
1.
Nama Obat
OBAT ARV
ARV lini I :
•• Zidovudin (AZT, ZDV), 300 mg
•• Lamivudin (3TC), 150 mg
•• Stavudin (d4T), 30 mg
•• Efavirens (EFV), 600 mg
•• Nevirapin (NVP), 200 mg
ARV lini II
•• Tenofovir (TDF), 300 mg
•• Didanosin (ddI), 250 mg
•• Lopinavir/ritonavir (LPV/r), 400 mg/100 mg
•• Abacavir (ABC)
•• Emtricitabine (FTC)
Fixed Dose Combination
•• AZT + 3TC (AZT 300mg, 3TC 150mg)
•• AZT + 3TC + NVP (AZT 300mg, 3TC 150mg, NVP 200mg)
2.
OBAT IO
•• Klindamisin 150 mg
•• Amfoterisin B injection 50 mg/
vial (kandidosis berat, kriptokokosis,
histoplasmosis)
•• Klindamisin 150 mg/4 ml ampul
•• Amoksisilin + asam klavulanat iv 1,2 g
•• Kotrimoksazol 400mg/80mg
•• Amoksisilin + asam klavulanat p.o. 500
mg/125 mg
•• Pirimetamin 25 mg tab
•• Amphotericin B 50 mg
•• Seftriakson injeksi
•• Asiklovir 400 mg
•• Flukonazol 200 mg
•• Klindamisin 300 mg
•• Kotrimoksasol oral 960 mg
•• Prednisolon 5 mg
•• Sulfadiazin 500 mg tab
•• Folinic Acid 200 mg
116
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Lampiran 4. Isi Pesan AKMS
Isi Pesan Petugas TB kepada Pasien TB yang dicurigai ko-infeksi HIV:
1. Apa itu HIV
2. Cara penularan dan resiko terinfeksi HIV
3. Cara pencegahan dan program pencegahan seperti penggunaan kondom, pengurangan
dampak buruk Napza suntik, pencegahan HIV dari ibu ke anak
4. Petunjuk layanan konseling di layanan kesehatan dan LSM
5. Daftar Rumah Sakit Rujukan ARV
Isi Pesan Petugas HIV kepada Pasien HIV dengan gejala TB:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Apa itu TB, cara penyebarannya
Gejala-gejala TB
Kondisi-kondisi yang memudahkan seseorang terkena TB
Bagaimana cara mendiagnosa penderita TB
Bagaimana pengobatan pasien TB
Petunjuk layanan pengobatan TB terdekat
Isi Pesan TB-HIV kepada Pengendali Kebijakan, Akademisi, Penyedia Layanan dan Pers
(Diambil dari Talking Points TB-HIV dari STOP TB Partnership, www.stoptb.org):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
117
Global burden TB dan Hubungannya dengan HIV yang diperkuat dengan data
Tingkat Mortalitas TB/HIV yang diperkuat dengan data
Hubungan TB-HIV dan Wanita, diperkuat dengan data
Isu Pengobatan TB-HIV
Pengendalian penyakit TB dan HIV
Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV
Kolaborasi program penanggulangan TB dan HIV
Pendanaan
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006. Departemen
Kesehatan R.I
2. Draft Pedoman AKMS TB. 2006. Departemen Kesehatan R.I
3. TB-HIV Implementation Guideline. 2005. Federal Ministry of Health Ethiopia
4. Talking Points TB-HIV. www.stop tb.org. Stop TB Partnership. Geneva
5. Draft Leaflet dan Poster TB-HIV. 2006. Kolaborasi TB-HIV DKI Jakarta
6. Kebijakan Sementara Kegiatan Kerjasama TB-HIV. Terjemahan. WHO, Stop TB Department
& Department of HIV AIDS. 2004
7. Draft Buku Kebijakan Nasional TB-HIV. 2007. Departemen Kesehatan R.I
118
Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia
Download