616 Ind p MANAJEMEN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV DI INDONESIA DIREKORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2012 1 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia KATA PENGANTAR Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan Asia, sementara jumlah kasus Tuberkulosis (TB) masih menempatkan Indonesia sebagai negara ke empat terbanyak di dunia. Epidemi HIV di Indonesia merupakan tantangan bagi keberhasilan penanggulangan TB. Berdasarkan data kasus HIV/AIDS dari Kementerian Kesehatan tahun 2010, menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi penyerta tersering pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yaitu sebesar 49%. Pada tahun 2006 dilaksanakan survei sero prevalens di Yogyakarta dengan hasil angka prevalens HIV sebesar 2% di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan epidemi TB dengan HIV/AIDS sangatlah besar. Untuk itu, kolaborasi kegiatan kedua program ini merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit tersebut secara efektif dan efisien. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/ menkes/ SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV, kegiatan kolaborasi TB-HIV menjadi bagian dari upaya pengendalian TB dan HIV/ AIDS. Pelaksanaan kolaborasi TB-HIV perlu diperluas cakupan dan kualitasnya sehingga masyarakat yang terdampak oleh kedua penyakit ini memperoleh pelayanan yang menyeluruh, berkualitas dan berkesinambungan. Kementerian Kesehatan menerbitkan buku “Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia” yang merupakan penjabaran dari Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV sehingga upaya penyediaan pelayanan TB-HIV yang standar dan sejalan dengan Kebijakan nasional dapat terpenuhi. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku pedoman ini baik secara individual ataupun kelembagaan, Kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kerja keras dan sumbangan yang diberikan. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pedoman ini pada edisi mendatang sangat diharapkan. Jakarta, September 2011 Direktur Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE i Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia DAFTAR KONTRIBUTOR Pengarah : Prof. dr. Tjandra Y Aditama, Sp.P (K), MARS, DTM&H, DTCE Dr. H. Muhammad Subuh, MPPM Penanggung jawab : Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH Dr. Siti Nadia Tarmizi, MEpid Kontributor : 1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Phd 2. Dr. Nani Rizkiyati, M. Kes. (Dit Jen P2M & PL) 3. Dr. Asik Surya, MPPM (Dit Jen P2M & PL) 4. Dr. Triya Dinihari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 5. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 6. Dr. Endang Budi Hastuti (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 7. Dr. Vanda Siagian (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 8. Dr. Endang Lukitosari (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 9. Dr. Novayanti (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 10. Dr. Ratih Pahlesia, Sp.P (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 11. Dr. Joan Tanumihardja (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 12. Sulistyo, SKM, M. Epid (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 13. Munziarti, SKM, MM. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 14. Suwandi, SKM, M. Epid. (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 15. Surjana, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 16. Rudi Hutagalung, BSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 17. S.T Patty, SKM (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 18. Yoana Anandita (Dit Jen P2M & PL, Subdit TB) 19. Nurjanah, SKM, M.Kes (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 20. Dr. Nurhalina Afriana (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 21. Victoria Indrawati, SKM, MSc (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 22. Dr. Indri Oktaria Sukmaputri (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 23. Dr. Ainor Rasyid (Dit Jen P2M & PL, Subdit AIDS & PMS) 24. Dr. Janto Lingga, SpP (WHO) 25. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI 360) 26. Dr. Niken (FHI 360) 27. Dr. Tiara Mahatmi Nisa, MS (FHI 360) 28. Rini Palupy, SKM (FHI 360) 29. Dr. Sri Retna Irawati, Sp. A (KNCV) 30. Dr. Carmelia Basri, M. Epid (Konsultan TB) 31. Dr. Franky Loprang (Konsultan TB) 32. Dr. Hedy Sampurno, MPH (Master Trainer TB) ii Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH iii AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome AKMS Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial ART Antiretroviral Therapy = terapi antiretroviral ARV Obat Antiretroviral BAPPEDA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah BAPPEKO Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota BP4/B-BKPM Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Balai (Besar) Kesehatan Paru Masyarakat BTA Basil Tahan Asam DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse (terapi yang diawasi langsung) DPRD ELISA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Enzyme Linked Immunosorbent Assay ESO Fasyankes Gerdunas-TB Efek Samping Obat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Gerakan Terpadu Nasional TB HAART Highly Active Antiretroviral Therapy (ART) HIV Human Immunodeficiency Virus = virus penyebab AIDS IDU Injecting Drug User (pengguna NAPZA suntik) IMS Infeksi Menular Seksual IO Infeksi Oportunistik JEMM TB Joint External Monitoring Mission TB KDS Kelompok Dukungan Sebaya Kepatuhan Terjemahan dari adherence yaitu kepatuhan dan kesinambungan berobat yang melibatkan peran pasien, dokter atau petugas kesehatan, pendamping dan ketersediaan obat KGB Kelenjar Getah Bening KIA Kesehatan Ibu dan Anak KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Komli Komite Ahli KPAN/KPAD Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan AIDS Daerah KTIP Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan KTS Konseling dan Tes HIV Sukarela Lapas Lembaga Pemasyarakatan LJSS Layanan Jarum Suntik Steril LPLPO Laporan Pemakaian Dan Lembar Permintaan Obat LSL Laki Suka Lelaki LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MDR Multi Drug Resistant MIS Management Information System M&E/MONEV Monitoring dan Evaluasi MTCT Mother-To-Child Transmission (of HIV); penularan HIV dari ibu ke anak NAPZA Narkotik, Alkohol, Psikotropik dan Zat Adiktif lainnya Kebal obat iv OAT Obat Anti Tuberkulosis ODHA Orang Dengan HIV AIDS Ormas Organisasi Masyarakat PCR Polymerase chain reaction (reaksi rantai polimerasi) PDP Perawatan Dukungan dan Pengobatan Penasun Pengguna NAPZA Suntikan PITC Provider Initiated Testing and Counseling PMO Pengawasan Minum Obat PMTCT Prevention Of Mother-To-Child Transmission = pencegahan penularan dari ibu ke anak POKJA Kelompok Kerja PPK Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol PPP Profilaksis Pascapajanan = post exposure prophylaxis Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia v PTRM Program Terapi Rumatan Metadon RNA Ribo Nucleic Acid RS Rumah Sakit Rutan Rumah Tahanan SCM Supply Chain Management SDM Sumber Daya Manusia SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT Serum Glutamic Pyruvate Transaminase SOP Standar Operational Procedure TB Tuberkulosis Toga Tokoh Agama Toma Tokoh Masyarakat VCT Voluntary Counseling and Testing (tes HIV secara sukarela disertai dengan konseling) Waria Wanita pria WHO World Health Organization Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................................................................. DAFTAR KONTRIBUTOR......................................................................................................................................... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH.................................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................. i ii iii iv BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................................ 1 A. LATAR BELAKANG............................................................................................................................. 1 B. DASAR HUKUM.................................................................................................................................. 3 C.TUJUAN.................................................................................................................................................3 D. SASARAN............................................................................................................................................... 3 E. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 4 BAB II KOLABORASI PROGRAM...................................................................................................................... A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI..................................................................................................... B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV.......................................................................... C. PELAKSANAAN KOLABORASI......................................................................................................... D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV................................................................................................ 5 5 5 6 7 BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV................................................................................................ A. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................ B. MEKANISME PERENCANAAN ..................................................................................................... C. PENGEMBANGAN PELAYANAN .................................................................................................. 11 11 11 12 BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ......................................................................... 15 A. B. C. D. E. F. G. BATASAN DAN TUJUAN ................................................................................................................... 15 KOLABORASI TB-HIV DI TINGKAT LAYANAN ............................................................................ 16 KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI SETIAP JENJANG LAYANAN ....................................... 16 PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI .................................................................... 16 MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA ..................................................................................... 17 MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB ........................................................................... 18 ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN ..................................................................................... 23 BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................ 37 A. PENGERTIAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ 37 vi Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia B. C. D. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS TB-HIV. ............................................................ 37 STANDARISASI KETENAGAAN ............................................................................................. 39 PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA ............................................ 44 BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK .................................................................................................................. A. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................ B. JENIS-JENIS LOGISTIK ................................................................................................................ C. SIKLUS MANAJEMEN ................................................................................................................... 45 45 45 46 BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS) ...................................... A. BATASAN DAN TUJUAN .......................................................................................................... B. STRATEGI AKMS ....................................................................................................................... C. KELOMPOK SASARAN AKMS ................................................................................................. D. KEGIATAN AKMS ....................................................................................................................... E. KELUARAN AKMS TB-HIV ........................................................................................................ 47 47 47 48 49 53 BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI .................................................................................................... 55 A. B. C. D. E. F. BATASAN DAN TUJUAN ............................................................................................................. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ...................................................................... SURVEILANS. ................................................................................................................................ PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV ............................... MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV ...................................... VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV ....................................................................... 55 56 57 60 65 70 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................118 Daftar Tabel Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes.........................................................16 Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya ........................................................................................................................................ 20 Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC.................................................................................................... 28 Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB............................................. 32 Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV diFasyankes38 Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes...................................... 40 Tabel 7. Alur Pemilih Metode Surveilans........................................................................................................ 59 vii Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Daftar Gambar Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS .................................................................................... Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV................ Gambar 3. Skema Luaran AKMS........................................................................................................................ Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV ............................................................................................ 28 35 53 69 Daftar Lampiran Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV.. 91 Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek ............................................................................................ 92 Lampiran 3. Obat ARV dan IO ........................................................................................................................... 103 Lampiran 4. Isi Pesan AKMS ............................................................................................................................ 104 viii Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi Tuberkulosis (TB) di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat. Epidemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Sebaliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV/ AIDS (ODHA). Kolaborasi kegiatan bagi kedua program merupakan suatu keharusan agar mampu menanggulangi kedua penyakit tersebut secara efektif dan efiisien. Pada triwulan pertama 2007 dilaksanakan external review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint external Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia. Keduanya merekomendasikan perlu dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan segera disusun Kebijakan Nasional Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia. Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah, diperkirakan pada tahun 2009 sekitar 0,2% pada orang dewasa. Dengan estimasi ini maka pada tahun 2009 di Indonesia diperkirakan terdapat 186.000 ODHA (132.000-287.000). Penggunaan jarum suntik merupakan cara transmisi HIV yang terbanyak (53%) diikuti dengan transmisi heteroseksual (42%). Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah 1 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia baik dalam hal jumlah kasus maupun faktor-faktor yang mempengaruhi. Epidemi HIV di Indonesia berada pada kondisi epidemi terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi epidemi meluas pada beberapa Provinsi. Meskipun secara Nasional terdapat perkiraan prevalens HIV diantara pasien TB sebesar 3% (WHO TB Global Report 2008) tetapi sampai saat ini belum ada angka Nasional yang menunjukkan gambaran HIV di antara pasien TB. Hasil studi tentang sero prevalens yang dilaksanakan di Provinsi Yogyakarta (2006) menunjukkan angka prevalens HIV sebesar 2% di antara pasien TB dan pada tahun 2008 di Provinsi Bali sebesar 3,9%, di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,8% dan di Provinsi Papua sebesar 14%. Berdasarkan Laporan Triwulan II tahun 2011 infeksi HIV dan Kasus Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) menunjukkan bahwa TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak yaitu sekitar 50% dari kasus AIDS. Pada tingkat Dunia, berbagai upaya penanggulangan dilakukan untuk merespons dampak koinfeksi TB-HIV bagi kedua program. World Health Organization bekerja sama dengan Stop TB Partnership telah mengembangkan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV yang disusun berdasarkan tingkat prevalens HIV. Di banyak negara yang telah melaksanakan kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV, kegiatan kolaborasi ini dimulai sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan Program AIDS. Di Indonesia, kegiatan kolaborasi TB-HIV mulai diujicobakan di Provinsi DKI Jakarta (2004), di Kabupaten Merauke Provinsi Papua dan di Kota Denpasar Provinsi Bali (2006) yang merupakan wilayah dengan epidemi HIV AIDS yang terkonsentrasi. Kegiatan ini dikembangkan ke 9 Provinsi lainnya (2008) dan pada tahun 2010 diperluas ke 12 Provinsi (Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Papua Barat dan Papua). Berdasarkan hasil uji coba dan pengalaman beberapa daerah yang telah melaksanakan kegiatan kolaborasi TB-HIV maka Pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no: 1278/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV. Pedoman tersebut merupakan kebijakan secara umum tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV karena itu diperlukan pedoman lebih lanjut dalam operasionalnya baik dalam aspek manajemen program maupun aspek tatalaksana klinis. 2 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia B. DASAR HUKUM Buku manajemen pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia berlandaskan pada: 1. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS. 2. UU Republik Indonesia No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. 3. Kepmenkes No. 1507/Menkes/SK/V/2005 tentang Pedoman Konseling dan Testing HIV dan AIDS secara sukarela (VCT). 4. Kepmenkes No 832/Menkes/SK/X/2006 tentang Penetapan RS Rujukan ODHA dan standar pelayanan rumah sakit rujukan ODHA dan satelitnya. 5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. 6. UU Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1278/menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV. 8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1144/Menkes/PER/VIII/2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan RI. 9. Kepmenkes No 782/Menkes/SK/IV/2011 tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA). 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 565/Menkes/Per/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tahun 2011 – 2014. C. TUJUAN Buku pedoman ini ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai dengan standar dan kebijakan Nasional kolaborasi TB-HIV. D. SASARAN Sasaran pengguna buku pedoman ini terutama ditujukan kepada mereka yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), antara lain: 1. Manajer Program 2. Pengelola Program 3. Petugas di Fasyankes 4. Institusi terkait seperti Lapas/Rutan, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional/Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi/Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota (KPAN/ KPAP/KPAK), Komite Ahli Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Komli Gerdunas-TB), mitra donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang TB dan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS). 3 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia E. RUANG LINGKUP Buku pedoman ini membahas aspek manajemen kegiatan kolaborasi TB HIV. Ruang lingkup pembahasan meliputi prinsip kolaborasi, perencanaan kolaborasi, pengorganisasian pelayanan, penyiapan sumber daya program (SDM, sarana, prasarana dan biaya), mobilisasi sosial, surveilans program, monitoring dan evaluasi program. 4 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB II KOLABORASI PROGRAM A. PRINSIP - PRINSIP KOLABORASI Keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV sangat tergantung pada kerjasama antar komponen dengan membangun kemitraan pada semua tingkatan sehingga tiap komponen perlu menyadari prinsip-prinsip kolaborasi. Prinsip kolaborasi adalah sebagai berikut: 1. Berjalan secara fungsional dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah, tetapi menyatu dengan kegiatan program TB dan program HIV yang sudah berjalan. 2. Menjadi bagian dari penguatan sistem pelayanan yang sudah berjalan. 3. Memberikan manfaat yang dapat menunjang kedua program. 4. Sarana berbagi informasi dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan pasien. 5. Menjadi tanggung jawab bersama. 6. Membangun komitmen bersama dalam mencapai tujuan. 7. Kesetaraan dan keterbukaan serta saling mendukung. 8. Kepatuhan terhadap ketentuan yang sudah disepakati. B. TUJUAN PELAKSANAAN KOLABORASI TB-HIV Tujuan umum dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah untuk mengurangi beban TB dan HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit ini. Tujuan khusus dari pelaksanaan kolaborasi TB-HIV adalah: 5 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1. Membentuk mekanisme kolaborasi antara program TB dan HIV/AIDS. 2. Menurunkan beban TB pada ODHA. 3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB. C. PELAKSANAAN KOLABORASI Kolaborasi TB-HIV terdiri dari serangkaian kegiatan yang perlu dilaksanakan di semua tingkat manajemen maupun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional adalah sebagai berikut: A. Mekanisme kolaborasi A.1 Membentuk kelompok kerja (POKJA) TB-HIV di semua lini A.2 Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB A.3 Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV A.4 Melaksanakan monitoring dan evaluasi B. Menurunkan beban TB pada ODHA B.1 Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya B.2 Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan, panti rehabilitasi Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya/ NAPZA, tempat kerja) C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB C.1 Menyediakan konseling dan tes HIV C.2 Pencegahan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) C.3 Pengobatan preventif dengan kotrimoksasol (PPK) dan infeksi oportunistik (IO) lainnya C.4 Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV Pada tingkat pengambil keputusan, kolaborasi lebih banyak ditekankan pada komitmen dan kerjasama lintas sektoral sedangkan pada tingkat pelaksana pelayanan kesehatan lebih ditekankan pada penyediaan pelayanan yang menyeluruh dan terpadu. 6 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia D. KOORDINASI KOLABORASI TB-HIV Koordinasi kolaborasi TB-HIV dilaksanakan dengan cara: 1. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) TB-HIV Kelompok kerja dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota prioritas yang beranggotakan unsur-unsur penentu kebijakan dan unit teknis yaitu: a. Program TB, b. Program AIDS, c. Bina Upaya Kesehatan (BUK) d. Pakar/Ahli TB dan HIV dari Organisasi Profesi, e. KPAN/KPAP/KPAK, f. Gerdunas TB, g. WHO, Perwakilan LSM dan donor, h. Instansi Pemerintahan terkait (Kemensos, Kemenhukham, Kemennakertrans) Tugas dan peran Pokja di tingkat Pusat adalah: a. Mengembangkan strategi TB-HIV berdasarkan kebijakan Nasional, menyusun Rencana Strategis Nasional dan rencana kerja, b. Menyusun pedoman, bahan AKMS dan bahan pelatihan, c. Memobilisasi sumber daya dan dana serta peningkatan kapasitas, d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Tugas dan peran Pokja di tingkat Daerah adalah: a. b. c. d. e. f. Menyusun rencana kerja, Menentukan penanggungjawab setiap kegiatan, Menetapkan mitra kerjanya, Menetapkan target untuk Provinsi atau kabupaten/kota tersebut, Meningkatkan jumlah dan kemampuan SDM sesuai kebutuhan, Memonitor dan mengevaluasi kegiatan. Melengkapi Pokja/Forum Komunikasi di atas bila diperlukan dapat dibentuk tim yang padu di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) yang terdiri atas Tim Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy (DOTS), Tim HIV dan unsur manajemen. Secara rinci tim tersebut terdiri dari: 7 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia a. b. c. d. e. f. g. h. i. Wadir Pelayanan/Komite Medik (RS), Kepala Puskesmas Dokter Perawat Petugas laboratorium Petugas farmasi Konselor Manajer kasus Kelompok dukungan Petugas pencatatan dan pelaporan Tugas tim di tingkat Fasyankes : a. Melakukan koordinasi pelayanan TB dan pelayanan HIV. b. Menyelenggarakan pelayanan PDP yang komprehensif bagi pasien TB-HIV termasuk pelayanan konseling tes HIV, PPK untuk infeksi oportunistik, dll. c. Membangun dan memperkuat sistem rujukan internal dan eksternal di antara pelayanan TB dan HIV serta unit terkait lainnya. d. Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai standar. e. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi. f. Melakukan promosi komunikasi perubahan perilaku dan membangun dukungan masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV. 2. Koordinator kolaborasi TB-HIV Koordinator kolaborasi TB-HIV pada tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV. Tugas Koordinator: a. Mengkoordinasikan Pokja, memfasilitasi pertemuan regular dan mengatur jadual termasuk membuat laporan rapat. b. Mengkoordinasikan rencana pengembangan sumber daya untuk TB-HIV. c. Mendukung pelaksanaan kolaborasi TB-HIV sesuai dengan rencana kerja. d. Mengkoordinasikan supervisi TB-HIV. e. Memonitor kegiatan TB-HIV, memastikan tersedianya data TBHIV, analisis dan memberikan umpan balik secara berjenjang. Di tingkat Fasyankes, Pimpinan Fasyankes harus menunjuk seorang Koordinator TB-HIV 8 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Unit Konseling dan Tes HIV (KT HIV) dan atau PDP. Khusus Puskesmas, Pimpinan Puskesmas dapat sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Tugas Koordinator sebagai berikut: a. Memfasilitasi koordinasi pelayanan TB dan HIV, termasuk membangun dan memperkuat sistim rujukan internal dan eksternal di antara pelayanan TB dan HIV serta unit terkait lainnya. b. Mengkoordinasi pencatatan dan pelaporan termasuk umpan balik rujukan antar unit. c. Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meningkatkan kegiatan kolaborasi. d. Memastikan terlaksananya kegiatan promosi, komunikasi perubahan perilaku dan membangun dukungan masyarakat bagi kolaborasi TB-HIV di masing-masing unit terutama di unit DOTS. 9 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 10 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB III PERENCANAAN BERSAMA TB-HIV A. BATASAN DAN TUJUAN Perencanaan bersama TB-HIV adalah perencanaan secara bersama-sama dengan melibatkan unsur-unsur terkait yang dilaksanakan secara periodik pada setiap tingkat. Program TB dan Program HIV AIDS telah menyiapkan perencanaan sesuai dengan bidangnya sebelum melakukan perencanaan bersama TB-HIV. Dalam Perencanaan program TB dan program HIV AIDS harus mencakup kolaborasi TB-HIV dengan mempertimbangkan tingkat epidemi HIV di daerah tersebut. Tujuan perencanaan bersama TB-HIV adalah: 1. Tersusunnya perencanaan kolaborasi TB-HIV secara terintegrasi sesuai dengan arah kebijakan nasional kolaborasi TB-HIV. 2. Memantapkan kolaborasi TB-HIV di tingkat pengelola program dan penyedia pelayanan agar kegiatan lebih efisien dan efektif. 3. Memperjelas pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. B. MEKANISME PERENCANAAN Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV memerlukan perencanaan yang strategis dan disusun bersama agar kolaborasi dapat berjalan secara sistematis dan terpadu. Perencanaan disusun secara berjenjang dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya dan kondisi spesifik wilayah. 11 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Perencanaan strategis ini menjelaskan tujuan, target, kegiatan, pembiayaan, monitoring dan evaluasi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur. Perencanaan strategis ini merupakan rujukan dalam menyusun rencana tahunan masing-masing program yang diimplementasikan secara terpadu. Dalam menyusun perencanaan strategis kolaborasi TB-HIV mempertimbangkan hal-hal berikut ini : 1. Penyusunan rencana strategis kolaborasi TB-HIV meliputi: a. Analisis beban ganda epidemi TB-HIV. b. Dilakukan pengkajian mengenai situasi dan kondisi epidemi TB dan HIV termasuk pencapaian program lima tahun terakhir (Lampiran 1) termasuk juga data-data TBHIV yang meliputi jumlah kasus TB-HIV, jenis kelamin, usia, asal wilayah, pekerjaan, 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. dll. c. Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan program pengendalian TB dan HIV/AIDS. Aspek yang perlu diidentifikasi pada kedua program meliputi: – Sumber daya manusia (jumlah, jenis, kategori, kompetensi, dll). – Sistem pelayanan TB dan HIV. – Sistem informasi manajemen kesehatan yang sudah ada. – Finansial (biaya/anggaran masing-masing program). – Metode (pedoman, rencana masing-masing program, sistem, kebijakan, dll). – Sarana dan prasarana (fasilitas, alat, obat, reagen, bahan logistik lain), termasuk jumlah, jenis dan kemampuan Fasyankes. – Promosi dan mobilisasi (komitmen pemerintah dan mitra, jejaring kerjasama, keterlibatan sektor terkait, LSM, donor, dan mitra lain). Menentukan isu-isu strategis kolaborasi TB-HIV baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Menentukan tujuan kolaborasi TB-HIV. Menentukan jenis kegiatan kolaborasi TB-HIV. Menentukan anggaran kegiatan kolaborasi TB-HIV. Menentukan indikator dan target kegiatan kolaborasi TB-HIV. Mekanisme pencatatan dan pelaporan kegiatan Kolaborasi TB-HIV. Melakukan monitoring dan evaluasi kolaborasi TB-HIV. C. PENGEMBANGAN PELAYANAN Pengembangan kolaborasi TB-HIV dilakukan dengan membentuk jejaring antar unit pelayanan yang sudah ada atau mengembangkan layanan yang diperlukan untuk kolaborasi TB-HIV. 12 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Sesuai Kebijakan Nasional TB-HIV maka pelaksanaan pelayanan TB-HIV maupun pengembangannya mengacu pada tingkat epidemi HIV/ AIDS seperti di bawah ini: Rendah Prevalens HIV dalam suatu sub-populasi tertentu belum melebihi 5% Terkonsentrasi Prevalens HIV secara konsisten lebih dari 5% di subpopulasi tertentu dan Prevalens HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu hamil Meluas Prevalens HIV lebih dari 1 % di populasi umum atau ibu hamil Sesuai dengan tingkat epidemi diatas maka: 1. Provinsi dengan epidemi HIV yang meluas, kegiatan kolaborasi TB-HIV dilaksanakan pada: a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV. b. Semua Rumah Sakit DOTS. c. Semua Puskesmas. d. Rutan dan Lapas dan panti rehabilitasi pengguna NAPZA suntik (penasun) yang memiliki Fasyankes. 2.Provinsi dengan epidemi HIV terkonsentrasi dan rendah, kegiatan kolaborasi TB-HIV dilaksanakan pada: a. Semua Fasyankes yang telah tersedia Konseling dan Tes HIV. b. Rumah Sakit DOTS, kolaborasi dikembangkan secara bertahap. c. Puskesmas dengan kriteria tertentu: – Di Kabupaten/Kota yang memiliki layanan KT HIV. – Besarnya masalah TB (misalnya Notification Rate >100 per 100.000 penduduk). d. Rutan/lapas dan panti rehabilitasi penasun yang memiliki unit pelayanan kesehatan. 13 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 14 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB IV KOLABORASI TB-HIV DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN A. BATASAN DAN TUJUAN Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes merupakan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dari tingkat Pusat. Oleh karena mekanisme dan tujuan dari kegiatan ini sama maka pada bab ini hanya membahas masalah-masalah teknis seperti tugas dan tanggung jawab dari berbagai tingkat Fasyankes. Kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes bertujuan untuk menjamin kesinambungan perawatan pasien yang berkualitas, yang pada akhirnya akan mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat infeksi ganda dan masalah resistensi obat. B. KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES Ada dua pilihan bentuk model layanan kolaborasi TB-HIV yang dapat diterapkan, yaitu: a. Model Layanan Paralel Yaitu layanan TB dan layanan HIV yang berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem rujukan yang disepakati. 15 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia b. Model Layanan Terintegrasi Yaitu layanan TB dan layanan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes. Kombinasi dari kedua model layanan di atas dapat diterapkan di satu wilayah Kabupaten/ Kota. Sebagai contoh: di sebuah Kabupaten memiliki RS yang mempunyai layanan TBHIV terintegrasi, di samping itu juga terdapat sarana KT HIV mandiri yang berada dalam jejaring dengan layanan TB di Puskesmas atau RS. C. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI FASYANKES Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes dapat dilihat pada tabel di halaman berikut ini berikut ini: Tabel 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di masyarakat dan Fasyankes Tempat layanan Kegiatan TB-HIV Layanan di masyarakat, keluarga/kelompok masyarakat yang terkena dampak TB dan atau HIV (layanan yang dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat, LSM, organisasi keagamaan, kegiatan kesehatan di masyarakat) •• KIE untuk TB, HIV, IMS Puskesmas, klinik Pemerintah maupun Swasta, dan Dokter Praktek Swasta yang sudah terlatih TB-HIV •• Layanan atau rujukan KT HIV •• Promosi kondom •• Penyuluhan gizi dan dukungan pangan •• Dukungan psikologis •• Pengawasan minum obat TB oleh masyarakat •• Pengawasan minum obat Antiretroviral (ARV) jika memungkinkan •• Perawatan paliatif dan fase terminal di komunitas/ rumah •• Penawaran tes HIV dengan konseling oleh petugas •• Penyuluhan tentang pencegahan dan penularan TB •• Penemuan kasus TB yang lebih intensif dan pengobatannya •• Promosi kondom •• Terapi IMS dengan pendekatan sindrom dan/atau laboratorium sederhana •• Tatalaksana infeksi oportunistik terkait HIV dengan pendekatan sindrom dan perawatan paliatif 16 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tempat layanan Kegiatan TB-HIV •• Penyiapan pasien untuk terapi ARV dan pemantauan pasien ARV yang kondisinya telah stabil •• Skrining TB di layanan Konseling dan Tes HIV dan bagi semua ODHA •• Terapi pencegahan kotrimoksasol untuk mengurangi kesakitan dan kematian ODHA dengan atau tanpa TB •• Pengendalian infeksi •• Pencatatan dan pelaporan •• Pertemuan TB-HIV koordinasi internal Fasyankes (diskusi klinis, perencanaan, monev) Rumah sakit kelas C yang petugasnya telah dilatih TB-HIV •• Layanan jarum suntik steril •• Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya •• Semua yang di atas •• Diagnosis dan terapi penyakit terkait HIV •• Perawatan paliatif pasien rawat inap •• Terapi ARV lini I •• Penatalaksanaan kasus TB rujukan •• Akses pemeriksaan foto toraks pada terduga TB dengan BTA negatif dan kecurigaan/ konfirmasi infeksi HIV •• Menjamin keamanan darah transfusi Rumah sakit kelas A dan B yang petugasnya sudah dilatih TB-HIV •• Semua di atas •• Terapi ARV lini I dan II •• Penatalaksanaan kasus TB rujukan RESISTAN OBAT D. PENERAPAN BERBAGAI KEGIATAN KOLABORASI Penerapan kegiatan kolaborasi TB-HIV pada tingkat layanan meliputi layanan untuk: a. Membentuk mekanisme kolaborasi di tingkat layanan. a. Membentuk badan koordinasi pelaksanaan TB-HIV efektif di tingkat layanan (dijelaskan di Bab II Kolaborasi Program). b. Melaksanakan surveilans HIV pada pasien TB (dijelaskan di Bab VIII Monev). 17 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia c. Melaksanakan perencanaan bersama TB-HIV (dijelaskan di Bab III Perencanaan Bersama TB-HIV). d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi (dijelaskan di Bab VIII mengenai Monev). b. Menurunkan beban TB pada ODHA a. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya. b. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja). c. Menurunkan beban HIV pada pasien TB a. Menyediakan KT HIV. b. Pencegahan HIV dan IMS. c. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan IO lainnya. d. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) HIV. Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai kegiatan pada butir B dan C. E. MENURUNKAN BEBAN TB PADA ODHA 1. Mengintensifkan penemuan kasus TB dan pengobatannya Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menurunkan angka kematian karena TB pada ODHA dan kelompok perilaku berisiko tinggi terkena HIV. Kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB dimulai dari skrining TB dan dilanjutkan dengan penegakan diagnosis dan pengobatannya. Kegiatan dalam Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya meliputi: a. Skrining TB pada ODHA Skrining TB harus dilakukan secara rutin pada semua klien dan ODHA yang datang di layanan KT HIV dan PDP dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana untuk mengidentifikasi secara dini pasien TB yaitu: – batuk lebih dari 2 minggu – demam – kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas – pembesaran kelenjar getah bening > 2 cm – berkeringat malam tanpa aktifitas 18 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Skrining dilakukan oleh Konselor, Manajer kasus atau Perawat dan harus dilakukan pada semua ODHA setelah KT HIV (konseling post tes) secara berkala selama pelayanan HIV termasuk sebelum memulai Antiretroviral Therapy (ART) atau selama pemberian ART. Skrining TB juga harus dilakukan pada kontak serumah, pada klien/kelompok dengan risiko HIV dan pada kondisi khusus seperti di rutan/lapas. Berkaitan dengan prevalens TB yang tinggi di antara penasun (Injecting drug users/IDU), pelayanan harm reduction dan Pusat rehabilitasi harus melakukan skrining TB secara rutin dan segera merujuk ke Fasyankes. Diagnosis TB dan diagnosis HIV harus sesuai Pedoman Nasional yang berlaku. Sebelum memulai ART, semua ODHA harus dipastikan status TB-nya, bila ternyata juga menderita TB maka penatalaksanaannya sesuai tatalaksana klinis TB-HIV. Mitra pelaksanaan kegiatan tersebut adalah layanan bagi kelompok risiko tinggi (Penasun, Waria, LSL, PS), Fasyankes di Lapas dan Rutan, kelompok ODHA, sarana layanan IMS, layanan KIA. Langkah kegiatan skrining: 1) Menentukan mitra untuk penemuan kasus misalnya: Lapas, LSM, kelompok ODHA, kelompok dukungan dan layanan IMS. 2) Kesepakatan mekanisme rujukan antara layanan KT HIV dengan unit DOTS yang memudahkan pasien. b. Diagnosis TB pada ODHA 1. Akses pemeriksaan mikroskopis dahak Suspek TB yang ditemukan di KT HIV dan atau PDP serta mitra lainnya harus diperiksa sesegera mungkin oleh Dokter untuk segera didiagnosis dan diterapi (termasuk akses untuk pemeriksaan mikroskopis dahak dan foto toraks) sehingga diagnosis TB dapat ditegakkan lebih cepat. Untuk itu, perlu dibangun jejaring dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan mikroskopis dahak. – Layanan paralel: membangun jejaring dengan Unit DOTS untuk penegakan diagnosis TB dan pengobatannya. – Layanan terintegrasi: Unit KT HIV dan atau PDP menegakkan diagnosis TB sesuai dengan standar termasuk penentuan tempat yang memenuhi syarat untuk pengumpulan sediaan dahak. 19 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2. Pemeriksaan foto toraks suspek TB BTA negatif Diagnosis TB pada ODHA merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena pada umumnya ODHA dengan infeksi TB menunjukkan hasil Basil Tahan Asam (BTA) negatif. Oleh karena itu, suspek TB pada ODHA dengan hasil pemeriksaan BTA negatif, harus segera mendapatkan pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada ODHA khususnya dalam mempersingkat waktu supaya diagnosis TB tidak terlambat. Pada ODHA rawat jalan dengan hasil BTA negatif maka akses pemeriksaan foto toraks direkomendasikan pada kunjungan kedua tanpa menunda sampai didapatkan hasil pemeriksaan sputum BTA yang ketiga sedangkan pada pasien yang sakitnya lebih parah atau pasien rawat inap maka pemeriksaan foto toraks dilakukan segera pada saat pasien masuk RS bersamaan dengan upaya diagnostik lainnya. Pada daerah terpencil dan tidak mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks maka diagnosis TB pada ODHA dilakukan sesuai dengan pedoman nasional. c. Pengobatan TB pada ODHA Orang dengan HIV/AIDS dari layanan KT HIV dan atau PDP yang didiagnosis TB harus segera mendapatkan pengobatan dengan OAT. Obat anti TB dapat diberikan di unit DOTS maupun di Unit KT HIV dan atau PDP yang terintegrasi dengan pelayanan TB. Dalam merujuk ODHA dengan TB perlu dipastikan bahwa Fasyankes yang dituju sudah menerapkan strategi DOTS dan siap menerima rujukan dari unit KT HIV dan atau PDP. Unit KT HIV dan atau PDP juga diharapkan memiliki kemampuan dalam tatalaksana TB termasuk dalam hal logistik, pencatatan dan pelaporan. Pengobatan TB pada ODHA mengacu pada Buku Petunjuk Teknis Tatalaksana Klinis Ko-infeksi TBHIV. Langkah penerapan kolaborasi Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penerapan kolaborasi TB-HIV dalam kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya pada ODHA: menentukan Fasyankes atau mitra mana yang akan dilibatkan dalam penerapan kolaborasi TB-HIV. membangun sistem rujukan yang disepakati. 20 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia memfasilitasi pengembangan kapasitas Fasyankes yang akan melaksanakan kolaborasi TB-HIV termasuk pelatihan dan bimbingan/supervisi. Setelah kegiatan di atas telah dilaksanakan maka pelaksanaan kegiatan kolaborasi di tingkat layanan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut: Tabel 2. Penerapan Kolaborasi dalam kegiatan Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya No 1 Penerapan Kolaborasi Jenis Kegiatan Skrining Unit DOTS Unit Konseling dan Tes HIV/PDP Kesepakatanuntuk melakukan kolaborasi Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi Mengembangkan sistem rujukan setempat Mengembangkan sistem rujukan setempat KIE Mengidentifikasi suspek TB pada setiap kunjungan Menerima rujukan kasus TB Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Mendiagnosis TB atau merujuk jika tidak ada sarana diagnosis TB Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan 2 Pemeriksaan Mikroskopis Dahak Memahami protap diagnosis TB pada ODHA Memahami protap diagnosis TB pada ODHA Melaksanakan pemeriksaan mikroskopis dahak rujukan dari Konseling dan Tes HIV/ PDP Penyediaan sarana dan prasarana pemeriksaan mikroskopis dahak (bila memungkinkan) Memberikan bimbingan teknis tentang kualitas pemeriksaan dahak kepada petugas laboratorium unit Konseling dan Tes HIV dan atau PDP yang melaksanakan pemeriksaan mikroskopis sendiri Penyegaran bagi petugas laboratorium Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan Melaksanakan pencatatan dan pelaporan 3 21 Pemeriksaan foto toraks Memahami pentingnya pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB pada ODHA Membangun jejaring dengan Fasyankes yang mempunyai sarana pemeriksaan foto toraks untuk diagnosis TB Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Melaksanakan pencatatan dan Pelaporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No 4 Jenis Kegiatan Akses OAT Penerapan Kolaborasi Unit DOTS Menerima rujukan untuk pemberian OAT Tatalaksana efek samping OAT Bimbingan dan supervisi Tatalaksana defaulters, mangkir Unit Konseling dan Tes HIV/PDP oPemberian OAT oTatalaksana efek samping OAT oTatalaksana defaulters, mangkir oMembangun jejaring dengan Unit DOTS untuk pengobatan bila tidak mampu oPencatatan dan pelaporan TB-HIV Pencatatan dan pelaporan TB-HIV 2. Menjamin pengendalian infeksi TB pada layanan kesehatan dan tempat khusus (Lapas/Rutan, panti rehabilitasi NAPZA, tempat kerja) Pasien TB yang menular dapat dijumpai juga di sarana layanan HIV. Besar sekali kemungkinan pasien TB ini menularkan kuman TB ke pasien lain atau kepada petugas kesehatan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan risiko penularan TB maka pengendalian infeksi TB harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan terutama pada tempat tertentu yang rawan HIV, seperti: layanan KT HIV, layanan PDP, rutan/lapas dan panti rehabilitasi NAPZA. Upaya khusus ini harus dilakukan secara bersama dengan memperluas kolaborasi TB-HIV. Layanan DOTS di Fasyankes KT HIV dan atau PDP akan meningkatkan kemungkinan ODHA kontak dengan pasien BTA positif. Upaya pengendalian infeksi akan menimbulkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap pasien TB dan HIV. Upaya ini harus mempertimbangkan berbagai faktor yang memberikan manfaat terbaik bagi layanan, pasien dan masyarakat. Faktor-faktor yang harus diperhatikan: – Tingkat risiko penularan. – Penjelasan kepada pasien tentang penularan penyakit. – Kesadaran layanan kesehatan tentang pentingnya kewaspadaan universal. – Upaya pemisahan suspek TB atau pasien TB BTA positif dengan pasien lain. Pemisahan ini harus lebih diperhatikan di unit KT HIV/PDP yang memberikan layanan DOTS (misalnya: pemisahan ruang tunggu atau waktu yang berbeda, ventilasi yang baik). Pada panti rehabilitasi NAPZA dan rutan/lapas, yang biasanya dengan prevalens HIV lebih tinggi daripada masyarakat umum, TB menyebar dengan lebih mudah karena lingkungan 22 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia yang padat, ventilasi yang buruk, lamanya terpapar dan terbatasnya layanan kesehatan. Di tempat-tempat ini, diterapkan skrining gejala TB secara berkala, memperkuat jejaring rujukan layanan DOTS dan memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan TB fase intensif. Setiap pasien yang diduga atau didiagnosis TB Resistan Obat harus mendapat perlakuan khusus dalam layanan HIV karena risiko penularan yang lebih berbahaya dan risiko kematian yang tinggi. Pencegahan Pengendalian infeksi TB dan Kewaspadaan Standar mengacu pada buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB dan/atau buku Kewaspadaan standar. F. MENURUNKAN BEBAN HIV PADA PASIEN TB Salah satu tujuan dari kolaborasi TB-HIV adalah menurunkan beban HIV pada pasien TB. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi pintu masuk bagi pasien TB menuju akses pencegahan dan pelayanan HIV sehingga dengan demikian pasien tersebut mendapatkan pelayanan yang komprehensif. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan layanan konseling dan tes HIV untuk pasien TB. 2. Pencegahan HIV dan IMS. 3. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) dan IO lainnya. 4. Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV. Kegiatan-kegiatan pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi atau rendah pada prinsipnya adalah sama kecuali pada kegiatan nomor satu, yaitu menyediakan layanan KT HIV untuk pasien TB. Perincian mengenai perbedaannya seperti uraian di bawah ini: Menyediakan layanan KT HIV untuk pasien TB Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui status HIV-nya dan mereka akan mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan umum. Konseling dan tes HIV merupakan pintu masuk yang penting bagi pasien TB untuk mendapatkan pelayanan HIV. Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB: a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas 23 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan KT HIV secara rutin. Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalens HIV pada pasien TB > 5%, KT HIV harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB. Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan TB sehingga jika ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat ditawarkan kembali setelah pemberian informasi HIV AIDS. b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi Dilakukan pengkajian faktor risiko menggunakan formulir skrining (kuesioner) pada setiap pasien TB . Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk KT HIV (oleh petugas TB atau dirujuk ke unit KT HIV). Kriteria penilaian untuk menawarkan tes HIV pada pasien TB: 1) Faktor risiko HIV (pasien atau pasangan) – Penasun, – Pekerja Seks (Wanita, Pria termasuk Waria dan Lelaki Seks Lelaki), – Berganti-ganti pasangan, – Riwayat Infeksi Menular Seksual, – Jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, misalnya: orang yang karena pekerjaannya berpindah-pindah tempat (supir, pelaut), migran, tuna wisma, pekerja bar/salon, – Riwayat transfusi darah dan produk darah. 2) Penilaian klinis HIV – Kematian pasangan akibat penyakit kronik, – Kandidiasis oral, diare kronik dan penurunan berat badan secara drastis (> 10%). 3) Penilaian klinis TB – Kasus sulit (komplikasi) atau tidak adanya respons terhadap pengobatan, – Pasien TB yang dirawat inap, – Pasien TB ekstra paru, – Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif dan ada keraguan dalam penilaian faktor risiko HIV maka menjadi alasan kuat untuk menawarkan KT HIV karena sebagian besar kasus TB-HIV ditemukan dengan hasil pemeriksaan dahak BTA negatif. Jika ditemukan salah satu kriteria tersebut di atas maka pasien TB tersebut ditawarkan untuk tes HIV. 24 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Konseling dan tes HIV bagi pasien TB dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: Provider-initiated HIV testing and counselling (PITC= Konseling dan Tes HIV Atas Inisiasi Petugas Kesehatan /KTIPK) dan Voluntary Counselling and Testing (VCT= KT HIV Sukarela/ KTS). A.1. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan (KTIPK/ Provider Initiated Testing and Counseling (PITC)) Provider Initiated Testing and Counseling merupakan layanan Tes dan Konseling atas Inisiasi Petugas Kesehatan yang terintegrasi di Fasyankes. Provider Initiated Testing and Counseling dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS (seperti di atas) maka petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalakasana klinis. Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu, perlu memberikan informasi yang cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konfidensialitas terjaga, terhubung dengan rujukan ke PDP yang memadai. Provider Initiated Testing and Counseling dilaksanakan tidak dengan cara mandatori atau wajib. Prinsip 3 C (informed consent, confidentiality, counseling) dan 2 R (reporting and recording) tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya. Tujuan utama KTIPK/PITC adalah agar petugas kesehatan dapat membuat keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang seperti misalnya ART. Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi: 1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV. 2. Memeriksa tanda-tanda IO lain pada kasus TB. 3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan dan tato permanen. 4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani 25 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia tes. 5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan. 6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya. 7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada setiap akhir layanan. KIE Kontak awal antara petugas dan pasien Petugas memberikan KIE kepada pasien (dapat dilakukan secara berkelompok atau per-orangan) dengan menggunakan alat bantu audio visual � � Poster Brosur Bersedia tes HIV (dengan Informed consent) ( Rujuk ke Tes Cepat HIV Tes Cepat HIV dilakukan di laboratorium � Petugas mengindentifikasi faktor risiko yang tampak termasuk memeriksa tanda-tanda IO lain � Petugas memberikan informasi mengenai kaitan TB dengan HIV � Petugas memprakasai tes HIV pada pasien TB yang berisiko Pasien menolak Tes HIV Petugas mengulang informasi tentang pentingnya tes HIV. Bila masih menolak juga: � Sarankan sebagai alternatif untuk ke klinik KT HIV � Pada kunjungan TB berikutnya diulangi informasi tentang pentinya tes HIV Petugas menyampaikan hasil tes kepada pasien Rujuk ke klinik KT HIV bila pasien tetap menolak Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat Pasien dengan hasil tes HIV negatif � Petugas menyampaikan hasil tes negatif � Berikan pesan tentang pencegahan HIV � Sarankan kepada pasien dan pasangannya untuk ke klinik KT HIV untuk konseling pencegahan HIV lebih lanjut (termasuk saran untuk tes ulang) � � � � Pasien dengan hasil Tes HIV Positif Petugas informasikan hasil tes HIV positf Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV Rujuk ke PDP Rujuk ke klinik KT HIV Beri informasi tentang klinik KT HIV terdekat Inform Petugas informasikan hasil tes HIV positf Berikan dukungan kepada pasien dalam menanggapi hasil tes Informasikan perlunya perawatan dan pengobatan HIV Informasikan cara pencegahan penularan kepada pasangan, sarankan untuk tes HIV di KT HIV � Pastikan sumber dukungan yang ada di masyarakat � Pasien tetap harus dirujuk ke Konseling dan Tes HIV untuk konseling perubahan perilaku � � � � Gambar 1. Langkah Pelayanan PITC di Unit DOTS 26 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia A.2. Pendekatan KT HIV atas inisiasi klien atau yang disebut KT HIV Sukarela (KTS) Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien (KTS) ini merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/ AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. Perbandingan antara KTS dan KTIPK adalah seperti tabel berikut ini: Tabel 3. Pendekatan konsep KTS dan PITC Tolok Ukur Pasien/Klien KT HIV Sukarela Datang ke klinik khusus untuk KT HIV Berharap dapat pemeriksaan Pada umumnya asimtomatis Datang ke klinik karena penyakit terkait HIV misalnya pasien TB/ suspek TB Tidak bertujuan tes HIV Tes HIV diprakarsai oleh petugas kesehatan berdasarkan indikasi Petugas kesehatan/ Konselor Konselor terlatih baik petugas kesehatan maupun bukan petugas kesehatan Petugas kesehatan yang dilatih untuk memberikan konseling dan edukasi Tujuan utama KT HIV Penekanan pada pencegahan penularan HIV melalui pengkajian faktor risiko, pengurangan risiko, perubahan perilaku dan tes HIV serta peningkatan kualitas hidup Penekanan pada diagnosis HIV untuk penatalaksanaan yang tepat bagi TB-HIV dan rujukan ke PDP Pertemuan Pra tes Konseling berfokus klien Secara individual Kedua hasil baik positif maupun negatif, sama pentingnya untuk diketahui pasien karena pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup 27 Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan Petugas kesehatan memprakarsai tes HIV kepada pasien yang terindikasi Diskusi dibatasi tentang perlunya menjalani tes HIV Perhatian khusus untuk yang hasil-nya HIV positif dengan fokus pada perawatan medis dan upaya pencegahan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tolok Ukur Tindak lanjut KT HIV Sukarela Klien dengan hasil HIV positif dirujuk ke layanan PDP dan dukungan lain yang ada di masyarakat Konseling pembukaan status pada pasangan dan keluarga Klien dengan hasil negatif penekanan pada mempertahankan perilaku aman Konseling dan tes atas inisiasi petugas kesehatan Perawatan pasien HIV positif berkoordinasi dengan petugas TB dan rujukan ke layanan dukungan lain yang ada di masyarakat Klien dengan hasil negatif penekanan pada penanganan penyakit yang diderita Dalam menginisiasi konseling HIV, perlu juga dilakukan skrining IMS pada pasien TB dengan menggunakan serangkaian pertanyaan sederhana. Pasien TB dengan gejala IMS harus segera diterapi atau dirujuk ke sarana layanan IMS serta dianjurkan untuk melakukan KT HIV. Selain IMS perlu juga skrining tentang penyalahgunaan NAPZA karena di Indonesia merupakan faktor risiko penting untuk infeksi HIV. Kolaborasi dapat dikembangkan dengan klinik penyedia layanan pengurangan dampak buruk seperti Layanan Jarum Suntik Steril (LJSS) dan atau Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bagi para penasun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan kolaborasi di Layanan KT HIV bagi pasien TB: - Sarana layanan TB dapat berupa sarana layanan TB DOTS di Puskesmas ataupun di RS, sementara sarana layanan KT HIV dapat berlokasi di RS, Puskesmas atau klinik KT HIV mandiri yang dikelola LSM. - Kegiatan kolaborasi tersebut dapat terlaksana apabila strategi DOTS di wilayah Kab/ Kota telah diterapkan dan terdapat layanan tes HIV di wilayah tersebut. - Konseling dan tes HIV secara sukarela merupakan pintu masuk untuk layanan PDP HIV termasuk pengobatan ARV. Hal ini berlaku juga bagi pasien TB. - Layanan KT HIV dapat diberikan di layanan TB yang sudah memiliki kemampuan untuk KT HIV atau melalui rujukan internal ataupun eksternal. - Penanggung jawab kolaborasi ini adalah petugas Unit DOTS dengan mitra utama Unit KTS dan atau PDP. 28 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Pencegahan HIV dan IMS Petugas di unit DOTS di RS dan Puskesmas harus memberikan KIE kepada pasien TB mengenai HIV. Pada saat memberikan layanan pada pasien TB merupakan peluang yang baik dalam memberikan KIE tentang HIV. Kegiatan KIE harus dilaksanakan secara berkala. Materi KIE HIV/AIDS pada pasien TB adalah sebagai berikut: – Ko-infeksi TB-HIV; pesan harus terfokus pada kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, ketersediaan layanan TB dan HIV serta manfaat dan pentingnya KT HIV bagi pasien TB. – Pencegahan HIV menggunakan strategi ABCD (A: abstinence/puasa seks, B: Be faithfull/bersikap saling setia, C: Condom/Kondom dan D: Drug/tidak menggunakan NAPZA suntik). – Promosi kondom sebagai upaya untuk pencegahan IMS harus ditekankan di pelayanan DOTS. Pasien TB harus diskrining untuk gejala IMS. Mereka dengan gejala IMS harus ditangani dan dirujuk ke layanan IMS. – Pasien penasun harus dirujuk ke unit pengurangan dampak buruk NAPZA suntik dan layanan terapi rumatan metadon. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol dan pengobatan IO lainnya Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ODHA dengan atau tanpa TB akibat IO. Pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol relatif aman dan harus diberikan sesuai dengan Pedoman Nasional PDP serta dapat diberikan di unit DOTS atau di unit PDP. Pengobatan pencegahan kotrimoksasol diindikasikan bagi: – Semua pasien TB dengan HIV (+). – ODHA dewasa dan remaja (usia > 13 tahun) pada tahap penyakit simtomatis (stadium klinis 2, 3, atau 4). Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV 1) Perawatan Human Immunodeficiency Virus merupakan penyakit kronik yang akan dialami seumur hidup ODHA. Seperti halnya penyakit kronik yang lain maka HIV memerlukan perawatan dan pemantauan status kesehatannya secara berkesinambungan. Perawatan komprehensif berkesinambungan adalah perawatan yang dilakukan secara holistik dan terus menerus melalui sistem jejaring yang bertujuan memperbaiki dan memelihara kualitas hidup ODHA dan keluarganya. Perawatan komprehensif 29 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia meliputi pelayanan medis, keperawatan dan pelayanan pendukung lainnya seperti aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, perawatan penyembuhan dan rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan fisis, psikologi, sosial dan kebutuhan spritual individu termasuk perawatan paliatif. 2) Dukungan Dukungan bagi pasien dengan HIV meliputi dukungan sosial, dukungan untuk akses layanan, dukungan di masyarakat dan di rumah, dukungan spriritual dan dukungan dari kelompok sebaya. Kelompok dukungan sebaya (KDS) dan organisasi kemasyarakatan dapat berperan serta dalam membangun jejaring antara unit layanan kesehatan dan kelompok dukungan lain yang ada di masyarakat terkait kolaborasi TB-HIV. Kelompok tersebut dapat berperan dalam hal: – Penjaringan suspek TB – HIV dan rujukan pasien. – Perawatan ODHA dengan TB di rumah maupun di masyarakat. – Penyiapan pasien untuk pengobatan terutama kesiapan kepatuhan dan pemantauannya. – Mendorong Fasyankes agar dapat memberikan layanan yang lebih user friendly/bersahabat. – Menjadi media penyampai informasi kesehatan. – Pelaksanaan pengendalian infeksi TB-HIV di kelompoknya maupun di Fasyankes. Semua kegiatan di atas menjadi tanggung jawab bersama baik unit DOTS maupun layanan KT HIV/PDP. 3) Pengobatan Pasien TB dengan HIV positif diberikan OAT dan Pengobatan ARV untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV harus diberikan di layanan PDP yang mampu memberikan tatalaksana komplikasi yang terkait HIV, yaitu di RS rujukan ARV. Sedangkan untuk pengobatan TB bisa didapatkan di unit DOTS yang terpisah maupun yang terintegrasi di dalam unit PDP. Pengobatan ARV dimulai di RS sedangkan persiapannya dapat dilaksanakan oleh Puskesmas termasuk didalamnya penyiapan kepatuhan, pemberian PPK dan pengobatan IO yang sederhana. Petugas TB perlu mendapatkan pelatihan atau pengenalan tentang tatalaksana HIV dan terapi ARV termasuk dukungan kepatuhan pasien terhadap ARV. Agar lebih jelas, kegiatan-kegiatan untuk menurunkan beban HIV pada pasien TB dapat dilihat pada tabel berikut: 30 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tabel 4. Penerapan Kolaborasi Menurunkan beban HIV pada pasien TB No 1 Jenis Kegiatan KT HIV Penerapan Kolaborasi Unit DOTS Unit PDP HIV Penyiapan protap dan kuesioner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolaborasi dengan unit terkait) Penyiapan protap dan kuesio-ner penilaian faktor risiko HIV (termasuk skrining IMS dan pengunaan NAPZA, berkolabo-rasi dengan unit terkait) Pada semua pasien TB dilakukan penilaian faktor risiko dengan kuesio-ner yang ada dan yang teridentifikasi memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV Pada daerah epidemi HIV meluas semua pasien TB langsung ditawari untuk menjalani KT HIV Petugas memberikan informasi HIV dan menawarkan KT HIV kepada pasien TB Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Semua klien KT HIV (yang datang sendiri atau dari unit DOTS) ditanyakan gejala IMS dan penggunaan NAPZA Pasien IMS dirujuk ke unit IMS, pasien pengguna NAPZA dirujuk ke PTRM atau program LJSS Konselor melakukan KT HIV kepada pasien TB Melaksanakan pencatatan dan pelaporan 2. Pencegahan HIV dan IMS Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom Pemberian KIE Pencegahan HIV dan IMS termasuk promosi kondom 3. PPK Pemberian PPK pada pasien TBHIV Pemberian PPK pada pasien TB-HIV Pemantauan efek samping PPK Pemantauan efek samping PPK Melaksanakan pencatatan dan pelaporan 31 Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No 4. Jenis Kegiatan PDP HIV Penerapan Kolaborasi Unit DOTS Unit DOTS membina PMO untuk melaksanakan dukungan biopsikososial di rumah dan masyarakat Memfasilitasi pertemuan berkala dengan PMO Menerima informasi hasil pantauan KD tentang kepatuhan menelan obat Memberikan informasi kepada KD untuk mengenal efek samping obat Menerima laporan dari KD tentang pasien yang tidak mengambil obat sesuai jadual (termasuk defaulter) dan menindaklanjuti. Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi Mengembangkan sistem rujukan setempat Mengidentifikasi kriteria klinis pasien TB-HIV untuk mendapatkan ARV Merujuk pasien ke Unit PDP untuk mendapatkan ARV Memantau pasien yang mendapatkan OAT dan ARV termasuk efek samping obat dan Immune reconsti-tution inflammatory syndrome (IRIS) Unit PDP HIV Merujuk pasien ke kelompok dukungan (KD) untuk pendampingan Memberikan bimbingan teknis kepada KD sehubungan perawatan di rumah dan masyarakat Kesepakatan untuk melakukan kolaborasi Menerima rujukan dari unit DOTS Menyiapkan dan melaksanakan terapi ARV sesuai Pedoman Nasional pada pasien TBHIV termasuk penyiapan kepatuhannya, Memantau pasien yang mendapatkan OAT dan ARV Memantau resistensi obat HIV Melaksanakan pencatatan dan pelaporan Melaksanakan pencatatan dan pelaporan 32 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia G. ALUR LAYANAN DAN SISTEM RUJUKAN Rujukan pada kolaborasi TB-HIV di tingkat layanan meliputi rujukan antar unit di satu Fasyankes (misalnya dari unit TB ke unit KT HIV) dan rujukan antar Fasyankes (misalnya dari Puskesmas ke RS) secara timbal balik hingga ke tingkat komunitas. 1. Pasien TB dengan HIV Positif Pasien TB dapat dilayani di Puskesmas atau unit DOTS di RS. – Apabila pasien TB didapati HIV Positif, unit DOTS merujuk pasien ke RS rujukan ARV untuk mempersiapkan dimulainya pengobatan ARV. – Sebelum merujuk pasien ke layanan PDP, Puskesmas/unit DOTS RS dapat membantu dalam melakukan persiapan agar pasien patuh selama mendapat pengobatan ARV. – Ketika pasien telah dalam kondisi stabil, misalnya sudah tidak lagi dijumpai reaksi atau efek samping obat, tidak ada interaksi obat maka pasien dapat dirujuk kembali ke Puskesmas/unit RS DOTS untuk meneruskan OAT sedangkan untuk ARV tetap diberikan oleh tim PDP. 2. Orang dengan HIV AIDS dengan TB Pintu masuk ke layanan HIV adalah sarana layanan KT HIV (KTS). Perawatan, dukungan dan pengobatan HIV di Indonesia dikembangkan di RS rujukan ARV yang merupakan layanan kesehatan sekunder atau tersier. – Semua ODHA diskrining gejala dan tanda TB. Skrining dapat dilakukan oleh Konselor, Perawat atau Dokter di layanan KT HIV dan atau PDP. – Jika dijumpai ODHA dengan suspek TB, segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis TB. Jika di layanan KT HIV dan atau PDP tidak ada sarana diagnostik TB, segera rujuk ODHA ke unit DOTS. – ODHA yang terdiagnosis TB harus segera diobati dengan OAT dapat dilakukan di unit DOTS Puskesmas atau RS maupun di layanan PDP. – Unit KT HIV dan atau PDP dapat memantau kemajuan pengobatan TB dengan bantuan unit DOTS. 33 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Gambar 2. Bagan Alur Rujukan dalam Kolaborasi Perawatan dan Pengobatan TB-HIV UPK TB DOTS PDP HIV Suspek TB Berisiko HIV Diagnostik TB KTS HIV TB (+)? Tidak Bukan TB Kembali ke PDP HIV Prevalensi HIV tinggi? Konseling perubahan perilaku Gejala TB? [a] Tidak Tidak Ya Layak ART? Ya Tidak Ya Tidak Bersedia KTS? Terapi TB Pemeriksaan tindak lanjut setiap 3-6 bulan Terapi TB tahap intensif lengkap? Default tracing Catatan: Kembali ke UPK TB (terapi TB) Ulang KTS 6 bulan lagi ART dapat ditunda? [b] Ya Tidak Tidak Ya Berisiko HIV? Ya HIV (+)? Ya Tidak Ya Ya Lengkapi Terapi TB ART OAT + ART Alur pasien dari Unit DOTS Alur pasien dari Fasyankes PDP HIV Catatan : [a] Skrining TB pada ODHA disertai juga dengan skrining IO yang lain dan dilakukan pada setiap kunjungan [b] 34 Indikasi Pemberian ART sesuai dengan pedoman nasional program pengendalian HIV/AIDS di Indonesia. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB V PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan dan bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan kegiatan kolaborasi. Pengembangan SDM dalam program kolaborasi TB-HIV merujuk kepada pengertian yang mengarah kepada peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan, pemanfaatan pada pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV dan pembinaan yang berkesinambungan. B. STANDARISASI KETENAGAAN Ketenagaan dalam program pengendalian TB dan HIV memiliki standar dalam hal jumlah dan jenis tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan program tersebut. Dalam pelaksanaannya sangat tergantung pada ketersediaan SDM di Fasyankes pelaksana tersebut. Oleh karena itu, dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV tidak selalu harus menambah tenaga baru tetapi dapat memanfaatkan ketenagaan yang sudah ada. Pelaksana kegiatan kolaborasi TBHIV melekat pada masing-masing program di setiap tingkat administrasi. Adapun penjelasan secara rinci mengenai SDM tersebut di masing-masing tingkat administrasi adalah sebagai berikut: 35 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1. Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Koordinator kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota adalah pejabat yang membawahi program pengendalian TB dan HIV. 2. Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat Fasyankes pada prinsipnya dilakukan oleh masing-masing petugas TB dan petugas HIV. Pimpinan Fasyankes perlu membentuk Pokja TB-HIV yang dipimpin oleh seorang Koordinator. Di tingkat Puskesmas, Kepala Puskesmas dapat menjadi Koordinator pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Rincian tugas Tim TB-HIV di Fasyankes dapat dilihat pada Bab II. Berdasarkan hal tersebut maka standar ketenagaan pada masing-masing Fasyankes ditentukan sebagai berikut: Tabel 5. Tenaga yang dibutuhkan dalam Pelaksanaan Kegiatan Kolaborasi TB-HIV di Fasyankes Model Kolaborasi Paralel Fasyankes Layanan Konseling dan Tes HIV/PDP DOTS (Puskesmas, Klinik, dst) (RS Kelas C, RS Kab/Kota, RS Swasta) 36 Terintegrasi DOTS-Konseling dan Tes HIV/PDP – 1 Dokter – 1 Perawat – 1 Petugas Lab – Konselor – Dokter – Perawat – Petugas Lab – Manajer Kasus – – – – 2 Dokter Umum – 2 Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam dan Spesialis Anak) – 2 Perawat – 1 Petugas Lab – 1 Farmasi – 1 Petugas pencatatan dan pelaporan Konselor – Dokter Umum – Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam) – Perawat – Petugas Lab – Manajer Kasus – Farmasi – Petugas pencatatan dan pelaporan Konselor – Dokter – Perawat – Petugas Lab – Manajer Kasus Konselor – Dokter Umum – Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam dan Anak) – Perawat – Petugas Lab – Manajer Kasus – Farmasi – Petugas pencatatan dan pelaporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia (RS Kelas B atau A, RS Nasional, Provinsi dan pendidikan) – 2 Dokter Umum – 4 Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/ Mikrobiologi, Anak) – 3 Perawat – 1 Petugas Lab – 1 Farmasi – 1 Petugas pencatatan dan pelaporan – – – – – – – – Konselor Dokter Umum Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam,Paru,Patklin/ Mikrobiologi, Anak) Perawat Petugas Lab Manajer Kasus Farmasi Petugas pencatatan dan pelaporan – – – – – – – – Konselor Dokter Umum Dokter Spesialis (Spesialis Penyakit Dalam, Paru, Anak, Obsgin, Bedah, Kulit dan Kelamin) Perawat Petugas Lab Manajer Kasus Farmasi Petugas pencatatan dan pelaporan C. TUGAS POKOK DAN FUNGSI PETUGAS PELAKSANA KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV. Tugas pokok dan fungsi ini menjadi dasar pengembangan kompetensi sumber daya petugas terkait pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Secara umum tugas dan fungsi ini menjabarkan tugas pokok dan fungsi yang telah berjalan di masing-masing program pada setiap tingkatan. Tugas pokok dan fungsi bagi pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di tingkat provinsi dan kabupaten/kota telah dibahas pada bab II. 37 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tabel 6. Tugas pokok dan fungsi petugas TB dan petugas HIV di Fasyankes. LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS Dokter Tugas: •• Menjaring suspek TB Dokter Tugas: •• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIVAIDS •• Mendiagnosis TB (menentukan klasifikasi dan tipe pasien) •• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik •• Memberikan pengobatan TB (menentukan jenis paduan) •• Memberikan penyuluhan •• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi ODHA •• Memberikan penatalaksanaan awal bagi ODHA •• Merujuk ODHA ke spesialis yang terkait jika diperlukan. •• Menentukan PMO •• Mengisi kartu pengobatan pasien TB •• Memonitor dan mengevaluasi hasil pengobatan TB •• Merujuk pasien TB jika diperlukan •• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV •• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari layanan KT HIV dan atau PDP Dokter Spesialis Tugas : •• Mendiagnosis TB •• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV jika pemeriksaan tersebut tidak tersedia •• Merujuk ODHA ke fasilitas laboratorium lain untuk pemeriksaan HIV •• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB •• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut. Dokter Spesialis Tugas: •• Menentukan diagnosis dan stadium klinis HIV/ AIDS •• Memberikan pelayanan kegawatdaruratan bagi TB •• Mendiagnosis Infeksi Oportunistik •• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi pasien TB •• Memberikan pelayanan kegawatdarurat-an bagi ODHA •• Merujuk pasien TB ke spesialis lain bila diperlukan. •• Memberikan penatalaksanaan menyeluruh bagi ODHA •• Mengisi kartu pengobatan pasien TB •• Merujuk ODHA ke spesialis lain bila diperlukan. •• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB •• Mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART •• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV PDP 38 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS •• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut. Konselor Tugas: •• Memberikan informasi HIV/AIDS yang benar dan akurat •• Melakukan konseling HIV/AIDS sebelum dan sesudah tes •• Melakukan pencatatan dan pelaporan hasil konseling •• Melakukan koordinasi dengan layanan pencegahan, dukungan dan perawatan di masyarakat dan unit pelayanan terkait •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB •• Memberikan umpan balik hasil tes HIV pasien TB yang dirujuk dari unit DOTS untuk tujuan pengobatan pasien TB tersebut Perawat Tugas: •• Melakukan asuhan keperawatan •• Membantu Dokter untuk mengisi kartu pengobatan pasien TB •• Melakukan pencatatan dan pelaporan (Register pasien) Perawat Tugas: •• Melakukan asuhan keperawatan bagi ODHA baik di RS maupun perawatan di rumah •• Membantu Dokter untuk mengisi ikhtisar perawatan HIV dan ART •• Mengenali keadaan gawat darurat dan memberikan pelayanan dasar kegawat-daruratan bagi ODHA •• Memberikan penyuluhan •• Membuat permintaan pemeriksaan dahak •• Menentukan PMO atau menjadi PMO •• Memonitor hasil pengobatan •• Melakukan pelacakan kasus mangkir •• Memberikan terapi dengan benar sesuai instruksi Dokter. •• Memonitor perkembangan keadaan umum ODHA •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB •• Menilai faktor risiko HIV pada pasien TB dan bila perlu merujuknya ke klinik KT HIV 39 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia LAYANAN TB LAYANAN HIV AIDS •• Memberikan umpan balik hasil diagnosis TB pada ODHA yang dirujuk dari KT HIV/PDP Petugas Laboratorium Tugas: •• Pengumpulan dahak •• Pemeriksaan mikroskopis dahak Petugas Laboratorium Tugas: •• Mengambil sampel darah dan melakukan pemeriksaan HIV sesuai SOP •• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium •• Melakukan sesuai SOP •• Mencatat hasil pemeriksaan laboratorium •• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal •• Melakukan rujukan spesimen ke laboratorium rujukan sesuai instruksi Dokter. •• Melakukan pemantapan mutu internal dan eksternal Petugas Pencatatan dan Pelaporan Tugas: •• Melakukan pencatatan sesuai dengan format baku yang ditetapkan secara Nasional •• Melakukan pelaporan sesuai dengan alur pelaporan yang ditetapkan •• Tugas ini dapat dirangkap oleh petugas yang lain Apoteker/petugas farmasi Tugas: •• Melakukan konseling minum obat •• Melakukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat •• Menghitung perencanaan dan permintaan obat •• Memantau efek samping obat dan kepatuhan minum obat Konselor Tugas: •• Membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium •• Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV •• Memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV Manajer Kasus Tugas: •• Memberikan dan mengorganisasi dukungan dan pendampingan bagi ODHA dan keluarganya secara biopsikososial •• Mendukung kepatuhan ODHA agar teratur berobat •• Memastikan ODHA mendapat akses pelayanan kesehatan •• Memberdayakan ODHA agar mandiri •• Melakukan skrining suspek TB pada ODHA dan bila perlu merujuk ke Unit DOTS untuk diagnosis TB 40 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia D. PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA Peningkatan kemampuan dan ketrampilan SDM pelaksana kegiatan kollaborasi TB-HIV dilakukan melalui pelatihan dan bimbingan teknis. 1. Pelatihan Pelatihan dalam kolaborasi TB-HIV mengacu pada pelatihan program TB maupun program HIV/AIDS yang ada. Secara umum konsep pelatihan tersebut meliputi: a. Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training). b. Pelatihan dalam tugas (in service training) dibedakan menjadi: 1) Pelatihan dasar program (initial training). Pelatihan dasar program dapat dilakukan dengan cara: – Pelatihan dasar, – Pelatihan ulangan (retraining) dan – Magang (on the job training). 2) Pelatihan lanjutan (advanced training) . Pelatihan dilaksanakan berdasarkan tugas pokok dan fungsi tenaga sesuai tingkat pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV: a. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas TB. b. Pelatihan kegiatan kolaborasi TB-HIV bagi petugas di layanan KT HIV dan atau PDP. 2. Bimbingan Teknis Bimbingan Teknis adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi petugas yang dilakukan secara langsung dapat berupa: observasi, diskusi, bantuan teknis, pemecahan masalah dan rekomendasi. Di samping bimbingan teknis secara umum dilakukan juga bimbingan klinis (clinical mentoring) bagi petugas yang dilatih Konseling dan Tes HIV/PDP oleh tenaga klinis terlatih yang ditunjuk oleh program. Bimbingan teknis dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat administrasi yang tertinggi sampai ke tingkat terendah (unit pelaksana teknis). Agar bimbingan teknis efektif dan mencapai tujuannya maka bimbingan teknis harus direncanakan dengan baik dengan memperhatikan frekuensi kunjungan dan unit yang akan dikunjungi. Pada keadaan tertentu misalnya kinerja petugas masih kurang baik, frekuensi bimbingan teknis perlu ditingkatkan. Persiapan bimbingan teknis sangat diperlukan supaya pelaksanaan dapat berjalan lancar dan mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan langkah-langkah sebagai berikut: 41 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia a. b. c. d. Penyiapan daftar tilik yang akan digunakan saat bimbingan teknis (Lampiran 2). Pengumpulan informasi tentang masalah dan hambatan yang dihadapi. Penjadualan kegiatan. Pemberitahuan dan kesepakatan waktu dengan petugas yang akan dibimbing. Pada setiap akhir kegiatan diberikan umpan balik hasil bimbingan kepada petugas yang dibimbing dan pimpinannya. Umpan balik tersebut disampaikan secara lisan (pada saat pelaksanaan bimbingan teknis) dan secara tertulis (dalam bentuk laporan bimbingan teknis) yang disampaikan kemudian. 42 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB VI MANAJEMEN LOGISTIK A. BATASAN DAN TUJUAN Manajemen logistik adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi dalam menjamin ketersediaan logistik baik dalam jumlah maupun kualitas untuk mendukung operasional program. Penyediaan logistik untuk kebutuhan pelayanan TB-HIV memerlukan perlakuan dan perhatian secara spesifik terutama obat-obatan (OAT, ARV dan obat IO). Dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai manajemen logistik secara umum sedangkan untuk hal yang lebih rinci mengacu pada pedoman manajemen logistik masing-masing program. B. JENIS-JENIS LOGISTIK Jenis logistik yang dipersiapkan meliputi: 43 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Program HIV AIDS Jenis logistik Program TB Puskesmas/Satelit RS ARV Rumah Sakit Obat OAT Kotrimoksasol ARV, Kotrimiksasol dan beberapa obat IO yang lain (lihat lampiran 3) Alat dan bahan diagnostik Sarana pemeriksaan mikroskopis dahak, biakan dan uji kepekaan Sarana pemeriksaan Rapid test HIV Sarana pemeriksaan Rapid test HIV, ELISA, Flowcytometer (untuk pemeriksaan CD4), PCR unit (untuk pemeriksaan PCR-RNA HIV/Viral load) Pencatatan pelaporan •• Formulir TB 01, 02, 03, 04, 05, 06, 09, 10 •• Formulir VCT •• Ikhtisar perawatan HIV & ART, Register Pra ART, Register ART, Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART •• Formulir rujukan kolaborasi TB HIV •• Formulir Penilaian faktor risiko HIV •• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV Bahan KIE Poster, leaflet dan lembar balik •• Formulir PITC •• Formulir skrining gejala dan tanda TB •• Buku bantu kolabo-rasi TBHIV •• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TBHIV Poster, leaflet dan lembar balik •• Formulir VCT •• Formulir PITC •• Formulir skrining gejala dan tanda TB •• Buku bantu kolaborasi TB-HIV •• Formulir laporan 17 variabel kolaborasi TB-HIV Poster, leaflet dan lembar balik C. SIKLUS MANAJEMEN Siklus manajemen meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. Dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV, pengelolaan logistik TB mengacu pada pedoman pengelolaan logistik Program TB demikian pula untuk pengelolaan logistik HIV/AIDS mengacu pada buku manajemen Program Pengendalian HIV/ AIDS Supply Chain Management (SCM). 44 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB VII ADVOKASI, KOMUNIKASI DAN MOBILISASI SOSIAL (AKMS) A. BATASAN DAN TUJUAN Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS) adalah suatu konsep sekaligus kerangka kerja terpadu untuk mempengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan kolaborasi TB-HIV. Sehubungan dengan itu AKMS merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan mobilisasi sosial yang dirancang secara sistematis dan dinamis. Tujuan AKMS dalam kolaborasi TB-HIV adalah untuk memberdayakan potensi masyarakat dan pemerintah sehingga mampu dan mandiri dalam penanggulangan TB-HIV. B. STRATEGI AKMS Ada tiga strategi dalam AKMS dan sekaligus merupakan komponen yaitu Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial. 1. Advokasi Merupakan upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi Pimpinan, Pembuat/Penentu Kebijakan dan Keputusan dalam penyelenggaraan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan dapat dilakukan dengan cara bertatap muka langsung (audiensi), konsultasi, memberikan laporan, pertemuan/rapat kerja, lokakarya dan sebagainya sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing unit. 45 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2. Komunikasi Merupakan proses penyampaian pesan atau gagasan (informasi) yang disampaikan secara lisan dan atau tertulis dari sumber pesan kepada penerima pesan melalui media dengan harapan terdapatnya pengaruh timbal balik. Sumber pesan (pemberi pesan) dapat berasal dari individu, kelompok (petugas penjangkau, masyarakat) maupun kelembagaan (Petugas kesehatan baik TB maupun HIV, Konselor). Pesan-pesan dalam proses komunikasi disampaikan melalui bahasa yang sama dengan bahasa penerima pesan agar mudah dimengerti dan dipahami oleh penerima. Penerima pesan adalah dapat berupa individu, kelompok, kelembagaan maupun massa. Pengemasan materi pesan bisa berbeda tergantung kelompok sasaran (Isi pesan lihat lampiran 4). 3. Mobilisasi Sosial Merupakan kegiatan yang melibatkan semua unsur masyarakat dengan keterpaduaan elemen Pemerintah dan non Pemerintah sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan secara kolektif dengan menggunakan sumber daya yang ada dan membangun solidaritas untuk mengatasi masalah. Dalam kolaborasi TB-HIV kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui kampanye, penyuluhan kelompok, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan konseling. C. KELOMPOK SASARAN AKMS 1. Pengambil keputusan di berbagai tingkat administrasi (Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Bappeda, Badan Perencanaan Pembangunan Kota/Bappeko, dll.). 2. Kelompok yang dapat mempengaruhi pengambil keputusan dan kelompok yang dapat mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak TB-HIV (penyedia layanan, lintas sektor, Tokoh agama/Toga, Tokoh Masyarakat/Toma, Ormas dan media massa). 3. Kelompok ODHA. 4. Kelompok Pasien TB. 5. Kelompok yang terkena dampak TB-HIV. 46 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia D. KEGIATAN AKMS 1. Pengorganisasian Pelaksanaan AKMS TB-HIV dilaksanakan melalui pola struktur organisasi yang sudah ada mulai dari tingkat Fasyankes, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan. Dalam pelaksanaan AKMS harus melibatkan: a. Pengelola program di berbagai tingkatan baik di Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota; Kegiatan AKMS dalam Pengendalian TB merupakan kegiatan Program TB baik di setiap tingkatan yang masing-masing berperan dalam mengelola kegiatan. Peran: 1) Memfasilitasi kegiatan AKMS TB termasuk menyertakan topik TB-HIV. 2) Mengelola jaringan kemitraan di masing-masing tingkatan. 3) Membimbing dan berkoordinasi dengan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan kegiatan. 4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. b. Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi Lokal; Selain peranan pengelola program, AKMS memerlukan dukungan dan bermitra dengan sebuah Koalisi/Ormas/LSM/Organisasi Profesi. Tanpa kemitraan kegiatan AKMS tidak dapat berjalan. Peran: 1) Mendukung Pemerintah dalam pelaksanaan AKMS di wilayah kerjanya sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. 2) Mendukung Pemerintah sebagai advokator. 3) Berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota ataupun Fasyankes serta mitra lain yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. 4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. c. Media; 47 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Kita tidak dapat secara efektif memerangi TB jika masyarakat tidak merasa ini merupakan masalah bersama yang harus ditanggulangi bersama. Oleh karena itu, diperlukan dukungan media dalam menyampaikan pesan kepada seluruh target baik Pemerintah, masyarakat dan pasien TB. Peran: 1) Menyebarkan informasi yang benar mengenai TB maupun HIV. 2) Mendorong terjadinya perubahan pandangan masyarakat, pemegang kebijakan, pihak swasta tentang pengendalian TB di wilayahnya melalui penyebaran informasi tentang TB maupun HIV. 3) Menjadikan TB dan HIV menjadi agenda publik dengan secara berkesinambungan memberitakan tentang TB dan HIV. d. Masyarakat, termasuk mereka yang terkena dampak TB dan HIV; Masyarakat baik mereka yang sakit maupun orang yang terkena dampak TB maupun HIV bukan hanya sebagai obyek namun mereka dapat juga berperan dalam mengendalian perkembangan TB di masyarakat. Mereka merupakan informan yang tepat yang dapat menyampaikan pesan tentang TB maupun HIV karena mereka mempunyai pengalaman nyata. Peran: 1) Berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pencegahan, gejala, tempat pemeriksaan dan pencarian pengobatan yang benar. 2) Mendukung pasien TB dan ODHA dalam menjalankan pengobatannya. 3) Mendukung kelompok sebaya dalam menjalankan pengobatannya dan mengatasi permasalahan yang muncul selama pengobatan. e. Pemegang Kebijakan Internal dan Lintas Sektoral Komitmen politik merupakan bagian utama dari strategi DOTS. Untuk itu peranan pemegang kebijakan sangatlah penting dalam program ini. Peran: Mendukung pelaksanaan Pengendalian TB terutama yang terkait dengan area kerjanya. 48 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2. Pelaksanaan Keberhasilan AKMS sangat ditentukan oleh keterlibatan banyak pihak melalui kerjasama lintas sektoral yang serasi, harmonis, efektif dan efisien. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan AKMS: 1) Mengidentifikasi dan melibatkan lintas sektor, lintas program, Kelompok ODHA, kelompok pasien TB, mitra dan media. 2) Menilai dan membangun kapasitas dan sumber daya. 3) Menetapkan peran dan tanggung jawab. 4) Menjalin kemitraan. 5) Membuat dan mengelola anggaran. PENDEKATAN AKMS Advokasi Komunikasi TUJUAN Meningkatkan pemahaman para pengambil kebijakan tentang pengaruh TB-HIV terhadap masalah kesehatan dan ekonomi wilayahnya dengan tujuan pengendalian TB (termasuk TBHIV) menjadi prioritas Pemerintah •• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB •• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV •• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TB •• Mengurangi stigma terhadap TB / HIV dan TB-HIV dengan melibat aktifkan pasien TB dan ODHA •• Membantu petugas kesehatan mengidentifikasi kasus TB •• Mendorong masyarakat agar mencari KEGIATAN a. Seminar, Pertemuan Dengar Pendapat b.Penyebaran Media Cetak (Leaflet, Factsheet, Warta dll) c. Peringatan Hari TB Sedunia, Hari AIDS Sedunia, Hari Kesehatan Nasional •• Memformulasikan pesan komunikasi yang tepat sesuai dengan latar budaya, pendidikan masayarakat •• Kampanye media melalui televisi, radio, koran dll •• Pendistribusian materi KIE kepada masyarakat •• Pelatihan Komunikasi Interpersonal dan Konseling bagi Petugas Kesehatan dan Konselor pelayanan TB-HIV yang tepat 49 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Mobilisasi Sosial •• Meyakinkan pada masyara-kat bahwa TB dapat disem-buhkan •• Mendorong orang yang sakit TB untuk mendapat-kan pengobatan yang tepat •• Menyediakan materi KIE yang dapat digunakan oleh konselor •• Mendorong pasien TB menjalankan pengobatan sampai tuntas •• Menjangkau populasi khusus seperti penghuni rutan/lapas, masyarakat urban, pekerja dll •• Penyebaran informasi TB dan HIV melalui berbagai kegiatan masyarakat seperti pertemuan rutin bulanan, arisan, pengajian dll •• Pelibatan kelompok ODHA dan kelompok pasien dalam memberi edukasi pada kelompoknya •• Pelibatan kader dalam penyebaran informasi seperti penyuluhan, kunjungan rumah dll 3. Kerja sama Lintas Sektoral (Organisasi Profesi, Dunia Usaha, Akademisi, dsb) Kolaborasi TB-HIV tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan tetapi membutuhkan kemitraan dan dukungan yang dilakukan oleh sektor lainnya. Untuk itu, perlu diwujudkan koordinasi, integrasi dan sinkronikasi berbagai program dan kegiatan baik yang berada di dalam lingkup kesehatan maupun dengan sektor-sektor lainnya. Untuk mewujudkan koordinasi yang baik perlu diselengarakan komunikasi antar unit dan antar sektor guna membahas perencanaan dan implementasi serta pembinaan dan pengawasan kolaborasi TB-HIV. Kolaborasi TB-HIV dapat diperkuat dengan: 1. Komitmen politik di seluruh tingkatan. 2. Kegiatan advokasi dan komunikasi kolaborasi TB-HIV yang disusun dengan baik, direncanakan bersama untuk memastikan sasaran dan isi pesan tepat. 3. Pengembangan bersama strategi komunikasi dan mobilisasi sosial TB-HIV ditujukan pada kebutuhan individu dan pasien serta masyarakat yang terkena dampak HIV/ AIDS dan TB. 4. Memasukkan pesan HIV pada KIE TB dan sebaliknya. E. KELUARAN AKMS TB-HIV 1. Terdapatnya peningkatan dukungan kebijakan, pendanaan dan sumber daya lain oleh berbagai pihak dalam kegiatan kolaborasi TB-HIV. 2. Peningkatan opini publik yang mendukung kegiatan kolaborasi TB-HIV. 50 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 3. Peningkatan nilai, praktek dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TBHIV. Secara skematis luaran AKMS dapat digambarkan seperti di bawah ini: Gambar 3. Skema Luaran AKMS Advokas i Pem erintah m emprioritask an k egiata nTB-HIV Kec ukupan logistik dan sum ber day a la in Peny ediaan la y ananbermutu Monit oring Komunik as i M asy arak at m engerti tenta ngTB-H IV Stigm a berk urang Penemuan/ diagnos a secara dinidan pengobatan yang tepat Nak es , mas yarakat mem berik an duk ungandan perawatan mem adai Penc aria n la y anan ole h suspek / orang beris ik o Mobil isas i sos ia l 51 Partis ip as imas yarakat dalam penanggula ngan TB-HIV Kemandirian mas yarakat dan li ngk ungany ang menduk ung Penurunan k as us Penin gkatan jumlah m as y arak at y ang bebas TB dan HIV Nilai dan praktek budaya s ehat oleh pemerintah dan m as yarak at Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 52 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI A. BATASAN DAN TUJUAN Monitoring dan Evaluasi (M&E) TB-HIV diperlukan dalam manajemen kolaborasi program TB-HIV untuk menilai keberhasilan dan menjamin efektifitas serta efisiensi penggunaan sumber daya sehingga dapat diupayakan perbaikan dan peningkatan kegiatan secara terus menerus. Monitoring merupakan pengamatan rutin terhadap kinerja program dan layanan dengan cara menganalisis baik masukan (input), proses dan luaran (output) secara berkala dan terus menerus untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Cara monitoring dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran. Evaluasi adalah penilaian secara berkala dari kegiatan program dengan menggunakan data monitoring. Biasanya evaluasi ini dilakukan pada akhir periode kegiatan/program, misalnya setahun sekali. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program. 53 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia B. INDIKATOR KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan kegiatan kolaborasi TB-HIV digunakan beberapa indikator yang tercantum seperti di bawah ini: 1. Pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIV a. Terbentuknya kelompok kerja/forum komunikasi kegiatan kolaborasi TB-HIV di semua lini. b. Tersedianya data TB-HIV di semua tingkat dan sudah dilaporkan. c. Terselenggaranya perencanaan bersama kegiatan kolaborasi TB-HIV. d. Jumlah Fasyankes yang menyediakan layanan TB-HIV. e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi terpadu kegiatan kolaborasi TB-HIV. 2. Penurunan beban TB pada ODHA a. Proporsi ODHA yang mengunjungi klinik PDP yang dikaji status TB b. Proporsi ODHA yang didiagnosis TB diantara ODHA yang telah dikaji status TB-nya. c. Proporsi ODHA yang mendapatkan pengobatan TB diantara ODHA yang telah terdiagnosis TB. d. Proporsi Fasyankes yang mempunyai kebijakan pengendalian penyakit infeksi (PPI) TB 3. Penurunan beban HIV pada pasien TB a. Proporsi pasien TB yang dites HIV. b. Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasilnya tercatat dalam register TB c. Proporsi pasien TB yang dites HIV dengan hasil tes HIV positif. d. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK e. Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART selama pengobatan TB. 54 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 4. Indikator Hasil Pengobatan TB pada Kegiatan Kolaborasi TB-HIV a. Angka konversi b. Angka kesembuhan c. Angka keberhasilan pengobatan TB C. SURVEILANS HIV DI ANTARA PASIEN TB Surveilans merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data secara sistematik, analisis, interpretasi dan diseminasi data penyakit untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Surveilans HIV di antara pasien TB bermaksud untuk mengukur prevalens infeksi HIV di antara pasien TB. Mengingat bahwa HIV akan memberikan dampak besar terhadap upaya penanggulangan TB, prevalens HIV diantara pasien TB merupakan indikator yang sensitif dari penyebaran HIV ke populasi umum. Informasi banyaknya HIV diantara pasien TB sangat penting dalam upaya meningkatkan komitmen pelayanan komprehensif (terpadu) dari perawatan dan dukungan HIV AIDS termasuk pengobatan antiretroviral (ART) pada pasien TB dengan HIV positif. 1. Metode Surveilans Ada 3 macam metode surveilans HIV di antara pasien TB yaitu: a. Surveilans berdasar data rutin. Dalam kondisi daerah dengan prevalens HIV tinggi pada populasi umum, tes HIV pada pasien TB untuk keperluan diagnosis dilakukan lebih sering. Hal ini disebabkan pilihan pengobatan dan perawatan infeksi HIV meningkat, dengan demikian tes diagnosis HIV pada pasien TB dilakukan secara rutin pada pasien TB kecuali jika mereka menolak di tes. Data dikumpulkan dari layanan rutin pasien TB yang dilakukan tes HIV. Data rutin dari layanan tersebut di atas merupakan sistim terbaik untuk memperoleh informasi meskipun kemungkinan terjadinya bias cukup besar, misalnya pasien TB yang kemungkinan terinfeksi HIV menolak untuk di tes. Jika jumlah pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin interpretasinya 55 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia kurang akurat. b. Surveilans berdasar survei periodik (khusus) Survei ini merupakan survei sero-prevalens HIV yang dilakukan secara potong lintang/cross-sectional pada sekelompok pasien TB yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah/daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan sampel dari survei ini harus dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei dilakukan secara unlinked anonymous, dilakukan secara berkala dengan selang waktu 2-3 tahun. Hasil survei ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil surveilans berdasar data rutin. Survei sero prevalens periodik (khusus) dapat juga merupakan metode surveilans dalam mengukur prevalens HIV di antara pasien TB yang dapat memberikan estimasi pointprevalence HIV di antara pasien TB yang cukup tepat. Survei ini bermanfaat pada keadaan dimana prevalens sebelumnya tidak diketahui dan sebagai kajian situasi awal. Survei ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk dilaksanakan. c. Surveilans Sentinel Merupakan surveilans yang dilaksanakan di lokasi yang terpilih. Lokasi sentinel pada umumnya dipilih karena lokasi tersebut dapat dipertimbangkan mewakili populasi yang lebih besar. Sebagaimana survei periodik, sistem survailans sentinel juga dilakukan secara unlinked anonymous. Penetapan Fasyankes DOTS sebagai lokasi pelaksanaan surveilans sentinel harus sesuai pedoman yang berlaku yaitu pada tempat, waktu dan metode yang sama (buku Pedoman Nasional Surveilans Sentinel HIV). Sistem tersebut sangat berguna jika tidak memungkinkan untuk memeriksa semua kasus karena pendekatan kesehatan masyarakat yang akan ditindaklanjuti bukanlah untuk menjawab masalah secara individu. Metode surveilans ini bertujuan memberikan informasi yang lebih sistematik dan lebih akurat serta mampu memberikan estimasi point prevalence HIV di antara pasien TB. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil dari surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu, juga sangat berguna untuk melihat kecenderungannya (trend). 56 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tabel 7. Alur Pemilihan Metode Surveilans KRITERIA I. Keadaan epidemi HIV MELUAS(Generalized) II. Keadaan epidemi HIV TERKONSENTRASI (Concentrated) III. Keadaan epidemi HIV RENDAH (Low Level) METODE SURVEILANS YANG DIANJURKAN Data dari tes HIV rutin pada pasien TB. dan Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) untuk mengkalibrasi data dari testing HIV rutin. Data dari tes HIV rutin pada pasien TB. atau Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) didaerah pelaksanaan dimana tingkat HIV tidak diketahui (data rutin belum ada). Surveilans ini dapat dipakai untuk mengkalibrasi data testing HIV rutin. Surveilans sentinel atau surveilans periodik (khusus) 2. Manfaat Surveilans HIV Di Antara Pasien TB Berdasarkan Tingkat Epidemi HIV a. Pada semua keadaan prevalens HIV – Untuk menginformasikan target kebutuhan sumber daya dan rencana kegiatan bagi pasien koinfeksi TB-HIV serta monitoring efektifitas kegiatan tersebut. – Untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan, profesional dan masyarakat umum terhadap situasi tersebut. – Untuk menilai perlunya kerja sama antara program HIV AIDS dan TB dalam rangka perumusan dan pelaksanaan strategi TB-HIV secara bersama. – Untuk memberikan informasi tentang epidemi HIV AIDS dan dampaknya pada pasien TB. – Untuk mengetahui besarnya kebutuhan ART pada pasien TB. b. Keadaan epidemi HIV terkonsentrasi atau meluas – Untuk menilai dampak epidemi HIV pada pasien TB. – Untuk memonitor efektifitas strategi bersama yang ditujukan untuk mengurangi beban TB-HIV. 57 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia c. Keadaan epidemi HIV rendah Untuk mengingatkan program TB dan HIV AIDS terhadap besarnya masalah HIV sehingga dapat melakukan perubahan yang tepat untuk program, seperti membangun metode surveilans yang lebih sistematik atau membuat strategi bersama. D. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi yaitu pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan berguna untuk mendapatkan data kegiatan.Kemudian data tersebut diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data kolaborasi TB-HIV dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan dengan menggunakan satu sistem yang baku. Laporan kolaborasi TB-HIV terdiri atas variabel TB dan variabel HIV. Laporan tersebut harus dilaporkan oleh petugas TB dan petugas HIV tiap 3 bulan mulai dari Fasyankes, Kabupaten/Kota, Provinsi sampai ke tingkat Pusat. Formulir Pencatatan dan pelaporan TB dan HIV dijelaskan berikut ini. a. Formulir Pencatatan dan Pelaporan di Fasyankes Fasyankes (Puskesmas, Rumah Sakit, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)/ Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir: a. HIV −− Formulir KT HIV Sukarela (KTS) Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Konselor di layanan KTS. – Formulir Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan (KTIP) Adalah formulir yang digunakan untuk mencatat proses KT HIV oleh Petugas kesehatan di layanan kesehatan. - Formulir Ikhtisar perawatan HIV & Terapi Antiretroviral (ART) 58 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Adalah formulir yang berisi informasi pasien yang dicatat untuk semua pasien HIV yang terdaftar di layanan PDP. Formulir ini terdiri dari dua halaman yaitu: 1) Halaman pertama berisi informasi ringkasan identifikasi penting, sosiodemografi, klinis dan pengobatan. 2) Halaman dua berbentuk tabel yang berisi data kunjungan follow up pasien. – Buku Register Pra ART Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam perawatan dan belum memulai ART di layanan PDP. – Buku Register ART Adalah buku yang digunakan untuk mencatat informasi penting dari formulir ikhtisar perawatan HIV dan Terapi ART dari semua pasien HIV yang masuk dalam perawatan dan sudah memulai ART di layanan PDP. – Formulir Laporan Bulanan Perawatan HIV & ART Adalah formulir pendokumentasian indikator utama mengenai akses perawatan HIV, akses ke ART dan kesinambungan ART di layanan PDP yang dilakukan oleh Petugas HIV. b. TB – Buku Daftar Suspek yang Diperiksa Dahak SPS (TB.06) Adalah buku yang berisi tentang suspek TB yang diperiksa dahak SPS yang dilaksanakan di Fasyankes.Di dalam buku tersebut juga berisi nomor sediaan dahak untuk diisi pada formulir TB.05. – Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05) Adalah formulir permohonan pemeriksaan dahak yang terdiri dari dua bagian: 1) Bagian atas berisi identitas suspek atau pasien TB dan nomor sediaan dahak untuk dikirmkan ke bagian laboratorium. 2) Bagian bawah berisi hasil pemeriksaan dahak yang diisi oleh petugas laboratorium untuk dikembalikan ke bagian yang merujuk. 59 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia – Buku Register Laboratorium TB (TB.04) Adalah buku yang berisi hasil pemeriksaan dahak suspek dan dahak ulang pasien TB (follow up) di laboratorium TB yang melakukan pewarnaan dan pembacaan sediaan dahak. – Kartu pengobatan pasien TB (TB.01) Adalah kartu pengobatan pasien yang mendapat pengobatan TB, terdiri dari dua bagian: 1) Bagian depan, berisi data pasien, riwayat pengobatan, hasil pemantauan pemeriksaan dahak dan pemantauan pengobatan tahap awal. 2) Bagian belakang, berisi pemantauan pengobatan tahap lanjutan, data HIV, dan status akhir pengobatan pasien. – Kartu identitas pasien TB (TB.02) Adalah kartu berisikan perjanjian pengambilan obat dan pemeriksaan dahak ulang untuk pegangan pasien. – Buku Register TB UPK (TB.03 UPK) Adalah buku rekapitulasi dari seluruh data pengobatan pasien (TB.01), terdiri dari empat rangkap: 1) Lembar 1 berwarna putih digunakan sebagai pertinggal di Fasyankes. 2) Lembar 2 berwarna merah muda digunakan sebagai laporan penemuan pasien ke Kabupaten/Kota. 3) Lembar 3 berwarna kuning digunakan sebagai laporan konversi dahak ulang pasien ke Kabupaten/Kota. 4) Lembar 4 berwarna hijau digunakan sebagai laporan hasil akhir pengobatan pasien ke Kabupaten/Kota. – Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09) Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk/pindah pasien yang masih dalam pengobatan ke Fasyankes yang dirujuk baik dalam satu Kabupaten maupun antar Kabupaten/Kota atau antar Provinsi. Formulir ini terdiri dari dua bagian: 60 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1) Bagian atas diisi oleh Fasyankes yang merujuk untuk dikirimkan ke Fasyankes yang dirujuk. 2) Bagian bawah diisi oleh Fasyankes yang menerima rujukan untuk kemudian dikirim kembali ke Fasyankes yang merujuk sebagai informasi pasien sudah diterima. – Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10) Adalah formulir yang berisi hasil akhir pengobatan pasien yang dirujuk/dipindah ke Fasyankes yang merujuk/memindahkan. c. TB-HIV – Formulir rujukan kolaborasi TB-HIV Adalah formulir yang digunakan untuk merujuk pasien TB dari unit DOTS ke Unit KTS/ PDP atau klien dari Unit KTS/PDP ke Unit DOTS. Formulir ini terdiri dari dua rangkap, yaitu : 1) Lembar 1 (berwarna putih) diisi oleh unit yang merujuk kemudian dikirimkan ke unit yang dirujuk (unit DOTS atau KTS/PDP). Lembaran ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas yang berisi identitas dan alasan rujukan dan bagian bawah yang berisi jawaban rujukan yang berisi hasil untuk dikirimkan kembali ke bagian yang merujuk. 2) Lembar 2 (berwarna hijau) merupakan salinan dari lembar 1 dan lembar pertinggal unit yang merujuk. - Formulir skrining gejala dan tanda TB Adalah formulir yang digunakan untuk menilai gejala dan tanda TB pada ODHA di layanan PDP. – Formulir Penilaian faktor risiko HIV Adalah formulir yang digunakan untuk menilai faktor risiko HIV pada pasien TB di layanan DOTS. – Buku bantu kolaborasi TB-HIV 61 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Adalah buku yang digunakan untuk mencatat hasil pemeriksaan dan pengobatan TB pada ODHA di layanan PDP. Buku bantu ini berisi data yang digunakan untuk membantu pengisian laporan dalam rangka kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian HIV. Untuk memudahkan proses pembuatan laporan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV di bagian HIV sudah disediakan dalam bentuk elektronik beserta petunjuk penggunaannya. – Laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV Adalah laporan berisikan variabel yang berkaitan dengan capaian kegiatan kolaborasi TB-HIV dalam rangka menurunkan beban TB pada ODHA dan beban HIV pada TB. b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: a. TB – Register TB Kabupaten (TB.03). – Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07). – Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08). – Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11). – Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang Kabupaten (TB.12). – Laporan OAT (TB.13). b. HIV/AIDS: – Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Kab/Kota-8A). c . Kolaborasi TB-HIV – Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV. c. Pencatatan dan Pelaporan di Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: 62 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia a. TB – Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per Kabupaten/Kota. – Rekapitulasi Hasil Pengobatan per Kabupaten/Kota.. – Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per Kabupaten/Kota. – Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang Provinsi per Kabupaten/Kota. – Rekapitulasi Laporan OAT per Kabupaten/Kota. b. HIV/AIDS: – Laporan bulanan perawatan HIV dan ART (HA-Prov-8A). c . Kolaborasi TB-HIV −− Rekapitulasi laporan triwulan pencapaian kegiatan kolaborasi TB-HIV. D. MEKANISME PENCATATAN DAN PELAPORAN PASIEN TB-HIV a. Mekanisme Pencatatan dan Pelaporan TB-HIV di Fasyankes a. Model layanan Terintegrasi Pada model ini, layanan TB dan HIV terpadu dalam satu unit di satu Fasyankes. 1) Pasien ODHA Semua ODHA dinilai apakah menunjukkangejala dan tanda TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up). Mereka yang menunjukkan gejala dan tanda TB dicatat di buku daftar suspek TB (TB 06), untuk kemudian dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Jika hasil pemeriksaan positif TB, pengobatan diberikan di unit layanan terintegrasi ini dengan menggunakan OAT sesuai dengan program TB dan dicatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01), TB03 UPK serta di Iktisar Perawatan HIV dan ART. Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara berkala pada setiap kunjungan. 63 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Pengobatan ART dan follow up pasien juga diberikan di unit ini dan dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up). 2) Pasien TB Semua pasien TB dinilai apakah memiliki faktor risiko HIV (tinggal di daerah dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor risiko HIV. Pasien TB yang memiliki faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh petugas. Jika pasien tidak menolak, petugas memberikan informasi mengenai HIV atau melakukan pra-test HIV kemudian mengisiformulir KTS/KTIPdan TB01 di bagian layanan KT HIV sukarela pada kolom tanggal dianjurkan dan tanggal pra-tes konseling. Sebelum merujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan HIV, petugas mengisi formulir rujukan ke laboratorium. Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas mengisi hasil tes HIV di formulir KTIP/KTS dan TB01 di kolom tempat tes, tanggal tes, hasil tes serta tanggal pasca tes konseling. Jika hasil tes HIV positif, petugas mulai mengisi di iktisar perawatan HIV dan ART kemudian diisikan ke register pra-ART. Petugas melakukan tatalaksana TB dan HIV sesuai dengan pedoman. Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk konseling dan tes HIV ulang. Petugas melakukan tatalaksana TB sesuai dengan pedoman. b. Model Layanan Paralel Pada model ini,layanan TB dan layanan HIV berdiri sendiri-sendiri di Fasyankes yang sama atau berbeda. Masing-masing layanan melaksanakan kolaborasi melalui sistem rujukan yang disepakati. 1) Pasien TB di Unit DOTS Semua pasien TB di Unit DOTS dinilai apakah menunjukkan faktor risiko HIV (tinggal di daerah dengan epidemi HIV meluas, mempunyai perilaku berisiko, mempunyai gejala klinis terkait HIV) dengan menggunakan formulir penilaian faktor risiko HIV. Pasien TB yang menunjukkan faktor risiko ditawarkan KT HIV oleh petugas TB atau dirujuk ke layanan KT HIV 64 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia mengunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV. Jika pasien TB dirujuk ke KT HIV, maka KT HIV harus memberikan umpan balik hasil tes HIV ke unit DOTS. Setelah mendapatkan hasil tes HIV pasien TB, petugas di layanan DOTS mencatat hasilnya di Formulir TB01 dan Register TB03 UPK. Pasien dengan hasil tes HIV positif dirujuk ke layanan PDP di RS rujukan ARV. Pasien dengan hasil tes HIV negatif dipantau terus faktor risiko HIV. Dengan mengingat terdapatnya window period, pertimbangkan untuk KT HIV ulang. Pengobatan pasien TB tetap dilanjutkan oleh tim DOTS dan petugas TB di unit DOTS mencatat di kartu pengobatan pasien TB (TB01) dan register TB03 UPK. 2) Klien di Layanan KT HIV Semua klien di layanan KT HIV dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Mereka yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan KT HIV. Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan KTS tetap memantau keadaan pasien TB dengan risiko HIV.Dengan terdapatnya window period, pertimbangkan KT HIV ulang. Jika dilakukan KT HIV ulang dan hasilnya positif HIV maka pengobatan TB dilakukan di unit DOTS dan penatalaksanaan selanjutnya dilakukan di layanan PDP. 3) ODHA di Layanan PDP Semua ODHA di layanan PDP dinilai apakah menunjukkan gejala dan tanda TB dengan menggunakan formulir skrining gejala dan tanda TB. Hasilnya dicatat di kolom status TB pada Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up). Orang dengan HIV AIDS yang menunjukkan gejala dan tanda TB dirujuk dengan menggunakan formulir rujukan kolaborasi TB-HIV untuk dilakukan penegakan diagnosis TB (pemeriksaan mikroskopis dahak, dll). Hasil pemeriksaan oleh unit DOTS harus diberitahukan ke layanan PDP. Bila didiagnosis TB, pengobatan TB dilakukan di Unit DOTS dan dicatat oleh petugas TB di formulir TB 01 serta di register TB03 UPK. Petugas di layanan 65 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia PDP mencatat pengobatan TB pasien di Iktisar Perawatan HIV dan ART. Petugas di layanan PDP dapat ikut memantau dan berkoordinasi dengan unit DOTS mengenai pengobatan TB pasien, juga melakukan tatalaksana selanjutnya untuk ODHA. Hasil follow-up selama pasien di dalam perawatan HIV/ART dicatat di Iktisar Perawatan HIV dan ART (follow-up). Bila bukan TB, petugas tetap melakukan skrining gejala dan tanda TB secara berkala pada setiap kunjungan. Fasyankes TB dan HIV membuat laporan triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TBHIV. Fasyankes TB akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Fasyankes HIV akan membuat laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA. Fasyankes TB dan HIV akan mengumpulkan Laporan tersebut paling lambat tanggal 5 setiap awal triwulan berikutnya. 1. Mekanisme Pelaporan Kolaborasi TB-HIV di Tingkat Kabupaten/Kota Pengelola program TB (Wasor) bertanggungjawab untuk pengumpulan data yang berasal dari Fasyankes TB sesuai mekanisme pencatatan dan pelaporan yang berlaku dalam program TB. Sedangkan pengelola program HIV bertanggungjawab untuk pengumpulan data yang berasal dari PDP sesuai dengan mekanime pelaporan yang berlaku dalam program HIV. Pengelola Program HIV merekap laporan HIV di formulir Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban TB pada ODHA dari Fasyankes dan dipindahkan ke Formulir Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penuruanan beban TB pada ODHA. Hasil rekapitulasi tersebut diserahkan ke Pengelola Program TB (Wasor). Demikian pula Pengelola Program TB (Wasor) merekap laporan TB di formulir Laporan Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB dari Fasyankes dan dipindahkan ke Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB. Selanjutnya Pengelola Program TB (Wasor) mengirimkan laporan kolaborasi yang terdiri dari dua formulir (Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV – Penuruanan beban HIV pada TB dan Laporan formulir Laporan Triwulan Pencapaian kegiatan Kolaborasi TB-HIV – penurunan beban HIV pada TB) ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan diketahui dan tandatangi oleh Kepala Bidang Pengendalian Penyakit (P2) paling lambat tanggal 10 pada awal triwulan berikutnya. 66 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2. Mekanisme pelaporan Kolaborasi TB-HIV di tingkat Provinsi Dinas Kesehatan Provinsi dalam hal ini Pengelola Program TB (Wasor) dan Pengelola Program HIV akan menerima yaitu: Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV Penurunan Beban HIV pada TB dan Rekapitulasi Laporan Triwulan Kolaborasi TB-HIV – Penurunan Beban TB pada ODHAdari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 3 bulan. Pengelola Program TB (Wasor) merekap data dari Kabupaten/Kota dan laporan tersebut diketahui dan ditandatangi oleh Kepala Bidang P2 kemudian dikirimkan ke Direktur PPML yang ditembuskan ke Subdit TB dan Subdit HIV paling lambat tanggal 15 setiap awal triwulan berikutnya. Gambar 4. Alur Pelaporan Kolaborasi TB-HIV 67 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia E. VARIABEL PELAPORAN KOLABORASI TB-HIV Pelaporan kolaborasi TB-HIV terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB dan bagian pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV. 1. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit TB Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari TB terdiri dari 10 variabel. Pelaporan ini mengikuti perhitungan kohort hasil pengobatan TB dan dilaporkan bersama dengan hasil pengobatan TB (TB 08). Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit TB berasal dari pasien yang terdaftar selama triwulan 1 (Januari – Maret) 2010. Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel berikut ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran. a. Data pasien TB yang terdaftar No Variabel 1 Jumlah pasien TB yang tercatat 1.1 68 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB Definisi Operasional Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan Jumlah seluruh pasien TB yang ditemukan dan tercatat pada triwulan yang dilaporkan, dimana pasien TB Sumber Data 1.TB 01 2.TB 03 UPK 1.TB 01 2.TB 03 UPK Cara Mendapatkan data Di kartu pasien TB01, data tersebut terdapat dibagian depan kartu dengan melihat bulan pertama kali pasien mendapatkan OAT tanpa melihat pasien tersebut ODHA atau bukan ODHA. Untuk mendapatkan data di buku register TB03 UPK, dilakukan dengan cara menghitung seluruh pasien yang tercatat di register TB03 UPK, tanpa melihat apakah pasien TB tersebut adalah ODHA atau bukan ODHA. Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia tersebut sudah HIV positif terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan TB Dibuku register TB03 UPK, data tersebut dapat dikumpulkan dengan menghitung seluruh pasien TB pada kolom riwayat tes HIV (kolom 36) dengan hasil tes reaktif (informasinya bersumber dari rekapitulasi kartu pasien TB01) b. Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV Variabel no. 2 sampai dengan no.6 untuk menghasilkan angka-angka kegiatan tes HIV pada pasien TB yang bukan ODHA, dimana kumpulan pasien TB ini merupakan bagian dari pengurangan variabel no.1 dan no 1.1 No Variabel 2. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan di-tawarkan/ dian-jurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB 3. 69 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan Definisi Operasional Sumber Data Jumlah seluruh 1. TB 01 pasien TB yang 2. TB 03 tercatat pada UPK triwulan yang dilaporkan yang ditawarkan untuk tes HIV baik melalui KTIP maupun KTS dalam masa pengobat-an TB. Jumlah seluruh 1. TB 01 pasien TB yang 2. TB 03 tercatat pada UPK triwulan yang dilakukan dilaporkan yang mendapatkan Cara Mendapatkan data Menghitung seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan dan ditawarkan untuk tes HIV, dapat dihitung dari Kartu Pasien TB01 atau buku register TB 03 UPK. Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Dianjurkan. Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom pasien dianjurkan test HIV (kolom 37). Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl Pre tes Konseling. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No Variabel konseling HIV selama masa pengobatan TB 4. 5. 6. 70 Definisi Operasional Sumber Data konseling pre tes 3. Form VCT HIV (KTS) atau 4. Form mendapatkan KTIP pemberian informasi awal HIV (KTIP) selama dalam masa pengobatan TB. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB. Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang melakukan tes HIV selama pengobatan TB dan hasil tesnya diketa-hui dan dicatat di Kartu Pengobatan Pasien TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan Jumlah seluruh pasien TB yang tercatat pada triwulan yang dilaporkan yang 2. TB 01 3. TB 03 UPK 4. Form VCT 5. Form KTIP 1. TB 01 2. TB 03 UPK 3. Form KTIP 4. Form Jawaban rujukan dari klinik DOTS atau KTS/ PDP 1. TB 01 2. TB 03 UPK 3. Form KTIP Cara Mendapatkan data Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal pre tes konseling (kolom 38) Catatan: Untuk KTIP, tanggal pre tes konseling sama dengan tanggal pemberian informasi. Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Tgl. tes Dibuku register TB03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal tes HIV (kolom 40) Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes, baik hasilnya reaktif, non reaktif, atau indeterminate. Dibuku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan yang ada di kolom hasil tes (kolom 41) Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No Variabel hasil tes HIV positif selama pengobatan TB Definisi Operasional Sumber Data melakukan tes HIV 4. Form selama pengobatan jawaban TB dan hasil tesnya rujukan adalah reaktif dari klinik DOTS atau KTS/ PDP Cara Mendapatkan data Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes (kolom 41) c. Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif Variabel no 7 sampai dengan no 9 untuk menghasilkan data pengobatan yang didapatkan oleh pasien TB yang juga HIV, baik status HIV nya diketahui sebelum masa pengobatan TB atau diketahui selama masa pengobatan TB. No 7. 8. 71 Variabel Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART Definisi Operasional Sumber Data Jumlah pasien 1. TB 01 ko-infeksi TB-HIV 2. TB 03 yang tercatat UPK pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB, baik ODHA yang didiagnosis TB atau Pasien TB yang hasil tes HIV-nya reaktif. Angka variabel ini merupakan penjumlahan variabel no 1.1 dan no 6 Jumlah pasien 1. TB 01 ko-infeksi TB-HIV 2. TB 03 yang tercatat UPK pada triwulan yang dilaporkan Cara Mendapatkan data Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat: (1) di bagian belakang kartu dengan tulisan Riwayat tes HIV, dengan hasil riwayat tes HIV adalah Reaktif, dan (2) di kotak layanan konseling dan tes sukarela di kolom Hasil tes dengan hasil reaktif. Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan R (berarti reaktif ) yang ada di kolom hasil tes pada bagian riwayat tes HIV (kolom 36) dan hasil tes di bagian layanan KT HIV Sukarela (kolom 41) Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai ART. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No Variabel Definisi Operasional Sumber Data , yang mendapat pengobatan TB dan ART 9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK Jumlah pasien 1. TB 01 ko-infeksi TB-HIV 2. TB 03 yang tercatat UPK pada triwulan yang dilaporkan, yang mendapat pengobatan TB dan PPK Cara Mendapatkan data Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai ART (kolom 45) Dikartu pasien TB01, data tersebut terdapat di bagian belakang kartu di kotak Layanan PDP di kolom tanggal mulai PPK. Pada buku register TB 03 UPK, data tersebut didapat dengan menghitung tulisan tanggal di kolom tanggal mulai PPK (kolom 44) 6. Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari Unit HIV Bagian Pelaporan kolaborasi TB-HIV dari unit HIV terdiri dari 10 variabel.Pelaporan ini melaporkan kegiatan kolaborasi di Unit HIV 3 bulan yang lalu. Contoh: saat ini bulan April 2011, maka pelaporan kolaborasi TB-HIV di unit HIV berasal dari pasien HIV yang berkunjung selama triwulan I (Januari – Maret) 2011. Definisi operasional masing-masing variabel dan petunjuk pengisian dijelaskan dalam tabel di bawah ini sedangkan untuk format pelaporan dapat dilihat pada lampiran. No 1 Variabel Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP Definisi Operasional Jumlah ODHA yang mengunjungi layanan PDP pada satu triwulan Sumber Data •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV Cara Mendapatkan data Menghitung seluruh ODHA yang datang selama 1 triwulan di buku bantu koinfeksi TB-HIV Catatan : ODHA yang berkunjung dalam triwulan dihitung 1 orang, walaupun ODHA tersebut datang berkali-kali 72 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No 2 Variabel Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya Definisi Operasional Jumlah ODHA yang pada saat kunjungan terakhir di triwulan tersebut dikaji status TB nya. Hasil dari Kajian Status TB: •• Tulis angka 1 “ Tidak ada tanda gejala” apabila hasilnya tidak memiliki tanda dan gejala TB •• Tulis angka 2 “Suspek” apabila hasilnya menunjukan ada tanda dan gejala TB (kemungkinan terinfeksi TB) •• Tulis angka 3 “Dalam terapi” apabila ODHA yang datang sedang menjalani terapi TB 73 Sumber Data Cara Mendapatkan data •• Buku bantu ko-infeksi TB0HIV Melihat pengkajian status TB di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom status TB). Seorang ODHA dikatakan dikaji status TB nya apabila kolom status TB di Ikhtisar Keperawatan terisi angka 1 s/d 3. •• Ikhtisar perawatan Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Kaji status TB”. Bila di ikhtisar Keperawatan tidak terisi angka, maka pindah informasi tersebut pada Buku Bantu Ko-infeksi TBHIV dengan menuliskan angka 4. Lalu hitung ODHA yang di kolom “Kaji status TB” yang mempunyai angka 1,2, dan 3 saat kunjungan terakhir di triwulan yang dilaporkan Contoh: ODHA datang dan dilakukan kajian status TB di bulan Januari dan Februari, tapi ketika datang di bulan Maret tidak dilakukan kajian status TB. Maka ODHA tersebut tidak dihitung sebagai ODHA yang dikaji status HIV nya dalam triwulan tersebut. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Definisi Operasional No Variabel Sumber Data Cara Mendapatkan data 3 Jumlah ODHA dengan suspek TB Jumlah ODHA yang •• Buku bantu pernah berkunjung ko-infeksi ke PDP pada satu TB-HIV triwulan yang sama •• Ikhtisar yang hasil kajian perawatan status TB nya adalah Suspek (2). Jumlah ODHA Suspek TB didapat dengan menghitung ODHA yang statusnya 2 “Suspek TB” yang terdapat di Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “kaji status TB”. 4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis Jumlah ODHA yang •• Buku bantu pernah berkunjung ko-infeksi ke PDP pada satu TB-HIV. triwulan yang sama •• Ikhtisar yang diperiksa perawatan dahak mikroskopis. Melihat hasil pemeriksaan Lab di Ikhtisar Perawatan (ringkasan 9 kolom hasil Lab). Status ODHA diperiksa dahak mikroskopis apabila kolom hasil Lab diisi dengan keterangan BTA (+) atau (-). Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “Pemeriksaan Sputum” 5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+) Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (+) dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (+) pada satu triwulan yang sama •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (+), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA positif. Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif. Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA positif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya. 74 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No 6 Variabel Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-) Definisi Operasional Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB paru BTA (-) foto toraks paru mendukung TB dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB paru BTA (-) pada satu triwulan yang sama Sumber Data •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Cara Mendapatkan data Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 (variabel hasil lab) dan hasil lab adalah BTA (-), atau ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB paru dengan catatan TB paru BTA negatif. Di pencatatan Ikhtisar Perawatan ringkasan 7, pada klasifikasi TB paru sebaiknya selalu ditambahkan catatan tipe TB paru: BTA positif atau BTA negatif. Pindahkan informasi tersebut pada Buku Bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB Paru BTA negatif”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya. 7 75 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu Jumlah ODHA yang baru didiagnosis TB ekstraparu dan ODHA yang sedang dalam pengobatan karena TB ekstraparu pada satu triwulan yang sama •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Melihat di Ikhtisar Keperawatan ringkasan 7 (variabel klasifikasi TB) dan klasifikasi TB yang dipilih adalah TB ekstraparu Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “TB ekstraparu”, lalu hitung di kolom tersebut yang menjawab ya. Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No Variabel 8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB Definisi Operasional Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB ada satu triwulan yang sama Sumber Data •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Cara Mendapatkan data Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan ringkasan 7 variabel tanggal mulai terapi TB. Status ODHA yang mendapat pengobatan TB apabila masa pengobatan TB masih dalam satu triwulan pelaporan Pindahkan informasi tersebut pada Buku bantu ko-infeksi TB-HIV kolom “OAT”. Hitung ODHA yang kolom OAT nya terdapat tulisan “ya” 9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan ART pada satu triwulan yang sama •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel obat ARV dan dosis yang diberikan. Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan ART. Kemudian hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan ART di satu triwulan pelaporan. 76 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia No Variabel 10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK Definisi Operasional Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPKpada satu triwulan yang sama Sumber Data •• Buku bantu ko-infeksi TB-HIV. •• Ikhtisar perawatan Cara Mendapatkan data Melihat status TB ODHA pada Ikhtisar Perawatan di ringkasan 9 variabel status TB (Status TB 3 – dalam terapi) dan variabel profilaksis kotrimoksazol. Pindahkan informasi tersebut kedalam Buku bantu ko-infeksi TB-HIV ke kolom OAT dan PPK. Lalu hitung ODHA yang mendapatkan OAT dan PPK di satu triwulan pelaporan. Format pelaporan TB-HIV untuk HIV khusus di triwulan 4 melaporkan dua (2) data yaitu data triwulan 4 dan data selama setahun. Data selama setahun bukan merupakan penjumlahan data dari triwulan 1 sampai triwulan 4 mengingat bahwa seorang ODHA dapat berkunjung berkali-kali di setiap triwulan pelaporan.Oleh karena itu, data selama setahun merupakan perhitungan dari setiap ODHA terkait dengan kegiatan TB-HIV nya selama satu tahun. 77 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 78 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia : : Jenis kelamin Parut BCG Jelas L Default Lain-lain, Sebutkan 1 2 3 4 5 tablet/hr Kategori-2 Kombipak 6 7 8 9 10 Streptomicin Kategori anak KDT (FDC) 11 12 13 14 15 mg/hr Sisipan BB (kg) Sebutkan __________ Lain-lain Pindahan Gagal Tipe Pasien Hasil Pemeriksaan Dahak Tanggal Tanggal No. Reg. Lab BTA*) 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan. Berilah tanda “garis lurus menyambung” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah. Bulan 4 KDT (FDC) Kategori-1 I. TAHAP INTENSIF : Jenis Obat : : Extra Paru Lokasi : ____________ 26 27 28 29 30 31 Keterangan 0 (awal) 2 3 4 5/6 7/8 AP *) Tulislah 1+, 2+, 3+ atau Neg sesuai dengan hasil pemeriksaan dahak Bulan ke _____________________ Kambuh UPK Swasta (untuk hasil pemeriksaan lain, misalnya rontgen, Biopsi, Kultur item, skoring TB anak, dll) ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ Pemeriksaan kontak serumah : No. Nama L/P Umur Tanggal Pemeriksaan Hasil 1. ___________________ ____ _____ __________________ _____ 2. ___________________ ____ _____ __________________ _____ 3. ___________________ ____ _____ __________________ _____ 4. ___________________ ____ _____ __________________ _____ 5. ___________________ ____ _____ __________________ _____ Catatan : Baru Paru UPK Pemerintah Inisiatif pasien Dirujuk oleh : Anggota masyarakat Meragukan tahun Pernah diobati lebih dari 1 bulan Tidak ada Umur : Klasifikasi Pasien Belum pernah/ kurang dari 1 bulan P TB.01 Nama Unit Pelayanan Kesehatan : __________________ Tahun : _______ No. Reg. TB.03 UPK : ____________ No. Reg. TB.03 Kab. : ____________ KARTU PENGOBATAN PASIEN TB ______________________ Telp. '______________ __________________________________________ ______________________ Telp. '______________ __________________________________________ Riwayat pengobatan sebelumnya : : : : : Nama Pasien Alamat Lengkap Nama PMO Alamat Lengkap PMO PENANGGULANGAN TB NASIONAL (Lembar Muka) TB.01 Lampiran Formulir Pencatatan TB 79 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1 2 3 4 5 tablet/hr Kategori-2 6 7 8 9 tablet/hr Lengkap Pindah Sembuh Gagal HASIL AKHIR PENGOBATAN : (tulis tanggal dalam kotak yang sesuai) Meninggal Default CATATAN : _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ _____________________________________________________________ Tempat Tes Tgl. Tes Hasil Tes R * Hasil test ditulis dengan kode : R = Reaktif (Positif) NR = Non Reaktif (Negatif) Tgl. Mulai PPK I Tgl. Post Tes Konseling NR Keterangan I = Indeterminate Tgl. Mulai ART Layanan PDP (Perawatan, Dukungan & Pengobatan) Tgl. Rujukan PDP Tgl. Dianjurkan Layanan Konseling dan Test Sukarela Ya Tidak ______/______/_______ Tgl. Pre Tes Konseling Riwayat tes HIV : Tgl tes HIV terakhir : Hasil* : 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Ethambutol Kategori anak Berilah tanda √ jika pasien datang mengambil obat atau pengobatan dibawah pengawasan petugas kesehatan. Berilah tanda “garis lurus putus-putus sesuai hari minum obat” jika obat dibawa pulang dan ditelan sendiri dirumah. Bulan 2 KDT (FDC) Kategori-1 Berilah tanda √ pada kotak yang sesuai jenis paduan obat yang diberikan. II. TAHAP LANJUTAN (Lembar belakang) TB.02 (Lembar Muka) 80 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia (Lembar Belakang) 81 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia TB.04 82 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia TB. 03 TB.04 84 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia TB.05 PROGRAM TB NASIONAL TB.05 FORMULIR PERMOHONAN LABORATORIUM TB UNTUK PEMERIKSAAN DAHAK Nama UPK : No.Telp.: Nama tersangka/pasien : Umur Jenis kelamin Alamat lengkap : : Kab/Kota : Propinsi : L tahun P Alasan pemeriksaan: Diagnosa Klasifikasi penyakit Follow up Paru 1. Akhir tahap awal Ekstraparu Lokasi : 2. Akhir sisipan 3. 1 bulan sebelum AP No. identitas sediaan 4. Akhir pengobatan (AP) (sesuai dengan TB.06) No.Reg.TB kab/kota: / / Tgl.pengambilan dahak terakhir: Tgl.pengiriman sediaan Tanda tangan pengambil sediaan Secara visual dahak tampak: Nanah lendir : S Bercak darah : S Air liur : S P P P S S S HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM No. Register Lab. (sesuai dengan TB.04) : Tanggal Pemeriksaan Spesimen dahak * A (Sewaktu) Hasil ** +++ ++ + 1-9 *** Neg B (Pagi) C (Sewaktu) *) Diisi sesuai kode huruf sesuai identitas sediaan **) Beri tanda rumput pd hasil yg sesuai ***) Isi dengan jumlah BTA yang ditemukan Diperiksa oleh Tanda tangan pemeriksa, (………………………………) 85 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 86 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia (2) No (1) (3) (4) Nama Lengkap Tersangka Pasien (5) L (6) P Umur (7) Alamat Lengkap (8) A (9) B (10) C Tanggal Pengambilan Dahak (11) Tanggal Pengiriman Sediaan Dahak ke Lab (12) Tanggal Hasil Diperoleh A (14) B (15) C Hasil Pemeriksaan (13) TB.06 (16) No Reg Lab (17) Bila didiagnosis TB, Tulis Tanggal Pembuatan Kartu TB.01 (18) No Reg ART (19) Status HIV Bulan …………………… Tahun ……….. DAFTAR TERSANGKA PENDERITA (SUSPEK) YANG DIPERIKSA DAHAK SPS (20) Keterangan Catatan: 1. Tanggal didaftar : diisi dengan tanggal pengambilan dahak Sewaktu yang pertama. 2. No. Identitas sediaan dahak ditulis dengan : No kode Kab (14) / no urut UPK/RS (31)-kode Poli paru (1) / No urut (121) sesuai no pada kolom 1. 3. A = Slide dahak sewaktu pertama ; B = Slide dahak pagi ; C = Slide dahak sewaktu kedua 4. No: Isi nomor urut 3 digit, dimulai dengan 001 pada setiap permulaan tahun. 5. Nomor Identitas Sediaan Dahak : Tulis sesuai dengan Form TB.05 6. Tanggal Pengiriman Sediaan Dahak ke Lab = diisi sama dengan tanggal didaftar. 7. Tanggal Hasil Diperoleh : diisi dengan tanggal terakhir pemeriksaan. 8. Hasil Pemeriksaan : Tulis hasil pembacaan sediaan sesuai kolomnya, neg untuk negatif dan 1+, 2+ dst. untuk hasil positif. A untuk A untuk dahak sewaktu pertama, B untuk dahak pagi, dan C untuk dahak sewaktu kedua. 9. Nomor Reg. Lab : Tulis No. Register Lab sesuai dengan form TB.04 yang ada pada TB.05 bagian bawah (hasil pemeriksaan Lab). 10. No. Reg ART : Tulis No. Register ART 11. Status HIV : Tulis NR = bila Non Reaktif (Negatif); RR = Repeated Reaktif (2 x reaktif), IR = Initial Reaktif (1 x reaktif); 3TR = 3 x. Tanggal didaftar No. Identitas Sediaan Dahak PROGRAM TB NASIONAL TB.06 TB.09 PROGRAM TB NASIONAL TB.09 FORMULIR RUJUKAN / PINDAH PASIEN TB Nama instansi pengirim : Telp. Nama instansi yang dituju : Telp. Nama pasien : Jenis kelamin : Alamat lengkap : No Reg TB Kab/Kota : Tanggal mulai berobat : L P Umur - Jenis Paduan OAT: thn Klasifikasi/Tipe Pasien: Kategori 1 Kasus baru (BTA positif) Kategori 2 Kasus Kambuh/Default/Gagal Kategori Anak Lain-lain (a.l. Kronik) Lain-lain, sebutkan: Kasus baru (BTA negatif / Rontgen pos) Pindahan Jumlah dosis (obat) yg sudah diterima: Tahap awal : dosis Tahap lanjutan : dosis Pemeriksaan ulang dahak terakhir: Tanggal : - - Hasil , Tgl. ( ) UNTUK DI ISI DAN DIKEMBALIKAN KE UNIT PENGIRIM: Nama pasien : Jenis kelamin : Tgl. pasien melapor : No Reg TB Kab/Kota: L P - Umur thn - Nama Unit Pelayanan Kesehatan (tempat berobat baru) Telp. , Tgl. ( 87 ) Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia TB.10 PROGRAM TB NASIONAL TB.10 FORMULIR HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PINDAHAN Nama pasien : Jenis kelamin : Alamat lengkap : (sesuai dgn TB.09) L P Umur thn (sesuai dgn TB.09) No Reg Kab/Kota asal pasien : (sesuai dgn TB.09) Tgl. mulai berobat di tempat asal : Jenis Paduan OAT: - - (sesuai dgn TB.09) Klasifikasi/Tipe Pasien: Kategori 1 Sembuh Kategori 2 Pengobatan lengkap Kategori Anak Default Lain-lain, sebutkan: Gagal Pindah Meninggal Keterangan: , Tgl. ( ) Kepada Yth. di 88 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Umur : .............. tahun/bulan Tempat: Status Pekerjaan Pernah menerima ART? 1. Ya 2 Tidak Faktor Risiko 0-Tidak bekerja 1-Bekerja Pendidikan Nama Hub ART ya/tdk No.Reg.Nas. Tempat ART dulu: 1. RS Pem 2. RS Swasta 3.PKM Nama, dosis ARV & lama penggunaannya: Jika ya: 1. PMTCT 2. ART 3. PPP Umur HIV +/- Status pernikahan □ Menikah □ Belum menikah □ Janda/Duda (Pilih salah satu) 3. Riwayat Keluarga 4. Riwayat terapi antiretroviral 1-Heteroseksual 2-Homoseksual 3-Biseksual 4-Perinatal 5-Transfusi Darah 6-NAPZA suntik 7-Lain2, uraikan …….. 0-Tidak sekolah 1-SD 2-SMP 3-SMU 4-Akademi 5-Universitas (Pilih salah satu) 2. Riwayat Pribadi Nama klinik sebelumnya: ......................................... Tgl Rujuk Masuk (RM): ................................. 1. Tanpa ART; 2. Dengan ART □ Pasien dirujuk masuk dari klinik lain: (Beri tanda x dan/atau lingkari untuk yang sesuai, untuk yang lainnya diuraikan) 8-Lainnya, uraikan …………………………… 3-Rawat Inap, 4-Praktek Swasta, 5-Jangkauan (IDU, PSK, LSL, ...........), 6-LSM, 7-Datang sendiri Entry point : 1-KIA 2-Rawat Jalan (TB, Anak, Penyakit Dalam, IMS, lainnya ……….), Tanggal konfirmasi tes HIV +: Alamat dan no. Telp. PMO: Riwayat Alergi Obat Tgl BB Status Fungsional 1 = Kerja, 2 = Ambulatori, 3 =Baring Jumlah CD4 (CD4 % pd anak2) Substit usi Switch Stop Restart Alasan Lain-lain Nama rejimen baru SUBSTITUSI dalam lini-1, SWITCH ke lini -2, STOP 6. Terapi Antiretroviral (ART) Stad WHO (hh/bb/tt) Tgl. Kunjungan terakhir: Tgl: Gagal follow-up (> 3 bulan) Rujuk Keluar Klinik: baru Tgl. meninggal dunia: 8. Akhir Follow-up (hh/bb/tt) Tgl. selesai terapi TB: No Reg.TB Kabupaten/Kota:_____________ Nama sarana kesehatan:_______________ Meninggal dunia 1. Baru 2. Kambuh 3 Default 4. Gagal Kabupaten: ____________________ Tempat pengobatan TB: Tgl. mulai terapi TB : 2. Kategori II 3. Kategori anak 2. TB ekstra paru: lokasi……………. Tipe TB 1. Kategori I Rejimen TB 1. TB paru Klasifikasi TB (pilih) 7. Pengobatan TB selama perawatan HIV 6 stok obat habis, 7 kekurangan biaya, 8 keputusan pasien lainnya, 9 lain-lain Alasan STOP: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 gagal pengobatan, 4 adherens buruk, 5 sakit/MRS, Alasan hanya untuk SWITCH: 8 gagal pengobatan secara klinis, 9 gagal imunologis, 10 gagal virologis alasan lain (uraikan) Alasan SUBSTITUSI/SWITCH: 1 toksisitas/efek samping, 2 hamil, 3 risiko hamil, 4 TB baru, 5 Ada obat baru, 6 stok obat habis, 7 5 - ..................... 4 - TDF+3TC+EFV 3 - TDF+3TC+NVP 2 - AZT+3TC+EFV 1 - AZT+3TC+NVP Nama rejimen ART orisinal Setelah 24 bulan ART Setelah 12 bulan ART Setelah 6 bulan ART Saat mulai ART Memenuhi syarat medis utk ART Kunjungan pertama (hh/bb/tt) Tang gal 5. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium (Disisipkan dalam rekam medis pasien dan disimpan di Instalasi Rekam Medis) Hubungannya dgn pasien: .......................................................................................... Nama Pengawas Minum Obat (PMO) : Jenis kelamin : □ L □ P ............................................... No. Register Nasional: 1. Data Identitas Pasien IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN TERAPI ANTIRETROVIRAL (ART) IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN ART TERAPI ARV 89 Halaman 1 Lampiran Formulir HIV Nama : ..................................... No Register : Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Tgl. followup 3 BB (kg) & TB untuk anak 1. Kerja, 2. Ambulatori 3. Baring Status Fungsional 4 Stad. WHO 5 (ya/tdk) atau metode KB 6 Hamil Infeksi oportunistik (Kode) 7 Obat untuk IO 8 Status TB 9 Obat ARV dan dosis yg diberikan 11 1 (>95%), 2 (80-95%), 3 (<80%) 12 Adherence ART 13 Efek samping ART (Kode) Jumlah CD4 14 Hasil Lab 15 Ya/Tidak/ Tidak ada 16 Diberikan kondom Efek samping: Tuliskan > 1 kode − R=Ruam kulit; Mua=mual; Mun=Muntah; D=Diare; N=Neuropati; Ikt=Ikterus; An=Anemi; Ll=Lelah; SK=Sakit kepala; Dem=Demam; Hip=Hipersensitifitas; Dep=Depresi; P=Pankreatitis; Lip=Lipodistrofi; Ngan=Mengantuk; Ln=Lain2− Uraikan Infeksi Oportunistik: Tuliskan > 1 kode − Kandidiasis (K); Diare cryptosporidia (D); Meningitis cryptocococal (Cr); Pneumonia Pneumocystis (PCP); Cytomegalovirus (CMV); Penicilliosis (P); Herpes zoster (Z); Herpes simpleks (S); Toxoplasmosis (T); Hepatitis (H); Lain2-uraikan. Dosis per hari Profilaksis kotrimoksazol 10 9. FOLLOW-UP PERAWATAN PASIEN & TERAPI ANTIRETROVIRAL Tanggal: Tulis tanggal kunjungan yang sebenarnya sejak kunjungan pertama perawatan HIV Adherence ART: Periksalah adherence dgn menanyakan apakah pasien melupakan dosis obat. Tuliskan perkiraan tingkat adherence, misalnya 1 (>95%) = < 3 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 2 (80-95%) = 3 - 12 dosis lupa diminum dlm 30 hari; 3 (< 80%) = >12 dosis lupa diminum dlm 30 hari. Status TB: 1. Tdk ada gejala/tanda TB; 2. Suspek TB (rujuk ke klinik DOTS atau pemeriksaan sputum); 3. Dalam terapi TB Rencana tgl. kunjungan y.a.d. Petunjuk dan kode: 2 IKHTISAR PERAWATAN HIV DAN ART TERAPI (Follow ARV up) 90 1 Halaman 2 Rujuk ke spesialis atau MRS 17 Nama : ..................................... No Register : Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 91 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 92 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 93 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Buku Bantu Ko-­‐infeksi TB-­‐HIV 58 Fasyankes HIV Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA Provinsi : Kabupaten/Kota : Tanggal pelaporan : Fasyankes : Triwulan : No Variabel 1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP 2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya 3 Jumlah ODHA yang suspek TB 4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis 5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+) 6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-) 7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu 8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB 9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART 10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK Tahun Jumlah dalam triwulan Jumlah dalam setahun * * Cara menghitung jumlah dalam setahun dapat dilihat pada panduan penghitungan variabel TB-HIV di Unit HIV. Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4. Mengetahui 94 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Kabupaten/Kota Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA Provinsi : Kabupaten/Kota : Tanggal pelaporan : Jumlah Fasyankes : Triwulan : No Variabel 1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP 2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya 3 Jumlah ODHA yang suspek TB 4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis 5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+) 6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-) 7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu 8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB 9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART 10 Jumlah ODHA yang mendapatkan pengobatan TB dan PPK Tahun Jumlah dalam triwulan Jumlah dalam setahun * *Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4. Mengetahui 95 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Provinsi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban TB pada ODHA Nama Provinsi : Jumlah Kabupaten/Kota : Jumlah Fasyankes : Tanggal pelaporan : Triwulan : No Variabel 1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP 2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya 3 Jumlah ODHA dengan suspek TB 4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis langsung 5 Jumlah ODHA yang BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks 6 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (+) 7 Jumlah ODHA dengan TB Paru BTA (-) 8 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu 9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB 10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART Tahun Jumlah dalam triwulan Jumlah dalam setahun * *Kolom “jumlah dalam setahun” diisi pada pelaporan triwulan ke-4. Mengetahui 96 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Kabupaten/Kota :_________________ No Fasyankes DOTS : _________________ Tanggal Pengumpulan Laporan : _________________ Variabel Jumlah 1 Jumlah pasien TB yang tercatat 1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dengan status HIV positif sebelum pengobatan TB Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan 2 ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan 3 konseling HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes 4 HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV 5 tercatat selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV 6 positif selama pengobatan TB Data Pengobatan Pasien TB yang HIV positif 7 Jumlah pasien TB yang HIV positif 8 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan mendapatkan ART 9 Jumlah pasien TB yang HIV positif dan menerima PPK Mengetahui 97 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Kabupaten/Kota :_________________ No 1 Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______ Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________ Variabel Jumlah Jumlah pasien TB yang tercatat 1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan 2 ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan 3 konseling HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes 4 HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV 5 tercatat selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV 6 positif selama pengobatan TB Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB 7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV 8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART 9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK Mengetahui 98 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Rekapitulasi Laporan Triwulan Pencapaian Kegiatan Kolaborasi TB-HIV Penurunan beban HIV pada pasien TB Pasien TB yang tercatat dalam triwulan ………. tahun ………. Bulan………………. s/d ………………. Provinsi :_________________ Jumlah Fasyankes DOTS : _______ Jumlah Fasyankes DOTS yang melaporkan : _______ Tanggal Pengumpulan Laporan : _______________ No 1 Variabel Jumlah Jumlah pasien TB yang tercatat 1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan 2 ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/KTS) selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan 3 konseling HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes 4 HIV selama masa pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV 5 tercatat selama pengobatan TB Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV 6 positif selama pengobatan TB Data koinfeksi TB HIV pada pasien TB 7 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV 8 Jumlah Pasien Koinfeksi TB HIV yang mendapatkan ART 9 Jumlah pasien koinfeksi TB HIV yang menerima PPK Mengetahui 99 Pembuat Laporan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Lampiran Formulir Pencatatan TB-­‐HIV 100 55 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Lampiran Formulir Pencatatan TB-HIV Lampiran 1. Contoh Data TB Dan HIV yang dapat digunakan untuk Mengkaji Epidemi TB-HIV. Data TB Data HIV •• Kasus TB menurut tipe •• Hasil pengobatan TB menurut tipe •• Data kasus TB pada usia tertentu •• Angka Multi-drug resistant (MDR) TB - Kasus MDR primer - Pengunjung klinik Antenatal - Pasien HIV dengan TB - Donor darah - Kasus MDR sekunder •• Proporsi kasus TB yang HIV positif •• Prevalensi penyakit terkait HIV pada pasien TB •• Persepsi masyarakat tentang hubungan antara TB dan HIV •• Persepsi masyarakat tentang pengobatan TB pada ODHA •• Riset Operasional •• Angka HIV dapat diperoleh antara lain dari: - Data surveilans sentinel - Pengunjung klinik IMS - Kunjungan RS - Penasun - Penerimaan baru TNI dan Polri - Jika memungkinkan ada kohort distribusi usia sebagai indikator insiden pada remaja •• Jumlah kasus AIDS •• Jumlah layanan Konseling dan Tes HIV •• Jumlah pasien yang mengakses layanan Konseling dan Tes HIV •• Pengetahuan, perilaku, dan kebiasaan masyarakat terkait cara penularan dan pencegahan HIV •• Pengalaman program perawatan di rumah •• Pendekatan multi-sektoral •• Riset Operasional 101 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Lampiran 2. Daftar TIlik Supervisi dan Bimtek DAFTAR TILIK SUPERVISI KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN I. DATA DASAR A. Data Umum UPK 1. Nama UPK 2. Alamat 3. No. Telpon/fax/email 4. Kab/Kota 5. Propinsi 6. Nama Direktur/Kepala UPK 7. Petugas/Pejabat yang ditemui (nama, tugas/kedudukan, no telp) 8. Yang melakukan supervisi Jabatan & Instansi) 9. Tanggal Kunjungan (Nama, B. Sumber daya dalam kegiatan TB-HIV 1. Jumlah petugas yg dilatih TB-HIV No. UNIT HIV 1 Dokter 2 Perawat/ paramedis 3 Laboratorium 4 Konselor 5 Petugas pencatatan/ pelaporan 6 Farmasi Jumlah tenaga Jumlah yang masih aktif Jenis pelatihan dan tahun dilatih VCT IMAI CST TBHIV PMTCT Lab HIV Farmasi ARV MK RR ARV IMS KETERANGAN: 102 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia UP No. Jumlah tenaga UNIT DOTS Jumlah yang masih aktif Jenis pelatihan dan tahun dilatih DOTS VCT TB-HIV Ya Tidak Keterangan 1) Reagensia £ £ 2) Pot dahak £ £ 3) Kaca sediaan (slide) £ £ 4) Kotak slide/slide box £ £ 5) Obat anti TB (OAT) £ £ a) Program £ £ b) Non-program (sumber lain) £ £ 6) Formulir/register TB £ £ 7) Formulir rujukan ke VCT £ £ 1. Dokter 2. Perawat/paramedis 3 Laboratorium 4 Petugas pencatatan/ pelaporan 5 Lain-lain (apoteker, dll) Keterangan: 2. Logistik TB-HIV Apakah tersedia: 1. Logistik TB 8) KIE TB-HIV £ Ya 103 £ Tidak Keterangan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1. Logistik HIV 2. Sumber pendanaan untuk pengadaan logistik obat dan lab? 1) Reagensia £ £ 2) Obat ARV £ £ 3) OAT £ £ 4) Kotrimoksazol £ £ 5) Obat IO lain £ £ 6) Formulir/register HIV £ £ 7) Kondom £ £ 8) Formulir Skrining Gejala TB £ £ 9) Formulir/register TB £ £ 10) KIE TB-HIV £ £ £ APBD1/Propinsi £ £ APBD2/Kab/Kota £ APBN/Pusat £ Bantuan luar negeri: ________ £ Swadana £ £ £ £ £ £ £ £ 104 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia II. KEGIATAN KOLABORASI TB-HIV di UPK A. Manajemen Kolaborasi TB-HIV A. Membangun Mekanisme kolaborasi 1. Tim/pokja untuk kegiatan TB-HIV 1.1 Apakah sudah terbentuk tim? Ya Tidak Keterangan Kapan tahun dibentuknya Tim dan apakah ada SK? (Lampirkan jika ada) a.Tim HIV (Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim HIV. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi) b.Tim TB Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB. Tuliskan juga telepon/HP/email, untuk memperlancar komunikasi c.Tim TB-HIV Tuliskan nama petugas yang terlibat di Tim TB-HIV. Tuliskan juga telepon/HP/ email, untuk memperlancar komunikasi Bila tidak, jelaskan alasannya? Dan kapan rencana akan dibentuk? 1.2 Apakah ada koordinator TB-HIV? Jika ya, sebutkan siapa? 1.3 Apakah pembentukan tim TB-HIV didukung dengan SK Direktur/Kepala UPK/Kepala Dinas Kesehatan setempat? Jika ya, lampirkan SK nya. 1.4 Apakah ada uraian tugas secara tertulis untuk setiap anggota tim TB-HIV? Jika ya, lampirkan. 2 Melaksanakan surveilans TB-HIV 2.1 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus pasien TB dengan HIV di unit TB? Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik. 2.2 Apakah ada dokumen/catatan atau laporan mengenai kasus ODHA dengan IO TB di unit Layanan HIV? Untuk detailnya, cek silang dengan dokumen yang ada di poliklinik. 105 Ya Tidak Keterangan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 3 Mengadakan perencanaan bersama TB-HIV 3.1. Apakah ada pertemuan kolaborasi TB-HIV secara berkala? Lihat notulensi pertemuan. 3.2 Apakah ada rencana kerja TB-HIV? Lihat dokumen tertulis mengenai rencana kerja TBHIV 3.3 Apakah ada alokasi anggaran dari UPK untuk kegiatan TB-HIV (misalnya untuk logistik mis. obat, reagen, untuk pelatihan dan pertemuan berkala, dll) 4 Monitoring dan evaluasi 4.1 Apakah dilakukan monitoring bersama mengenai kegiatan TB-HIV? Siapa saja yang terlibat? Apakah dilakukan evaluasi kegiatan TB-HIV secara berkala? Siapa saja yang terlibat? 4.2 Ya Ya Tidak Tidak Keterangan Keterangan Frekuensi monitoring? Frekuensi monitoring? B. Manajemen Pelayanan TB-HIV B. Menurunkan beban tuberkulosis pada ODHA 1. Intensifikasi penemuan kasus TB dan pengobatannya 1.1 Apakah semua ODHA dilakukan skrining TB (ditanyakan tentang gejala TB)? Ya Tidak Keterangan Tanyakan kriteria apa saja yang dipakai untuk menentukan suspek TB pada ODHA. Apakah menggunakan Form skrining TB? 1.2 Apakah semua ODHA dengan gejala TB (suspek TB) dilakukan pemeriksaan dahak SPS secara mikroskopis ? 1.3 Siapa yang meminta untuk dilakukan SPS? a. Unit TB? b. Unit HIV? 1.4 106 Apakah dilakukan pemeriksaan dahak di sini? Jika tidak, dirujuk kemana? ........................................................ Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 1.5 Apakah semua ODHA yang suspek TB dengan hasil BTA negatif dilakukan pemeriksaan foto toraks? 1.6 Apakah ada metode diagnostik lain yang digunakan untuk TB ekstra paru? Histopatologis : £ Biakan :£ Lain-lain :£ TB ekstra paru yang sering dijumpai pada ODHA misalnya TB kelenjar limfe, TB milier, TB meningitis. TB dengan efusi pleura atau perikardium. 1.7 Apakah semua ODHA yang sakit TB mendapatkan pengobatan TB sesuai strategi DOTS (paduan dan lama pengobatan)? Sebutkan paduan OAT yang diberikan. 1.8 Di unit mana OAT diberikan? Jika sebagian ODHA diberikan OAT di unit DOTS dan sebagian di unit HIV, tuliskan dalam kolom “keterangan”. a. Unit DOTS b. Unit HIV 1.9 Dari mana OAT didapat? a. Dari Program (Dinkes) b. Askes c. Pasien beli sendiri d. Lain-lain 1.10 Apakah pada ODHA dengan TB dilakukan juga pemantauan pengobatan TB nya? Kalau ya setiap berapa lama Kalau tidak, jelaskan alasannya Catatan: Pemantauan kemajuan pengobatan TB adalah dengan memeriksa dahak SP pada akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP. Jika awalnya pasien TB dengan BTA (-), kemungkinan besar akan tetap negatif pada pemeriksaan akhir fase intensif. Pada ODHA dengan TB baik yang BTA (+) maupun BTA (-) perlu dipantau juga secara klinis misalnya berat badannya, nafsu makan, keluhan lain yang dialami selama pengobatan TB, dll 107 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2 Pengendalian infeksi TB di di UPK 2.1 Apakah ada tim atau pengendalian infeksi di UPK? 2.2 Apakah pengendalian infeksi TB termasuk di dalamnya? 2.3 Apakah ada protap tertulis pengendalian infeksi TB? Jika ya, lampirkan. 2.4 Apakah suspek/pasien TB diberikan edukasi mengenai etika batuk baik secara langsung maupun dengan menyediakan materi KIE mengenai etika batuk? Lakukan observasi 2.5 Apakah UPK menyediakan masker/ tisue untuk suspek/pasien TB? Lakukan observasi 2.6 Apakah suspek/pasien TB dipisahkan ruang tunggunya dari pasien lainnya? Lakukan observasi 2.7 Apakah ada tempat/ruang khusus untuk mengumpulkan dahak? Lakukan observasi 2.8 Apakah dilakukan skrining gejala TB secara berkala kepada petugas kesehatan? 2.9 Apakah ruang tunggu pasien memiliki ventilasi yang baik? 2.10 Apakah ruang layanan TB dan HIV memiliki? komisi Ya Tidak Keterangan Lakukan observasi dan lampirkan dokumennya Lakukan observasi a. ventilasi alami b. ventilasi mekanis misalnya exhaust fan dan kipas angin 108 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia C Menurunkan beban HIV pada pasien tuberkulosis 1 Konseling dan testing HIV 1.1 Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV meluas: Ya Tidak Keterangan •• Apakah semua pasien TB dilakukan konseling dan test HIV Untuk daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi: •• Apakah pasien TB yang mempunyai faktor risiko HIV dilakukan konseling dan test HIV 1.2 1.3 Apakah menggunakan Form Penilaian faktor risiko HIV pada pasien TB? Jika ya, lampirkan, Jika tidak, kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan pasien TB yang dilakukan konseling dan testing HIV? Di mana konseling HIV dilakukan? a. Unit TB b. Unit HIV c. Dirujuk ke tempat lain? ......................... 1.4 Di mana testing HIV dilakukan? a. Unit TB b. Unit HIV c. Laboratorium UPK c. Dirujuk ke tempat lain ...................... 2 Mempromosikan cara pencegahan HIV Ya Tidak Keterangan 2.1 Apakah pasien TB diberikan informasi mengenai HIV, IMS & NAPZA? Observasi 2.2 Siapa yang memberikan informasi? Observasi a. petugas TB b. petugas HIV 109 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2.3 2.4 3 3.1 Apakah tersedia kondom di unit TB? Adakah alat bantu/materi KIE TB-HIV, IMS, NAPZA? Melaksanakan terapi pencegahan dengan kotrimoksasol Observasi Observasi Ya Tidak Apakah pasien TB-HIV mendapat pengobatan profilaksis dengan kotrimoksazol? Keterangan Jika sebagian, kriteria pasien yang seperti apa yang diberikan kotrimoksazol? a. Semua b. Sebagian Jika tidak, apa alasannya? c. Tidak sama sekali 3.2 Di unit mana kotrimoksazol diberikan? a. Unit DOTS b. Unit HIV 4 Memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/ AIDS Ya Tidak Keterangan 4.1 Apakah dalam menangani pasien TB-HIV unit DOTS (di Puskesmas/RS) berkoordinasi atau merujuk ke unit PDP/RS ARV? Jelaskan seperti apa? 4.2 Apakah semua pasien TB-HIV memulai pengobatan ARV sesuai pedoman nasional? Catatan: Indikasi medis (CD4 dan stadium klinis) dan non medis (kesiapan minum obat, kepatuhan, PMO, support group, akses ARV, dll) 4.3 Apakah pasien TB-HIV yang layak mendapatkan ARV diberikan paduan ARV sesuai pedoman nasional? 4.4 Apakah efek samping pemberian bersama OAT dan ARV telah diinformasikan sebelum pengobatan dimulai? 110 Bila tidak, jelaskan alasannya Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 4.5 Apakah dilakukan pemantauan pengobatan pada semua pasien TBHIV Kalau ya setiap berapa lama Kalau tidak, jelaskan alasannya Catatan: TB (akhir fase intensif, sebulan sebelum AP, AP). HIV (setiap bulan untuk evaluasi klinis, minimal 6 bulan sekali untuk CD4nya) III. SURVEILANS TB-HIV 1. Pencatatan dan pelaporan kegiatan kolaborasi TB-HIV a. UNIT DOTS. 1 Jenis format yang ada di UPK Ya a. TB 01 (dengan info HIV) b. TB 02 c. TB 03 UPK (dengan info HIV) d. TB 04 e. TB 05 f. TB 06 g. TB 09 h. TB 10 i. Lain-lain: Diisi lengkap Tersedia Tidak Ya Diisi benar Tidak Ya Tidak -Form Penilaian faktor risiko HIV -Form rujukan ke VCT Ya 111 Tidak Keterangan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2 3 Apakah dilakukan supervisi dan registrasi/ validasi data TB secara rutin (termasuk mengenai data pasien TB yang HIV positif )? -Siapa saja yang melakukan? Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program TB dan kegiatan kolaborasi TB-HIV? Lihat dokumen umpan balik -Cek silang dengan form lainnya b. UNIT HIV 1. 112 Jenis format yang tersedia di unit HIV a. Register konseling b. Register Pra-ART c. Ikhtisar perawatan HIV d. Kartu pasien e. Register ART f. Register Pemberian Obat ARV g. Register Stok (Farmasi) h. Formulir Rujukan i. Laporan Bulanan j. Laporan Kohort Obat Tersedia Diisi lengkap Diisi benar Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak ARV Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia k. Lain-lain: - Form skrining gejala TB - Form rujukan ke unit DOTS - TB01 - TB02 - TB03 UPK - TB04 - TB05 - TB06 - TB09 - TB10 2. Laporan bulanan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi £ Dinas Kesehatan Kabupaten £ Subdit AIDS & PMS £ Dit Bina Yanmed Spesialistik£ Lain2 £ Ya 3. Apakah dilakukan supervisi dan validasi data HIV secara rutin (termasuk data ODHA yang TB)? Tidak Keterangan - Siapa saja yang melakukan? - Cek silang dengan form lainnya 4. 113 Apakah ada umpan balik kepada petugas UPK mengenai kinerja program HIV dan kegiatan kolaborasi TB-HIV? Lihat dokumen umpan balik Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 2. Data hasil kegiatan TB-HIV 6 Bulan Terakhir No UNIT DOTS Jumlah 1 Jumlah pasien TB yang tercatat 1.1 Jumlah pasien TB yang tercatat dan HIV positif sebelum pengobatan TB Keterangan Data konseling dan tes HIV pada pasien TB yang belum periksa HIV 2 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan ditawarkan/dianjurkan tes HIV (KTIP/ KTS) selama pengo-batan TB 3 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan konseling HIV selama masa pengobatan TB 4 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dan dilakukan tes HIV selama masa pengobat-an TB 5 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut yang hasil tes HIV tercatat selama pengobatan TB 6 Jumlah pasien TB yang tercatat dalam triwulan tersebut dengan hasil tes HIV positif selama pengobatan TB Data Layanan Pasien TB dengan HIV positif 7 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV 8 Jumlah Pasien Ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan ART 9 Jumlah pasien ko-infeksi TB HIV yang mendapatkan PPK No 114 UNIT HIV Jumlah 1 Jumlah ODHA yang berkunjung ke PDP 2 Jumlah ODHA yang dikaji status TB nya 3 Jumlah ODHA dengan suspek TB 4 Jumlah ODHA yang diperiksa dahak mikroskopis 5 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (+) 6 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Paru BTA (-) 7 Jumlah ODHA yang didiagnosis TB Ekstraparu Keterangan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia 8 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB 9 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan ART 10 Jumlah ODHA yang mendapat pengobatan TB dan PPK Semua pasien TB-HIV, perlu dilakukan pemantauan hasil pengobatan TB nya. Hasil Pengobatan TB No 1 Pasien TB-HIV yang mengalami konversi Jumlah Keterangan - TB01 - TB03 UPK 2 Hasil pengobatan pasien TB-HIV - TB01 - TB03 UPK a. Sembuh b. Pengobatan lengkap c. Gagal d. Default (Putus berobat) e. Pindah f. 115 Meninggal Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Lampiran 3. Obat ARV dan IO No 1. Nama Obat OBAT ARV ARV lini I : •• Zidovudin (AZT, ZDV), 300 mg •• Lamivudin (3TC), 150 mg •• Stavudin (d4T), 30 mg •• Efavirens (EFV), 600 mg •• Nevirapin (NVP), 200 mg ARV lini II •• Tenofovir (TDF), 300 mg •• Didanosin (ddI), 250 mg •• Lopinavir/ritonavir (LPV/r), 400 mg/100 mg •• Abacavir (ABC) •• Emtricitabine (FTC) Fixed Dose Combination •• AZT + 3TC (AZT 300mg, 3TC 150mg) •• AZT + 3TC + NVP (AZT 300mg, 3TC 150mg, NVP 200mg) 2. OBAT IO •• Klindamisin 150 mg •• Amfoterisin B injection 50 mg/ vial (kandidosis berat, kriptokokosis, histoplasmosis) •• Klindamisin 150 mg/4 ml ampul •• Amoksisilin + asam klavulanat iv 1,2 g •• Kotrimoksazol 400mg/80mg •• Amoksisilin + asam klavulanat p.o. 500 mg/125 mg •• Pirimetamin 25 mg tab •• Amphotericin B 50 mg •• Seftriakson injeksi •• Asiklovir 400 mg •• Flukonazol 200 mg •• Klindamisin 300 mg •• Kotrimoksasol oral 960 mg •• Prednisolon 5 mg •• Sulfadiazin 500 mg tab •• Folinic Acid 200 mg 116 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia Lampiran 4. Isi Pesan AKMS Isi Pesan Petugas TB kepada Pasien TB yang dicurigai ko-infeksi HIV: 1. Apa itu HIV 2. Cara penularan dan resiko terinfeksi HIV 3. Cara pencegahan dan program pencegahan seperti penggunaan kondom, pengurangan dampak buruk Napza suntik, pencegahan HIV dari ibu ke anak 4. Petunjuk layanan konseling di layanan kesehatan dan LSM 5. Daftar Rumah Sakit Rujukan ARV Isi Pesan Petugas HIV kepada Pasien HIV dengan gejala TB: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Apa itu TB, cara penyebarannya Gejala-gejala TB Kondisi-kondisi yang memudahkan seseorang terkena TB Bagaimana cara mendiagnosa penderita TB Bagaimana pengobatan pasien TB Petunjuk layanan pengobatan TB terdekat Isi Pesan TB-HIV kepada Pengendali Kebijakan, Akademisi, Penyedia Layanan dan Pers (Diambil dari Talking Points TB-HIV dari STOP TB Partnership, www.stoptb.org): 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 117 Global burden TB dan Hubungannya dengan HIV yang diperkuat dengan data Tingkat Mortalitas TB/HIV yang diperkuat dengan data Hubungan TB-HIV dan Wanita, diperkuat dengan data Isu Pengobatan TB-HIV Pengendalian penyakit TB dan HIV Diagnosa, Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV Kolaborasi program penanggulangan TB dan HIV Pendanaan Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006. Departemen Kesehatan R.I 2. Draft Pedoman AKMS TB. 2006. Departemen Kesehatan R.I 3. TB-HIV Implementation Guideline. 2005. Federal Ministry of Health Ethiopia 4. Talking Points TB-HIV. www.stop tb.org. Stop TB Partnership. Geneva 5. Draft Leaflet dan Poster TB-HIV. 2006. Kolaborasi TB-HIV DKI Jakarta 6. Kebijakan Sementara Kegiatan Kerjasama TB-HIV. Terjemahan. WHO, Stop TB Department & Department of HIV AIDS. 2004 7. Draft Buku Kebijakan Nasional TB-HIV. 2007. Departemen Kesehatan R.I 118 Manajemen Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia