peranan prajuru adat sebagai komunikator dalam

advertisement
PERANAN PRAJURU ADAT SEBAGAI KOMUNIKATOR DALAM
MENANGGULANGI KEBERADAAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL
DI BANJAR ADAT PEKUWON KELURAHAN CEMPAGA
KABUPATEN BANGLI
Oleh:
Putu Ayu Rudani
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
ABSTRAK
Bali merupakan daerah yang masyarakat aslinya masih kental dengan Desa Adat atau
yang lebih dikenal dengan Desa Pakraman. kegiatan yang dilakukan meliputi bidang adat
dan keagamaan,Perangkat desa yang terdiri dari Prajuru Adat dan tokoh-tokoh agama
berfungsi untuk senantiasa menjaga kesucian dan keselarasan serta keserasian kehidupan
desa. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan bathin. Anggota dari Desa
Pakraman dinamakan Krama Desa mendapat perlakuan sama sesuai dengan isi awig-awig
desa. Komunikator adalah pihak yang memberikan pesan kepada khalayak.Pelacuran
merupakan salah satu dampak negatif dari modernisasi globalisasi dunia dewasa
ini,Komunikasi prajuru Adat yang terlibat langsung dalam menanggulangi keberadaan
Pekerja Seks Komersial sangat diperlukan demi untuk menanggulangi indikasi-indikasi
masalah sosial yang ada di Banjar Pekuwon.
Bertitik tolak dari latar belakang, ditemukanla tiga rumusan masalah yaitu: (1)
Bagaimana peranan prajuru adat sebagai komunikator dalam menang-gulangi keberadaan
pekerja seks komersial di Banjar Adat Pekuwon kelurahan Cempaga kabupaten Bangli, (2)
Apa hambatan Prajuru Adat sebagai komunikator dalam menanggulangi pekerja seks
komersial di Banjar Adat Pekuwon, kelurahan cempaga kabupaten Bangli, (3) Bagaimana
Upaya Penanggulangan hambatan yang dialami Prajuru Adat sebagai komunikator dalam
menanggulangi Pekerja Seks Komersial di Banjar Adat Pekuwon Kelurahan Cempaga
Kabupaten Bangli. Dalam membedah permasalahan ini digunakan teori komunikasi
antarpribadi, teori perubahan sosial, teori tindakan/prilaku sosial. Data-datanya diperoleh
dengan menggunakan metode wawancara, metode kepustakaan, Setelah data-data terkumpul,
dianalisis dengan pendekatan kualitatif.
Temuan hasil penelitian tentang peranan prajuru adat sebagai komunikator dalam
menanggulangi keberadaan pekerja seks komersial yaitu: peranan prajuru adat sebagai
komunikator dalam menanggulangi keberadaan pekerja seks komersial dapat diamati melalui
proses komunikasi yang dilakukan prajuru adat, pola komunikasi sebagai komunikator yang
digunakan prajuru adat, teknik komunikasi prajuru adat sebagai komunikator di banjar
pekuwon. Hambatan yang ditemui prajuru adat adalah hambatan semantik, hambatan sarana
dan prasarana, hambatan psikologis dan minimnya komunikasi prajuru adat sebagai
komunikator di Banjar Pekuwon. Upaya penanggulangan hambatan prajuru adat sebagai
komunikator dalam mencegah pekerja seks komersial di Pekuwon adalah : meminimalkan
bahasa yang kurang dipahami oleh komunikan, meningkatkan penggunaan media dalam
setiap paruman/rapat, meningkatkan umpan balik, meningkatkan komunikasi.
Kata Kunci : Komunikator
1. PENDAHULUAN
Bali merupakan daerah yang masyarakat aslinya masih kental dengan Desa Adat
atau yang lebih dikenal dengan Desa Pakraman. Perangkat desa yang terdiri dari Prajuru
Adat dan tokoh-tokoh agama berfungsi untuk senantiasa menjaga kesucian dan keselarasan
serta keserasian kehidupan desa. Prajuru adat terdiri dari Bendesa Adat/Kelihan desa Adat,
Penyarikan (sekertaris), Petengen (bendahara), kesinoman (juru arah) dalam suatu Desa
Pakraman tak berbeda halnya seperti pemimpin. Komunikasi merupakan pengoperan pesan
oleh komunikator kepada komunikan yang merupakan kesamaan tertentu. Komunikator
adalah pihak yang memberikan pesan kepada khalayak.
Zaman modernisasi dan globalisasi yang saat ini mewarnai kehidupan sosial
masyarakat yang melahirkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak
negatif. Pelacuran merupakan salah satu dampak negatif dari modernisasi globalisasi dunia
dewasa ini. Pekerja seks komersial diibaratkan sebagai bayangan hitam kehidupan manusia,
dan merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebaranya,
tanpa mengabaikan usaha pencegahanya dan perbaikanya. Namun tidak semua kesalahan ada
pada pekerja seks komersial karena ibarat pedagang dipasar, jika tidak ada pelanggan maka
pedagang itu pun akan tutup begitu juga sebaliknya.
Komunikasi prajuru Adat Desa Pakraman dengan Krama Desa yang terlibat
langsung dalam menanggulangi keberadaan Pekerja Seks Komersial di Banjar Adat
Pekuwon, untuk menanggulangi keberadaan pekerja seks komersial yang kian hari makin
bertambah dan meresahkan masyarakat.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif. Penentuan lokasi yang dijadikan tempat
meneliti untuk memperoleh data adalah Banjar Adat Pekuwon, Kelurahan Cempaga
Kabupaten Bangli. Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan
kuantitatif. Jenis data kuantitatif adalah jenis data berupa angka-angka, bagan, diagram dan
tabel, Sedangkan Jenis data kualitatif adalah jenis data berupa kata-kata, ujaran atau
penjelasan mengenai sesuatu (Atmaja 2007). Data Primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung dari lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang
bersangkutan yang memerlukany, sedangkan Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber lain yang telah ada,
seperti buku-buku sebagai penunjang yang isinya berkaitan dengan topik penelitian
(Iqbal,2002).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
wawancara secara pribadi, berupa pertanyaan-pertanyaan yang memuat inti-inti
permasalahan, kemudian diolah untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dilapangan,
sedangkan studi kepustakaan adalah suatu objek dimana cara mendapatkan data dengan jalan
mempelajari buku-buku yang ada hubunganya dengan objek yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara yang dilengkapi dengan pencatatan,
Teknik penentuan informan dipilih secara purposive sampling pemilihan informan telah
ditentukan oleh penulis yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu yang
memiliki kemampuan dan pemahaman terkait dengan permasalahan penelitian. Informan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah prajuru adat, organisasi kepemudaan, tokoh
masyarakat dan masyarakat yang ada di Banjar adat Pekuwon. Metod analisdata merupakan
serangkaian kegiatan penyusunan, mengkatagorikan data yang telah terkumpul dari berbagai
sumber, menjadi seperangkat informasi atau hasil penyajian, baik itu dalam temuan-temuan
baru yang memberikan penjelasan, maupun temuan-temuan untuk membuktikan dan menguji
hipotesis, (Gorda, 1997:86). Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir pada proses
kegiatan penelitian. Sistematika penyajian hasil penelitian akan dituangkan menjadi lima bab.
3. HASIL PENELITIAN
3.1.1 Proses Komunikasi Prajuru Adat sebagai Komunikator di Banjar Pekuwon
a. Pengirim pesan ( Sender) dan isi pesan/materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide-ide atau buah pemikiran untuk
disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang yang menerima
pesan sesuai dengan yang dimaksudkanya, Dalam hal ini pengirim pesan dimulai dari
Prajuru adat dalam sebuah rapat, setelah sekertaris (penyarikan) membuka rapat/sangkepan
akan dilanjutkan langsung kepada Kelihan adat sebagai peran utama dalam komunikasi yaitu
komunikator, pertama-tama akan menginformasikan suatu masalah yang telah disepakati
sebelumnya untuk dibahas dan dicarikan jalan keluar, kemudian Kelihan akan mengajak
anggota sangkepan untuk merancang rencana kerja dan memberikan waktu kepada anggota
rapat untuk membrikan ide atau saran-saran dan bertanya bagi krame yang tidak mengerti
dengan masalah yang dibahas, setelah beberapa waktu berlangsung maka akan diputuskan
jalan keluar sesuai dengan mufakat. Tempat yang digunakan dalam musyawarah/paruman
adalah Balai Banjar, namun banyak balai banjar kini beralih fungsi sebagai tempat yang
digunakan untuk berdagang, namun khusus di Banjar Adat Pekuwon Fungsi balai banjar
belum berubah fungsinya yaitu sebagai tempat yang digunakan untuk rapat/paruman maupun
rapat lainya seperti sekehe truna, sekehe santi sekehe gong dan lain sebagainya, walau
kadang-kadang bagain bawah balai banjar sering di gunakan sebagai tempat parkir mobil oleh
warga setempat namun funggsi dan kegunaan balai banjar yang ada di Banjar Adat Pekuwon
tidak berkurang.
b. Simbol atau isyarat
Pada tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesanya dapat
dipahami oleh orang lain. Kode atau isyarat dapat berupa tanda (kata-kata, tulisan) yang
disepakati untuk maksud tertentu.
c. Media atau perantara
Proses komunikasi di Banjar Pekuwon dalam menggunakan media atau perantara
berkembang dengan cukup baik seperti penuturan Jro Mangku Suara selaku Kelihan dalam
wawancara pada 4 November 2014 yaitu:
“Kalau masalah media di Banjar kami sudah cukup baik, ini dibuktikan saat
dilakukan sangkepan jika anggota yang ikut lebih dari 10 orang maka kami menggunakan
pengeras suara, begitu pula sebelum diadakan rapat saya selalu menghubungi prajuru lainya
menggunakan HP jika saya tidak bisa mendatangi kerumah mereka, kami membahas apa-apa
yang perlu disiapkan dan dibahas saat rapat nanti”.
Pada proses komunikasi antar pribadi peran media bisa menjadi penting dan bisa juga
menjadi tidak begitu penting. Bila dua orang yang sedang menjalin komunikasi dengan
bertatap muka secara langsung, maka peran dan keberadaan media tidak begitu penting.
Tetapi bila proses komunikasi antarpribadi antara kedua belah pihak tidak bertemu secara
langsung, maka peran media sebagai perantara menjadi hal yang sangat penting.
d. Mengartikan kode atau isyarat
Setelah pesan diterima melalui indra (telinga, mata dan lainya) maka si penerima
pesan atau komunikan harus dapat mengartikan simbol atau kode dari pesan tersebut,
sehingga dapat dimengerti atau dipahami.
e. Penerima pesan (Receiver)
Penerima pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari si pengirim
meskipun dalam bentuk kode atau isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh
pengirim (Harapan 2014: 20).
e. Balikan (feedback)
Dalam hal ini Umpan balik dimaksud adalah respon atau reaksi dari para anggota
rapat/sangkepan saat membahas suatu masalah, bisanya banyak anggota yang memberikan
saran-saran, ada pula yang bertanya karena ketidak jelasan sumber, namun ada beberapa
anggota yang pasif yang hanya menunggu untuk menyetujui tanpa memberikan masukan,
akan tetapi musyawarah mufakat tetap di temukan saat berakhinnya rapat ( Mangku Suara,
wawancara pada 4 November 2014).
3.1.2 Pola komunikasi Prajuru Adat sebagai Komunikator di Banjar Adat Pekuwon
Prajuru Adat sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi di Banjar Adat Pekuwon
memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam mengendalikan jalanya komunikasi
dalam menyampaikan ide maupun dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada
ditengah-tengah masyarakat, untuk itu Prajuru Adat sebagai komunikator harus trampil
berkumunikasi dan juga kaya ide serta penuh daya kreatifitas.
a. Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi yang terjadi dalam organisasi Prajuru Adat di Banjar
Pakuwon dilakukan dengan dialog, percakapan dan tatap muka antar prajuru dalam ruang
lingkup banjar adat, sebagai suatu mekanisme pengambilan keputusan di suatu banjar adat
yang nantinya akan dibawa dalam pertemuan seluruh prajuru desa. Komunikasi dilakukan
untuk menyamakan persepsi dari masing-masing anggota yang terdapat di banjar adat.
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang
dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebagainya.
komunikasi kelompok di Banjar Adat Pekuwon dapat digunakan untuk bermacam-macam
tugas seperti pembuatan keputusan, pemecahan masalah dan lain sebagainya.
3.1.3 Teknik Komunikasi Prajuru Adat sebagai Komunikator di Banjar Pekuwon
Penyampaian suatu pesan kepada masyarakat, Prajuru di Banjar Pekuwon
menggunakan beberapa teknik komunikasi yaitu:
a. Teknik Komunikasi Informatif
Melalui teknik komunikasi informatif Prajuru adat Banjar Pakuwon sebagai komunikator
berperan penting sebagai pemberi ide-ide dan pendapat (opinion leader) dalam
menyampaikan kepada masyarakat mengenai pentingnya penanggulangan indikasi-indikasi
masalah sosial seperti keberadaan pekerja seks komersial.
b. Teknik Komunikasi Persuasif
Prajuru adat di Banjar Pekuwon menggunakan komunikasi persuasif dengan
mengharapkan suatu perubahan pola fikir masyarakat tentang pekerja seks komersial,
perubahan pola tingkah laku, meminimalisir dampak dari indikasi-indikasi masalah sosial
yang sering terjadi didalam masyarakat.
c. Teknik Komunikasi Instruktif/Koersif
Komunikasi intstruktif/koersif, yaitu teknik komunikasi berupa perintah, ancaman,
sanksi dan lainya yang bersifat paksaan, sehingga orang-orang yang dijadikan sasaran
(Komunikan) melakukan secara terpaksa, biasanya teknik komunikasi ini bersifat menakutnakuti atau menggambarkan resiko buruk.
3.1.4 Peranan Prajuru Adat Pekuwon sebagai Komunikator dalam Menanggulangi
Pekerja Seks Komersial.
Dalam hal ini Peranan Prajuru Adat di Banjar Pekuwon yaitu Menyampaikan pesan
secara jelas dan lugas, Membuat Komunikan menjadi tahu dan tepat sasaran, merubah
prilaku/pendapat, mengembangkan motifasi dan mengatasi konflik antar pribadi. Sebagai
seorang komunikator dalam menanggulangi keberadaan pekerja seks komersial dan indikasi
masalah sosial seorang pemimpin dalam hal ini Prajuru Adat harus mampu menjadi penerang
bagi masyarakat, hal ini sesuai konsep Asta Brata dengan mengikuti sifat dari dewa Surya
yang mampu memberikan penerangan secara benar layaknya matahari yang sangat berhatihati dalam menyerap air yang ada dipermukaan bumi, begitu juga halnya dengan Prajuru
Adat harus mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat dengan mengkomunikasikan
bahwa keberadaan pekerja seks komersial memberikan dampak negatif lebih banyak dari
pada dampak positifnya.
3.2 Hambatan Prajuru Adat dalam Menanggulangi Pekerja Seks Komersial di Banjar
Adat Pekuwon Kelurahan Cempaga.
1. Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian
atau ide secara efektif, dimana dalam hal ini gangguan dari bahasa, khususnya di
Banjar Pekuwon saat paruman biasanya menggunakan bahasa bali alus yang dimana
tak semua masyarakat yang mengerti, disisi lain istilah-istilah asing yang digunakan
oleh prajuru adat seperti PSK, HIV/AIDS, tidak semua masyarakat memahami
maknanya, yang menyebabkan masyarakat kurang memahami penyampaian dari
prajuru saat rapat/paruman sehingga proses komunikasi tidak berjalan secara efektif.
2. Hambatan Prasarana
Dalam hal ini minimnya perasarana yang dimanfaatkan oleh prajuru adat Pekuwon dalam
mempermudah mengkomunikasikan sesuatu kepada masyarakat, seperti adanya LCD
proyektor atau mikrofon yang bisa digunakan dan mempermudah dalam paruman/sangkepan
agar bisa menjangkau semua peserta rapat menyebabkan tidak efektifnya paruman di Banjar
Pekuwon. Banyak anggota paruman yang tidak memperhatikan topik yang dibahas
diakibatkan karena tidak jelasnya suara prajuru adat saat paruman. apalagi jika paruman
dilakukan pada malam hari agar tidak menganggu tetangga sebelah balai banjar maka media
pun jarang dimanfaatkan saat paruman berlangsung (Manggku Suara, wawancara 4
November 2014).
3. Hambatan Psikologis
Gangguan pisikologis yang dialami prajuru adat saat Paruman di Banjar Pekuwon
biasanya terjadi ketika anggota paruman mengabaikan sesuatu masalah yang sedang dibahas
akan tetapi lebih tertarik menciptakan topik tersendiri dan membahasnya lebih asyik di
belakang atau di tempat-tempat yang kurang dijangkau oleh pengelihatan prajuru adatnya,
ini menciptakan suasana yang ribut dan gaduh sehingga anggota lainya yang memperhatikan
dengan serius menjadi terganggu.
4. Minimnya komunikasi Prajuru Adat Sebagai Komunikator
Banyaknya Kegiatan adat dan upacara-upacara keagamaan yang membuat
terbatasnya komunikasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat Banjar Pekuwon baik itu
dengan sesama atau prajuru Adat serta banyaknya masyarakat yang bekerja di luar daerah
Bangli yang membuat terbatasnya komunikasi mereka dengan prajuru adat dan masyarakat
lainya. karena komunikasi efektif di Banjar adat Pekuwon terjadi pada saat ada musyawarah/
sangkepan Banjar yang disebut dengan Paruman banjar.
3.3 Upaya Penanggulangan Hambatan Prajuru Adat sebagai Komunikator
1. Meminimalkan Bahasa yang kurang dipahami Komunikan
Tujuan dalam kegiatan berkomunikasi adalah untuk menyampaikan pesan atau
informasi kepada pihak lain, dan utamanya adalah mempengaruhi pihak lain. Prajuru adat di
Banjar Pekuwon selalu mencari cara agar apa yang disampaikan atau dikomunikasikan dapat
diterima dan dipahami oleh masyarakat sebagai komunikator, sehingga program-program
kerja yang direncanakan bisa dilaksanakan secara optimal, begitu pula penyelesaian masalah
yang ada di banjar Pekuwon seperti indikasi-indikasi masalah sosial diantaranya berdirinya
sebuah kafe ditengah-tengah pemukiman masyarakat.
2. Meningkatkan Penggunaan Media dalam Paruman
Dalam hal ini khususnya di Banjar Pekuwon prajuru adat menimalisir gangguan
komunikasi dengan memperhatikan sarana atau media yang akan digunakan untuk
berkomunikasi misalnya pengeras suara atau mikrofon, jika ada hal-hal yang begitu penting
yang akan dibahas dalam rapat biasanya menggunakan pula LCD, walaupun kebanyakan dari
anggota sangkep tidak mengerti cara penggunaan namun tetap digunakan dengan meminta
bantuan dari muda-mudinya/sekha truna. Sedangkan untuk mengurangi perbedaan pendapat,
para prajuru adat akan melaksanankan rapat kecil terlebih dahulu untuk menghindari adanya
perbedaan pendapat saat paruman berlangsung.
3. Meningkatkan Umpan Balik (Feedback)
Meningkatkan umpan balik atau respon terhadap dari masyarakat terhadap suatu masalah
yang dihadapi banjar adat Pekuwon merupakan tanggung jawab dan swadarma dari prajuru
adat sebagai pimpinan, karena dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat berarti
prajuru adat peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakatnya, dengan
demikian penanggulangan pekerja seks komersial dapat diatasi sedikit demi sedikit. Dalam
hal ini umpan balik (feedback) yang diharapkan oleh prajuru adat Banjar Pekuwon datang
dari masyarakat, dimana pemikiran atau solusi yang diberikan dalam menanggulangi
keberdaan pekerja seks komersial, karena menanggulangi bisa juga dalam artian tidak ada
pekerja seks komersial akan tetapi dapat dicegah agar keberadaan pekerja seks komersial
tersebut tidak ada, jadi dalam hal ini feedback yang diharapkan adalah dari masyarakat
sekitar.
4. Meningkatkan Komunikasi Prajuru adat sebagai Komunikator
Sosialisasi mengenai tentang bahaya HIV/AIDS sangat perlu dilakukan oleh pihakpihak terkait dalam hal ini adalah Prajuru adat selaku pemimpin di Banjar Adat Pakuwon
kepada masyarakatnya karena permasalahan indikasi-indikasi masalah sosial seperti
keberadan pekerja seks komersial yang secara tidak langsung mempengaruhi masyarakat
setempat. Sosialisai adalah menyediakan dan mengajarkan ilmu penge-tahuan bagaimana
orang bersikap sesuai nilai-nilai yang ada, serta bertindak sebagai anggota masyarakat secara
efektif ( Hafied dalam Mega 2011). Bentuk-bentuk sosialisasi yang dapat dilakukan terkait
dengan upaya untuk menaggulangi keberadaan pekerja seks komersial yaitu: Dharma
Wacana, Dharmatula, dan lain sebagainya.
4. Simpulan
Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Peranan Prajuru Adat sebagai komunikator dalam menanggulangi pekerja seks
komersial di Banjar adat Pekuwon Kelurahan Cempaga Kabupaten Bangli, tidak terlepas
dari fungsinya sebagai komunikator yaitu: (1) menyampaikan pesan, (2) Membuat
Komunikan menjadi tahu, serta pesan yang disampaikan tepat sasaran (3) Merubah
prilaku/pendapat, Hubungan antar pribadi selalu diawali dengan interaksi dan komunikasi
(4) Mengembangkan motifasi dan mengatasi konflik antar pribadi.
2. Hambatan prajuru adat sebagai komunikator dalam menanggulangi keberadaan pekerja
seks komersial di Banjar adat Pekuwon Kelurahan Cempaga Kabupaten Bangli yaitu: (1)
hambatan semantik atau hambatan yang disebabkan oleh bahasa. (2) hambatan Prasarana,
ini disebabkan karena Minimnya prasarana yang dimanfaatkan oleh prajuru adat Pekuwon
dalam mempermudah mengkomunikasikan sesuatu kepada masyarakat, seperti adanya
LCD proyektor atau mikrofon. (3) hambatan pisikologis, yang timbul karena masalah
pribadi, dalam hal ini dimaksudkan bahwa komunikan atau masyarakat seringkali
mengabaikan apa yang disampaikan oleh komunikator dalam hal ini prajuru adat pada
saat rapat/paruman yang dilakukan di Banjar Pekuwon. (4) minimnya komunikasi Prajuru
adat sebagai komunikator di banjar Pekuwon dengan masyarakat sekitar. Banyaknya
kegiatan adat dan upacara-upacara keagamaan yang membuat terbatasnya komunikasi
yang dapat dilakukan oleh masyarakat banjar Pekuwon.
3. Upaya penanggulangan terhadap hambatan yang dialami prajuru adat sebagai
komunikator dalam mencegah keberadaan pekerja seks komersial di Banjar Adat
Pekuwon Kelurahan Cempaga Kabtupaten Bangli yaitu: (1) Meminimalkan penggunaan
bahasa yang kurang dipahami oleh komunikan. (2) Meningkatkan penggunaan media
dalam setiap Paruman, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih
mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan
dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti. (3) Meningkatkan umpan balik
(Feedback), dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan
ide-ide atau saran yang sifatnya membangun dan untuk menyelasaikan masalah berarti
prajuru adat peduli terhadap masalah-masalah yang dihadapi masyarakatnya dan bersamasama mencari jalan keluar yang tepat. (4) Meningkatkan komunikasi prajuru adat sebagai
komunikator di Banjar Pekuwon Bangli.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Putra, 2005, Dialog Ajeg Bali Persepektif Pengamalan Agama Hindu. Surabaya :
Paramita.
Cangara, Hafied, 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Darna, Wayan, 2013, Niti Sastra Penuntun Memahami Etika Kepemipinan dan
Kemasyarakatan Menurut Hindu, Denpasar : Vidia .
Gorda, 1997. Medote Penelitian Ilmu Sosial Ekonomi, Denpasar : Widya Kriya Gutama .
Hamidi, 2004, Metode Penelitian Kualitatif Malang : UMM Pers.
Harapan, Edi, 2014, Komunikasi Antarpribadi, Jakarta : PT Rajagrafindo
Iqbal, H, 2002. Metode Penelitian dan Aplikasi, Jakarta : Gihalva Indonesia.
Janamijaya, Gede, 2003, Eksitensi Desa Pakraman di Bali, Denpasar : Yayasan Tri Hita
Karana Bali.
Moleong, Lexy, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Kartono, Kartini,1983, Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sudarsana, I. K. (2014). Pengembangan Model Pelatihan Upakara Berbasis Nilai Pendidikan
Agama Hindu Untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan: Studi pada Remaja
Putus Sekolah di Kelurahan Peguyangan Kota Denpasar.
Sudarsana, I. K. (2016). Pemikiran Tokoh Pendidikan Dalam Buku Lifelong Learning:
Policies, Practices, And Programs (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di
Indonesia). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53.
Sudarsana, I. K. (2015). Peningkatan Mutu Pendidikan Luar Sekolah Dalam Upaya
Pembangunan Sumber Daya Manusia. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1
Pebruari 2015), 1-14.
Sudarsana, I. K. (2016). Development Model Of Pasraman Kilat Learning To Improve The
Spiritual Values Of Hindu Youth. JIP, 4(2).
Sudarsana, I. K. (2016). Model Pembelajaran Pasraman Kilat: Meningkatkan Nilai-Nilai
Spiritual Remaja Hindu.
Download