BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motivasi Kerja 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motivasi Kerja
2.1.1. Pengertian Motivasi Kerja
Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti
dorongan, sebab, atau alasan seseorang melakukan sesuatu (Nawawi, 2005).
Menurut Mangkunegara (2016) “Motivasi adalah kondisi yang menggerakkan
pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
Menurut Hasibuan (2007), mengartikan “motivasi adalah pemberian daya
penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan”. Sementara itu, Munandar (2010) mengemukakan bahwa
motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang
untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu.
Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat
kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja (Martoyo, 2007). Motivasi
menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) adalah proses yang
menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan dorongan dari dalam diri karyawan
yang membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
kerja yang terwujud dalam pencapaian tujuan.
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
2.1.2. Tujuan Motivasi Kerja
Tujuan motivasi merupakan upaya untuk menggerakkan karyawan agar
secara produktif berhasil mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh
perusahaan. Ada beberapa tujuan pemberian motivasi kerja menurut Gouzali
Saydam (2005) sebagai berikut:
1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan.
2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja.
3. Meningkatkan disiplin kerja.
4. Meningkatkan prestasi kerja.
5. Mempertinggi moral kerja karyawan.
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab.
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.
Sementara itu, menurut Malayu S.P Hasibuan (2007) tujuan motivasi kerja
antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan.
8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan
dari motivasi kerja salah satunya yaitu untuk meningkatkan semangat dan gairah
kerja karyawan agar tetap berprestasi dan disiplin dalam bekerja. Oleh karena itu,
setiap perusahaan tidak lepas dari sebuah tujuan dan apabila tujuan perusahaan
telah tercapai maka kinerja perusahaan tersebut baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Sondang P. Siagan (2006) motivasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Yang termasuk faktor
internal adalah:
1. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri
2. Harga diri
3. Harapan pribadi
4. Kebutuhan
5. Keinginan
6. Kepuasan kerja
7. Prestasi kerja yang dihasilkan
Sedangkan fakor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang antara
lain:
1. Jenis dan sifat pekerjaan
2. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung
3. Organisasi tempat orang bekerja
4. Situasi lingkungan kerja
5. Gaji
Dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi motivasi yang
dimaksud lingkungan kerja ialah pemimpin dan bawahan. Dari pihak pemimipin
ada berbagai unsur yang sangat berpengaruh terhadap motivasi, seperti:
1. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk didalamnya prosedur
kerja, berbagai rencana dan program kerja.
2. Persyaratan kerja yang perlu dipenuhi oleh bawahan.
3. Tersedianya seperangkat alat-alat dan sarana yang diperlukan di dalam
mendukung pelaksanaan kerja, termasuk di dalamnya bagaimana tempat
para bawahan bekerja.
4. Gaya kepemimpinan atasan dalam arti sifat-sifat dan perilaku atasan
terhadap bawahan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Bawahan dalam motivasi memiliki gejala karakteristik seperti:
1. Kemampuan bekerja
2. Semangat kerja
3. Rasa kebersamaan dalam kehidupan kelompok
4. Prestasi dan produktifitas kerja
Lalu menurut Sihotang (2007) motivasi kerja melibatkan dua jenis faktorfaktor yaitu:
a) Faktor-faktor individual
b) Faktor-faktor organisasi
Yang termasuk pada faktor-faktor individual adalah:
-
Kebutuhan-kebutuhan
-
Tujuan-tujuan orang
-
Sikap-sikap
-
Kemampuan-kemampuan orang
Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor organisasional terdiri dari:
-
Pembayaran gaji / upah
-
Keselamatan kesehatan kerja
-
Para mandor (supervisi)
-
Para pengawas fungsional
Sementara itu menurut Hamzah B. Uno (2008) seorang yang memiliki
motivasi kerja akan tampak melalui:
1. Tanggung jawab dalam melakukan kerja, meliputi:
a. Kerja keras
b. Tanggung jawab
c. Pencapaian tujuan
d. Menyatu dengan tugas
2. Prestasi yang dicapainya, meliputi:
a. Dorongan untuk sukses
b. Umpan balik
c. Unggul
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
3. Pengembangan diri, meliputi:
a. Peningkatan keterampilan
b. Dorongan untuk maju
4. Kemandirian dalam bertindak, meliputi:
a. Mandiri dalam bekerja
b. Suka pada tantangan
Kemudian Munandar (2010) menyatakan ada beberapa cara untuk
meningkatkan motivasi kerja, yaitu:
1. Peran Pemimpin/Atasan
a. Bersikap keras. Dengan memaksakan tenaga kerja untuk bekerja keras
atau dengan memberikan ancaman, maka tenaga kerja, kalau tidak
dapat menghindarkan diri dari situasi yang mengancam tersebut, akan
bekerja keras.
b. Memberi tujuan yang bermakna. Bersama-sama dengan tenaga kerja
yang bersangkutan ditentukan tujuan-tujuan yang bermakna, sesuai
dengan kemampuannya, yang dapat dicapai melalui prestasi kerjanya
yang tinggi.
2. Peran Diri Sendiri
Orang-orang dari tipe X, dari teori McGregor, memiliki motivasi kerja yang
bercorak reaktif. Mereka memerlukan orang lain untuk mendorong mereka,
memaksa mereka untuk bekerja. Sistem nilai pribadi (personal value system)
mereka memprioritaskan kegiatan-kegiatan lain dalam kehidupan. Bekerja
dipandang sebagai satu kegiatan yang harus dilakukan agar memperoleh gaji
untuk membiayai hidup. Sistem nilai yang perlu diubah, nilai “bekerja adalah
mulia”, “bekerja adalah ibadah”, “hasil kerja yang bermutu” adalah nilai-nilai
yang perlu dimiliki setiap tenaga kerja.
3. Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat menarik atau
mendorong motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM =
Quality Cirkels) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai
peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan
masalah dalam kelompok kecil, khususnya kelompok pekerja. Kebijakan lain
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
ialah kebijakan di bidang imbalan keuangan. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu,
pekerjaan menjual misalnya, selain gaji kepada tenaga kerja juga diberi tambahan
penghasilan (insentif) yang besarnya ditetapkan dalam peraturan sendiri.
2.1.4. Proses Motivasi Kerja
Setiap individu dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan dan tujuan
yang berbeda-beda tergantung dari umur, pendidikan dan latar belakang keluarga.
Begitu juga karyawan dalam perusahaan mempunyai keinginan dan tujuan yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sehingga mendorong untuk
berperilaku tertentu guna memenuhi kebutuhannya. Menurut Malayu S. P.
Hasibuan (2007) mengemukakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut
(gambar 2.1.).
1. Kebutuhan yang
tidak terpenuhi
6. Kebutuhan yang
dipenuhi dinilai
kembali oleh
karyawan
2. Mencari jalan
untuk memenuhi
kebutuhan
Karyawan
3. Perilaku yang
berorientasi pada
tujuan
5. Imbalan atau
hukuman
4. Hasil karya
(Evaluasi dari
tujuan yang
dicapai)
Gambar 2.1. Proses Motivasi Kerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Pada gambar terlihat bahwa karyawan berusaha akan memenuhi
kebutuhannya yang bermacam-macam. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
menyebabkan karyawan untuk mencari jalan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. Oleh karena itu, karyawan memilih suatu tindakan dan
terjadilah perilaku yang mengarahkan pada pencapaian tujuan.
Setelah beberapa waktu manajer menilai perilaku tersebut, dimana hasil dan
evaluasi prestasi tersebut menghasilkan berbagai macam bentuk baik berupa
imbalan maupun hukuman. Hasil tersebut dinilai oleh karyawan yang
bersangkutan dan kebutuhan yang belum terpenuhi ditinjau kembali. Hal ini
menggerakkan proses dan pola berlingkar (siklus) dimulai lagi.
Sementara itu, menurut Sihotang (2007) proses motivasi sebagai berikut:
1. Proses terjadinya motivasi pada dasarnya ditimbulkan oleh adanya
kebutuhan yang menuntut pemenuhannya
2. Lalu bergerak mencari suatu cara memenuhi kebutuhan itu
3. Berikutnya berperilaku / bekerja yang berorientasi pada tujuan
4. Hasil kerja yang dievaluasi merupakan tujuan yang dicapai
5. Diperoleh imbalan, upah, pengakuan, dan kemungkinan hukuman
(punishment)
6. Imbalan yang diperoleh dapat memenuhi kebutuhan semula di awal proses
yang disebut “kepuasan”.
2.1.5. Teori-teori Motivasi
Dikutip dari buku Munandar (2010) yang berjudul Psikologi Industri dan
Organisasi, terdapat beberapa teori motivasi sebagai berikut:
1. Teori Tata Tingkat Kebutuhan (Abraham Maslow)
Menurut Maslow, individu dimotivasi oleh kebutuhan yang belum
dipuaskan, yang paling rendah, paling dasar dalam tata tingkat. Begitu tingkat
kebutuhan ini dipuaskan, ia tidak akan lagi memotivasi perilaku. Kebutuhan pada
tingkat berikutnya yang lebih tinggi menjadi dominan. Dua tingkat kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dapat beroperasi pada waktu yang sama, tetapi kebutuhan pada tingkat lebih
rendah yang dianggap menjadi motivator yang lebih kuat dari perilaku.
Berikut lima kelompok kebutuhan yang diajukan Maslow:
a. Kebutuhan Fisiologikal (faali). Kebutuhan yang timbul berdasarkan
kondisi fisiologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan
minuman, kebutuhan akan udara segar (oksigen). Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan primer atau kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi.
b. Kebutuhan rasa aman. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk
dilindungi dari bahaya dan ancaman fisik.
c. Kebutuhan sosial. Kebutuhan ini mencakup memberi dan menerima
persahabatan, cinta kasih, rasa memiliki (belonging).
d. Kebutuhan harga diri (esteem needs). Kebutuhan harga diri meliputi
dua jenis, yaitu yang mencakup faktor-faktor internal (seperti
kebutuhan harga diri, kepercayaan-diri, otonomi dan kompetensi), dan
yang mencakup faktor-faktor eksternal (seperti reputasi, kebutuhan
untuk dikenali dan diakui, dan status).
e. Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini
mencakup seperti kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk
dapat merealisasikan potensinya secara penuh. Kebutuhan ini
menekankan kebebasan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
2. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan (Alderfer)
Teori ini dikenal sebagai teori ERG (Existence-Relatedness-Growth needs),
yang merupakan satu modifikasi dari reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan
dari Maslow. Aldelfer mengelompokkan kebutuhan ke dalam tiga kelompok:
a. Kebutuhan eksistensi (existence need), merupakan kebutuhan akan
substansi material seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini mencakup
kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman dari Maslow.
b. Kebutuhn hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
membagi pikiran dan perasaan dengan orang lain dan membiarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
mereka menikmati hal-hal yang sama dengan kita. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari kebutuhan
penghargaan (esteem) dari Maslow.
c. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhankebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan
mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi diri, juga mencakup
bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri dari Maslow.
Teori ERG menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan eksistensi, hubungan,
dan pertumbuhan terletak pada satu kesinambungan kekonkretan, dengan
kebutuhan eksistensi sebagai kebutuhan yang paling konkret dan kebutuhan
pertumbuhan sebagai kebutuhan yang paling kurang konkret (abstrak).
Dasar pemikiran dari teori ini ialah bahwa: (1) makin lengkap satu
kebutuhan yang lebih konkret dipuasi, makin besar keinginan/dorongan untuk
memuaskan kebutuhan yang kurang konkret/abstrak, dan (2) makin kurang
lengkap satu kebutuhan dipuasi, makin besar keinginannya untuk memuaskannya.
3. Teori Dua Faktor / Teori hygiene-motivasi (Herzberg)
Herzberg menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja ia namakan faktor motivator,
mencakup faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu:
a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja.
b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
dapat maju dalam pekerjaannya.
c. Pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga
kerja dari pekerjaannya.
d. Capaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja
mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan
kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.
Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan
dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang
dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang
berlaku dalam perusahaan.
b. Penyeliaan, derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh
tenaga kerja.
c. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjukkerjanya.
d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam
berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.
e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses
pelaksanaan tugas pekerjaannya.
Kelompok faktor ini dinamakan kelompok hygiene. Kalau faktor-faktor
yang dirasakan kurang atau tidak diberikan, maka tenaga kerja akan merasa tidak
puas (dissatisfied). Tenaga kerja akan banyak mengeluh. Jika faktor-faktor hygene
dirasakan ada atau diberikan, maka yang timbul bukanlah kepuasan kerja, tetapi
menurut Herzberg, not dissatisfied atau tidak lagi tidak puas.
4. Teori Motivasi Berprestasi/Achievement motivaton (David McClelland)
a. Kebutuhan untuk Berprestasi (need for achievement). Ada sementara
orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih
mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan.
Mereka bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien
dibandingkan hasil sebelumnya. Dorongan ini yang disebut kebutuhan
untuk berprestasi.
b. Kebutuhan untuk Berkuasa (need for power), ialah adanya keinginan
yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk mempengaruhi
orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain.
c. Kebutuhan untuk Berafiliasi (need for affiliation). Orang-orang dengan
kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang yang
berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka ingin disukai dan
diterima oleh orang lain. Mereka lebih menyukai situasi-situasi
kooperatif dari situasi kompetitif, dan sangat menginginkan hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
yang melibatkan saling pengertian dalam derajat yang tinggi. Mereka
akan berusaha menghindari konflik.
5. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok, yaitu aturan pokok yang
berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan
pokok lainnya berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pada dasarnya teori pengukuhan ini didasarkan pada asumsi bahwa corak motivasi
kerja adalah reaktif.
6. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)
Teori ini secara relative lempang dan sederhana. Aturan dasarnya adalah
penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang
cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh tenaga
kerja, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan
yang taksa, tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Manajemen Berdasarkan
Sasaran (Management by Objectives=MBO) menggunakan teori penetapan ini.
7. Teori Harapan (Expectancy)
Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:
a. Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang
secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap
hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence=V).
b. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa
upaya (effort=E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja
(performance=P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
c. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa
hasil-hasil keluaran (outcomes=O) tertentu akan diperoleh setelah
unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
d. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan
dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk
dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P), dan P-O) dan
pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi
seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks Motivasi = jml {(E-P) x jml[(P-O)(V)]}
8. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
a. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi
keadilan.
b. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan
ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau
menghilangkannya.
c. Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya
untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
d. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan
(misalnya menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada
ketidakadilan yang menyenangkan (misalnya mendapat gaji terlalu
besar).
Menurut teori keadilan dapat diungkapkan ke dalam rumusan sebagai
berikut:
Hasil-keluaran seseorang Hasil-keluaran orang lain
=
Masukan seseorang Masukan orang lain
Keadilan dirasakan ada jika orang merasa bahwa perbandingan antara hasilkeluarannya dengan masukannya sama dengan perbandingan hasil-keluaran orang
lain (yang dianggap penting bagi dirinya) dengan masukannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
2.2. Pengembangan Karier
2.2.1. Pengertian Pengembangan Karier
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu definisi dari karier itu sendiri.
Menurut Handoko (2008) suatu karier adalah semua pekerjaan (atau jabatan) yang
dipunyai (atau dipegang) selama kehidupan kerja seseorang. Karier merupakan
seluruh posisi kerja yang dijabat selama siklus kehidupan pekerjaan seseorang
(Rivai & Sagala, 2009).
Pengertian pengembangan karier menurut Nawawi (2005), pengembangan
karier adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati
seseorang selama masa kehidupan tertentu. Pengembangan karier atau “career
development” adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatanpeningkatan posisi seseorang dalam suatu organisasi dalam jalur karier yang
ditetapkan dalam organisasi (Sihotang, 2007).
T. Hani Handoko (2008) menyatakan bahwa pengembangan karier adalah
peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai
karier. Pengembangan karier adalah proses peningkatan kemampuan kerja
individu yang dicapai dalam rangka mencapai karier yang diinginkan (Rivai &
Sagala, 2009).
Pengembangan karier pada dasarnya berorientasi pada perkembangan
organisasi / perusahaan dalam menjawab tantangan bisnis di masa mendatang.
Setiap organisasi /perusahaan harus menerima kenyataan, bahwa eksistensinya di
masa depan tergantung pada SDM (Nawawi, 2005). Tanpa memilki SDM yang
kompetitif sebuah organisasi akan mengalami kemunduran dan akhirnya akan
tersisih karena ketidakmampuan menghadapi pesaing. Kondisi demikian
mengharuskan organisasi/perusahaan untuk melakukan pembinaan karier bagi
para karyawan, yang harus dilakukan secara berencana dan berkelanjutan.
Dari definisi-definisi di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan karier
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara formal dan terstruktur yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
dilakukan oleh organisasi bagi karyawannya dengan tujuan untuk meningkatkan,
pengetahuan, sikap, keterampilan dan jiwa kepemimpinan yang merupakan bekal
bagi peningkatan karier karyawan, sehingga perusahaan dan para karyawannya
dapat mengembangkan diri secara maksimal.
2.2.2. Tujuan dan Manfaat Pengembangan Karier
Menurut Samsudin (2006) Pengembangan karier pada dasarnya bertujuan
untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan pekerjaan para
pekerja agar semakin mampu memberikan konstribusi terbaik dalam mewujudkan
tujuan organisasi. Sementara itu menurut Rivai dan Sagala (2009) tujuan dari
seluruh program pengembangan karier adalah untuk menyesuaikan antara
kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karier yang tersedia di
perusahaan saat ini dan di masa mendatang.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2016) tujuan dari pengembangan
karir meliputi:
a. Membantu dalam Pencapaian Tujuan Individu dan Perusahaan
Pengembangan karier membantu pencapaian tujuan perusahaan dan tujuan
individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik
kemudian menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, hal ini berarti
tujuan perusahaan dan tujuan individu tercapai.
b. Menunjukkan Hubungan Kesejahteraan Pegawai
Perusahaan
merencanakan
karier
pegawai
dengan
meningkatkan
kesejahteraannya agar pegawai lebih tinggi loyalitasnya.
c. Membantu Pegawai Menyadari Kemampuan Potensi Mereka
Pengembangan
karier
membantu
menyadarkan
pegawai
akan
kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai dengan
potensi dan keahliannya
d. Memperkuat Hubungan antara Pegawai dan Perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Pengembangan karier akan memperkuat hubungan dan sikap pegawai
terhadap perusahaannya
e. Membuktikan Tanggung Jawab Sosial
Pengembangan karier suatu cara menciptakan iklim kerja yang positif dan
pegawai-pegawai lebih bermental sehat.
f. Membantu Memperkuat Pelaksanaan Program-Program Perusahaan
Pengembangan karier membantu program-program perusahaan lainnya
agar tujuan perusahaan tercapai
g. Mengurangi Turnover dan Biaya Kepegawaian
Pengembangan karier dapat menjadikan turnover rendah dan begitu pula
biaya kepegawaian menjadi lebih efektif
h. Mengurangi Keusangan Profesi dan Manajerial
Pengembangan karier dapat menghindarkan dari keusangan dan kebosanan
profesi dan manajerial
i. Menggiatkan Analisis dari Keseluruhan Pegawai
Perencanaan karier dimaksudkan mengintegrasikan perencanaan kerja dan
kepegawaian
j. Menggiatkan suatu pemikiran (Pandangan) Jarak Waktu yang Panjang
Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang panjang. Hal
ini karena penempatan suatu posisi jabatan memerlukan persyaratan dan
kualifikasi yang sesuai dengan porsinya.
Menurut Panggabean (2004) pada dasarnya pengembangan karier dapat
bermanfaat bagi organisasi maupun karyawan.
Bagi organisasi, pengembangan karier dapat:
1. Menjamin ketersediaan bakat yang diperlukan,
2. Meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
mendapatkan
dan
mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas.
3. Menjamin agar kelompok-kelompok minoritas dan wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan karier,
4. Mengurangi frustasi karyawan,
5. Mendorong adanya keanekaragaman budaya dalam sebuah organisasi, dan
6. Meningkatkan nama baik organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Bagi karyawan, pengembangan karier identik dengan keberhasilan, karena
pengembangan karier bermanfaat untuk dapat:
1. Menggunakan potensi seseorang dengan sepenuhnya,
2. Menambah tantangan dalam bekerja,
3. Meningkatkan otonomi, dan
4. Meningkatkan tanggung jawab.
Menurut Samsudin (2006) pengembangan karier pada dasarnya memiliki
manfaat sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan karyawan. Dengan pengembangan karier
melalui pendidikan dan pelatihan, akan lebih meningkatkan kemampuan
intelektual dan keterampilan karyawan yang dapat disumbangkan pada
organisasi.
b. Meningkatnya suplai karyawan yang berkemampuan. Jumlah karyawan
yang lebih tinggi kemampuannya dari sebelumnya akan menjadi
bertambah sehingga memudahkan pihak pimpinan (manajemen) untuk
menempatkan karyawan dalam pekerjaan yang lebih tepat. Dengan
demikian suplai karywan yang berkemampuan bertambah dan jelas akan
menguntungkan organisasi.
2.2.3. Aspek-aspek Pengembangan Karier
Bagaimana suatu perusahaan menentukan bentuk/aspek pengembangan
karier yang akan dijalankan, tergantung pada kebutuhan dan kebijakan masingmasing perusahaan. Aspek pengembangan karier menurut Flippo (2007) meliputi:
1. Rekrutmen dan Seleksi
Proses pencarian dan penarikan calon pegawai untuk mengisi posisi
lowongan kerja yang tersedia, kemudian mereka menjalani seleksi untuk
ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kemampuan/keahlian yang
dimiliki pegawai tersebut.
2. Pendidikan dan Pelatihan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Bentuk pengembangan pegawai untuk menghasilkan pegawai sesuai dengan
kebutuhan orgnisasi. Pendidikan merupakan proses penambahan pengetahuan
yang bersifat konseptual teoritis untuk tujuan umum dan biasanya berlangsung
dalam
waktu
jangka
panjang.
Sedangkan
pelatihan
merupakan
proses
pengetahuan dan keterampilan yang bersifat teknis dengan tujuan untuk
mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan berjangka waktu pendek.
3. Rotasi
Perpindahan dalam pekerjaan dimana pekerjaan yang baru berada dalam
level yang sama dengan pekerjaan sebelumnya dalam hal gaji, status dan
tanggung jawab. Rotasi dapat dilakukan dalam suatu unit kerja atau perpindahan
antar unit kerja pada beberapa daerah. Rotasi/transfer bermanfaat bagi pegawai
untuk mempelajari keterampilan dan pengalaman baru.
4. Promosi
Perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan
tanggung jawab yang lebih tinggi yang diikuti dengan peningkatan gaji, fasilitas
dan lainnya. Promosi mempunyai arti bagi pegawai karena merupakan salah satu
perwujudan, pengakuan dan penghargaan organisasi terhadap kemampuan dan
prestasi kerja pegawai.
2.2.4. Tahap-tahap Pengembangan Karier
Tahapan pengembangan karier menurut Samsudin (2006) adalah:
1. Karier awal
Merupakan tahapan pertama dimana seseorang memasuki sebuah
organisasi. Selama tahap masuk (getting-in phase), karyawan berupaya
memperoleh gambaran realistik mengenai organisasi, dan mencari pekerjaan yang
paling sesuai dengan keahlian, pengalaman, preferensi, dan minatnya. Karir awal
(early career) tidak selalu berjalan dengan mulus.
Oleh karena itu dalam tahap ini merupakan tahap penekanan pada perhatian
untuk memperoleh jaminan terpenuhinya kebutuhan dalam tahun-tahun awal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
pekerjaannya. Selain itu, perusahaan seyogyanya mendorong para karyawannya
agar berpartisipasi dalam latihan penilaian mandiri, dan hendaknya membantu
mereka dalam menentukan jalur karier yang realistik dan fleksibel serta
memformulasikan rencana karier.
2. Karier pertengahan
Merupakan suatu tahapan dimana setiap individu akan mengalami suatu
transisi atau perubahan pada karier mereka. Dalam tahap pertengahan, individu
mengkaji ulang pencapaiannya sampai pada saat itu dan kemungkinan untuk
mencapai karier pribadi dan tujuan hidup di masa depan. Salah satu strategi untuk
menyingkapi masalah di pertengahan karier (mid career) adalah dengan melatih
karyawan pada karier pertengahan untuk membina karyawan yang lebih junior.
Pengembangan satu generasi pemimpin di masa depan dapat menjadi suatu
kontribusi yang signifikan, permanen, dan sangat memuaskan. Strategi lainnya
untuk mengatasi masalah karier pertengahan adalah dengan menghadapi atau
mencegah keusangan (obsolescence). Untuk menyingkapi persoalan ini, salah satu
caranya adalah dengan mengirimkan karyawan ke seminar, workshop, pelatihan.
Selanjutnya tiga karakteristik pribadi yang cenderung diasosiasikan dengan kadar
keusangan yang rendah: kemampuan intelektual yang tinggi, motivasi diri yang
tinggi, dan fleksibilitas pribadi.
3. Karier akhir
Merupakan suatu titik balik terhadap produktivitas, atau penurunan dan
pensiun dini, dapat mengikuti suatu krisis pertengahan karier. Individu yang
produktif dapat memikul peran. Staf senior atau manajemen puncak, atau mereka
mungkin tetap sebagai contributor dalam peran non kepemimpinan. Bagi sebagian
besar karyawan, tugas-tugas utama periode karier akhir (late career) adalah agar
tetap produktif dan menyiapkan diri untuk pensiun yang efektif.
Untuk menyesuaikan diri dengan karier akhir secara berhasil, individu
seyogyanya menjaga sikap positif, berpikir ke depan, dan menerima dukungan
sosial dari kerabat kerja dan suami/istrinya. Karyawan yang berada di penghujung
karier sebaiknya terlibat dalam perencanaan jangka panjang finansial dan mencari
waktu bersenang-senang dengan pasangan hidupnya serta merencanakan
pensiunnya dengan hati-hati.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Menurut Rivai dan Sagala (2009) tahap-tahap pengembangan karier
individu sebagai berikut:
a. Fase awal/fase pembentukan, menekankan pada perhatian untuk
memperoleh jaminan terpenuhinya kebutuhan dalam tahun-tahun awal
pekerjaannya
b. Fase lanjutan, di mana pertimbangan jaminan keamanan sudah mulai
berkurang, namun lebih menitikberatkan pada pencapaian, harga diri dan
kebebasan
c. Fase mempertahankan,
pada fase ini, individu mempertahankan
pencapaian keuntungan atau manfaat yang telah diraihnya sebagai hasil
pekerjaan di masa lalu
d. Fase Pensiun, pada fase pensiun ini individu telah menyelesaikan satu
karier, dan dia akan berpindah ke karier yang lain, dan, individu memiliki
kesempatan untuk mengekspresikan aktualisasi diri yang sebelumnya tidak
dapat dia lakukan.
Penelitian
mengenai
tahapan-tahapan
karier
menyimpulkan
bahwa
kebutuhan dan ekspektasi individu berubah melalui tahapan-tahapan (Rivai &
Sagala, 2009). Hubungan antara tahapan-tahapan karier dan kebutuhan individu
dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Tahap-tahap Pengembangan Karier
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
2.2.5. Faktor-faktor Pengembangan Karier
Menurut Rivai dan Sagala (2009) aspek-aspek yang terdapat dalam
pengembangan karier individu adalah:
1. Prestasi Kerja (Job Performance).
Merupakan komponen yang paling penting untuk pengembangan karier
yang paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karir seorang
karyawan. Kemajuan karir sebagian besar tergantung atas prestasi kerja yang baik
dan etis.
Dengan mengetahui hasil atas kinerjanya maka karyawan dapat mengukur
kesempatannya terhadap pengembangan karier. Asumsi terhadap kinerja yang
baik melandasi seluruh aktivitas pengembangan karier. Ketika kinerja dibawah
standar maka dengan mengabaikan upaya-upaya ke arah pengembangan karier
pun biasanya tujuan karier yang paling sederhana pun tidak dapat dicapai.
Kemajuan karier umumnya terletak pada kinerja dan prestasi.
2. Pengenalan oleh pihak lain (Exposure).
Tanpa pengenalan oleh pihak lain maka karyawan yang baik tidak
mendapatkan peluang yang diperlukan guna mencapai tujuan mereka. Manajer
atau atasan memperoleh pengenalan ini terutama melalui kinerja, dan prestasi
karyawan, laporan, tertulis, presentasi lisan, pekerjaan komite dan jam-jam yang
dihabiskan.
3. Jaringan kerja (Net Working).
Jaringan kerja berarti perolehan eksposure di luar perusahaan. Mencakup
kontak pribadi dan professional. Jaringan tersebut sangat bermanfaat bagi
karyawan terutama dalam pengembangan karirnya.
4. Pengunduran diri (Resignation).
Kesempatan berkarier yang banyak dalam sebuah perusahaan memberikan
kesempatan untuk pengembangan karier karyawan, hal ini dapat mengurangi
tingkat pengunduran diri untuk mengembangkan diri di perusahaan lain
(leveraging).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
5. Kesetiaan terhadap organisasi (Organization Loyalty).
Level loyalitas yang rendah merupakan hal yang umum terjadi di kalangan
lulusan perguruan tinggi terkini yang disebabkan ekspektasi terlalu tinggi pada
perusahaan tempatnya bekerja pertama kali sehingga seringkali menimbulkan
kekecewaan. Hal ini juga terjadi pada kelompok profesional dimana loyalitas
pertamanya diperuntukkan bagi profesi.
Untuk mengatasi hal ini sekaligus mengurangi tingkat keluarnya karyawan
(turnover) biasanya perusahaan “membeli” loyalitas karyawan dengan gaji,
tunjangan yang tinggi, melakukan praktek-praktek SDM yang efektif seperti
perencanaan dan pengembangan karir. Sementara perusahaan lainnya membatasi
mobilitas dengan mengikat kontrak nonkompetitif untuk menghambat karyawan
bekerja di perusahaan pesaing, biasanya kontrak ini berlaku untuk jangka waktu
setahun.
6. Pembimbing dan sponsor (Mentors and Sponsors).
Adanya
pembimbing
dan
sponsor
membantu
karyawan
dalam
mengembangkan kariernya. Pembimbing memberikan nasehat-nasehat atau saransaran kepada karyawan dalam upaya pengembangan kariernya, pembimbing
berasal dari internal perusahaan. Mentor adalah seseorang di dalam perusahaan
yang menciptakan kesempatan untuk pengembangan kariernya.
7. Bawahan yang mempunyai peran kunci (Key Subordinate).
Atasan yang berhasil memiliki bawahan yang membantu kinerja mereka.
Bawahan dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus sehingga atasan
dapat belajar darinya, serta membantu atasan melakukan tugas-tugasnya.
Bawahan kunci mengumpulkan, menafsirkan informasi, melengkapi keterampilan
atasan mereka dan bekerja secara kooperatif untuk mengembangkan karier atasan
mereka. Hal ini juga menguntungkan bagi mereka membuat mereka mendaki
tangga karier ketika atasan mereka dipromosikan, serta menerima tugas penting
dalam upaya mengembangkan karir mereka.
8. Peluang untuk tumbuh (Growth opportunities).
Karyawan
hendaknya
diberikan
kesempatan
untuk
meningkatkan
kemampuanya, misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus, dan melanjutkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
pendidikannya. Hal ini dapat memberikan karyawan kesempatan untuk tumbuh
dan berkembang sesuai dengan rencana kariernya.
9. Pengalaman internasional (International experience).
Untuk orang-orang yang mendekati posisi operasional atau staf senior,
maka pengalaman internasional menjadi peluang pertumbuhan yang sangat
penting. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan domestik dimana penjualan
tinggi berasal dari operasi internasional, juga bagi perusahaan-perusahaan global.
2.3. Work-Life Balance
2.3.1. Pengertian Work-Life Balance
Kalliath dan Brough (2008), dalam penelitian “Work-Life Balance: A
Review of the Meaning of the Balance Construct”, menjabarkan beberapa
pandangan definisi work-life balance dari beberapa peneliti sebelumnya. Adapun
beberapa definisi tersebut:
1. Work-life balance defined as multiple roles
Work-life balance dipandang sebagai suatu peran ganda, di mana terdapat
hubungan bidirectional. Hal ini mengartikan bahwa dalam peran ganda tersebut,
ada pengaruh, baik positif maupun negatif, dalam hubungan home-towork maupun
work-to-home.
2. Work-life balance defined as equity across multiple roles
Definisi mengenai work-life balance yang lebih jauh, diteliti secara terfokus
pada keseimbangan waktu atau kepuasan seorang individu dalam peran gandanya.
Greenhaus, Collins, dan Shaw, menuturkan bahwa ada tiga komponen yang harus
diperhatikan dalam melihat work-life balance seorang individu: time balance,
involvement balance, dan satisfaction balance.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
3. Work-life balance defined as satisfaction between multiple roles
Terdapat juga para peneliti yang terfokus pada tingkat kepuasan pribadi
seseorang dengan berperan ganda. Kirchmeyer mendefinisikan work-life balance
sebagai sebuah pencapaian kepuasan dalam segala sisi kehidupan dan untuk
pencapaiannya, membutuhkan sumber daya seperti, energi, waktu, dan komitmen
yang terbagi merata pada semua sisi yang ada. Hal ini ditambahkan pula oleh
Clark (2000), yang berpandangan bahwa, work-life balance merupakan sebuah
kepuasan aktivitas yang baik, di rumah dan di tempat kerja, dengan tingkat
konflik minimum.
4. Work-life balance defined as a fulfilment of role salience between multiple
roles
Pandangan ini memandang work-life balance sebagai sesuatu yang
memiliki dinamika, sehingga dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan dalam
kehidupan seorang individu. Pada penelitian yang belum dipublikasikan,
Greenhaus dan Allen, mendefinisikan work-life balance sebagai suatu jangkauan
tingkat efektivitas dan kepuasan seorang individu pada perannya di dalam
pekerjaan maupun rumah yang sesuai dengan prioritas individu tersebut pada
waktu tertentu.
5. Work-life balance defined as a relationship between conflict and
facilitation
Peneliti juga telah terfokus pada konstruk psikologi yang membangun
work-life balance, seperti conflict dan facilitation. Frone, menuturkan bahwa,
tingkat konflik yang rendah dan fasilitasi yang tinggi pada hubungan antara
keduanya, menggambarkan work-life balance yang telah tercapai.
6. Work-life balance defined as perceived control between multiple roles
Work-life balance dapat juga diartikan sebagai suatu tingkat otonomi yang
harus mampu dimiliki seorang individu dalam memenuhi tuntutan dari peran
gandanya. Fleetwood, menuturkan bahwa, work-life balance diartikan sebagai
pengukuran akan kontrol yang dilakukan individu dalam kapan, di mana, dan
bagaimana ia harus bekerja. Sebagai contoh, seseorang harus lebih meluangkan
waktu untuk anaknya yang baru saja lahir daripada pekerjaannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Menurut Greenhaus, Collins, dan Shaw (2003), balance pada umumnya
dipandang sebagai tidak adanya konflik. Tetapi apabila dihubungkan dan
dimasukkan kedalam pengertian work-life balance, keseimbangan atau balance
disini berasal dari efektivitas (berfungsi baik, produktif, sukses) dan dampak
positif (memuaskan, bahagia) baik untuk pekerjaan ataupun peran keluarga
(Direnzo, 2010).
Schermerhorn dalam Ramadhani (2013) mengungkapkan bahwa Work-Life
Balance adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan antara tuntutan
pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dan keluarganya. Menurut Delecta (2011)
Work-Life Balance didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi
pekerjaan dan komitmen berkeluarga mereka, serta tanggung jawab non-pekerjaan
lainnya.
Apabila didefinisikan secara keseluruhan, work-life balance adalah sejauh
mana individu terlibat dan sama-sama merasa puas dalam hal waktu dan
keterlibatan psikologis dengan peran mereka didalam kehidupan kerja dan
kehidupan pribadi (misalnya dengan pasangan, orang tua, keluarga, teman dan
anggota masyarakat) serta tidak adanya konflik diantara kedua peran tersebut.
Dapat dikatakan individu yang memperhatikan antara keseimbangan kehidupan
kerja dan kehidupan pribadi merupakan individu yang lebih mementingkan
kesejahteraan psikologisnya daripada mengejar kekayaan semata (Westman,
Brough, & Kalliath, 2009).
2.3.2. Komponen-komponen Work-Life Balance
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh State Services Commission
(2005: p46), work-life balance meliputi:
1. Aspek pada tempat kerja yang terdiri dari:
a. Jenis pekerjaan.
b. Tipe tempat kerja.
c. Masalah di tempat kerja misalnya beban kerja yang tidak masuk akal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
2. Kebutuhan hidup yang terdiri dari:
a. Kebutuhan waktu untuk keluarga dan masyarakat misalnya perawatan
anak.
b. Kebutuhan waktu untuk pribadi karyawan misalnya rekreasi.
c. Kebutuhan waktu sebagai anggota kelompok tertentu.
Menurut Fisher (dalam Novelia, 2013) Work-Life Balance merupakan
stressor kerja yang meliputi empat komponen penting, yaitu:
a. Waktu, meliputi banyaknya waktu yang digunakan untuk bekerja
dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk aktivitas lain di luar
kerja.
b. Perilaku, meliputi adanya tindakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Hal ini berdasarkan pada keyakinan seseorang bahwa ia
mampu mencapai apa yang ia inginkan dalam pekerjaannya dan tujuan
pribadinya.
c. Ketegangan (strain), meliputi kecemasan, tekanan, kehilangan aktivitas
penting pribadi dan sulit mempertahankan atensi.
d. Energi, meliputi energi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Energi merupakan sumber terbatas dalam diri manusia
sehingga apabila individu kekurangan energi untuk melakukan aktivitas,
maka dapat meningkatkan stress.
2.3.3. Dimensi Pembentuk Work-Life Balance
Fisher, Bulger, dan Smith (2009) juga mengatakan jika Work-Life Balance
memiliki 4 dimensi pembentuk, yaitu:
a. WIPL (Work Interference With Personal Life)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu
kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit
mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
b. PLIW (Personal Life Interference With Work)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu
mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki
masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja
individu pada saat bekerja.
c. PLEW (Personal Life Enhancement Of Work)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi seseorang dapat
meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu
merasa senang dikarenakan kehidupan pribadinya menyenangkan maka hal ini
dapat membuat suasana hati individu pada saat bekerja menjadi menyenangkan.
d. WEPL (Work Enhancement Of Personal Life)
Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan
kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya, keterampilan yang diperoleh
individu pada saat bekerja, memungkinkan individu untuk memanfaatkan
keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.4. Faktor-faktor Work-Life Balance
Menurut Schabracq, Winnubst, dan Cope (dalam Novelia, 2013) ada
beberapa faktor yang mungkin saja mempengaruhi work-life balance seseorang,
yaitu:
1. Karakteristik Kepribadian
Karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap kehidupan kerja dan di luar
kerja. Menurut Summer dan Knight (dalam Novelia, 2013) terdapat hubungan
antara tipe attachment yang didapatkan individu ketika masih kecil dengan worklife balance. Ia menyatakan bahwa individu yang memiliki secure attachment
cenderung mengalami positive spillover dibandingkan individu yang memiliki
insecure attachment.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
2. Karakteristik Keluarga
Karakteristik keluarga menjadi salah satu aspek penting yang dapat
menentukan ada tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Misalnya, konflik peran dan abiguitas peran dalam keluarga dapat mempengaruhi
work-family conflict.
3. Karakteristik Pekerjaan
Pola kerja, beban kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja
dapat memicu adanya konflik, baik konflik dalam pekerjaan maupun konflik
dalam kehidupan pribadi. Menurut Valcour (dalam Novelia, 2013) jumlah jam
kerja akan mempengaruhi kepuasan seseorang akan keseimbangan dalam
kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi.
4. Sikap
Sikap masing-masing individu merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi work-life balance. Adanya pendapat bahwa sentralitas terhadap
suatu domain tertentu dalam kehidupan individu, akan meningkatkan jumlah
waktu dan usaha yang dihabiskan dalam domain tersebut. Hal ini membuat
individu sulit untuk menyediakan waktu untuk domain yang lain (Greenhaus,
Collins, & Shaw, 2003).
Walaupun persepsi dan penilaian tentang work-life balance antar satu
individu dengan individu yang lain bervariasi tetapi pada intinya apabila individu
mencapai kepuasan dan keseimbangan antara pembagian waktu dan keterlibatan
psikologis antar keduanya, maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki
work-life balance (Colakoglu, 2005).
Sebaliknya, apabila individu mengalami ketidakpuasan serta tidak adanya
keseimbangan pembagian waktu dan keterlibatan psikologis antar keduanya,
maka individu tersebut dapat dikatakan tidak memiliki work-life balance
(Colakoglu, 2005). Dari sini dapat disimpulkan jika kepuasan dan keseimbangan
antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi dialami ketika individu mencapai
tingkat yang diinginkan dari apa yang ia pikirkan mengenai work-life balance.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
2.3.5. Strategi Menciptakan Work-Life Balance
Menurut Preeti Singh dan Parul Khanna (2011) telah merumuskan beberapa
strategi untuk menumbuhkan “Work-Life Balance“yaitu:
1. Jam kerja yang fleksibel, menyediakan penyusunan waktu yang fleksibel
dan dapat dikonsultasikan untuk seluruh karyawan.
2. Kerja paruh waktu, menyediakan lebih banyak kerja paruh waktu dengan
jam atau shift yang lebih sedikit atau penyusunan pembagian kerja untuk
seluruh karyawan.
3. Jam kerja yang masuk akal, mengurangi lama waktu kerja yang
berlebihan.
4. Akses untuk penanganan anak, meningkatkan akses untuk penanganan
anak dengan fasilitas penanganan anak di Kantor bagi yang membutuhkan
fasilitas tersebut.
5. Penyusunan pekerjaan yang fleksibel, menyediakan fleksibilitas yang lebih
baik dalam penyusunan pekerjaan untuk menyesuaikan kondisi personal
karyawan, termasuk menyediakan waktu penuh untuk anggota keluarga.
6. Cuti harian, mengizinkan karyawan untuk meminta dan mengambil cuti
dalam waktu harian.
7. Mobilitas pekerjaan, menyediakan mobilitas yang lebih baik untuk
karyawan dapat berpindah dari rumah sakit, tempat kerja dan layanan
kesehatan untuk menemukan penyusunan pekerjaan yang lebih sesuai.
8. Keamanan dan kesejahteraan, meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan
rasa hormat untuk seluruh karyawan di tempat kerja.
9. Akses telepon, memastikan seluruh karyawan dapat menerima telepon
atau pesan mendesak dari keluarga mereka di tempat kerja, dan mendapat
akses telepon untuk tetap dapat menghubungi keluarga mereka selama jam
kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
2.4.
Penelitian Terdahulu
2.4.1. Analisis Pengaruh Kompensasi dan Pengembangan Karier terhadap
Kepuasan Kerja dengan Mediasi Motivasi Kerja
Penelitian ini dilakukan oleh Kunartinah dan Nugroho (2012). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh kompensasi dan pengembangan karier
terhadap kepuasan kerja dengan mediasi motivasi kerja. Alat analisis yang
digunakan adalah regresi linear berganda. Obyek penelitian ini adalah pegawai
negeri sipil (PNS) di Sekretariat Daerah Kabupaten Pekalongan, dengan populasi
sebanyak 255 orang dan yang dijadikan sampel atau responden sebanyak 108
orang.
Hasil dari penelitian ini adalah variabel kompensasi dan pengembangan
karier berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel motivasi kerja. Dan
variabel kompensasi, pengembangan karier dan motivasi kerja berpengaruh positif
dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja.
2.4.2. Pengaruh Pengembangan Karier terhadap Motivasi Kerja Karyawan pada
PT Excel Utama Indonesia Karawang
Penelitian ini dilakukan oleh Isyanto, Sungkono dan Desriani (2013).
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif verifikatif, dengan tujuan untuk
mengetahui, menganalisis, dan menjelaskan bagaimana Pengembangan Karir,
motivasi kerja, dan pengaruh Pengembangan Karir terhadap motivasi kerja
karyawan di PT Excel Utama Indonesia Karawang. Dengan jumlah responden 72
orang.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa Pengembangan Karir
berpengaruh positif dan signifikan (α=5%) terhadap Motivasi Kerja karyawan PT
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Excel Utama Indonesia Karawang, Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 49
persen, artinya pengaruh Pengembangan Karir terhadap Motivasi Kerja Karyawan
adalah 49 persen sedangkan sisanya 51 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
2.4.3. Korelasi antara Pengembangan Karier dengan Motivasi Kerja dan
Keinginan untuk Pensiun Dini
Penelitian ini dilakukan oleh Haryani (2013). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui korelasi antara pengembangan karir dengan motivasi kerja dan minat
pensiun dini. Menggunakan 120 sampel karyawan, data dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis dengan
menggunakan Structural Equation Modelling (SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan karir berpengaruh
positif signifikan terhadap motivasi kerja dan berpengaruh negatif signifikan
terhadap minat pensiun dini. Selanjutnya motivasi kerja berpengaruh negatif
signifikan terhadap minat pensiun dini.
2.4.4. Pengaruh Work -Life Balance dengan Kinerja Karyawan
Penelitian ini dilakukan oleh Parkash Vir Khatri & Jyoti Behl (2013)
dilakukan dari berbagai cabang bank HDFC, Bajaj Alliance dan Punjab National
Bank terletak di Jammu Citty dan Negara Kashmir. Temuan ini menunjukkan
bahwa Work life balance berhubungan positif dengan kinerja karyawan dalam
organisasi.Populasi target penelitian ini adalah 200 kuesioner tetapi responden
yang merespon mengisi kuesioner hanya 175 responden.
Pengaruh work life balance dengan kinerja karyawan dengan menggunakan
analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan R square pada 0.43 yang berarti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
bahwa pendekatan work life balance menyumbang sekitar 43% dari variasi dalam
kinerja keseluruhan karyawan.
2.4.5. Pengaruh Work-Life Balance terhadap Kinerja karyawan dan Perbedaan
Gender
Penelitian dilakukan oleh Vidhya Sadhu Kshirsag (2015) pada 2 sektor
menengah kecil dan sedang di Unit Manufaktur. Sampel terdiri 25 responden
organisasi kecil dan 25 responden dari organisasi menengah di daerah Navi
Mumbai. Metode ini adalah metode random sampling.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signfikan antara
work life balance dengan kinerja karyawan dan perbedaan gender dari unit sektor
manufaktur kecil dan menengah.
2.4.6. Pengaruh Work-Life Balance terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Penelitian ini dilakukan oleh Ganapathi (2016) pada karyawan PT. Bio
Farma (Persero). Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kausal.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari
wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada 92 responden serta data
sekunder berupa dokumen dari perusahaan. Teknik pengumpulan sampel yang
digunakan adalah simple random sampling.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Work-Life Balance
berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan sebesar 42,2%
dan sisanya 57,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada
penelitian ini. Secara parsial, keseimbangan kepuasan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Sedangkan keseimbangan waktu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
dan keseimbangan keterlibatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan.
2.5. Konteks Penelitian
2.5.1. Company Profile
Berawal dari Divisi Maintenance & Engineering (M&E) Garuda Indonesia
pada tahun1984 yang kemudian berkembang menjadi unit bisnis mandiri. Pada
tahun 1998, Divisi M&E berubah menjadi Strategic Business Unit Garuda
Maintenance Facility (SBU-GMF) yang menangani seluruh aktivitas perawatan
armada Garuda Indonesia agar Garuda Indonesia dapat fokus pada bisnis intinya
sebagai operator penerbangan.
Sebagai unit bisnis, GMF mengembangkan diri dalam meningkatkan
fasilitas perawatan pesawat, infrastruktur dan kompetensi personil yang mampu
mendukung on time performance dalam melaksanakan perawatan dan perbaikan
pesawat terbang dengan ground time minimum dan tingkat efisiensi yang tinggi
sehingga dapat bersaing dalam memperoleh kepercayaan maskapai penerbangan
lainnya. Kemampuan GMF semakin diakui dengan keberhasilannya meraih
berbagai sertifikasi nasional dan internasional, antara lain DKU-PPU (Direktorat
Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara), FAA (Federal Aviation and
Administration) dan EASA (European Aviation Safety Agency).
Pada tahun 2002, Garuda Indonesia melakukan 'spin-off' terhadap SBUGMF sehingga resmi menjadi anak Perusahaan dengan nama PT Garuda
Maintenance Facility AeroAsia dengan Akte Pendirian No. 93 tanggal 26 April
2002 oleh Notaris Arry Soepratno, S.H. dan diberitakan dalam Tambahan Berita
Negara RI No. 78 tanggal 27 September 2002. Bisnis utama GMF adalah
penyediaan jasa perawatan dan perbaikan pesawat terbang yang mencakup rangka
pesawat, mesin, komponen dan jasa pendukung lainnya secara terintegrasi atau
dikenal dengan bisnis Maintenance, Repair And Overhaul (MRO).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
GMF mampu melaksanakan perawatan dan perbaikan pesawat terbang
mulai dari perawatan Line Maintenance sampai overhaul, perawatan dan
perbaikan mesin serta komponen, proses modifikasi dan cabin refurbishment.
Tahun 2003, GMF melakukan ekspansi ke dalam bisnis modifikasi pesawat
terbang. Bisnis ini mengangkat posisi GMF menjadi salah satu perusahaan
perawatan pesawat yang mampu melaksanakan modifikasi besar pesawat dengan
teknologi tinggi.
Pada tahun 2012, GMF mulai memberikan jasa perawatan Industrial Gas
Turbine Engine (IGTE) serta perawatan Industrial Generator Overhaul, yang
menjadi sumber pendapatan baru serta melakukan pembukuan dalam bahasa
Inggris dengan mata uang Dollar Amerika Serikat (USD) setelah memperoleh
persetujuan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.Pada tahun 2013, GMF
terus melakukan pengembangan usaha dengan melakukan penambahan 2 bidang
usaha baru yaitu SBU Engine Maintenance dan SBU IGTE serta pembangunan
Hangar 4. Adapun pada tahun 2014, pencapaian penting GMF ditunjukkan antara
lain dengan implementasi SWIFT IT-MRO, beroperasinya Airbus Remote Training
Center dan juara ketiga Annual Report Awards (ARA) 2014 untuk kategori Private
Non-Keuangan Non-Listed.
Potensi pertumbuhan pasar perawatan pesawat di Asia Pasifik semakin
menjanjikan di masa depan, posisi kedua di bawah Amerika Utara. Fasilitas GMF
terdiri dari 4 Hangar yang digunakan untuk perawatan pesawat mulai dari ACheck hingga Overhaul, serta memiliki beberapa fasilitas pendukung seperti spare
part stores, engine & component workshops, Test Cell, utility buildings, ground
support equipment, chemical storage dan water waste treatment facility.
Hingga akhir tahun 2015, GMF telah memiliki sertifikasi (approval) dari 24
authority berbagai negara untuk melakukan perawatan pesawat (Aircraft
Maintenance Organization-145). Sedangkan untuk pelatihan perawatan pesawat
(Approved Maintenance Training Organization-147), GMF telah memiliki
sertifikasi dari empat authority, yaitu DGCA Indonesia, EASA, CAMA Yemen dan
CAA Pakistan. Disamping itu, GMF telah menyelesaikan pembangunan dan
meresmikan Hangar 4 yang merupakan hangar narrow body terbesar di dunia,
serta langsung dioperasikannya hangar tersebut yang berkapasitas 16 line pesawat,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
dimana 1 line didedikasikan untuk hangar painting. Dioperasikannya hangar 4 ini
merupakan langkah GMF dalam pengembangan kapasitas perawatan pesawat
sesuai dengan tuntutan pertumbuhan bisnis perusahaan.
2.5.2. Management Organization Charts
Not For Publication
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Not For Publication
2.5.3. Base Maintenance
Not For Publication
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
Not For Publication
2.5.4. Jenjang Karier
Not For Publication
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
Not For Publication
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
2.5.5. Komposisi Karyawan
Not For Publication
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
2.6.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Pengembangan Karier (X1)
Motivasi Kerja (Y)
Work-Life Balance (X2)
Gambar 2.6. Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
2.7.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) H1 = Ada pengaruh pengembangan karier terhadap motivasi kerja pada
karyawan produksi base maintenance PT GMF AeroAsia.
2) H2 = Ada pengaruh work-life balance terhadap motivasi kerja pada
karyawan produksi base maintenance PT GMF AeroAsia.
3) H3 = Ada pengaruh pengembangan karier dan work-life balance secara
bersama terhadap motivasi kerja pada karyawan produksi base
maintenance PT GMF Aeroasia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download