BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun terdapat 1 – 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi ASI secara Eksklusif kepada sang buah hati. Sayangnya, masih banyak ibu yang kurang memahami manfaat pentingnya pemberian ASI utuk sang buah hati, ASI eksklusif sangat penting sekali bagi bayi usia 0-6 bulan karena semua kandungan gizi ada pada ASI yang sangat berguna bagi pertumbuhan bayi,dari jumlah tersebut diperoleh fakta 95% ibu menyusui tetapi hanya 5% yang menyusui secara eksklusif menurut WHO,2011. Dalam proses laktasi kadang kala terjadi kejanggalan yang sering disebabkan karena timbulnya berbagai masalah, baik masalah dari ibu maupun bayi. Salah satu faktor dari ibu yaitu teknik menyusui yang tidak benar. Teknik menyusui yang tidak benar dapat menyebabkan puting susu lecet dan ASI tidak keluar optimal. Hal ini dapat menimbulkan gangguan dalam proses menyusui sehingga pemberian ASI tidak adekuat, pemberian ASI yang tidak adekuat dapat mengakibatkan payudara bengkak (breast engorgement) karena sisa ASI pada duktus. Statis pada pembuluh darah dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi segmen pada payudara sehingga tekanan seluruh payudara meningkat akibat payudara sering terasa penuh,tegang serta terasa nyeri. Payudara bengkak banyak terjadi pada ibu postpartum 1 minggu 2 pertama hari ke-3 dan ke-4 sesudah ibu melahirkan mencapai 13,3% (WHO,2011). Insiden bendungan ASI dapat dikurangi hingga setengahnya bila disusui tanpa batas Pada tahun-tahun berikutnya sejumlah peneliti lain juga mengamati bahwa bila waktu untuk menyusui dijadwalkan, lebih sering terjadi bendungan yang sering diikuti dengan mastitis dan kegagalan laktasi (WHO, 2011). Menurut WHO,Kurang lebih 40 % wanita Amerika saat ini memilih untuk tidak menyusui, dan banyak diantaranya mengalami nyeri dan pembengkakan payudara yang cukup nyata. Pembesaran ASI, pembengkakan dan nyeri payudara mencapai puncaknya 3 sampai 5 hari postpartum. Sebanyak 10% wanita mungkin melaporkan nyeri berat hingga 14 hari post partum dan seperempat sampai setengah dari wanita tersebut mengkonsumsi analgesik untuk meredakan nyeri payudara pada masa nifas (Kartika, 2007). Dalam perkembangan kesehatan anak Indonesia, sebagaimana menyusui yang memiliki dampak sangat signifikan dalam menurunkan kematian anak. Hal ini berarti memiliki peranan penting dalam pencapaian MDGs 4. Sehingga sisa waktu yang hanya 5 tahun sampai batas akhir Millennium Development Goals tahun 2015, membuat Indonesia perlu lebih menekankan setiap intervensi yang membantu untuk menurunkan angka kematian anak (DepKes RI, 2011 ). . Dampak dari teknik menyusui yang salah pada ibu yaitu ibu akan mengalami gangguan proses fisiologis setelah melahirkan, seperti puting susu lecet dan nyeri, payudara bengkak bahkan bisa sampai terjadi mastitis dan sebagainya (Kamalia, 2011). 3 Dalam rangka melaksanakan amanat yang tercantum dalam UndangUndang Nomor 36 tahun 2009 pasal 129 ayat (2) tentang kesehatan, Pemerintah RI menetapkan peraturan No.33 tahun 2012 tentang pemberian Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah cairan sekresi kelenjar payudara ibu yang diberikan kepada bayinya (Depkes RI, 2012 ). Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar. Saat menyusui ibu harus rileks dan nyaman, bayi melekat menghadap puting ibu, kepala dan tubuh bayi berada pada garis lurus, seluruh puting dan sebagian besar areola (bagian payudara yang berwarna lebih gelap kecokelatan) masuk ke dalam mulut bayi, dagu bayi menyentuh payudara dan bokong bayi ditopang (Runtulalo, 2005). Bayi dapat mengisap dengan baik jika mulut terbuka lebar, bibir bawah terlipat keluar, pipi bayi tidak cekung, tapi membulat dan isapannya teratur lambat dan dalam. ASI dapat dikatakan benar-benar kurang jika berat badan (BB) bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, BB lahir dalam waktu 2 minggu belum kebal, ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning (Runtulalo,2005). Posisi yang kurang benar dapat menyebabkan rasa sakit, lecet, dan luka pada puting serta membuat ibu dan bayi frustrasi. Bayi akan frustasi karena lapar dan ibu akan merasa cemas karena ketidak mampuan menyusui bayi. Kurangnya pengeluaran ASI dari payudara ibu bisa menyebabkan kepenuhan, bengkak payudara, dan bahkan kegagalan menyusui (Ramaiah, 2006). 4 Sujiyatini (2010) menjelaskan bahwa menyusui memang alamiah, tapi sekedar memahami menyusui sebagai kodrat saja belum cukup. Diperlukan pemahaman yang mendalam tentang ASI, baik dalam hal manfaat maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan teknik pemberian ASI, persiapan dan teknik menyusui serta cara mengatasinya. Menurut Sastrawinata (2005) masalah menyusui umumnya terjadi dalam dua minggu pertama masa nifas. Pada masa ini, pengawasan dan perhatian petugas kesehatan sangat diperlukan agar masalah menyusui dapat segera ditanggulangi sehingga tidak terjadi penyulit atau menyebabkan kegagalan menyusui. Masalah menyusui yang sering terjadi diantaranya : payudara bengkak, kelainan puting susu, puting nyeri dan lecet, puting datar atau terbenam, saluran susu tersumbat, mastitis dan abses pada payudara. Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun bayi. Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara yang akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal, dan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara akan meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh serta nyeri. Selain itu juga dapat disebabkan karena proses menyusui yang tiadak adekuat akibat tidak sempurnanya pengosongan payudara ( Kartika, 2007) Menurut DepKes 2011 pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0–6 bulan di Indonesia berfluktuasi dalam tiga tahun terakhir, menurun dari 62,2% tahun 2010 menjadi 56,2% pada tahun 2011 dan sedikit meningkat pada tahun 2012 menjadi 61,3%. Demikian juga cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 5 sampai 6 bulan menurun dari 28,6% tahun 2010 menjadi 24,3% pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 34,3% pada tahun 2012 (Susenas, 2010 – 2012). Untuk Provinsi Aceh berdasarkan data Dinkes (2012) cakupan ASI Eksklusif hanya 45%, sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Pidie Jaya dari jumlah 2.649 (99,37%) bayi, yang mendapat ASI Ekslusif 96 (36,2%) bayi. Selebihnya diberikan ASI dengan makanan pendamping. Pada data Puskesmas Meureudu yang peneliti lakukan pada bulan JanuariJuni tahun 2012 diketahui ibu menyusui berjumlah 105 (50,5%), sedangkan data teknik menyusui yang benar sebanyak 32 (30%) orang. Berdasarkan survey yang peneliti dapatkan di masyarakat terdapat 34 ibu postpartum yang menyusui bayinya pada minggu pertama setelah melahirkan berjumlah 10 yang mengalami bendungan ASI.Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan Mereka mengatakan pada keadaan ini sering kali menghentikan menyusui karena payudaranya terasa sakit,dan merasa tidak nyaman saat menyusui bayinya, disebabkan karena cara pada saat menyusui yang tidak benar yaitu posisi duduk yang tidak tegak,kepala dan tubuh bayi tidak berada pada garis lurus dan dagu bayi tidak menyentuh payudara ibu. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang “Hubungan Teknik Menyusui Yang Benar Dengan Kejadian Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya”. 6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Hubungan Teknik Menyusui Yang Benar Dengan Kejadian Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk Mengetahui Hubungan Teknik Menyusui Yang Benar Dengan Kejadian Bendungan ASI Pada Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti sebagai bahan kajian dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah informasi terhadap hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI. 2. Bagi Institusi Pendidikan, 7 dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai bahan referensi untuk pustaka. 3. Bagi Tempat Penelitian, untuk menambah informasi terhadap hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI, sehingga masyarakat terutama ibu menyusui mau memberikan ASI kepada bayinya. 8 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu 1. Pengertian Air Susu Ibu Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. Sedangkan ASI Ekslusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 6 (enam) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain kecuali sirup obat. ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik untuk bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal ( Siregar, 2005). Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum (Kamalia, 2005). Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien Moehji (2002) yang mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu pada usia 10 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketentraman jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi (Kamalia, 2005). Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal (sebelum ASI lancar produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI, maka sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang pengeluaran ASI selanjutnya (Kamalia, 2005). 2. Kebaikan ASI dan Menyusui ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan/sifat sebagai berikut : a. ASI merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, praktis, ekonomis, mudah dicerna untuk memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pencernaan bayi. b. ASI mengadung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat untuk : Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin. Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat. Memudahkan penyerahan herbagai jenis mineral, seperti calsium, magnesium. 11 c. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6 bulan pertama, seperti : Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin. d. ASI tidak mengandung Beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi. e. Proses pemberian ASI dapat menjalin hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Selain memberikan kebaikan bagi bayi, menyusui dengan bayi juga dapat memberikan keuntungan bagi ibu, yaitu : Suatu kebanggaan bagi ibu, bahwa ia dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya. f. Hubungan yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit yang erat, bagi perkembangan psikis dan emosional antara ibu dan anak. g. Dengan menyusui bagi rahim ibu akan berkontraksi yang dapat menyebabkan pengembalian keukuran sebelum hamil h. Mempercepat berhentinya pendarahan post partum. i. Dengan menyusui maka kesuburan ibu menjadi berkurang untuk beberpa bulan (menjarangkan kehamilan) Mengurangi kemungkinan kanker payudara pada masa yang akan datang (Siregar, 2004). 3. Produksi Asi Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang mengandalkan pengeluaran 12 Air Susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung pada Let Down Replex, dimana hisapan putting dapat merangsang kelenjar (Siregar, 2004). Pictuitary Posterior untuk menghasilkan hormon oksitolesin, yang dapat merangsang serabutotot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat mengalir secara lancar.Kegagalan dalam perkembangan payudara secara fisiologis untuk menampunga air susu sangat jarang terjadi. Payudara secara fisiologis merupakan tenunan aktif yang tersusun seperti pohon tumbuh di dalam putting dengan cabang yang menjadi ranting semakin mengecil. Susu diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam cabang-cabang besar menuju saluran ke dalam putting. Secara visual payudara dapat 13 di gambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar yang mengsekresi dimana setiap selnya mampu memproduksi susu, bila sel-sel Myoepithelial di dalam dinding alveoli berkontraksi, anggur tersebut terpencet dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang mengalir ke cabang-cabang lebih besar, yang secara perlahan-lahan bertemu di dalam aerola dan membentuk sinus lactiterous. Pusat dari areda (bagan yang berpigmen) adalah putingnya, yang tidak kaku letaknya dan dengan mudah dihisap (masuk kedalam) mulut bayi (siregar, 2004) 4. Komposisi ASI Kandungan kolostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena kolostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena kolostrum dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak mengandung imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap, yang kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium (Na) dan seng (Zn) (Siregar, 2004). ASI memiliki komposisi yang berbeda-beda dari hari ke hari. a. Kolostrum. Kolostrum merupakan cairan pertama yang berwarna kekuning-kuningan (lebih kuning dibandingkan susu matur). Cairan ini dari kelenjar payudara dan keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh dengan komposisi yang selalu berubah dari hari kehari. Kolostrum mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matur. Selain itu, kolostrum dapat berfungsi sebagai pencahar yang ideal untuk membersihkan zat 14 yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. b. ASI Transisi (Peralihan). ASI transisi diproduksi pada hari ke-4 sampai 7 hari ke-10 sampai 14. Pada masa ini kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak serta volumenya semakin meningkat. c. ASI Mature. ASI mature merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik bagi bayi sampai umur enam bulan (Roesli, 2001). 5. Volume ASI Hasil penyelidikan Suhardjo yang dikutip oleh Kamalia (2005), volume ASI dari waktu ke waktu berubah, yaitu : 1) Enam bulan pertama : 500-700 ml ASI/ 24 jam 2) Enam bulan kedua : 400-600 ml ASI/ 24 jam 3) Setelah satu tahun : 300-500ml ASI/ 24 jam Menurut Kamalia (2005) bahwa dalam kondisi normal kira kira100 ml ASI pada hari kedua setelah melahirkan, dan jumlahnya akan meningkat sampai kira-kira 500 ml dalam minggu kedua. Secara normal, produksi ASI yang efektif dan terusmenerus akan dicapai pada kira-kira 10-14 hari setelah melahirkan. Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap 24 jam. Volume ASI yang dapat dikonsumsi bayi dalam satu kali menyusu selama sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu yang dapat diproduksi, meskipun umumnya payudara yang 15 berukuran sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan, hanya memproduksi sejumlah kecil ASI. Emosi seperti tekanan (stress) atau kegelisahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah produksi ASI selama minggu-minggu pertama menyusui. 6. Penggunaan ASI secara Tepat Menurut Kamalia (2005), adalah bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara ibu, sebagian besar kalang payudara masuk ke dalam mulut bayi, puting susu ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus, kepala tidak menengadah. ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi, tapi belumlah merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat dan benar. Ibu tidak dapat melihat berapa banyak ASI yang telah masuk ke perut bayi (Kamalia, 2005). Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak adalah : 1. Air Susu Ibu yang banyak dapat merembes keluar melalui putting. 2. Sebelum disusukan payudara merasa tegang. 3. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur. 4. Air Susu Ibu yang banyak dapat merembes keluar melalui puting. 5. Sebelum disusukan payudara merasa tegang. 6. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur. (Kamalia, 2005). 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan ASI 16 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ibu memberikan ASI kepada bayinya antara lain : 1. Perubahan sosial budaya. 1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya. 2) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol. 2. Faktor psikologis 1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. 2) Tekanan batin. 3. Faktor fisik ibu Ibu sakit, seperti mastitis biasanya enggan menyusui bayinya karena payudaranya terasa nyeri bila digunakan untuk menyusui bayinya. 4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI. 5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI. 6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjukan penggantian ASI dari susu kaleng (Kamalia, 2005). 8. Teknik Menyusui yang Baik dan Benar Saat menyusui ibu harus rileks dan nyaman, bayi melekat menghadap puting ibu, kepala dan tubuh bayi berada pada garis lurus, seluruh puting dan sebagian besar areola (bagian payudara yang berwarna lebih gelap kecokelatan) masuk ke dalam mulut bayi, dagu bayi menyentuh payudara dan bokong bayi ditopang (Runtulalo, 2005). Bayi dapat mengisap dengan baik jika mulut terbuka lebar, bibir bawah terlipat keluar, pipi bayi tidak cekung, tapi membulat dan isapannya teratur lambat dan dalam. ASI dapat dikatakan benar-benar kurang jika berat badan (BB) bayi meningkat kurang dari rata-rata 500 gram per bulan, BB 17 lahir dalam waktu 2 minggu belum kebal, ngompol rata-rata kurang dari 6 kali dalam 24 jam, cairan urin pekat, bau dan warna kuning (Runtulalo,2005). Posisi yang kurang benar dapat menyebabkan rasa sakit, lecet, dan luka pada puting serta membuat ibu dan bayi frustrasi. Bayi akan frustasi karena lapar dan ibu akan merasa cemas karena ketidak mampuan menyusui bayi. Kurangnya pengeluaran ASI dari payudara ibu bisa menyebabkan kepenuhan, bengkak payudara, dan bahkan kegagalan menyusui (Ramaiah, 2006). Menurut Depkes RI, (2007) cara yang tepat ibu memeluk bayinya saat menyusui adalah : 1) Kepala dan badan bayi berada dalam satu garis lurus. 2) Wajah bayi harus menghadap payudara dengan hidung berhadapan dengan puting. 3) Ibu harus memeluk badan bayi dekat dengan badannya. 4) Jika bayi baru lahir, ibu harus menyangga seluruh badan, bukan hanya kepala dan bahu. Menurut Depkes RI, (2007) cara menyangga payudara adalah : 1) Ibu harus meletakkan jari-jarinya di dinding dada dibawah payudara, sehingga jari telunjuk membentuk topangan di bagian dasar payudara. 2) Ibu dapat menekan lembut payudaranya dengan jari-jari, cara ini dapat memperbaiki bentuk payudara sehingga mempermudah bayi untuk melekat dengan baik, sebaiknya ibu tidak memengang payudara terlalu dekat ke puting. 3) Ibu harus menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, sebelum membawa bayi kepayudara. Mulut bayi perlu membuka lebar untuk memasukkan payudara sepenuh mulutnya. 18 Menurut Depkes RI (2007) cara mendekatkan bayi kepayudara sebagai berikut : a. Ibu harus mendekatkan bayi ke payudara, bukan mendekatkan badan atau payudara kebayi. b. Ibu harus mengarahkan bibir bawah bayi ke bawah puting, sehingga dagu bayi akan menyentuh payudara. Ibu dapat menyusui dengan berbagai posisi berbeda, misalnya berdiri. Penting bagi ibu untuk tetap nyaman dan santai, dan bagi bayi untuk bisa memasukkan cukup payudara kedalam mulutnya, sehingga bayi dapat menyusui secara efektif (Depkes RI, 2007). Adapun tanda-tanda menyusui berjalan dengan baik dan benar adalah : 1. Umum ibu a. Ibu tampak sehat. b. Ibu tampak rileks dan nyaman. c. Terlihat tanda bonding ibu bayi. 2. Umum Bayi a. Tampak sehat. b. Bayi tampak tenang dan rileks. c. Bayi mencari payudara bila lapar. 3. Payudara a. Payudara tampak sehat. b. Puting keluar dan lentur. c. Terasa nyaman, tak nyeri. d. Payudara ditopang dengan baik oleh jari-jari yang jauh dari puting. 4. Posisi bayi 19 a. Kepala dan badan bayi dalam garis lurus. b. Bayi dipeluk dekat badan ibu. c. Seluruh badan bayi ditopang. d. Bayi mendekat kepayudara, hidung berhadapan dengan puting. 5. Pelekatan bayi a. Tampak lebih banyak ariola diatas bibir. b. Mulut bayi terbuka lebar. c. Bibir bawah terputar keluar. d. Dagu bayi menempel pada payudara. 6. Menghisap a. Hisapan lambat, dalam dengan istirahat. b. Pipi membulat waktu menghisap. c. Bayi melepaskan payudara waktu selesai. d. Ibu merasakan, tanda-tanda reflek oksitosin (Depkes RI, 2007). Sujiyanti (2010) menjelaskan bahwa menyusui memang alamiah, tapi sekedar memahami menyusui sebagai kodrat saja belum cukup. Diperlukan kemahaman yang mendalam tentang ASI, baik dalam hal manfaat maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan teknik pemberian ASI, persiapan dan teknik menyusui serta cara mengatasinya. Menurut Sastrawinata, (2005) masalah menyusui pada umumnya terjadi dua minggu pertama nifas. Pada masa ini, pengawasan dan perhatian petugas kesehatan sangat diperlukan agar masalah menyusui dapat segera ditanggulangi sehingga tidak terjadi penyulit atau menyebabkan kegagalan menyusui. Masalah menyusui yang sering terjadi diantaranya : bengkak payudara, kelainan puting susu, puting nyeri dan 20 lecet, puting datar atau terbenam, saluran susu tersumbat, mastitis, dan abses pada payudara. 2. Bendungan ASI Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara yang akan mengakibatkan tekanan intraduktal, dan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang serta terasa nyeri.selain itu juga dapat disebabkan karena proses menyusui yang tidak adekuat akibat tidak sempurnanya pengosongan payudara (Kartika, 2007). Demikian juga dengan Prawirohardjo (2008) yang menyatakan pada permulaan nifas apabila bayi tidak menyusui dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu. Payudara panas serta keras pada perabaan dan nyeri : suhu badan tidak naik, putting susu bisa mendatar dan hal ini menyulitkan bayi untuk menyusu. Kadang-kadang pengeluaran air susu juga terhalang sebab duktus laktiferi menyempit karena pembesaran vena. 1. Gejala yang Biasa Terjadi Pada Bendungan ASI a. payudara penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan. b. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata. c. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 2005 ). 2. Penyebab Yang Mempengaruhi Terjadinya Bendungan ASI Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu: 21 1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI). 2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI). 3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI. 4. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI). 5. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI) (Mochtar, 2005). 3. Upaya Pencegahan Untuk Bendungan ASI a. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit) setelah dilahirkan. b. Susui bayi tanpa jadwal. c. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan bayi. d. Perawatan payudara pasca persalinan. e. Menyangga payudara dengan BH yang menyokong. 22 4. Upaya Pengobatan Untuk Bendungan ASI a. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek. c. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi. d. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI. e. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin. f. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari puting kearah korpus. g. Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral. (Notoatmodjo, 2009) BAB III KERANGKA PENELITIAN A. Kerangka Konsep Dalam proses laktasi kadang kala terjadi kegagalan yang sering disebabkan karena timbulnya berbagai masalah, baik masalah dari ibu maupun bayi. Salah satu faktor dari ibu yaitu cara menyusui yang tidak benar. Cara menyusui yang tidak benar dapat menyebabkan putting susu lecet dan ASI tidak keluar optimal. Hal ini dapat menimbulkan gangguan dalam proses menyusui sehingga pemberian ASI tidak adekuat, pemberian ASI yang tidak adekuat dapat 23 mengakibatkan payudara bengkak (breast engorgement) karena sisa ASI pada duktus. Statis pada pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi segmen pada payudara sehingga tekanan seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang serta terasa nyeri (Iin dan Titik, 2011). Variable Independent Variable Dependent Kejadian bendunganASI Teknik Menyusui yang benar Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur operasional Skala Hasil ukur ukur Variabel Dependen 1 Kejadian Suatu Penyebaran bendungan bendungan pada kuesioner ASI payudara yang dengan terjadi karena kriteria ibu nifas tidak - ya x ≥ x menyusui - Tidak x < x Kuesioner Nominal Ya Tidak 24 bayinya dengan 215 = 6.32 benar dan teratur =6 saat menyusui 34 bayinya Variabel Independen 2 Teknik Teknik yang Penyebaran menyusui benar saat ibu kuesioner yang menyusui bayinya Dengan kriteria benar Kuesioner Nominal - Baik bila x≥x - Tidak bila x<x 324 = 9.4 =9 34 C. Cara Pengukuran Variabel 1. Kejadian bendungan ASI (Prawirohardjo, 2008) a. Ya, jika ibu mengalami bendungan ASI selama menyusui. b. Tidak, jika ibu tidak mengalami bendungan ASI selama menyusui. 2. Cara menyusui (Runtulalo, 2005) a. Baik, jika ibu menyusui sesuai dengan teknik yang benar. b. Tidak, jika ibu menyusui tidak sesuai dengan teknik yang benar. D. Hipotesa Penelitian Baik Tidak 25 Ha : Tidak ada hubungan teknik menyusui dengan kejadian bendungan ASI BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat Analitik dengan desain crossectional yaitu untuk mengetahui hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI pada ibu di wilayah kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya pada bulan Januari sampai Agustus tahun 2013 adalah sebanyak 34 orang ibu. 2. Sampel Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu semua populasi dijadikan sampel yaitu sebanyak 34 orang ibu menyusui. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya. 2. Waktu penelitian Penelitian ini telah dilaksakaan pada Bulan 24 – 26 Agustus 2013. 26 D. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang di peroleh langsung di lapangan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan untuk mengetahui hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh di Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya . Setelah responden mengerti tentang penjelasan tersebut maka kuesioner diberikan untuk diisi dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk rencana pengolahan dan analisa data. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan untuk penelitian ini yaitu berupa kuesioner yang berisi 20 pertanyaan dengan rincian 10 pertanyaan tentang teknik menyusui yang benar. 10 pertanyaan tentang bendungan ASI, yang diberikan pada responden dan apabila responden menjawab salah diberi nilai nol. F. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan data. Data yang telah dikumpulkan diolah melalui software komputer program SPSS versi 16. 2. Analisa data. Analisa dalam penelitian dilakukan secara analitik dengan menghitung persentase data. Untuk menghitung masing-masing kategori dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus sebagai berikut, P= f x100% n Keterangan : P = Persentase ( Budiarto E, 2005) : 27 f = Frekuensi teramati n = Jumlah semua responden a. Analisis univariat Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap sebuah variabel. Bentuknya bermacam-macam, misalnya: distribusi frekuensi, rata-rata, proporsi, standar deviasi, varians, median, modus, dan sebagainya. Dengan analisis univariat dapat diketahui apakah konsep yang kita ukur berada dalam kondisi yang siap untuk dianalisis lebih lanjut, selain juga dapat mengetahui bagaimana gambaran konsep itu secara terperinci. Dengan analisis univariat pula, kita dapat mengetahui bagaimana sebaiknya menyiapkan ukuran dan bentuk konsep untuk analisis berikutnya. Analisis univariat mempunyai banyak manfaat, antara lain: 1). Untuk maengetahui apakah data yang akan digunakan untk analisis sudah layak atau belum; 2).Untuk mengetahui gambaran data yang dikumpulkan; 3).Untuk mengetahui apakah data telah optimal jika dipakai untuk analisis berikunya. b. Analisis Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan. Analisa bivariat dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui hubungan obesitas dengan usia menarche yang dilakukan dengan uji chi-square dan menggunakan program SPSS 16. Analisis ini berguna untuk melihat hubungan dua variabel atau bivariat. Hubungan dua variabel mempunyai tiga kemungkinan: pertama, ada hubungan tetapi sifatnya simetris, yaitu tidak saling mempengaruhi; kedua, dua variabael itu memiliki 28 hubungan dan saling mempengaruhi; ketiga, sebuah variabel mempengaruhi variabel yang lain. Analisis dapat dilanjutkan untuk mengetahui perbedaan atau pengaruh di antara variabel. Konsep perbedaan dan pengaruh dapat dijelaskan seperti berikut: 1) Perbedaan, adalah suatu jenis hubungan. Jika kita menyatakan bahwa variabel A dapat dibedakan atas dasar variabel B, maka secara implisit ada hubungan A dan B. Perbedaan tidak menekankan aspek arah hubungan, jadi sifatnya simetris atau asimetris. 2) Pengaruh, adalah pernyataan suatu hubungan yang sudah mempunyai arah. Bila kita menegatakan variabel B dipengaruhi variabel A, maka kita dapat mengatakan arah hubungan itu dari A ke B, bukan dari B ke A. Artinya, pengaruh adalah salah satu bentuk hubungan yang simetris (unimus.ac.id). 29 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Wilayah Kerja Puskesmas Meuruedu dengan luas lahan 14 x 20 m2. Luas wilayah kerja 70,831 Km2 dan memiliki 48 desa. Jarak dengan Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya sekitar 15 Km dengan mempunyai batas sebagai berikut : a. Sebelah barat berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Trienggadeng b. Sebelah timur berbatasan dengan Wilayah Kerja Puskesmas Ulim b. Sebelah utara berbatasan dengan Laut/ Selat Malaka c. Sebelah selatan berbatasan dengan Pegunungan/ Bukit Barisan Puskesmas Meuruedu terdiri dari 1 ruang UGD, 1 ruang poliklinik, 1 ruang kartu, 1 apotik, 1 ruang KIA/KB, 1 ruang gizi, 1 ruang TU, 1 ruang MTBS, 1 aula, dan 1 gudang. Adapun jumlah tenaga kerja adalah 71 orang yang terdiri dari 2 orang dokter umum, 30 orang bidan, 22 orang perawat, 13 orang kesling, 1 orang farmasi dan 3 orang tenaga administrasi. 30 B. Hasil Penelitian 24 – Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2013 dengan cara membagikan kuesioner kepada 34 responden yang menjadi target penelitian, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut: 1. Analisa Univariat Analisa univariat untuk melihat distribusi variabel dependent (terikat) dan variabel independet (bebas) yang meliputi: bendungan ASI teknik menyusui yang benar. a. Teknik Menyusui yang benar Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Teknik Menyusui yang benar di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 1 Teknik Menyusui yang Benar Baik 2 Tidak No Jumlah Sumber data primer (di olah 2013) Frekuensi (%) 25 73,5 9 34 26,5 100 Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 34 responden mayoritas responden berkategori baik dalam penerapan teknik menyusui yang benar, yaitu sebanyak 25 responden (73,5%). 31 b. Bendungan ASI Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Bendungan ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 No 1 2 Bendungan ASI Ya Tidak Jumlah Frekuensi 26 (%) 76,5 8 34 23,5 100 Sumber data primer (di olah 2013) Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 34 responden mayoritas responden mengalami bendungan ASI, yaitu sebanyak 26 responden (76,5%). 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel dependent dan variabel independent dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: chi square ( ) pengambilan keputusan ada hubungan atau tidak pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05%). 32 Hubungan Tehnik Menyusui yang Benar dengan Bendungan ASI Tabel 5. 3 Hubungan Teknik Menyusui yang Benar dengan Kejadian Bendungan ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Meureudu Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 Uji Bendungan ASI Jumlah Teknik Menyusui Statistik No Yang Benar Ya Tidak p f % f % f % 1 Baik 21 84 4 16 25 100 2 Tidak 5 55,6 4 44,4 9 100 Jumlah 26 8 0,654 34 Sumber data primer (di olah 2013) Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami bendungan ASI mayoritas tidak menerapkan teknik menyusui yang benar, dan responden yang tidak mengalami bendungan ASI mayoritas menerapkan teknik menyusui yang benar, yaitu sebanyak 5 responden (29,4%) chi square didapatkan p value = 0,654 Setelah dilakukan uji statistik dengan (p> 0,05). Hipotesa yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan tehnik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI , hal ini dapat dilihat dari nilai p value = 0,654 (p> 0,05). 33 C. Pembahasan 1. Hubungan Tehnik Menyusui yang Benar dengan Bendungan ASI Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 24 – 26 Agustus 2013, dapat di lihat bahwa tidak ada hubungan antara tehnik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI, ini dapat dilihat dari perolehan p value = 0,654 (p> 0,05). Mochtar (2005) pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2012) tentang hubungan tehnik menyusui dengan terjadinya bendungan ASI di Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen Tahun 2012 diperoleh p-value adalah 0,002. selanjutnya dilakukan pengujian dimana p-value 0,002 < α (0,05), Ho Sehingga dapat di ketahui bahwa hipotesa objektif (Ha) diterima yang berarti tidak ada hubungan antara tehnik menyusui dengan kejadian bendungan ASI di Kemukiman Teungku Chik Dipulo Baroh Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen. Asumsi peneliti bahwa tehnik menyusui harus sangat diperhatikan oleh ibu menyusui,karena ASI adalah faktor penting untuk tumbuh kembang bayi agar lebih optimal,setiap ibu harus diberi bimbingan atau arahan oleh bidan atau petugas kesehatan agar ibu lebih mengerti tentang tehnik menyusui yang benar,apabila ibu tidak menyusui dengan tehnik yang benar ditakutkan akan terjadi bendungan ASI. 34 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Tidak ada hubungan tehnik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI, hal ini dapat dilihat dari nilai p value = 0,654 (p> 0,05). B. Saran-saran 1. Bagi peneliti sebagai bahan kajian dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan untuk menambah informasi terhadap hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI. 4. Bagi Institusi Pendidikan, dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai bahan referensi untuk pustaka. 5. Bagi Tempat Penelitian, untuk menambah informasi terhadap hubungan teknik menyusui yang benar dengan kejadian bendungan ASI, sehingga masyarakat terutama ibu menyusui mau memberikan ASI kepada bayinya. 35 DAFTAR PUSTAKA Budiarto, Eko. 2002, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta,EGC Erika, 2008, Ibu menyusui dan masalahnya, JokJakarta Fitramaya Fitrisia, 2002 Air Susu Ibu , JokJakarta Fitramaya. Farrel, 2001, Perawatan ibu nifas, Jakarta, Salemba Medika Fujiadi, 2000, ASI dan Ibu bekerja, Jakarta, Salemba Medika Mintarja, 2009, Pendidikan Dan Prilaku Kesehatan, Jakarta : rineka Cipta Notoadmodjo , Soekidjo , 2003, Ilmu Perrilaku Kesehatan , Jakarta BPKM FKM IU . __________, 2006 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Renika Cipta, Jakarta. __________, 2005 Pengatar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Renika Cipta, Jakarta. Roesli, 2004 Air Susu Ibu, Trubus, Jakarta Ramaiyan, 2007, Manajeman laktasi, Jakarta ________, 2006, ASI dan Ibu bekerja, Jakarta, Salemba Medika Rontotalo, 2004, Menyusui yang baik, Jakarta, Salemba Medika Siregar, 2004, Menyusui . Jakarta, Salemba Medika Sunoto, 2001, Pemberian Air Susu Ibu, Renika Cipta Jakarta Soemanto, 2004, Ibu Menyusui, Renika Cipta, Jakarta 36 Sutyiowati & Rahayu, 2008, Menyusui dan masalahnya, Renika Cipta, Jakarta Jones, 2002, Kesejahteraan bayi dan ASI, Jakarta, Salemba Medika Kamelia, 2005, Pengetahuan ibu tentang menyusui, Jakarta Lampiran : 1 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG TEHNIK MENYUSUI YANG BENAR DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PIDIE KABUPATEN PIDIE TAHUN 2012 Nama Peneliti : Wahyuni Tanggal wawancara : __________________2012 A. KARAKTERISTIK RESPONDEN Isilah sesuai dengan kriteria ibu 1. Nomor Responden : 2. Alamat : B . PENDIDIKAN Berilah tanda ceklis (√) pada kotak yang sesuai dengan kriteria ibu pendidikan terakhir ibu 1. Tidak Sekolah 2. SD sederajat 37 3. SLTP sederajat 4. SLTA sederajat 5. Diploma/perguruan tinggi sederajat. C. Pekerjaan ibu Saat ini ibu bekerja sebagai 1. PNS 2. Swasta 3. Ibu Rumah Tangga D. Informasi Berikan tanda √ pada jawaban yang anda pilih 1. Apakah ibu pernah mendapatkan informasi tentang tehnik mengedan yang benar pada saat bersalin.. a. Pernah b. Tidak 2. Kalau pernah dari mana ibu dapatkan ( ibu boleh menconteng lebih dari satu sumber) □ Majalah □ Koran □ Tabloid □ Buku □ TV □ Radio 38 □ Brosur □ Petugas Kesehatan □ Suami □ Ibu, teman, tetangga. □ Sumber lain sebutkan .............................. E. Pengetahuan Berikan tanda silang (x) pada jawaban yang anda pilih 1. Setelah bayi lahir menurut budaya bayi diberikan a. Madu b. Diberikan hanya ASI c. Pisang 2. Secara adat air susu pertama ibu yang baru melahirkan sebaiknya a. Dibuang b. Dimasak c. Diberikan kepada bayi 39 3. Memberikan ASI eksklusif a. ASI diberikan bersamaan dengan makanan lain b. Hanya diberi ASI c. Tidak diberi ASI 4. Adakah larangan bayi baru lahir untuk diberi makanan selain ASI a. Ada b. Tidak 5. Menurut adat pemberian madu bagi bayi baru lahir merupakan a. Kewajiban b. Kebiasaan c. Tidak ada keharusan memberi madu 6. Adakah dukungan suami untuk pemberian ASI Eksklusif a. Ada b. Tidak 7. Adakah larangan suami untuk memberikan ASI eksklusif a. Ada b. Tidak 8. Adakah anjuran untuk memberikan ASI eksklusif dari Bidan a. Ada b. Tidak 9. Adakah penjelasan tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif dari Bidan a. Ada 40 b. Tidak 10. Adakah penjelasan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif dari Bidan bagi bayi a. Ada b. Tidak 41