Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan

advertisement
KAJIAN AWAL PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT
PELELANGAN IKAN BERSTANDAR INTERNASIONAL:
KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Awal
Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus
PPS Nizam Zachman Jakarta adalah benar merupakan hasil karya saya dengan ide
dan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
ilmiah yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Eneng Nurhalimah
ABSTRAK
ENENG NURHALIMAH, C44070042. Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi
Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman
Jakarta. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan ANWAR BEY PANE.
Pandangan terhadap pelabuhan perikanan di Indonesia selama ini secara umum
masih kurang baik, karena kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya.
Fasilitas pelabuhan perikanan yang menjadi sorotan utama adalah Tempat
Pelelangan Ikan (TPI), seperti diketahui bahwa TPI digunakan sebagai pusat
pemasaran hasil tangkapan melalui pelelangan di suatu pelabuhan perikanan,
seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap terjaga. Sanitasi dan higienitas
tempat pelelangan ikan merupakan suatu hal yang sangat penting pengaruhnya
terhadap mutu ikan yang didaratkan, sehingga perlu ada standarisasi pengelolaan
sanitasi TPI seperti di negara-negara lain. Penelitian dilakukan di PPS Nizam
Zachman Jakarta (PPSNZJ) pada bulan Maret 2011, bertujuan untuk mendapatkan
informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi dan
dampak tidak baiknya sanitasi TPI PPSNZJ saat ini; mendapatkan bentuk
pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ; dan mendapatkan bentuk pengelolaan sanitasi
TPI berstandar internasional bagi PPSNZJ. Penelitian menggunakan metode
kasus dengan meneliti aspek pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengelolaan sanitasi TPI di PPSNZJ jika dibandingkan
dengan standar Internasional dinilai masih kurang layak. Kurang layaknya sanitasi
di TPI PPSNZJ disebabkan kurang baiknya beberapa aktivitas kepelabuhanan,
seperti pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI; penanganan ikan di TPI;
pengangkutan ikan dari TPI ke perusahaan, pengolah dan pedagang ikan;
pencucian keranjang; dan pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses
pemasaran ikan. Dampak dari kurang baiknya kondisi sanitasi dan kebersihan
akibat aktivitas yang berlangsung di TPI, berpengaruh terhadap lingkungan,
kesehatan, mutu dan harga ikan.
Kata kunci: sanitasi, standar internasional, tempat pelelangan ikan
©Hak cipta IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
KAJIAN AWAL PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT
PELELANGAN IKAN BERSTANDAR INTERNASIONAL:
KASUS PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
ENENG NURHALIMAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi
: Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan
Ikan Berstandar Internasional: Kasus PPS Nizam
Zachman Jakarta
Nama Mahasiswa
: Eneng Nurhalimah
NRP
: C44070042
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA
NIP. 19561123 1988203 2 002
NIP. 19541014 198003 1 003
Diketahui :
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
NIP. 19621223 19870301001
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Awal
Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar Internasional: Kasus
PPS Nizam Zachman Jakarta. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang
dilakukan pada bulan Maret 2011. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat
mendapatkan
gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang dibutuhkan
bagi semua pihak yang memerlukan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane,
DEA atas ide, arahan, bimbingan, kritikan, dan saran yang membangun demi
kelancaran proses skripsi ini;
2. Dosen penguji tamu Retno Muninggar, S.Pi, ME dan Komisi Pendidikan
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Vita Rumanti, S.Pi, MT;
3. Kedua orang tua tercinta, yang selalu mengirimkan doa dan memberikan
kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis;
4. Kakakku tersayang Sanudin atas perhatian, doa, kasih sayang dan
motivasinya kepada penulis;
5. Kakak-kakakku Enung, Saikah, Bahrul, serta adik-adikku Lilis, Asep, dan
Yupita atas perhatian, doa, kasih sayang dan motivasinya kepada penulis;
6. Bapak Hasan Samsudin, Ibu Ati, Kak Suni, Kak Debby dan Kak Alim atas
bantuannya selama penulis melakukan penelitian;
7. Para sahabat: Vera, Fanny, Lili, Via, Nela dan Ris atas perhatian dan
keceriaannya selama ini;
8. Keluarga Besar SMA Bina Putera Kopo;
Serta semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Bogor, Februari 2011
Eneng Nurhalimah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 10 Juli 1988
dari pasangan Bapak Juhro (Alm) dan Ibu Jamsanah. Penulis
merupakan anak kelima dari delapan bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Bina Putera Kopo Serang pada
tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk
IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis memilih mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap,
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten dosen mata
kuliah Pelabuhan Perikanan tahun 2010/2011. Penulis juga aktif dalam organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(Himafarin) sebagai staf Departemen Kewirausahaan pada periode 2008/2009 dan
periode 2009/2010.
Penulis dinyatakan lulus dalam ujian skripsi yang diselenggarakan pada
tanggal 9 Desember 2011 oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul
“Kajian Awal Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan Berstandar
Internasional: Kasus PPS Nizam Zachman Jakarta”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan .............................................................................. 4
2.1.1 Pengertian pelabuhan perikanan ................................................... 4
2.1.2 Pelabuhan perikanan samudera .................................................... 5
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan .................................................................. 7
2.3 Tempat Pelelangan Ikan ......................................................................... 9
2.4 Sanitasi Pelabuhan Perikanan .............................................................. 13
2.4.1 Pengertian sanitasi ...................................................................... 13
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di tempat pelelangan ikan ... 14
2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan ................................. 16
2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain ................. 16
2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis ..................................................
2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo .....................................
2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman.............................
2.5.4 Peraturan sanitasi menurut Codex Alimentarius 2009................
3
19
22
26
27
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29
3.2 Metode Penelitian ...............................................................................
29
3.3 Analisis Data ........................................................................................ 31
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara .................................................... 34
4.1.1 Letak dan keadaan geografis Jakarta Utara ................................ 34
4.1.2 Kependudukan Kota Jakarta Utara ............................................. 35
vi
4.2 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta ................... 37
4.2.1 Sejarah dan latar belakang berdirinya PPS Nizam Zachman
Jakarta.........................................................................................
4.2.2 Kondisi unit penangkapan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta ...
4.2.3 Produksi dan fasilitas di PPS Nizam Zachman Jakarta ..............
4.2.4 Pengelolaan PPS Nizam Zachman Jakarta................................
5
37
41
47
50
PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS
NIZAM ZACHMAN JAKARTA
5.1 Faktor-faktor Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi Tempat Pelelangan
Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta.................................................... 59
5.2 Kondisi Fisik dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam
Zachman Jakarta................................................................................... 64
5.2.1 Kondisi fisik tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman
Jakarta......................................................................................... 65
5.2.2 Pengelolaan tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman
Jakarta.......................................................................................... 74
6
UPAYA PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN
PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
6.1 Dampak Sanitasi dari Aktivitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta . 80
6.2 Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS Nizam
Zachman Jakarta Berdasarkan Standar Uni Eropa ............................... 85
6.3 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak TPI PPS Nizam
Zachman Jakarta .................................................................................. 94
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .......................................................................................... 99
7.2 Saran .................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101
LAMPIRAN ............................................................................................... ....
105
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera .......................................................
6
2 Data yang dikumpulkan pada saat penelitian ...............................................
30
3 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin ............................
36
4 Jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal di PPSNZJ ........................
42
5 Jumlah alat tangkap di PPSNZJ tahun 2006-2010 .......................................
44
6 Jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006-2010 .............
46
7 Produksi ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta .......................
48
8 Fasilitas pokok di PPS Nizam Zachman Jakarta ..........................................
49
9 Fasilitas fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta ...................................
50
10 Fasilitas penunjang di PPS Nizam Zachman Jakarta ..................................
51
11 Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di TPI......................................
59
12 Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di TPI dan upaya
pengelolaannya……………………………………………………………
81
13 Perbandingan pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ dengan pengelolaan
sanitasi TPI berstandar Internasional .......................................................... 91
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
Kurva perkembangan frekuensi jumlah kapal masuk di PPS Nizam
Zachman Jakarta, untuk kapal berukuran 20-30 GT, 100-200 GT dan
seluruh kapal tahun 2006-2010...................................................................
43
Kurva frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di
PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010........................................
Kurva frekuensi jumlah nelayan di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun
2006-2010..................................................................................................
46
Kurva volume produksi hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta
Tahun 2006-2010.......................................................................................
49
5
Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta. .............................
54
6
Bagan struktur organisasi Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Jakarta
tahun 2010 ..................................................................................................
58
Penarikan keranjang yang berisi ikan dengan cara diseret di lantai TPI
tahun 2011. ..................................................................................................
60
8
Peserta lelang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan ...........................
61
9
Pengangkutan ikan tanpa menggunakan es dan penutup. ..........................
63
10 Para pelaku lelang duduk dan meletakkan kaki diatas keranjang/trays. ....
64
3
4
7
45
11 Kondisi Lantai TPI yang licin (a) dan berlubang (b)……………………... 66
12 Kondisi atap TPI yang rusak (a) dan berkarat (b). .....................................
67
13 Dinding TPI yang rusak, kotor dan berlumut…………………………….... 67
14 Kondisi tempat sampah di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta ...................
68
15 Kondisi saluran pembuangan air/limbah dari proses pelelangan ikan .......
69
16 Kondisi kran air di TPI (a) dan selang air (b) yang tergeletak di lantai (tanpa
gantungan) .................................................................................................. 70
17 Kondisi bak pencucian keranjang (trays) yang sudah tidak digunakan. .....
70
18 Kondisi keranjang/trays yang kotor dan rusak............................................
71
19 Kondisi blong di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta. ..................................
72
20 Kondisi timbangan yang berkarat. ..............................................................
72
21 Trolly yang digunakan untuk mengangkut trays dan blong. .......................
73
vii
22 Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman Jakarta. ............................................................................
77
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan tangkap
terkait penanganan hasil tangkapan adalah sangat diperlukan antara lain dalam
upaya mempertahankan kualitas hasil tangkapan agar tidak menurun sehingga
menurunkan harganya. Menurut Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang
Perikanan pasal 41 A ayat 1 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi
pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai
dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi
tersebut antara lain berupa pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil
perikanan; pemasaran dan distribusi ikan; tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumberdaya ikan dan pengendalian lingkungan.
Pada zaman dahulu, di beberapa wilayah di Indonesia yang tidak memiliki
pelabuhan perikanan, nelayan menjual hasil tangkapannya
kepada konsumen
dengan cara barter. Kegiatan ini dinilai tidak terorganisir dengan baik dan kurang
efisien, bahkan dinilai tidak produktif karena mutu ikan kurang terjaga sehingga
harga ikan cenderung menurun. Melihat kondisi seperti ini tempat pelelangan ikan
(TPI) memegang peranan penting di suatu pelabuhan perikanan. Tempat
pelelangan ikan perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar terdapat manfaat
secara optimal, sehingga membantu nelayan mendapatkan harga yang layak
(Pramitasari et al., 2006).
Menurut Lubis (2009b), pandangan terhadap pelabuhan perikanan di
Indonesia selama ini secara umum masih di pandang kurang baik, karena
kekumuhan dan kekotoran yang diperlihatkannya. Fasilitas yang menjadi sorotan
utama di pelabuhan perikanan adalah TPI, seperti diketahui bahwa TPI digunakan
sebagai pusat penanganan dan pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan di
suatu pelabuhan perikanan, seharusnya kondisinya bersih agar mutu ikan tetap
terjaga.
Demikian halnya untuk kebersihan fasilitas-fasilitasnya. Seperti yang
dikatakan oleh Lubis (2009b), bahwa dalam pengelolaan pelabuhan perikanan,
2
seringkali masalah sanitasi menjadi terlupakan. Buruknya penanganan sanitasi
dan kurangnya kebersihan fasilitas memungkinkan terjadinya kerugian dalam
perdagangan ikan. Selain itu, buruknya sanitasi dapat berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat disekitarnya.
Berdasarkan hasil penelitian kerja sama IPB-Prancis pada rentang waktu
2000 hingga 2005, terdapat 40% pelabuhan perikanan di Pulau Jawa yang telah
melaksanakan pelelangan ikan juga kebersihan atau sanitasi tempat pelelangan
ikan (TPI) sangat minim (Lubis et al, 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa
berbagai fasilitas tidak lagi mampu menampung hasil tangkapan serta terbatasnya
sarana penanganan ikan. Hal itu menjadi contoh ketertinggalan pelabuhan
perikanan Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan suatu standardisasi sanitasi
pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan (TPI) sebagai pusat
pendaratan dan pemasaran ikan, agar pelabuhan perikanan di Indonesia tidak
kalah saing dengan pelabuhan perikanan di negara lain.
Indonesia sebaiknya menerapkan standardisasi khususnya dalam hal
pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan terutama pelabuhan perikanan tipe A
dan tipe B agar tidak kalah bersaing dengan negara lain. Hal ini sesuai dengan visi
pembangunan kalautan dan perikanan yang akan menjadikan Indonesia sebagai
negara penghasil produk kelautan terbesar tahun 2015, serta misi dari
pembangunan kalautan dan perikanan yaitu mensejahterakan masyarakat kelautan
dan perikanan.
Kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan
merupakan salah satu persyaratan mendasar, bahkan telah menjadi persyaratan
internasional dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, seperti
halnya pelabuhan di negara-negara lain yang telah mengatur sanitasi dan
hygienitas (Lubis, 2009b). Mengingat pentingnya penanganan sanitasi dan
kebersihan di pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan ikan maka
sudah selayaknya perlu diterapkan standardisasi sanitasi dan higienitas sesuai
dengan peraturan standardisasi yang diterapkan oleh negara lain.
Pemilihan PPS Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) sebagai lokasi penelitian
karena merupakan salah satu pelabuhan perikanan samudera yang mempunyai
produksi hasil tangkapan yang cukup besar yaitu berjumlah 93.395 ton pada tahun
3
2007. Wilayah distribusi dari pelabuhan ini juga cukup luas, mulai lokal Pulau
Jawa, nasional sampai ekspor, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
olahan (Lubis et al., 2009). Selain itu, kepala pelabuhan PPS Nizam Zachman
Jakarta, Ir. Suardoyo, M.S. dalam pidatonya pada saat melakukan praktikum
lapang mata kuliah pelabuhan perikanan (2010) mengatakan bahwa PPSNZJ
memiliki tujuan untuk menjadi pelabuhan perikanan terbesar di Asia.
Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, sanitasi di tempat pelelangan
ikan (TPI) PPSNZJ kurang baik, yaitu masih banyaknya ikan dan potonganpotongan ikan yang berjatuhan di lantai TPI. Selain itu, di lantai TPI juga dapat
dilihat adanya genangan air dan darah ikan yang berceceran, para pengguna
pelabuhan yang meludah sembarangan dan mencuci ikan dengan air kolam yang
kotor. Hal ini mengakibatkan sanitasi di tempat pelelangan ikan kurang terjaga
dengan baik, sehingga dapat menurunkan mutu dan harga ikan. Mengingat
pentingnya sanitasi di suatu pelabuhan perikanan terutama di tempat pelelangan
ikan, maka penelitian mengenai kajian awal pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan (TPI) berstandar Internasional di PPS Nizam Zachman Jakarta
penting untuk segera dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1)
Mendapatkan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan
dengan sanitasi dan dampak tidak baiknya sanitasi tempat pelelangan ikan
di PPS Nizam Zachman Jakarta;
2)
Mendapatkan informasi tentang bentuk pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta; dan
3)
Mendapatkan alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta berstandar Internasional.
1.3 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada pemerintah daerah maupun instansi terkait
dalam upaya menerapkan sistem pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan
berstandar Internasional.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan
2.1.1
Pengertian Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara wilayah
daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan
ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas mulai ikan didaratkan sampai ikan
didistribusikan (Lubis, 2009a). Menurut Undang-Undang No. 45 Tahun 2009
(DKP, 2009a) disebutkan bahwa pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri
dari daratan dan perairan disekitarnya sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 tahun 2006,
pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan sistem bisnis perikanan. Pelabuhan perikanan dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.
Berdasarkan ketiga definisi diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan
perikanan khususnya perikanan tangkap tidak bisa berjalan secara optimal tanpa
adanya
pelabuhan
perikanan.
Keberadaan
pelabuhan
perikanan
dapat
mempermudah nelayan dalam mengorganisisr hasil tangkapan yang diperoleh dari
laut yang akan didaratkan untuk selanjutnya didistribusikan, mulai dari
bersandarnya kapal-kapal, berlabuh, sampai kegiatan bongkar muat hasil
tangkapan. Tentu saja kegiatan yang berlangsung di pelabuhan perikanan harus
didukung oleh fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan perikanan tersebut.
Aspek-aspek pelabuhan perikanan secara terperinci menurut Direktorat
Jenderal Perikanan 1994 adalah (Lubis, 2009a) :
1) Produksi
5
Pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan
untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil tangkapan yang
diperoleh.
2) Pengolahan
Pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk
mengolah hasil tangkapan yang didaratkan.
3) Pemasaran
Pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan tempat awal
pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan.
Keberadaan pelabuhan perikanan dalam kegiatan perikanan tidak hanya
digunakan sebagai tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat bersandar
dan berlabuhnya kapal, atau sebagai tempat untuk bongkar muat kapal. Pelabuhan
perikanan juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan produksi,
pengolahan dan pemasaran hasil tangkapan. Kegiatan produksi, pengolahan dan
pemasaran hasil tangkapan merupakan kegiatan yang dianggap cukup penting
dalam industri perikanan, dimana ketiga aspek tersebut memiliki saling
keterkaitan satu sama lain. Setelah hasil tangkapan didaratkan oleh nelayan, perlu
adanya pengolahan terhadap hasil tangkapan tersebut agar hasil tangkapan
memiliki nilai jual. Melalui proses pemasaran akan diperoleh suatu nilai atau
harga yang layak yang dapat memberikan keuntungan kepada para penjual
maupun pembeli.
2.1.2 Pelabuhan Perikanan Samudera
Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan dinyatakan bahwa pelabuhan
perikanan di Indonesia diklasifikasikan kedalam empat kelas yaitu, Pelabuhan
Perikanan Samudera (Tipe A), Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B),
Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C) dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D)
(DKP, 2009b).
Selanjutnya dinyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan samudera
adalah:
6
Tabel 1 Kriteria pelabuhan perikanan samudera
Kriteria
1. Daerah Penangkapan
Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A)
Melayani kapal perikanan yang melakukan
kegiatan penangkapan ikan di wilayah laut
territorial, ZEEI, dan perairan internasional
2. Fasilitas Tambat Labuh Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal
perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60
Gross Tonnage (GT)
3. Dermaga
Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300m
4. Kolam Pelabuhan
Mampu menampung sekurang-kurangnya 100
kapal perikanan atau jumlah keseluruhan
sekurang-kurangnya 6.000 Gross Tonnage (GT)
kapal perikanan sekaligus dengan kedalaman
kolam sekurang-kurangnya minus 3 m
5. Produksi
Jumlah ikan yan didaratkan rata-rata 60 ton/hari
6. Pemasaran
Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan
ekspor
7. Luas Lahan
Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha
8. Laboratorium
Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil
perikanan
9. Industri Perikanan
Terdapat industri perikanan
Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
Pembangunan pelabuhan perikanan di suatu wilayah harus disesuaikan
dengan potensi sumber daya ikan yang tersedia di wilayah tersebut, potensi
perikanan dan sumber daya manusia yang tersedia, serta letak geografis dan
kondisi perairan daerah tersebut. Hal inilah yang selanjutnya membedakan
pelabuhan perikanan antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga
pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat kelas seperti
yang telah disebutkan diatas yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (Tipe A),
Pelabuhan Perikanan Nusantara (Tipe B), Pelabuhan Perikanan Pantai (Tipe C)
dan Pangkalan Pendaratan Ikan (Tipe D). Perbedaan pengklasifikasian pelabuhan
perikanan tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pengelolaannya.
Pelabuhan perikanan dibangun sesuai dengan karakteristik perikanan di suatu
wilayah. Kemungkinan pemerintah beranggapan jika pelabuhan perikanan tidak
diklasifikasikan, maka keberadaan pelabuhan tersebut akan dinilai tidak efisien
dalam pengelolaannya. Misalnya, suatu daerah yang memiliki potensi untuk
dibangun pelabuhan perikanan dengan tipe B akan tetapi di daerah tersebut
7
dibangun pelabuhan perikanan dengan tipe A. Hal ini akan mengakibatkan
banyaknya fasilitas pelabuhan yang tidak termanfaatkan secara optimal sehingga
biaya pengadaan dan perawatan fasilitas tersebut tidak sesuai dengan pendapatan
yang diperoleh.
2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan atau
lingkungannya. Kegiatan ini mencakup praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasarannya (Lubis, 2009a).
Menurut penjelasan pasal 41A UU No. 45 Tahun 2009, pelabuhan
perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran. Selanjutnya disebutkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan
dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya tersebut dapat berupa:
1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;
2) Pelayanan bongkar muat;
3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;
4) Pemasaran dan distribusi ikan;
5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;
6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;
8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;
9) Pelaksanaan kesyahbandaran;
10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;
11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal
pengawas kapal perikanan;
12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan;
13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau
14) Pengendalian lingkungan.
8
Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah
sebagai berikut (Lubis, 2009a):
1) Fungsi Maritim
Pelabuhan
perikanan
mempunyai
aktivitas-aktivitas
yang
bersifat
kemaritiman yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan untuk mendaratkan hasil
tangkapannya. Fasilitas-fasilitas yang mendukung fungsi tersebut adanya dermaga
dan kolam pelabuhan.
2) Fungsi Pemasaran
Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal
untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi
pelelangan ikan di TPI. Selanjutnya pedagang atau bakul mengambil ikan yang
akan dijual atau dibeli secara cepat dan kemudian diberi es untuk
mempertahankan mutunya. Ikan dipasarkan dengan menggunakan sarana
transportasi seperti truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka atau mobil-mobil yang
telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin.
3) Fungsi Jasa
Fungsi ini meliputi jasa-jasa seluruh pelabuhan mulai sejak ikan didaratkan
sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:
a. Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat
pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau basket plastik dan buruh untuk
membongkar ikan;
b. Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam
penyediaan bahan bakar, air bersih dan es;
c. Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold
storage, cool room, pabrik es, dan penyediaan air bersih;
d. Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa
pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan serta
adanya syahbandar untuk memeriksa surat-surat kapal;
e. Jasa-jasa pemeliharaan kapal, antara lain adanya fasilitas docking, slipways
dan bengkel untuk memelihara kondisi kapal agar tetap dalam kondisi baik
dan siap kembali melaut.
9
Pelabuhan perikanan memiliki berbagai fungsi dalam mendukung kegiatan
perikanan
laut.
Untuk
mendukung
fungsi
pelabuhan
perikanan
dalam
operasionalnya diperlukan fasilitas-fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan
produksi dan pemasaran hasil tangkapan. Fasilitas-fasilitas yang ada di pelabuhan
perikanan harus memberikan rasa aman bagi nelayan dalam melakukan
aktivitasnya, serta dapat memberikan penanganan yang baik terhadap hasil
tangkapan yang didaratkan.
2.3 Tempat Pelelangan Ikan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan tempat untuk memasarkan hasil
tangkapan, sebagai salah satu fungsi utama dalam kegiatan perikanan dan juga
merupakan salah satu faktor yang menggerakkan dan meningkatkan usaha dan
kesejahteraan nelayan. Pemasaran ikan dilakukan melalui pelelangan. Menurut
sejarahnya pelelangan ikan telah dikenal sejak tahun 1922, didirikan dan
diselenggarakan oleh Koperasi Perikanan terutama di Pulau Jawa, dengan tujuan
untuk melindungi nelayan dari permainan harga yang dilakukan oleh
tengkulak/pengijon,
membantu
nelayan
mendapatkan
harga
yang
layak
(Pramitasari et al., 2006).
Pelelangan ikan merupakan kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan
perikanan unuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan (Lubis, et
al, 2009). Proses menjual dan membeli hasil tangkapan terjadi dalam kegiatan
pelelangan ikan, dimana harga hasil tangkapan akan terus menerus naik sampai
terdapat kesepakatan harga antara penjual (nelayan) dan pembeli (bakul). Biaya
transaksi yang dimaksudkan dalam pelaksanaan pelelangan ikan adalah biaya
pelayanan yang ditujukan kepada pengguna fasilitas di TPI, biaya ini ditetapkan
oleh suatu lembaga formal. Selain itu, bisa juga terdapat biaya transaksi dari
lembaga informal seperti biaya angkut oleh buruh, pungutan liar dan lain
sebagainya yang sifatnya tidak resmi (Marwan, 2010).
Tempat pelelangan ikan memegang peranan penting dalam suatu pelabuhan
perikanan, oleh sebab itu perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat tercapai
manfaat secara optimal. Fungsi tempat pelelangan ikan adalah untuk melelang
ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual (nelayan dan pemilik kapal) dengan
10
pembeli (pedagang atau agen perusahaan perikanan). Letak dan pembagian ruang
di gedung pelelangan harus direncanakan supaya aliran produk (flow of product)
berjalan dengan cepat (Lubis, 2009a).
Selanjutnya dikatakan bahwa ruangan yang ada pada gedung pelelangan
adalah:
(1) Ruang sortir yaitu tempat membersihkan, menyortir, dan memasukkan
ikan kedalam peti atau keranjang;
(2) Ruang pelelangan yaitu tempat menimbang, memperagakkan dan
melelang ikan;
(3) Ruang pengepakan yaitu tempat memindahkan ikan ke dalam peti lain
dengan diberi es, garam, dan lain-lain selanjutnya siap untuk dikirim;
(4) Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket, gudang peralatan
lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum.
Lubis (2009a) juga mengatakan bahwa luas gedung pelelangan ikan
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
(1) Jumlah produksi yang harus ditampung oleh gedung pelelangan;
(2) Jenis ikan yang ditangkap;
(3) Cara penempatan ikan untuk diperagakan.
Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, persyaratan
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah:
1) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan:
a. Terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
b. Mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi,
dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem
pembuangan limbah cair yang higiene;
c. Dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet
dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi
dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;
d. Mempunyai
penerangan
pengawasan hasil perikanan;
yang
cukup
untuk
memudahkan
dalam
11
e. Terhindar atau jauh dari kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang
yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan;
f. Dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai pelelangan; wadah harus
dibersihkan dan dibilas dengan air bersih atau air laut bersih;
g. Dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan
dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;
h. Mempunyai fasilitas pasokan air tawar dan atau air laut bersih yang cukup;
i. Mempunyai wadah khusus yang tahan karat dan kedap air untuk
menampung hasil perikanan yang tidak layak untuk dimakan;
2) Tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan
sistem rantai dingin;
3) Pelaku usaha perikanan yang bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar
induk atau pasar lainnya yang memaparkan produk, harus memenuhi
persyaratan berikut:
a. Harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci untuk menyimpan
produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak
layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda;
b. Mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian kemanan hasil
perikanan.
4) Pada saat memaparkan atau menyimpan hasil perikanan:
a. Peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain;
b. Kendaraan yang mengeluarkan asap yang dapat mempengaruhi produk
tidak boleh mengkontaminasi ruangan peralatan tersebut;
c. Personil yang mempunyai akses ke ruang peralatan tidak diperbolehkan
memasukkan binatang lain; dan
d. Peralatan harus memungkinkan dilakukan pengendalian oleh Otoritas
Kompeten.
5) Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar
harus didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati
suhu leleh es;
12
6) Pelaku usaha perikanan harus bekerjasama dengan otoritas kompeten
sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan
pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
7) Tempat pelelangan ikan harus:
a. Membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan
sebagaimana pada angka 1 hingga 6;
b. Tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan
GHdP (Good Handling Practices);
c. Menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini;
d. Memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.
Berdasarkan peraturan tersebut di atas, maka setiap pelabuhan perikanan di
Indonesia dalam pengelolaan tempat pelelangan ikan sebaiknya mengacu pada
peraturan tersebut, mengingat ikan merupakan komoditi yang mudah rusak.
Sesudah diangkat dari kapal, ikan harus segera ditangani secara tepat untuk
mempertahankan mutu ikan secara maksimum. Hasil tangkapan yang dibongkar
dari kapal ikan perlu mendapatkan pelayanan yangcepat dalam serangkaian proses
seperti sortasi, pencucian,penimbangan, dan penjualan di tempat pelelangan ikan
tersebut. Hal ini bertujuan agar mutu ikan tetap terjaga.
Menurut Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (Setiawan
2006), gedung TPI yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Memiliki persediaan air bersih;
2) Memilki wadah atau peti untuk melelang hasil tangkapan;
3) Tidak terdapat genangan air di lantai pelelangan.
Ketersediaan air bersih di tempat pelelangan ikan (TPI) sangat diperlukan
dalam upaya menunjang ketahanan mutu ikan yang akan dijual. Ikan yang tidak
dicuci dengan air yang bersih dapat mengakibatkan mutu ikan menurun karena
kontaminasi bakteri dari air yang tidak bersih tersebut sehingga ikan cepat
mengalami pembusukan. Begitu juga pada wadah hasil tangkapannya, kondisinya
harus bersih. Wadah yang kotor akan mempengaruhi terhadap mutu ikannya. Hal
yang tidak kalah penting dalam upaya mempertahankan mutu ikan juga terletak
pada kondisi lantai TPI, lantai TPI sebaiknya dibersihkan setiap sebelum dan
13
setelah proses pelelangan ikan berlangsung dengan menggunakan desinfektan.
Hal ini bertujuan agar lantai TPI tetap bersih sehingga mutu ikan tetap terjaga.
2.4 Sanitasi Pelabuhan Perikanan
2.4.1 Pengertian sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan
fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang
mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan
hidup. Sanitasi juga membantu mempertahankan lingkungan biologik sehingga
posisi berkurang dan membantu melestarikan hubungan ekologik yang seimbang
(Liswati, 2000 vide Rusmali, 2004).
Dalam pengembangan industri perikanan, pelabuhan perikanan merupakan
bagian dari rantai produksi yang harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar
sanitasi dan hygiene yang meliputi (Departemen Pertanian, 2002 vide Rusmali,
2004):
1) Lokasi dan lingkungan
2) Konstruksi bangunan
3) Dinding, penerangan dan ventilasi
4) Saluran pembuangan
5) Pasokan air dan bahan bakar
6) Es
7) Penanganan limbah
8) Toilet
9) Konstruksi dan pemeliharaan alat
10) Peralatan dalam penanganan awal
11) Pembersihan dan sanitasi
12) Kontrol sanitasi
Selanjutnya dikatakan bahwa hasil yang diharapkan dengan dijalankannya
program sanitasi di pelabuhan perikanan antara lain yaitu terciptanya lingkungan
kerja yang bersih, mutu ikan yang tetap terjaga dan kebersihan para pelaku di
pelabuhan perikanan. Seluruh kelayakan dasar sanitasi di pelabuhan perikanan
harus dapat dipenuhi untuk memperbaiki kinerja dan operasional pelabuhan,
14
apalagi bila pelabuhan tersebut memiliki wilayah distribusi yang luas dan
berkapasitas besar.
2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekotoran di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Pedoman umum yang digunakan dalam menerapkan Sanitation Standar
Operating Procedures (SSOP) di pelabuhan perikanan khususnya tempat
pelelangan ikan adalah sebagai berikut (Menai, 2007):
1) Lokasi, konstruksi dan tata ruang
a) Bangunan tidak berada di tempat yang merupakan daerah pembuangan
sampah, pemukiman padat penduduk atau daerah lain yang dapat
menimbulkan pencemaran;
b) Bebas dari timbunan barang bekas yang tidak teratur;
c) Bebas dari timbunan barang sisa atau sampah;
d) Bebas dari tempat persembunyian atau perkembangbiakan serangga,
binatang pengerat dan binatang pengganggu lainnya;
e) Sistem saluran pembuagan air (drainase) dalam keadaan baik;
f) Permukaan lantai rata, kedap air, tahan bahan kimia, tidak licin dan mudah
dibersihkan; dan
g) Pertemuan antara lantai dengan dinding melengkung dan kedap air.
2) Sanitasi dan higienitas
a) Lantai, wadah, peralatan dan sebagainya dibersihkan dan dicuci sebelum
dan sesudah dipakai dengan menggunakan air yang mengandung clhorine;
b) Peralatan kebersihan (sikat, sapu, alat semprot dan lain-lain) tersedia setiap
saat bila diperlukan dan jumlahnya mencukupi;
c) Tempat pendaratan dan penyimpanan ikan terpelihara kebersihannya;
d) Tempat sampah terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tahan karat,
tidak bocor, jumlahnya cukup, mempunyai tutup dan ditempatkan pada
tempat yang sesuai;
e) Setiap orang yang memasuki TPI harus mencuci tangan dan kaki (sepatu)
dengan mencelupkannya kedalam bak berisi air yang mengandung
chloryne; dan
15
f) Tidak semua orang kecuali yang berkepentingan dapat masuk ke dalam
TPI.
Pedoman SSOP tersebut di atas bertujuan untuk meminimalisir faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kekotoran akibat dari aktivitas di tempat pelelangan ikan
sehingga kebersihan dan higienitas tempat pelelangan ikan tetap terjaga.
Faktor-faktor yang menyebabkan kekotoran di TPI pada umumnya berasal
dari aktivitas manusia, seperti aktivitas pelelangan ikan dan pengangkutan ikan
dari TPI ke perusahaan dan pedagang. Aktivitas tersebut bisa menimbulkan
sampah berupa potongan tubuh ikan, genangan lendir dan ceceran darah ikan yang
dapat memberikan dampak terhadap lingkugan sekitar seperti bau, kotor, serta
mengganggu kenyamanan dan keindahan.
Sanitasi di tempat pelelangan ikan juga dipengaruhi oleh penggunaan basket
sebagai wadah hasil tangkapan. Basket hasil tangkapan memegang peranan
penting dalam membantu keberhasilan penanganan ikan basah baik yang
didaratkan di dermaga maupun dipasarkan/dijual di TPI (Pane, 2007). Basket
yang tidak digunakan tersebut dalam kegiatan pendaratan, pemasaran, dan
penyiapan pendistribusian, memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan
atau sanitasi di lantai TPI atau lingkungan sekitarnya. Pengaruh yang terjadi
adalah kotor, bau dan lantai licin akibat adanya jenis-jenis kotoran yang
ditimbulkan akibat tidak digunakannya basket hasil tangkapan yaitu berupa
potongan-potongan ikan, ikan utuh yang rusak, genangan lendir dan darah ikan
serta air pencucian ikan. Selain itu, terjadi penyumbatan pada saluran air (selokan)
di sekeliling gedung TPI. Jenis kotoran dan pengaruh yang ditimbulkan akibat
tidak digunakannya basket di TPI dipengaruhi oleh cara penanganan ikan di TPI.
Penjual ikan tidak jarang mencuci ikan di lantai TPI, membiarkan ikan terjatuh
atau membuang sisa es di lantai TPI, menempatkan ikan yang dijual langsung di
atas lantai TPI dan membuang potongan-potongan ikan di lantai TPI. Begitu juga
bila basket yang digunakan bukanlah basket yang baik atau tidak ramah
lingkungan, maka juga akan memberikan pengaruh negatif terhadap kebersihan
atau sanitasi; berupa dihasilkannya ceceran potongan ikan, ikan utuh yang rusak,
serta genangan cairan darah dan lendir (Pane, 2008).
16
2.4.3 Pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan
Pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan dipusatkan pada pengontrolan
lingkungan, sanitasi dan higienitas produk perikanan dan pengawasan sanitasi
secara berkala. Pengontrolan dan penanganan pencemaran dibedakan berdasarkan
bentuk dan jenis pencemar (Rusmali, 2004).
Penerapan penanganan kebersihan dan sanitasi di lingkungan pelabuhan
perikanan menurut Departemen Pertanian (2002) vide Rusmali (2004) dibagi
dalam dua hal, yaitu:
1) Penerapan kegiatan pembuatan perangkat lunak yang terdiri dari aspek
hukum dan peraturan, aspek pengelolaan kebersihan, sanitasi dan aspek
peran serta masyarakat.
2) Pengadaan sarana dan prasarana air cuci atau penanganan ikan, air
bersih/air tawar, penanganan pengolahan air limbah, drainase, dan
persampahan serta kegiatan lainnya yang dilakukan bersama-sama bidang
perawatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa pembuatan peraturan perlu diterapkan untuk
menciptakan lingkungan pelabuhan perikanan yang bersih, indah dan nyaman.
Upaya tersebut antara lain pemberian sangsi hukum yang melanggar ketentuan,
membuat slogan atau spanduk yang mendukung terciptaya kebersihan dan
melakukan kegiatan yang melibatkan masyarakat, seperti gotong royong
membersihkan
lingkungan
pelabuhan
dan
pemberian
penghargaan
bagi
masyarakat yang ikut berjasa menjaga dan menciptakan lingkungan pelabuhan
perikanan yang bersih dan nyaman. Kegiatan rehabilitasi sarana dan prasarana
harus tetap berjalan seiring dan dapat diperbaharui selalu untuk kemajuan
pemeliharaan sanitasi dan kebersihan serta pengembangan pelabuhan perikanan.
2.5 Pengelolaan Sanitasi Pelabuhan Perikanan di Negara Lain
Dalam hal standardisasi pelabuhan perikanan, Uni Eropa sudah mempunyai
suatu persyaratan yang saat ini dijadikan pegangan oleh pemerintah Indonesia.
Basket yang digunakan sebagai wadah ikan harus dikonstruksi dengan bahan yang
mudah dibersihkan. Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan
produk perikanan tersebut dari kontaminasi, tidak diizinkan peralatan dan cara
17
bongkar yang menyebabkan rusaknya nilai ikan. Aktivitas pembongkaran dan
pendaratan harus dilakukan secara cepat tanpa mengalami penundaan. Ikan
terlindung dari lingkungan suhu yang tinggi dengan menyimpannya dalam cool
room dan selalu menggunakan es selama transportasi (Lubis, 2009b).
Lubis, 2009b menyatakan bahwa tempat pelelangan ikan juga harus
dilengkapi atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan lantainya harus tahan air
dan mudah dibersihkan. Fasilitas drainase dan sistem pembuangan air kotor juga
harus memadai. Tentu saja fasilitas dan lingkungan dibuat agar sesuai dengan
persyaratan pelabuhan perikanan hygiene dan sesuai standar sanitasi atau
sanitation standard operating (SSOP).
Selanjutnya juga dikatakan bahwa modernisasi fasilitas di pelabuhan sudah
lama dilakukan di negara-negara maju untuk efisiensi sejak kapal membongkar
hasil tangkapan sampai siap dipasarkan. Basket/keranjang ikan diangkat dari
kapal dengan crane dan langsung diangkut ke TPI dengan forklift/trays atau dari
kapal perikanan disalurkan ke TPI dengan conveyor. Pencucian basket ikan telah
dilakukan dengan mesin pencuci berkapasitas 600 basket per jam, sehingga setiap
kali basket akan digunakan sudah dalam keadaan bersih. Teknologi fasilitas
penseleksian ikan juga tersedia agar ikan dapat dipilah secara cepat dan cermat.
Penimbangan ikan dilakukan secara otomatis dengan timbangan digital sehingga
lebih akurat, mudah, dan cepat.
Lubis (2009b) menyatakan bahwa di setiap pelabuhan perikanan selalu
dibangun tempat pelelangan ikan (TPI) atau auction hall di Inggris atau salle des
criées di Prancis atau fisch-auctionplatz di Jerman. Dengan demikian, jelaslah
bahwa TPI mutlak diperlukan untuk memasarkan hasil tangkapan yang didaratkan
di pelabuhan perikanan melalui proses pelelangan. Wujud fisik TPI adalah sebuah
bangunan di dekat dermaga pendaratan ikan, sebagai tempat pertemuan antara
penjual dan pembeli.
Menurut Direktrorat Standardisasi dan Akreditasi DKP (2005) vide
(Mahyuddin, 2007) dengan mengacu pada ketentuan Uni Eropa tentang penerapan
standardisasi mutu di pelabuhan perikanan adalah:
18
(1) Peralatan yang digunakan selama pembongkaran dan pendaratan harus
dikonstruksi dengan bahan yang mudah dibersihkan dengan disinfektan
serta di tempat yang bersih.
(2) Selama pembongkaran dan pendaratan, harus dihindarkan produk
perikanan tersebut dari kontaminasi dan ditangani secara khusus, antara
lain seperti: operasi pembongkaran dan pendaratan dilakukan secara
cepat; produk perikanan harus ditempatkan tanpa mengalami penundaan
dan dilindungi dari lingkungan suhu yang tinggi dan selalu menggunakan
es selama transportasi; kemudian disimpan dalam cold storage; tidak
diijinkan menggunakan peralatan dan cara penanganan yang dapat
menyebabkan rusaknya nilai gizi dari produk-produk perikanan.
(3) TPI harus dilengkapi dengan atap dan dindingnya mudah dibersihkan;
lantainya harus tahan air dan mudah dibersihkan; mempunyai fasilitas
drainase dan sistem pembuangan air kotor; peralatan harus dilengkapi
dengan fasilitas sanitasi, antara lain untuk pencucian dan kamar mandi/wc
terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan; pembersihan harus dilakukan
secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan, lantai TPI
dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam dengan menggunakan
air laut/air bersih dan harus dengan disinfektan; tidak diperkenankan
merokok, makan dan minum di area penjajakan ikan; mempunyai suplai
air bersih; khusus untuk ikan-ikan harus ditempatkan pada alat yang tidak
berkarat; produk perikanan setelah pendaratan harus aman, selama
transportasi tidak mengalami penundaan; jika produk perikanan tersebut
mengalami penundaan pendistribusian, maka harus disimpan di ruangan
dingin/cool room dalam kondisi yang baik dan pada suhu yang sesuai
daripada suhu pelelangan es/mendekati suhu pelelangan es; untuk
pedagang besar produk-produk perikanan harus dijajakan pada kondisi
yang bersih.
(4) Persyaratan pelabuhan perikanan dalam mencapai standar sanitasi dan
higienis: bangunan, fasilitas, dan lingkungan harus sesuai dengan
persyaratan pelabuhan perikanan higienis dan berstandar sanitasi.
Sanitation Standard Operating Procedured (SSOP) adalah prosedur
19
pelaksanaan standar sanitasi dan higienitas yang harus dipenuhi oleh
pelabuhan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang
ditangani. Setiap pelabuhan memiliki rencana SSOP yang tertulis dan
spesifik sesuai dengan lokasi, peralatan dan jenis penanganan serta
diterapkan secara konsisten.
(5) Penanganan mutu ikan: pengembangan fasilitas penanganan ikan-ikan
yang didaratkan di pelabuhan perikanan seperti penyediaan laboratorium
mutu hasil perikanan, penyediaan air bersih, penyediaan es dan garam,
kebersihan TPI dan alat angkut ikan, penerangan (instalasi listrik),
penyuluhan mengenai penanganan ikan, penyediaan petugas pengolahan
ikan, penyediaan data statistik penanganan ikan, keranjang ikan, WC
umum, drainase TPI yang baik, pengaturan lalu lintas orang di TPI,
penyadiaan keamanan, ketertiban dan keindahan pelabuhan serta
pengaturan petugas pelayanan penanganan ikan yang dilengkapi dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang jelas serta pengawasan
pelaksanaannya dilakukan oleh manajemen pelabuhan. Hal ini dilakukan
dengan maksud agar semua ikan yang akan didistribusikan hingga ke
tangan konsumen telah memperoleh jaminan mutu.
2.5.1 Pelabuhan perikanan di Prancis
Menurut Lubis (2010), pelabuhan perikanan di Prancis dikelola oleh
Chambre de Commerce et d’Industri (CCI) semacam Kamar Dagang dan Industri
(KADIN) di Indonesia. Berbagai jasa kepelabuhanan yang dikelola atau dilayani
oleh CCI adalah:
Pelayanan kapal/accueil des bateaux;
Pendaratan, pemasaran hasil tangkapan: TPI;
Penyediaan air tawar dan listrik, pembuangan sampah;
Perbaikan mesin kapal;
Pembangunan dan perbaikan kapal;
Pengelolaan pencucian basket ikan untuk melayani transportasi ikan dari
kapal ke TPI;
Penggunaan lahan parkir;
20
Persewaan kantor-kantor dan gedung pemasaran.
Penyaluran bahan bakar untuk kapal;
Pengecatan;
Peralatan listrik dan elektronik;
Pembuatan dan penyediaan bahan alat tangkap;
Penyaluran es;
Penyediaan garam;
Instalasi cool room: peralatan dan pemeliharaan;
Pengepakan dalam styrofoam dan pencucian basket ikan;
Penyediaan material lainnya.
Jasa sepeda;
Lubis (2010) juga menyatakan bahwa CCI ini tidak saja mengelola
pelabuhan perikanan (port de péche) tetapi juga mengelola pelabuhan niaga (port
de commerce), pelabuhan penumpang (port de transmanche) dan pelabuhan
wisata (port de plaisance). Lokasi keempat jenis pelabuhan tersebut saling
berdekatan sehingga lebih mudah dan lebih efisien dalam pengelolaannya.
Apabila pelabuhan akan mengekspor hasil tangkapannya dapat dengan mudah
mengangkutnya menuju pelabuhan niaga untuk tujuan ekspor karena lokasi kedua
pelabuhan tersebut berdampingan sehingga dapat menghemat biaya transportasi
darat. Pelabuhan perikanan juga sering berdampingan dengan pelabuhan wisata
karena kondisi perairan pelabuhan perikanan terjaga sanitasinya sehingga tidak
menimbulkan permasalahan untuk pelabuhan wisata yang selalu menghendaki
kebersihan perairan pantainya.
Menurut (Lubis et al, 2005), pelabuhan perikanan di Prancis juga menjadi
pusat pengolahan ikan untuk mendapatkan nilai tambah. Agar perusahaan olahan
ikan selalu beroperasi, maka pelabuhan harus menjamin ketersediaan bahan baku
sehingga apabila produksi pelabuhan tidak mencukupi, perlu mendatangkan dari
tempat lain. Sebagai contoh, pelabuhan Perikanan Boulogne-sur-Mer di Prancis
yang produksinya sekitar 56.000 ton pada tahun 2006, telah mampu memasarkan
ikan sebanyak 380.000 ton. Sekitar 324.000 ton diimpor dari negara lain di Eropa.
Berdasarkan data tahun 2008, di pelabuhan ini terdapat 150 perusahaan yang
bergerak di bidang pemasaran ikan segar, produk ikan beku, bentuk olahan
21
melalui pengasapan, pengalengan dan berbagai jenis makanan olahan lainnya
berbasis ikan. Saat ini pelabuhan tersebut menjadi tempat utama di Eropa dalam
pengolahan ikan.
Lubis et al., 2005 juga menyatakan bahwa penanganan sejak ikan berada di
atas kapal sampai ke konsumen di hinterland selalu menggunakan rantai dingin
(cold chain system). Hal ini dilakukan berdasarkan peraturan yang sedang berjalan
sejak 1991, yaitu aturan kebersihan di atas kapal, kondisi pengawetan ikan di atas
kapal, kondisi penanganan ikan ketika didaratkan, dan kondisi pengolahan dan
pengepakan. Ikan dengan kategori rendah tidak diperkenankan didaratkan di
pelabuhan. Jadi, langsung dikirim ke perusahaan tepung ikan atau lainnya.
Dengan demikian, hasil tangkapan yang didaratkan adalah kategori yang layak
konsumsi, sehingga pelabuhan perikanan terlihat bersih dan tidak bau amis.
Demikian pula disebutkan bahwa pengelolaan pelelangan ikan di negaranegara maju, misalnya di Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin
berkembang, sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan dalam
transaksi pelelangan tersebut, baik dalam harga maupun kualitasnya. Di banyak
negara Uni Eropa, lelang ikan saat ini telah dilakukan dengan teknologi
komputerisasi melalui sistem BIP (Borne Interactive de Pesées) atau mesin lelang
elektronik yang mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas
berdasarkan ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut
metode QIM (Qualité, Indice et Méthode). Semua informasi ditampilkan di layar
lebar dengan akurat dan cepat.
Juga dikatakan bahwa penentuan kualitas didasarkan pada karakteristik
utama ikan, yaitu mata, kulit, insang, darah, dan lendir. Lebih rendah angka yang
tertera, berarti ikan lebih segar. Dengan sistem ini, lelang dapat juga dilakukan
melalui internet dan pembeli dapat mengikuti transaksi pelelangan melalui
website. Standar lelang ini berlaku untuk negara Uni Eropa, seperti Prancis dan
Belgia. Semua aktivitas di pelabuhan berjalan secara cepat dan efisien, sejak ikan
didaratkan sampai tiba di konsumen, baik lewat pengecer maupun hypermarket.
22
2.5.2 Pasar pelelangan ikan Tsukiji di Tokyo
Ikan yang dipasarkan di Jepang sebagian besar melaui proses pelelangan di
Tokyo, Osaka, Shizuoka, Ichinomaki dan 55 pusat pelelanganyang tersebar di
Jepang. Ikan yang berasal dari luar negeri dilakukan pemeriksaan di pelabuhan
masuk oleh Divisi Sanitasi, Departemen Kesehatan. Harga ikan di pasar lelang
Tsukiji Tokyo menjadi acuan untuk harga ikan di pasar-pasar ikan yang lebih
kecil. Jumlah ikan yang terjual di pasar pelelangan ikan Tsukiji adalah 2.400 ton
per hari, merupakan jumlah yang terbesar di dunia. Jumlahnya 80 kali dari yang
dipasarkan di Muara Baru (30 ton) per hari. Jumlah sebanyak itu disiapkan untuk
12 juta penduduk Tokyo dan 33 juta orang yang bertempat tinggal di sekitar
Tokyo. Pasar pelelangan ikan yang dikelola oleh pemerintah pusat tidak ada,
namun dikelola oleh pemerintah daerah masing-masing. Luas tempat pelelangan
ikan tuna beku 3.000 m2, sedangkan untuk pelelangan tuna segar 900 m2.
Pemerintah daerah tidak berorentasi untuk memperoleh keuntungan. Sewa tempat
pelelangan di pasar ikan 530 yen (pada tahun 2009) atau seharga Rp
5.864.354,6.00 per m2 per bulan. Pengelola pasar memperoleh 0,25% dari omset
per bulan pelelangan ikan oleh toko-toko di dalam pasar ikan (Anonim 2010a).
Selanjutnya dikatakan bahwa pasar pelelangan ikan di Tsukiji merupakan
pusat grosir ikan dan seafood terbesar di dunia. Pasar ini terletak di Tsukiji,
Tokyo. Pasar Tsukiji merupakan tempat yang memiliki daya tarik bagi
pengunjung asing. Pasar ini terletak di dekat stasiun Tsukijishijō di Toei Oedo
Line dan stasiun Tsukiji di Tokyo Metro Hibiya Line. Ada dua bagian yang
berbeda dari pasar Tsukiji secara keseluruhan, yaitu “pasar dalam” dan “pasar
luar”. "Pasar dalam" (Jonai Shijo) adalah pasar grosir berlisensi, merupakan
tempat lelang dan sebagian besar pengolahan ikan berlangsung, serta terdapat
pedagang ikan berlisensi (sekitar 900 dari mereka) mengoperasikan warung kecil.
"Pasar luar" (Jogai Shijo) adalah campuran toko-toko grosir dan eceran yang
menjual berbagai kebutuhan dapur di Jepang, persediaan restoran, bahan makanan
dari laut, dan terdapat banyak restoran, terutama restoran sushi.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji dibuka paling pagi (kecuali hari Minggu dan
hari libur lainnya) pukul 3:00 waktu setempat (WS) dengan kedatangan produk
melalui angkutan kapal, truk dan pesawat dari seluruh dunia. Aktivitas yang
23
paling utama adalah bongkar muat beberapa ton tuna beku. Di tempat pelelangan
(grosir, atau di Jepang dikenal sebagai oroshi gyōsha) dilakukan pengontrolan
mutu dan penyiapan produk-produk yang masuk untuk dijual. Pembeli (berlisensi)
yang berpartisipasi dalam lelang juga memeriksa ikan untuk memperkirakan ikan
yang ingin mereka beli dengan harga yang sesuai. Kegiatan lelang biasanya mulai
sekitar pukul 5:20 WS, penawaran hanya dapat dilakukan oleh peserta pembeli
yang berlisensi. Penawar ini termasuk grosir menengah (nakaoroshi gyōsha) yang
mengoperasikan kios di pasar dan pembeli berlisensi lain yang merupakan agen
untuk restoran, perusahaan pengolah makanan, dan pengecer besar. Kegiatan
lelang biasanya berakhir sekitar pukul 11:00 WS, setelah itu ikan yang telah dibeli
diangkut dengan menggunakan truk untuk dikirim ke tempat tujuan berikutnya
atau menggunakan gerobak kecil untuk dipindahkan ke berbagai toko di dalam
pasar. Ada pemilik toko yang memotong-motong dan menyiapkan hasil tangkapan
untuk diecer. Biasanya ikan besar, misalnya ikan tuna dan ikan todak,
pemotongan dan persiapannya cukup rumit. Tuna beku dan ikan todak sering
dipotong dengan gergaji besar, dan tuna segar dipotong dengan pisau panjang
(panjangnya lebih dari satu meter) yang disebut hocho oroshi, maguro-bocho,
atau hancho hocho. Aktivitas pasar paling padat yaitu sekitar pukul 5:30-8:00
WS, selanjutnya aktivitas menurun secara signifikan sesudahnya. Banyak toko
yang mulai tutup sekitar pukul 11.00 WS, dan pasar ditutup untuk dibersihkan
sekitar pukul 13:00 WS. Inspektur dari Pemerintah Kota Tokyo mengawasi
kegiatan di pasar untuk menegakkan peraturan mengenai Food Hygiene (Anonim
2010b).
Demikian juga dikatakan bahwa berbagai permasalahan yang timbul
berkaitan dengan peningkatan jumlah pengunjung (termasuk masalah pengelolaan
sanitasi seperti masalah pengendalian suhu yang disebabkan oleh masuk dan
keluarnya sejumlah besar orang yang tidak berwenang, dan permasalahan dengan
pengunjung yang menghambat aktivitas lelang dan aktivitas perdagangan
lainnya), terutama pada kegiatan lelang yang diselenggarakan pagi hari di
kawasan tuna grosir. Berdasarkan alasan ini, pengunjung saat ini tidak diizinkan
untuk memasuki kawasan tuna grosir. Pengunjung akan diminta untuk sangat
berhati-hati dan waspada saat mereka melakukan kunjungan ke pasar Tsukiji. Hal
24
ini bertujuan untuk mencegah segala jenis hambatan dalam kegiatan perdagangan
dan untuk menjamin keamanan pangan, daerah ini tertutup bagi pengunjung dan
tidak di perbolehkan masuk pada pagi hari karena pasar sangat sibuk dengan truk,
forklift, dan kendaraan kecil yang bergerak di daerah sekitarnya. Pengunjung
diperbolehkan masuk ke pasar sekitar pukul 09:00 WS. Sistem pelelangan ikan di
pasar Tsukiji sudah modern, sistem komputarisasi yang diterapkan akan
memberikan informasi lengkap mengenai berat, jenis ikan, dan kategori kualitas
ikan yang sesuai dengan standar yang berlaku di Tokyo.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji memainkan peranan penting dalam distribusi
produk perikanan kepada warga Jepang. Pukul 03:00 WS pasar mulai menerima
pengiriman ikan segar dan produk lainnya yang didatangkan dari berbagai belahan
dunia dengan menggunakan truk, pesawat terbang maupun kapal sampai larut
malam. Pukul 5:00 WS sebelum fajar, petugas melakukan persiapan untuk
memulai kegiatan lelang, pedagang pembeli dengan hati-hati memeriksa kualitas
barang dan estimasi harga. Pukul 05:20 WS ikan-ikan segera dilelang oleh juru
lelang. Para pedagang pembeli membawa ikan-ikan yang mereka beli untuk dijual
di kios-kios mereka sendiri. Pukul 8.00 WS pedagang pengecer memuat ikan-ikan
yang mereka beli di tempat lelang atau dari pembeli ke dalam truk mereka dan
membawanya kembali ke toko masing-masing di kota. Sekitar pukul 8:00 WS
sampai pukul 10:00 WS banyak orang yang datang dan pergi di sekitar pelelangan
pasar ikan yang mengakibatkan pasar tersebut menjadi sangat ramai. Pukul 11:00
WS para pedagang mulai merapikan toko mereka, hal ini menandakan waktu
penutupan pasar sudah dekat. Pada pukul 13:00 WS, pasar dibersihkan.
Tumpukan styrofoam dikumpulkan kemudian dibersihkan oleh truk sprinkler
dengan penyemprotan air dan dibawa untuk di daur ulang. Pasar yang sudah
dibersihkan siap dipakai lagi untuk transaksi pelelangan ikan di hari berikutnya
(Anonim 2010c).
Selanjutnya disebutkan bahwa pasar pelelangan ikan Tsukiji merupakan
sebuah tempat yang memiliki usaha yang serius dalam bidang perikanan, oleh
karena itu penting bagi setiap pengunjung untuk tidak melakukan tindakan yang
mengganggu dengan mengikuti aturan-aturan sebagai berikut:
25
1) Dilarang memasuki daerah yang tidak diperbolehlan, kecuali petugas yang
berwenang;
2) Dilarang menghalangi lalu lintas;
3) Dilarang membawa tas besar atau koper ke pasar;
4) Dilarang memasuki pasar memakai sepatu atau sandal dengan hak tinggi;
5) Dilarang membawa anak kecil atau binatang peliharaan;
6) Dilarang merokok di pasar;
7) Dilarang menyentuh yang tidak diperbolehkan.
Pasar pelelangan ikan Tsukiji memiliki unit inspeksi sanitasi, unit ini
melakukan pembimbingan, pengawasan, dan pemeriksaan terhadap ikan dan
produk perikanan. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Sanitasi Produk
Makanan yang ditetapkan di Tokyo dalam rangka menjaga hygienitas produk
perikanan. Unit sanitasi ini juga memiliki peran yang besar dalam mengelola
kebersihan tempat pelelangan ikan, agar mutu ikan tetap terjaga (Anonim 2010d).
Sebagian besar negara-negara di dunia memiliki sistem untuk menjamin
mutu ikan dan produk perikanan dengan ketentuan-ketentuan standar yang
berlaku di negara masing-masing guna melindungi konsumen. Seperti halnya
peraturan mengenai sanitasi tempat pelelangan ikan yang diterapkan oleh pasar
Tsukiji di Tokyo, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas ikan, distribusi
dan konsumsi, serta membantu konsumen dalam pemilihan ikan yang layak
konsumsi. Peraturan yang diterapkan di pasar Tsukiji ini disertai dengan
pengawasan yang ketat dari pihak yang berwenang. Hal ini bertujuan agar
peraturan yang sudah dibuat dapat diterapkan oleh seluruh pelaku pemasaran.
Negara Indonesia sebenarnya sudah memiliki peraturan yang cukup bagus
mengenai pengelolaan sanitasi pelabuhan perikanan khususnya di tempat
pelelangan ikan, peraturan tersebut terdapat pada keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. KEP. 01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi,
persyaratan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
26
2.5.3 Pelabuhan perikanan Bremerhaven di Jerman
Pelabuhan Perikanan Bremerhaven didirikan pada tahun 1827 dengan alasan
bahwa Sungai Western yang ada di Jerman dinilai terlalu dangkal untuk
bersandarnya kapal-kapal besar yang ada di kota ini. Saat ini pelabuhan perikanan
Bremerhaven merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Jerman, dengan panjang
sekitar 1,5 km dan lebarnya sekitar ¾ mil, mencakup luas total sekitar 720 hektar.
Pada tahun 1967, hampir 200.000 ton ikan mendarat di Pelabuhan Perikananan
Bremerhaven. Hal ini menunjukkan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven
memiliki peranan penting dalam memasok hasil tangkapan ke pasar yang ada di
Eropa Tengah (Dopplinger, 1968).
Kemudian dikatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Bremerhaven memiliki
fasilitas galangan kapal dan fasilitas perbaikan jaring yang cukup luas. Area ini
merupakan milik Pemerintah Bremen yang disewakan kepada "Fischereihafen
Betriebsgesellschaft" (perusahaan yang bergerak di bidang pelabuhan perikanan)
dimana operasi dan pemanfaatannya termasuk semua peralatan industri berbasis
lahan dibangun oleh Pemerintah Bremen. Pelabuhan Perikanan Bremerhaven
memiliki syarat dan ketentuan umum dalam melakukan kerjasama dengan setiap
perusahaan swasta yang ingin bergabung dalam melakukan usaha perikanan.
Peraturan tersebut terdiri dari:
a. Administrasi dan pemeliharaan aset fisik pelabuhan perikanan (seperti ruang
lelang dan pengepakan, jalan, sistem kanalisasi, penyewaan bangunan di
area pelabuhan, kebutuhan listrik di pelabuhan, dan pasokan air bersih);
b. Adanya pengawasan terhadap semua kegiatan yang berhubungan dengan
penanganan ikan yang baik, pelelangan ikan, pembagian hasil lelang,
ketersediaan pasokan ikan ekonomis tinggi dan produk laut lainnya;
c. Adanya dukungan untuk langkah-langkah mempromosikan industri
perikanan dan penjualan produk-produk perikanan.
Dopplinger, 1968 juga mengatakan bahwa rutinitas kegiatan pelelangan ikan
di Pelabuhan Perikanan Bremerhaven disesuaikan dengan persyaratan yang
berlaku di negara tersebut. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan penangkapan ikan,
pendaratan ikan, penyortiran ikan, penimbangan sampai dengan penempatan ikan
kedalam keranjang ikan. Kegiatan pelelangan ikan biasanya dimulai pada pukul
27
07.00 waktu setempat (WS). Proses pelelangan ikan yang berlangsung cukup
cepat, bisanya pelelangan selesai pada pukul 08.00 WS.
Selanjutnya dikatakan bahwa setelah proses pelelangan ikan selesai, ikanikan langsung diangkut ke pabrik pengolah ikan yang ada di sekitar pelabuhan
atau ke perusahaan-perusahaan ikan yang ada di luar Pelabuhan Bremerhaven.
Hasil tangkapan yang akan didistribusikan ke perusahaan di luar pelabuhan
biasanya diangkut dengan menggunakan truk berpendingin. Kondisi sanitasi di
Pelabuhan Perikanan Bremerhaven ini dinilai cukup bersih, baik di bagian luar
maupun di bagian dalam ruang pelelangan ikan. Ruang pelelangan ikan dinilai
cukup terlindung, pelaku pelelangan ikan dinilai tertib dan ikan yang dilelang
dinilai jauh dari kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan. Secara keseluruhan,
pelabuhan perikanan Bremerhaven menunjukan suatu bentuk usaha perikanan
yang terorganisir dengan disertai fasilitas penanganan ikan yang cukup baik.
2.5.4 Peraturan sanitasi menurut Codex Alimentarius 2009
Codex Alimentarius 2009 merupakan suatu badan hukum antar negara yang
memiliki anggota lebih dari 180 negara, yang bergerak dalam program
standardisasi suatu produk makanan yang didirikan oleh FAO (Food And
Agriculture Organization of the United Nation) dan WHO (World Health
Organization), dengan tujuan menjaga kesehatan para konsumen dan menjamin
praktek perdagangan makanan yang sesuai persyaratan. Peraturan tersebut juga
dibuat dengan mempertimbangkan koordinasi dari semua negara berkenaan
dengan standardisasi suatu produk makanan berskala internasional. Selain itu,
Codex Alimentarius 2009 juga mengatur mengenai hasil tangkapan dan produk
perikanan yang bertujuan untuk mengatur semua hal yang berhubungan dengan
penanganan, produksi, penyimpaan, distribusi, ekspor, impor, serta penjualan
hasil tangkapan dan produk perikanan. Peraturan ini akan membantu dalam
mencapai keamanan dan kegunaan produk perikanan sehingga bisa dijual di pasar
nasional dan internasional.
Peraturan yang tercantum dalam Code of Practice for Fish and Fishery
Products (Codex Alimentarius, 2009) tersebut terdiri dari:
28
1) Konstruksi bangunan: permukaan dinding dan batas dinding dengan lantai
harus terbuat dari bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan; fasilitas
yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus, tahan
karat, dan mudah dibersihkan; lantai harus mudah dibersihkan dan disertai
dengan sistem drainase yang memadai; penerangan di area penanganan
ikan harus cukup; langit-langit atau atap dan semua perlengkapan harus
dapat mencegah akumulasi kotoran, menghambat pertumbuhan jamur dan
jatuhnya partikel; serta setiap bak pencuci atau fasilitas lainnya yang
disediakan untuk mencuci hasil tangkapan harus memiliki pasokan air
yang cukup sesuai persyaratan dan harus tetap bersih.
2) Saluran pembuangan: saluran pembuangan harus mampu menampung
sampah/limbah dalam jumlah yang banyak; akumulasi limbah padat, semi
padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi.
3) Pasokan air: pasokan air bersih harus cukup dan air yang digunakan untuk
mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi.
4) Es: harus diproduksi dengan menggunakan air bersih dan harus terlindung
dari kontaminasi.
5) Penanganan limbah/sampah: limbah/sampah harus dijauhkan dari area
penanganan dan pengolahan ikan; dan fasilitas untuk menampung
sampah/limbah harus dipelihara dengan baik.
6) Kebersihan pelaku: para pelaku penanganan ikan harus dibiasakan
mencuci tangan pada awal penanganan ikan dan saat kembali memasuki
area pengolahan, serta segera setelah menggunakan toilet; dan para pelaku
di area penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan,
bersin dan batuk pada saat hasil tangkapantidak ditutup, memakai
perhiasan yang menimbulkan ancaman bagi keselamatan.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Maret 2011. Lokasi penelitian
dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah studi kasus. Aspek yang diteliti
adalah terbatas pada aspek pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS
Nizam Zachman Jakarta. Pada aspek tersebut akan diteliti kondisi aktual sanitasi
tempat pelelangan ikan, aktivitas pelelangan terkait dengan sanitasi, fasilitas
terkait sanitasi, dan upaya pihak pengelola terkait sanitasi tempat pelelangan ikan.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dan kuantitatif baik sifatnya
primer maupun sekunder. Pada penelitian ini dilakukan observasi lapangan,
pengisisan kuesioner/wawancara dan pengumpulan data sekunder.
Pada observasi lapang dilakukan pengamatan langsung terhadap (a)
kondisi sanitasi di tempat pelelangan ikan, (b) aktivitas pelelangan ikan sebagai
aktivitas yang terkait dengan sanitasi di tempat pelelangan ikan, meliputi aktivitas
pemindahan ikan dari dermaga ke TPI, proses pemasaran/pelelangan di TPI
sampai dengan ikan diangkut ke luar TPI, dan (c) pengaruh kondisi sanitasi
tempat pelelangan ikan terhadap kualitas ikan yang didaratkan.
Wawancara dilakukan terhadap responden yang terkait aktivitas sanitasi di
tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta seperti pengelola TPI,
nelayan, pedagang ikan, pengolah ikan, dan pengelola PPS Nizam Zachman
Jakarta. Wawancara meliputi aktivitas, fasilitas, dan kebijakan yang terkait
dengan sanitasi tempat pelelangan ikan yaitu (a) penyebab rinci terjadinya
pengaruh sanitasi yang dapat menimbulkan dampak sesuai asal aktivitas dan
pelaku. Aktivitas meliputi proses aktivitas sebagaimana telah dikemukakan di atas
yaitu meliputi aktivitas pemindahan ikan dari dermaga ke TPI, proses
pemasaran/pelelangan di TPI sampai dengan ikan diangkut ke luar TPI. Pelaku
meliputi
nelayan
(pemilik/penjual
hasil
tangkapan,
nakhoda,
ABK),
pembeli/pedagang ikan (pedagang besar/sedang/kecil) dan pelaku lainnya (para
30
petugas, pengunjung, pedagang makanan) yang melakukan atau terkait dengan
proses aktivitas di atas, dan (b) upaya pengelolaan sanitasi yang telah dilakukan
oleh pihak pengelola TPI. Metode penentuan responden dilakukan secara
purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 11 orang yang terdiri dari
pihak
pengelola
TPI
sebanyak
2
orang,
pengelola
pelabuhan
bagian
pengembangan mutu sebanyak 3 orang, serta nelayan, pedagang dan pengolah
ikan yang masing-masing berjumlah 2 orang.
Pengumpulan data sekunder yang dilakukan berupa peraturan-peraturan
dan program Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, khususnya Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta terkait kebijakan mengenai
pengelolaan sanitasi di tempat pelelangan ikan. Data sekunder diperoleh dari
instansi-instansi terkait seperti Koperasi Primer Muara Baru, studi pustaka, dan
sumber lainnya dari pengelola pelabuhan bagian pengembangan mutu disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Data yang dikumpulkan pada saat penelitian
Kelompok Data
1. Data Utama
1.1 Data primer
Data yang akan dikumpulkan
1. Aktivitas pengangkutan
- Pengangkutan dari dermaga
ke TPI
- Sarana pengangkutan
- Para pelaku yang melakukan
pengangkutan
2. Aktivitas pemasaran/pelelangan
- Proses pemasaran di TPI
- Penanganan ikan di TPI
- Waktu dan lama pelelangan
- Para pelaku dalam proses
pemasaran/pelelangan
3. Kondisi sanitasi di tempat
pelelangan ikan
- Kondisi kebersihan, bau
- Penanganan/pengelolaan
sanitasi dan para pelakunya
- Ketersediaan fasilitas
sanitasi/fasilitas pembuangan
- limbah (kapasitas,
penggunaannya saat ini)
Cara pengambilan
data
Pengamatan dan
Wawancara
Pengamatan dan
Wawancara
Pengamatan dan
Wawancara
31
Tabel 2 (lanjutan):
Kelompok Data
Data yang Akan Dikumpulkan
Frekuensi pencucian TPI
Kondisi ikan yang ada di
gedung TPI
- Jumlah potongan ikan
tercecer per satuan waktu,
per satuan luas TPI
4. Upaya pengelolaan sanitasi yang
baik
- Upaya yang dilakukan oleh
pihak pelabuhan khususnya
pengelola TPI di PPS Nizam
Zachman Jakarta dalam
mengelola sanitasi
Cara
Pengambilan
Data
-
1.2 Data sekunder
2. Data tambahan
1. Aktivitas pengangkutan
- Jenis dan jumlah fasilitas
pengangkutan
2. Aktivitas pemasaran/pelelangan
- Jenis dan jumlah fasilitas
pelelangan
3. Kondisi sanitasi
- Jumlah dan kapasitas fasilitas
sanitasi
Fasilitas PPSNZJ
- Peta lokasi, lay out PPSNZJ
dan fasilitasnya
- ukuran dan kapasitas fasilitas
TPI dan parkir
Wawancara
Pengamatan dan
Wawancara
Pengamatan dan
Wawancara
Pengamatan dan
Wawancara
UPT PPSJ
UPT PPSJ
3.3 Analisis Data
Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menjawab tujuan dari penelitian.
1) Perolehan informasi mengenai aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
sanitasi dan dampak sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman
Jakarta, berupa hasil pengamatan lapangan dan wawancara pada saat
pengamatan, dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif (menggunakan perhitungan rata-rata/kisaran dan analisis grafik).
2) Untuk mengetahui bentuk pengelolaan sanitasi yang baik bagi tempat
pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta dilakukan analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif terhadap hasil pengamatan lapangan dan wawancara.
32
Analisis komparatif dilakukan dengan membandingkan dalam bentuk tabulasi
mengenai pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam
Zachman Jakarta dengan literatur. Informasi mengenai bentuk pengelolaan
sanitasi tempat pelelangan ikan di PPSNZJ dilakukan tabulasi antara
kegiatan/aktivitas terhadap dampak sanitasi yang ditimbulkan dan upaya
pengelolaannya.
3) Untuk mendapatkan alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat
pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta yang berstandar Internasional,
dilakukanan analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan bagaimana
pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta
dengan pengelolaan sanitasi berdasarkan pendekatan terhadap peraturan yang
tercantum dalam Code of Practice for Fish and Fishery Products (Codex
Alimentarius, 2009) dan peraturan yang tercantum dalam Regulation (EC) No
852/2004 of the European Parliament and of the Council of 29 April 2004 on
the hygiene of foodstuffs. Peraturan tersebut terdiri dari:
(1) Konstruksi bangunan
a. Permukaan dinding dan batas dinding dengan lantai harus terbuat dari
bahan yang kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang
halus, tahan karat, dan mudah dibersihkan;
c. Lantai harus mudah dibersihkan dan disertai dengan sistem drainase
yang memadai;
d. Penerangan di area penanganan ikan harus cukup;
e. Langit-langit atau atap dan semua perlengkapan harus dapat mencegah
akumulasi kotoran, menghambat pertumbuhan jamur dan jatuhnya
partikel;
f. Setiap bak pencuci atau fasilitas lainnya yang disediakan untuk
mencuci hasil tangkapan harus memiliki pasokan air yang cukup
sesuai persyaratan dan harus tetap bersih.
(2) Saluran pembuangan
a. Saluran pembuangan harus mampu menampung sampah/limbah dalam
jumlah yang banyak;
33
b. Akumulasi limbah padat, semi padat atau cair harus diminimalisir
untuk mencegah kontaminasi.
(3) Pasokan air
a. Pasokan air bersih harus cukup;
b. Air yang digunakan untuk mencuci hasil tangkapan harus terhindar
dari kontaminasi.
(4) Es
a. Harus diproduksi dengan menggunakan air bersih;
b. Harus terlindung dari kontaminasi.
(5) Penanganan limbah/sampah
a. Limbah/sampah
harus
dijauhkan
dari
area
penanganan
dan
pengolahan ikan;
b. Fasilitas untuk menampung sampah/limbah harus dipelihara dengan
baik.
(6) Kebersihan pelaku
a. Para pelaku penanganan ikan harus dibiasakan mencuci tangan pada
awal penanganan ikan dan saat kembali memasuki area pengolahan,
serta segera setelah menggunakan toilet;
b. Para pelaku di area penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok,
meludah, makan, bersin dan batuk pada saat hasil tangkapantidak
ditutup, memakai perhiasan yang menimbulkan ancaman bagi
keselamatan.
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara
4.1.1
Letak dan keadaan geografis Jakarta Utara
Wilayah Jakarta Utara dibatasi dengan batas sebagai berikut: sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Jawa dengan koordinat 106029’ BT-150 10’ LS dan 1060
07’ BT-050 10’ LS. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dati II
Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat. Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Dati II Bekasi. Secara geografis, kawasan Jakarta Utara terletak pada
06053’ LU-06011’ LU dan 106042’ BT-106057’ BT (------, 2010) vide (Hadi, 2011).
Selanjutnya dikatakan bahwa wilayah kotaJakarta Utara mempunyai luas
7.133,51 km2, terdiri dari luas lautan 6.979,4 km2 dan luas daratan 154,11 km2.
Daratan Jakarta Utara membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35
km, menjorok ke darat antara 4 s/d 10 km, dengan kurang lebih 110 pulau yang
ada di Kepulauan Seribu. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 s/d 20 meter,
dari tempat tertentu ada yang berada dibawah permukaan laut yang sebagian besar
terdiri dari rawa-rawa/empang air payau.
Menurut Anonim (2011a), luas tanah daratan Jakarta Utara sebesar 154,11
km2, dengan rincian 47,58% untuk perumahan, 15,87% untuk areal industri,
8,89% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan
lahan pertanian, lahan kosong dan sebagainya. Sementara luas lahan berdasarkan
status kepemilikan dapat dirinci sebagai berikut: status hak milik 13,28%, Hak
Guna Bangunan (HGB) sekitar 29,04% dan 57,68% digunakan untuk lainnya
yang masih berstatus Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan non sertifikat. Wilayah
Jakarta Utara terdiri atas beberapa kecamatan seperti Kecamatan Penjaringan,
Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, Kecamatan Cilincing, Kecamatan
Pademangan dan Kecamatan Kelapa Gading.
Selanjutnya dikatakan bahwa topografi wilayah Jakarta Utara sebagian
besar terdiri dari daratan hasil dari pengukuran rawa-rawa yang mempunyai
ketinggian rata-rata 0 s/d 1 diatas permukaan laut terutama disepanjang pantai.
Wilayah Pesisir Utara DKI Jakarta tersebut mengelilingi perairan Teluk Jakarta
35
yang jika dilihat dari kondisi topografinya merupakan suatu bagian kecil dari
kondisi Laut Jawa yang memiliki kemiringan pantai yang landai. Kondisi perairan
lautnya mempunyai gelombang laut yang relatif tidak besar dan kedalaman laut
yang relatif dangkal.
Kemudian dikatakan bahwa wilayah kota Jakarta Utara merupakan pantai
beriklim panas, dengan suhu rata-rata 27° C, curah hujan setiap tahun rata-rata
142,54 mm dengan maksimal curah hujan pada bulan September. Kondisi wilayah
yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 13 (tiga belas) sungai dan
2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir,
baik kiriman maupun banjir karena air pasang laut.
Wilayah Jakarta Utara beriklim panas, suhu rata-rata sepanjang tahun 270C
karena terletak di daerah khatulistiwa, sehingga wilayah Jakarta Utara dipengaruhi
angin Muson Timur yang terjadi pada bulan Mei s/d Oktober dan Muson Barat
sekitar bulan Nopember s/d April (Anonim, 2011b).
Di suatu daerah pantai yang memiliki kemiringan yang landai umumnya
baik untuk berkumpulnya aktivitas kenelayanan atau perikanan tangkap.
Kedalaman laut yang relatif dangkal biasanya dibangun pelabuhan perikanan
dengan dermaga yang lebih menjorok ke arah laut, atau kolam pelabuhan yang
dilindungi oleh breakwater atau pemecah gelombang.
4.1.2
Kependudukan Kota Jakarta Utara
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Jakarta Utara
tercatat sebanyak 1.645.312 jiwa, yang terdiri atas 824.159 laki-laki dan 821.153
perempuan. Sekitar 81,51% dan penduduk tersebut tersebar di empat kecamatan,
dengan sebaran terbanyak di Kecamatan Tanjung Priok sebesar 22,80%,
kemudian diikuti Kecamatan Cilincing sebesar 22,57%, Kecamatan Penjaringan
sebesar 18,62%, dan Kecamatan Koja sebesar 17,52%. Kecamatan Pademangan
dan Kelapa Gading sebaran penduduknya berada dibawah 10%. Rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Jakarta Utara adalah sebanyak 11.219 jiwa per km2.
Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan
Koja sebesar 23.529 jiwa per km2 sedangkan yang paling rendah adalah
Kecamatan Penjaringan sebesar 6.748 jiwa per km2 (BPS, 2011).
36
Tabel 3 Jumlah dan sex ratio penduduk di kota Jakarta Utara menurut kecamatan
dan jenis kelamin tahun 2000-2010
Penduduk
Laki-laki + Sex
Laki-laki
Perempuan
perempuan ratio
1. Penjaringan
152.584
153.767
306.351 99
2. Pademangan
76.962
72.634
149.596 106
3. Tanjung Priok
189.757
185.438
375.195 102
4. Koja
141.465
288.226
104
5. Kelapa Gading
73.103
81.465
154.568 90
6. Cilincing
184.992
186.384
371.376 99
Jakarta utara
824.159
821.153
1.645.312 100
Keterangan: L = Laju pertumbuhan penduduk dalam % tahun 2000-2010
Sumber: BPS Jakarta Utara, 2011
Kecamatan
L
1,99
1,66
1,03
1,54
0,33
1,99
1,49
Secara umum, sex ratio penduduk Jakarta Utara pada tahun 2000-2010
adalah sebesar 100 yang artinya jumlah penduduk laki-laki sama banyak
dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat
100 (Tabel 6) laki-laki. Sex ratio terbesar terdapat di Kecamatan Pademangan
sebesar 106 dan yang terkecil terdapat di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 90.
Laju pertumbuhan penduduk Jakarta Utara per tahun selama sepuluh tahun
terakhir (2000-2010) sebesar 1,49%. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi
terdapat di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing masing-masing sebesar 1,99%,
sedangkan yang terendah di Kecamatan Kelapa Gading sebesar 0,33%. Laju
pertumbuhan penduduk Kecamatan Pademangan dan Koja besarnya hampir sama,
yaitu sebesar 1,66% dan 1,54%. Laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Tanjung
Priok sebesar 1,03%.
Laju pertumbuhan penduduk di Jakarta Utara selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Semakin banyaknya jumlah penduduk di Jakarta Utara
memungkinkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap ikan
sehingga berpeluang juga terhadap meningkatnya hasil tangkapan di PPS Nizam
Zachman Jakarta. Kualitas hasil tangkapan harus tetap terjaga meskipun jumlah
permintaan dari masyarakat semakin meningkat, salah satunya adalah dengan cara
tetap menjaga kebersihan atau sanitasi terhadap hasil tangkapan dan fasilitasfasilitas di pelabuhan perikanan.
37
4.2 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) terletak
di Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, yaitu
berada di 060 25’ LS dan 1060 5’ BT. Luas areal secara keseluruhan sekitar 98 ha.
Luas tersebut dibagi kedalam tiga areal yaitu kawasan industri 48 ha, areal
fasilitas Perum dan UPT PPSNZJ 10 ha dan kolam pelabuhan 40 ha. Letak
pelabuhan ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa (Teluk Jakarta) di sebelah
Utara, Pelabuhan Sunda Kelapa di sebelah Timur, Kecamatan Penjaringan di
sebelah Selatan dan Pantai Seruni kawasan Waduk Pluit di sebelah Barat
(PPSNZJ, 2010).
4.2.1
Sejarah dan latar belakang berdirinya PPS Nizam Zachman Jakarta
Perencanaan pembangunan PPS Nizam Zachman Jakarta dimulai sejak
tahun 1972. Pembangunan ini dilatarbelakangi oleh tidak terdapatnya pelabuhan
perikanan di Jakarta yang mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung
produk-produk perikanan. Pembangunan tersebut berada dibawah pimpinan
pemerintah Jepang melalui Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) of
Japan yang sekarang dikenal dengan nama Japanese International Cooperation
(PPSNZJ, 2010).
Selanjutnya dikatakan bahwa pada tahun 1977 pemerintah Indonesia dan
Jepang mencapai kesepakatan untuk membiayai pembangunan bersama-sama.
Biaya pembangunan bersumber pada biaya pemerintah Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) dan dana bantuan pinjaman lunak dari Jepang melalui
Overseas Economic Cooperation Fund (OECF). Pembangunan ini melibatkan
Pasific Consultants International dari Jepang yang bekerja sama dengan PT.
Inconeb dari Indonesia sebagai perencana teknis pelabuhan.
Menurut Hardono (2009), Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Jakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan dan Perikanan
yang berada dibawah dan bertangggung jawab kepada Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) diresmikan
pada tanggal 17 Juli 1984, semula PPSJ berbentuk Project Management Unit
(PMU), seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa khususnya
38
dibidang perikanan, maka pada tahun 1990 dibentuk Perum Prasarana Perikanan
Samudera yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas–fasilitas pelabuhan
perikanan yang bersifat komersial, sedangkan UPT Pelabuhan Perikanan
Samudera Jakarta mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
tugas–tugas umum pemerintahan di pelabuhan perikanan. Sesuai dengan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.04/MEN/2004 tentang Perubahan
Nama PPS Jakarta menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Jakarta, maka sampai sekarang nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta
(PPSJ) berubah menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
(PPSNZJ).
Adapun tahap-tahap pembangunan PPSNZJ adalah sebagai berikut (Perum
PPSNZJ, 2001):
1) Pembangunan tahap I (5 Maret 1980-31 Desember 1982)
Pekerjaan pembangunan ini meliputi pembangunan fasilitas dasar yaitu
pengerukan kolam pelabuhan, dermaga, penahan gelombang (breakwater),
lampu navigasi, dan turap reklamase tanah.
2) Pembangunan tahap II (22 Maret 1982-31 Maret 1984)
Pembangunan tahap ini meliputi pembangunan fasilitas fungsional yaitu
gedung pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga
tempat bongkar muat ikan, mesin-mesin pendingin, pembangkit listrik,
galangan kapal dan sarana-sarana pelengkap lainnya.
3) Pembangunan tahap III (1984-1988)
Pembangunan sistem rantai dingin sebagai fasilitas penunjang. Fasilitas yang
dibangun adalah pos polisi, jalan kompleks PPS Nizam Zachman Jakarta,
perkantoran, hotel, mesjid, pertokoan dan tempat proses ikan. Pada tahun
1988-1992 dibangun perpanjangan dermaga (150 m), perluasan cold storage,
kantor cabang Perum PPS Nizam Zachman Jakarta, gedung pemasaran ikan,
tempat penginapan, dua transit sheeds, MCK, dan industri pengolahan ikan.
4) Pembangunan tahap IV (1984-1997)
Pembangunan tahap IV lebih ditujukan pada peningkatan kebersihan dan
hygienitas di kawasan pelabuhan guna meningkatkan mutu produksi hasil
39
perikanan, pengantisipasian jumlah kapal yang semakin meningkat, dan
pemberian layanan jasa yang lebih baik pada konsumen. Pekerjaan pada tahap
ini meliputi:
1) Fasilitas pelabuhan, seperti pembersihan air kolam, perbaikan reverment,
reklamasi, pembuatan dermaga dengan kedalaman 7,5 m, pengerukan
kolam pelabuhan, perbaikan tanah kawasan pelabuhan, dan pengadaan
slipways.
2) Bangunan dan sarana lainnya antara lain rehabilitasi gedung TPI,
pembangunan kantor UPT, menara kontrol, kamar mandi dan WC,
perbaikan bangunan yang ada, jalan, tempat parkir, penghijauan, drainase,
penanganan limbah, instalansi air laut, penampungan sampah, instalansi
listrik dan penerangan jalan, suplai air dari penampungan, serta tempat
perbaikan jaring dan penjemuran.
3) Perlengkapan sarana seperti box sampah, battery forklift, dissel forklift,
crane, truck dan komputer.
Selanjutnya dikatakan bahwa tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman
Jakarta adalah:
1) Menciptakan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat;
2) Memberikan pelayanan yang cepat dan tepat waktu sesuai keinginan
pengguna jasa;
3) Memberikan kesempatan yang sama kepada pengguna jasa pelabuhan
didalam memperoleh fasilitas pelayanan dan
4) Melakukan pengaturan terhadap kapal-kapal perikanan serta pemakai jasa
lainnya di dalam kawasan pelabuhan sesuai dengan lahan peruntukannya.
Tujuan operasional PPS Nizam Zachman Jakarta adalah:
1) Mengembangkan skala usaha industri perikanan dengan lingkungan yang
mendukung;
2) Meningkatkan peran serta masyarakat perikanan yang berkaitan dengan
lingkungan dan diversifikasi usaha perikanan;
3) Mengembangkan sistem pengolahan hasil perikanan;
4) Mengembangkan sistem perolehan data dan informasi perikanan;
40
5) Mengembangkan
sistem
pengawasan
dan
pengendalian
sumberdaya
perikanan;
6) Pemberdayaan SDM;
7) Mengembangkan sarana/fasilitas lahan; dan
8) Mengembangkan sistem administrasi keuangan.
Adapun visi PPS Nizam Zachman Jakarta adalah: “Terwujudnya Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta sebagai pusat pertumbuhan dan
pengembangan ekonomi perikanan terpadu”. Visi pelabuhan perikanan samudera
merupakan bagian integral dari visi Departemen Kelautan dan Perikanan. Visi ini
merupakan kesepakatan bersama antara seluruh staf, instansi terkait dan swasta
yang beroperasional di kawasan pelabuhan. Misi PPS Nizam Zachman Jakarta
adalah:
1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif;
2) Memberdayakan masyarakat perikanan;
3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah;
4) Menyediakan data dan informasi perikanan; dan
5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan.
Tujuan operasional PPS Nizam Zachman Jakarta tersebut merupakan
penjelasan dari tugas pokok dan fungsi serta misi yang sudah ditetapkan. Seperti
yang telah disebutkan di atas, bahwa salah satu tujuan pembangunan PPS Nizam
Zachman Jakarta adalah menciptakan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat,
sedangkan tujuan operasionalnya adalah meningkatkan peran serta masyarakat
perikanan yang berkaitan dengan lingkungan dan diversifikasi usaha perikanan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan cara menjaga sanitasi dan
kebersihan di lingkungan pelabuhan perikanan khususnya di tempat pelelangn
ikan. Keberadaan pelabuhan perikanan termasuk TPI yang bersih dan sehat
lingkungannya adalah sangat diperlukan. Sebagai contoh, TPI sebagai pusat
pemasaran dan penanganan hasil tangkapan yang didaratkan di suatu pelabuhan
perikanan, memerlukan lingkungan yang bersih dan sehat tidak hanya bagi
kepentingan para pelaku yang beraktivitas di dalamnya namun juga perlu dalam
rangka menjaga mutu hasil tangkapan yang ada di TPI.
41
4.2.2 Kondisi unit penangkapan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis yang mendukung
dalam operasi penangkapan ikan. Unit tersebut terdiri dari kapal/perahu, alat
tangkap, dan nelayan.
1) Kapal
Jenis armada penangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari kapal
yang berukuran <10 GT sampai dengan >200 GT, armada penangkapan tersebut
dikelompokan menjadi dua berdasarkan ikan tujuan penangkapanyaitu yang
menangkap tuna dan non tuna. Armada penangkapan tuna yang menggunakan alat
tangkap longline, dengan tujuan utama penangkapan adalah ikan tuna seperti
yellow fin, big eye, albacore dan cakalang, juga menangkap ikan-ikan jenis black
marlin, meka, layaran dan cucut. Armada penangkapan non tuna terdiri dari
armada penangkapan gill net, payang, purse seine, jaring rampus, muroami dan
fish netmemiliki tujuan utama penangkapan ikan tongkol, tenggiri dan cumi-cumi.
Armada penangkapan tersebut biasanya menggunakan bahan kapal berupa kayu,
fiber, atau besi. Kapal berbahan kayu umumnya berupa kapal-kapal tradisional,
sedangkan kapal berbahan fiber dan besi umumnya merupakan kapal tuna
(longline) meskipun ada juga yang menggunakan kapal kayu (PPSNZJ, 2011).
Selanjutnya PPS Nizam Zachman Jakarta menyatakan bahwa armada
penangkapan dengan ukuran <30 GT merupakan kapal-kapal tradisional dengan
daerah penangkapan berada di Laut Jawa meliputi perairan Utara Jawa sampai
perairan Selatan Kalimantan, dan hasil tangkapannya dipasarkan untuk tujuan
lokal. Armada penangkapan yang berukuran >30 GT merupakan kapal-kapal
industri penangkapan ikan yang memiliki daerah penangkapan ikan hingga
mencapai Perairan Samudera Hindia meliputi Perairan Barat Sumatera dan
Perairan Selatan Jawa dimana hasil tangkapan yang diperoleh dipasarkan untuk
tujuan ekspor.
Perkembangan frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal
(GT) ke PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4.
42
Tabel 4 Frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (GT) di PPSNZJ
Tahun 2006-2010
Selang
kelas
ukuran
kapal (GT)
Frekuensi kapal masuk (kali)
2006
<5
05-10
2007
2008
2009
2010
Rata-rata L
(%) Tahun
2006-2010
Kisaran L
(%) Tahun
2006-2010
0
4
0
0
0
...
110
93
36
59
1
-1.453,2
-100 – 0
10-20
138
149
100
59
55
-25,4
-5.800 – 63,8
20-30
1.104
1.199
1.066
1.164
1.078
-0,5
-69,4 – 7,9
30-50
268
221
236
192
262
-1,7
-11,1 – 8,6
50-100
933
757
755
790
897
-0,6
-22,9 – 6,7
100-200
1.141
1.048
1.019
1.115
1.181
0,8
-18,8 – 11,9
>200
Jumlah
99
3.793
60
3.531
64
3.276
61
3.440
54
3.528
-12,6
-8,1 – 8,6
-
-
LJ
-
-6,9
-7,2
5,0
2,5
-1,6
-7,2 – 5,00
Keterangan: L = Laju pertumbuhan frekuensi kapal masuk berdasarkan ukuran kapal (%)
LJ= Laju jumlah pertumbuhan frekuensi kapal masuk berdasarkan ukuran
kapal (%)
Sumber: PPSNZJ, 2011
Pada tahun 2010, frekuensi jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman
Jakarta ada 3.528 kali. Frekuensi jumlah kapal yang masuk ke PPS Nizam
Zachman Jakarta setiap tahunnya semakin berkurang terutama pada tahun
2007dan tahun 2008. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas, penurunan
tersebut terjadi karena adanya pencabutan subsidi solar yang membuat pengusaha
perikanan tangkap mengalami kerugian untuk beberapa waktu. Hal tersebut
tercermin dari jumlah kapal masuk pada tahun 2006 ke tahun 2007 yaitu turun
sebanyak 262 kapal dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 turun sebanyak 255 kapal.
Pada rentang tahun 2006-2010, jumlah kapal yang masuk ke PPS Nizam
Zachman Jakarta selain didominasi oleh kapal berukuran 100-200 GT, juga
didominasi oleh kapal berukuran 20-30 GT. Sehubungan dengan kapal-kapal
dominan berukuran 20-30 GT tersebut seharusnya berdasarkan kriteria pelabuhan
perikanan maka kapal-kapal tersebut mendarat di pelabuhan perikanan tipe B.
Kapal-kapal berukuran relatif sedang lebih banyak ditemukan di PPS Nizam
Zachman Jakarta daripada kapal-kapal berukuran besar. Hal tersebut dapat dilihat
bahwa kapal yang paling banyak masuk ke PPSNZJ tahun 2006-2010 adalah
kapal-kapal dengan ukuran 20-30 GT sebanyak 5.611 kali.Gambar kurva
43
frekuensi jumlah kapal masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta berdasarkan
ukuran (GT) kapal dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Kurva perkembangan frekuensijumlah kapal masuk dominan menurut
GT di PPS Nizam Zachman Jakartatahun 2006-2010.
Rata-rata laju pertumbuhan jumlah kapal berdasrkan ukuran (GT) kapal
yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta yang mengalami peningkatan pada
periode 2006-2010 terjadi pada kapal yang memiliki ukuran 100-200 GTdengan
persentase peningkatan sebesar 0,8% pada kisaran sebesar –(8,1)% – 8,6%,
sedangkan rata-rata laju pertumbuhan kapal selain yang telah disebutkan
mengalami penurunan pada periode 2006-2010. Penurunanan rata-rata laju
pertumbuhan secara drastis terjadi pada kapal yang berukuran 5-10 GT dengan
persentase penurunan sebesar 1.453,2% pada kisaran sebesar –(5.800)% – 63,8%.
2) Alat Tangkap
Jenis alat tangkap yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu gill
net, bubu, purse seine, long line, lift net, pengangkut, muroami, dan lain-lain.
Informasi mengenai alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan di PPS
Nizam Zachman Jakarta tersebut diperoleh dari jumlah kapal masuk yang
terdaftar di PPS Nizam Zachman Jakarta berdasarkan jenis alat tangkapnya (Tabel
5).
44
Tabel 5 Frekuensi jumlah kapal masuk menurut jenis di PPSNZJ tahun 20062010
Kisaran L (%)
Tahun 2007-2010
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-rata L
(%) Tahun
2007-2010
12
13
9
9
8
-8,3
-30,7 – 8,3
2. Jaring Angkat
348
496
507
533
747
22,5
2,2 – 42,5
3. Jaring Insang
1.022
986
653
582
374
-20,9
-35,7 – (-3,5)
828
672
727
826
857
1,6
-18,8 – 13,6
5. Longline
6. Muroami
1.086
0
938
0
792
0
799
59
799
84
-7,1
10,5
7. Lain-lain
34
36
22
22
14
-17,3
0 – 42,3
-38,8 – 5,8
463
3.793
387
3.528
566
3.276
570
3.400
216
3.099
-7,8
-62,1 – 46,2
-
-
-
-6,9
-7,1
3,7
-8,8
-4,7
-19,1
Frekuensi kapal masuk (kali)
Jenis kapal
1. Bubu/Trap
4. Purse seine
8. Pengangkut
Jumlah
LJ (%)
-15,6 – 0,8
Keterangan: L= persentase laju pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap
di PPSNZJ tahun 2006-2010
LJ= Laju jumlah pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di
PPSNZJ tahun 2006-2010
Sumber: PPSNZJ, 2011
Pada tahun 2010, frekuensi laju pertumbuhan kapal masuk berdasarkan jenis
alat tangkap di PPS Nizam Zachman Jakarta ada 3.099 kali. Jenis alat tangkap
yang terbanyak jumlahnya adalah longline dengan hasil tangkapan utamanya
adalah ikan tuna. Hal tersebut dibuktikan oleh jumlah rata-rata kapal yang masuk
ke PPS Nizam Zachman Jakarta dari tahun 2006-2010 sebesar 883 kali (25,8%
dari total kapal longline). Sementara itu, terdapat satu jenis alat tangkap yang
selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya yaitu alat tangkap jaring angkat/lift
net, hal ini terlihat dari jumlah kapal masuk dengan menggunakan alat tangkap ini
mengalami kenaikan sebanyak 148 kapal sejak tahun 2007. Pada tahun 2008,
2009 dan 2010 masing-masing jumlahnya naik menjadi 11 kapal, 26 kapal dan
214 kapal. Kenaikan tersebut dikarenakan kapal jaring angkat tidak mengeluarkan
biaya operasional besar, mengingat kapal hanya digunakan untuk membawa alat
tangkap ke fishing ground dan membawa hasil tangkapan ke fishing base. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar kurva (Gambar 2) di bawah ini.
45
Gambar 2 Kurva frekuensi jumlah kapal masuk berdasarkan jenis alat tangkap di
PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2006-2010
Rata-rata laju pertumbuhan jumlah kapal berdasarkan jenis alat tangkap
yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta mengalami peningkatan paling besar
pada periode 2006-2010 adalah kapal dengan alat tangkap jaring angkat yang
meningkat 22,5% pada kisaran sebesar 2,2% – 42,5%, diikuti oleh kapal dengan
alat tangkap muroami yang meningkat 10,5% pada kisaran sebesar 0% – 42,3%,
dan kapal dengan alat tangkap purse seine dengan peningkatan 1,67% pada
kisaran (-18,8)% – 13,6%. Rata-rata laju pertumbuhan kapal selain yang telah
disebutkan mengalami penurunan pada periode 2006-2010, penurunana rata-rata
laju pertumbuhan paling besar terjadi pada kapal dengan alat tangkap jaring
insang dengan persentase penurunan 20,9% pada kisaran (-35,7)% – (-3,5)%.
3) Nelayan
Nelayan merupakan salah satu pelaku (stake holder) yang terlibat dalam
kegiatan penangkapan ikan secara langsung. Nelayan yang berada di PPS Nizam
Zachman Jakarta meliputi nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan
penetap merupakan nelayan yang berdomisili di wilayah Muara Baru, sedangkan
nelayan pendatang merupakan nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara
Baru. Status nelayan penetap maupun nelayan pendatang terdiri dari dua jenis
nelayan, yaitu nelayan pemilik dan nelayan pekerja. Nelayan pemilik merupakan
46
nelayan yang memiliki modal berupa kapal maupun alat tangkap, sedangkan
nelayan pekerja adalah nelayan buruh yang berperan aktif dalam kegiatan operasi
penangkapan ikan.
Tabel 6 Frekuensi jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun
2006-2010
Tahun
Jumlah nelayan masuk
(kali)
Persentase L (%) Tahun
2006
7.677
-
2007
8.577
11,7
2008
10.629
24
2009
10.897
2,5
2010
11.643
6,8
Keterangan: L= persentase laju pertumbuhan frekuensi jumlah nelayan masuk di
PPSNZJ tahun 2007-2010
Sumber: DKP, 2011
Jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2006 adalah
7.677 kali. Selama empat tahun berikutnya, jumlah nelayan yang masuk semakin
bertambah (Tabel 9). Penambahan jumlah nelayan setiap tahun dikarenakan
jumlah kapal perikanan yang juga bertambah terutama kapal carrier sehingga
jumlah nelayan masuk mencapai 11.643 kali pada tahun 2010. Rata-rata laju
pertumbuhan jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 20062010 adalah sebesar 11,5% pada kisaran 2,5 - 24% (Gambar 3).
Gambar 3 Kurva frekuensi jumlah nelayan masuk di PPS Nizam Zachman Jakarta
Tahun 2006-2010
47
4.2.3
Produksi dan fasilitas di PPS Nizam Zachman Jakarta
Produksi hasil tangkapan merupakan jumlah produksi ikan yang didaratkan
atau yang dimasukkan ke dalam wilayah PPS Nizam Zachman Jakarta. Pelabuhan
ini juga dilengkapi berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan siap
dipasarkan. Fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan
fasilitas penunjang.
1) Produksi Ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta
Produksi ikan diPPS Nizam Zachman Jakarta berasal dari dua sumber yaitu
dari laut dan melalui jalur darat. Ikan yang didaratkan dari laut merupakan ikan
hasil tangkapan oleh kapal-kapal penangkap ikan yang melakukan pembongkaran
di PPS Nizam Zachman Jakarta. Kapal-kapal tersebut ada yang berukuran tonase
besar yang beroperasi di perairan Samudera Hindia dan sekitar wilayah teritorial
Indonesia dan kapal-kapal yang bertonase lebih kecil yang beroperasi disekitar
teluk Jakarta. Ikan yang berasal dari laut dikategorikan menjadi dua kelompok
yaitu: (1) kelompok ikan tuna yang terdiri dari ikan tuna, marlin, meka, cakalang
dan lainnya; (2) kelompok ikan non tuna yaitu kelompok ikan dari jenis ikan
tenggiri, bawal, cumi-cumi, kakap merah dan lainnya dengan tujuan
pemasarannya untuk ekspor dan lokal. Produksi yang berasal dari darat/daerah
lain adalah ikan yang dibawa dengan kendaraan seperti mobil dan truk dari luar
pelabuhan seperti Muara Angke, Cilincing, dan wilayah Jawa Barat.
Produksi ikan yang masuk ke PPS PPS Nizam Zachman Jakarta melalui
darat, merupakan ikan yang didatangkan dari daerah yang sebagian besar terletak
di daerah pesisir utara dan selatan Pulau Jawa seperti: Batang, Kendal,
Pekalongan, Binuangeun, Cilacap, Indramayu, Tuban, dan Gresik serta dari
daerah luar Jawa. Ikan tersebut diangkut dari luar daerah ke Jakarta menggunakan
truk pengangkut yang dikemas menggunakan kotak kayu/drum plastik. Jenis ikan
yang didaratkan antara lain bandeng, kembung, kakap, mujair, tembang, mas dan
tawes. Produksi ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman Jakarta dapat disajikan
pada Tabel 7.
48
Tabel 7 Produksi ikan melalui laut dan jalur darat PPS Nizam Zachman Jakarta
Tahun 2006-2010
Produksi
(ton)
Tahun
Kisaran L (%)
2006
2007
2008
2009
1. Laut
24.219,8
16.328,8
16.933,1
44.300,6
90.583,5
59,3
-32,5–161,6
2. Darat
74.797,6
77.182,3
67.495,2
89.102
95.804,7
7,5
-12,5–32,0
Jumlah
99.017,4
93.511
84.428,3
133.402,6
186.388,4
66,8
-
LJ
-
-9,7
58,0
39,7
-5,5
2010
Ratarata L
(%)
20,6
-9,7 – 58,0
Keterangan: L= Laju pertumbuhan produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ tahun 2007-2010
LJ= Laju jumlah pertumbuhan produksi ikan yang masuk ke PPSNZJ tahun 2007-2010
Sumber: PPSZJ, 2011
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa pada periode tahun 20062007, volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan dari darat lebih banyak
dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didaratkan dari laut, berdasarkan hasil
wawancara hal ini dikarenakan harga solar yang melonjak tinggi sehingga hanya
sedikit terdapat pengusaha perikanan yang mampu membeli perbekalan melautnya
dan berdampak pada volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan. Walaupun
harga solar diturunkan pada tahun 2008, namun volume produksi hasil tangkapan
yang didaratkan dari darat tetap lebih besar dibandingkan dengan hasil tangkapan
yang didaratkan dari laut. Menurut Lubis et. al. (2010), salah satu faktor yang
menyebabkan produksi hasil tangkapan yang didaratkan dari darat lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil tangkapan yang didaratkan dari laut adalah semakin
menurunnya aktivitas penangkapan ikan di laut karena tingginya harga BBM dan
adanya gejala alam yang menyebabkan rob di daerah pesisir. Hal tersebut
diindikasikan masih banyaknya armada penangkapan yang bersandar
tidak
melaut. Perkembangan volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman Jakarta pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4.
Pada periode 2006-2010 rata-rata laju pertumbuhan produksi ikan di PPS
Nizam Zachman Jakarta lebih didominasi oleh ikan yang berasal dari pelabuhan
(ikan dari laut) yaitu sebesar 59,3% pada kisaran –(32,5)% – 161,6%, sedangkan
rata-rata laju pertumbuhan produksi ikan yang didaratkan dari luar pelabuhan
(ikan dari darat) di PPS Nizam Zachman Jakarta pada periode 2006-2010 hanya
mencapai 7,5% pada kisaran –(12,5)% – 32,0%.
49
Gambar 4 Kurva volume produksi ikan melalui laut dan darat di PPS Nizam
Zachman Jakarta Tahun 2006-2010
2) Fasilitas PPS Nizam Zachman Jakarta
Fasilitas yang disediakan oleh PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari
fasilitas pokokyang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal,
fasilitas fungsional untuk menunjang aktivitas di pelabuhan dan fasilitas
penunjang yang berfungsi memberikan kenyamanan dalam melakukan aktivitas di
pelabuhan. Fasilitas yang terdapat di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat
pada Tabel 8, 9, dan Tabel 10.
Tabel 8 Fasilitas pokok di PPS Nizam Zachman Jakarta
Nama Fasilitas
Breakwater (m2)
Revetment (m2)
Dermaga dan Jetty (m2)
Kolam Pelabuhan (ha)
a. Luas kolam pelabuhan (m2)
b. Lebar mulut kolam (m)
c. Kedalaman (m)
5. Alur pelayaran
a. Panjang alur pelayaaran (m)
b. Lebar alur pelayaran (m)
c. Kedalaman (m)
6. Jalan
a. Panjang jalan (m)
b. Lebar jalan (m)
1.
2.
3.
4.
Ukuran
1.041
32.210
24.773
40
400.000
184,6
5
530
60
-7,5
15.620
0,8
50
Tabel 8 (lanjutan)
Nama Fasilitas
- Terbuka
d. Panjang (m)
e. Lebar (m)
- Tertutup
a. Panjang (m)
b. Lebar (m)
8. Pagar keliling
a. Panjang (m)
b. Lebar (m)
Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran
15.620
0,8
409
0,6
3.791
2
Tabel 9 Fasilitas fungsional di PPS Nizam Zachman Jakarta
Nama Fasilitas
1. Pemasaran hasil tangkapan
b. TPI (m2)
c. PPI (m2)
2. Navigasi pelayaran dan komunikasi
a. Rambu-rambu pelayaran (unit)
b. Lampu suar (unit)
c. Mercusuar (unit)
d. Line telepon (unit)
e. Radio SSB (unit)
f. Internet (unit)
g. Menara pengawas (unit)
3. Layanan air bersih
f. Penampung air (unit)
g. Instalansi jaringan air laut (unit)
4. Layanan es
- pabrik es (unit)
5. Layanan listrik (unit)
a. Mesin genset (kVA)
b. PLN (kVA)
c. Rumah genset (m2)
6. Layanan bahan bakar
a. SPBU (unit)
b. SPBB (unit)
7. Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan
a. Dock/slipway(unit)
b. Bengkel (unit)
c. Gudang peralatan (unit)
8. Perkantoran
a. Kantor instansi (UPT) (m2)
b. Kantor industri (unit)
c. Kantor bersama (m2)
Ukuran
3.182
9.856
2
4
4
2
1
1
1
2
1
1
2
100; 200
197
40
1
2
2
1
2
1.131,4
79
349,5
51
Tabel 9 (Lanjutan)
Nama Fasilitas
d. Kantor pengurus kapal (m2)
9. Fasilitas transportasi 1
a. Kendaraan Dinas roda 4 (unit)
b. Kendaraan Dinas roda 2 (unit)
c. Alat berat (unit)
d. Kapal tunda (unit)
10. Fasilitas transportasi II
e. Garansi alat berat + workshop (m2)
f. Halte bis (m2)
11. Pengelolaan limbah
g. Instalansi pengolahan limbah (m2)
h. Tempat pembuangan sampah (m2)
12. Faslitas penanganan dan pengujian hasil mutu
perikanan.
r. Gedung pengepakan (m2)
s. Tempat pengolahan ikan (unit)
t. Tempat penyimpanan ikan segar (unit)
u. Cold storage(unit)
v.Tempat pendaratan tuna (TLC) (unit)
Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran
9
5
16
12
1
270
27
6.575
1.500
420
16
22
14
28
Tabel 10 Fasilitas penunjang di PPS Nizam Zachman Jakarta
Nama Fasilitas
1. Balai pertemuan nelayan (m2)
2. Pengelolaan pelabuhan
a. Mess karyawan (2 unit) (m2)
b. Pos jaga(unit)
c. Pos pelayanan terpadu (m2)
d. Mess Loligo (m)
e. Mess operator I dan gudang (m2)
f. Mess operator I (m2)
3. Sosial dan umum
a. Kios nelayan, toko/waserda (m2)
b. Klinik kesehatan (m2)
c. MCK (12 unit) (m2)
d. Musholla (2 unit) (m2)
e. Mesjid (1 unit) (m2)
Sumber: PPSNZJ, 2010
Ukuran
243,75
121
8
601,55
249
252,2
250
1.157,75
101
439
150,53
441
Keadaan fasilitas pokok yang ada sampai saat ini kondisinya sudah cukup
baik, setelah adanya perbaikan melalui Proyek Pengembangan PPSNZJ tahap IV.
Fasilitas di PPSNZJ sudah cukup baik, namun masih perlu lagi peningkatan
52
kapasitas fasilitas guna meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, seperti
peningkatan kapasitas slipway sehingga tidak ada lagi kapal yang melakukan
perbaikan di area kolam pelabuhan. Selain itu, perlu juga menjaga kebersihan
fasilitas-fasilitas yang sudah tersedia terutama TPI sebagai pusat penanganan dan
pemasaran hasil tangkapan agar mutu hasil tangkapan tetap terjaga.
4.2.4 Pengelolaan PPS Nizam Zachman Jakarta
Pelabuhan perikanan merupakan satu lingkungan kerja sehingga dalam
pengelolaannya PPS Nizam Zachman Jakarta juga melibatkan instansi-instansi
dan kelembagaan yaitu: Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan Kelautan Jakarta
Utara, Dinas Bea dan Cukai, Dinas imigrasi, Satuan pengaman Angkatan Laut dan
perusahaan-perusahaan swasta nasional (Nugraha, 2009). Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta dipimpin oleh seorang kepala pelabuhan.
Kepala pelabuhan membawahi bagian tata usaha, bidang pengembangan, bidang
tata operasional dan kelompok jabatan fungsional. Unit Pengawasan Sumberdaya
Ikan (WASDI) merupakan kelompok jabatan fungsional di PPS Nizam Zachman
Jakarta sejak tahun 1995 yang bertugas membantu sumberdaya ikan, kapal
perikanan yang masuk dan keluar dermaga PPS Nizam Zachman Jakarta, namun
kelompok fungsional lainnya belum dibentuk. Semakin berkembangnya pemakai
kebutuhan jasa pelabuhan maka pada April 1992 PMU PPS Nizam Zachman
Jakarta diubah status dan fungsinya menjadi dua badan terpisah yaitu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta dan Perum Pelabuhan
Perikanan Samudera (Perum PPS).
4) Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta
Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPS Nizam Zachman Jakarta dipimpin oleh
seorang kepala UPT. Fungsi yang dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis PPS
Nizam Zachman Jakarta dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut
(UPT PPSNZJ, 2010):
1) Perencanaan,
pengembangan,
pemeliharaan
serta
pemanfaatan
pelabuhan perikanan;
2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan;
sarana
53
3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan;
4) Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan;
5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi dan pemesanan hasil perikanan;
6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran,
dan mutu hasil perikanan;
7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data statistik perikanan;
8) Pengembangan dan pengolahan sistem informasi dan publikasi hasil riset;
9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari;
10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Unit Pelaksana Teknis PPS Nizam Zachman Jakarta sangat diperlukan
keberadaannya dalam hal pengelolaan pelabuhan perikanan termasuk dalam hal
pengelolaan sanitasi di pelabuhan perikanan yang dilakukan guna mendukung
pembangunan pelabuhan perikanan yang efektif dan efisien. Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa salah satu fungsi yang dijalankan oleh UPT PPS Nizam
Zachman Jakarta adalah ketertiban dan pelaksanaan kebersihan kawasan
pelabuhan perikanan serta pelaksanaan pengawasan mutu hasil perikanan. Dalam
mendukung pengelolaan pelabuhan perikanan, prasarana perikanan dibangun
untuk mendukung kegiatan usaha perikanan, sehingga dapat dilakukan usaha
perikanan pada skala ekonomi yang efisien. Susunan organisasi UPT PPS Nizam
Zachman Jakarta dapat dilihat pada Gambar 5.
PPS Nizam Zachman Jakarta dikepalai oleh seorang kepala pelabuhan
perikanan. Terdapat tiga bagian utama yang membantu kepala pelabuhan
perikanan yaitu bagian tata usaha, tata operasional, dan bidang pengembangan.
Bagian tata usaha membawahi sub bagian keuangan dan sub bagian umum
dimana tugas masing-masing sub bagian yaitu menyiapkan hal-hal yang
berhubungan dengan administrasi keuangan dan mengelola administrasi
kepegawaian serta pelayana masyarakat perikanan (PPSNZJ, 2010).
Bidang pengembangan membawahi seksi sarana dan seksi tata pelayanan.
Seksi sarana mempunyai tugas melakukan segala hal yang berkaitan dengan
sarana dan prasarana seperti melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana
54
pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengendalian pendayagunaan sarana dan prasarana. Lain halnya dengan seksi
sarana, seksi pelayanan memiliki tugas melakukan koordinasi peningkatan
produksi, pelayanan jasa, fasilitas usaha, pemantauan wilayah pesisir dan wisata
bahari serta pemberdayaan masyarakat perikanan. Selanjutnya bidang tata
operasional memiliki tugas pokok melaksanakan pelayanan teknis kapal perikanan
dan kesyahbadaran serta pengelolaan sistem informasi dan pemasaran hasil
tangkapan. Maka dari itu bidang ini membawahi seksi kesyahbandran perikanan
dan seksi pemasaran dan informasi.
Kepala UPT
Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Umum
Bidang Pengembangan
Seksi
Sarana
Seksi Tata
Pelayanan
Sub Bagian
Keuagan
Bidang Tata Operasional
Seksi
Kesyahbandara
n
Seksi Pemasaran
dan Informasi
Kelompok Jabatan Fungsional
Sumber: PPSNZJ, 2011
Gambar 5 Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman Jakarta.
55
Selain tiga bidang yang telah disebutkan diatas, terdapat kelompok jabatan
fungsional yang dibawahi oleh kepala pelabuhan perikanan. Tugas pokok
kelompok tersebut yaitu melaksanakan kegiatan kehumasan.
Setiap bidang yang telah disebutkan diatas masing-masing bertanggung
jawab kepada setiap seksi yang berada di bawahnya untuk menjalankan tugasnya
masing-masing. Setiap tugas yang diperoleh langsung dikoordinasikan ke setiap
anggota untuk dijalankan oleh masing-masing seksi. Koordinasi dari tiap-tiap
bidang sangat penting dilakukan agar setiap tugas yang diberikan berjalan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya bidang pengembangan mutu hasil
perikanan yang berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI dalam hal mengawasi
dan mengelola sanitasi di tempat pelelangan ikan.
5) Perum Prasarana PPS Nizam Zachman Cabang Jakarta
Perum Prasarana Perikanan Samudera didirikan berdasarskan PP No. 2
Tahun 1990 dan selanjutnya disempurnakan dengan PP No. 23 Tahun 2000. Misi
perusahaan sebagai pelayanan umum dalam bidang sarana penyediaan jasa sarana
dan prasarana pelabuhan perikanan. Perum Prasarana PPS Nizam Zachman
memiliki kantor pusat di PPS Nizam Zachman Jakarta Muara Baru. Perum ini
membawahi sembilan cabang lainnya seperti PPS Jakarta, PPN Pekalongan, PPS
Belawan, PPN Berondong, PPP Pemangkat, PPP Tarakan, PPI Prigi dan PPP
Banjarmasin. Perum ini merupakan suatu usaha yang bersifat menyediakan
pelayanan bagi kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan. Adapun tujuan
Perum Prasarana ini adalah (PPPS, 2001):
1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan
perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan;
2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha industri
perikanan dan pemasaran hasil perikanan;
3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil perikanan
dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan; dan
4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen
kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.
56
Keberadaan Perum Prasarana Perikanan Samudera ini sangat diperlukan
bagi keberlangsungan kegiatan perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta,
misalnya sebagai pelayanan terhadap industri penangkapan ikan akan kebutuhan
perbekalan melaut dan kebutuhan terhadap perbaikan kapal. Selain itu,
pengelolaan terhadap industri pengolahan juga dilakukan oleh Perum Prasarana
Perikanan Samudera seperti sewa lahan dan sewa bangunan. Hal yang tidak kalah
penting adalah tujuan yang ke dua dari Perum Prasarana Perikanan Samudera
yaitu mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha
industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan. Tentu saja kondisi pelabuhan
perikanan harus dalam keadaan terjaga sanitasinya agar wiraswasta perikanan
tertarik mengembangkan usahanya serta mutu ikan tetap terjaga pada saat proses
pemasaran hasil perikanan.
Kemudian dikatakan bahwa Perum PPS cabang Jakarta ini bertanggung
jawab untuk mengelola beberapa fasilitas komersial di kawasan PPS Nizam
Zachman Jakarta. Beberapa fasilitas tersebut yaitu cold storage, tanah industri,
fasilitas tambat labuh, telepon umum, listrik, fasilitas penyediaan air, bengkel
kapal dan dock.
Strategi yang telah ditetapkan oleh Perum Prasarana Pelabuhan Perikanan
adalah (Perum Prasarana Perikanan Samudera, 2001):
(1) Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
yang
telah
tersedia
dan
mengembangkan sarana, prasarana baru dalam rangka meningkatkan
pelayanan dan menangkap peluang usaha baru;
(2) Melengkapi beberapa pelabuhan perikanan dengan beberapa sarana
pendukung yang memungkinkan terselenggaranya pelayanan secara baik
dan lancar. Kegiatan pelayanan ekspor hasil perikanan langsung dari
pelabuhan tersebut;
(3) Membentuk anak perusahaan dalam rangka memperluas jaringan usaha
terutama untuk menangkap peluang-peluang usaha baru diluar usaha
pokok perusahaan;
(4) Mengevaluasi pelabuhan-pelabuhan yang ekonomis sudah layak dan
mengusulkan untuk dikelola perusahaan;
57
(5) Melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya memenuhi
kebutuhan pelayanan yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan dan
memanfaatkan peluang usaha baru yang menguntungkan;
(6) Meningkatkan struktur permodalan khususnya untuk investasi berupa
perjalanan jangka panjang dari lembaga pemerintah atau sektor perbankan
dengan tingkat bunga yang dinilai saling menguntungkan; dan
(7) Mengupayakan terwujudnya tambahan Pernyataan Modal Pemerintah
(PMP) dalam mendukung pengembangan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki sifat menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengurusan
perusahaan ini harus diperkokoh oleh pelaksana dengan struktur pekerjaan yang
jelas. Struktur pelaksana tersebut dapat digambarkan dalam bagan struktur
organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti pada Gambar 6.
Perum Prasarana Perikanan Samudera memiliki beberapa cabang seperti
yang telah disebutkan sebelumnya. Dari sembilan cabang tersebut, hanya terdapat
satu cabang yang digolongkan pada kelas A, yaitu cabang yang dikhususkan pada
cabang Jakarta. Selanjutnya kepala cabang kelas A ini membawahi empat divisi
seperti divisi keuangan, SDM dan umum, divisi teknik, divisi pemasaran dan
pengembangan usaha serta divisi perdagangan.
Divisi keuangan, SDM dan umum bertugas mengatur segala hal yang
berkaitan dengan penganggaran, perpajakan, pembuatan data statistik, usaha dan
terbagi lagi menjadi empat sub divisi diantaranya sub divisi Perbendaharaan,
Penganggaran dan Perpajakan, sub divisi Akuntansi dan Statistik, sub divisi
Usaha, SDM dan Humas, serta sub divisi Rumah Tangga dan Keamanan.
Dua divisi selanjutnya bergerak pada bidang yang serupa namun secara
teknis berbeda. Divisi pemasaran dan pengembangan usaha serta divisi teknik
sama-sama mengurusi tambat labuh, dok, bengkel, dan perbekalan, es dan cold
storage, serta bangunan dan tata ruang. Perbedaan kedua divisi tersebut terletak
pada pelaksanaannya. Divisi teknik menyiapkan hal-hal secara teknis seperti
pemasangan instalasi, kabel-kabel maupun jaringan sedangkan divisi pemasaran
dan pengembangan usaha menjadi perantara antara pihak Perum dengan penerima
pelayanan. Perbedaan berikutnya terletak pada layanan yang berbeda pula,
58
ditambahkan instalansi air, listrik, dan telepon pada divisi teknik sedangkan pada
divisi pemasaran dan pengembangan usaha ditambahkan pelayanan penyewaan
lapak di Pusat Pemasaran Ikan (PPI) dan pengurusan Tempat Pelelangan Ikan
(TPI). Divisi terakhir yaitu divisi perdagangan yang mengurusi hal-hal yang
terkait dengan jual beli atau pembayaran pelayanan terhadap konsumen.
Kepala Cabang
Kelas A
Div. Keuangan,
SDM
Divisi Teknik
Div. Pemasaran
dan Pengembangan
Divisi
Perdagangan
Sub. Div.
Perbendaharaan,
Penganggaran
danPerpajakan
Sub. Divisi
Pabrik es dan
Cold Storage
Sub. Div. Tambat
Labuh, Dok,
Bengkel, dan
Perbekalan
Sub. Div.
Akuntansi dan
Statistik
Sub. Div.
Instalansi
Listrik, air, dan
telepon
Sub. Div. Es dan
Cold Storage
Sub. Div. Usaha,
SDM dan Humas
Sub. Div.
Dermaga, Dok,
dan Bengkel
Sub. Div. Ruang,
Bangunan dan Tata
ruang
Sub. Div. Rumah
Tangga dan
Keamanan
Sub. Div.
Bangunan dan
Tata ruang
Sub. Div. PPI dan
TPI
Sumber: Perum Prasarana Perikanan Samudera, 2010
Gambar 6 Bagan struktur organisasi Perum Prasarana PPS Nizam Zachman
Jakartatahun 2010
5 PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN PPS
NIZAM ZACHMAN JAKARTA
5.1 Faktor-faktor Berpotensi Mempengaruhi Sanitasi Tempat Pelelangan
Ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta
Faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi baik buruknya kondisi sanitasi
dan higienitas di tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta,
berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti, disebabkan oleh adanya
beberapa aktivitas, seperti pengangkutan ikan dari dermaga ke tempat pelelangan
ikan (TPI), pelelangan ikan dan pengangkutan ikan di TPI sebelum didistribusikan
ke perusahaan, pedagang, dan pengolah ikan. Faktor-faktor yang diduga
berpotensi mempengaruhi sanitasi tempat pelelangan ikan dapat dilihat pada
Tabel 14.
Tabel 11 Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi sanitasi di TPI
Aktivitas di TPI
1) Pengangkutan ikan
dari dermaga ke TPI
2) Pelelangan ikan
Faktor yang berpotensi mempengaruhi sanitasi
a. Cara pengangkutan yang belum benar;
b. Kesadaran para kuli angkut yang masih rendah
dalam menjaga sanitasi;
c. Pengangkatan ikan pada saat sebelum dan
sesudah ditimbang.
a. Cara penempatan ikan yang tidak benar;
b. Banyaknya orang yang membuang sampah di
lantai TPI;
c. Banyak orang yang meludah sembarangan;
d. Jumlah hasil tangkapan yang dijual;
e. Pemindahan ikan setelah pelelangan selesai;
f. Frekuensi pencucian keranjang belum teratur;
g. Keranjang yang digunakan rusak dan belum
diperbaiki;
h. Kesadaran para pemenang lelang dan kuli
angkut tentang sanitasi masih rendah.
a. Cara pendistribusian yang belum benar
b. Kesadaran pihak pelaku pendistribusian yang
rendah: pedagang angkutan, usaha angkutan
3) Pengangkutan ikan di
TPI sebelum
didistribusikan ke
perusahaan,
pedagang, dan
pengolah ikan
Sumber: Data primer penelitian, 2011
60
Pada proses pengangkutanikan dari TPI ke dermaga yang tidak benar,
mengakibatkan ikan mudah rusak dan menurun kualitasnya. Keranjang ikan
dipindahkan dari atas gerobak dorong atau trolly dengan sedikit bantingan.
Bantingan ini menyebabkan ikan-ikan berjatuhan, terutama dari keranjangkeranjang yang terisi penuh. Setelah itu keranjang ikan diatur di lantai TPI,
dengan cara diseret menggunakan pengait oleh para pekerja dan kuli angkut. Cara
ini dapat mengakibatkan rusaknya keranjang dan juga dapat merusak ikan di
dalamnya karena saling berbenturan (Gambar 7).
Gambar 7 Penarikan keranjang yang berisi ikan dengan cara diseret di lantai TPI
PPSNZJ tahun 2011.
Menurut Departemen Pertanian (1997) vide Rusmali (2007), wadah yang
berisi ikan saat dipindahkan sebaiknya diangkat, tidak diseret di atas lantai.
Sebaliknya yang terlihat di PPS Nizam Zachman Jakarta pemindahan ikan di
lantai TPI masih diseret.
Penarikan keranjang ikan menghasilkan limbah potongan tubuh ikan, darah
dan lendir ikan yang tercecer. Limbah ikan dihasilkan karena kerja buruh angkut
yang ceroboh dan terburu-buru, sehingga sebagian kecil ikan dan potongan tubuh
ikan tercecer. Darah dan lendir ikan yang tercecer juga terjadi karena selama ikan
berada di TPI tidak dilakukan pencucian. Pencucian hanya dilakukan pada saat
ikan didaratkan dari kapal dan air yang digunakan untuk mencuci ikan diambil
dari kolam pelabuhan yang kotor, padahal sudah dipasang peraturan untuk tidak
mencuci ikan dengan air yang kotor. Namun, tetap saja ada beberapa pelaku
aktivitas yang melakukan pelanggaran.
61
Sebelum pelelangan dimulai, para peserta lelang bebas keluar masuk TPI
dengan alasan ingin melihat-lihat terlebih dahulu ikan yang ingin dibeli. Saat
mereka masuk dan melihat-lihat di dalam gedung TPI tidak jarang ada yang
meludah dan membuang puntung rokok sembarangan di lantai TPI. Peraturan
tentang larangan merokok dan meludah sembarangan tidak ditempel dengan
alasan bahwa dulu sudah ditempel dengan baik, namun masih banyak pengguna
maupun pengunjung yang tidak menghiraukan. Tidak adanya peraturan dan
pengawasan yang baik tentang hal ini menyebabkan pelanggaran tersebut masih
saja terus berulang setiap kali proses pelelangan berlangsung.
Saat pelelangan berlangsung, juru lelang akan berkeliling dekat dengan
keranjang ikan yang akan dijual. Pengurus kapal yang mengawasi proses
pelelangan berdiri di atas keranjang ikan yang akan dijual. Tidak jarang ada ikanikan yang ikut terinjak saat pengurus kapal tersebut berpindah dari satu keranjang
ke keranjang yang lain. Begitu juga dengan para peserta lelang lainnya seperti
pedagang dan pengolah ikan yang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan
(Gambar 8)
Gambar 8 Peserta lelang berdiri di atas keranjang yang berisi ikan di TPI PPSNZJ
tahun 2011
Berbagai permasalahanyang timbul berkaitan dengan peningkatan jumlah
pengunjung di pasar pelelangan ikan Tsukiji antara lain masalah pengelolaan
sanitasi seperti masalah pengendalian suhu yang disebabkan oleh masuk dan
keluarnya sejumlah besar orang yang tidak berwenang, dan permasalahan dengan
62
pengunjung yang menghambat aktivitas pelelangan ikan, terutama pada kegiatan
lelang yang diselenggarakan pagi hari di kawasan tuna grosir. Berdasarkan alasan
ini, pengunjung yang tidak berkepentingan di pasar Tsukiji saat ini tidak diizinkan
untuk memasuki kawasan tuna grosir. Pengunjung yang berkepentingan di pasar
Tsukiji diperbolehkan masuk dengan syarat diminta untuk sangat berhati-hati dan
waspada saat mereka melakukan kunjungan ke pasar Tsukiji. Hal ini bertujuan
untuk mencegah segala jenis hambatan dalam kegiatan perdagangan dan untuk
menjamin keamanan pangan bagi konsuumen.
Keranjang-keranjang ikan yang telah dijual akan dipisahkan ke tempat
masing-masing, sesuai kesepakatan antara kuli angkut dengan pemenang lelang.
Pemindahan keranjang dilakukan dengan cara diseret kembali. Setelah itu, ikanikan dalam keranjang yang berada di TPI dipindahkan ke dalam keranjangkeranjang lain yang dibawa oleh masing-masing pemenang lelang. Saat ikan-ikan
dipindahkan, banyak ikan yang berjatuhan karena kecerobohan kuli angkut yang
terburu-buru. Ukuran keranjang TPI dan keranjang pemenang tidak selalu sama
dimana keranjang pemenang lelang ada yang ukurannya lebih kecil dari ukuran
keranjang TPI. Oleh karena itu, pada saat keranjang ikan sudah penuh maka kuli
angkut akan meratakannya dengan menggunakan kaki. Hal ini menunjukan bahwa
penanganan ikan yang dilakukan masih kurang baik.
Frekuensi pencucian keranjangsetelah proses penjualan ikan berlangsung
tidak dilakukan secara rutin. Keranjang ikan yang digunakan hanya dicuci sekitar
satu bulan sekali menggunakan air bersih saja tanpa menggunakan desinfektan
sehingga masih ada sisa-sisa lendir dan darah ikan yang menempel pada
keranjang ikan. Keranjang/trays yang digunakan untuk menyimpan hasil
tangkapan juga dalam kondisi rusak dan belum diperbaiki. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya kesadaran para pemenang lelang dan kuli angkut tentang
pentingnya sanitasi dan higienitas dalam penanganan hasil tangkapan.
Persiapan ikan sebelum didistribusikan juga masih kurang baik. Hal ini
terlihat pada saat ikan menunggu untuk diangkut dari TPI ke perusahaan atau
pedagang, ikan tidak ditutup dan tidak diberikan es untuk tetap mempertahankan
mutu ikan (Gambar 9). Kondisi ini dapat mempercepat kemunduran mutu ikan
dan mempercepat proses pembusukan ikan. Meskipun jarak dari TPI ke
63
perusahaan atau pedagang (pasar grosir atau pasar pengecer ikan) jaraknya tidak
terlalu jauh, keranjang ikan seharusnya ditutup dan diberi es agar kualitas ikan
tetap terjaga.
Gambar 9 Pengangkutan dari TPI ke perusahaan, pedagang dan atau ke pengolah
ikan tanpa menggunakan es dan penutup di PPSNZJ tahun 2011.
Menurut Junianto (2003) vide Lubis et al., (2009), bahwa salah satu
ketentuan penanganan ikan dari pembongkaran sampai pengangkutan menuju
hinterland adalah penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat, agar tingkat
kesegarannya dapat dipertahankan. Selanjutnya menurut Clucas dan Ward (1996)
vide Lubis et al (2009), bahwa hal-hal prinsip yang perlu diperhatikan selama
penanganan ikan mulai saat pembongkaran sampai pengangkutan ke TPI atau ke
hinterland: pengontrolan suhu ikan selama penanganan agar selalu dingin;
penanganan dilakukan dengan cepat dan tepat; memperkecil sentuhan fisik secara
langsung dengan ikan; menghindari sengatan langsung sinar matahari pada tubuh
ikan dan memperkecil terjadinya kontaminasi terhadap ikan.
Pada saat pelelangan berlangsung masih terdapat beberapa kekurangan
mengenai kebersihan dari para pelaku lelang seperti membuang sampah
sembarangan di lantai TPI, sehingga pada saat pengamatan masih terlihat adanya
sampah di lantai TPI seperti puntung rokok dan sampah plastik. Selain itu, pada
saat pelelangan ikan berlangsung masih terdapat ceceran darah dan lendir yang
menggenangi lantai TPI, potongan-potongan ikan yang berceceran, asap rokok
yang mengepul dalam ruangan dan orang-orang yang meludah sembarangan di
dalam ruangan. Saat proses pelelangan berlangsung, kerap kali para pelaku lelang
64
duduk di atas keranjang (trays) yang berisi ikan dan meletakkan kakinya pada
keranjang yang sudah berisi ikan, sehingga terjadi perpindahan kotoran dari
sendal pelaku lelang ke keranjang ikan (Gambar 10).
Gambar 10 Para pelaku lelang duduk dan meletakkan kaki diatas keranjang/trays
di TPI PPSNZJ tahun 2011.
Dalam penerapan SSOP di pelabuhan perikanan, orang yang tidak
berkepentingan, seharusnya dilarang masuk ke TPI. Selain itu, sebelum masuk ke
TPI diharuskan mencuci tangan dan kaki (sepatu) ke dalam bak berisi air yang
mengandung chlorine. Alangkah lebih baiknya, apabila orang-orang yang masuk
ke TPI mengganti sepatunya dengan sepatu boot khusus yang disediakan oleh
pihak TPI, untuk mencegah masuknya kuman atau bakteri yang terdapat pada
sepatu. Hal ini dilakukan dalam rangka mempertahankan kualitas ikan agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri dan penyakit (Menai, 2007).
5.2 Kondisi Fisik dan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan PPS Nizam
Zachman Jakarta
Kondisi tempat pelelangan ikan (TPI) di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat
dikatakan kurang higienis. Hal ini menjadi salah satu kendala mengingat peran
TPI sebagai sarana awal dalam menjaga kualitas ikan yang didaratkan di
pelabuhan.
65
Berdasarkan data statistik tahunan PPSNZJ, ikan yang dibongkar di TPI
terdiri dari 40% bermutu jelek, 24% bermutu sedang dan 36% bermutu baik.
Rendahnya mutu ikan di TPI disebabkan oleh beberapa faktor antara lain seperti
penanganan ikan di atas kapal yang kurang baik karena pemilik atau anak buah
kapal (ABK) lebih mengutamakan kuantitas dibadingkan dengan kualitas;
bangunan TPI secara teknis sudah tidak layak lagi (sekitar 29 tahun), lantai
bangunan tidak rata dan pecah-pecah, sedangkan atapnya sudah banyak yang
bocor; serta fasilitas yang terdapat di TPI seperti timbangan, trays dan lantai TPI
dinilai kurang bersih dan higienis (PPSNZJ, 2008).
5.2.1
Kondisi fisik tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta
Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, terdapat
beberapa persyaratan tempat pelelangan ikan (TPI). Persyaratan untuk kondisi
fisik dan fasilitas tempat pelelangan ikan yang baik adalah: tempat pelelangan
ikan harus terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;
mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi,
dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan
limbah cair yang higiene; dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci
tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus
dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai; mempunyai
penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;
dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan
minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas; mempunyai
fasilitas pasokan air tawar dan atau air laut bersih yang cukup; mempunyai wadah
khusus yang tahan karat dan kedap air untuk menampung hasil perikanan yang
tidak layak untuk dimakan; harus mempunyai ruang pendingin yang dapat dikunci
untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk
yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda;serta mempunyai
tempat khusus untuk unit pengendalian keamanan hasil perikanan.
66
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada saat melakukan
penelitian, secara fisik tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta
dapat dikatakan sudah kurang layak pakai. Hal ini dapat dilihat dari kondisi
gedung pelelangan ikan dan beberapa fasilitas yang sudah rusak. Kondisi fisik
lantai TPI licin (Gambar 11a) dan rusak/berlubang (Gambar 11b) sehingga bisa
menambah akumulasi kekotoran di TPI dan menyebabkan lantai TPI sulit untuk
dibersihkan karena kotoran yang dihasilkan dari proses pemasaran ikan menempel
pada lantai TPI yang rusak dan berlubang tersebut.
a
b
Gambar 11 Kondisi lantai TPI yang licin (a) dan berlubang (b) di PPSNZJ tahun
2011.
Konstruksi lantai gedung TPI PPS Nizam Zachman Jakarta terbuat dari
semen. Lantai TPI memiliki kemiringan 20 ke arah saluran pembuangan; sesuai
Lubis (2009b). Hal ini dimaksudkan agar air yang terdapat pada lantai TPI dapat
mengalir ke saluran pembuangan sehingga tidak terjadi genangan di lantai TPI.
Lubis (2009b), mengatakan bahwa tempat pelelangan ikan harus mempunyai
lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan
saluran pembangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang
higiene.
Selanjutnya dapat dilihat bahwa pada gedung pelelangan ikan, terdapat tiang
dan atap TPI yang berkarat dan banyak cat yang rontok sehingga bisa menambah
kontaminasi terhadap hasil tangkapan yang dijual di TPI (Gambar 12a dan 12b).
Beberapa fasilitas seperti lampu penerangan hanya ada satu sampai dua buah yang
67
hidup, dinding/tembok TPI dalam keadaan rusak/berlubang dan berlumut
(Gambar 13).
a
b
Gambar 12 Kondisi atap TPI yang berkarat (a) dan berlubang (b) di PPSNZJ
tahun 2011.
Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, disebutkan
bahwa tempat pelelangan ikan harus memenuhi persyaratan kebersihan dan
higiene dan harus mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam
pengawasan hasil perikanan. Selanjutnya dikatakan juga bahwa tempat pelelangan
ikan harus terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan.
Gambar 13 Dinding TPI yang rusak, kotor, dan berlumut di PPSNZJ tahun 2011.
68
Penanganan sampah, limbah dan peralatan dinilai masih kurang baik, di
lokasi TPI dan lingkungan masih terdapat sampah berserakan. Tempat sampah
yang tersedia di TPI hanya satu buah dan dalam kondisi rusak. Pada saat
pengamatan terlihat bahwa sampah yang sudah disimpan pada tempatnya
berserakan, hal ini dikarenakan kondisi fisik tempat sampah yang sudah rusak
(Gambar 14).
Gambar 14 Kondisi tempat sampah di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta
tahun 2011.
Sampah jika tidak diurus dan dikelola dengan baik dapat menyebabkan
masalah lingkungan yang sangat merugikan. Sampah yang menumpuk dan
membusuk dapat menjadi sarang kuman dan binatang yang dapat mengganggu
kesehatan manusia serta mengganggu estetika lingkungan karena terkontaminasi
pemandangan tumpukan sampah dan bau busuk yang menyengat hidung (Anonim
2006).
Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat hal-hal yang wajib diperhatikan
dalam mengelola tempat pembuangan sampah: pisahkan sampah kering/non
organik dengan sampah basah/organik dalam wadah plastik; tempat sampah harus
terlindung dari sinar matahari langsung, hujan, angin, dan lain sebagainya; hindari
tempat sampah menjadi sarang binatang seperti kecoa, lalat, belatung, tikus,
kucing, semut, dan lain-lain;buang sampah dalam kemasan plastik yang tertutup
rapat agar tidak mudah berserakan dan mengeluarkan bau yang tidak sedap;
tempat sampah harus tertutup aman dari segala gangguan namun mudah dijangkau
petugas kebersihan; serta jangan membakar sampah di lingkungan padat
penduduk karena dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan orang lain.
69
Saluran pembuangan yang berada di sekitar TPI dinilai kurang lancar dan
terjadi penyumbatan akibat adanya sampah padat seperti bungkus dan puntung
rokok, plastik dan potongan-potogan ikan yang menggenang di dalam saluran
tersebut (Gambar 15).
Gambar 15 Kondisi saluran pembuangan air/limbah dari proses pelelangan ikan
di PPSNZJ tahun 2011
Sanitasi adalah bagian dari sistem pembuangan air limbah, yang khususnya
menyangkut pembuangan air kotor dari rumah tangga, sisa-sisa proses industri,
pertanian, peternakan, perikanan, dan rumah sakit (sektor kesehatan). Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Kehadiran
limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah dengan baik
terutama limbah cair (Anonim 2008).
Fasilitas kran air bersih di TPI jumlahnya sangat terbatas dan dalam kondisi
kurang baik (Gambar 16a), sehingga menghambat para pelaku aktivitas
pelelangan dalam menjaga kebersihan. Air yang tersedia di TPI bisa dikatakan
dapat terkontaminasi, hal ini dapat dilihat dari selang air di TPI yang tergeletak di
lantai (tidak dilengkapi dengan gantungan) (Gambar 16b). Kondisi selang air
dalam keadaan kurang baik (bocor).
70
a
b
Gambar 16 Kondisi kran air di TPI (a) dan selang air (b) yang tergeletak di lantai
(tanpa gantungan) di PPSNZJ tahun 2011.
TPI PPS Nizam Zachman Jakarta sebenarnya memiliki fasilitas bak pencuci
keranjang/trays yang disediakan untuk mencuci keranjang ikan yang digunakan,
akan tetapi bak pencuci keranjang ini sudah tidak berfungsi karena pencucian
keranjang hanya dilakukan sekitar satu bulan sekali dan tidak dicuci di bak
pencuci keranjang, melainkan langsung dicuci di kran yang ada di TPI (Gambar
17).
Gambar 17 Kondisi bak pencucian keranjang (trays) yang sudah tidak digunakan
di TPI PPSNZJ tahun 2011.
Keranjang/trays di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dalam kondisi rusak
dan banyak kotoran dari lendir dan darah ikan yang mengering dan menempel
71
pada sela-sela keranjang. Trays tidak dicuci secara rutin setiap kali setelah selesai
lelang atau setelah digunakan. Trays merupakan wadah/tempat untuk menyimpan
hasil tangkapan berupa keranjang yang memiliki bentuk seperti balok (Gambar
18). Pengadaan trays merupakan wewenang dari Koperasi Mina Muara Makmur
dengan cara disewakan, yang berada dibawah pengawasan Dinas Perikanan DKI
Jakarta. Koperasi Mina Muara Makmur menyediakan trays dengan jumlah 300
unit dan biasanya trays yang disewakan setiap harinya mencapai 250 unit. Harga
sewa untuk trays yaitu sebesar Rp 1.500,00 per unit per hari.
Gambar 18 Kondisi keranjang/trays yang kotor dan rusak di PPSNZJ tahun 2011.
Menurut Pane (2008), untuk meningkatkan mutu dan sanitasi di pelabuhan
perikanan, diperlukan suatu basket yang mampu sekaligus memberi pengaruh
positif terhadap mutu ikan dan sanitasi. Selain itu, Lubis (2005) menyebutkan
adalah penting perawatan fasilitas, termasuk basket; seharusnya dibersihkan
menggunakan air bersih, diberi desinfektan atau menggunakan air panas tekanan
tinggi.
Alat angkut hasil tangkapan lainnya yang biasa digunakan oleh nelayan di
PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu blong. Blong merupakan alat angkut hasil
tangkapan yang memiliki bentuk silinder (Gambar 19). Sama halnya dengan trays,
pengadaan blong juga merupakan wewenang dari Koperasi Mina Muara Makmur
yang berada dibawah pengawasan Dinas Perikanan DKI Jakarta. Jumlah blong
72
yang disediakan yaitu sebanyak 200 unit yang setiap harinya mencapai 100 unit
blong yang disewakan dengan harga Rp 2.000,00 per unit per hari.
Gambar 19 Kondisi blong di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2011.
Beberapa peralatan yang digunakan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta
memiliki permukaan yang tidak tahan karat, seperti timbangan yang digunakan
terlihat sudah berkarat. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor ketidakbersihan pada
produk perikanan yang akan dijual jika karat pada timbangan tersebut menempel
pada produk perikanan. Timbangan yang biasa digunakan masih tergolong manual
(Gambar 20).
Gambar 20 Kondisi timbangan yang berkarat di TPI PPSNZJ tahun 2011.
73
Menurut
keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
No.
KEP.
01/MEN/2007 (DKP, 2007), tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, peralatan dan
perlengkapan yang berhubungan langsung dengan ikan harus terbuat dari bahan
tahan karat, tidak menyerap air, mudahdibersihkan dan tidak menyebabkan
kontaminasi sesuatu apapun terhadapbahan baku yang sedang diolah maupun
produk akhir serta dirancang sesuai persyaratan sanitasi.
Trays dan blong yang berisi hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak
biasanya diangkut dengan menggunakan trolly. Trolly ini merupakan kerangka
besi beroda kecil yang disediakan oleh Koperasi Mina Muara Makmur sekaligus
sebagai fasilitas tambahan di TPI (Gambar 21). Koperasi tersebut menyediakan
sepuluh trolly untuk mempermudah aktivitas pendistribusian ikan yang ada di
dalam trays maupun blong. Sama halnya dengan timbangan, trolly yang
digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan tersebut memiliki permukaan yang
tidak tahan karat.
Gambar 21 Trolly yang digunakan untuk mengangkut trays dan blong di TPI
PPSNZJ tahun 2011.
Selama diangkut dengan trolly ikan tidak ditutupi sehingga terkena sinar
matahari langsung dan polusi udara. Departemen Pertanian (1997) vide (Rusmali,
2004) menyatakan selama proses pengangkutan ikan, agar terhindar dari sinar
matahari langsung maka sebaiknya ikan diangkut melalui tempat teduh atau
ditutupi. Namun yang terlihat di PPSNZJ, ikan yang diangkut dengan trolly
74
menuju TPI tidak ditutupi sehingga terkena sinar matahari langsung, yang akan
berdampak kepada penurunan mutu ikan yang akan dijual di TPI.
Melihat kondisi fisik bangunan TPI yang sudah memprihatinkan, dimana
sudah banyak mengalami kerusakan maka bangunan TPI akan diperbaiki dan
direlokasi mendekati kearah dermaga barat pelabuhan dengan volume sebesar
3.350 m2. Tujuan dari relokasi pembangunan TPI lebih dekat jaraknya ke dermaga
barat adalah untuk memudahkan dan mempercepat dalam pengangkutan hasil
tangkapaan dari dermaga ke TPI.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola pelabuhan, bangunan TPI
yang akan dibuat terdiri dari dua lantai, lantai pertama direncanakan sebagai
tempat untuk kegiatan pelelangan dan lantai dua sebagai tempat pengolahan ikan,
bangunan TPI tersebut akan dilengkapi dengan kanopi (penutup) disepanjang jalur
dermaga ke TPI sehingga ikan yang turun dari kapal yang akan masuk ke TPI
tidak terkena cahaya matahari secara langsung.
Menurut Bahrum (2010), usia bangunan TPI Muara Baru sudah melebihi
dua puluh tahun dan tidak pernah direnovasi. Akibatnya, fisik bangunan berupa
atap mengalami kebocoran dan lantai sebagian ada yang retak-retak. Bangunan
TPI dibangun pada tahun 1984, jadi bangunan tersebut memang usianya sudah
tua. Lokasi TPI dan kantor akan dipindahkan ke arah Timur atau sekitar lokasi
dermaga transit. Menurut bagian Pemasaran Perum PPSJ Cabang Jakarta,
rencananya tahun 2011 akandimulai pembangunan gedung TPI yang baru berikut
kantor di lokasi dermaga transit sebelah timur pelabuhan Samudera Jakarta.
5.2.2 Pengelolaan tempat pelelangan ikan PPS Nizam Zachman Jakarta
Penyelenggaraan pelaksanaan penjualan ikan di tempat pelelangan ikan PPS
Nizam Zachman Jakarta dikelola oleh koperasi primer perikanan yang ditunjuk
langsung oleh Gubernur DKI Jakarta. Koperasi pimer perikanan adalah koperasi
primer perikanan yang bergerak dibidang perikanan dan beranggotakan para
nelayan, pedagang dan pengolah ikan. Gubernur menunjuk koperasi primer
perikanan sebagai penyelenggara pelelangan ikan berdasarkan usulan Kepala
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Koperasi yang telah
75
ditunjuk sebagai penyelenggara pelelangan ikan wajib menyelenggarakan
penjualan ikan yang ditetapkan dalam jangka waktu 3 tahun dan dapat
diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu penyelenggaraan pelelangan ikan
ditetapkan oleh Gubernur dan diajukan paling lambat 3 bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Peternakan,
Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, 2011).
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada saat proses penjualan
ikan berlangsung, sebenarnya aktivitas penjualan ikan yang ada di PPS Nizam
Zachman Jakarta penjualan ikan dengan sistem opow. Sistem opow adalah sistem
pelelangan ikan dimana ikan yang didaratkan dibeli oleh pemilik kapal, lalu akan
dijual kembali ke pihak-pihak tertentu, dengan kata lain ikan yang didaratkan
sudah ditentukan pemiliknya. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Propinsi
Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang retribusi
daerah, disebutkan mengenai retribusi yang diambil dalam pemakaian tempat
pelelangan ikan. Ikan segar, beku, hidup ataupun ikan dalam kondisi kering yang
diproduksi lokal, akan dikenakan retribusi kepada nelayan dan pedagang sebesar
5% dari harga transaksi (Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta,
2011).
Pemasaran ikan diadakan setiap hari pada jam-jam tertentu yang diatur oleh
kepala pelelangan sesuai dengan kebutuhan. Pemasaran ikan dapat dimulai
apabila memenuhi persyaratan, sepertiikan telah terkumpul dalam ruangan lelang
lengkap dengan catatan berat, jenis, dan pemilik ikan; dihadiri sekurangkurangnya 3 orang calon pembeli yang memenuhi persyaratan; dan setelah
persyaratan tersebut terpenuhi maka juru lelang wajib mengumumkan lelang akan
dimulai. Pemasaran ikan dilakukan sesuai dengan urutan yang ditentukan oleh
kepala pelelangan dan setiap calon pembeli pengikut lelang diberi kesempatan
yang sama untuk mengajukan penawaran. Pemasaran ikan dilaksanakan dengan
sistem penawaran meningkat untuk mencapai harga penawaran tertinggi.
Sebelum proses penjualan ikan dimulai, penjual ikan berkewajiban untuk
melaporkan kedatangan kapalnya kepada pihak TPI; membongkar ikan dari kapal
dengan disaksikan oleh pengawas bongkar ikan; menyerahkan ikan yang akan
dijual kepada juru timbang untuk dilakukan penimbangan; menyerahkan ikan
76
yang akan dijual kepada juru lelang; dan mencocokan kembali hasil penjualan
ikan kepada juru buku setelah diadakan proses penjualan ikan. Jenis ikan yang
dijual di TPI PPSNZJ hanyalah jenis-jenis ikan selain tuna meliputi ikan layang,
cumi-cumi, tenggiri, cucut, kembung, udang, gindara, lemadang, kakap batu dan
manyung, setelah dijual ikan-ikan tersebut dipasarkan ke luar daerah dan pasar
lokal. Jenis ikan tuna tidak dijual terlebih dahulu, melainkan langsung masuk ke
perusahaan yang ada di Tuna Landing Centre (TLC) untuk tujuan ekspor, kecuali
untuk tuna lokal (reject) yang melalui lelang sampel terlebih dahulu sebelum
masuk ke perusahaan.Namun transaksi penjualan ikan tetap tercatat datanya di
TPI Muara Makmur berdasarkan laporan dari pihak perusahaan, sehingga TPI
memperoleh retribusi dari nilai transaksi tersebut.
Setelah ikan dibongkar dan diturunkan ke dermaga, selanjutnya ikan
diangkut ke tempat tujuan berbeda. Ikan yang diturunkan dari kapal tradisional
langsung diangkut menuju TPI, sedangkan ikan yang diturunkan dari kapal tuna
langsung diangkut masuk ke dalam tempat penanganan ikan milik perusahaan
yang ada di TLC. Persiapan ikan yang dilakukan setelah ikan diturunkan dari
kapal tradisional, yaitu ikan yang telah disortir per keranjang disusun di lantai
dermaga. Sebelum diangkut ke TPI, ikan dicuci dengan menggunakan air kolam
pelabuhan di atas lantai dermaga. Air tersebut diambil oleh ABK dari kolam
pelabuhan dengan menggunakan ember yang diikat dengan tali. Tempat
pengambilan air berada di pinggir dermaga, dekat dengan kapal yang sedang
mendaratkan ikan. Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta Gambar 22.
Pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI menggunakan gerobak dorong atau
trolly. Setiap pengangkutan membutuhkan waktu sekitar lima menit, tergantung
pada jarak yang ditempuh dari tempat pembongkaran. Secara keseluruhan proses
pengangkutan akan selesai bila sudah tidak ada lagi ikan yang diturunkan. Jarak
terjauh dari tempat pembongkaran ke TPI sekitar 50 m. Setiap trolly yang
digunakan untuk mengangkut trays bisa diisi 2-3 trays, selama diangkut dengan
trolly ikan tidak menggunakan penutup sehingga terkena sinar matahari langsung
dan polusi udara. Jumlah buruh yang mengangkut hasil tangkapan ke TPI untuk
setiap kapal adalah 3 sampai 5 orang secara bergantian.
77
Pengangkutan ikan dari kapal tuna menuju tempat penanganan milik
perusahaan dibedakan untuk tujuan ekspor langsung dan dilakukan pengolahan
atau penanganan lebih lanjut. Ikan untuk tujuan ekspor, dari tempat penanganan di
dermaga khusus kapal tuna diangkut dengan menggunakan truk kontainer
berpendingin. Biasanya setelah pembongkaran ikan pada pagi hari, siang harinya
ikan langsung diangkut ke bandara. Ikan yang akan diolah disimpan terlebih
dahuluke cold storage pelabuhan atau cold storage milik perusahaan dengan
menggunakan kendaraan truk atau pick up dengan atau tanpa pendingin.
Kapal
Tuna LL
TLC
Didaratkan
kapal
Perikanan
(Laut)
Kapal
Angkut
Dermaga
Kapal Non
Tuna LL
Dari Kapal ke Kapal
Tuna segar
dan beku
Pelabuhan Udara
Pelabuhan Laut
E
K
S
P
O
R
Pengecer
Tuna Lokal
Tempat
Pelelangan
Ikan/TPI
Ikan
segar/beku
Dermaga
Lewat
Truk
(Darat)
Udang
Segar/Beku
Ikan Segar
Prosesing &
Pembekuan
Pusat Pemasaran
Ikan
Pengecer
L
O
K
A
L
PENGEPAKAN
Keterangan:
= Proses
= Jalur Distribusi
= Kapal
= Proses
= Tempat/gedung
= Produk/barang
= Orang
Sumber: Profil PPSNZJ, 2011
Gambar 22 Bagan distribusi dan pemasaran ikan di Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman Jakarta.
78
Setelah ikan didaratkan, sebagian ikan dijual di TPI. Ikan dijual dengan
sistem penawaran harga yang meningkat. Sebagian ikan lainnya diekspor untuk
memenuhi permintaan pasar luar negeri, tanpa melalui pelelangan sebelumnya.
Pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pelelangan ikan dilakukan
oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, meliputi tata cara
penyelenggaraan pelelangan ikan; bimbingan teknis usaha perikanan, pemasaran
dan
mutu
hasil
perikanan;
meningkatkan
kesejahteraan
nelayan;
dan
meningkatkan kemampuan teknis penyelenggara pelelangan ikan di TPI serta
dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, meliputi:
mempersiapkan
dan
mengajukan
koperasi
primer
perikanan
untuk
menyelenggarakan pelelangan ikan; meningkatkan kemampuan organisasi,
manajemen dan usaha koperasi; dan memfasilitasi permodalan, untuk menjamin
kelancaran penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI. Berdasarkan peraturan yang
ada pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta seharusnya membantu pihak
pengelola TPI dalam mengawasi sanitasi dan mutu ikan pada setiap diadakannya
penyelenggaraan pelelangan ikan. Mekanisme pemeliharaan sanitasi dan
higienitas meliputi penyemprotan lantai lelang setiap hari, pencucian trays setiap
selesai digunakan, pencucian lantai TPI dengan sabun non detergen setiap hari,
dan pembersihan saluran air setiap hari. Mekanisme pemantauan terhadap mutu
hasil tangkapan meliputi pemantauan langsung di lapangan secara visual dan
pengambilan sampel oleh petugas untuk diuji di laboratorium. Kegiatan
pemantauan tersebut dilaksanakan oleh petugas TPI dan BPMPHPK (Badan
Pengawas Mutu Produk Hasil Perikanan dan Kelautan) Provinsi DKI Jakarta.
Pihak UPT juga bertugas memelihara dan merawat TPI beserta kelengkapannya
meliputi penempatan trays di gudang setiap hari setelah digunakan, pemeliharaan
pompa air dan sound system setiap selesai digunakan, serta pemeliharaan trolly
dan timbangan setiap satu kali dalam satu minggu.
Pada kenyataannya, pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta tidak
menjalankan fungsinya secara optimal dalam hal menjaga sanitasi dan higienitas
di TPI. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kebersihan di TPI,
pencucian trays tidak dilakukan setiap hari atau setiap selesai digunakan, trays
hanya dicuci setiap satu bulan sekali. Pencucian lantai TPI dilakukan setiap hari
79
pada saat sebelum dan sesudah proses penjualan/pemasaran namun tidak
menggunakan desinfektan, pencucian lantai TPI hanya menggunakan air laut saja.
Mekanisme pemantauan terhadap mutu hasil tangkapan dilakukan langsung di
lapangan secara visual, namun tidak dilakukan pengambilan sampel oleh petugas
untuk diuji di laboratorium. Peralatan yang ada di TPI seperti trays, timbangan,
trolly dan blong tidak disimpan di tempat khusus penyimpanan peralatan,
melainkan disimpan sembarangan di sudut-sudut TPI.
6
UPAYA PENGELOLAAN SANITASI TEMPAT PELELANGAN IKAN
PPS NIZAM ZACHMAN JAKARTA
6.1 Dampak Sanitasi dari Aktivitas di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dan
Upaya Pengelolaannya
Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di tempat pelelangan
ikan PPS Nizam Zachman Jakarta meliputi aktivitas pengangkutan ikan dari
dermaga ke TPI; aktivitas penanganan ikan di TPI; aktivitas pengangkutan ikan
dari TPI ke perusahaan, pengolah dan pedagang ikan; aktivitas pencucian
keranjang yang digunakan;serta aktivitas pembersihan lantai TPI setelah dan
sebelum proses pelelangan.
Pada proses pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI, ikan dalam basket
diangkut dengan menggunakan gerobak dorong atau trolly dari dermaga ke TPI.
Kondisi trolly yang digunakan tersebut dalam keadaan kotor dan berkarat, kotoran
dan karat tersebut menempel pada basket yang berisi ikan dan mengakibatkan
hasil tangkapan yang diangkut menjadi kotor dan mutunya menurun.
Kondisi jalan yang biasa dilalui untuk mengangkut ikan dari dermaga ke
TPI juga dalam keadaan kotor sehingga kotoran tersebut menempel pada roda ban
trolly atau gerobak dan terbawa sampai ke TPI, sehingga dapat mengotori lantai
TPI. Kekotoran pada jalan tersebut terjadi karena banyaknya pelaku aktivitasdi
TPI yang melewati jalan tersebut tanpa memperhatikan kebersihan, misalnya para
pelaku yang sebelumnya beraktivitas di luar TPI dengan sandal atau sepatunya
masuk ke TPI melalui jalan tersebut sehingga menimbulkan kekotoran di lantai
TPI. Berdasarkan kondisi tersebut, sebaiknya di sepanjang jalur pengangkutan
ikan dari dermaga ke TPI dibangun jalan khusus untuk mengangkut ikan dimana
hanya para pelaku pengangkutan ikan yang boleh melewati jalan tersebut. Selain
itu, perlu ditetapkan peraturan agar pihak yang tidak berkepentingan dilarang
melewati jalur tersebut, serta para pelaku aktivitas pengangkutan yang
menggunakan jalur tersebut harus tetap menjaga kebersihan. Hal ini bertujuan
agar sanitasi dan kebersihan di tempat pelelangan ikan tetap terjaga dan mutu ikan
dapat dipertahankan.
Keranjang yang berisi ikan diletakkan secara kasar saat akan ditimbang,
setelah ditimbang keranjang yang berisi ikan diseret agak kasar dengan
81
menggunakan pengait untuk dipasarkan, sehingga ikan menjadi rusak dan banyak
lendir, darah, dan potongan tubuh ikan yang berceceran di lantai TPI. Hal tersebut
mengakibatkan lantai manjadi kotor, licin dan bau amis. Limbah ikan seperti
lendir, darah, dan potongan tubuh ikan yang tercecer di sekitar keranjang ikan,
mengakibatkan timbulnya bakteri yang juga dapat mencemari ikan. Ceceran darah
dan lendir yang menggenangi lantai TPI dapat mempercepat proses pembusukan
ikan. Limbah ikan ini dihasilkan karena kerja buruh angkut yang ceroboh dan
terburu-buru, sehingga ada sebagian kecil ikan dan potongan tubuh ikan yang
tercecer.
Berdasarkan keadaan tersebut di atas, sebaiknya pihak pengelola TPI
memberi penyuluhan mengenai penanganan ikan yang baik terkait dengan sanitasi
di TPI, menerapkan peraturan yang ketat mengenai cara penanganan ikan, disertai
dengan pengawasan dan penerapan sangsi bagi yang melanggar. Sesuai dengan
Food Sanitation Law dan Peraturan Pemerintah Metropolitan Tokyo, Wholesale
Market Sanitation Inspection Station melakukan supervisi, menyediakan pedoman
penanganan dan penyuluhan sanitasi juga diberikan kepada semua pihak yang
terlibat di pasar. Peran sanitasi lingkungan sangat penting untuk mendukung
keamanan hasil tangkapan. Setelah lelang berlangsung atau pasar tutup, semua
tempat dan peralatan dibersihkan sesuai dengan standar sanitasi yang berlaku di
Tokyo.
Ikan-ikan yang sudah busuk/rusak tetap masuk ke TPI untuk dipasarkan,
sehingga mengakibatkan lantai kotor karena lendir/muccus, darah ikan dan
potongan tubuh ikan. Seharusnya ikan-ikan yang sudah busuk/rusak tidak masuk
ke TPI, di Prancis ikan yang tidak layak konsumsi tidak boleh didaratkan di
pelabuhan perikanan atau langsung masuk ke pabrik pakan ikan (Lubis, et.al.
2010). Negara Uni Eropa, berdasarkan EU Regulation NO. 853/2004 tentang
Spesific hygiene rules for food and animal origin dan Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. Kep.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan bahwa kapal hasil tangkapanyang akan
dijadikan bahan baku produk perikanan yang akan diekspor harus memenuhi
persyaratan sanitasi dan hygiene dan wajib terdaftar/teregistrasi (Lubis dan Pane,
2010).
82
Sama halnya denganproses pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI, maka
pengangkutan ikan dari TPI sebelum didistribusikan ke perusahaan, pedagang dan
atau pengolah ikan, keranjang yang berisi ikan diseret dengan menggunakan
pengait sebelum kemudian diangkut. Hal ini mengakibatkan ceceran lendir dan
darah ikan menyebar ke berbagai tempat di lantai TPI. Ikan yang selesai dijual
kemudian diseret dengan menggunakan pengait ke luar TPI.
Pada proses pengangkutan tersebut, basket/trays yang berisi ikan kemudian
diangkut dengan menggunakan pick up untuk didisribusikan ke perusahaan,
pedagang, dan atau pengolah ikan. Sarana angkutan yang digunakan untuk
mendistribusikan hasil tangkapan tersebut terlihat dalam keadaan terbuka
sehingga hasil tangkapan terkena cahaya matahari secara langsung.
Sarana angkutan yang digunakan tidak tertutup dengan baik, sehingga ikan
terkena cahaya matahari dan mudah mengalami pembusukan. Sarana yang
digunakan untuk mengangkut ikan hendaknya tertutup untuk melindungi ikan dari
cahaya matahari dan memperlambat proses pembusukan ikan agar mutu ikan tetap
terjaga. Lubis, et al. 2010, mengatakan bahwa salah satu upaya penanganan hasil
tangkapan yang perlu dilakukan oleh PPS Nizam Zachman Jakarta adalah
melakukan pengecekan sarana transportasi dan pendukungnya, seperti sarana
transportasi harus berpendingin (truck berpendingin), dalam kondisi bebas dari
kontaminasi, dalam kondisi baik dan aman, tidak rusak atau bermasalah, serta
terlindung dari sinar matahari secara langsung. Menurut Pane, 2008 bahwa salah
satu kegiatan mempertahankan mutu ikan yang penting di pelabuhan perikanan
adalah pemindahan ikan yang tidak mengakibatkan rusaknya mutu: dari kapal ke
dermaga dan dari dermaga ke TPI sampai saat sebelum didistribusikan. Pada
proses pemindahan tersebut penting penggunaan es dan basket yang bersih.
Keranjang yang digunakan untuk menyimpan hasil tangkapan tidak dicuci
secara rutin setiap selesai pemasaran/penjualan ikan atau setiap selesai digunakan,
melainkan keranjang yang sudah digunakan disimpan dalam keadaan kotor yang
berakibat adanya lendir dan darah ikan yang mengering di sela-sela keranjang.
Penggunaan keranjang ikan selama proses pembongkaran, pengangkutan, dan
penjualan ikan perlu diperhatikan kebersihannya. Keranjang ikan yang tidak
dicuci dengan bersih dapat menimbulkan sisa darah dan lendir yang mengering
83
pada keranjang. Hal ini menimbulkan bakteri dan mikroorganisme masih tersisa
dalam keranjang dan dapat mempercepat proses pembusukan pada ikan. Lantai
TPI selalu dibersihkan setiap pagi oleh petugas kebersihan setiap selesai lelang
dengan menggunakan air kolam pelabuhan tanpa menggunakan desinfektan.
Lantai yang sudah dibersihkan masih tercium bau amis ikan dan kadang
masih licin. Lantai TPI hendaknya dibersihkan dengan menggunakan air bersih
dan desinfektan agar tidak menimbulkan bau dan tidak licin. Sesuai dengan
ketentuan Uni Eropa tentang penerapan standardisasi mutu di pelabuhan
perikanan (Direktrorat Standardisasi dan Akreditasi DKP, 2005 vide Mahyuddin,
2007), bahwa lantai TPI harus dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam
dengan menggunakan air bersih dan harus diberi disinfektan. Pembersihan
tersebut harus dilakukan secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan.
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, dampak dari kurang
baiknya kondisi sanitasi dan kebersihan akibat aktivitas yang berlangsung di
tempat pelelangan ikan, diduga dapat mempengaruhi lingkungan, kesehatan, mutu
dan harga ikan. Dampak sanitasi yang tidak ditangani dengan baik di TPI PPS
Nizam Zachman Jakarta adalah menimbulkan bau yang tidak sedap, mengganggu
kenyamanan dalam beraktivitas, dan mengurangi nilai estetika/keindahan.
Potongan tubuh ikan yang tercecer mengakibatkan datangnya binatang dan
serangga seperti kucing, tikus, dan lalat ke lokasi tempat pelelangan ikan.
Kehadiran
binatang-binatang
tersebut
dapat
mengganggu
kenyamanan
beraktivitas dan dapat mencemari ikan yang akan dijual jika terjadi kontak secara
langsung. Hal ini dapat mengakibatkan masuknya bakteri melalui binatang dan
serangga tersebut sehingga mempercepat proses pembusukan ikan selanjutnya
kualitas ikan menurun. Selain itu, ikan yang mutunya buruk apabila dikonsumsi
akan mempengaruhi kesehatan tubuh konsumen. Oleh karena itu, sanitasi di
tempat pelelangan ikan sangatlah penting untuk dijaga dan dipelihara dengan
baik.
84
Tabel 12 Aktivitas yang dapat menimbulkan dampak sanitasi di TPI PPSNZJ dan
upaya pengelolaannya
No
1
Aktivitas
Proses
Ikan dalam
basket
diangkut
Pengangkutan dengan
ikan dari
menggunakan
dermaga ke
gerobak
TPI
dorong atau
trolly dari
dermaga ke
TPI
Dampak yang
ditimbulkan
terkait sanitasi
Kondisi jalan dari
dermaga ke TPI
menjadi kotor
sehingga kotoran
tersebut menempel
pada roda trolly
atau gerobak dan
terbawa sampai ke
TPI
Ikan dalam
keranjang yang
sudah sampai
ke TPI
ditimbang
terlebih dahulu
dengan cara
Ikan menjadi rusak
meletakkan
dan banyak lendir
secara kasar,
ikan yang tercecer
kemudian di
letakkan di
lantai TPI
dengan cara
diseret untuk
kemudian
dijual
2
Penanganan
ikan di TPI
3
Ikan yang
selesai
dipasarkan
kemudian
diseret dengan
Pengangkutan menggunakan
ikan dari TPI pengait ke luar
ke
TPI, ikan
perusahaan
diangkut
dan pedagang dengan
menggunakan
sarana angkut
yang tidak
tertutup
dengan baik
Ikan terkena
cahaya matahari
dan mudah
mengalami
pembusukan
Upaya
pengelolaan
Dibangun jalan
khusus dari
dermaga ke TPI
untuk
mengangkut ikan
Para pelaku
pemasaran ikan
diberi penyuluhan
mengenai
penanganan ikan
yang baik terkait
dengan sanitasi,
diterapkan
peraturan yang
ketat mengenai
cara penenganan
ikan, disertai
dengan
pengawasan dan
penerapan sangsi
bagi yang
melanggar
Sarana yang
digunakan untuk
mengangkut ikan
hendaknya
tertutup untuk
melindungi ikan
dari cahaya
matahari dan
memperlambat
proses
pembusukan ikan
85
Tabel 12 (lanjutan)
No
4
5
Dampak yang
ditimbulkan
terkait sanitasi
Keranjang menjadi
kotor akibat dari
Keranjang ikan
lendir dan darah
tidak dicuci
ikan yang
secara rutin
Pencucian
mengering di selasetiap selesai
keranjang
sela keranjang,
proses
sehingga ikan
pemasaran
terkontaminasi
ikan
bakteri dari
keranjang tersebut
Lantai TPI
selalu di
bersihkan
setiap pagi dan
setiap selesai
Lantai yang sudah
Pembersihan proses
dibersihkan masih
lantai TPI
pemasaran
tercium bau amis
setelah proses ikan dengan
ikan dan kadang
pemasaran
menggunakan
masih licin
air kolam
pelabuhan
tanpa
menggunakan
desinfektan
Aktivitas
Proses
Upaya
pengelolaan
Keranjang dicuci
setiap kali selesai
lelang dengan
menggunakan air
bersih dan diberi
desinfektan
Lantai TPI
hendaknya
dibersihkan
dengan
menggunakan air
bersih dan
desinfektan agar
tidak
menimbulkan bau
dan tidak licin
Sanitasi di tempat pelelangan ikan dapat diduga mempengaruhi kualitas
lingkungan di sekitarnya. Demikian pula kualitas lingkungan diduga akan
berpengaruh terhadap kesehatan orang-orang yang berada di lingkungan tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sanitasi di TPI adalah penting, tidak
hanya bagi mutu ikan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, tetapi juga
bagi para pelaku yang ada di dan sekitar TPI.
6.2 Perbandingan Pengelolaan Sanitasi Tempat Pelelangan Ikan di TPI PPS
Nizam Zachman Jakarta Berdasarkan Standar Internasional
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian, atap TPI PPSNZJ
kondisinya sudah rusak/bolong dan berkarat, hal ini mengakibatkan terjadinya
bocor ketika ada hujan dan rontoknya serpihan karat/cat yang dapat menambah
86
kekotoran terhadap produk perikanan yang dijual di TPI. Berdasarkan ketentuan
Uni Eropa dalam Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 1.c, seharusnyaTPI
dilengkapi dengan atap dan dinding yang mudah dibersihkan dan dalam kondisi
baik, maka perlu adanya perbaikan, bila perlu mengganti atap yang rusak untuk
menghindari hasil tangkapan dari bocor dan cemaran rontoknya serpihan
karat/cat.
Kondisi fisik lantai tidak sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan
higiene yang baik di TPI (KEP. 01/MEN/2007; subbab 5.2.1). Kondisi lantai yang
rusak dan berlubang bisa menambah akumulasi kekotoran di TPI dan
mengakibatkan lantai TPI sulit untuk dibersihkan karena kotoran yang dihasilkan
dari proses penjualan menempel pada lantai TPI yang rusak dan berlubang
tersebut. Sesuai dengan ketentuan Uni Eropa dalam Regulation (EC) No
852/2004, Bab II, No. 1.a bahwa lantai TPI harus tahan air dan mudah
dibersihkan, maka perlu adanya perbaikan lantai yang berlubang untuk
menghindari akumulasi kotoran di tempat pelelangan ikan. Lantai TPI selalu
dibersihkan setiap hari baik bagian luar maupun bagian dalam dengan
menggunakan air laut tapi tanpa menggunakan desinfektan untuk menghilangkan
kotoran dan bau amis. Pihak TPI diharapkan menyediakan desinfektan untuk
pencucian lantai TPI serta bisa menyediakan pasokan air bersih yang cukup untuk
penanganan ikan dan operasi pembersihan terhadap lantai TPI.
TPI PPS Nizam Zachman Jakarta mempunyai sistem pembuangan air kotor,
tetapi kondisinya kotor dan menggenang, sehingga perlu memperbaiki konstruksi
saluran pembuangan agar air buangan dapat mengalir dengan lancar, memberi
penutup pada saluran air buangan (limbah cair) terutama di area penanganan ikan,
dan membersihkan saluran pembuangan secara rutin agar air buangan dapat
mengalir dengan lancar. Sistem pembuangan air/saluran di TPI PPS Nizam
Zachman Jakarta dinilai kurang baik. Air
buangan dari TPI tidak mengalir
(tergenang). Kapasitas saluran air tidak mencukupi, air buangan tidak mengalir
baik di lantai atas TPI maupun di bawah, dan tidak semua saluran pembuangan
tertutup sehingga saluran pembuangan tidak dapat mencegah masuknya binatang
pengerat. Limbah cair yang dihasilkan dari proses pelelangan ikan di TPI tidak
ditangani dengan baik, dari TPI limbah cair langsung dibuang ke laut. Begitu juga
87
dengan limbah padat yang penanganannya dinilai kurang baik. Pada saluran air
pembuangan TPI, terdapat limbah padat sisa-sisa ikan yang tercecer. Saluran
pembuangan yang berada di sekitar TPI dinilai kurang lancar dan terjadi
penyumbatan akibat adanya sampah padat seperti bungkus dan puntung rokok,
plastik dan potongan-potogan ikan yang menggenang di dalam saluran tersebut.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex
Alimentarius, 2009 Bab III, 3.2.2 bahwa Saluran pembuangan harus mampu
menampung sampah/limbah dalam jumlah yang banyak, serta akumulasi limbah
padat, semi padat atau cair harus diminimalisir untuk mencegah kontaminasi.
Fasilitas yang ada di TPI PPSNZJ seperti toilet baik jumlah maupun
kebersihannya dinilai kurang. Pihak TPI hendaknya menyediakan fasilitas sanitasi
(sabun) di toilet dan memberi/menempel peringatan agar terbiasa untuk mencuci
tangan dengan sabun, serta perlu juga adanya perbaikan kamar mandi/wc dengan
menggunakan bahan yang mudah dibersihkan.
Pembersihan terhadap peralatan yang digunakan di TPI tidak dilakukan
secara teratur baik sebelum maupun sesudah pelelangan. Pada proses pendaratan
dan pemasaran hasil tangkapan, keranjang (trays) yang digunakan tidak dicuci
bersih sehingga sisa-sisa darah dan lendir masih menempel dan mengering pada
keranjang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas kebersihan di TPI,
keranjang (trays) tidak dicuci setiap kali selesai proses pemasaran atau setiap
selesai digunakan, melainkan keranjang dicuci sekitar satu bulan sekali. Hal ini
dikarenakan adanya pergantian tugas dalam membersihkan keranjang yang
biasanya dilakukan oleh petugas dari UPT PPS Nizam Zachman Jakarta menjadi
petugas dari pihak pengelola TPI. Peralatan dan keranjang/wadah yang telah
mengalami kontak langsung dengan produk, tidak dirawat dengan baik; peralatan
tidak dicuci dan disanitasi sesudah digunakan dan juga disimpan dalam kondisi
kotor.
Adapun prosedur pembersihan/pencucian yang dilakukan oleh petugas
kebersihan tidak mampu mencegah kontaminasi terhadap ikan. Pada pencucian
keranjang/trays ataupun pencucian lantai TPI biasanya tidak menggunakan
desinfektan, pencucian hanya dilakukan dengan menggunakan air dari kolam
pelabuhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pencucian
88
keranjang/trays juga tidak dilakukan secara rutin setiap setelah selesai digunakan
melainkan dicuci sekitar satu bulan sekali.
Penempatan peralatan dan wadah/keranjang tidak menjamin sanitasi,
keranjang tidak disimpan di tempat yang terlindung dari kontaminasi melainkan
disimpan secara sembarangan di sudut-sudut TPI. Kondisi fisik keranjang yang
biasa digunakan sebagai wadah hasil tangkapan banyak yang sudah rusak, pihak
pengelola TPI belum memiliki program pemantauan untuk membuang wadah dan
peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan, pihak pengelola TPI juga belum
memiliki dokumen prosedur/program mengenai hal tersebut.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pihak TPI diharapkan
dapat
melaksanakan program perawatan terhadap peralatan dan sarana penanganan ikan
secara rutin agar peralatan/wadah yang digunakan selalu dalam kondisi bersih dan
terjaga sanitasinya. Menurut Lubis (2009b), proses pencucian keranjang/basket
ikan di beberapa negara di Uni Eropa tidak dilakukan secara manual. Keranjangkeranjang ikan bekas pakai dimasukkan kedalam mesin pencuci keranjang
berkapasitas 600 basket per jam. Setelah masuk kedalam mesin, keranjangkeranjang tersebut akan tercuci secara otomatis, sehingga pada saat keluar dari
mesin, keranjang sudah dalam keadaan bersih.
Hasil pengamatan selama penelitian diperoleh bahwa masih ada pelaku
aktivitas di TPI yang merokok, makan dan minum di area penjualan ikan, serta
membuang sampah sembarangan. Menurut peraturan yang tercantum dalam
Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.5.2 dinyatakan bahwa para pelaku di area
penanganan ikan tidak diizinkan untuk merokok, meludah, makan, bersin dan
batuk pada saat hasil tangkapan tidak ditutup. Pihak pengelola TPI seharusnya
memasang tanda-tanda peringatan mengenai hal-hal yang tidak boleh dilakukan di
area TPI dan cara penanganan ikan yang baik serta sanitasi dan higiene. Pihak TPI
juga sebaiknya memberikan sangsi tegas kepada siapa saja yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
Hasil wawancara dengan petugas kebersihan menyatakan bahwa supply air
bersih di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dinilai kurang, air yang biasa
digunakan oleh petugas kebersihan berasal dari kolam pelabuhan. Sesuai dengan
peraturan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009 Bab III, 3.4.5.1
89
disebutkan bahwa pasokan air bersih harus cukup, air yang digunakan untuk
mencuci hasil tangkapan harus terhindar dari kontaminasi. Sebaiknya pihak
pengelola TPI membuat daftar pemasok air yang digunakan untuk operasi
penanganan ikan di TPI, serta melakukan program pengendalian suplier
(verifikasi seperti uji laboratorium) terhadap pasokan air.
Hasil wawancara dengan petugas TPI, menyebutkan bahwa ketersediaan air
bersih untuk membersihkan TPI dinilai kurang baik. Pasokan air tidak cukup,
khususnya di TPI pasokan airnya kecil (termasuk untuk mencuci lantai), air yang
tersedia dinilai tidak cukup. Fasilitas kran air bersih di TPI jumlahnya sangat
terbatas sehingga menghambat para pelaku aktivitas pelelangan dalam menjaga
kebersihan. Air yang tersedia di TPI bisa dikatakan dapat terkontaminasi, hal ini
dapat dilihat dari selang air di TPI tergeletak di lantai (tidak dilengkapi dengan
gantungan).
Kebutuhan akan es di PPSNZJ disediakan oleh Perum PPS. Perbekalan es
dari Perum PPS tidak dijual langsung kepada armada-armada penangkapan ikan
melainkan dijual melalui agen-agen. Perum PPS mengoperasikan 2 unit pabrik es
dengan kapasitas 150 ton/hari dan untuk memasok kebutuhan es dalam operasi
penangkapan ikan, pabrik es yang dikelola pihak swasta yaitu PT. Safritindo Dwi
Santoso mempunyai kapasitas 240 ton/hari. Kondisi fasilitas pabrik es di kawasan
PPSNZJ dalam keadaan baik sehingga masih mampu menyuplai es ke pelabuhan.
Sumber air yang digunakan untuk pembuatan es di perusahaan tersebut dinilai
cukup baik, es dibuat dengan menggunakan air bersih. Hal ini sudah sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Codex Alimentarius, 2009. Bab III,
3.4.5.2 bahwa es yang digunakan harus diproduksi dengan menggunakan air
bersih. Namun, masih terdapat kekurangan dalam hal penanganan es tersebut pada
saat akan digunakan. Es yang akan digunakan tidak terlindung dari kontaminasi,
es diangkut dengan menggunakan truk yang dilengkapi dengan bak kayu dalam
keadaan terbuka (Widiastuti, 2010).
Hasil tangkapan setelah pendaratan dinilai kurang aman, karena setelah
pendaratan, ikan diangkut menggunakan gerobak dorong/trolly dari dermaga ke
TPI dalam keadaan terbuka sehingga terkena cahaya matahari secara langsung.
Pengaruh sinar matahari secara lagsung dapat menyebabkan penurunan mutu ikan
90
lebih cepat, sedangkan sepanjang jalur pengangkutan ikan dari dermaga ke TPI
tidak dilengkapi dengan kanopi untuk melindungi ikan agar tidak terkena sinar
matahari langsung. Selain itu, jarak dari dermaga ke TPI yang digunakan sebagai
jalur pengangkutan ikan juga terlalu jauh.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kondisi trolly yang
digunakan untuk mengangkut ikan dalam keadaan berkarat, sehingga karat
tersebut menempel pada keranjang ikan dan dapat mengakibatkan kekotoran pada
produk
ikan.
Menurut
Lubis
(2009b),
di
negara-negara
Uni
Eropa
basket/keranjang ikan diangkat dari kapal dengan crane dan langsung diangkut ke
TPI dengan forklift atau dari kapal ikan disalurkan ke TPI dengan conveyor.
Menurut ketentuan Uni Eropa dalam Regulation (EC) No 852/2004, Bab II, No. 2
bahwa fasilitas yang digunakan harus memadai, menggunakan bahan yang halus,
tahan karat, dan mudah dibersihkan.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka perlu adanya relokasi terhadap
bangunan TPI agar tidak terlalu jauh jaraknya dengan dermaga bongkar dan
sebaiknya sepanjang jalur pengangkutan dari dermaga bongkar ke TPI memakai
kanopi/penutup di atasnya agar produk perikanan terhindar dari cahaya matahari
secara langsung. Seperti yang dikatakan oleh Lubis, et al. 2010, bahwa waktu
yang dibutuhkan dalam proses penanganan hasil tangkapan dipengaruhi oleh alat
angkut yang digunakan, jarak dan waktu tempuh serta kondisi jalan yang
mendukung agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengangkutannya. Kondisi
hasil tangkapan akan semakin baik apabila waktu yang dibutuhkan dalam proses
penanganan hasil tangkapan semakin singkat. Selain itu, perlu adanya perbaikan
atau bila perlu mengganti peralatan-peralatan yang terbuat dari bahan yang mudah
berkarat untuk menghindari terjadinya akumulasi kotoran terhadap produk ikan.
Tentu saja perbaikan atau pergantian peralatan tersebut harus diimbangi dengan
pemeliharaan yang baik dan rutin.
Begitu juga pada proses pengangkutan dari TPI ke perusahaan, pedagang,
dan/atau pengolah ikan tidak menggunakan alat angkut yang tertutup sehingga
produk terkena cahaya matahari secara langsung. Pengangkutan ikan sebaiknya
menggunakan mobil berinsulasi untuk mengganti mobil/truk yang terbuka agar
terlindung dari cahaya matahari. Hasil tangkapan yang mengalami penundaan
91
sebaiknya disimpan terlebih dahulu di ruang dingin/cool room untuk
mempertahankan mutu ikan.
Pada proses pemasaran ikan terlihat bahwa hasil tangkapan dijual pada
tempat yang kurang bersih. Sebelum dipasarkan, ikan dalam keranjang ditimbang
terlebih
dahulu.
Penimbangan
ikan
dilakukan
secara
manual
dengan
menggunakan timbangan yang kondisinya berkarat. Menurut Lubis (2009b), di
beberapa negara Uni Eropa, teknik pelelangan ikan sudah semakin berkembang,
sehingga nelayan dan konsumen mendapatkan kepuasan baik dalam kebersihan,
penimbangan maupun dalam harga dan kualitas ikannya. Proses pelelangan ikan
di Uni Eropa saat ini telah dilakukan dengan teknologi komputerisasi melalui
sistem BIP (Borne Interactive de Pesées) atau mesin lelang elektronik yang
mendeteksi secara otomatis berat, jenis ikan, dan kategori kualitas berdasarkan
ketentuan yang telah disepekati oleh Uni Eropa dengan menganut metode QIM
(Qualité, Indice et Méthode). Semua informasi ditampilkan di layar lebar dengan
akurat dan cepat.
Tabel 13 Perbandingan pengelolaan sanitasi TPI PPSNZJ dengan pengelolaan
sanitasi TPI berdasarkan ketentuan Internasional
No
1
Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan
Ketentuan Internasional
Konstruksi bangunan
a. Permukaan dinding dan
batas dinding dengan
lantai harus terbuat dari
bahan yang kedap air
dan mudah dibersihkan
b. Fasilitas yang
digunakan harus
memadai,
menggunakan bahan
yang halus, tahan karat,
dan mudah dibersihkan
c. Lantai harus mudah
dibersihkan dan
disertaidengan sistem
Pengelolaan sanitasi di
TPI PPSNZJ
Referensi
Permukaan dinding tidak
kedap air dan sulit
dibersihkan, permukaan
dinding berlubang dan
berlumut; batas dinding
dengan lantai kedap air
dan mudah dibersihkan.
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.2.1
Fasilitas yang digunakan
kurang memadai, fasilitas Regulation (EC)
yang digunakan tidak
No 852/2004, Bab
tahan karat seperti
II, No. 2
timbangan dan trolly.
Lantai tidak mudah
Regulation (EC)
dibersihkan karena lantai
No 852/2004, Bab
ada yangberlubang/rusak,
92
Tabel 13 (lanjutan)
No
Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan
Ketentuan Internasional
drainase yang
memadai
d. Penerangan di area
penanganan ikan harus
cukup
2
e. Langit-langit atau atap
dan semua
perlengkapan harus
dapat mencegah
akumulasi kotoran,
menghambat
pertumbuhan jamur dan
jatuhnya partikel
f. Setiap bak pencuci atau
fasilitas lainnya yang
disediakan untuk
mencuci hasil
tangkapan harus
memiliki pasokan air
yang cukup sesuai
persyaratan dan harus
tetap bersih.
Saluran pembuangan
a. Saluran pembuangan
harus mampu
menampung
sampah/limbah dalam
jumlah yang banyak
b. Akumulasi limbah
padat, semi padat atau
cair harus
diminimalisir untuk
mencegah kontaminasi
3
Pengelolaan sanitasi di
TPI PPSNZJ
Referensi
disertai dengan sistem
drainase namun dinilai
kurang memadai
Penerangan di area
penanganan ikan dinilai
kurang cukup
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.2.3
Atap TPI sudah
rusak/bolong dan
berkarat sehingga terjadi
bocor ketika ada hujan
Regulation (EC)
No 852/2004, Bab
II, No. 1.c
Pasokan air dinilai
kurang cukup untuk
mencuci fasilitas di TPI,
kondisi kebersihan
fasilitas kurang terjaga
Regulation (EC)
No 852/2004, Bab
II, No. 3
Saluran pembuangan di
TPI tidak mampu
menampung
sampah/limbah dalam
jumlah banyak
Libah padat, semi padat
atau cair tidak ditagani
dengan baik sehingga
mengakibatkan saluran
pembuangan menjadi
tergenang
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.2.2
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.2.2
Pasokan air
a. Pasokan air bersih
harus cukup
Pasokan air bersih dinilai
kurang, untuk mencuci
hasil tangkapan masih
menggunakan air kolam
pelabuhan.
b. Air yang digunakan
untuk mencuci hasil
Air yang digunakan
untuk mencuci hasil
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.4.5.1
Codex
Alimentarius,
93
Tabel 13 (lanjutan)
No
4
5
6
Pengelolaaan sanitasi
TPI berdasarkan
Ketentuan Internasional
Pengelolaan sanitasi di
TPI PPSNZJ
Referensi
tangkapan harus
terhindar dari
kontaminasi
tangkapan menggunakan
air kolam pelabuhan
sehingga dapat
terkontaminasi
2009. Bab III,
3.4.5.1
a. Harus diproduksi
dengan menggunakan
air bersih
Es diproduksi dengan
menggunakan air bersih.
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.4.5.2
Es
Es tidak terlindung dari
kontaminasi, es diangkut
b. Harus terlindung dari
dengan menggunakan
kontaminasi
truk yang dilengkapi
dengan bak kayu
Penanganan limbah/sampah
a. Limbah/sampah harus
Masih terdapat
dijauhkan dari area
sampah/limbah di area
penanganan dan
penanganan ikan
pengolahan ikan
Fasilitas untuk
b. Fasilitas untuk
menampung sampah
menampung
tidak dipelihara dengan
sampah/limbah harus
baik, disekitar TPI hanya
dipelihara dengan baik
terdapat satu buah
Kebersihan pelaku
a. Para pelaku harus
dibiasakan mencuci
Para pelaku aktivitas
tangan pada awal
tidak dibiasakan untuk
penanganan ikan dan
mencuci tangan sebelum
saat kembali memasuki
dan sesudah penanganan
area pengolahan, serta
ikan
segera setelah
menggunakan toilet
b. Para pelaku di area
penanganan ikan tidak
Masih banyak para
diizinkan untuk
pelaku di TPI yang
merokok, meludah,
merokok, meludah, dan
makan, bersin dan
makan sembarangan
batuk pada saat hasil
serta masih ada yang
tangkapan tidak
memakai perhiasan
ditutup, memakai
berharga yang dapat
perhiasan yang
mengancam keselamatan
menimbulkan ancaman para pelaku di TPI
bagi keselamatan
Codex
Alimentarius,
2009. Bab VII,
No. 4
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.4.6
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.4.6
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.5.2
Codex
Alimentarius,
2009. Bab III,
3.5.2
94
6.3 Upaya Pengelolaan Sanitasi yang Dilakukan Pihak Pengelola TPI PPS
Nizam Zachman Jakarta
Hasil wawancara dengan pihak pengelola pelabuhan, didapatkan informasi
bahwa penanganan dan pengawasan sanitasi dan kebersihan tempat pelelangan
ikan berada di bawah pengawasan langsung pihak UPT PPS Nizam Zachman
Jakarta dan berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI Muara Baru. Pengawasan
sanitasi tempat pelelagan ikan dilakukan setiap kali diadakannya proses
pelelangan ikan oleh petugas dari Seksi Pengawasan Mutu PPS Nizam Zachman
Jakarta. Petugas mengawasi fasilitas dan aktivitas pelelangan ikan terkait dengan
sanitasi dan kebersihannya dengan mengacu pada Kep.01/MEN/2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi,
Pengolahan dan Distribusi.
Pemanfaatan dan pengawasan sanitasi dan hygiene di tempat pelelangan
ikan PPS Nizam Zachman Jakarta memiliki beberapa kriteria yang mengacu pada
Kep.01/MEN/2007. Kriteria tersebut yaitu (PPSNZJ, 2011):
1) Lokasi dan lingkungan: penanganan sampah, limbah dan peralatan harus
ditangani dengan baik; sistem pembuangan air/salurannya baik; tidak
terdapat debu yang berlebihan di jalanan dan tempat parkir; terdapat
kontrol untuk mencegah serangga, tikus, dan binatang pengganggu
lainnya;
2) Konstruksi bangunan: rancangan bangun, bahan-bahan atau konstruksinya
tidak menghambat program sanitasi; lantai terbuat dari bahan yang mudah
diperbaiki; konstruksi lantai sesuai persyaratan teknis sanitasi dan hygiene;
pertemuan antara lantai dan dinding mudah dibersihkan; kemiringan
sesuai; kedap air; dinding tahan air, halus, dan mudah dibersihkan serta
pada ketinggian dibawah 100 cm bebas dari benda-benda yang dapat
mengganggu proses pembersihan; penerangan cukup; lampu di ruang
penanganan ikan segar adalah aman (ada pelindung); tidak terdapat
kapang/jamur di ruang penanganan;
3) Saluran pembuangan: kapasitas saluran air mencukupi; dinding saluran air
halus dan kedap air; saluran pembuangan tertutup dan dilengkapi bak
kontrol; dapat mencegah masuknya binatang pengerat;
95
4) Pasokan air: air mudah dijangkau/cukup tersedia; pasokan air cukup; air
tidak dapat terkontaminasi; air layak digunakan; air mendapat persetujuan
dari instansi yang berwenang; air laut yang digunakan mendapat
persetujuan dari pihak yang berwenang; air laut yang digunakan sesuai
dengan persyaratan;
5) Pasokan solar: tidak ada kontaminasi dari solar;
6) Es: es dibuat dari air/air laut yang memenuhi persyaratan; dibuat dari air
yang sudah diijinkan; ditangani sesuai persyaratan; tidak digunakan
kembali untuk ikan lain;
7) Penanganan limbah: limbah cair ditangani dengan baik; limbah padat
ditangani atau dikumpulkan pada wadah yang mencukupi jumlahnya;
8) Toilet: ada fasilitas toilet di TPI; dilengkapi dengan sabun atau lap serta
ada peringatan agar membiasakan mencuci tangan;
9) Konstruksi dan pemeliharaan wadah dan alat lain: permukaan peralatan,
wadah dan lain-lain yang kontak dengan produk dibuat dari bahan yang
sesuai persyaratan seperti halus, tahan karat dan tahan air; rancang bangun,
konstruksi dan penempatan peralatan dan wadah menjamin sanitasi dan
dapat dibersihkan secara efektif; peralatan dan wadah yang masih
digunakan dirawat dengan baik; ada program pemantauan untuk
membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan;
peralatan kebersihan tersedia;
10) Peralatan untuk penanganan awal seperti trays, plastik, box, trolly: wadah
terbuat dari bahan yang dapat melindungi ikan dari kerusakan fisik serta
kedap air; dirawat dengan baik; ada lubang pembuangan air;
11) Pembersihan dan sanitasi: peralatan dan wadah yang kontak langsung
dengan produk dicuci dan disanitasi sebelum dan sesudah digunakan;
prosedur pembersihan/pencucian mencegah kontaminasi terhadap ikan;
ruang yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan dipelihara
kebersihan dan sanitasinya;
12) Kontrol sanitasi: ada program sanitasi dan efektif di TPI; kontrol sanitasi
efektif melindungi ikan dari kontaminasi;
96
13) Binatang peliharaan dan binatang lainnya: binatang pengerat/peliharaan
seperti tikus, anjing, kucing, kambing dicegah masuk ke lingkungan TPI;
14) Sarana penanganan: sarana penanganan mencukupi; suhu ikan sesuai
persyaratan.
Selanjutnya disebutkan bahwa berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan
oleh pihak pengawas mutu, masih terdapat beberapa penyimpangan dari kriteria
yang dijadikan sebagai patokan dalam pengelolaan dan pengawasan sanitasi dan
kebersihan di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta. Penyimpangan tersebut yaitu:
penanganan sampah, limbah dan peralatan tidak baik, di lokasi TPI dan
lingkungan masih terdapat sampah berserakan; sistem pembuangan air/saluran
kurang baik, di TPI air buangan tidak mengalir (tergenang); tidak ada kontrol
untuk mencegah serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya, semua area
penanganan tidak diberi pagar pembatas/penutup yang efektif untuk mencegah
masuknya binatang pengganggu; bangunan, bahan-bahan atau konstruksinya
menghambat program sanitasi, tiang dan atap TPI berkarat dan banyak cat yang
rontok; lantai tidak sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higiene, di TPI lantai
ada yang berlubang; terdapat kapang/jamur di ruang penanganan, di dinding TPI
banyak tumbuh lumut/terdapat kotoran; dinding saluran air tidak halus dan;
kapasitas saluran air tidak mencukupi, air buangan tidak mengalir di lantai atas
TPI dan di lantai bawah; tidak semua saluran pembuangan tertutup sehingga
dapat mencegah masuknya binatang pengerat, pada saluran pembuangan tidak
dilengkapi dengan screen; pasokan air tidak cukup, di TPI pasokan air kecil
(termasuk untuk mencuci lantai); air tidak mudah dijangkau/tidak cukup tersedia,
di TPI fasilitas kran air terbatas; air dapat terkontaminasi karena selang air di TPI
tergeletak di lantai (tidak dilengkapi dengan gantungan); es tidak ditangani sesuai
persyaratan sanitasi, es diangkut dengan menggunakan truk yang dilengkapi
dengan bak kayu; limbah cair tidak ditangani dengan baik, di TPI limbah cair
langsung dibuang ke laut; limbah padat tidak ditangani dengan baik, di saluran air
pembuangan TPI terdapat limbah padat sisa-sisa ikan; toilet ada namun tidak
dilengkapi dengan sabun/lap serta tidak ada peringatan agar membiasakan
mencuci tangan; permukaan peralatan tidak tahan karat, timbangan dan trolly
yang digunakan berkarat; penempatan peralatan dan wadah tidak menjamin
97
sanitasi, keranjang tidak disimpan di tempat yang terlindung dari kontaminasi;
peralatan dan wadah yang masih digunakan tidak dirawat dengan baik, keranjang
disimpan dalam kondisi kotor; tidak ada program pemantauan untuk membuang
wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan, di TPI belum memiliki
dokumen prosedurnya/program; wadah tidak dirawat dengan baik, keranjang yang
digunakan disimpan dalam kondisi kotor; peralatan dan wadah yang kontak
langsung dengan produk, tidak dicuci dan disanitasi sesudah digunakan, keranjang
disimpan dalam kondis kotor; prosedur pembersihan/pencucian tidak mencegah
kontaminasi terhadap ikan, keranjang dan timbangan masih dalam kondisi kotor;
area yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan tidak dipelihara
kebersihan dan sanitasinya, di dermaga pembongkaran banyak terdapat sampah,
genangan air dan pedagang makanan; tidak ada program sanitasi yang efektif di
pelabuhan/TPI, belum ada dokumen Prosedur Standar Operasi Sanitasi (SSOP);
kontrol sanitasi tidak efektif melindungi ikan dari kontaminasi, di area
penanganan ikan banyak kendaraan roda dua parkir; serta binatang peliharaan
tidak dicegah masuk ke lingkungan TPI, di area penanganan masih didapati
kucing dan anjing.
Upaya pengelolaan yang dilakukan oleh pihak TPI PPS Nizam Zachman
Jakarta dinilai kurang optimal. Walaupun pembersihan lantai TPI dilakukan
secara rutin setiap hari sebelum dan sesudah proses pemasaran ikan, namun
kenyataannya kebersihan dan sanitasi masih kurang terjaga, pihak UPT dan TPI
PPS Nizam Zachman Jakarta terus melakukan berbagai macam upaya pengelolaan
sanitasi dan kebersihan, salah satunya adalah melakukan pengawasan terhadap
sanitasi dan kebersihan di TPI dengan mengacu pada Kep/01/MEN/2007. Namun
pada kenyataannya peraturan tersebut belum benar-benar diterapkan secara
optimal. Salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengetahuan para pelaku
aktivitas di tempat pelelangan ikan terhadap pentingnya menjaga mutu hasil
tangkapan. Selain itu, tidak adanya sangsi tegas bagi pelanggar peraturan sehingga
mengakibatkan pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan menjadi lemah.
Menurut petugas kebersihan di TPI, setiap kali proses pelelangan ikan
selesai, para petugas TPI mulai menyemprot lantai hingga bersih. Penyemprotan
dilakukan secara menyeluruh di setiap bagian TPI. Kemiringan lantai TPI dibuat
98
hingga 20 agar memudahkan dalam pembersihan lantai TPI. Dengan kemiringan
20 tersebut, air sisa pembersihan lantai TPI akan mengalir secara langsung ke
dalam saluran pembuangan.
Upaya pengelolaan sanitasi sampai saat ini masih mengalami beberapa
hambatan, antara lain dari prilaku nelayan, kuli angkut, pedagang, dan peserta
lelang yang kurang memberi perhatian serta kesadaran akan pentingnya sanitasi
dan kebersihan di lingkungan tempat pelelangan ikan. Hal tersebut juga
menghambat petugas dari pihak pengelola TPI dan pihak pengelola pelabuhan
dalam menjalankan pengawasan sanitasi dan pelaksanaan program sanitasi.
Area yang digunakan untuk pembongkaran dan pemuatan ikan tidak
dipelihara kebersihan dan sanitasinya, di dermaga pembongkaran banyak terdapat
sampah, genangan dan pedagang makanan. Program sanitasi yang diterapkan di
TPI PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dikatakan belum efektif. Kontrol sanitasi
yang dilakukan juga tidak efektif melindungi ikan dari kontaminasi, di area
penanganan ikan banyak kendaraan roda dua parkir dan binatang peliharaan tidak
dicegah masuk ke lingkungan TPI, yang diindikasikan di area penanganan masih
didapati kucing.
Kondisi sanitasi dan kebersihan yang kurang terjaga ini disebabkan oleh
kurangnya kesadaran masyarakat nelayan, para pelaku di TPI dan sekitarnya
untuk menjaga sanitasi dan kebersihan, baik ruangan, fasilitas, dan juga ikan hasil
tangkapan yang didaratkan. Pencucian TPI seharusnya tidak hanya menggunakan
air bersih saja, melainkan menambahkan desinfektan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi dengan bakteri dan untuk mengurangi bau tidak sedap, seperti yang
terdapat di pelabuhan-pelabuhan perikanan Prancis.
Persiapan dan penanganan ikan di dalam ruangan TPI harus ditangani
dengan baik dan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik, daging ikan harus
dijaga kebersihannya. Oleh karena itu, peralatan yang digunakan harus bersih dan
terbuat dari bahan yang mudah untuk dibersihkan.
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.2 Kesimpulan
1) Aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan sanitasi di tempat pelelangan
ikan PPS Nizam Zachman Jakarta meliputi pengangkutan ikan dari dermaga
ke TPI; penanganan ikan di TPI; pengangkutan ikan dari TPI ke luar TPI
sebelum didistribusikan; pencucian keranjang yang digunakan; serta
pembersihan lantai TPI setelah dan sebelum proses pemasaran. Dampak dari
tidak baiknya kondisi sanitasi akibat aktivitas yang berlangsung di tempat
pelelangan ikan antara lain karena tidak ditaatinya peraturan oleh para
pengguna pelabuhan karena keterbatasan fasilitas penanganan yang sesuai
dan keterbatasan pengetahuan para pengguna pelabuhan. Dampak sanitasi
yang tidak ditangani dengan baik di TPI PPS Nizam Zachman Jakarta adalah
timbulnya bau yang tidak sedap sehingga mengganggu kenyamanan dalam
beraktivitas, dan mengurangi nilai estetika/keindahan. Sanitasi yang tidak
baik berpengaruh terhadap lingkungan, kesehatan, mutu dan harga ikan.
2) Bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan di PPS Nizam Zachman
Jakarta adalah dengan mengacu pada Kep.01/MEN/2007 tentang persyaratan
jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan pada proses produksi,
pengolahan dan distribusi. Petugas mengawasi fasilitas dan aktivitas
pemasaran ikan terkait dengan sanitasi dan kebersihannya. Penanganan dan
pengawasan sanitasi dan kebersihan tempat pelelangan ikan berada di bawah
pengawasan langsung pihak UPT PPS Nizam Zachman Jakarta dan
berkoordinasi dengan pihak pengelola TPI Muara Baru. Pengawasan sanitasi
tempat pelelangan ikan dilakukan oleh petugas dari Seksi Pengawasan Mutu
PPS Nizam Zachman Jakarta.
3) Alternatif solusi bentuk pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan PPS
Nizam Zachman Jakarta berstandar Internasional adalah dengan adanya
perbaikan terhadap pengelolaan sanitasi dan kebersihan di tempat pelelangan
ikan, yaitu: memperbaiki lantai yang berlubang; melaksanakan program
perawatan terhadap peralatan dan sarana penanganan ikan; memperbaiki
konstruksi saluran pembuangan, memberi penutup pada saluran air buangan
100
(limbah cair), dan membersihkan saluran pembuangan secara rutin;
menyediakan pasokan air bersih yang cukup; memasang tanda-tanda
peringatan; membuat daftar pemasok air yang digunakan di TPI dan
melakukan program pengendalian suplier (verifikasi seperti uji laboratorium);
menyediakan fasilitas sanitasi (sabun) di toilet, perbaikan kamar mandi/wc;
memperbaiki atap yang rusak; menggunakan mobil berinsulasi; serta
membuat program prosedur standar operasi sanitasi dan Good Handling
Practices di seluruh tahapan penanganan ikan di TPI.
7.3 Saran
1) Perlu adanya upaya pengurangan dampak negatif yang ditimbulkan dari
aktivitas di TPI melalui penerapan program prosedur standar operasi sanitasi
dan Good Handling Practices di seluruh tahapan penanganan ikan di TPI.
2) Perlu adanya koordinasi antara pihak pengelola TPI dengan pihak UPT PPS
Nizam Zachman Jakarta dalam hal pengelolaan sanitasi dan higienitas di TPI
PPS Nizam Zachman Jakarta agar sanitasi di TPI tetap terjaga dengan baik.
3) Perlu menerapkan standarisasi pengelolaan sanitasi tempat pelelangan ikan
PPS Nizam Zachman Jakarta seperti pengelolaan sanitasi tempat pelelangan
ikan berdasarkan ketentuan Internasional agar tidak kalah bersaing dengan
pelabuhan perikanan di negara-negara maju yang telah menerapkan ketentuan
ini.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2006. Syarat Pembuatan Tempat Sampah yang Baik. http://organisasi.
org/syarat_pembuatan_tempat_sampah_yang_baik_. [16-09-2011].
[Anonim]. 2008. System Sanitasi. http://www.bangfad.com/search/syarat-aluranpembuangan-air-limbah. [16-09-2011].
[Anonim]. 2010a. About Tsukiji Market. http://www.tsukijimarket.or.jp/youkoso/
about_e.htm [09-10-2010].
[Anonim]. 2010b. Tsukiji Fish Market-Tokyo Fish Market. http://www.Japanese
lifestyle.com.au/tokyo/tsukiji_fish_market.htm [09-10-2010].
[Anonim]. 2010c. The Tsukiji Market. Tokyo Metropolitan Central Wholesale
Market. http://www.tsukiji-market.or.jp/tukiji_e.htm[09-10-2010].
[Anonim]. 2010d. Tokyo Travel: Tsukiji Fish Market. www.japan-guide.Com/e/e
3021.html [15-10-2010].
[Anonim]. 2010e. Food Sanitation of The Market. http://www.tsukiji-market.or.
jp/eisei_e/eisei_e.htm [15-10-2010].
[Anonim]. 2011a. Geografi Jakarta Utara. http://www.jakarta-utara.com/gov/
pemerintahan/geo.php [05-01-2011].
[Anonim]. 2011b. Geografi Jakarta Utara. www.jakarta-utara.com/gov/pemerintahan/geo.php. [07-05-2011].
[Anonim]. 2011c. Topografi Jakarta Utara. Jakartabox.com/search/topografi+
Jakarta+utara. [07-05-2011].
Bahrum, Z. 2010. Sewa Rp 400 Juta Kondisi TPI Muara Baru Memprihatinkan.
http://metro.kompasiana.com/2010/08/15/sewa-rp-400-juta-kondisi-tpi-mua
ra-baru-memprihatinkan/. [15-09-2011].
[BPS DKI Jakarta] Biro Pusat Statistik Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. 2011.
Hasil Sensus Penduduk 2010. http://www.bps.go.id/hasilSP2010/dki/
3175.pdf [05-01-2011].
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2011. Laporan Bulanan
Tempat Pelelangan Ikan Muara Baru Tahun 2010. Jakarta: Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta.
Dopplinger, F. 1968. Report on a Visit to The Fishing Port of Bremerhaven/
Germany. www.dfo-mpo.gc.ca/Library/1139.pdf [10-01-2012].
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009a. Undang-undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perikanan. http://www.depdagri.go.id/produkhukum
/2009/10/29/undang-undang-no-45-tahun-2009. [7-5-2010].
102
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009b. Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan.
http://penangkapanikan.files.wordpress.com/2008/10/perat-menteri-16-men2006-tentang-pelabuhan.pdf [7-5-2010].
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Kep.01/MEN/2007 tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses
Produksi, Pengolahan dan Distribusi. http://hukum.unsrat.ac.id/men/menlaut
_1_2007.pdf. [09-04-2011].
European Union. 2004. Regulation (EC) No 852/2004 of the European Parliament
and of the Council of 29 April 2004 on the hygiene of foodstuffs. Official
Journal of the European Union. No. 139: 1-19.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nation dan [WHO]
World Healt Organization. 2009. Codex Alimentarius. Code of Practice for
Fish and Fishery Products. Rome, Italy: FAO and WHO.
Hadi. 2011. Sejarah dan Geografis Jakarta Utara. http://en.wisatapesisir.
com/news/86--sejarah-dan-geografis-jakarta-utara-. [05-09-2011].
Hanan, F.A. 2006. Kajian Awal Peningkatan Status Pelabuhan Perikanan
Nusantara (Tipe B) di Brondong Lamongan Menjadi Pelabuhan Perikanan
Samudera (Tipe A) Ditinjau dari Teknis Operasional. Skripsi (Tidak
Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.78 hal.
Hardono, J. 2009. Potensi Penerimaan Retribusi di PPS Nizam Zachman Jakarta.
eprints.lib.ui.ac.id/.../125614-T%2026281-Potensi%20penerimaanAnalisis.
[05-09-2011].
Lubis, E. 2009a. Bahan Kuliah Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium
Manajemen Kepelabuhanan Perikanan. Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Lubis, E. 2009b. Saatnya Benahi Pelabuhan Perikanan. http:// majalahsamudra.
blogspot.com/2009/07/ [02-04-2010].
Lubis, E. dan A.B. Pane. 2010. Priority of Fishing Port Expansion in Northern
Coast of Central Java Based on The Supporting Power Potency. Indonesian
Fisheries Research Journal. No. 2 : 59-67.
Lubis, E. 2010. Diktat Pelabuhan Perikanan. Bogor: Laboratorium Manajemen
Kepelabuhanan Perikanan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
74 hal.
Lubis, E., E.S. Wiyono, dan M. Nirmalanti. 2010. Penanganan Selama
Transportasi Terhadap Hasil Tangkapan Didaratkan di Pelabuhan Perikanan
103
Samudera Nizam Zachman: Aspek Biologi dan Teknis. Jurnal Mangrove
dan Pesisir. No. 1 : 1-7.
Lubis, E., A.B. Pane, Y. Kurniawan, J. Chaussade, C. Lamberts, dan P. Pottier.
2005. Atlas Perikanan Tangkap dan Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa.
Suatu Pendekatan Geografis Perikanan Tangkap Indonesia. Bogor:
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Mahyuddin, B. 2007. Pola Pengembangan Pelabuhan Perikanan dengan Konsep
Triptyque Portuaire. Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.
Disertasi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. 257 hal.
Marwan, UM. 2010. Proyeksi Dampak Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di
Pangkalan Pendaratan Ikan Pontap Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Skripsi
(Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Peranian Bogor.102 hal.
Menai, ES. 2007. Tinjauan Penanganan Hasil Perikanan Tangkap dan Analisis
Prospek Penerapan Program HACCP pada Pangkalan Pendaratan Ikan
Manokwari Papua. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Peranian Bogor. 98 hal.
Mulyadi, MD. 2007. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan serta
Fasilitas Terkait di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan.
Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. 135 hal.
Nugraha, AD. 2009. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
http://ppsnzj.blogspot.com/2009/07/pelabuanperikanansamuderanizam.html.
[ 07-05-2011].
Pane, AB. 2007. Evaluasi Peran Basket/Wadah Hasil Tangkapan di PPN
Palabuhanratu. Makalah Seminar Perikanan Tangkap Nasional, Desember
2007. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Pane, AB. 2008. Basket Hasil Tangkapan dan Keterkaitannya dengan Mutu Hasil
Tangkapan dan Sanitasi di TPI PPN Palabuhanratu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. No. 13: 150-157.
Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. 2006. Peraturan Gubernur
Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 71 Tahun 2006 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi
Primer Perikanan di Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Jakarta:
Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta.
104
Perum Prasarana Perikanan Samudera. 2001. Perum Prasarana Perikanan
Samudera Cabang Jakarta. Leaflet. Jakarta: Perum Prasarana Perikanan
Samudera.
Pramitasari, S.D., S. Anggoro dan I. Susilowati. 2006. Analisis Efisiensi TPI
(Tempat Pelelangan Ikan) Kelas 1, 2 dan 3 di Jawa Tengah dan
Pengembangannya untuk Peningkatan Kesejahteraan Nelayan. Jurnal Pasir
Laut. No. 2 : 12-21. http://eprints.undip.ac.id/4289/1/5b-Dinda.pdf [12-022011].
[PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2011. Profil
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta2011. Jakarta:
PPSNZJ.
[PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2010.
Laporan Bulanan Seksi Sarana Bidang Pengembangan Periode Oktober
Tahun 2010. Jakarta: PPSNZJ.
[PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2011.
Laporan Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
2010. Jakarta: PPSNZJ.
[PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. 2008.
Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta
2008. Jakarta: PPSNZJ.
Rusmali, K. 2004. Analisis Aktivitas Pendaratan dan Pemasaran Hasil Tangkapan
dan Dampaknya terhadap Sanitasi di Pelabuhan Perikanan Samudera
Jakarta, Muara Baru DKI Jakarta. Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor:
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 110 hal.
Setiawan, H. 2006. Analisis Pendaratan dan Penanganan Hasil Tangkapan dan
Hubungannya dengan Fasilitas Terkaitnya di PPP Bajomulyo Juwana Pati
Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 148 hal.
Widiastuti, A. 2010. Kinerja Operasional Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman Jakarta Skripsi (Tidak Dipublikasikan). Bogor: Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. 95 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Peta Lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta
Keterangan: Lokasi penelitian terletak di PPS Nzam Zachman Jakarta, Muara Baru (Teluk Jakarta), Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara,
yaitu berada di 6025’ Lintang Selatan dan 10605’ Bujur Timur. Luas secara keseluruhan sekitar 98 ha, luas tersebut dibagi
kedalam tiga areal, yaitu kawasan industri 48 ha, areal fasilitas Perum dan UPT PPSNZJ 10 ha, dan kolam pelabuhan 40 ha
Sumber: PPSNZJ 2010
Download