BioSMART Volume 4, Nomor 2 Halaman: 23-26 ISSN: 1411-321X Oktober 2002 Sintesis Senyawa Antioksidan Penyerap Sinar UV 2-Hidroksi-4-(β-akrilat-etoksi)-benzofenon (HAEB) Synthesis of UV light absorption antioxidant compound of 2-hydroxy-4-(β-acrylate-ethoxy)-benzophenone NENG SRI SUHARTY Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 Diterima: 9 Pebruari 2002. Disetujui: 31 Juli 2002 ABSTRACT Reactive antioxidant 2-hydroxy-4-(β acrylate ethoxy) benzophenone, HAEB is one othres alternatif to maximise stability of antioxidant, due to its ability to stay still in polymer matrix. The benzophenone was known as commercial antioxidant UV absorber. HAEB was synthesised from 2-hydroxy-4-(β hydroxy ethoxy) benzophenone, HHBP. The changing structure was substitution from hydroxyl to be reactive acrylate group, so that HAEB beside as UV absorber also can bound chemically onto polymer matrix. After synthesized for 10 hours was found white crystal product, with melting point 66-67oC and yield 90%. From elemental analysis was found 68.81% of carbon and 5.08% of hydrogen. Spectrum analysis FTIR shown that the new peak absorption of carbonyl and double bond. The λ maximum HAEB from spectroscopy mesurement was 218 nm. Analysis result from proton and carbon-13 were shown the presence of ethoxy acrylate group at β position. Key words: reactive antioxidant, tautomeri, polymer matrix. PENDAHULUAN Dalam beberapa dekade terakhir para ilmuwan dan masyarakat awan banyak mendengar tentang senyawa antioksidan sebagai pemangsa substansi-substansi radikal bebas. Substansi radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan melalui proses oksidasi. Berbagai macam bahan organik, seperti β-karoten yang ditemukan pada wortel, vitamin C pada tomat dan vitamin E pada buah kiwi dikenal memiliki khasiat sebagai antioksidan, sehingga dapat menjadi pelindung terhadap oksidasi dari substansi reaktif berenergi tinggi, yakni radikal bebas. Dalam bidang kesehatan, antioksidan mampu melindungi tubuh dari penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan proses penuaan. Probandus yang secara rutin mengkonsumsi antioksidan, memiliki tingkat kematian lebih rendah dibandingkan plasebo (kontrol). Penurunan ini mencapai 13% pada kasus kangker dan 10% pada kasus stroke (Steven dkk., 1995). Senyawa kurkuminoid yang diisolasi dari rimpang Curcuma zedoaria Rosc. dapat bertindak sebagai antioksidan terhadap sel kangker dalam pengobatan tradisional (Majeed dkk., 1995; Syu dkk., 1998). Penyakit katarak, suatu kerusakan pada mata, umumnya dijumpai pada orang-orang yang kadar vitamin C dan βkaroten di dalam darahnya rendah. Kaum wanita yang mengkonsumsi β-karoten tinggi, memiliki resiko terkena penyakit katarak 40% lebih rendah. Sedangkan vitamin E selain mampu melindungi penyakit katarak juga dapat menghambat degenerasi makular yaitu penyakit progresif yang menyerang retina. Penyakit katarak diduga disebabkan adanya kerusakan akibat oksidasi sinar ultraviolet berenergi tinggi yang memasuki mata. Oleh karena itu kacamata pelindung sinar matahari dengan lapisan penyerap sinar ultraviolet dapat membantu mencegah penyakit katarak (Steven dkk., 1995). Lensa kaca mata pelindung umumnya terbuat dari polimer (plastik). Dalam penelitian ini, akan dilakukan sintesis senyawa antioksidan UV yang mampu bertindak sebagai penyerap sinat ultraviolet. Senyawa antioksidan yang dicampurkan dalam suatu polimer secara fisik saja akan mudah terlepas. Untuk mempertahankan keberadaan antioksidan tersebut salah satu alternatif adalah dengan pemrosesan reaktif yang mempergunakan antioksidan reaktif dan dibantu dengan inisiator radikal bebas (Al-Malaika dkk., 1993; Suharty, 1993). Senyawa 2-hidroksi-4-(β-akrilat-etoksi)-benzofenon (HAEB) adalah turunan benzofenon yang memiliki gugus reakif vinil akrilat. Senyawa HAEB dibuat dengan mempergunakan senyawa awal 2-hidroksi-4-(β-etoksi)-benzofenon (HHBP). Kedua senyawa tersebut strukturnya didasarkan pada benzofenon, seperti diketahui senyawa yang memiliki struktur dasar benzofenon dikenal sebagai antioksidan penyerap UV (UV absorber) (Rabek, 1990). Daya serap benzofenon terhadap sinar UV didasarkan dari reaksi kimia © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 23-26 24 senyawa toluen diuapkan dalam rotari evaporator dan kemudian dikering dalam oven vakum pada suhu kamar. Padatan yang diperoleh direkristalisasi dengan klorofom. Hasil sintesis kemudian diidentifikasi secara fisik dan fisikokimia melaluui: (i) penentuan analisis unsur senyawa hasil sintesis, (ii) penentuan titik leleh dengan alat uji titik leleh Fischer-John, (iii) pengukuran rendemen produk secara penimbangan, (iv) pengukuran λ maksimum dengan spektrometer UV-vis Beckman DU-7, (v) analisis spektrum infra merah dengan spektrometer FTOR Perkin-Elmer model 1700, serta (vi) analisis spektrum proton dan karbon-13 dengan spektrometer NMR Bruker AC 300 High Resolution. H H O O O C + hv C O - panas bentuk enol bentuk keto + hv H .O O C . Gambar 1. Reaksi tautomeri benzofenon tautomeri dikarenakan adanya gugus hidroksil dan karbonil yang beresonansi membentuk keto dan enol apabila menyerap energi dari luar (Gambar 1) (Rabek, 1990; Suharty, 1993). Pada pembuatan HAEB dari HHBP dilakukan substitusi proton gugus hidroksi alifatik senyawa HHBP dengan gugus akrilat. Adanya vinil dari gugus akrilat pada senyawa benzofenon akan membuat HAEB lebih reaktif karena adanya ikatan rangkap dari gugus vinil akrilat yang baru tersubstitusi (Robjohn, 1963; Finair, 1967; Suharty, 1993). Keberadaan ikatan rangkap tersebut mengakibatkan senyawa benzofenon menjadi suatu antioksidan reaktif yang mudah berikatan dengan polimer, apabila diproses secara reaktif dengan adanya sedikit inisiator radikal bebas. Seperti yang terjadi pada beberapa antioksidan reaktif lain seperti: 3,5-di-tert.butil-4-hidroksi benzil akrilat (DBBA) yang mampu meningkatkan efisiensi ikatan pada polimer sampai 40%, dan vinil-3-(3’,5’-ditertiary butil-4-hidroksi fenil) propionat (VDBP) yang dapat mencapai efisiensi ikatan sampai 60% (Suharty, 1993). BAHAN DAN METODE Bahan kimia yang dipergunakan dalam pembuatan 2hidroksi-4-(β-akrilat-etoksi)-benzofenon (HAEB) ini adalah: 2,4-dihidroksi benzofenon (HHBP) yang baru dibuat, toluen, CaCO3, asam akrilat, H2SO4 pekat, gas nitrogen, NaHCO3, MgSO4 anhidrat, CHCl3, pelarut DCM, CDCl3 dan KBr. Adapun reaksi prosedur pembuatan senyawa 2hidroksi-4-(β-akrilat-etoksi)-benzofenon (HAEB) di dalam laboratorium dilakukan sebagai berikut: 0,1 mol HHBP, 100 ml toluen kering (toluen yang terlebih dahulu diperlakukan dengan CaCO3), 0,15 mol asam akrilat dan 6 tetes H2SO4 pekat dicampur di dalam labu reaksi berleher tiga kapasitas 500 ml. Setelah dilengkapi dengan alat pendingin, termometer, pengaduk mekanik dan di bawah kondisi gas nitrogen, campuran kemudian direfluk selama 10 jam kemudian didiamkan semalam. Sehingga diperoleh produk cairan kuning muda yang selanjutnya dicuci dengan air berlebihan dan dinetralkan dengan larutan NaHCO3, dan dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat. Setelah penyaringan HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis HAEB menghasilkan kristal putih dengan rendemen hingga 90%. Sedangkan titik lelehnya hanya 67oC, berbeda sangat besar dibandingkan senyawa asal HHBP yang titik lelehnya 90-91oC. Dari hasil analisis unsur diperoleh kandungan unsur karbon sebesar 68,81%, meskipun perhitungan secara teoritis akan menghasilkan sebesar 69,23%. Di samping itu diperoleh kandungan unsur hidrogen sebesar 5,08%, meskipun perhitungan secara teoritis akan menghasilkan sebesar 5,15%. Analisis spektroskopi UV yang dilakukan dalam pelarut DCM, memberikan λ maksimum HAEB sebesar 218 nm. Adapun analisis spektroskopi FTIR yang dilakukan dalam KBr pelet dari senyawa hasil sintesis diperoleh puncak serapan utama pada bilangan gelombang, ν (/cm): (i) pada 3414 yang melebar dipastikan adanya serapan vibrasi gugus hidroksil tidak bebas yang membentuk ikatan hidrogen; (ii) pada 1631-1596 adalah serapan vibrasi ikatan rangkap aromatik; (iii) serapan baru pada 1725/cm merupakan ciri gugus karbonil ester tidak jenuh yang kuat dan (iv) serapan baru pada 1636 & 1414 adalah ciri utama vibrasi ikatan rangkap dari gugus vinil gugus akrilat (Tabel 1) (Silverstein dkk., 1963; Kemp, 1975). Tabel 1. Analisis unsur dan puncak serapan utama dalam FTIR senyawa HAEB dalam KBr pelet. Analisis C dan H % % Unsur ditemukan teoritis Analisis Infra Merah Puncak per cm serapan C 68,81 69,23 3414 (broad) Ikatan hidrogenOH H 5,08 5,15 1631-1596 Ikatan rangkap aromatik 1725 Karbonil tak jenuh [-(C=O)-O-] 1636&1408 Vinil dari akrilat SUHARTY – Sintesis Antioksidan HAEB Tabel 2. Analisis spektrum NMR proton larutan HAEB dalam CDCl3. H 5 H OH H 1 H C H O H H 3 H No. 1 2 3 6 4 7 11 5 8 9 10 12 4 δ (ppm) 7,43-7,61 OH 12 8 9 CH 2 CH 2 O 10 (CO) CH 11 H 4 1 C 7 O H H 2 Tabel 3. Analisis spektrum NMR Karbon-13 larutan HAEB dalam CDCl3. 6 O 25 C 6 9 11 5 3 2 8 O 12 13 CH 2 CH2 14 O(CO) 15 CH 16 CH2 10 7 Kelipatan puncak m’plet Intensitas % 178,8 6,40-6,50 m’plet 83,9 12,62 4,40-4,52 4,20-4,28 6,12-6,18 5,82-6,09 1 3 3 4 2 29,9 66,1 54,9 29,0 31,5 Total proton 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 Analisis spektrum FTIR senyawa baru HAEB di atas menunjukkan bahwa pada senyawa baru terdapat gugus karbonil dan ikatan rangkap gugus vinil yang tidak dijumpai pada senyawa awal HHBP. Analisis NMR proton yang dilakukan dalam larutan CDCl3 memberikan serapan pada daerah, δ (ppm): 77,437,61; 6,40-6,50; 12,62; 4,40-4,52; 4,20-4,28; 6,12-6,18; dan 5,82-6,09 dengan masing-masing intensitas (%): 178,8; 83,9; 29,9; 66,1; 54,9; 29,0 dan 31,5 (Tabel 2). Serapan pada δ: 7,43-7,61 ppm dengan intensitas 178,8% diartikan adanya 6 proton metin dari 6 atom C berbeda yang terikat masing-masing pada 2 inti aromatik I dan II. Serapan pada δ: 6,40-6,50 ppm dengan intensitas 83,9% diartikan adanya 3 proton dari 2 gugus metin inti aromatik II dan 1 proton metilen alifatik yang berikatan dengan ikatan rangkap. Serapan pada δ: 12,62 ppm dengan intensitas 29,9% diartikan adanya 1 proton dari gugus hidroksil yang dipengaruhi oleh gugus yang lebih negatif yaitu oksigen yang terikat langsung pada inti aromatik II, sehingga terjadi serapan pada daerah δ yang sangat besar. Serapan pada δ: 4,40-4,52 ppm dengan intensitas 66,1% diartikan adanya 2 proton metilen alifatik yang berikatan dengan oksigen yang terikat pada inti aromatik II. Serapan pada δ: 4,20-4,28 ppm dengan intensitas 54,9% diartikan adanya 2 proton metilen yang berikatan dengan oksigen gugus karboksil alifatik. Serapan pada δ: 6,12-6,18 ppm dengan intensitas 29,0% diartikan adanya 1 proton metin ikatan rangkap yang pada sisi lainnya berikatan dengan karbon gugus karboksil alifatik. Serapan pada δ: 5,82-6,09 ppm dengan intensitas 31,5% diartikan adanya proton C No. δ (ppm) (+) / (-) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 101,7 128,8 128,2 113,4 166,1 138,1 200,0 107,4 135,3 131,5 164,9 66,1 62,3 165,8 127,9 131,4 (+) (+) (+) (-) (-) (-) (-) (+) (+) (+) (-) (-) (-) (-) (+) (-) Intensitas % 5,3 12,2 11,7 1,0 2,2 0,8 0,9 0,9 0,7 3,5 1,3 5,9 5,7 0,6 3,4 1,5 Total proton 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 metilen ikatan rangkap alifatik (William dan Fleming, 1973; Kemp, 1975). Dari spektrum NMR proton di atas didapatkan data bahwa pada senyawa baru terjadi hilangnya proton hidroksil pada gugus etoksi senyawa awal HHBP dan munculnya 3 proton ikatan rangkap dari metin dan proton metilen. apabila dikaitkan dari hasil analisis spektrum FTIR, dapat dipastikan ketiga proton tersebut berasal dari ikatan rangkap vinil gugus akrilat yang baru terbentuk. Analisis NMR C13 yang dilakukan dalam larutan CDCl3 memberikan serapan pada daerah, δ (ppm): (+)101,7; (+)128,8; (+)128,2; (-)131,4; (-) 166,1; (-) 138,1; (-) 200,0; (+) 107,4; (+) 135,3; (+) 131,5; (-) 164,9; (-) 66,1; (-) 62,3; (-) 165,8; (+) 127,9 dan (-) 131,4 dengan masing-masing intensitas (%): 5,3; 12,2; 11,7; 1,0; 2,2; 0,8; 0,9; 0,9; 0,7; 3,5; 1,3; 5,9; 5,7; 0,6; 3,4 dan 1,5 (Tabel 3). Tanda (+) di depan daerah serapan mengindikasikan puncak serapan mengarah ke atas dari jenis serapan C primer dan tersier, sedang tanda (-) mengindikasikan puncak serapan mengarah kebawah dari jenis serapan C sekunder dan kuarterner. Dari data di atas ada 6 daerah serapan yang bertanda (+) dan ada 9 jenis daerah serapan yang bertanda (-). Adapun distribusi karbon pada senyawa baru HAEB adalah: (i) ada 3 kelompok karbon tersier yang berbeda terdiri dari 5 atom karbon pada inti aromatik I dengan masing-masing serapan pada (+) 101,7; (+) 128,8; dan 128,2 ppm dengan intensitas masing-masing sebagai berikut: 1 karbon posisi para 5,3%; 2 karbon posisi meta 12,2% dan 2 karbon posisi orto 11,7%; (ii) ada 2 karbon kuarterner aromatik yang dipengaruhi karbon karbonil dari dua inti aromatik yang berbeda, masing-masing dengan serapan (-) 113,4 ppm 24 BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 23-26 dengan intensitas 1,0% dari cincin aromatik I dan (-) 138,1 ppm dengan intensitas 0,8% dari cincin aromatik II; (iii) ada karbon kuarterner karbonil yang diapit dua cincin aromatik pada serapan (-) 166,1 ppm dengan intensitas 2,2%; (iv) ada karbon kuarterner inti aromatik II yang mengikat gugus hidroksil pada serapan (-) 200,0 dengan intensitas 0,9%; (v) ada 3 karbon kuarterner pada inti aromatik II pada serapan (+) 107,4 ppm dengan intensitas 0,9%; (+) 135,3 ppm dengan intensitas 0,7%; dan (+) 131,5 ppm dengan intensitas 3,5%; (vi) ada 1 karbon kuarterner inti aromatik II yang mengikat gugus alkoksi alifatik pada serapan (-) 164,9 ppm dengan intensitas 1,3%; (vii) ada 2 karbon metilen alkoksi dengan serapan masing-masing 66,1 dan 62,3 ppm dengan intensitas 5,9 dan 5,7%; (viii) ada 1 karbon kuarterner karbonil karboksilat pada serapan (-) 165,8 ppm dengan intensitas 0,6%; (ix) ada 1 karbon tersier metin tak jenuh pada serapan (+) 127,9 ppm dengan intensitas 3,4%; (x) ada 1 karbon kuarterner metilen tak jenuh pada serapan (-) 131,4 ppm dengan intensitas 1,5% (Sanders dan Hunters, 1987; Johnson dan Jankowski, 1987). Dari analisis NMR karbon-13 di atas diperoleh perubahan atom karbon sebagai berikut: (i) adanya karbon karbonil alifatik baru, hal ini didukung oleh analisis spektrum FTIR yang juga menyatakan hal yang sama; (ii) adanya karbon tersier tak jenuh gugus metin yang baru, hal ini didukung oleh hasil analisis spektrum NMR proton yang menyatakan adanya 1 proton metin tak jenuh alifatik yang baru juga hasil analisis FTIR yang menunjukkan adanya serapan ikatan rangkap alifatik yang baru; (iii) adanya 1 karbon kuarterner gugus metilen tak jenuh alifatik yang baru, hal ini sependapat dengan hasil analisis NMR proton yang menunjukkan adanya 2 proton tidak jenuh dan juga hasil analisis FTIR yang memberikan serapan ikatan rangkap baru yang tajam dan kuat pada bilangan gelombang 1636 dan 1414/cm. Dari seluruh analisis di atas diketahui bahwa pada bagian alifatik terdapat gugus akrilat etoksi pada posisi β yang terikat pada cincin aromatik. Hasil analisis tersebut sangat mendukung hasil analisis sebelumnya dari spektroskopi IR dan proton NMR. Adanya gugus karbonil dan gugus hidroksil aromatik pada posisi nomor 2 dalam senyawa benzofenon, dapat menyerap oksidator sinar ultra violet yang berenergi tinggi, sehingga mampu bertindak sebagai antioksidan dengan cara mentransformasikannya ke dalam bentuk tautomeri ketoenol (Suharty, 1993). KESIMPULAN Pembuatan senyawa HAEB dengan bahan awal HHBP memerlukan waktu selama 10 jam yang menghasilkan kristal putih dengan titik leleh 66-67oC dan rendemen 90%. Berdasarkan analisis unsur didapat kandungan unsur karbon 68,81% dan kandungan unsur hidrogen 5,08%. Pengukuran dengan spektroskopi UV menghasilkan λ maksimum senyawa HAEB sebesar 218 nm. Hasil analisis spektrum FTIR menunjukkan adanya gugus karbonil alifatik dan ikatan rangkap yang kuat dari gugus akrilat. Hal ini diperkuat hasil analisis NMR proton dan karbon-13 yang juga menunjukkan adanya gugus akrilat etoksi pada posisi beta. DAFTAR PUSTAKA Al-Malaika, S., G. Scott, and B. Wirjosentono. 1993. Polymer Degradation and Stability 40. Northern Ireland: Elsevier Science Ltd. Finair, I.L. 1967. Organic Chemistry. Vol. I. Fifth Edition. New York: ELBS and Longmans, Green and Co Ltd. Johnson, L.T. and W.C. Jankowski. 1987. Carbon-13 NMR Spectra. New York: John Wiley and Sons. Rabek, J.F. 1990. Photostabilisation of Polymer. Essex: Elsevier Science Publishing Co.. Kemp, W. 1975. Organic Spectroscopy. London: The Macmillan Press. Majeed, M. V. Badmaev, U. Shrivakumar, and R. Rajendra. 1995. Curcuminoid Antioxidant Phytonutrients. Pitcaway-NJ: Nutriscience Publisher Inc. Robjohn, N. 1963. Organic Synthesis. New York: John Wiley and Sons Inc. Sanders, J.M.K and B.K. Hunters. 1987. Modern NMR Spectroscipy. Oxford: Oxford University Press. Silverstein, R.M., C.G. Bassler, and T.C. Marill. 1963. Spectrometric Identification of Organic Compounds. New York: John Wiley and Sons. Steven, J., M.D. Bock, and M. Boyette. 1995. Stay Young with Melatonin. New York: Penguin Books USA Inc. Suharty, N.S. 1993. Reactive processing of polyolefins using antioxidant systems. Ph.D. Dissertation. Birmingham: Aston University. Syu, W.J., C.C. Shen, M.J. Don, J.C. Ou, G.H. Lee, and C.M. Sun. 1998. Cytotoxicity of curcuminoid some novel compound from Curcuma zedoaria. Journal of Natural Product 61: 1531-1534. William, D.H. and O. Fleming. 1973. Spectroscopic Methods in Organic Chemistry. London: Mc Graw Hill. BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 23-26 24 25 SUHARTY – Sintesis Antioksidan HAEB BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 23-26 26