Strategi adaptasi komunitas lokal menanggapi

advertisement
II. PENDEKATAN TEORlTlS
Tinjauan Pustaka
Fokus penelitian ini terarah pada strategi penyesuaian diri komunitas lokal
dalam menghadapi kehadiran IPB di sekitar mereka. Sebelum memeriksa apa
dan bagaimana strategi komunitas tersebut berlaku, lebih awal perlu dipelajari
konsep, teori dan perspektif yang berkenaan dengan kehadiran IPB sebagai
sebuah institusi besar di tengah masyarakat pedesaan terrnasuk peranannya
dalam mendorong atau memfasilitasi perubahan-perubahan tertentu dalam
sistem sosial perdesaan. Kehadiran IPB di tengah masyarakat tidak hanya dilihat
sebagai efek dari kehadiran dirinya sendiri, melainkan juga berbagai dampak
yang logis dan faktual turut mengiringnya.
Strategi adaptasi komunitas lokal, dengan demikian, juga bukan sekedar
tanggapan terhadap kehadiran IPB sebuah lembaga atau industri pendidikan,
tetapi juga kehadiran aktor-aktor lain dan tingkah laku yang mengiringinya. IPB
dan komunitas membentuk suatu matriks sosial yang dilingkupi oleh kontekskonteks dimana hubungan dan interaksi kedua subjek dibentuk dan difasilitasi
atau
sebaliknya dibelokkan atau dihambat. Jikalau subjek-subjek dianggap
senantiasa aktif dan tanggap terhadap perubahan-perubahan, maka arti strategi
adaptasi dalam tesis ini adalah tanggapan, dalam ha1 ini komunitas lokal,
terhadap perubahan dalam pola hubungan dan interaksi sosial yang sebagian
besar diperkirakan bersumber dari tindakan sosial IPB.
lndustrialisasi Pendidikan
Memposisikan lembaga pendidikan semacam IPB sebagai sebuah industri
mungkin mengundang tanda tanya3, tetapi sebagaimana akan dianalisis segera,
pilihan ini secara teoritis dapat diterima dan efektif menjawab masalah dan
tujuan penelitian. IPB adalah sebuah lembaga yang berfungsi menyelenggarakan
kegiatan produksi jasa yang dikerjakan berdasar nilai-nilai moderen (rasional).
lndustri adalah produk otentik kebudayaan masyarakat modern4.
Definisi industri,
dan karenanya industrialisasi, begitu beragam.
Perbedaan sudut pandang melahirkan aneka penekanan, tetapi variasi definisi
sesungguhnya tidak mengaburkan pengertian pokok. Merujuk pada Schneider
(1986), industri diartikan sebagai organisasi sosial yang di dalamnya terdapat
lembaga-lembaga yang saling terkait, misalnya antara pabrik sebagai lembaga
inti dengan transportasi, produksi bahan-bahan mentah, dan penyelesaian
barang-barang jadi.
Kehadiran industri di tengah komunitas lokal, dengan sendirinya
rnendorong proses industrialisasi dalam beragam skala dan intensitasnya. Herg
(1992) berpendapat industrialisasi merupakan perkembangan organisasi sosial
secara umum dalam negara dimana muncul kewirausahaan dalam bidang
pengolahan (manufaktur) dan didukung oleh lembaga-lembaga swasta dan
pemerintah. Jary dan Jary (1991) mengatakan industrialisasi suatu proses
dirnana ekonomi dan rnasyarakat pertanian serta kerajinan berubah menjadi
masyarakat yang dinamikanya terutama digerakkan oleh pabrikasi industri-
Di Indonesia, proses pendidikan tidak selalu mengacu kepada konsep industri.
Pendidikan pesantren misalnya, lebih rnenggarnbarkan sebuah struktur yang berbasis
hubungan sosial primer ketimbang hubungan formal rasional.
4
lndustrialisasi dan modernisasi sering dianggap sebagai dua sisi mata uang karena
memiliki asas-asas yang sama. Jika pengertian industrialisasi tampaknya lebih
menonjolkan aspek penerapan teknologi produksi yang rasional ke dalam organisasi
sosial maka modernisasi lebih menekankan aspek organisasi sosial yang memungkinkan
terselenggaranya produksi yang rasional.
industri besar. Sanderson (2000) mendefinisikan industrialisasi sebagai proses
yang membuat masyarakat mengikuti suatu sistem ekonomi dan bentuk-bentuk
kehidupan sosial yang berbasis kerja mesin-mesin dan sistem pabrik.
Pendefinisian klasik mengenai industri yang menekankan elemen
pabrikasi tidak lepas dari konteks sejarah Revolusi lndustri di lnggris pada abad
ke 18. Ketika itu, masyarakat Eropah, khususnya lnggris Raya, dihadapkan pada
perubahan-perubahan mendasar dalam cara-cara produksi barang dan jasa,
baik dalam skala dan rentang maupun bentuk dan jenis masukan (input),
pengolatian (processing) dan keluaran (oufput).
Produksi yang sebelumnya
banyak menyedot tenaga manusia dengan sistem gilda dan putting out warisan
abad pertengahan dalam kurun waktu singkat telah digantikan oleh mesin-mesin
otomat yang digerakkan oleh energi batu bara dan minyak. Begitu juga bahan
baku yang sebelumnya berskala terbatas dari pasokan domestik dan regional,
sesudahnya dipasok secara melimpah dari seberang lautan. Luaran, berupa
bahan jadi dan setengah jadi tidak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat
nasional, melainkan diekspor ke berbagai penjuru dunia (Schneider, 1986).
Tidak hanya masukan, proses, dan luaran yang berubah dalam
industrialisasi. Sistem produksi baru ini juga mengukuhkan industrialisme, yaitu
seperangkat tipe ideal mengenai tingkah laku, kepribadian, struktur sosial, dan
orientasi nilai budaya baru yang sesuai dengan tuntutan sistem industri. Sistem
produksi berbasis mesin-mesin memerlukan peran-peran baru dan disiplin
khusus yang berbeda dengan peran dan disiplin dalam sistem produksi berbasis
tenaga manusia (tradisional) (Schneider, 1986).
Tuntutan industrialisme berkaitan langsung dan tidak langsung dengan
komunitas-komunitas dari mana tenaga kerja, teknologi, dan bahan baku
bersumber atau pada masyarakat mana produk dipasarkan. Dalam aspek
ketenagakerjaan dan teknologi; industrialisme memerlukan peran dari pihak lain
di luar industri, yaitu lembaga pendidikan yang secara sengaja mengorientasikan
kegiatannya pada pemenuhan tenaga kerja terdidik bagi industri. Jalur
pendidikan membuka peluang bagi tenaga kerja memperoleh status dan peran
baru, baik dalam industri maupun dalam masyarakat; status dan peran baru
tersebut merupakan esensi pokok dari perubahan sosial.
Selain kaitan ketenagakerjaan, lembaga pendidikan juga berperan aktif
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan oleh beragam
jenis industri. Temuan ilmu pengetahuan baru (invention) dan teknologi baru
(innovation) merupakan kebutuhan pokok industri dalam meningkatkan efisiensi
produksi yang diperlukan untuk memenangkan persaingan pasar yang terbuka
dan keras.
Sedangkan dalam pasaran hasil-hasil, industri berkepentingan dengan
masyarakat konsumen. Bagaimana fungsi konsumsi berkaitan dengan status
sosial telah banyak dijelaskan oleh kalangan sosiolog. Konsumsi memiliki fungsi
status, bahwa seseorang atau sekelompok orang yang hendak mempertahankan
statusnya harus membayarnya dengan mengkonsumsi barang-barang yang
terkonstruksikan mewakili kelas-kelas sosial tertentu. Jadi industri, lewat organ
pemasarannya misalnya berperan aktif membentuk, memperkuat, atau bahkan
mengubah selera konsumen melalui iklan, dan selera terkait dengan status dan
peran antar kelas dalam masyarakat..
Apa yang hendak ditekankan dari ilustrasi kesalingterkaitan industri
dengan masyarakat di sekitarnya adalah bahwa konsepsi industri sendiri sejak
masa Revolusi lndustri telah melampaui batas-batas fisik sebuah pabrik instalasi
mesin-mesin yang didukung oleh buruh dan operator. Perbedaannya dengan
kondisi mutakhir adalah bahwa struktur industri yang pada masa-masa awal
kelahirannya memang berintikan pabrik-pabrik dimana modal, keahlian, dan
organisasi terpusat. -
Pada masa kini, bahkan, kekuatan industri tidak lagi terkonsentrasi pada
proses pengolahan barang-barang di pabrik-pabrik, tetapi pada aliran modal.
Kekuatan industri, kini berada di tangan pengelola dana (fund manager) yang
memobilisasi dan mempertukarkan modal global di lantai bursa untuk
menggerakkan industri yang ditangani oleh perusahaan-perusahaan berskala
multinasional (trans and multinational companies, TNCsMNCs). Kedudukan
pabrik pengolahan yang pada zaman Revolusi lndustri merupakan sebuah
sistem yang relatif otonomi, sekarang telah terdegradasi menjadi sebuah sub
sistem yang saling tergantung dengan sub sistem lain dari sistem industri yang
kompleks, lintas ruang, waktu, budaya dan tradisi. Pabrikasi memiliki
kesalingterkaitan dengan dua arah yang berlainan, yaitu industri hulu dan industri
hilir.
Hubungan yang demikian kompleks dalam struktur industri dapat
disederhanakan ke dalam tiga kategori pokok. Pertama, industri primer yaitu
bentuk proses produksi yang mengolah hasil alam menjadi barang setengah
baku, seperti pertanian, perikanan, kehutanan dan pertambangan.
Kedua,
industri sekunder, yaitu proses produksi yang mengolah bahan baku menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi seperti listrik, energi, air minum,
manufaktur, dan bangunanlkonstruksi.
Ketiga, industri tersier yaitu proses
produksi yang mengolah barang dan non barang (keahlian dan daya manusia)
untuk menghasilkan jasa-jasa pelayanan, seperti perdagangan, transportasi dan
komunikasi, perbankan, akomodasi dan persewaan, dan jasa-jasa lainnya.
Dengan kategorisasi semacam itu lembaga pendidikan tinggi seperti IPB
adalah sebuah industri tersier. Sebagai sebuah komponen dari sistem industri
yang lebih luas, lembaga pendidikan seperti IPB berperan sebagai industri hulu
bagi pengguna tenaga kerja, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Tetapi IPB juga
berperan sebagai konsumen bagi industri pemasok alat tulis kantor, bahan habis
dan peralatan laboratorium, dan industri meubeler atau industri hilir bagi
perguruan tinggi di dalarn dan luar negeri tempat para dosen bersekolah atau
sekolah-sekolah menengah atas dan kejuruan (SMUISMK) dari seluruh
Indonesia yang memasok IPB dengan calon-calon mahasiswa berkualifikasi.
Fungsi IPB dapat merujuk kepada konsep Tridarma Perguruan Tinggi,
yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat5.
Ketiga darma
tersebut saling terkait satu sama lain. Darma pendidikan bertujuan menghasilkan
lulusan pencari kerja yang handal, darma penelitian bertujuan menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang efektif dan efisien, dan darma pengabdian
masyarakat bertujuan rnenghasilkan kinerja yang berorientasi pada penyelesaian
rnasalah atau perubahan sosial.
Telah diungkap di atas bahwa sebuah unit industri pada dasarnya hanya
sebuah subsistem yang saling terkait dengan subsistern lain. Schneider (1986)
mengatakan terdapat tiga bentuk hubungan dalam matriks sosial industri dengan
komunitas sekitar atau masyarakat yang lebih luas, yaitu : (1) kebutuhan industri
akan tenaga kerja; (2) Kornunitas menjadi pasar yang besar bagi produk industri
tersebut; (3) lndustri rnembutuhkan jasa khusus untuk rnendukung jalannya
proses produksi. Ketiga jalur ini mengaitkan industri dengan rnasyarakat yang
lebih luas.
Ketiga jalur hubungan dan interaksi menyediakan peran-peran tertentu
bagi komunitas-kornunitas lingkar kampus. Lewat peran-peran tersebut warga
komunitas-komunitas kampus dapat mencapai tujuan-tujuannya. Scheneider
(1986) menjelaskan ada lima tujuan yang disediakan oleh peran. Pertama, tujuan
instrumental, yaitu kesempatan untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Kedua,
penghargaan, yaitu kesempatan untuk dihargai oleh orang lain. Meskipun
5
Memasuki era reformasi, banyak perguruan tinggi yang telah rnengubah istilah dan
orientasi Darma yang terakhir ini. Di IPB misalnya, istilah Pengabdian Masyarakat telah
diubah menjadi Pemberdayaan Masyarakaf.
terdapat peluang orang yang dapat mengembangkan rasa penghargaan diri
sendiri tanpa rnemperhatikan pendapat orang lain (self esteem) namun jarang
orang yang seperti itu. Perhargaan memacu orang untuk berusaha memperoleh
status yang lebih tinggi, yaitu orang yang mendamba prestise, kehorrnatan, dan
privileges. Ketiga, rasa aman, secara ekonomis, sosial, dan psikologis. Rasa
aman diberikan sebagai imbalan dari peran atau rangsangan untuk mengejar
status dan peran yang lebih tinggi. Keempat, respons, yaitu kesempatan yang
diberikan oleh peran-peran tertentu untuk mernbentuk hubungan sosial yang
memuaskan dimana orang rnerasa yakin akan kesinarnbungan respons yang
rnenyenangkan dari orang-orang yang penting baginya. Kelima,
kesempatan
untuk memperoleh pengalaman baru. Semakin banyak tujuan yang bisa dicapai
atau disediakan oleh suatu peran semakin bergairah orang untuk rnencapai dan
menjalankannya.
Dengan perspektif yang tidak terlalu berbeda, White (1990) membedakan
bentuk hubungan industri dengan komunitas sekiiar atau masyarakat yang lebih
luas ke dalam lima jenis, yaitu:
1. lndustri yang rnengandalkan pasar lokal (local market based industries),
termasuk berbagai industri atau kerajinan tradisional untuk penggunaan
sehari-hari yang semuanya menggantungkan diri pada pasaran setempat.
2. lndustri yang berbasis pada sumberdaya lokal (local resource-based
industries), adalah industri yang rnernpergunakan bahan baku dari pedesaan
seperti industri pengolahan hasil pertanian dan industri bahan galian.
3. lndustri yang mengandalkan tenaga kerja murah (low waged based
industries). lndustri jenis ini berada di pedesaan bukan karena adanya bahan
baku atau pasaran lokal, melainkan karena tersedianya tenaga kerja murah.
4. Industri-industri "kotof yaitu industri yang menghasilkan pencemaran
sumberdaya udara, air dan sebagainya, dan akan menghadapi hambatan
resmi atau perlawanan rakyat jika menempatkan diri di perkotaan.
5 . lndustri yang berlokasi di pedesaan bukan karena faktor keunggulan atau
karena tujuan tertentu, melainkan karena diwajibkan oleh pihak berwenang
sesuai dengan tata ruang setempat. Industri-industri semacam ini biasanya
tidak mempunyai kaitan berarti dengan ekonomi masyarakat di sekitarnya.
IPB tampaknya lebih dekat dengan jenis ke lirna, yaitu industri yang
berlokasi di pedesaan tetapi tidak memiliki kaitan yang berarti atau memiliki
kaitan yang lemah dengan masyarakat sekitar. Kategori ini membenarkan
anggapan bahwa IPB cenderung berciri industri kantong. IPB sebelumnya
merupakan badan pendidikan milik Negara, menyerupai perusahaan industri
berstatus Badan Usaha Milik Negara yang bertugas menyelenggarakan
pendidikan tinggi. Meskipun demikian, ada beberapa perbedaan penting, antara
IPB dengan perusahaan swasta, yaitu tujuan formalnya tidak mengarah pada
maksimalisasi profit.
Namun demikian, dalam konteks lokal, keterkaitan industrial seperti
diungkap di atas hanyalah satu aspek saja dari matriks sosialnya dengan
masyarakat. Di luar itu rnasih terdapat dimensi dan bentuk keterkaitan lain, yang
mempengaruhi proses produksi baik secara langsung atau tidak langsung,
seperti hubungannya dengan kekuasaan lokal.
Siregar (2004) mengatakan bahwa matriks sosial sebagaimana
pandangan Schneider (1986) dapat digunakan untuk melihat intensitas interaksi
dan pola hubungan antara industri dan komunitas lokal, namun mutu hubungan
itu sangat tergantung kepada bagaimana industri mendefinisikantanggung jawab
sosial mereka (corporate social responsibilify).
Tanggung jawab sosial
perusahaan industri dapat dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu struktural dan
kognitif. Tanggung jawab struktural adalah tanggung jawab yang diwujudkan
oleh perusahaan karena terdapat prosedur-prosedur dan aturan-aturan
pemerintah yang mengharuskan perusahaan industri, seperti perusahaan HPH,
perkebunan atau
pertambangan besar
pengembangan masyarakat.
melaksanakan
program-program
Sedangkan tanggung jawab kognitif adalah
tanggung jawab yang diwujudkan oleh perusahaan karena terpanggil atau
perusahaan itu sendiri menganggap ia perlu melakukan sesuatu bersama
masyarakat sekitar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti mencegah
konflik atau sebaliknya mengharapkan dukungan masyarakat dalam penyediaan
tenaga keja, bahan baku, atau jasa-jasa khusus yang mereka perlukan dalam
jangka panjang.
Lebih jauh Siregar (2004) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan industri lebih baik dipahami sebagai bagian dari keseluruhan prilaku
bisnis perusahaan. Dalam konteks Indonesia, Siregar
memandang bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan industri lebih kental dipengaruhi oleh faktorfaktor struktural ketimbang kognitif. Matriks sosial industri dan komunitas lahir
dan terbentuk dalam regimentasi ekonomi politik, dimana sektor swasta dan
sektor negara berkolaborasi meraih surplus manfaat ekonomi dan sumberdaya
po1itik;fenomena kognitif berinteraksi dengan konteks-konteks struktural sehingga
sentirnen moral terkendala mewujud ke dalam tindakan sosial sukarela. Surplus
dan rente yang semestinya dialokasikasikan untuk dana-dana sosial lebih mudah
tersalur ke dalam usaha-usaha merawat hubungan mutual dengan kekuasaan
(penguasa) ketimbang pada upaya mengambil bagian tanggung jawab publik.
Dengan kata lain, dalam konteks regimentasi ekonomi politik yang kokoh,
industri-industri berpola kantong lebih mudah terbentuk.
PPM-LPPM IPB (2002) membagi masalah yang timbul di Wilayah Lingkar
Kampus Darmaga ke dalam tujuh jenis, yaitu : (1) Pengelolaan tata ruang
menjadi tidak teratur; (2) Pengelolaan sampah di pemukiman penduduk sekitar
mejadi tidak teratur dan semrawut; (3) Kernacetan yang disebabkan oleh
tindakan para pedagang kaki lima berjualan di tepi jalan; (4) Kelangkaan air
bersih; (5) Ancarnan penyakit endemic ;(6)Radikalisme politik dan keagamaan,
dan; (7) Kesenjangan sosial.
lndustrialisasi dan Migrasi Penduduk
lndustrialisasi selalu mendorong dinamika penduduk. Konsentrasi kapital
di sentra-sentra industri lazimnya diikuti oleh imigrasi penduduk dari luar menuju
daerah industri untuk menjadi tenaga kerja. Tetapi tidak hanya itu, efek ganda
industrialisasi juga menyediakan kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi
para tenaga kerja yang tidak mendapat kesempatan di dalam industri.
Mereka
bekerja dan berusaha di sektor formal dan informal, yang terbuka menyusul
kehadiran industri (Schneider, 1986).
lndustri menyerap tenaga kerja secara selektif.
Penduduk yang
memperoleh kesempatan menjadi tenaga kerja di dalam industri hanya mereka
yang memiliki kualifikasi tertentu. lndustri padat modal dan berteknologi tinggi
cenderung menyerap tenaga kerja dengan jumlah relatif sedikit tetapi dengan
kualifikasi pendidikan dan keterampilan yang lebih tinggi. Sebaliknya industri
padat tenaga kerja menyerap tenaga kerja dalam jumlah relatif lebih besar
dengan kualifikasi pendidikan dan keterampilan lebih rendah.
Peran selektif
industri ini menyebabkan sebagian tenaga kerja tidak terserap, yang adakalanya
memaksa mereka keluar dari daerah industri ke tempat lain (Goldscheider,
1985).
Fenomena dapat diterangkan teori-teori rnigrasi penduduk seperti teori
dorong tarik (push-full factor theory). Teori ini secara ringkas menyebutkan
bahwa migrasi penduduk rnerupakan resultante dari bekerjanya faktor-faktor
pendorong dari dari daerah asal dan faktor-faktor penarik dari daerah tujuan
(Rusli, 1984) .
lndustri merniliki daya sentrifugal dan daya sentripetal bagi penduduk di
sekitarnya.
Daya sentrifugal industri sangat beragam tetapi yang terpenting
adalah rnuncul dari struktur kesernpatan kerja dan peluang berusaha, yang tidak
rnemberikan peran kepada sekelornpok penduduk tertentu untuk menjadi bagian
dari industri. Kebalikannya, industri merniliki daya sentripetal karena ia
memberikan kesempatan kerja dan peluang herusaha bagi penduduk.
Di negara berkembang, industrialisasi harnpir selalu berarti urbanisasi.
lndustri yang pada umurnnya berada di perkotaan rnenjadi faktor penarik bagi
tenaga kerja yang kebanyakan berasal dari pedesaan. Mereka lalu berternpat
tinggal menetap atau sernentara (sirkulasi) di sekitar industri, sehingga sentrasentra industri yang berada di pinggiran kota dengan cepat berubah menjadi
daerah perkotaan (Schneider, 1986). Ketika daerah pinggiran berubah menjadi
kota, sebagian penduduk perkotaan bergeser atau tergeser ke daerahdaerah
pingggiran.
Strategi Adaptasi Kornunitas Lokal
Terdapat begitu banyak definisi mengenai komunitas. Kornunitas adalah
istilah lain dari masyarakat setempat atau masyarakat lokal (Soekanto, 2004).
Komunitas adalah kelornpok sosial yang padu, dimana individu-individu
dipersatukan oleh nilai-nilai, kebiasaan dan ketentuan bersama, dimana mereka
mempunyai status dan peran tertentu dan mempunyai perasaan solidaritas
dengan kelompok, rasa ikut merniliki dan ikut menjadi anggota (Schneider, 1986).
Adaptasi dan perubahan adalah dua sisi rnata uang yang tidak
terpisahkan bagi makhluk hidup. Adaptasi berlaku bagi setiap makhluk hidup
dalam menjalani hidup dalam kondisi lingkungan yang senantiasa berubah, baik
lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik.
Bagi manusia rnasa kini
tampaknya adaptasi memiliki pengertian yang lebih khusus dibanding manusia
zaman
tembaga.
Lewat
capaian
rnanusia
dalam
ilmu
pengetahuan,
kemungkinan-kemungkinan peristiwa perubahan aspek lingkungan telah
diketahui secara lebih sisternatis; juga menjadi dasar pernakaian teknologi untuk
rnengatasi atau menghindari risiko-risiko paling buruk dari peristiwa perubahan
lingkungan bagi manusia. Dengan teknologi, manusia dapat menyeleksi dan
rnengisolasi jenis-jenis perubahan lingkungan tertentu yang dia inginkan,
sehingga terhindar dari jenis-jenis risiko yang tidak diinginkan atau lebih jauh
rnengalirkan keuntungan defisit risiko secara lebih fokus ke arah pemuasan
kebutuhan manusia. Misalnya teknologi pengatur suhu (air conditioner) dapat
rnengisolasi manusia dari hawa panas dan terik matahari. Penguasaan manusia
akan ilmu pengetahuan dan teknologi rnerupakan hasil kebudayaan manusia
moderen, yang secara agak congkak sering diklaim sebagai pertanda
kedigdayaan rnanusia terhadap alarn.
Meski dernikian, ilrnu pengetahuan dan teknologi tidak hanya efektif
mengatasi risiko-risiko tertentu tetapi juga efektif rnembangkitkan risiko-risiko lain
yang tidak terbayangkan oleh manusia lama sebelumnya.
Teknologi nuklir
berguna sebagai sumber energi alternatif paling efisien yang pernah diketahui,
dalarn seketika dapat rnenjadi monster raksasa yang memusnahkan peradaban,
seperti ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia
Kedua.
Jikalau hukurn fisika terrnodinamika menyebut bahwa energi dapat diubah
tetapi tidak dapat dihilangkan, rnaka dalam konteks penelitian ini padanannya
mungkin adalah bahwa risiko manusia akan perubahan alam dapat diubah tetapi
risiko bagi manusia itu sendiri tidak dapat dihilangkan. Risiko abadi bagi
manusia. Risiko (energi) alam mengalir kepada manusia, sehingga risiko pokok
manusia di zaman kini adalah urusan sesama manusia itu sendiri. Malthus, telah
menduga kemungkinan-kemungkinan risiko apa yang muncul dari kondisi
tersebut terhadap manusia dan masyarakat, sejak dua abad silam. Namun,
bagaimana beragam kemungkinan risiko itu diadaptasi oleh manusia dan
masyarakat dalam berbagai konteks ruang dan waktu masih menjadi tanda
tanya.
Strategi sendiri adalah konsep yang diadopsi dari ilmu militer untuk
memenangkan perang sejak Zaman Napoleon atau Yulius Caesar. Dalam
terminologi peperangan, menang adalah satu-satunya tujuan yang mutlak dicapai
tanpa kompromi. Dengan doktrin ini, arti strategi adalah alternatif tindakan efektif
dan efisien yang diambil untuk memenangkan peperangan. Strategi berada pada
posisi yang paling tinggi dalam hierarki tindakan peperangan dan keputusan
strategis berada di tangan panglima tertinggi militer. Dalam satu strategi terdapat
sejumlah taktik, dan dalam satu taktik terdapat sejumlah teknik. Dengan
demikian, sebuah tindakan disebut strategis apabila tindakan tersebut dapat
mengatasi sejumlah permasalahan yang menghambat usaha-usaha pencapaian
tujuan.
Konsep ini kemudian diadopsi oleh kalangan praktisi bisnis yang
berhadapan dengan persaingan ekonomi global yang keras dan senantiasa
berubah. Jika dalam sistem ekonomi lama dikenal istilah perencanaan jangka
panjang, maka dalam situasi persaingan yang kian keras, para pelaku bisnis
lebih menyukai perencanaan strategis. Lingkungan bisnis yang terus berubah
memaksa orientasi tindakan bisnis tidak lagi terikat pada waktu tetapi pada
permasalahan dengan mempertimbangkan faktor-faktor internal dan ekstenal.
Strategi yang dimaksud juga tidak lagi terbatas pada praktek-praktek yang tegas
sebagai persaingan (dissosiatif), tetapi sama pentingnya adalah praktek
kerjasama (assosiatif).
Di sinilah kemudian tampak ada perbedaan arti strategi dalam konteks
peperangan zaman lama dan dunia bisnis zaman moderen. Usaha-usaha
mencapai kemenangan dalam bisnis, dapat dicapai dengan tindakan yang
asosiatif dan disosiatif atau kombinasi keduanya. Pilihan satu tindakan atau
kombinasi sejumlah tindakan sangat tergantung kepada penafsiran subjek
mengenai situasi dan kondisi lingkungan.
Strategi adaptasi merupakan tindakan sosial para aktor, baik orangperseorangan maupun kelompok dalam menghadapi beragam risiko yang
muncul akibat perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Strategi adaptasi
adalah pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks
lingkungan sosial-politik-ekologi dimana penduduk itu hidup. Pilihan tindakan
yang
bersifat kontekstual tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan
sumberdaya yang tersedia di lingkungannya guna mengatasi tekanan-tekanan
sosial ekonomi.
Dengan cara demikian, mereka tetap dapat menjaga
kesinambungan hidupnya (Kusnadi, 1996).
Esensi strategi adaptasi menurut perspektif sosiologi dapat merujuk pada
proses-proses sosial, yaitu tindakan yang mengarah pada kerja sama (asosiatif)
atau tindakan yang mengarah pada persaingan (dissosiatif).
Proses Asosiatif
Proses asosiatif dapat dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu kerjasama dan
akomodasi. Usaha bersama dari dua orang atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan bersama dapat disebut dengan kerjasama. Ada lima bentuk
kerjasama yang umum dikenal, yaitu : (1) kerukunan yang mencakup gotong-
royong dan tolong menolong resiprositas; (2) bargaining yaitu pelaksanaan
perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antar dua organisasi atau lebih;
(3) kooptasi yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan
atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk
menghindari goncangan dalam organisasi yang bersangkutan; (4) koalisi, yaitu
kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang
sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan tidak stabil untuk sementara waktu
karena organisasi-organisasi tersebut kemungkinan memiliki struktur yang tidak
sama.
Akan tetapi karena tujuan organisasi sama maka sifatnya adalah
kooperatif, dan; ( 5 ) Joint venture.
Akomodasi merujuk kepada dua arti, yaitu suatu keadaan dan suatu
proses. Akomodasi sebagai keadaan merujuk kepada suatu keseimbangan
dalam interaksi orang-perseorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam
kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam
masyarakat.
Sebagai suatu proses akomodasi merujuk pada usaha-usaha
meredakan pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan
(Soekanto, 2004).
Menurut Gillin dan Gillin sebagaimana ditulis Soekanto (2004) akomodasi
adalah
suatu
pengertian yang
digunakan oleh
para sosiolog
untuk
menggambarkan suatu proses hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan pengertian adaptasi yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk
menunjuk proses dimana makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam
sekitarnya. Dengan pengertian tersebut akomodasi dimaksudkan sebagai suatu
proses dimana orang-perseorangan atau kelompok-kelompok orang yang semula
saling bertentangan saling
ketegangan-ketegangan.
mengadakan penyesuaian untuk mengatasi
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan kehilangan
kepribadiannya.
Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi
yang dihadapainya: (1) mengurangi pertentangan antar orang-perseorangan atau
kelompok sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan
menghasilkan suatu sintesa antar kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan
suatu pola yang baru; (2) mencegah ledakan dari pertentangan untuk sementara
walaupun secara kontemporer; (3) membuka kesempatan kerjasama antar
kelompok-kelompok sosial yang hidup secara terpisah sebagai akibat faktorfaktor sosial, psikologis, dan kebudayaan, dan; (4) mengusahakan peleburan
antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya lewat perkawinan
campuran atau assimilasi dalam arti has.
Tidak semua proses akomodasi berhasil. Disamping stabilitas dalam
beberapa bidang, mungkin sekali
benih-benih pertentangan dalam bidang-
bidang yang masih tertinggal luput dari usaha-usaha akomodasi terdahulu.
Benih-benih pertentangan yang latent tadi sewaktu-waktu dapat menimbulkan
pertentangan baru.
Akomodasi bagi pihak-pihak tertentu menguntungkan,
sebaliknya agak menekan pihak-pihak lain lantaran campur tangan kekuasaankekuasaan tertentu di dalam masyarakat.
Akomodasi dapat tejadi dalam beberapa bentuk, seperti pemaksaan
(coercion), kompromi (compromise), arbitrasi (arbitration), mediasi (mediation),
perdamaian (conciliation), toleransi (tolerantion), perang dingin (stalemate), dan
mekanisme hukum formal (adjudication). Hasilnya berupa : (1) akomodasi dan
integrasi masyarakat; (2) menekan oposisi; (3) koordinasi berbagai kepribadian
yang berbeda; (4) perubahan dalam kelembagaan masyarakat; (5) perubahan
dalam kedudukan, dan; (6) assimilasi.
Tindakan asosiatif tercermin dari kelembagaan-kelembagaan yang
mengatur hubungan-hubungan antar perseorangan dan kelompok dalam bidang
produksi, konsumsi, distribusi, reproduksi, dan redistribusi. Kelembagaankelembagaan pada dasarnya adalah norma-norma yang mengatur bagaimana
sumberdaya yang terbatas dan tidak sama teralokasikan secara adil di antara
anggota-anggotanya, sehingga tujuan bersama tercapai.
Proses Disosiatif
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan satu bentuk oposisi atau
lebih menghargai kerjasama, sangat tergantung kepada unsur-unsur kebudayaan
terutama yang menyangkut sistem nilai, struktur sosial dan sistem sosial. Faktor
yang menentukan sesungguhnya adalah sistem nilai masyarakat itu (Soekanto,
2004). Sistem nilai rnasyarakat Indonesia seringkali dianggap seragam yakni
lebih mengutamakan bentuk kerjasama ketimbang bentuk proses sosial yang
disosiatif. Namun anggapan yang agaknya lebih dapat diterima adalah merujuk
pada pandangan ekologi budaya.
Proses disosiatif ditandai adanya aktor oposisi, yaitu kelompok yang
berjuang melawan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu. Pola-pola oposisi dapat dinamai perjuangan untuk tetap hidup (struggle
for existence). Ada tiga bentuk proses disosiatif, yaitu persaingan (competition),
kontravensi (contravention), dan pertentangan (confrontation, conflict).
Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu
dan kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan dalam
berbagai bidang kehidupan yang menjadi perhatian publik, tanpa menggunakan
ancaman atau kekerasan.
Persaingan dapat bersifat pribadi yang dikenal
dengan rivality atau yang bersifat tidak pribadi. Sedangkan persaingan yang
bersifat tidak pribadi merujuk pada persaingan kelompok dalam bidang ekonomi,
kebudayaan, kedudukan, peran, dan ras.
Kontravensi adalah proses sosial yang berada diantara persaingan dan
dan pertikaian. Kontravensi ditandai oleh ketidakpastian mengenai diri seseorang
atau suatu rencana dan perasaan yang tidak suka disembunyikan, kebencian,
atau keragu-raguan.
Geertz (1975) misalnya menyatakan bahwa
tipe budaya yang
terendapkan dalam sistem ekologi di Indonesia dapat dibagi dua, yaitu budaya
padi sawah dan budaya perladangan. Budaya padi sawah memiliki ciri-ciri yang
konsentratif dan lentur, sedangkan budaya perladangan memiliki ciri-ciri yang
memencar dan kaku. Jika budaya padi sawah bercorak involutif, maka budaya
perladangan
bercorak
revolutif
dalam
menanggapi
faktor-faktor
yang
menimbulkan perubahan dalam jumlah maupun komposisi penduduk. Dengan
perkataan lain, masyarakart yang berekologi budaya padi sawah cenderung lebih
mudah berakomodasi ketimbang masyarakat yang berekologi perladangan.
Sedangkan tindakan disosiatif adalah tindakan yang berazas pada
perbedaan kepentingan antar perorangan atau kelompok dalam beragam bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu yang menjadi pusat perhatian publik
dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah
ada tanpa menggunakan ancaman dan kekerasan. Perihal apakah persaingan
cenderung disosiatif, berhubungan erat dengan aspek-aspek kepribadian
seseorang, kemajuan dalam masyarakat, solidaritas kelompok, dan disorganisasi
yang disebabkan oleh suatu perubahan yang terlalu cepat (Soekanto 2004).
Bagaimana strategi komunitas agraris menanggapi industrialisasi dan
modernisasi telah mendapat perhatian yang nyaris tiada henti dari para ahli-ahli
ilmu sosial sejak abad 18, termasuk tokoh sosiologi seperti Max Weber dan Karl
Marx. Weber mengusulkan tipe ideal, yang berarti sebuah strategi adaptasi
dengan menginternalisasikan sistem etik yang fungsional dengan tuntutan
struktur moderen, antara lain melalui pendidikan. Sebaliknya Karl Marx
beranggapan modernisasi dan industrialisasi hanya bisa dihadapi dengan
strategi mencegah atau menghindari polarisasi struktur sosial yang memisahkan
secara tegas antara kelas proletar dan kelas borjuis melalui penumbangan kelas
berkuasa secara revolusioner.
Karya-karya fundamental sesudahnya dan tetap menjadi rujukan hingga
sekarang antara lain adalah Scott (1981) tentang moral ekonomi petani, Popkin
( 1 986) tentang rasionalitas petani, dan Geertz (1965) tentang involusi pertanian.
Geertz (1975) menjelaskan bahwa komunitas padi sawah memiliki mekanisme
yang sangat lentur dalam menghadapi tekanan ekonomi dan ekologi, tetapi
kelenturan tersebut justru tidak menguntungkan ketika terbuka peluang
meningkatkan surplus pertanian dengan menerapkan teknologi baru yang lebih
efisien. Surplus pertanian hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pertambahan
penduduk yang cepat, sehingga yang terkekalkan adalah kemiskinan berbagi
(shared poverty). Namun, Kartodirjo (1982) membenarkan anggapan Popkin
bahwa petani tidak apatis dalam menanggapi tekanan yang datang dari dalam
dan luar dirinya, melainkan aktif dan rasional mempengaruhi sejarah mereka.
Pemberontakan petani terhadap tekanan ekonomi yang ditimpali tekanan
kekuasaan di Banten, merupakan indikasi bahwa kaum tani memiliki kemauan
untuk memperbaiki nasibnya.
Dalam konteks rumahtangga pedesaan yang berpola nafkah ganda
terdapat strategi hidup yang berbeda antar lapisan (Sajogyo, 1978). Bagi lapisan
atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi, dimana surplus pertanian
mampu membesarkan usaha di luar pertanian atau sebaliknya. Bagi lapisan
menengah, pola nafkah ganda merupakan strategi konsolidasi dimana sektor luar
pertanian dipertimbangkan sebagai potensi untuk perkembangan ekonomi. Bagi
lapisan bawah pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup, di mana
sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutupi
kekurangan dari sektor pertanian. Lebih lanjut Sajogyo (1978) menjelaskan
bahwa lapisan atas memiliki Modal Cadangan Pangan (MPC) dan Modal
Cadangan Pengembangan Usaha (MCPU). Lapisan tengah hanya mernpunyai
MCP, sedangkan lapisan bawah tidak memiliki keduanya.
Studi yang dilakukan Firman (1990), Rachbini dan Hamid (1994) serta
Syahrir (1995) mengidentifikasi proses migrasi petani rniskin pedesaan ke kota
untuk memasuki lapangan kerja di sektor informal, khususnya sektor
perdagangan kecil dan konstruksi. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh
Rachbini dan Hamid (1994) menggarisbawahi kedudukan dan peranan strategis
perempuan istri rumahtangga petani-berlahan sempit dan buruh tani-sebagai
pencari nafkah keluarga. Akibat terbatasnya peluang kerja di sektor pertanian,
mereka kemudian memasuki sektor informal perdagangan desa. Pekerjaan
mereka sebagai pedagang telah memberinya penghasilan yang teratur dan
kontribusi yang berarti untuk rnenunjang kebutuhan ekonomi rumah tangga.
Disamping itu, status sosialnya sebagai perempuan semakin meningkat, baik di
dalam rumahtangga maupun dalam kehidupan masyarakat.
Studi Rachbini dan Hamid (1994) juga menghasilkan temuan yang sama,
dimana istri dan anak-anak rumahtangga petani turut terlibat secara substansial
dalam menunjang kebutuhan ekonorni rumah tangga, khususnya pada musimmusim sepi kegiatan sektor pertanian. lstri tidak hanya membantu suami dalam
aktivitas pertanian, tetapi juga menumbuk beras dan kopi, membuat makanan
kecil, memasak untuk pesta, mengambil air, menganyam tikar dan menenun,
serta menumbuk batu merah.
Strategi adaptasi seseorang atau sekelompok orang ditentukan oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adalah pendidikan dan
pengalaman. Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang
sehingga memiliki pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku. Dalam
proses pembentukan watak terjadi interaksi yang terus menerus antara potensi
seseorang (inteligensia, bakat) lingkungan, dan pendidikan. Melalui pendidikan,
potensi seseorang dapat berkembang menjadi manusia yang mampu berpikir
dan bertindak atas kekuatan sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, mampu
memelihara harga diri, dan mampu bertanggung jawab atas cara ia bereksistensi
di dunia (Padmowihardjo, 1994).
Stratifikasi
Stratifikasi merupakan salah satu aspek terpenting dari struktur sosial.
Stratifikasi adalah pembagian kelompok sosial menjadi tingkatan-tingkatan atau
strata, yang disatukan oleh atribut atau ciri-ciri umum. Stratifikasi sosial dapat
digolongkan berdasarkan perbedaan prestise, penghargaan, atau kehormatan
sosial yang diberikan kepada para anggotanya (Schneider, 1986).
Sementara itu Weber membagi tiga dasar stratifikasi sosial berdasarkan
pendidikan, penguasaan asset ekonomi, kharismatik.
Sistem pelapisan
masyarakat atau stratifikasi sosial merupakan fenomena sosial yang umum
ditemukan dalam suatu masyarakat. Pembedaan atau lapisan masyarakat
merupakan gejala yang universal yang merupakan bagian dari sistem sosial
setiap masyarakat (Soekanto, 2004). Artinya dalam membicarakan suatu struktur
masyarakat maka sistem lapisan masyarakat merupakan salah satu dimensi atau
bagian penting dari analisis struktur sosial. Lebih lanjut Soekanto (2004) secara
jelas memberikan istilah diferensiasi sosial untuk menjaga kekeliruan dalam
membedakan antara sistem lapisan masyarakat dengan kelas sosial. Semakin
kompleks/maju teknologi suatu masyarakat maka semakin kompleks pula sistem
lapisan masyarakatnya. Di dalam masyarakat yang kompleks, pembedaan
kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks yang disebabkan banyaknya
orang dan aneka warna ukuran yang dapat diterapkan terhadap masyarakat
tersebut. Namun demikian, meskipun bentuk-bentuk nyata dari stratifikasi sosial
sangat beragam, kondisi atau keberadaan suatu sistem lapisan masyarakat
tergantung pada sistem nilai yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat.
Sorokin dalam Soekanto (2004) memberikan definisi stratifikasi sosial
adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah kelas tinggi dan kelas yang lebih
rendah. Sedangkan menurut dasar dan inti munculnya pelapisan sosial dalam
masyarakat disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak
dan kewajiban nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota
masyarakat.
Untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu
lapisan tertentu atau untuk membedakan antar lapisan masyarakat yang
terbentuk, ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai adalah ukuran kekayaan
(akses atau kepemilikan terhadap tanah dan rumah atau benda-benda berharga
lainnya, bentuk rumah, cara berpakaian, bahan pakaian yang digunakan, dan
lain-lain, ukuran kekuasaan (akses terhadap politiklpartai, keterlibatan dalam
organisasi
pemerintahan
dan
lain-lain),
dan
ukuran
kepandaianlilmu
pengetahuan (gelar dalam pendidikan, pekerjaan sebagai guru, pengetahuan
dalam hal-ha1 tertentu seperti memainkan alat rnusik tradisional, mengukir dan
lain-lain).
James C. Scot dalam Taneko (1993)
melihat bahwa setiap sistem
pelapisan sosial melahirkan mitos atau rasionalitas (bersifat preskriptif) sendiri
untuk menjelaskan apa sebabnya orang-orang tertentu harus dianggap lebih
tinggi kedudukannya dibandingkan yang lainnya. Pelapisan itu sendiri perlu
ditunjang oleh aspek lain dari stratifikasi seperti kecenderungan sosial dan
konsep marjinalitas.
Dilihat dari proses terjadinya, sistem lapisan masyarakat (stratifikasi
sosial) dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat
atau sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Soekanto (2004)
menyatakan bahwa hal-ha1 yang biasa dijadikan sebagai alasan terbentuknya
lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat
umur (senioritas), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat
dan juga harta dalam batas-batas tertentu. Sedangkan sistem lapisan yang
sengaja dibentuk, berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang resmi
dalam organisasi formal. Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa
alasan-alasan atau dasar-dasar yang digunakan dalam pembentukan sistem
pelapisan sosial adalah berbeda-beda.
Sistem pelapisan dapat merupakan fenomena penting bagi individuindividu dalam upaya melaksanakan kewajiban-kewajiban sesuai dengan
posisinya dalam masyarakat.
Ketidaksamaan kedudukan dan peran selalu
terjadi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat terdorong
melaksanakan kewajiban-kewajiban dan akibat penempatan individu-individu
sesuai dengan kemampuan mereka. Sistem lapisan masyarakat juga dapat
menunjukkan bagaimana individu-individu tersebut memperoleh hak-haknya,
sebagai himpunan kewenangan-kewenangan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu. Dengan demikian, hak dan kewajiban dalam setiap sistem lapisan
masyarakat secara bersama-sama menjadi faktor pendorong untuk memperoleh
kedudukan dan peranan tertentu dalam masyarakat (Soekanto, 2004).
Adanya penempatan individu-individu dalam kedudukan tertentu yang
tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya untuk melaksanakan kewajiban
sesuai
dengan
kedudukan
dan
peranannya
pada
dasarnya
akan
menggambarkan adanya tiga lapisan masyarakat yang secara umum terjadi
dalam suatu masyarakat, yaitu lapisan atas (upper-class) dengan jumlah individu
yang sedikit, lapisan rnenengah (middle-class) dengan jumlah individu yang
relatif lebih banyak dibandingkan lapisan atas, dan lapisan bawah (lower-class)
dengan jurnlah individu yang banyak. Lebih lanjut Soekanto (2004) rnenyatakan
bahwa gambaran seperti di atas merupakan gejala umurn yang seringkali
mempunyai kekecualian.
Stratifikasi yang dimaksud dalarn penelitian ini adalah
penempatan individu-individu dan kelornpok ke dalarn lapisan-lapisan sosial yang
terjadi sebagai akibat dari proses adaptasi masyarakat lokal terhadap kehadiran
Kampus IPB.
Berkaitan dengan pendapat Soekanto (2004), Taneko (1993)
dapat disimpulkan bahwa berbagai strategi adaptasi rnasyarakat lokal
merupakan sebab dan sekaligus dari stratifikasi yang berlangsung dalarn
komunitas lingkar karnpus. Bagi keluarga yang rnarnpu beradaptasi dengan baik
dan didukung oleh modal dan pengetahuan rnaka dapat diprediksikan
memperoleh kedudukan dalam lapisan atas, sebaliknya keluarga yang tidak
marnpu beradaptasi dan rnemanfaatkan situasi pasar lokal yang bebas, rnaka
akan terjebak ke dalarn lapisan bawah. Bahkan pada titik ekstrirn kehidupan
mereka rnenjadi rniskin dan marginal atau tersingkir dari habitatnya.
Kerangka Pemikiran
Kehadiran IPB di Darmaga dapat ditempatkan sebagai sumber pokok
industrialisasi di tengah komunitas lingkar kampus. Kegiatan industrial
pendidikan yang digerakkan oleh IPB dengan sendirinya menarik kehadiran
penduduk pendatang dan modal dari luar. Di luar golongan rnahasiswa, para
pendatang tersebut berrnaksud rnengambil rnanfaat, baik cialam ha1 pernenuhan
IPB akan kebutuhan tenaga kerja dan jasa-jasa rnaupun dalam pernenuhan
kebutuhan dasar mahasiswa (pangan, sandang, papan) dan jasa-jasa penunjang
kegiatan pendidikan seperti alat tulis kantor (ATK), foto copy, persewaan
computer dan internet, atau angkutan kota. Bersama dengan warga komunitas
lokal yang terlebih dahulu rnenernpati Wilayah Lingkar Kampus (WLK), para
pendatang ini rnenyumbang pada industrialisasi pendidikan di tengah komunitas
lokal.
Birokrasi pemerintah rnemainkan peran tertentu
dalam
proses
industrialisasi. Sekalipun lembaga pendidikan memiliki otonomi tertentu, dalam
rnenyelenggarakan pendidikan, pemerintah juga bertindak sebagai aktor yang
menyediakan kerangka normatif bagi penyelenggaraan sistem pendidikan tinggi,
terrnasuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Kecuali itu, pemerintah juga
berindak sebagai penyedia pelayanan publik, dan penjamin ketertiban dan
keamanan berusaha bagi semua golongan masyarakat.
Namun, kebijakan pemerintah, dari pusat sampai desa seringkali
mengabaikan kepentingan komunitas lokal atau gagal bekerja secara
impersonal, sehingga peranan birokrasi justru menjadi ancaman tersendiri bagi
komunitas.
Pemihakan aparatur birokrasi pada modal misalnya, dapat
mendorong kesenjangan antar golongan atau lapisan sosial: antara komunitas
lokal dan IPB, antara komunitas pendatang dan komunitas asli, atau antar orang
berpunya dengan orang tak berpunya.
Bagi komunitas lokal, industrialisasi tidak hanya menyediakan peluangpeluang, tetapi juga ancaman-ancaman yang menggusur keberadaan status dan
peranan mereka. Ini semua mendorong komunitas lokal mengembangkan
strategi adaptasi yang dalam berbagai kondisi dapat berarti perjuangan
mempertahankan diri (struggle for existence).
lndustrialisasi di satu sisi
menuntut penyesuaian yang terus menerus dari rnasyarakat lokal agar dapat
memperoleh, mernpertahankan, atau memperkuat peran .mereka dalam struktur
yang dinamis dan terus berubah. Penyesuaian tersebut memerlukan strategi
yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam dua pilihan pokok: asosiatif
dan disosiatif. Strategi mana yang terbaik menurut pilihan para aktor, sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal dapat
digolongkan ke dalam peluang dan ancaman yang berasal dari luar.
lndustrialisasi menyediakan tidak hanya peluang bagi aktor-aktor untuk
memperoleh peran-peran baru, tetapi sekaligus juga ancaman bagi peran-peran
yang telah ada. Sedangkan faktor internal meliputi kelemahan atau kekuatan
yang dipersepsikan oleh aktor-aktor melekat di dalam dirinya dan menentukan
bagaimana mereka mengambil tindakan sosial untuk mencapai tujuan, dimasa
lalu, masa kini, dan masa depan.
Strategi kerjasama atau bersaing, pada akhirnya menentukan bagaimana
aktor-aktor dalam komunitas lokal dapat mengintegrasikan diri dengan
industrialisasiyang berlangsung di Darmaga. Persaingan yang terlalu keras dan
tidak diimbangi oleh kerjasama dapat melahirkan konflik, baik latent atau
manifest, yang berujung pada ketertekanan dan ketersingkiran. Strategi
kerjasama yang tidak diimbangi oleh keteguhan mempertahankan kepentingan
diri, juga dapat berujung pada keadaan yang sama meskipun mungkin dengan
mekanisme yang berbeda.
Strategi adaptasi menentukan bagaimana posisi sosial warga komunitas
lokal atau kaum pribumi terbentuk dan berada dalam struktur sosial lingkar
Kampus IPB.
Pada Gambar 1, digambarkan secara skematis kerangka
konseptual strategi adaptasi masyarakat lingkar Kampus IPB Darrnaga.
I
Birokrasi
Pemerintah
\
Mobilitas
'
Modal
A
A
Industri Pendidikan (IPB)
Fisik Sosial
Penduduk
[-)
khusus
v
/
Strategi Adaptasi
Komunitas Lokal
'
~ o s i ssosial
i
Komunitas Lokal
Kerangka Pemikiran
Strategi Adaptasi Masyarakat Lingkar Kampus IPB
Darmaga
'
Download