Edi T

advertisement
J Kedokter Trisakti
Juli-September 2004, Vol.23 No.3
Penatalaksanaan infeksi Helicobacter pylori pada anak
Edi Setiawan Tehuteru
Staf Medis Fungsional Tim Kerja Anak RS Kanker Dharmais
ABSTRAK
Helicobacter pylori (H.pylori) terbukti dapat berkolonisasi di dalam lambung dan berhubungan dengan gastritis
kronik dan ulkus peptikum. Di negara berkembang, prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak berusia di bawah 10
tahun besarnya sekitar 80% sedangkan di negara maju sekitar 10%. Berbagai penelitian tentang bakteri ini masih
terus berlangsung termasuk dalam hal diagnosis dan tata laksana. Tingkat virulensi bakteri diduga berhubungan
dengan berbagai gejala klinis yang ditimbulkannya. Sakit perut berulang merupakan gejala klinis yang paling sering
diperlihatkan pada anak, sehingga gejala tersebut digunakan sebagai pertanda untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap
kemungkinan adanya infeksi H.pylori. Diagnosis infeksi H.pylori pada anak seringkali dilakukan berdasarkan
endoskopi. Pengobatan menggunakan regimen tripel (omeprazol/claritromisin/tinidazol) sangat efektif untuk mengobati
infeksi H.pylori pada anak. Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkungan dapat menurunkan prevalensi infeksi
H.pylori pada anak. Pencegahan terjadinya infeksi H.pylori pada anak sangat efektif untuk mereduksi prevalensi
kanker lambung. Pengetahuan yang lengkap tentang epidemiologi infeksi H.pylori mendukung pengembangan
intervensi strategis untuk menurunkan prevalensi infeksi H.pylori.
Kata kunci: Helicobacter pylori, infeksi, pengobatan, pencegahan, anak
Management of Helicobacter pylori infection in children
ABSTRACT
Helicobacter pylori (H.pylori) has colonised in the stomach and is associated with chronic gastritis and
peptic ulcer. In developing countries, the prevalence of infection can be 80% in children < 10 years old. In developed
countries, the prevalence of H.pyolri infection in children is about 10%. Various studies on this bacteria are still
being conducted including its diagnosis and treatment. The level of bacterial virulence is suspect related to several
of its clinical symptoms. Repeated bouts of gastritis are clinical symptoms, often seen in children, so that this
symptom is an indication for further examination of H.pylori infection. The diagnosis of H.pylori infection in
childhood is most often made at endoscopy. Symptoms such as abdominal pain, vomiting, and haemetemesis may
be associated with H.pylori infection. Treatment with triple regimen (omeprazole/clarithromycin/tinidazole) is highly
effective for treating H.pylori infection in children. With socioeconomic development, fewer children are acquiring
H.pylori. Improved nutrition and environment may reduce the prevalence of H.pylori infection in children. The
most effective approach to reduce the prevalence of gastric carcinoma is to prevent childhood H.pylori infection.
Armed with epidemiologic knowledge may be possible to develop effective intervention strategies to reduce the
prevalence of H.pylori infection.
Key words: Helicobacter pylory,infection, treatment, prevention, children
110
J Kedokter Trisakti
PENDAHULUAN
Pada tahun 1982, Marshall dan Warren
mengisolasi Helicobacter pylori (H.pylori) dari
biopsi lambung pasien yang menderita gastritis
kronik dan ulkus peptikum.(1) Untuk membuktikan
hubungan kedua kejadian tersebut, dua orang
sukarelawan yaitu Marshall (Australia) dan Morris
(Selandia Baru) memasukkan kultur murni H.pylori
ke dalam tubuhnya. Pada pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi yang dilaksanakan memperlihatkan
adanya gastritis dan ulkus peptikum.(2) Sejak saat itu
ulkus peptikum pada orang dewasa ditanggulangi
sebagai penyakit infeksi dan pengobatan dilakukan
dengan cara eradikasi agen penyebab.
Infeksi H.pylori seringkali dijumpai pada anakanak. Di negara berkembang, prevalensi infeksi
H.pylori pada anak-anak berusia dibawah 10 tahun
besarnya sekitar 80%,(3,4) sedangkan di negara maju
prevalensi infeksi H.pylori pada anak-anak
prasekolah dan sekolah dasar besarnya sekitar 10%.(5)
Di Indonesia, berdasarkan pemeriksaan serologi,
prevalensi H.pylori pada anak sekolah dasar
ditemukan sebesar 13,5 - 26,8%.(6,7)
Alur penularan H.pylori adalah fekal-oral atau
oral-oral. Manusia merupakan tempat hidup primer
H.pylori. Pernah dilaporkan H.pylori ditemukan
pada kucing maupun di tempat lainnya seperti tinja
dan air. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti
hubungan antara H.pylori yang hidup di luar tubuh
manusia dan terjadinya infeksi bakteri tersebut pada
manusia. Beberapa keadaan diduga sebagai faktor
risiko terjadinya infeksi H.pylori, yaitu kepadatan
tempat tinggal, daerah endemik, dan sosial ekonomi
rendah.(3,5)
Pada anak-anak, H.pylori gastritis tanpa adanya
ulkus duodenum biasanya bersifat asimtomatik.
Untuk itu tidak ada indikasi untuk mengobati infeksi
H.pylori pada anak-anak. Pada tahun 1994,
International Agency for Research on Cancer(8)
mengklasifikasikan H.pylori sebagai karsinogen grup
1 untuk karsinoma gaster. Apabila H.pylori bersifat
karsinogen, apakah perlu dilakukan pengobatan pada
anak-anak bila terindikasi menderita infeksi
H.pylori. Tinjauan pustaka ini melakukan eskplorasi
lebih lanjut perlu tidaknya memberikan pengobatan
pada anak-anak yang terinfeksi H.pylori.
Vol.23 No.3
Morfologi
Helicobacter pylori adalah bakteri gram
negatif berbentuk batang atau kokoid (beberapa
kepustakaan menyebutnya spiral atau seperti huruf
“S”), mempunyai flagel yang memungkinkan
bakteri ini memiliki daya motilitas tinggi, dan
bersifat mikroaerofilik. Tempat yang sesuai di
dalam tubuh manusia adalah antrum. H.pylori dapat
berkonversi dari bentuk batang ke bentuk kokoid.
Bentuk batang lebih virulen dibanding bentuk
kokoid, sedangkan bentuk kokoid sendiri dikatakan
berperan terhadap kekambuhan infeksi.(9)
Secara biokimiawi, H.pylori memproduksi
enzim urease. Enzim ini mengkatalisis proses
hidrolisis urea yang terdapat pada mukosa lambung
menjadi amonia dan CO2. Amonia diduga berperan
sebagai mekanisme pertahanan hidup H.pylori
dalam lingkungan asam.(10)
Patofisiologi
Terdapat tiga kelainan yang dapat ditemukan
sebagai akibat infeksi H.pylori pada anak. Pertama,
infeksi akut H.pylori pada lambung dapat
menyebabkan hipoklorhidria akibat adanya proses
inflamasi yang menyebabkan disfungsi sel parietal.
Dalam beberapa bulan, keadaan hipoklorhidria ini
dapat sembuh dan pH lambung kembali normal,
sedangkan pada infeksi kronis, H.pylori akan terus
merangsang produksi asam lambung.(11) Mekanisme
terjadinya keadaan tersebut belum diketahui secara
pasti. Ada hipotesis yang menyatakan bahwa
inflamasi merangsang peningkatan produksi
gastrin.(11) Urease juga merupakan faktor penting
untuk timbulnya infeksi kronis. Kelainan kedua
yang ditemukan adalah inflamasi lambung. Infeksi
H.pylori dapat menginduksi respon humoral
sistemik dan mukosa, namun antibodi yang
terbentuk tidak dapat mengeradikasi kuman. Hal
ini diduga disebabkan adanya mukus lambung yang
melindungi H.pylori, sehingga tidak dapat ditembus
oleh antibodi spesifik.(11) Kolonisasi H.pylori di
lambung biasanya disertai proses inflamasi sehingga
dapat ditemukan sel neutrofil, sel T, sel plasma,
dan makrofag secara bersamaan dengan berbagai
derajat degenerasi dan kerusakan sel epitel.(12)
Ulserasi merupakan kemungkinan kelainan
ketiga yang tergantung dari virulensi strain
111
Tehuteru
H.pylori. Masing-masing strain H.pylori
mempunyai tingkat virulensi yang berbeda. Tingkat
virulensi dipengaruhi oleh dua protein yang
merupakan produk gen, yaitu vacuolating cytotoxin
A (VacA) dan cytotoxic-associated gene A
(CagA).(10) VacA diproduksi oleh semua strain
H.pylori dan lebih banyak dijumpai pada pasien
dengan ulkus lambung. CagA dihasilkan oleh lebih
kurang 60% strain H.pylori. Gastritis atrofi, ulkus
duodenum, dan karsinoma lambung lebih banyak
dijumpai pada pasien yang terinfeksi oleh H.pylori
yang memproduksi CagA.(11,13)
Manifestasi klinis
Sebagian besar kasus infeksi H.pylori pada
anak bersifat asimtomatis.(12) Berbagai manifestasi
klinis akibat infeksi H.pylori pernah dilaporkan
oleh beberapa peneliti seperti sakit perut berulang
di daerah epigastrium, mual, dan muntah.(10,12)
Gejala seperti sakit perut, muntah-muntah,
hematemesis dapat dikaitkan dengan infeksi
H.pylori. Beberapa gejala klinis di luar saluran
cerna yang pernah dilaporkan pada anak terinfeksi
H.pylori adalah anemia defisiensi besi, pusing, dan
alergi makanan.(12,13) Infeksi H.pylori dihubungkan
pula dengan gangguan tumbuh kembang anak dan
kejadian limfoma (mucosa associated lymphoid
tissue/MALT) di kemudian hari.(14)
DIAGNOSIS
Berbagai jenis metode pemeriksaan dapat
digunakan untuk mendiagnosis infeksi H.pylori,
antara lain: i) endoskopi dan histopatologi, ii) kultur
biopsi, iii) uji rapid urea, iv) serologi, v) uji
pernafasan urease, dan vi) polymerase chain
reaction. Pemeriksaan endoskopi pada anak yang
terinfeksi H.pylori dapat memperlihatkan gambaran
hiperemis, erosi atau ulkus pada mukosa
lambungnya. Pada pemeriksaan patologi anatomi
dapat terlihat gambaran gastritis kronis aktif
atrofikans.(15) Diagnosis pasti ditegakkan dengan
menemukan H.pylori dalam sediaan biopsi. Kultur
biopsi merupakan standar yang paling dapat
dipercaya untuk menetapkan diagnosis.
Jaringan mukosa lambung dimasukkan ke
dalam urea yang mengandung indikator. Bila
112
Infeksi Helicobacter pylori
terdapat H.pylori dalam jaringan biopsi akan terjadi
perubahan warna dari kuning ke jingga. Uji urease
yang sering dipakai adalah campylobacter like
organism (CLO). (16) Diagnosis dapat pula
ditegakkan dengan mengukur antibodi dalam darah
pasien, karena sebagian besar pasien yang terinfeksi
H.pylori menunjukkan IgG anti H.pylori dalam
darahnya. Pemeriksaan ELISA merupakan metode
yang mudah dilakukan dan cukup sensitif.(17) Uji
ini baik digunakan sebagai uji saring dan studi
epidemiologi. Respon IgG terhadap infeksi H.pylori
dapat tetap positif sampai 6 bulan setelah eradikasi.
Oleh karena itu, cara ini tidak dianjurkan sebagai
pemantau hasil eradikasi.(10) Pemeriksaan uji urease
pernafasan menggunakan 13C & 14C labeled urea
meal. Bahan tersebut ditelan oleh pasien. Urea akan
dihidrolisis menjadi amonia dan bikarbonat yang
terlabel. Bikarbonat yang terlabel akan dibawa ke
paru dan diekskresi dalam udara napas sebagai CO2
yang dapat diukur. Uji ini bersifat
semikuantitatif.(18) Cara polymerase chain reaction
dapat mendeteksi H.pylori dari spesimen biopsi,
cairan lambung, air liur, plak gigi, dan feses. Karena
biayanya yang mahal dan memerlukan waktu yang
cukup lama, cara ini belum digunakan sebagai
diagnostik rutin sehari-hari.(12)
Tidak satupun uji diagnostik yang tersedia saat
ini (teknik biopsi, uji pernafasan urea atau serologi)
mampu mendeteksi H.pylori secara lengkap dan
dapat dipercaya (reliable) karena kolonisasi bakteri
yang heterogen dan respon kekebalan dari host.
Penggunaan dua atau lebih metode yang
independen (misalkan serologi dan uji pernafasan)
mempunyai nilai sensitifitas mendekati 100%.(19)
PENGOBATAN
Infeksi H.pylori merupakan tantangan
pengobatan yang unik. Kebutuhan untuk
memberikan terapi yang optimal, efektif, dan aman
dengan biaya yang terjangkau dan efek samping
yang minimal. Menurut World Congres of
Gastroenterology tahun 1994, tidak semua
penderita infeksi H.pylori perlu dilakukan
eradikasi. Penderita yang perlu dilakukan eradikasi
adalah bila: (i) ada gejala klinis, (ii) pada endoskopi
didapatkan gastritis kronis aktif, ulkus ventrikuli
J Kedokter Trisakti
atau ulkus duodenum, dan (iii) uji CLO atau biakan
menunjukkan H.pylori positif.(20)
Helycobacter pylori merupakan organisme
yang sulit diobati sehingga untuk memperoleh hasil
eradikasi yang optimal diperlukan kombinasi dua
atau lebih antibiotika. Antisekretorik diberikan
untuk menghilangkan gejala dan merangsang
penyembuhan.(21) Kombinasi dua antibiotika dan
satu antisekretorik selama 7 hari sering digunakan
pada anak. Obat tersebut adalah metronidazol,
klaritromisin, dan omeprazol. Kombinasi tersebut
mempunyai tingkat eradikasi yang tinggi, yaitu
95%. Dosis yang dianjurkan adalah omeprazol 2
mg/kg/hari, klaritromisin 15 mg/kg/hari, dan
metronidazol 20-30 mg/kg/hari.(22)
Apabila terjadi kegagalan terapi, maka obat
yang dipilih selanjutnya harus memperhatikan jenis
dan atau sensitivitas obat sebelumnya. Pada kasus
yang resisten terhadap metronidazol dapat
diberikan kombinasi omeprazol, klaritromisin dan
amoksisilin 30-50 mg/kg/hari selama 7 hari atau
omeprazol, amoksisilin, dan metronidazol bila
resisten terhadap klaritromisin.(21)
Vol.23 No.3
populasi dapat memberikan gambaran
kecenderungan terjadinya infeksi H.pylori.
KESIMPULAN
Infeksi H.pylori banyak dijumpai pada masa
kanak-kanak. Diagnosis infeksi H.pylori pada anak
seringkali dilakukan berdasarkan endoskopi atas
indikasi tertentu. Pengobatan menggunakan
regimen tripel (kombinasi omeprazol dengan dua
antibiotik) sangat efektif untuk menyembuhkan
infeksi H.pylori pada anak.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
PENCEGAHAN
Hanya sekitar 1% penderita yang mengalami
infeksi H.pylori akan berkembang menjadi kanker
lambung. Untuk itu tidak dapat dibenarkan untuk
melakukan penyaringan dan pengobatan secara luas
untuk individu yang menderita infeksi H.pylori.
Strategi lain untuk mencegah terjadinya infeksi
H.pylori adalah pemberian vaksinasi. Vaksinasi
yang potensial untuk mencegah infeksi H.pylori
masih dalam taraf penyelidikan.(15) Namun belum
terbukti vaksinasi dapat mencegah infeksi pada
manusia. Di samping itu, mengingat kecilnya
prevalensi kanker lambung pada individu yang
terinfeksi dapat mengakibatkan tingginya harga
vaksin.
Pencegahan lebih ditujukan untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi H.pylori.
Perbaikan status sosioekonomi, gizi dan lingkungan
seperti penyediaan air bersih terbukti mampu
menurunkan prevalensi infeksi H.pylori pada
anak.(23) Monitoring kecenderungan kolonisasi dan
penyakit gastrointerstinal bagian atas pada berbagai
4.
5.
6.
7.
8.
Warren JR, Marshal BJ. Unidentified curved bacilli
on gastric epithelium in active chronic gastritis.
Lancet 1984; 1: 1273-5.
Gold BD, Blecker U. Gastritis and ulcers in
children. In: Wyllie R, Hyams JS, editors. Pediatric
gastrointestinal disease. 2nd ed. Philadelphia: WB
Saunders; 1999. p. 221-43.
Lindkvist P, Asrat D, Nilsson I, Tsega R, Olsson
GL, Wretlind B. Age at acquisition of Helycobacter
pylori infection: comparison of a high and low
prevalence country. Scan J Infect Dis 1996; 28: 1814.
Pelser HH, Househam KC, Joubert G. Prevalence
of Helycobacter pylori antibodies in children in
Bloemfontein, South Africa. J Pediatr Gastroenterol
Nutr 1997; 24: 135-9.
Malaty HM, Graham DY, Logan ND,
Ramchatesingh JE. Helicobacter jejuni infection in
preschool and school age minority children
attending daycare centers: effect of socioeconomic
indicators and breastfeeding practice. Clin Infect
Dis 2001; 32: 1378-92.
Setiati A, Mulyani NS, Juffrie M, Soewignjo,
Sadjimin T. Gambaran epidemiologi infeksi
Helicobacter pylori pada siswa sekolah dasar di
Yogyakarta. In: Firmansyah A, Trihono PP, Oswari
H, Nurhamzah W, Darmawan BS, editors. Abstrak
KONIKA XI Jakarta. Jakarta: IDAI; 1999. p. 88.
Hegar B, Magdalena, Firmansyah A, Boediarso A,
Yuwono V. Infeksi Helicobacter pylori pada murid
sekolah dasar di Jakarta. Maj Kedokt Indon 1998;
48: 209-12.
International Agency for Research on Cancer.
Monographs on the evaluation of carcinogenic risks
113
Tehuteru
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
114
to humans. Schistosomes, liver flukes ad
Helycobacter pylori. Lyon, France: International
Agency for Research on Cancer, 1994.
Benaissa M, Babin P, Quellard N, Pezennec L,
Cenatiempo Y, Fauchere JL. Changes in
Helicobacter pylori ultrastructure and antigens
during conversion from the bacillary to the coccoid
form. Infect Immun 1996; 100: 2331-5.
Pattison CP, Combs MJ, Marshall BJ. Helicobacter
pylori and peptic ulcer disease: evolution to
revolution. Am J Roentgenol 1997; 168: 1415-20.
Peek RM, Blaser MJ. Pathophysiology of
Helicobacter pylori: induced gastritis and peptic
ulcer disease. Am J Med 1997; 102: 200-7.
Vandenplas Y, Hegar B. Helicobacter pylori
infection. Acta Paediatr Sin 1999; 40: 1-8.
Staat MA, Moran DK, McQuillan GM, Kaslow RA.
A population-based serologic survey of
Helicobacter pylori infection in children and
adolescents in the United States. J Infect Dis 1996;
174: 1120-3.
Guimber D, Chelimsky G, Gottrand F, Czinn S. The
year in Helicobacter pylori. Curr Opin
Gastroenterol 1999; 15 (suppl 1): S49-S52.
Imrie C, Rowland M, Bourke B, Drumm B. Is
Helycobacter pylori infection in childhood a risk
Infeksi Helicobacter pylori
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
factor for gastric cancer? Pediatrics 2001; 107: 37380.
Oderda G, Cadranel S. Pediatric Helicobacter
pylori. Curr Opin Gastroenterol 1995; 11: 42-6.
Rowland M, Vaughan D, Drumm B. Helicobacter
pylori infection in children. Lancet 1997; 349: 209.
Michael P. Breathtaking technology for the
detection of Helicobacter pylori. Am J
Gastroenterol 1995; 90: 2089-90.
Blaser MJ. Helicobacter pylori and gastric diseases:
science, medicine and the future. BMJ 1998; 316:
1507-10.
Tytgat GNJ. Helicobacter pylori: Recent
developments. Am J Gastroenterol 1994; 29: 30-3.
Walsh JH, Peterson WL. The treatment of
Helicobacter pylori infection in the management
of peptic ulcer disease. N Engl J Med 1995; 333:
984-91.
Goddard A, Logan R. One-week low-dose triple
therapy: new standards for Helycobacter pylori
treatment. Eur J Gastroenterol Hepatol 1995; 7: 13.
Malaty HM, El-Kasabany A, Graham DY, Miller
CC, Reddy SG, Srinivasan SR, et al. Age at
acquisition of Helicobacter pylori infection: a
follow-up study from infancy to adulthood. Lancet
2002; 359: 931-5.
Download