BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1 Paham Dosa Kekristenan Dosa merupakan fenomena aktual dari masa ke masa yang seolah tidak punya jalan keluar yang pasti. Manusia mengakui keberdosaannya, namun masih saja tidak bisa mengatasinya secara tuntas. Apakah manusia sudah tidak sempat memikirkan tentang hubungannya dengan Allah? Ataukah manusia sudah tidak dapat membedakan tindakan yang dosa dan yang bukan dosa? Jika demikian, mungkinkah manusia sudah tidak memahami apa arti dosa yang seutuhnya? Pemahaman tentang dosa akan berdampak pada tindakan konkret manusia. Jika dosa dikenal sebatas pelanggaran moral maka tindakan-tindakan ritual cenderung terabaikan, sebaliknya jika dosa dipahami terbatas pada pelanggaran terhadap ritual maka tindakantindakan moral pun cenderung untuk terabaikan.1 Oleh sebab itu sebagai orang Kristiani diperlukan pemahaman yang utuh dan menyeluruh dari Alkitab tentang dosa. Paham dosa bagi kekristenan tidak dapat dilepaskan dari pandangan pemikiran Yudaisme, karena pemahaman kekristenan sendiri berakar dari konsep monotheisme dan Taurat Yahudi, serta dipengaruhi sistem keagamaan dalam Bait Suci di Yerusalem.2 Di sisi lain paham dosa juga harus dimengerti dalam perspektif perjumpaan dengan Yesus Kristus. Melihat kedua hal tersebut, maka untuk memahami kata “dosa” bagi kekristenan masa kini perlulah menggali seluruh bahan dalam Alkitab, mulai dari pemahaman Yudaisme yang diinterpretasikan dari Perjanjian Lama sampai dengan setelah masa Yesus Kristus yang ada dalam Perjanjian Baru. 1 2 James D.G. Dunn, Jesus, Paul and the Law – Studies in Mark and Galatians, London, SCM Holy Trinity Church, 1990, hal. 79-81 James D.G. Dunn, The Partings of the Ways – Between Christianity and Judaism and their Significance for the Character of Christianity, London, SCM Press and Trinity Press International, 1991, hal. 18-35 1 Dalam kekristenan sendiri Yesus Kristus dikenal sebagai “Penebus” dosa,3 dengan darahnya sendiri Ia menjadi korban “penghapusan” dosa bagi manusia di hadapan Allah. Mengapa dosa manusia harus ditebus? Apakah dosa tidak dapat “dibayar” oleh manusia itu sendiri, sehingga harus ada interfensi dari Allah? Konsep dosa sangat menentukan bagaimana dosa tersebut dapat “diatasi”, seperti halnya dalam kehidupan Yudaisme bahwa dosa dapat di-eliminir dengan ritus korban penghapusan dosa.4 Kata dosa dikenal umum sebagai sebuah kata dalam bahasa religius5 yang terkadang tanpa dimengerti berdasarkan Alkitab – sebagai sumber pemahaman religius kekristenan khususnya. Kata “dosa” diberi arti yang bebas dan dilihat sebatas pelanggaran moral atau melanggar suatu konsensus tentang hukum. Kata dosa dalam bahasa Yunani “a`marti,a” memiliki artian umum yaitu “meleset dari sasaran”, dan kata ini merupakan padanan kata Ibrani “ taJ'äx; ” dalam Perjanjian Lama yang juga secara umum berarti “meleset dari hukum Allah”.6 Dengan memahami arti dari akar kata dosa tersebut, dapat dilihat bahwa dosa sebenarnya sebuah ketidaktaatan manusia kepada Allahnya. Hal tersebut manunjukkan bahwa dosa dapat dikaitkan terhadap hubungan manusia dengan Allahnya. Bagaimana manusia memahami Allahnya akan sangat mempengaruhi pemahaman manusia tentang dosa – mana yang berdosa dan mana yang tidak. Kata “dosa” juga berhubungan erat dengan pelanggaran terhadap Taurat, yang diimani sebagai hukum yang berasal dari Allah (bukan hukum yang berdasarkan konsensus umum manusia). Pelanggaran utama terhadap hukum harus dipertanggung-jawabkan kepada Allah sebagai pembuat hukum. Pelanggaran terhadap hukum Allah adalah pelanggaran terhadap hubungan manusia dengan Allah. Hukum Allah menyiratkan tentang standar yang diinginkan Allah agar manusia menaatinya. Segala tindak-tanduk manusia yang melanggar atau tidak sesuai dengan standar yang Allah berikan maka berarti dosa. Kata dosa dapat menjadi sebuah istilah yang ingin menggambarkan tentang pemberontakan atau perlawanan terhadap Allah, bukan karena manusia dapat menandingi Allah, tetapi karena manusia mengganggap dirinya dapat hidup tanpa Allah. Manusia 3 4 5 6 Tom Jacobs, SJ, Syalom Salam Selamat, Yogyakarta, Kanisius, 2007. hal. 106-108 Seperti yang dijelaskan dalam Imamat 4 – 5 (“Korban Penghapusan Dosa”) Frederic Greeves, The Meaning of Sin, London , The Epworth Press, 1956, hal. 3 Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, Surabaya, Penerbit Momentum, 2000, hal. 225 2 berusaha hidup menurut keinginannya tanpa intervensi pihak manapun – termasuk Allah – yang bersifat mengatur. Tauratlah yang ternyata mengatur setiap tindakan dan berbagai kegiatan baik ritual maupun moral, pribadi ataupun sosial umat Yahudi. 1.1.2 Paham Dosa Dalam Surat Roma Secara umum sulit untuk menemukan konsep Yesus tentang dosa, karena Yesus sendiri tidak menulis pokok pikirannya tentang dosa yang dihadapkan dengan konsep dalam Yudaisme. Kekristenan masa kini hanya mendapat informasi tersebut dari Injil – Perjanjian Baru umumnya – yang adalah interpretasi dari para pengikut-Nya.7 Namun demikian ada tokoh yang merupakan seorang ahli Taurat – Farisi – yang tahu persis tentang Yudaisme sekaligus memiliki pengalaman khusus dalam perjumpaan dengan Yesus Kristus, yaitu rasul Paulus. Selain itu juga karena dari ke-27 kitab dalam Perjanjian Baru, 13 kitab di antaranya ialah surat rasul Paulus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kedudukan rasul Paulus sangat penting dalam pemikiran teologi Perjanjian Baru bagi kekristenan masa kini. Pemahaman rasul Paulus tentang dosa pun dapat dilihat dari surat-suratnya tersebut, dan ternyata kata “dosa” yang paling banyak diungkapkan rasul Paulus terdapat dalam surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma.8 Pengulangan kata “dosa” dalam surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma merupakan isyarat bahwa surat tersebut memuat dasar-dasar pemikiran teologis tentang dosa, dan dapat dijadikan bahan acuan utama bagi pemahaman dosa dari sudut pandang Yudaisme serta dalam perspektif perjumpaan dengan Yesus Kristus – sekaligus sebagai bahan refleksi bagi kekristenan masa kini. Setelah mengalami perjumpaan dengan Yesus Kristus ditambah dengan pemanggilannya sebagai rasul untuk memberitakan anugerah Allah kepada orang-orang non-Yahudi, maka sedikit-banyak pemikiran rasul Paulus terhadap otoritas Taurat mulai mengalami pergeseran. Dilihat dari pergeseran makna Taurat oleh rasul Paulus, maka dapat dikatakan implikasinya bagi kekristenan masa kini hampir tidak jelas apa standar hukum Allah – jika ada sesuatu yang harus ditaati. Rasul Paulus menginterpretasikan bahwa 7 8 Jacob Van Brugen, Kristus di Bumi – Penuturan Kehidupan-Nya oleh Murid-murid dan oleh Penulis sezaman, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2001, hal. 58-84 Dalam surat Roma, kata ‘dosa’ dengan akar kata a`marti,a sebanyak 60 kali (Versi Bibleworks Greek LXX/New Testament; BGT), sedangkan kata ‘dosa’ terdapat 61 kali dalam versi Indonesia Terjemahan Baru (ITB). 3 Yesus Kristus telah mengakhiri Taurat – terutama yang berkaitan dengan tradisi sunat, dan sistem ketahiran Yudaisme lainnya. Jika kekristenan tidak lagi terikat dengan Taurat, apakah kekristenan sudah tidak punya pegangan aturan tertentu? Apakah hukum kasih adalah hukum yang baru bagi kekristenan? Jika demikian, haruskah kekristenan masih mentaati Taurat? Dalam Kristus penyelamatan ialah melalui iman tanpa pengamalan Taurat, sebab orang yang percaya telah dimerdekakan dari hukum dosa.9 Apakah kemerdekaan dari hukum dosa (Taurat) yang diperoleh kekristenan berarti bahwa orang Kristen tidak mungkin berbuat dosa lagi? Di lain sisi rasul Paulus menafsirkan bahwa Yesus Kristus justru menyempurnakan – menggenapi – hukum Turat,10 tetapi pertanyaannya; menyempurnakan menjadi seperti apa? Dapatkah penyempurnaan terhadap Taurat menjadikan manusia akan terbebas dari masalah dosa? Perjumpaan rasul Paulus dengan Yesus Kristus merombak paradigmanya tentang Allah dan hukum-Nya. Dosa diartikan sebagai ketidaktaatan,11 bukan sekedar melanggar Taurat, tetapi sebagai sesuatu yang melawan otoritas Allah atau pemberontakan terhadap Allah – karena keinginan manusia yang tidak benar sekaligus ketidaktahuannya terhadap Allah dan hukum-Nya.12 Dalam surat Roma, rasul Paulus menegaskan bahwa manusia (menganggap dirinya) mengenal Allah, tetapi manusia tidak memuliakan Dia sebagai Allah.13 Dalam hal ini sepertinya rasul Paulus mengaitkan dosa dengan relasi Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai ciptaan. Surat Roma 5:12-21 merupakan salah satu bagian argumentasi rasul Paulus yang membahas tentang dosa, yang dikaitkan dengan dosa Adam sebagai permulaan dosa universal, serta anugerah Allah melalui Yesus Kristus yang membenarkan manusia yang telah berdosa. Argumentasi dalam Roma 5:12-21 merupakan suatu argumentasi dasar rasul Paulus mengenai dosa dari sudut pandang iman Kristen yang dimilikinya. Argumentasi dalam Roma 5:12-21 merupakan sebuah reinterpretasi dari rasul Paulus 9 Roma 3 : 21; 8 : 2 Roma 10 : 4 11 Roma 5 : 19 “…ketidaktaatan satu orang (Adam) semua orang telah menjadi orang berdosa,…” 12 Roma 7 : 7 13 Roma 1 : 21 – iman kepada Allah. 10 4 mengenai kisah Adam dalam Kejadian 1-3, sekaligus sebuah refleksi iman rasul Paulus terhadap anugerah Allah melalui Yesus Kristus. Interpretasi rasul Paulus terhadap kisah Adam dan Yesus Kristus merupakan sebuah pengalaman kekristenan yang langka, sebab di dalam Injil sendiri keterkaiatan Adam dan Yesus baru diterangkan sebatas silsilah yang tercatat dalam Injil Lukas 3:38. Hubungan Adam dan Kristus yang digambarkan rasul Paulus dalam Roma 5:12-21 ini menyangkut dosa yang dialami oleh semua manusia. Kemungkinan keprihatinan rasul Paulus terhadap fenomena dosa di zamannya menjadikan dirinya merasa perlu untuk berefleksi, sekaligus menuliskan argumentasinya tersebut kepada jemaat di kota Roma khususnya. Dalam argumentasi Roma 5:12-21 ini, rasul Paulus mengkontraskan antara dosa Adam dengan anugerah Allah melalui Yesus Kristus; Adam sebagai nenek moyang dari dosa universal, penghukuman dan kematian. Allah sebagai sumber anugerah, keselamatan, dan hidup melalui Yesus Kristus. Surat Roma 5:12-21 bukanlah sebuah argumentasi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari keseluruhan argumentasi surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. Penggalian terhadap paham dosa dalam Roma 5:12-21 haruslah berdasarkan maksud dan tujuan penulisan surat Roma secara utuh. Esensi surat Roma tersebut dapat diungkapkan melalui penggalian terhadap situasi konkret rasul Paulus dan konteks jemaat Roma sekitar masa penulisan surat kepada jemaat di Roma, serta dari kerangka kerja Paulus sebagai rasul (teologi, pandangan misioner, dan retorika surat Roma). Dalam surat kepada Jemaat di Roma inilah kekristenan dapat berefleksi tentang paham Allah yang mempengaruhi paham dosa; dosa sebagai kuasa, dosa sebagai ketidaktaatan (keinginan), dosa sebagai akibat Adam, dosa sebagai ketidaktahuan, dosa sebagai penolakan anugerah Allah, serta dosa sebagai sebuah keraguan (lemah / kurang beriman). Konsekwensi dari penggalian tentang paham dosa dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma ialah dapat mengevaluasi paradigma – iman – terhadap pengampunan dosa oleh Allah melalui Yesus Kristus. Dengan kata lain, dapat memunculkan pertanyaan tentang peran Yesus Kristus (kematian-Nya maupun kebangkitan-Nya) jika dihadapkan dengan dosa sebagai fenomena aktual bagi kekristenan masa kini. 5 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut terlihat bahwa konsep dosa sangatlah kompleks, maka menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah esensi surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma? 2. Apakah makna dan pengaruh makna paham dosa rasul Paulus pada Roma 5:12-21 dalam kerangka menyeluruh argumentasi teologis yang terdapat dalam surat kepada Jemaat di Roma? 1.3 Batasan Masalah Agar masalah yang ingin dipaparkan lebih terfokus dan tidak terlalu luas, serta untuk mendapatkan hasil yang lebih spesifik, maka penyusun menentukan batasan pembahasan hanya pada kata “dosa” dari akar kata “ a`marti,a” yang terdapat pada Roma 5:12-21 dalam kerangka argumentasi menyeluruh dari surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. 1.4 Tujuan Penyusunan Telaah kritis Biblika ini bertujuan untuk: (1) Menggali esensi yang mendasari surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. (2) Memaparkan pemahaman dasar tentang dosa menurut rasul Paulus pada Roma 5:12-21 dalam kerangka menyeluruh argumentasi teologis surat Roma secara Sosio-Retorik. (3) Berefleksi terhadap paham dosa dalam surat kepada Jemaat di Roma, sebagai sumbangan pemikiran bagi pemahaman dasar kekristenan masa kini secara umum. 1.5 Pemilihan Judul Berdasarkan uraian tersebut di atas, penyusun mengajukan judul : DOSA MENURUT PEMAHAMAN RASUL PAULUS DALAM SURAT ROMA 5 : 12 – 21 (Telaah Sosio-Retorik) 6 1.6 Penjelasan Judul DOSA MENURUT PEMAHAMAN RASUL PAULUS DALAM SURAT ROMA 5 : 12 – 21 Penggalian terhadap pemahaman dasar tentang dosa menurut rasul Paulus pada Roma 5:12-21, dalam kerangka menyeluruh argumentasi teologis yang terdapat dalam surat kepada Jemaat di Roma. Telaah Sosio-Retorik Penggalian terhadap paham dosa dalam surat Roma 5:12-21 tersebut ialah dengan menggunakan metode yang terintegrasi antara pendekatan ilmu sosial dan juga literer untuk melihat hubungan antara makna dan pengaruh makna yang ada di luar teks dengan yang ada di dalam teks surat Roma 5:12-21. 1.7 Metode Metode penafsiran teks surat Roma 5:12-21 ialah Sosio-Retorik, sedangkan metode penulisan skripsi adalah deskriptif analitis. Pertama penyusun akan memaparkan secara singkat metode Sosio-Retorik14 sebagai sebuah pendekatan terhadap teks surat Roma. Selanjutnya penyusun akan memaparkan konteks surat maupun kerangka retorikanya, yang terkait dengan konteks yang membentuk teologi rasul Paulus (sebagai pengirim) dan Jemaat di Roma (sebagai penerima), sampai pada esensi surat Roma. Esensi surat Roma tersebut akan digunakan sebagai presuposisi penyusun dalam menggali surat Roma 5:12-21 dengan pendekatan Sosio-Retorik. Kemudian dipaparkan analisis penyusun terhadap argumentasi dan alur pemikiran rasul Paulus tentang “dosa” yang terdapat dalam Roma 5:12-21. Analisis tersebut terutama pada penggunaan kata dosa dari akar kata “ a`marti,a ”, yang tidak terpisah dengan kerangka teologis dan maksud penulisan surat kepada Jemaat di Roma. Diakhiri dengan refleksi teologis dari hasil studi tersebut, serta saran-saran dan aplikasi konkret bagi kekristenan masa kini. Sedangkan dalam pengumpulan data, penyusun akan melakukan 14 Vernon K. Robbins, The Tapestry of Early Christian Discourse – Rhetoric, Society and Ideology, London, Routledge, 1996 7 studi literatur melalui tulisan-tulisan; buku, jurnal, majalah maupun artikel-artikel yang terkait dengan pokok bahasan. 1.8 Sistematika Penyusunan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penyusunan, judul dan penjelasan judul, metode penyusunan, serta sistematika penyusunan. BAB II : PENDEKATAN SOSIO-RETORIK DAN LATAR BELAKANG SURAT RASUL PAULUS KEPADA JEMAAT DI ROMA Bab ini berisi pemaparan metode Sosio-Retorik berdasarkan Vernon K. Robbins sebagai acuan kerangka kerja analisis terhadap teks Roma 5:12-21 pada bab III, serta konteks rasul Paulus dan Jemaat di Roma. Pemaparan konteks meliputi latar belakang penulisan surat Roma dan konteks pemahaman misi Paulus sebagai rasul, serta struktur penulisan surat dan pokok-pokok argumentasi teologis yang diungkapkan dalam surat. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat esensi surat rasul Paulus kepada Jemaat di Roma. BAB III : ANALISIS TERHADAP PEMAHAMAN RASUL PAULUS TENTANG DOSA DALAM SURAT ROMA 5 : 12 – 21 Bab ini berisi analisis dengan menggunakan metode Sosio-Retorik atas argumentasi dalam Roma 5:12-21, yang memuat pemahaman dasar tentang dosa terutama dari akar kata “ a`marti,a ”, dalam kerangka menyeluruh argumentasi teologis yang terdapat pada surat Roma. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan penulis atas paham dosa dalam surat kepada Jemaat di Roma (5:12-21). Diakhiri dengan sebuah refleksi teologis yang mengacu pada paham dosa dari surat Roma 5:12-21, dan dari pengalaman konkret kekristenan masa kini secara umum. 8