ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI
DENGAN TRIKOMONIASIS DI POLI KEBIDANAN
RSUD dr. SLAMET GARUT
TAHUN 2016
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Menyusun Laporan Tugas Akhir
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh :
RISA NOOR HESTIYA
NIM. 13DB277126
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REFRODUKSI
DENGAN TRIKOMONIASIS DI POLI KEBIDANAN
RSUD dr. SLAMET GARUT
TAHUN 20161
Risa Noor Hestiya2 Ayu Endang Purwati3 Sri Utami Asmarani4
INTISARI
Keputihan merupakan keluhan yang sering di temukan pada perempuan.
Ditemukan bahwa angka kejadian kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis di
ruang Poli Kebidanan RSUD dr. Slamet Garut pada tahun 2015 adalah 102 orang.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman
nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan
Trikomoniasis, dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan.
Asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis ini dilakukan
selama 7 hari mulai dari pengkajian tanggal 14 Maret 2016 di ruang poli kebidanan
RSUD dr. Slamet Garut sampai kunjungan rumah ke 2 yaitu pada tanggal 21 Maret
2016.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan
pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi
dengan Trikomoniasis. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada
kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis di ruang poli kebidanan RSUD dr.
Slamet Garut dilaksanakan cukup baik.
Kata Kunci
: Kesehatan reproduksi dengan flour albus
Keperpustakaan : 10 Buku (2007-20015), 1 Jurnal, 9 Media Elektronik
Halaman
: i-ix, 54 Halaman, 4 Lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen STIKes
Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keputihan adalah keluhan yang sering menyerang perempuan
dan tidak mengenal usia. Sedangkan pengertian keputihan sendiri adalah
keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik
berbau ataupun tidak disertai rasa gatal setempat, dapat terjadi secara
normal (fisiologis) maupun abnormal (patologis).
Pada wanita akan mengalami perkembangan pada organ
reproduksinya, orang reproduksi pada perempuan lebih sensitive
daripada laki-laki karena saluran reproduksinya lebih pendek ( kusmiran,
2012).
Kebersihan organ reproduksi pada perempuan khususnya remaja
sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap keputihan patologis,
masih menjadi masalah di berbagai Negara. World health organization
(WHO) mendefinisikan kesehatan adalah kesejahtraan fisik, mental dan
sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan,dalam
segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,fungsi serta
prosesnya (Nogroho, 2012).
Dalam hadis menjelaskan :
‫فعلى ذلك تبقى رطوبة فرج المرأة على الطهارة‬
Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita,
statusnya suci. (Jami’ Ahkam).
Disamping itu, cairan keputihan yang keluar dari organ reproduksi
wanita, adalah hal yang wajar terjadi di masa silam. Meskipun demikian,
kita tidak menjumpai adanya riwayat dari para sahabat wanita
(shahabiyat) yang menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Padahal umumnya mereka hanya memiliki satu pakaian. Jika ini
najis, tentu Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam akan mengingatkannya.
1
2
Menurut WHO 2006 (winindia 2009)masalah kesehatan mengenai
reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban
penyakit yang menyerang pada wanita di seluruh dunia. Angka ini lebih
besar di bandingkan dengan masalah reproduksi pada kaum laki-laki
yang hanya mencapai 12,3% pada usia yang sama pada kaum wanita.
Hasil penelitian dari New Delhi Kaur J dan Kapoor Anup K, tahun
2014 menunjukkan bahwa prevalensi keputihan(fluor albus), pengetahuan
dan persepsi di kalangan perempuan saat menikah dari kelompok usia,
15-49 tahun di kota kumuh Asia selatan pernah mengalami keputihan
(fluor albus/leucorrhea) hampir 79%. Penelitian ini melaporkan prevalensi
keputihan (fluor albus/leucorrhea) yang tinggi pada wanita di tempat
tinggal kumuh di Asia Selatan dan terlihat bahwa tidak ada perbedaan
dalam persepsi dan pengetahuan dengan pendidikan responden, status
pekerjaan, dan pendidikan suami (JFRH, 2014).
Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang
merupakan isu yang sensitive, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan
seksual, penyakit menular seksual (PMS) HIV/AIDS, kebutuhan khsus
remaja dan perluasan jangkauan pelayanan lapisan masyarakat kurang
mampu untuk mereka yang tersisih. Fungsi dan proses reproduksi
tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari
saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia
reproduksi (Nugraha, 2012).
Data penelitian tentang kesehatan refroduksi menunjukan bahwa
75% wanita di dunia mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea),
sebanyak 2kali atau lebih. Di Indonesia kejadian keputihan(fluor albus/
leucorrhea)
semakin
meningkat.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menyebutkan bahwa tahun 2012 50% wanita Indonesia pernah
mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea), kemudian pada tahun 2013
60% wanita pernah mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea),
sedangkan pada tahun 2014 hampir 70% wanita pernah mengalami
keputihan(fluor albus/ leucorrhea), setidaknya sehari dalam hidupnya
(Prasetyowati, 2015).
Di Indonesia sendiri 75% wanita pernah mengalami keputihan
minimal satu kali dalam hidupnya dan setengah di antaranya mengalami
3
keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Hal ini berkaitan dengan cuaca
yang
lembab
keputihan,
yang
dimana
mempermudah
cuaca
yang
wanita
lembab
Indonesia
dapat
mengalami
mempermudah
berkembangnya infeksi jamur (Dachacare, 2010).
Dari
pertemuan
ilmiah
tentang
infeksi
jamur,
didapatkan
kesimpulan bahwa infeksi kandidasis pada vagina memegang persentase
sebesar 20% sampai 25% dari pasien yang datang ke dokter ahli
kebidanan. Infeksi ini di tandain dengan sel berwarna putih hingga
berwarna keruh sampai kehijauan dengan bau khas, disertai rasa gatal
juga iritasi imflamentasi (Andara, 2007).
Menurut Depkes (2010) kejadian keputihan banyak disebabkan
karena oleh bakteri kandidosis vulvovagenitis dikarenakan banyak
perempuan yang tidak mengetahui membersihkan daerah vaginnya,
penyebab lainnya adalah vaginitis bacterial dan trichomonas vaginalis.
Khusus di Indonesia data yang ada dari wanita yang mengalami
keputihan sulit untuk di dapat, hal ini dapat di maklumi karena sedikit
sekali wanita yang memeriksakan masalah alat reproduksi.
Kejadian keputihan di jawa barat tahun 2014 sebanyak 200 orang
mengalami keputihan fisiologis dan 240 orang mengalami keputihan
patologis.
RSUD dr. Slamet Garut adalah rumah sakit tipe C yang terletak di
kota. angka kejadian keputihan di RSU dr Slamet Garut pada tahun 2013
berjumlah 92 orang, tahun 2014 berjumlah 78 orang, tahun 2015 102
orang.
Dampak dari masalah keputihan ini bisa sangat fatal karena dapat
mengakibatkan kemandulan dan kehamilan di luar kandungan dan
keputihan ini juga awal dari kangkerleher Rahim yang bisa berujung pada
kematian (Suhandi, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
“Asuhan Kebidanan pada Gangguan Reproduksi dengan Trikomoniasis di
RSU dr Slamet Garut” sebagai Laporan Tugas Akhir.
4
B. Rumusan masalah
Berdasarkan
penjelasan
dari
latar
belakang
atas,penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut
masalah
di
“Bagaimana
melaksanakan asuhan kebidanan Pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan
sistem reproduksi Trikomoniasis di RSUD dr SLAMET GARUT?”.
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Diharapkan
mahasiswa
mengerti
dan
memahami
tentang
pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny.R 25 tahun dengan
gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengkajian data baik data subjektif maupun objektif
pada Ny.R 25 tahun
dengan gangguan sistem
reproduksi
Trikomoniasis di RSUD dr. Slamet Garut.
b. Menginterpretasikan data dan merumuskan diagnose, masalah dan
kebutuhan pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem
reproduksi Trikomonasis RSUD dr. Slamet Garut.
c. Mengidentifikasikan diagnosa potensial pada Ny.R 25 tahun dengan
gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut.
d. Mengidentifikasikan tindakan segera pada Ny.R 25 tahun dengan
gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut.
e. Menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan sesuai
dengan pengkajian pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem
reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut.
f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.R 25 tahun dengan
gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut.
g. Melakukan evaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada
Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis
RSUD dr. Slamet Garut.
5
D. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat Teoritis
Hasil laporan ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi
perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan
kebidanan pada gangguan sistem reproduksi dengan Trikomoniasis di
poli kebidanan RSUD dr. Slamet Garut.
2. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah di dapat di bangku perkuliahan
, terutama kesehatan reproduksi khususnya Trikomoniasis.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat di manfaatkan untuk penyempurnaan layanan bagi layanan
bagi tenaga kesehatan khususnya profesi bidan dalam asuhan kebidanan
pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan Trikomoniasis.
3. Bagi Profesi
Memberi masukan
dalam
upaya
mengembangkan
asuhan
kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis.
4. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
pasien agar terhindar dari keputihan yang dapat merugikan kesehatan
reproduksinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi
1. Kesehatan Reproduksi
a. Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah kesejahtraan fisik, mental
dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau
kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya (Taufan,
2012).
b. Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi
Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi
kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi,
masa anak remaja, dewasa hingga massa pasca usia reproduksi.
c. Adapun Masalah Kesehatan Reproduksi di Tinjau dari Pendekatan
Siklus Kehidupan Keluarga :
1)
Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak
(seperti mutilasi, deskriminasi, nilai anak dsb)
2)
Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar
dimulai masa kanak-kanak yang sering kali muncul dalam
bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan
tindakan seksual yang tidak aman)
3)
Tidak terpenuhinya kebutuhan KB biasanya terkait dengan isu
aborsi tidak aman.
4)
Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan)
selama kehamilan. Persalinan dan masa nifas yang diikuti
dengan malnutrisi, anemia, berat bayi rendah.
5)
Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit
menular seksual.
6)
Kemandulan,
yang
berkait
erat
dengan
infeksi saluran
reproduksi dan penyakit menular seksual.
7)
Sindrom pre dan post menoupouse dan peningkatan resiko
kanker organ reproduksi.
6
7
8)
Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan
masalah ketuaan lainnya.
2. Gangguan Sistem Reproduksi
Gangguan
manajemen
reproduksi adalah
kesehatan
reproduksi.
kegagalan
Diketahui
wanita
bahwa
dalam
system
pertahanan dari alat kelamin atau organ reproduksi wanita cukup baik,
yaitu asam basanya. Sekalipun demikian, sistem pertahanan ini cukup
lemah, sehingga infeksi sering tidak terbendung dan menjalar segala
arah, menimbulkan infeksi mendadak dan menahun dengan berbagai
keluhan. Salah satu keluhan kelinis dari infeksi atau keadaan
abnormalalat kelamin adalah keputihan (flour albus)(Manuaba, 2009).
Ada berbagai macam gangguan reproduksi seperti gangguan
menstruasi, syndrome premenstruasi, kista ovari, kanker dan tumor
pada endrometrium, serta salah satunya yaitu infeksi yang di sebabkan
oleh bakteri maupun jamur yang sering disebutkan keputihan.
a. Macam-macam gangguan reproduksi
1)
Gangguan Menstruasi
Menurut (Varney, 2007), gangguan menstruasi terdiri dari :
a)
Amenore
Amenore merupakan perubahan umum yang
terjadi pada beberapa titik dalam sebagian besar siklus
menstruasi wanita dewasa.
b)
Desminore
Menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama
terjadi pada perut bagian bawah dan pinggang serta
biasanya terus seperti kram.
c)
Menorgia
Menorgia merupakan salah satu dari beberapa
keadaan menstruasi yang pada awalnya berbeda di
bawah label perdarahan uterus disfungsional.
d)
Metoragia
Metoragia apabila menstruasi terjadi dengan
interval tidak teratur, atau jika terdapat insiden bercak
darah atau perdarahan di antara menstruasi.
8
e)
Oligomenore
Oligomenore adalah aliran menstruasi yang tidak
sering atau hanya sedikit.
f)
Sindrompramenstruasi
Perubahan
siklik
fisik,
fisiologi,
dan
prilaku(misalnya perut mengembung, perubahan suasana
hati, perubahan nafsu makan) yang di cerminkan saat
siklus menstruasi terjadi hampir pada semua wanita
beberapa waktu antara menarche dan menopause.
2)
Nyeri Abnomen dan Panggul
a)
Nyeri akut
Kemampuan untuk mengenali dan menangani nyeri
abdomen akut secara akurat merupakan keahlian penting
dalam perawatan kesehatan wanita.
b)
Nyeri kronis
Wanita yang mengalami nyeri panggul kronis adalah
orang yang sering kali mengunjungi pemberian layanan
kesehatan dalam jangka waktu yang lama.
3)
Inkontinesia urine
Pengeluaran urine secara tidak sadar merupakan
kondisi yang membuat stress dan yang tidak dilaporkan
karena berbagai alesan, seperti rasa malu, pengingkaran, dan
adanya anggapan bahwa satu-satunya pilihan penanganan
adalah pembedahan.
4)
Kista ovarium
Berbagai
macam
masa
ovarium
jinak
dapat
ditemukan oleh bidan baik pada saat pemeriksaan panggul
atau dari 2 hasil pemeriksaan ultra sonograrafi.
5)
Tumor/kanker pada endometrium
Wanita
yang
di
diagnosis
mengalami
kanker
endometrium setiap tahunnya, tiga kali lipat lebih banyak
dibandingkan dengan kanker servik. Kemungkinan terjadi
paling sering pada wanita berusia lebih dari 50 tahun.
9
6)
Infeksi saluran genetal seperti Candidiasis vulvovagina
Pada umumnya disebabkan oleh candida albicans,
gambaran klinisnya sendiri adalah adanya rabas berwarna
putih, kental, berwarna seperti keju dan dapat juga encer atau
bersifat cair yang secara umum disebut Keputihan (Flour
Albus).
3. Pengertian Keputihan
Keputihan atau Fluor albus merupakan suatu gejala gangguan
alat kelamin yang dialami oleh wanita, berupa keluarnya cairan putih
kekuningan atau putih kelabu dari vagina. Secara normal, wanita dapat
mengalami keputihan. Namun perlu diwaspadai bahwa keputihan juga
dapat terjadi karena infeksi yang disebabkan ole9h bakteri, virus dan
jamur (Tjitraresmi, 2010). Fluor albus adalah nama gejala yang
diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat genetalia yang tidak
berupa darah. .
Flour Albus merupakan pengeluaran cairan pervaginam yang
tidak berupa darah yang kadang merupakan sebuah manifestasi klinik
dari infeksi yang selali membasahi dan menimbulkan iritasi, rasa gatal,
dan gangguan rasa tidak nyaman pada penderitanya (Shadine, 2012).
Organ reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang
sensitif dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan
perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara
kesehatan reproduksi. Salah satu terjadinya kelainan atau penyakit
pada organ reproduksi adalah keputihan (Ayuningtyas, 2011).
Pada saat Candida albicans menembus kulit atau selaput
lendir secara eksogen maupun endogen pada vagina akan mengubah
keasaman vagina sehingga meningkatkan fluor albus yang abnormal,
maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen system imun
untuk menghancurkan yaitu antibody, fagosit komplemen dan sel-sel
system imun (Widarti, 2010).
10
a. Kelasifikasi flour albus menurut Sibagariang (2010) adalah :
Keputihan terbagi dua macam yaitu:
1) Flour albus fisiologis
Dalam keadaan normal ada sejumlah secret yang
mempertahankan
kelembapan
vagina
yang
banyak
mengandung epitel dan sedikit leukosit dengan warna jernih.
Tanda-tanda keputihan normal adalah jika cairan yang
keluar tidak terlalu kental, jernih, warna putih atau kekuningan
jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai rasa nyeri, dan
tidak timbul rasa gatal yang berlebihan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya flour albus
fisiologis antara lain :
a)
Waktu sekitar menarche atau pertama kalinya haid dating,
karena mulai mendapat terdapat pengaruh estrogen.
b)
Wanita dewasa apabila dirangsang dua waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transuasi dari dinding vagina.
c)
Waktu sekitar ovulasi karena adanya reproduksi kelenjarkelenjar pada mulut serviks uteri menjadi lebih encer.
d)
Pada wanita hamil disebabkan karena meningkatkannya
suplai darahke vagina dan mulut Rahim sehingga terjadi
penebalan dan melunaknya selaput lender vagina.
e)
Akseptor kontrasepsi pil dan IUD serta seorang wanita
yang menderita penyakit kronik atau pada wanita yang
mengalami stress.
Menurut Wijayanti (2009) keputihan normal ciri-cirinya
ialah : warnanya kuning, kadang-kadang putih kental, tidak
berbau tanpa disertai keluhan (misalnya gatal, nyeri, rasa
terbakar, dsb), keluar pada saat menjelang dan sesudah
menstruasi atau pada saat stres dan kelelahan.
Keputihan tidak selalu mendatangkan kerugian, jika
keputihan ini wajar dan tidak menunjukan bahaya lain.
Sebenarnya, cairan yang disebut keputihan ini berfungsi
sebagai sistem pelindung alami saat terjadi gesekan di dinding
11
vagina saat anda berjalan dan saat anda meakukan hubungan
seksual.
Keputihan ini merupakan salah satu mekanisme
pertahanan tubuh dari bakteri yang menjaga kadar keasaman
pH wanita. Cairan ini selalu berada di dalam alat genital
tersebut. Keasaman pada vagina wanita harus berkisar antara
3,8 sampai 4,2, maka sebagian besar bakteri yang ada adalah
bakteri menguntungkan. Bakteri menguntungkan ini hampir
mencapai 95% sedangkan yang lain adalah bakteri merugikan
dan menimbulkan penyakit ( patogen ).
Jika keadaan ekosistem seimbang, artinya wanita tidak
mengalami keadaan
yang membuat keasaman
tersebut
bertambah dan berkurang, maka bakteri yang menimbulkan
penyakit tersebut tidak akan mengganggu (Iswati, 2010).
2)
Flour albus patologis
Adalah cairan eksudat yang banyak mengandung
banyak leukosit, ini terjadi karna reaksi tubuh terhadap luka
(jejas).
Jejas
biasanya
diakibatkan
oleh
infeksi
mikroorganisme seperti jamur (candida albikan), perasit
(trikomonas), dan presit (E.Coli, Staphylococcus, Treponema
Pallidum). fluor albus juga bisa disebabkan benda asing,
neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma ganas.
Keputihan yang tidak normal ialah keputihan dengan
ciri-ciri : jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya
berubah (misalnya
kuning, hijau, abu-abu, menyerupai
susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas,
nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb) (Wijayanti, 2009)
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya
disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir
vagina bagian luar. Yang sering menimbulkan keputihan ini
antara lain bakteri, virus, jamur, atau juga parasit. Infeksi ini
dapat menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran
kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat penderita
buang air kencing (Wijayanti, 2009). Menurut Boyke (2009).
12
hampir semua wanita di Indonesia pernah mengalami
keputihan patologis seumur hidupnya minimal satu sampai
dua kali.
Oleh karena itu di dalam bukunya, Iswati (2010)
mengatakan bahwa wanita perlu mengenal lebih jauh tentang
keputihan tersebut, yaitu :
a)
Keputihan yang cair dan berbusa, berwarna kuning
kehijauan atau keputih-putihan, berbau busuk dengan
rasa gatal. Keputihan semacam ini akan memberi
dampak bagi tubuh wanita, diantaranya wanita akan
merasa seperti terbakar di daerah kemaluan saat buang
air kecil. Jika tidak cepat ditangani, lambat laun kemaluan
akan terasa sakit dan membengkak.
b)
Cairan keputihan yang berwarna putih seperti keju lembut
dan berbau seperti jamur atau ragi roti. Keadaan ini
menunjukan adanya infeksi yang disebabkan jamur atau
ragi yang di kemaluan seorang wanita. Penderita akan
merasakan efek gatal yang hebat. Bibir kemaluan sering
terlihat merah terang dan terasa sangat sakit. Selain itu,
saat buang air kecil terasa seperti terbakar. Hal yang
harus dicegah adalah menggunakan antibiotik untuk
mengobati
infeksi
ini.
Antibiotik
sebenarnya
akan
membuat infeksi jamur semakin parah. Penderita pun
jangan mamakai pil KB. Jika sedang menggunakan pil
KB, hentikan secepatnya.
c)
Cairan keputihan yang kental seperti susu dengan bau
yang amis/anyir. Keadaan ini dimungkinkan karena infeksi
yang disebabkan oleh bakteri Hemophilus. Diperlukan
pemeriksaan khusus untuk membedakannya dengan
infeksi trichomonas.
d)
Cairan keputihan yang encer seperti air, berwarna coklat
atau keabu-abuan dengan bercak-bercak darah, dan
berbau
busuk.
Janganlah
bersantai
dan
tidak
mempedulikan kelainan ini. Hal ini merupakan tanda-
13
tanda infeksi yang lebih parah, dapat kanker atau
penyakit menular seksual lainnya.
Penyebab terjadinya flour albus patologis adalah :
a)
Infeksi
Adanya kuman, jamur, parasite, dan virus dapat
menghasilkan zat kimia tertentu bersifat asam dan
menimbulkan bau yang tidak sedap.
b)
Benda asing
Adanya benda asing yang dapat merangsang
pengeluaran cairan dari liang senggama yang berlebihan
c)
Kanker
Pada kanker terdapat gangguan dari pertumbuhan
sel normal yang berlebihan, sehingga mengakibatkan sel
tumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak,
akibat pecahnya pembulu darah yang bertambah untuk
memberikan makanan dan oksigen pada kanker tersebut.
d)
Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan
Kadang-kadang pada wanita ditimbulkan cairan
dari liang senggama yang bercampur air seni dan feses,
yang terjadi akibat adanya lubang kecil dari kandung
kencing usus ke liang senggama akibat adanya cacat
bawaan, cedera persalinan, radiasi dan akibat kanker.
e)
Menopause
Pada
menopause
sel-sel
vagina
mengalami
hambatan dan dalam pematangan sel akibat tidak adanya
hormone estrogen sehingga vagina kering, sering timbul
gatal karena tipisnya lapisan sel sehingga mudah luka
dan timbul infeksi penyerta.
b. Tanda dan gejala flour albus
Menurut sibagariang (2010) ada beberapa tanda dan gejala flour
albus, antara lain :
1)
Fisiologis
a)
Cairan yang tidak berwarna/bening
b)
Tidak berbau
14
2)
c)
Tidak berlebihan
d)
Tidak menyebabkan rasa gatal
Patologis
a)
Keputihan yang disertai gatal, panas pada vagina
b)
Keluarnya lendir yang kental
c)
Rasa panas saat kencing
d)
Secret vagina berwarna putih dan menggumpal
e)
Berwarna putih ke abu-abuan atau kuning dengan bau
yang menusuk.
c. Faktor penyebab flour albus
Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman
daerah sekitar vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat pH
vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina
disebabkan oleh dua hal, faktor intern dan ekstern. Faktor intern
10 Jamur dan bakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih
dan lembab. Organ reproduksi merupakan daerah tertutup dan
berlipat, sehingga lebih mudah untuk berkeringat, lembab dan
kotor. Perilaku buruk dalam menjaga organ genitalia, seperti
mencucinya
dengan
air
kotor,
memakai
pembilas
secara
berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat,
jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut
dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi yang menyebabkan
keputihan tersebut. Jadi, pengertian dan perilaku dalam menjaga
kebersihan genitalia eksterna merupakan faktor penting dalam
pencegahan keputihan (Ayuningtyas, 2010).
Penyebab
utama
keputihan
adalah
jamur
Candida
albicans. Jamur ini mudah tumbuh pada media saboroud
membentuk koloni dengan sifat-sifat yang khas yakni menonjol
pada permukaan medium, koloni halus, licin dan berwarna
kekuningan. Candida albicans dapat tumbuh pada tubuh manusia
sebagai saprofit atau parasit di dalam pencernaan, pernapasan
atau vagina orang sehat. Pada keadaan tertentu sifat jamur ini
dapat
berubah
(Ganda, 2010).
menjadi pathogen
menyebabkan
keputihan
15
Beberapa penyebab flour albus menurut shadine (2012),
antar lain :
1)
Infeksi vagina oleh jamur (candida albicans) atau parasit
(tricomonas). Jenis infeksi yang terjadi pada vagina yakni,
bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidas. Bacterial
vaginosis merupakan gangguan vagina yang sering di tandai
dengan keputihan dan bau tak sedap. Hal ini disebabkan oleh
lactobacillus menurun, bakteri pathogen (penyebab infeksi)
meningkat, dan PH vagina meningka
Vaginitis terbagi dalam tiga jenis, yakni :
a)
Trichomoniasis
Vaginitis
yang
satu
ini
disebabkan
oleh
parasit
trichomonaisi vaginalis. Ciri-cirinya adalah :

Mengeluarkan cairan berbau dengan kapasitas yang
banyak

Cairan berwarna kuning kehijauan

Cairan mengandung busa

Cairan mengakibatakan gatal dan perih

Dapat ditularkan melaui hubungan intim
TRIKOMONIASIS
Infeksi menular seksual (IMS) menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang cukup pelik di beberapa
wilayah dunia. Data dari seluruh dunia melaporkan,
IMS yang paling popular adalah Trikomoniasis,
Chlamydia
genital, Human PapilomaVirus, Gonore,
dan Herpes Genital. Prevalensi IMS pada wanita di
negara berkembang jauh lebih tinggi daripada di
negara maju. Sebagai contoh, infeksi gonore 10-15
kali, chlamydia 2-3 kali, dan sifilis 10-100 kali lebih
banyak.
Masih sedikit didapatkan prevalensi IMS di
Indonesia. Yayasan Kusuma Buana melaporkan,
prevalensi IMS yang secara 'tidak sengaja' ditemukan
pada pemeriksaan Pap Smear pada 6666 wanita usia
16
25-45 tahun dari 6 klinik di Jakarta mencapai 29%.
Adapun penelitian lain di sebuah klinik di Bali pada
tahun 1987-1988 menemukan bahwa dari 695 wanita
yang
mengalami
abortus,
53%nya
diketahui
menderita infeksi saluran reproduksi dan IMS; 16,3%
diantaranya
adalah
vaginosis
bakterial,
15,5%
kandidiasis, 7,3% trikomoniasis, dan 5,2% chlamydia.
Lebih lanjut mengenai trikomoniasis, baru-baru
ini Journal of Infectious Disease edisi Maret 2007
melaporkan wanita dengan infeksi trikomoniasis
berisiko 50% lebih tinggi mengalami infeksi HIV
daripada
wanita
yang
tidak
menderita
trikomoniasis.Penelitian yang dipimpin oleh R. Scott
McClelland ini menemukan sebanyak 806 kasus
infeksi T.vaginalis dan
265
diantaranya
menjadi
terinfeksi HIV dari 1335 wanita pekerja seks di
Mombasa, Kenya yang sebelumnya HIV-negatif.
Siklus Hidup
Trikomoniasis adalah infeksi saluran genitalia
yang
disebabkan
oleh Trichomonas
vaginalis. T.
vaginalis adalah protozoa patogen yang terdapat
pada saluran kemih dan kelamin manusia, menetap
di traktus genitalia bawah perempuan serta uretra
dan prostat pria. Penularan penyakit ini terutama
melalui
hubungan
seksual
dan
menyebabkan
vaginitis pada wanita dan uretritis nongonokokus
pada pria.
Trichomonad
adalah
organisme
eukariotik
berflagel, termasuk ordo Trichomonadida. Sebagian
besar trichomonad adalah organisme komensal yang
terdapat pada saluran usus mamalia dan burung.
Tiga diantaranya ditemukan pada manusia yaitu :
T.vaginalis yang merupakan parasit pada saluran
kemih
dan
kelamin,
17
sedangkan T.venax dan Pentatrichomonas
hominis termasuk trichomonad non patogen yang
ditemukan pada rongga mulut dan usus besar.
Trichomonad
tidak memiliki mitokondria,
28
S
ribosom, dan kemampuan untuk melakukan glikolisis.
T.vaginalis berbentuk
oval
atau
fusiform (pir/pear-shaped) dengan panjang rata-rata
15 mm (seukuran sebuah leukosit). Organism ini
bergerak aktif dan bereplikasi dengan pembelahan
biner. Ia akan hidup optimal pada lingkungan lembab
dengan suhu 35-37oC dan pH 4,9-7,5. Kadar pH
menjadi
faktor
penting
dalam
pertumbuhan T.vaginalis. Kadar pH pada vagina
yang sudah terinfeksi akan menjadi basa yaitu 5,5-6.
Patofisiologi
T.vaginalis, bentuk
tropozoit melekat
ke
mukosa, menginfeksi sel epitel vagina sehingga
terjadi
proses
kematian
sel
pejamu
(host-cell
death) dan menyebabkan lesi superficial. Komponen
yang berperan dalam proses kematian sel tersebut
adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses
invasi, T.vaginalis tidak hanya merusak sel epitel
namun eritrosit. Eritrosit mengandung kolesterol
esensial dan asam lemak yang diperlukan bagi
pembentukan membran trichomonad. Baik sel epitel
maupun eritrosit juga merupakan sumber zat besi.
Proses pengikatan dan pengenalan trichomonad
dengan sel epitel pejamu melibatkan minimal 4
protein permukaan spesifik T.vaginalis, yang dikenal
dengan sistein proteinase. Setelah proses pengikatan,
akan
timbul
reaksi
kaskade
yang
mengakibatkan sitotoksisitas dan hemolisis pada
sel. Pada perempuan, infeksi T. vaginalis sering
18
berkaitan dengan hilangnya basil doderlein penghasil
asam.
Gejala Klinis
Sebanyak 10-50% wanita asimtomatik. Gejala
yang paling banyak dikeluhkan wanita adalah duh
vagina yang berwarna kuning kehijauan dan berbau.
Perdarahan dari vagina yang abnormal, seperti
perdarahan pasca sanggama, biasanya terjadi pada
kasus servisitis. Gejala lain dapat berupa vagina
eritem,
vulva
eritem
dan
gatal,
serta colpitis
macularis atau strawberry cervix (perdarahan kecilkecil/punctata
disertai
ulserasi
pada
serviks).
Gambaran colpitis macularis dapat dilihat dengan
mata
telanjang,
tetapi
kolposkopi. Sekitar 12%
lebih
wanita
sensitif
melalui
mengeluh
nyeri
daerah perut yang biasanya dikarenakan vaginitis,
limfadenopati regional, endometritis atau salpingitis
akibat infeksi lanjut dari T. vaginalis. Pada wanita
hamil, risiko infeksi meningkat sehingga memicu
ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
Sementara itu, gejala pada pria biasanya lebih
ringan karena diduga terdapat faktor imun spesifik
atau
non-spesifik
yang
bersifat antitrichomonad
seperti kandungan zinc pada cairan prostat. Bahkan,
15-50% pria asimtomatik. Gejala dapat berupa duh
penis, disuri, dan ulserasi penis. Gejala yang terakhir
jarang terjadi. Beberapa penelitian juga menemukan
kasus balanopostitis, striktur uretra, epididimitis, dan
infertilitas. Terjadinya infertilitas diduga karena T.
vaginalis menyebabkan kelainan pada morfologi dan
motilitas sperma, serta kekentalan semen. Kolonisasi
uretra dapat menyebabkan disuria dan polakisuria.
19
Pemeriksaan
Pemeriksaan trichomonad motil, adalah dengan
melalui spekulum, sampel duh vagina(urin sewaktu
pada pria) diambil dengan swab kapas atau kawat
lingkar (loop wire). Kemudian, sampel dicampur
dengan 1 ml NaCl 0,9% suhu tubuh dalam tabung
guna memperoleh sediaan basah. Lalu, sampel
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran
100x dan 400x. Penggunaan NaCl 0,9% suhu tubuh
dianjurkan agar pergerakan trichomonad lebih jelas
sehingga memudahkan proses identifikasi. Mikroskop
yang digunakan sebaiknya jenis fase-kontras. Bila
yang
digunakan
mikroskop
cahaya,
kondenser
diturunkan atau diafragma agak ditutup agar lebih
kontras.
Diagnosis
ditegakkan
jika
ditemukan
trichomonad yang bergerak disertai sel radang dalam
jumlah
banyak
terutama
jenis
leukosit
poli-
morfonuklear.
Tes Whiff dilakukan dengan menambah kan
KOH pada duh vagina. Bila positif, akan tercium bau
seperti ikan busuk yang menandakan adanya amin.
Tes itu berguna untuk menyingkirkan diagnosis
banding
bakterial
vaginosis. Pemeriksaan
pap
smear, yang biasa digunakan untuk skrining kanker
serviks,
juga
dapat
membantu
mendiagnosis
trichomoniasis, namun sensitivitasnya hanya 60-70%.
Kultur
menjadi standar
baku
emas
dalam
menegakkan diagnosis trikomoniasis. Sensitivitasnya
mencapai 95%. Akan tetapi, hasil kultur perlu waktu
yang lama. Oleh karena itu, kultur biasanya dilakukan
bila pada pemeriksaan mikroskop negatif (tidak
ditemukan trichomonad motil) sementara pH vagina
meningkat (>4,5) dan gejala klinis mengarah ke
trikomoniasis.
Media
kultur
adalah
Feinberg-
20
Whittington
atau
Diamond
yang
telah
dimodifikasi. Hasil kultur positif bila jumlah inokulum
minimal sebanyak 300-500 trikomonad/ml.
Metode diagnostik lain adalah rapid diagnostic
test dengan menggunakan DNA probe dan antibodi
monoklonal. Sensitivitas dan spesifisitasnya 90% dan
99,8%.Pemeriksaan mikroskop dengan sampel duh
penis atau urin pada pria umumnya sulit karena
hasilnya sering negatif. Oleh karena itu, diagnosis
trikomoniasis
pada
pria
biasanya
berdasarkan
empiris atau, bila perlu, kultur.
Pengobatan
Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau
sistemik. Secara topical, dapat berupa :
1.
Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidroge
peroksia 1-2% dan larutan asam laktat 4%.
2.
Bahan berupa suppositoria, bubuk yang berupa
trikomoniasidal.
3.Jel dan krim yang berisi zat trikomoniasidal.
Pengobatan
secara
sistemik
menggunakan
Metronidazol atau tinidazol yang menjadi obat lini
pertama dalam pengobatan trikomoniasis. Pada
wanita, dosis diberikan sebesar 2 g oral, dosis
tunggal. Dosis alternatif adalah 500 mg, 2x/hari,
selama 7 hari. Dosis alternatif diberikan pada kasus
dimana pasien tidak menunjukkan respon yang baik
pada pemberian dosis tunggal. Bila setelah 7 hari
pengobatan, tidak mendapat hasil optimal (gejala menetap), ulangi pengobatan dengan dosis seperti pada
pengobatan pertama selama 7 hari. Bila pasien tidak
juga sembuh setelah dilakukan pengobatan ulangan,
dapat diberikan metronidazol 2 g oral, 1x/hari, disertai
metronidazol suppositoria 500 mg pervaginam setiap
malam selama 3-7 hari.
21
Bila infeksi trichomonad terjadi berulang atau
menetap
bahkan
ketika
pasangan
seksualnya
telah berhasil diobati, maka pasien tersebut mungkin
mengalami
resistensi
terhadap
metronidazol.
Pengobatan yang dapat diberikan pada kasus
resistensi adalah dosis maksimal metronidazol 2-4
g/hari selama 10-14 hari. Beberapa studi melaporkan
tinidazol mempunyai keefektivitasan yang cukup baik
dalam mengobati kasus resistensi, sayangnya obat
itu lebih mahal.
Preparat
metronidazol
pervaginam
tersedia
dimana-mana, namun hanya dianjurkan pada infeksi
yang
sukar
disembuhkan,
dan
bukan
sebagai
pengobatan primer pada trikomoniasis. Metronidazol
dalam sediaan gel tidak dianjurkan dalam terapi
trikomoniasis sebab tidak dapat mencapai kadar
terapeutik
pada
uretra
dan
kelenjar-kelenjar
perivagina. Selain itu, angka kesembuhan sediaan
gel kurang dari 50%.
Pada wanita hamil, penelitian membuktikan
adanya
hubungan
antara
infeksi trichomoniasis
dengan komplikasi pada kehamilan dan janin seperti
ketuban pecah dini dan bayi dengan berat lahir
rendah. Konon, pendapat lama tidak menganjurkan
pemberian
metronidazol
pada
wanita
trimester
pertama masa kehamilan. Akan tetapi, stigma itu
berubah. Saat ini, pengobatan dapat dilakukan pada
seluruh masa kehamilan karena tidak menunjukkan
efek teratogenik. Dosis pada wanita hamil dianjurkan
dosis tunggal 2 g daripada dosis terbagi. Bayi yang
menunjukkan
gejala
trikomoniasis
atau
dengan
kolonisasi urogenital yang menetap sesudah periode
4 bulan sejak kelahirannya, perlu diobati dengan
metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari, selama 5
22
hari.Efek samping yang mungkin timbul berupa mual,
neutropenia sementara (transient), waktu protrombin
memanjang
(pada
warfarin),
pasien
yang
mengkonsumsi
dan flushing atau disulfiram
like
reaction (bila di minum bersama dengan alkohol).
Bila
memungkinkan,
periksa
dan
obati
pasangannya. Hubungan seksual sebaik nya tidak
dilakukan sampai pasien di katakan sembuh. Tidak
lupa
untuk
memberikan
konseling
mengenai
penyakit, pentingnya mematuhi pengobatan, dan
pentingnya penatalaksanaan pada pasangan. Pasien
diminta untuk datang kontrol 1 minggu kemudian
untuk melihat hasil pengobatan.
Sebagian besar trikomoniasis dapat diobati
dengan baik dengan metronidazole dengan angka
keberhasilan
82-88%. Namun
demikian,
adanya
keterkaitan erat antara penyebaran trikomoniasis
dengan infeksi HIV menyebabkan semakin rumitnya
penatalaksanaan
dan
penanggulangan
infeksi
tersebut. Maka tak heran, bila dalam penelitiannya,
R.
Scott
intervensi
McClelland
untuk
menyimpulkan
mencegah
dan
perlunya
mengobati
trikomoniasis dan meningkatkan kesehatan vagina
secara umum. Hal itu penting untuk mengurangi
risiko infeksi penularan HIV pada wanita.
b)
Vaginosis
Vaginitis yang ini disebabkan oleh bakteri Garnella
vaginalis. Ciri-cirinya adalah :
c)

Cairan berwarna abu-abu

Menimbulkan bau tidak sedap
3. Infeksi Jamur (Candidosis)
Vaginitis
jenis
ini
disebabkan
oleh jamur
Candida
Albicans. Candida Albicans merupakan salah satu jenis
jamur yang biasa ditemukan dalam vagina. Jamur ini
23
akan berkembang biak dengan pesat saat di area vagina
mengalami perubahan kondisi ekosistem.
Disamping itu, karena jamur jenis ini merupakan pelahap
glukosa, maka jamur ini akan berkembang biak pesat
saat
terjadi ketidakseimbangan
hormonal
dalam
tubuh yang dapat memicu kenaikan gula darah. Gejala
yang ditimbulkan adalah berupa :

Adanya cairan kental dan berwarna putih dalam
vagina.

Cairan tersebut mengeluarkan bau tidak sedap.

Menimbulkan rasa gatal.

Saat buang air kecil atau saat berhubungan seks
akan terasa nyeri dan panas.
2)
Faktor hygine yang jelek. Kebersihan daerah vagina yang
jelek dapat menyebabkan vaguna yang meningkat sehingga
bakteri pathogen penyebab infeksi mudah menyebar.
3)
Pemakai obat-obatan (antibiotic, kortikosteroid, dan pil KB)
dalam waktu yang lama, karena pemakaian obat-obatan
khususnya antibiotic yang terlalu lama dapat menimbulkan
sistem imunitas dalam tubuh. Sedangkan penggunaan KB
mempengaruhi keseimbangan hormone wanita. Biasanya
pada wanita yang mengonsumsi antibiotk timbul keputihan.
4)
Stress, otak mempegaruhikerja semua organ tubuh, jadi kita
reseptor otak mengalami stress maka hormonal di dalam
tubuh
mengalami
perubahan
keseimbangan
dn
dapat
menyebabkan timbulnya keputihan.
Didalam bukunya, Hendrik (2006) menjelaskan bahwa
keluhan keputihan dari seorang wanita menjelang terjadinya haid
secara statistik cenderung dapat menyebabkan keadaan daerah
kemaluan (terutama vagina, uterus, dan vulva) menjadi mudah
terjangkit suatu penyakit dan menularkannya ke tubuhnya sendiri
atau
ketubuh
orang
lain
yang
dengannya.
Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
melakukan
persetubuhan
24
1)
Banyaknya
bakteri-bakteri
yang
senantiasa
berada
di
dalamnya (flora normal), yang telah berubah sifatnya menjadi
bakteribakteri patogen disamping adanya mikroorganisme
lainnya yang bersifat patogen potensial.
2)
Adanya perubahan pengaruh hormon-hormon seks steroid,
terutama hormon estrogen dan progesteron, secara fluktuatif
menjelang terjadinya perdarahan haid akan menimbulkan
kerentanan pada dinding vagina terhadap terjadinya infeksi,
terutama infeksi Candida sp.
3)
Adanya hubungan langsung yang dekat dengan lingkungan
luar tubuh yang dapat memungkinkan masuknya bakteri dan
mikroorganisme lainnya yang bersifat patogen potensial ke
vagina.
4)
Kurangnya
perhatian
higiene
(kebersihan)
di
daerah
kemaluan.
5)
Terjadinya benturan atau gesekan di daerah vaginanya ketika
melakukan persetubuhan sebelumnya.
6)
Adanya infeksi lain atau proses lainnya berupa keganasan di
dalam tubuh.
Kasus keputihan yang tak kunjung menyembuh kendati
sudah berkali-kali diobati, bisa jadi sebab keputihan yang komplet
(disebabkan oleh lebih dari satu dari ketiga penyebab), namun
tidak diberi obat yang komplet untuk membasmi lebih dari satu
jenis penyebabnya. Atau mungkin juga karena masa pemberian
obatnya belum tuntas menumpas bibit penyakitnya, selain karena
pilihan obatnya tidak sesuai dengan jenis penyebab keputihannya
(Nadesul, 2009).
d. Pencegah flour albus
Menurut shadine (2012), ada beberapa cara untuk
menghindari terjadinya flour albus, antara lain :
1)
Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat
kelamin. Rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal
dapat menjadi tempat sembunyi kuman
25
2)
Biasakan untuk membasuh vagina dengan cara yang benar,
yaitu dengan gerakan dari depan belakang. Cuci dengan air
bersih setiap buang air dan mandi. Jangan lupa untuk tetap
menjaga vagina dalam keadaan kering.
3)
Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan karena
pemakaian celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak
menyerap keringat. Usahakan menggunakan celana dalam
yang terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat.
4)
Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan
kelembaban daerah vagina. Ganti tampon atau pantyliner
pada wankyunya.
5)
Hindari terlalu sering memakai bedak talk di sekitar vagina,
tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap
teriritasi.
6)
Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan juga bisa
muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi, bersihkan bak mandi,
ember, ciduk, water torn, dan biibir kloset dengan antiseptic
untuk menghindari menjamurnya kuman.
7)
Setia pada pasangan merupakan langkah awal untuk
menghindari keputihan yang disebabkan oleh infeksi yang
menular melalui hubungan seks.
8)
Menghindari hubungan seks pra nikah.
Selain itu untuk mencegah keputihan, wanita pun harus
selalu menjaga kebersihan dan kesehatan daerah kewanitaannya.
Antara lain adalah :
1)
Selalu cuci daerah kewanitaan dengan air bersih setelah
buang
air,
jangan
hanya
di
seka
dengan
tisu.
Membersihkannya pun musti dilakukan dengan cara yang
benar yaitu dari depan ke belakang, agar kotoran dari anus
tidak masuk ke vagina. Hindari pemakaian sabun vagina
berlebihan karena justru dapat mengganggu keseimbangan
flora normal vagina.
2)
Jaga daerah kewanitaan tetap kering. Hal ini karena
kelembapan dapat memicu tumbuhnya bakteri dan jamur.
26
Selalu keringkan daerah tersebut dengan tisu atau handuk
bersih setelah dibersihkan. Karena tidak semua toilet
menyediakan tisu, bawalah tisu kemana pun anda pergi.
Selain itu buatlah celana dalam yang terbuat dari katun agar
dapat menyerap keringat dan gantilah secara teratur untuk
menjaga kebersihan.
3)
Bila sedang mengalami keputihan atau menstruasi tinggal
sedikit, boleh saja menggunakan pelapis celana panty liner.
Tetapi sebaiknya tidak digunakan setiap hari. Panty liner
justru dapat memicu kelembapan karena bagian dasarnya
terbuat dari plastik. Pilih panty liner yang tidk mengandung
parfum,terutama buat yang berkulit sensitif.
4)
Hindari bertukar celana dalam dan handuk dengan teman
atau bahkan saudara kita sendiri karena berganti-ganti celana
bisa menularkan penyakit.
5)
Bulu yang tumbuh di daerah kemaluan bisa menjadi sarang
kuman
bila
kebersihan,
dibiarkan
terlalu
panjang.
potonglah
secara
berkala
Untuk
bulu
menjaga
di
sekitar
kemaluan dengan gunting atau mencukurnya dengan hati-hati
( Salika, 2010).
e. Penatalaksanaan pada Flour albus
Pada langkah ini dilksanakan implementasi asuhan
kebidanan secara efesien dan aman berdasarkan dari intervensi
yang telah direncanakan pada flour albus diberikan obat-obatan
seperti Amoxicilin 500mg 3x1, Metronidazol 500 3x1 (Shadine,
2012).
Pada implementasi kasus klien yaitu memberikan KIE
tentang cara menjaga kebersihan daerah kewanitaannya yaitu
dengan cara cebok dengan benar dari depan ke belakang agar
kuman yang ada di anus tidak terpindah ke vagina, menggunakan
celana yang pas, dan menghindari handuk yang berganti-ganti
dengan orang lain, memberikan dukunganmoral paada klien
supaya
tidak
cemas
bahwa
keputihannya
akan
sembuh,
memberikan penjelasan pada klien tidak menggaruk apabila alat
27
kelaminnya terasa gatal, hal ini dimaksud untuk menghindari
terjadinya luka agar terhindar dari infeksi, memberikan terapi obat
yaitu CTM 2x1 100mg, Metronidazol 3x1 500mg, Amoxcilin 3x1
500mg, menganjurkan kontrol ulang 3 hari lagi. Dalam kasus ini
terdapat kesenjangan antara pemberian terapi obat dilapangan
dan
studi
kasus.
Akan
tetapi
tidak
menghambat
untuk
melaksanakan asuhan berikutnya.
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen asuhan kebidananan atau yang sering disebut
manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir atau bertindak
secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihak kien maupun pemberian asuhan
(Suryani, dkk. 2011).
Manajemen
kebidanan
merupakan
proses
pemecahan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan
pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan,
keterampilan, dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan
suatu keputusan yang berfokus pada klien (Suryani, dkk. 2011).
2. Langkah dalam Manajemen Kebidanan
Manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan dimana
setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses dimulai dengan
mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh
langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat di
aplikasikan dalam situasi apap. Akan tetapi setiap langkan yang lebih
rinci dan itu bisa berubah sesuai dengan kebutuhan kalien(varney
2007).
a. Langkah I : Pengkajian Data
Pada
langkah
ini
dilakukan
pengkajian
dengan
mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan kalien secara lengkap yaitu :
1) Riwayat kesehatan
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
28
3) Meninjau catatan terbaru dan sebelumnya
4) Meninjau data laboraturium dan membandingkan dengan
hasil studi
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan
semau sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar atas
data yang telah di kumpulkan. Data dasar yang sudah di
kumpulkan di interpretasikan sehingga di temukan masalah atau
diagnose yang spesifik.
1)
Masalah
Masalah akan timbul jika akseptor menyatakan secara lisan
mengenai keluhan.
2)
Kebutuhan
Kebutuhan dapat timbul setelah dalam pengkajian ditemukan
hal-hal yang membutuhkan informasi dan arah dan tenaga
kesehatan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa Masalah
Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang
sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien,
bidan diharapkan bersiap-siap bila diagnosa atau masalah
potensial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Identifikasi yang Menemukan Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter, dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota team
kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat ini
mencerminkan keseimbangan dan proses manajemen kebidanan.
Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan, evaluasi dan data
yang
dikumpulkan
memerlukan
dapat
menunjukan
tindakan segera, sementara
menunggu interpretasi dokter.
satu
situasi
yang
lain
yang
harus
29
e. Langkah V : Menyusun Rencana Tindakan
Masing-masing jenis rencana manejemen disesuaikan
dengan interfretasi data dasar dan memasukannya ke dalam
antisipasi masalah atau merupakan kegiatan rutin manejemen
wanita dalam antenatal visip.
f.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana manejemen
yang telah di buat demi kelancaran dalam penata laksanaan harus
berpedoman intervensi.
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keaktivan
asuhan yang sudah diberikan meliputi teratasi masalah, apakah
sudah
sesuai
dengan
diagnosanya
dalam
evaluasi
akan
ditemukan perkembangan kesehatan klien, apakah membaik,
memburuk atau tidak ada perubahan stelah dilakukan asuhan
teori asuhan kebidanan.
3. Data Perkembangan SOAP
Di dalam memberikan asuhan lanjutan digunakan tujuh
langkah varney, sebagai catatan perkembangan dilakukan asuhan
kebidanan SOAP dalam pendokumentasian menurut Varney (2007),
sistem pendokumentasian asuhan kebidanan dengan menggunakan
SOAP :
a.
Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan
data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah I
Varney.
b. Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil labolatorium dan diagnostic lain yang di rumuskan
dalm data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I
Varney.
c. Assessment atau analisa data
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
intrafetasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
30
diagnose
masalah,
antisipasi
perlunya
tindakan
segera
diagnosa/masalah
oleh
bidan
potensial,
atau
dokter,
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4
Varney.
d. Planning atau penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan,
tindakan
implementasi
(I)
dan
evaluasi
(E)
berdasarkan
assessment sebagai langkah 5,6,7 varney. (salmah, 2006).
31
4. Kerangka Konsep
Gambar 1.1 Kerangka Konsep
Alur pikir bidan
Pencatatan dan asuhan Kebidanan
Proses Manajemen Kebidanan
7 langkah
(Varney)
Data
Masalah/
Diagnose
5 langkah
(kopetesi
bidan)
Data
Assessment/
diagnosa
Dokumen Kebidanan
NOTES SOAP
Sunyektif/
Obyektif
Assessment/
Diagnose
Antisipasi masalah
Plan :
Potensial/diagnose
Konsul
lain
Tes diagnostic/lab
Rujukan
Menetapkan
kebutuhan segera
Perencanaan
Pendidikan
untuk konsultasi,
Konseling
kolaborasi
Follow up
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
evaluasi
32
C.
Konsep
Dasar
Asuhan
Kebidanan
pada
Gangguan
Reproduksi rikomoniasis.
Dalam langkah pertama ini bidan harus mencari dan menggali
data maupun fakta baik yang berasal dari pasien keluarga, maupun
anggota keluarga lainnya, di tambah dengan hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh bidan sendiri proses pengumpulan dasar ini mencakup
data subjektif dan objektif.
1.
Data subjektif
Data subjektif adalah informasi yang dicatat mancakup
identitas. Keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung
kepada pasien/klien (anamnesa) atau dari keluarga dan tenaga
kesehatan (Hidayat. 2008)
a.
Biodata pasien
1)
Nama : untuk mengenal dan mengetahui pasien (Nursalam,
2009).
2)
Umur : untuk mengetahui faktor resiko 20 tahun, pada kasus
gangguan reproduksi belum matang, mental dan fisiknya
belum siap. Di tulis dalam tahun. Pada kasus gangguan
reproduksi ibu dengan Trikomoniasis ini biasanya di alami
oleh wanita menarche hingga masa pre menepouse (Varney
2007).
3)
Agama : untuk memberikan motivasi dan dorongan moral
sesuai apa yang dialami (Ety, 2011).
4)
Suku/bangsa : untuk mengetahui faktor bawaan (Nursalam,
2009).
5)
Pendidikan : untuk mengetahui latar belakang, tingkat
pendidikan dan pengetahuan (Ety, 2011).
6)
Alamat : untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal dan
karakteristik masyarakat(Ety, 2011).
7)
Pekerjaan : untuk mengetahui status social ekonomi (Ety,
2011).
b.
Keluhan utama
Alesan wanita tersebut mengunjungi tenaga kesehatan
diklinik,
kantor,
kamar
gawat
darurat,
pusat
pelayanan
33
persalinan, rumah sakit atau rumahnya, seperti yang di
ungkapkan dengan kata-katanya sendiri (dapat berhubungan
sistem tubuh) (essawibawa, 2011).
Pada kasus Trikomoniasis keluhan utamanya ibu merasa
tidak nyaman karena celana dalamnya selalu basah, keluarnya
cairan berupa lender kental, berwarna kuning hingga ke abuabuan, gatal dan berbau dari dalam kemaluannya dalam jumlah
yang banyak, berupa pada kulit dan merasa sakit dan panas saat
berkemih (Manuaba, 2009).
c.
Riwayat menstruasi
Banyak menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi
menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar,
gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011).
d.
Riwayat kesehatan
1)
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan
mengetahui adanya penyakit lain yang bisa mempererat
keadaan klien seperti batuk filek dan demam.
2)
Riwayat penyakit sistematik
Untuk mengetahui apakah mempunyai penyakit jantung,
ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, dan epilepsy
serta penyakit sistematik lain seperti penyakit kelamin
diantaranya bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidiasis
(purwantyastuti, 2007).
3)
Riwayat penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit menular seperti jantung, hipertensi, dan
DM.
e.
Riwayat perkawinan
Dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai suasana
rumah tangga pasangan, yang perlu dikaji adalah status
pernikahan sah atau tidak, berapa tahun usia ibu ketika menikah
pertama kali, lama pernikahan ban ini suami yang ke berapa
(Sulistyawati, 2011).
34
f.
Riwayat keluarga berencana
Dikaji untuk mendapatkan informasi sebanyak mungki
mengenai pilihan beberapa alat kontrasepsi, dapat memberikan
penjelasan mengenai alat kontrasepsi tertntu yang sesuai
dengan kondisi dan keinginan pasien (sulistyawati, 2011).
g.
Pola kebiasaan sehari-hari
Untuk mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam menjaga
kebersihan dirinya dan pola makan sehari-hari apakah terpenuhi
gizinya atau tidak.
1)
Pola nutrisi
Dikaji untuk mengetahui berapa kali BAK dan BAB (Varney,
2007). Pada kasus Trikomoniasis terkadang merasa panas
saat kencing (Abidin, 2009).
2)
Pola istirahat
Untuk mengetahui berapa lama tidur siang dan berapa lama
tidur malem (Essawibawa, 2011).
3)
Aktivitas
Untuk mengetahui aktivitas sehari-hari (Ety, 2011).
4)
Personal hygine
Untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi
mandi, gosok gigi, ganti baju atau pakaian dalam, keramas
dan cara membersihkan alat genetalianya (Essawibawa,
2011). Pada kasus gangguan reproduksi Trikomoniasis ini
biasanya sering di temui pada wanita yang memiliki personal
hygine yang jelek (Purwantyastuty, 2006).
h.
Data psikologis
Digunakan
untuk
mengetahui
perasaan
menghhadapi
gangguan reproduksi dengan keputihan sekarang ini (Nursalam,
2006). Pada kasus gangguan reproduksi Trikomoniasis ini
biasanya didapatkan data psikologisnya adalah merasa cemas
dengan keadaannya (Abidine, 2009).
2.
Data objektif
Data objektif adalah pencatatan dari hasil pemeriksaan fisik,
pemeriksaan khusus kebidanan dan data penunjang (Hidayat, 2008).
35
Data yang di kaji pada klien dengan Trikomoniasis yakni :
a.
Keadaan umum
Pengkajian pada kasus dengan Trikomoniasis ini terdiri dari
pemeriksaan umum seperti pemeriksaan status kesadaran dan
keadaan umum klien untuk mengetahui apakah klien dalam
keadaan stabil atau tidak (Anwar, dkk., 2011).
b.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus menometroragia, data yang
menjadi fokus utama yaitu pengeluaran pervaginam berupa
cairan kental berwarna putih keruh dan berbau (Abidin, 2009).
3.
Analisi data
Analisi data yang dapat ditegakan pada kasus pasien dengan
gangguan reproduksi flour albus adalah Nn…/Ny… Umur… dengan
Trikomoniasis.
4.
Penatalaksanaan
Pada langkah ini penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien dengan Trikomoniasis dilakukan secara efesien dan aman.
Penatalaksanaan asuhan kebidanan gangguan sistem reproduksi
dengan Trikomoniasis adalah sebagang berikut :
a.
Jelaskan pada ibu tentang penyakit yang di deritanya.
b.
Diskusikan dengan ibu tentang tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya.
c.
Observasi keadaan umum dan TTV.
d.
Jelaskan bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan
genetalianya agar tetap bersih dan kering.
e.
Anjurkan kepada klien untuk meningkatkan personal hygine.
f.
Jelaskan untuk tidak sering menggunakan pencuci vagina.
g.
Beri dukungan moral dan spiritual.
h.
Rencana pemberian obat.
i.
Anjurkan ibu untuk memeriksa dirinya ke dokter agar ibu dapat
memperoleh penanganan lebih lanjut secepatnya.
5. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Bidan dalam melaksanakan kewenangan dalam melakukan
asuhan kesehatan reproduksi , telah diatur dalam perundang-
36
undangan. Peraturan ini telah di atur oleh Mentri Kesehatan dalam
Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010 (Menkes, 2010).
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang
mengatur kewenangan bidan sebagai berikut:
Bidan
dalam
menjalankan
praktik,
berwenang
untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
a.
pelayanan kesehatan ibu
b.
pelayanan kesehatan anak
c.
pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana.
Pasal 12
reproduksi
Bidan
perempuan
dalam
dan
memberikan pelayanan
keluarga
berencana
kesehatan
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf c, berwenang untuk :
a.
Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan
b.
dan keluarga berencana.
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13 selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program
Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
1)
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam
rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
2)
Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter.
3)
Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan.
4)
Melakukan
pembinaan
peran
serta
masyarakat
di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan
penyehatan lingkungan.
5)
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah
dan anak sekolah.
6)
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7)
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
37
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) serta penyakit lainnya.
8)
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih
untuk itu.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter,
dapat
melakukan
pelayanan
kesehatan
di
luarn
kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan
atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter,
kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.
Untuk bidan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
1.
Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk
tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang
memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
2.
Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan.
3.
Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
6. Keputihan menurut hadist
‫فعلى ذلك تبقى رطوبة فرج المرأة على الطهارة‬
“Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi
wanita, statusnya suci”. (Jami’ Ahkam).
Disamping itu, cairan keputihan yang keluar dari organ
reproduksi wanita, adalah hal yang wajar terjadi di masa silam.
Meskipun demikian, kita tidak menjumpai adanya riwayat dari para
sahabat wanita (shahabiyat) yang menanyakan hal itu kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal umumnya mereka hanya
38
memiliki satu pakaian. Jika ini najis, tentu Rasulullah shallallahu‘alaihi
wasallam akan mengingatkannya.
Masalah keputihan umum dialami oleh para wanita, terutama
yang berada di daerah dengan tingkat kelembaban tinggi seperti di
Indonesia. Para ahli menyatakan bahwa keputihan ada yang terjadi
dalam keadaan normal, di mana –maaf- vagina memproduksi cairan
yang berwarna bening, tidak berbau, tidak berwarna, dan jumlahnya
tak berlebihan. Keputihan seperti ini banyak disebabkan oleh masalah
hormonal, sehingga terjadi misalnya, saat stres, menjelang dan setelah
haid, kelelahan, saat terangsang, hamil, atau mengonsumsi obat-obat
hormonal seperti pil KB.
‫توضأ واغسل ذكرك‬
“Berwudlulah, dan cucilah dzakar/kemaluanmu”.
Dengan demikian, tetaplah kesucian ruthuubah farji wanita
yang
insya
Allah
akan
ada
tambahan
keterangannya
dalam
pembahasan hukum ifraazaat (keputihan) yang keluar dari farji wanita.
Ada pula keputihan yang terjadi dalam keadaan tidak normal,
yang umumnya dipicu kuman penyakit dan menyebabkan infeksi.
Akibatnya, timbul gejala-gejala yang sangat mengganggu, seperti
berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga kehijauan,
jumlah berlebih, kental, lengket, berbau tidak sedap, terasa sangat
gatal atau panas. Dalam khazanah Islam, keputihan jenis ini biasa
disebut dengan cairan putih kekuningan (sufrah ‫ )صفرة‬atau cairan putih
kekeruhan (kudrah ‫)كدرة‬. Terkait dengan kedua hal ini, di kitab shahih
Bukhari disebutkan bahwa Sahabat bernama Ummu ‘Athiyyah
radhiallahu ‘anha berkata:
‫ا‬
‫شيْئا‬
‫ُك َّنا اَل انع ُُّد ْال ُك ْد ار اة اوالصُّ ْف ار اة‬
39
“Kami tidak menganggap al-kudrah (cairan keruh) dan as-sufrah
(cairan kekuningan) sama dengan haidh”.
Berdasarkan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan :
1.
Hukum orang yang mengalami keputihan tidak sama dengan
hukum orang yang mengalami menstruasi. Orang yang sedang
keputihan tetap mempunyai kewajiban melaksanakan shalat dan
puasa, serta tidak wajib mandi.
2.
Cairan
keputihan
hukumnya
air
tersebut hukumnya najis, sama
kencing.
Oleh
karenanya,
apabila
dengan
ingin
melaksanakan shalat, sebelum mengambil wudhu, harus istinjak
(cebok), dan membersihkan badan atau pakaian yang terkena
cairan keputihan terlebih dahulu.
Sedangkan apabila cairan keputihan keluar terus-menerus,
maka orang yang mengalaminya dihukumi dharurah/terpaksa,
artinya orang tersebut tetap wajib melaksanakan shalat walaupun
salah satu syarat sahnya shalat tidak terpenuhi, yakni sucinya
badan dan pakaian dari najis. Menurut ulama Syafi’iyah, ketentuan
tersebut bisa dilaksanakan dengan syarat diawali dengan proses
membersihkan, istinjak, wudhu dan kemudian shalat dilakukan
secara simultan setelah waktu shalat masuk.(mui.or.id)
41
DAFTAR PUSTKA
Al-hadist Al-ahkam
Al-hadist Kitab Shahih Bukhari
Ayuningtiyas, D. 2011. hubungan antara pengetahuan dan prilaku menjaga
kebersihan genetalia eksterna dengan kejadian keputihan.
Aghe. 2009. Leukorea/keputihan . http : // www. Leukorea/keputihan.htm diakses
tanggal 21 maret 2015.
Farmacia Trikomoniasis, Parasit Berflagel yang Meningkatkan Risiko Infeksi HIV.
Diunduh
dari
ihttp://www.majalah
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=570 pada 14 November 2010
Fauci, Anthony S, et. al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. E-Book. Ed.
Ke-17. USA: The McGraw Hills Companies, 2008.
Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran, dan Stanley L. Robbins. Robbins, Buku Ajar
Patologi, Volume 2. Ed. Ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2007: 756.
Kusmira, Eny. 2012. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta Selatan.
Manuaba, 2006. Memahami kesehatan reproduksi wanita
Jakarta : Arcan
Manuaba, (2009). Memahami kesehatan refroduksi wanita. Jakarta EGC.
Nugroho, T .2012. buku ajar ginekologi . yogyakarta
Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2 Konsep dan
Praktek. Jakarta : salamba medika
(Nogroho, 2012). Patologi kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Notoatmodjo, (2010). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta :PT Rineka Cipta.
Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010. Tentang izin dan
penyelenggaraan prektek bidan.
Purwoastuti, E., Walyani, E (2015). Asuhan kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Sarwono. 2008, Ilmu kandungan, : Jakarta PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Salmah. (2006 Antenatal. Jakarta :EGC). Asuhan Kebidanan
Sulistyawati. (2011). Asuhan kebidanan kehamilan. Jakarta : salemba medika
41
Saydam, (2012). Waspada penyakit reproduksi anda Bandung : Putaka Reka
Cipta.
Sibagariang, dkk. (2010). Kesehatan refroduksi wanita. Jakarta: Trans Info
Media.
Varney, H 2009. Manajemen kebidanan http://kebidanan
.blospot.com/2009/11/manajemen-kebidanan-menurut varne.html
dinkes 10 maret 2015
Wijayanti, D. 2009. Fakta penting seputar kesehatan reproduksi wanita
.
Download