BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Yogyakarta Urban Kampung
Kampung Kota menurut Antony Sihombing adalah “simply a traditional,
spontaneous and diverse settlement in urban area”.Ciri khas kampung adalah
dimana suatu komunitas tinggal secara tidak terstruktur, tidak terorganisasi,
berupa hunian informal dalam kaitannya dengan sistem sosio-ekonomi yang lebih
luas. Awalnya kampung kota adalah suatu lingkungan yang tumbuh secara
organis, seiring dengan tingginya arus urbanisasi yang terjadi di perkotaan,
kawasan kampung kota cenderung berubah ke arah slum yang tumbuh tanpa
perencanaan kawasan perkotaan. Kelompok hunian pada area urban yang tanpa
jaringan infrastruktur, perencanaan maupun ekonomi perkotaan.Fitur kampung
selalu diidentikkan berupa kemiskinan dan kualitas hidup yang buruk1.
Menurut Geertz, 1965 dalam Antony Sihombing(2004) menjelaskan
transformasi kampung kampung menjadi urban kampung memiliki tiga aspek
utama, diantaranya; (1) Semi struktur pekerjaan yang modern dan memungkinkan
dan mendorong orang orang untuk berpindah dalam pekerjaan yang bersifat nonpertanian. (2) Atomisasi bentuk tradisional kehidupan sosial desa dalam kampung
sebagai dasar pertanian integrasi masyarakat menghilang dan bertepatan dengan
atomisasi ini munculnya bentuk bentuk baru organisasi sosial untuk
memeranginya. (3) Terdapat pembubaran parsial struktur pemerintahan desa dan
berorientasi parsial terhadap pemerintahan perkotaan.2
Dalam Rencana Pengembangan Kawasan Sungai Winongo3, menjelaskan
bahwa Yogyakarta sebagi salah satu provinsi yang kental dengan budaya dan
tradisi yang mana masyarakatnya masih berbasis kampung dan keakraban yang
erat. Kawasan sekitar pusat Kota Yogyakarta memiliki tingkat kepadatan yang
1
The Transformation of Kampung Kota; Symbiosys between Kampung and Kota, hlm 1.
2
3
Laporan Antara Rencana Pengembangan Kawasan Sungai Winongo, Bappeda, 2010
http://www.jogjakota.go.id, diakses 26 September 2013
1
cukup tinggi seiring dengan identitas Yogya sebagai pusat kota pelajar dan
pariwisata, sehingga mengakibatkan tepian jalan maupun tepian sungai secara
organis terjadi persebaran pemukiman.
Secara garis besar, geografis Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah
dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki
kemiringan ± 1 derajat. Serta terdapat 3 sungai yang melintasi Kota Yogyakarta,
yaitu sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong, bagian tengah adalah Sungai
Code dan sebelah barat adalah Sungai Winongo. Luas Kota Yogyakarta 3.250
hektar dengan penghuni 428.282 jiwa (tertanggal 28 Febuari 2013) dan kepadatan
rata rata 13.177 jiwa per kilometer persegi4. Identifikasi masalah hampir di ke-tiga
bantaran sungai tersebut sama, yaitu masalah penataan pemukiman; kekumuhan,
infrastruktur, degradasi lingkungan dan sebagainya. Dalam penataan kampung di
bantaran sungai sangat berkaitan dengan aspek ekonomi, aspek sosial, aspek
lingkungan dan aspek budaya yang berhubungan erat antara komunitas dengan
ekosistemnya.
1.1.2. Kampung di Bantaran Sungai Winongo
Basis pemukiman di bantaran Sungai Winongo adalah kampung yang
secara tradisional terbentuk atas komunitas rural. Sejauh perkembangan di
kawasan Winongo yang beralih dari rural ke suburban, Winongo merupakan
kawasan yang berdekatan dengan pusat kota dan memiliki kepadatan tata guna
lahan yang tinggi. Struktur pemukiman di kawasan Sungai Winongo adalah
pemukiman yang tidak terencana, cenderung memiliki pola organis.Sedangkan
Sungai Winongo merupakan salah satu kawasan tepian sungai yang mengalami
kepadatan pemukiman yang tinggi dan cenderung mengoptimalkan sungai
tersebut untuk menunjang aktivitas masyarakatnya.
Density(kepadatan)yang
terjadi
pada
bantaran
Sungai
Winongo
menyebabkan keterbatasan lahan yang mendorong mereka untuk memanfaatkan
lahan sisa yang dioptimalkan dalam bentuk hunian maupun pemaksimalan ruang
terbuka publik.Pemaksimalan ruang terbuka publik pada bantaran tersebut berupa
kegiatan sosial dan ekonomi.
4
http://www.jogjakota.go.id, diakses 26 September 2013
2
Kultur masyarakat sungai berkaitan erat dengan aktivitas sosial
masyarakat kampung yang memanfaatkan sungai untuk menunjang kebutuhan
sehari hari baik individu maupun kelompok sebagai sarana pemenuhan kebutuhan.
Gambar 1.1 Pemanfaatan Sungai Winongo
sebagai aktifitas rumah tangga / MCK, memancing dan rekreasi
(Sumber :Dokumen Peneliti, 2013)
Gambar 1.2 Pemanfaatan Sungai Winongo sebagai Kegiatan Pertanian Pisang
(Sumber :Dokumen Peneliti, 2013)
3
Salah satu kegiatan ekonomi-lingkungan yang berkaitan erat di Sungai
Winongo adalah pemanfaatan bantaran sungai sebagai kegiatan budidaya tanaman
maupun sebagai budi daya perikanan (urban farming).Potensi pertanian sangat
beragam, berupa pertanian budidaya tanaman pangan yang bertujuan untuk
dikonsumsi sendiri maupunsebagai perekonomian lokal masyarakat.
Menurut Wibisono (1997) dalam Pramudito (2013), karakteristik
kehidupan sosial yang telah melekat di suatu pemukiman kampung di Indonesia
(seperti di Yogyakarta), memiliki nilai fungsi sosial pada ruang sirkulasinya untuk
beraktivitas secara komunal maupun personal. Jalan sebagai salah satu ruang kota
(urban space) memiliki fungsi publik maupun privat tergantung pada kapasitas
yang terkait dengan setting lingkunganya. Fungsi sosial dari jalan lingkungan
kampung kota antara lain5 :
x
Sebagai koridor yang menghubungkan unit hunian dengan unit hunian
lain
x
Sebagai perluasan spasial dari keterbatasan ruang di dalam unit
huniannya
x
Sebagai ruang komunal (community space) bagi aktivitas sehari – hari
maupun ceremonial
x
Untuk tujuan komersial semacam penjaja makanan keliling.
Secara makro, wujud perilaku spasial lingkungan pemukiman terjadi
apabila lingkungan pemukiman merupakan suatu sistem kehidupan, maka
hubungan antara komponen lingkungan akan menunjukkan suatu sistem spasial
tertentu. Sebaran fasilitas lingkungan, jaringan jalan, jaringan infrastruktur, serta
sebaran massa dan bangunan saling berkaitan sebagai bentuk perilaku spasial
masyarakat kampung perkotaan.
Wujud perilaku spasial berupa aktivitas budidaya tanaman maupun
perikanan yang diaplikasikan pada ruang terbatas bantaran sungai baik bernilai
dari segi ekonomi, budaya maupun sosial.Peran penelitian ini mengetahui tipe
pemanfaatan lahan terbatas serta merujuk pada arahan desainmemanfaatkan lahan
5
TesisSidhiPramudito,2013
4
tersebut. Suatu inspirasi guna mengembangkan konsep pemanfaatan lahan yang
terbatas di tengah padatnya pemukiman bantaran sungai.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah di deskripsikan di atas maka dapat
dirumuskan masalah pada bantaran Sungai Winongo adalah sebagai berikut,
1. Masyarakat kampung adalah masyarakat yang memiliki pola
hunian organis, tidak terstruktur, dan didukung faktor kepadatan
penduduk
menjadikan
ruang
ruang
terbuka
yang
minim
dimanfaatkan sebagai budidaya pertanian.
2. Adanya faktor faktor penentu ruang ruang terbuka publik yang
terbatas dimanfaatkan sebagai urban farming.
1.3 . Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah tipe pemanfaatan lahan sempit di bantaran sungai
sebagai budidaya pertanian perkotaan yang dilakukan oleh
masyarakat tepian Sungai Winongo?
2. Faktor – faktor apa sajakah yang mempengaruhi dan menyebabkan
pemanfaatan ruang terbuka kecil di Bantaran Sungai Winongo
sebagai kegiatanurban farmingsesuai dengan hasil tipologi
pemanfaatan?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi dan mentipekan pemanfaatan lahan sempit di
bantaran sungai yang dimanfaatkan sebagai aktivitasurban farming
(baik budidaya tanaman maupun budi daya perikanan)
2. Mendapatkan arahan desain penataan lahan berkaitan dengan
fasilitas yang menunjang kegiatan urban farming kampung
perkotaan di bantaran Sungai Winongo
5
1.5. Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan inovasi dan ilmu pengetahuan teknologi yang
berkelanjutan bagi institusi pendidikan konsentrasi Desain
Kawasan Binaan
2. Arahan desain guidelineurban farming di bantaran Sungai
Winongo yang dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan
pemanfaatanspasial di Bantaran Sungai Winongo sebagai kegiatan
urbanfarming.
6
Peneliti
Aziz yon
Haryono
(2010)
Agerippa
Yanuranda
Krismani
(2011)
Sidhi
Pramudito
(2013)
Risdiana
Fatimah
(2016)
No
1.
2.
3.
4.
Sungai
Winongo,
Yogyakarta
Sungai
Winongo,
Yogyakarta
Livabilitas
ruang terbuka
publik bantaran
sungai
Urban Farming
Optimasi Livabilitas Ruang
Terbuka Publik Pada Bantaran
Sungai Winongo di Kampung
Bangunrejo Kelurahan Kricak
Yogyakarta
Identifikasi Dan Tipologi
Pemanfaatan KawasanUrban
Farming Bantaran Sungai
Winongo
(Sumber :Dokumen Peneliti, 2014)
Survey
Kuantitatif
Teknik
Wawancara
Deskriptif
Simulasi (teknik
analisis space
syntax)
Sungai
Winongo,
Yogyakarta
Karakter
kawasan dan
pemanfaatan
ruang bantaran
sungai
Strategi Konsolidasi
Pemanfaatan Ruang Terbuka
Tepian Air Sungai Winongo
Yogyakarta
Metode
Teori bahasa
pola (Christoper
Alexander),
pola pemukiman
Teori bahasa
pola (Christoper
Alexander),
pola pemukiman
Sungai
Winongo,
Yogyakarta
Lokus
Pola kawasan
bantaran sungai
Fokus
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Pola dan Strategi Peningkatan
Kualitas Bantaran Sungai
Winongo
Judul
1.6. Keaslian Penelitian
Temuan
7
Untuk menemukan pola dan strategi peningkatan
kualitas bantaran Sungai Winongo dipengaruhi oleh
pola ruang sirkulasi, massa, dan ruang untuk kegiatan
masyarakat (ekonomi, sosial).
Karakter sangat penting dalam konsolidasi
pemanfaatan kawasan tepian air Sungai Winongo.
Karakter dapat dikembangkan melalui penataan
spasial )pola tata guna laha, sirkulasi dan sebaran
ruang terbuka publik, dan penyediaan ruang aktivitas
masyarakat (sesuai kebutuhannya baik ekonomi,
sosial, budaya dan lingkungan)
Aspek yang harus dioptimalkan sesuai dengan
kondisi (tipologi) livabilitas ruang terbuka, maka
perlunya strategi untuk mencapai kondisi optimal
khususnya di ruang terbuka publik sesuai aspek
livabilitas melalui teknik analisis space syntax.
Untuk menemukan pola (tipologi) pemanfaatan
spasial lahanurban farming di bantaran Sungai
Winongo,
yang dipengaruhi oleh komponen fisik spasial lahan
pertanian dan komponen non fisik kontributor
pertanian dan hasil produksi.
Download